ternak
Pada dasarnya setiap orang yang memiliki dan memelihara ternak bertanggungjawab atas setiap
kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya, demikian juga terhadap kerugian itu pemilik tenak berkewajiban
memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal
1368 KUHPerdata. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang tanggung jawab pemilik
terhadap perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh hewan ternak, hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan ganti rugi dan usaha yang dilakukan untuk penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum yang bersifat yuridis empiris dengan pengambilan sempel menggunakan teknik purposive sempling.
Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara memperlajari serta menganalisis ketentuan-ketentuan perundang-
undangan, buku teks, jurnal dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan
ini sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan yang telah
ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab pemilik ternak terhadap pemilik tanaman
dilakukan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanaman yang dirugikan. Ada dua hambatan yang
sering ditemui dalam usaha penyelesaian ganti rugi kepada pemilik tanaman, yaitu sering tidak diketahui secara
pasti siapa pemilik ternak yang menimbulkan kerugian serta tidak adanya itikad baik dari pemilik ternak. usaha
yang dilakukan oleh pemilik tanaman untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian ini adalah dengan cara
damai meliputi musyawarah antar para pihak serta penyelesaian dengan melibatkan tokoh warga .
Diharapkan kepada para pemilik ternak lebih bertanggungjawab terhadap kerugian-kerugian yang ditimbulkan
oleh ternaknya. Kepada perangkat gampong disarankan agar lebih tegas dalam menerapkan aturan hukum yang
telah ada dan berlaku di dalam warga , melakukan sosialisasi kepada warga mengenai aturan-aturan
hukum yang harus dipatuhi serta membuat reusam gampong sebagai dasar hukum dalam menerapkan setiap
aturan Kata Kunci: Tanggung Jawab, Kerusakan, Hewan Ternak
Ternak adalah binatang yang dipiara (lembu, kuda, kambing dan sebagainya) yang
dibiakkan untuk tujuan produksi.1 Pada tingkatan yang lebih kecil, hewan ternak merupakan
binatang peliharaan yang sengaja dipelihara seseorang agar bisa diambil manfaatnya sebagai
salah satu sumber penghasilan bagi pemiliknya. Pemilik ternak sebagai orang yang
menguasai hewan ternak bertanggung jawab terhadap setiap akibat yang ditimbulkan oleh
hewan ternaknya. Setiap bentuk kerugian yang ditimbulkan oleh hewan ternak, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab pemiliknya. Pemilik ternak tidak boleh membiarkan ternaknya lepas
tanpa pengawasan karena dapat beresiko menimbulkan kerugian terhadap orang lain.
Kelalaian pemilik ternak dalam mengawasi ternaknya sehingga menimbulkan kerugian pada
orang lain dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata)
menyebutkan: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
ini .”
berdasar pada rumusan pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu perbuatan dapat
dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan ini memenuhi empat
unsur berikut:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig);
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal
Terpenuhinya keempat unsur di atas merupakan syarat mutlak agar suatu perbuatan
dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum, salah satu saja dari unsur-unsur ini
tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan
hukum.
Jika seorang dapat dibuktikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan
merugikan orang lain, maka terhadap seorang ini dapat dimintakan pertanggungjawaban
atas kerugian yang ditimbulkannya itu. Tanggung jawab yang dimaksudkan di sini adalah
berupa ganti kerugian yang diderita orang lain sebagai akibat terjadinya perbuatan melawan
hukum.
Selanjutnya menyangkut dengan perbuatan melawan hukum yang diakibatkan oleh
hewan ternak, diatur dalam Pasal 1368 KUHPerdata yang menerangkan bahwa: “Pemilik
seekor binatang, atau siapa yang memakainya, adalah selama binatang itu dipakainya,
bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang ini , baik binatang
itu berada dibawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.”
Ketentuan yang termuat didalam Pasal 1368 KUHPerdata menerangkan dengan jelas
bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh
perbuatan, kelalaian atau kurang hati-hatinya sendiri, tetapi juga harus bertanggung jawab
atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya,
barang-barang yang berada dibawah pengawasannya dan juga binatang-binatang miliknya.
Dengan demikian, setiap orang yang memiliki hewan ternak bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap kerugian yang ditimbulkan ternaknya. Apabila ternaknya ini lepas
dari pengawasan dan melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian bagi orang lain, maka
pemilik ternak harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian ini . Selama pihak
pemilik ternak dirasa memiliki kemampuan untuk mengganti sejumlah kerugian yang
ditimbulkan, maka pemilik ternak tidak bisa menghindari atau melepaskan diri dari tanggung
jawabnya.
