Tampilkan postingan dengan label sapi 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sapi 2. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2024

sapi 2


 




Pertambahan jumlah penduduk 

Indonesia yang disertai dengan perkembangan 

pengetahuan dan tingkat kesadaran 

masyarakat tentang kebutuhan gizi 

menyebabkan terjadinya peningkatan 

konsumsi daging.  Daging merupakan salah 

satu bahan pangan sumber protein hewani 

yang memiliki gizi yang lengkap. 

Daging adalah bahan pangan yang 

bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, 

lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat 

dibutuhkan tubuh.  Daging juga merupakan 

bahan pangan yang sangat baik bagi 

pertumbuhan dan perkembangbiakan 

mikroorganisme sehingga dapat menurunkan 

kualitas daging.  Daging mudah sekali 

mengalami kerusakan mikrobiologi karena 

kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi.   

Pada tiap TPH terdapat manajemen 

pemotongan hewan sesuai dengan standarisasi 

masing-masing TPH, sehingga diduga 

berpengaruh pada kualitas fisik daging sapi 

pada tiap TPH. 

Daging sapi diharapkan memiliki  

kualitas yang layak untuk dikonsumsi. 

Kualitas daging dapat ditentukan secara kimia, 

mikrobiologi, organoleptik, dan fisik.  

Kualitas fisik daging mempengaruhi kualitas 

pengolahan daging.  Daging yang memiliki 

kualitas sifat fisik yang bagus tentunya akan 

memberikan produk pengolahan yang bagus 

dan akan mempermudah selama proses 

pengolahannya.  Sifat fisik daging meliputi 

pH, daya ikat air (DIA), dan susut masak. 

Sampai saat ini belum ada informasi 

mengenai sifat kualitas fisik daging sapi yang 

ada di Bandar Lampung.  Sehingga 

masyarakat belum mengetahui kualitas fisik 

daging sapi yang berasal dari TPH di Bandar 

Lampung. 

berdasar  uraian itu  maka perlu 

dilakukan penelitian terhadap kualitas daging 

sapi dari tempat pemotongan hewan di Bandar 

Lampung.  

Pelaksanaan penelitian dimulai dari 

survei TPH yang ada di Bandar Lampung, 

kemudian mengambil sample tiap TPH yaitu 

0,5 kg daging paha belakang sapi.  

Daging kemudian di analisis di 

Laboratorium Hasil Pertanian di Politeknik 

Negeri Lampung untuk mengukur nilai pH, 

daya ikat air, dan susut masak.  

Pengukuran pH dilakukan dengan pH 

meter sesuai petunjuk Wooton (1975). Prinsip 

pengukuran pH yaitu mengetahui kondisi 

asam dan basa. Pengujian pH memakai  

pH meter elektronik. Metode yang digunakan 

yaitu menghidupkan ON/OFF, sebelumnya 

membersihkan katoda indikator dengan 

aquades sehingga netral (pada pH tertera 7). 

Kemudian membersihkan dengan tisu. 

Menyiapkan daging yang telah dicampur 

dengan aquades sampai 50 ml pada gelas 

beker.  Mengulang pengukuran sebanyak 3 

kali kemudian hasil dirata-rata.  


Nilai DIA dapat ditentukan dengan 

metode Hamm (1972). Pertama-tama 

meletakkan sampel sebanyak 0,3 g di atas 

kertas saring Whatman 42 dan kemudian 

meletakkan diantara 2 plat kaca yang diberi 

beban 35 kg selama 5 menit. Menandai dan 

menggambar luasan area yang tertutup sampel 

daging yang telah menjadi pipih dan basah 

disekeliling kertas saring pada kertas grafik 

dengan bantuan alat candling dan dari gambar 

itu  diperoleh area basah sesudah  dikurangi 

area yang tertutup sampel (dari total area). 

Kandungan air sampel (pada area basah) dapat 

di ukur dengan memakai  rumus:  

 

area basah = luas area basah – luas area daging 

 

     mgH2O = area basah (cm2) – 8,0 

  0,0948 

 

          DIA = %kadar air – mgH2O   x 100 % 

              300 

 

Pengujian susut masak 

 

Pengujian susut masak dilakukan 

dengan memotong daging dengan potongan 

steak kemudian daging ditimbang.  Daging 

kemudian dimasukkan kedalam oven 

Penelitian ini dilakukan pada bulan 

April 2014 secara bertahap di TPH yang ada 

di Bandar Lampung. 

Alat dan bahan yang digunakan dalam 

penelitian ini adalah : Wadah, plastik, pH 

meter, timbangan digital, blender, kaca 2 lapis, 

oven, panci, kompor gas, pemberat kamera, 

alat tulis, dan daging paha belakang sapi dari 

TPH di Bandar Lampung. bersuhu 1700C 

selama 5 menit.  Daging kemudian ditimbang 

lagi dan diukur susut masak dengan rumus 

 

Susut masak = Berat awal - Berat akhir x 100 % 

   Berat awal 

 


 

Nilai pH daging 

 

Nilai pH daging dari TPH di 

Bandarlampung dapat dilihat pada Tabel 1 