Berkaitan dengan pengaturan mengenai Perbuatan Melawan Hukum ini di atas,
maka berdasar penelitian yakni dengan mewawancarai beberapa kepala desa di
Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, diperoleh informasi bahwa pada tahun 2015
ada 2 kasus kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh hewan ternak serta pada tahun
2016 juga ada 6 kasus kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh hewan ternak. Satu
kasus di antaranya telah diselesaikan oleh para pihak, yakni dengan mengganti kerugian yang
dialami pemilik tanaman. Namun 7 kasus lainnya belum terselesaikan proses ganti ruginya
disebabkan adanya beberapa hambatan-hambatan yang membuat pemilik tanaman sulit untuk
mendapatkan pemenuhan haknya dalam hal memperoleh pengganti kerugian dari pemilik
ternak.
Kasus-kasus yang terjadi di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar ini
umumnya terjadi akibat tindakan pemilik ternak yang melepaskan ternaknya ke kawasan
persawahan yang sedang dipakai untuk menanam tanaman palawija. Ternak-ternak dilepas
tanpa diikat dan tanpa pengawasan sama sekali oleh pemiliknya, sehingga tanpa
sepengetahuan pemilik, ternak ini telah melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik
orang lain. Pemilik tanaman yang merasa dirugikan kemudian memintakan
pertanggungjawaban dari pemilik ternak atas kerusakan yang timbul akibat ternaknya.
Bentuk pertanggungjawaban yang dimintakan adalah berupa ganti kerugian yang diderita
oleh pemilik tanaman. Namun untuk mendapatkan perrtanggungjawaban dari pemilik ternak
ini tidaklah mudah, banyak kendala yang ditemui oleh pemilik tanaman dalam usaha
mendapatkan ganti rugi yang diinginkan. Kendala-kendala inilah yang menyebabkan
beberapa kasus seperti yang ini di atas sulit untuk diselesaikan proses ganti ruginya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris. Penelitian yuridis
empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh dari
penelitian lapangan berupa dokumen-dokumen dan berkas-berkas yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas yakni terkait dengan judul “Tanggung Jawab Pemilik Hewan Ternak
terhadap Pemilik Tanaman Akibat Adanya Kerusakan oleh Hewan Ternak”.
Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini didapatkan dengan cara melakukan
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk
mendapatkan sumber data secara teoritis yaitu dari buku-buku, jurnal hukum, dan peraturan
undang-undang yang berlaku, sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan
data primer melalui wawancara dengan responden maupun informan.
Pengambilan sempel untuk penulisan artikel ini dipakai teknik purposive sampling,
yaitu pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang
bersangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya yang dianggap dapat memberikan informasi yang jelas tentang apa masalah yang
dibahas dan diperkirakan mampu mewakili keseluruhan populasi...
1. Tanggung Jawab Pemilik Ternak terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang
disebabkan oleh Hewan Ternak
Hewan ternak merupakan hewan yang dipelihara dengan tujuan untuk produksi dan
menjadi salah satu sumber penghasilan bagi peternak itu sendiri. Hewan ternak yang umum
dipelihara oleh kebanyakan warga di Kabupaten Aceh Besar, terutama di Kecamatan
Ingin Jaya berupa hewan ternak jenis sapi dan juga kambing. Hewan ternak ini banyak
dipelihara karena jenis pakannya yang tergolong mudah dicari, yaitu hanya berupa
rerumputan serta dedaunan yang banyak ditemui di lingkungan sekitar. Salah satu tempat
yang paling banyak ada rumput adalah kawasan persawahan.
Melepaskan ternak ke persawahan merupakan hal yang biasa dilakukan saat musem
luah blang. Ternak-ternak yang dilepaskan umumnya tidak diikat sama sekali dan dibiarkan
lepas begitu saja oleh pemiliknya. Meskipun tidak semua peternak membiarkan ternaknya
bebas mencari makan seperti itu, namun hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan yang sangat
melekat di dalam warga .
Tindakan pemilik ternak yang melepaskan ternaknya dalam keadaan tidak diikat dan
tanpa pengawasan ini sebenarnya disadari sangat berisiko. Ternak yang dibiarkan bebas tanpa
pengawasan sedikitpun bisa saja melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Tanpa
sepengetahuan pemilik, hewan ternak bisa saja masuk ke petak sawah yang ditanami tanaman
palawija. Jika sudah masuk ke petak sawah yang ada tanaman, maka besar kemungkinan
ternak akan menginjak tanaman ini . Akibatnya bisa menyebabkan tanaman mati dan
pemilik tanaman mengalami kerugian. Ketika kerugian ini terjadi maka peternak sebagai
pemilik, pada akhirnya harus bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan ternaknya.
Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 1368 KUHPerdata bahwa pemilik ternak
harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya, baik ternaknya itu
berada dalam pengawasan maupun tidak dalam pengawasannya.
Pasal 1368 KUHPerdata telah mengaturkan secara jelas mengenai tanggung jawab
pemilik ternak terhadap kerugian-kerugian yang harus ditanggung apabila kerugian ini
terbukti disebabkan oleh ternaknya. Begitupun jika ternaknya itu melakukan pengrusakan
terhadap tanaman orang lain, maka pemilik ternak harus membayar ganti rugi kepada pemilik
tanaman yang mengalami kerugian ini .
Ridwan Yahya menjelaskan bahwa saat musim tanam tiba, semua peternak dilarang
melepaskan ternaknya ke persawahan. Pemilik ternak diharuskan untuk memasukkan
ternaknya ke dalam kandang selama masa tanam berlangsung. Jikapun tidak dimasukkan
dalam kandang, setidaknya harus ada tempat khusus yang dipagari dengan ketinggian
tertentu, sehingga ternaknya tidak bebas berkeliaran. Jika hal ini tidak dilakukan, maka
apabila ternak ini melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik orang lain, pemilik
ternak harus bertanggung jawab terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh ternaknya itu. Hal
ini sudah menjadi aturan yang berlaku di dalam warga sehingga setiap peternak harus
mematuhi aturan ini .
Peraturan yang menyatakan bahwa pemilik ternak bertanggungjawab sepenuhnya
terhadap kerugian yang ditimbulkan ternaknya sudah menjadi ketentuan yang berlaku
menyeluruh di desa-desa yang berada di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.
Ketika ada kasus-kasus yang berkaitan dengan kerugian yang dilakukan oleh hewan ternak,
maka aturan ini yang akan dipakai dan menjadi dasar dalam menegaskan beban tanggung
jawab pemilik ternak. Dengan demikian maka tidak ada alasan bagi pemilik ternak untuk
tidak mengganti kerugian apabila ternaknya melakukan pengrusakan yang menimbulkan
kerugian pada orang lain.
2. Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Ganti Rugi
berdasar hasil penelitian, masih ditemui adanya beberapa kendala yang
menghambat terpenuhinya hak dari pihak yang dirugikan. Beberapa hambatan ini di
antaranya yaitu:
a. Tidak diketahui secara pasti Pemilik Ternaknya
Pada dasarnya untuk mendapatkan ganti rugi, seorang yang merasa dirugikan
harus meminta ganti rugi kepada pemilik ternak. Oleh karena itu, pemilik tanaman
yang dirugikan harus mengetahui siapa pemilik ternak yang menimbulkan kerugian
ini . sesudah diketahui siapa pemilik ternak ini barulah pemilik tanaman
dapat meminta pertanggungjawaban dari pemilik ternak barupa ganti rugi atas
kerugian yang dialami.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada saat sesudah panen, pemilik
ternak secara berbarengan melepaskan ternaknya ke persawahan. Jika sudah
demikian, ternak-ternak ini pun bercampur antara pemilik yang satu dengan
pemilik yang lain, sehingga saat terjadi pengrusakan sangat sulit diketahui ternak
milik siapa yang melakukannya. Jika terjadi seperti itu maka pemilik tanaman akan
kesulitan dalam menentukan siapa pemilik ternak yang melakukan perbuatan
melawan hukum. Pemilik tanamanpun akhirnya tidak tahu secara pasti kepada siapa
tanggungjawab mengganti kerugian itu patut dimintakan. Inilah kesulitan utama
yang dihadapi pemilik tanaman dalam usaha mendapatkan ganti kerugian.
Berkaitan dengan ini Ismanullah, geuchik gampong Ajee Cut menjelaskan
bahwa pemilik tanaman berhak memintakan ganti rugi pada pemilik ternak yang
menimbulkan kerugian. Tetapi dengan syarat yaitu orang yang merasa dirugikan
harus dapat membuktikan bahwa ternak ini memang milik orang yang
dimintakan ganti rugi ini dan bukan milik peternak lain. Hal ini karena tidak
boleh apabila orang yang merasa dirugikan meminta ganti rugi kepada orang yang
bukan pemilik ternak yang melakukan pengrusakan. Ini menjadi syarat utama dan
jika tidak dapat dibuktikan maka orang yang merasa dirugikan tidak diperkenankan
untuk meminta ganti kerugian atas kerugian yang dialaminya itu.
b. Tidak ada Itikad Baik dari Pemilik Ternak
Itikad baik dari pemilik ternak bisa menjadi salah satu faktor penghambat
terhadap pemenuhan hak dari pihak pemilik tanaman yang dirugikan. Adakalanya
ada pemilik ternak yang mengabaikan tanggung jawabnya atas kerugian yang
ditimbulkan ternaknya dengan berbagai alasan.
Seperti yang dikatakan oleh M. Amin, semua pemilik ternak tahu dan
menyadari kewajibannya untuk mengganti kerugian apabila ada ternaknya yang
menimbulkan kerusakan pada tanaman orang lain. Tetapi ada beberapa pemilik
ternak yang tidak melaksanakan ganti rugi ini karena mungkin berpikir bahwa
kerusakan yang ditimbulkan tidaklah parah dan kerugiannya hanya sedikit. Padahal
walaupun kerugian ini tidak besar namun pemilik ternak harusnya
menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memberikan ganti rugi terhadap pemilik
tanaman yang dirugikan.
Kesadaran dan itikad baik di dalam menyelesaikan permasalahan
menyangkut kerugian yang ditimbulkan oleh hewan ternak sangatlah penting.
Dengan adanya itikad baik dari pemilik ternak dapat memudahkan di dalam proses
penyelesaian ganti rugi kepada pemilik tanaman. Selain itu juga dengan adanya
itikad baik ini bisa mencegah masalah-masalah antar individu menjadi semakin
besar. Jika permasalahan ini tidak dapat terselesaikan dengan cara yang baik
justru akan menimbulkan permasalahan lain yang bisa lebih merugikan bagi para
pihak.
3. usaha -usaha yang dilakukan untuk Penyelesaiannya
berdasar penelitian di lapangan, ada beberapa cara atau usaha yang umum
dilakukan pemilik tanaman dalam mengatasi hambatan ini untuk mendapatkan ganti
rugi yang menjadi haknya. Adapun usaha -usaha dilakukan ini yaitu:
1. Musyawarah Antar Para Pihak
Cara pertama yang umum dilakukan oleh pemilik tanaman untuk
memperoleh penyelesaian terhadap kerugian yang dialami adalah cara kekeluargaan
yakni musyawarah antar para pihak. Dengan cara ini pemilik tenaman akan lebih
mudah dalam menyampaikan dan menjelaskan kepada pemilik ternak mengenai
kerugian yang ditimbulkan ternaknya, sehingga tidak timbul sikap salah paham di
antara para pihak.
Ilyas mengatakan bahwa dalam penyelesaian sengketa perdata, cara yang
lebih diutamakan dalam penyelesaiannya di dalam warga adalah dengan
musyawarah atau perdamaian. Dengan cara ini para pihak dapat saling bertemu dan
menjelaskan inti permasalahan dengan cara yang baik. Kemudian para pihak dapat
saling memberikan pandangan serta penjelasan, lalu mencari penyelesaiannya secara
bersama-sama. Penyelesaian dengan cara ini dinilai akan lebih adil untuk kedua
belah pihak, baik itu untuk pihak pemilik ternak maupun pihak yang dirugikan,
yakni pemilik tanaman.
Musyawarah antar para pihak yang bersengketa merupakan cara yang yang
paling bijak serta diutamakan dalam penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi
di dalam warga . Dengan musyawarah semua pihak yang terlibat dapat saling
bertukar pikiran serta mencari solusi terbaik bersama-sama untuk menyelesaikan
masalah ini . Penyelesaian masalah melalui cara musyawarah dinilai efektif
dipakai untuk menyelesaikan masalah di dalam warga karena di dalam
warga rasa kekeluargaan dan kebersamaan masih cukup kental. Oleh sebab itu
penyelesaian permasalan melalui musyawarah terus diutamakan dan dilaksanakan di
dalam warga .
Begitupula yang dikatakan oleh Rajidin, menurutnya jika memang ternak
melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik seseorang, maka pemilik tanaman
harus menyelesaikannya dengan musyawarah. Pemilik ternak pasti akan
memberikan ganti rugi jika memang benar ternaknya melakukan pengrusakan
ini . Seperti yang pernah dialaminya, ia bersedia membayar ganti rugi kepada
pemilik tanaman yang dirugikan oleh ternaknya. Saat itu pemilik tanaman meminta
ganti rugi sebesar Rp 150.000,- dan ia pun bersedia memberikan ganti rugi berupa
sejumlah uang ini karena merasa jumlah ini memang sesuai dengan total
kerugiannya.
2. Penyelesaian dengan Melibatkan Tokoh warga .
Cara yang selanjutnya menjadi alternatif dalam penyelesaian ganti rugi
terhadap kerugian yang ditimbulkan ternak bisa juga diselesaikan dengan melibatkan
tokoh warga . Tokoh warga di dalam sebuah gampong berfungsi sebagai
pihak yang menengahi dalam setiap permasalahan yang terjadi di dalam warga .
Geuchik bersama perangkat gampong lainnya akan bermusyawarah untuk
mencarikan solusi terbaik bagi para pihak. Para pihak tentunya berharap dengan cara
ini bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan seadil-adilnya.
. Ridwan Yahya mengatakan bahwa dirinya sebagai geuchik selalu siap
menerima setiap keluhan dan laporan dari warga mengenai permasalahan yang
mereka hadapi, karena itu memang sudah menjadi tugasnya sebagai seorang
geuchik. Jika ada masalah di dalam warga , tidak terkecuali masalah mengenai
pengrusakan oleh hewan ternak dirinya siap membantu jika memang sudah
dibutuhkan, namun dalam menyelesaikan masalah-masalah ini dirinya tidak
sendiri, tokoh warga lain akan secara bersama-sama ikut membantu, sehingga
penyelesiannya dari masalah ini dapat mudah diselesaikan.
berdasar aturan adat yang berlaku di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh
Besar, tidak dimungkinkan bagi pemilik ternak untuk melepaskan ternaknya dalam keadaan
tidak diikat serta tidak diawasi oleh pemiliknya. Jika tindakan melepas ternak tanpa diikat ini
tetap dilakukan, maka pemilik ternak harus bertanggung jawab apabila ternak melakukan
pengrusakan atau kerugian terhadap pemilik tanaman. Tanggung jawab ini adalah
berupa pemberian ganti rugi kepada pemilik tanaman yang dirugikan. Ganti rugi yang harus
dibayarkan berdasar perhitungan jumlah kerugian nyata yang dialami oleh pemilik
tanaman.
Pada pelaksanaan pertanggungjawaban ganti rugi kepada pemilik tanaman ditemui
beberapa hambatan. Hambatan ini meliputi 2 hal, yaitu:
1). Tidak Diketahui Secara Pasti Pemilik Ternaknya
Ketika ternak dari beberapa pemilik dilepaskan secara bersamaan, pemilik
tanaman kesulitan dalam menentukan ternak mana yang melakukan pengrusakan
dan juga siapa pemilik ternak ini . Sehingga pemilik tanaman sulit untuk
siapa tuntutan ganti rugi itu harus ditujukan. Sehingga hak pemilik tanaman
berupa ganti kerugian atas kerugian yang dialami sulit didapatkan.
2). Tidak Ada Itikad Baik Dari Pemilik Ternak
Kesadaran pemilik ternak untuk bertanggungjawab terhadap kerugian yang
ditimbulkan ternaknya masih kurang. Dengan alasan bahwa kerugian yang
timbulkan hanya sedikit, pemilik ternak merasa tidak perlu bertanggungjawab atas
kerugian yang sedikit ini .
c. Mengenai cara penyelesaian agar pemilik tanaman tetap mendapatkan pemenuhan
haknya berupa ganti kerugian dari pemilik tanaman yang melakukan perbuatan
melawan hukum, pemilik tanaman umumnya melakukan usaha -usaha sebagai
berikut:
1). Musyawarah Antar Para Pihak
Musyawarah antar para pihak menjadi cara yang paling utama dan umum
dipakai untuk menyelesaikan sengketa didalam warga . Pemilik tanaman
biasanya mengusaha kan musyawarah dengan pemilik ternak untuk mendapatkan
ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan oleh hewan ternak.
2). Penyelesaian Melibatkan Tokoh warga .
Tokoh warga di gampong menjadi penengah dan membantu mencarikan
solusi terbaik untuk para pihak. Cara ini dipakai apabila cara penyelesaian
musyawarah antar para pihak gagal menemukan solusi.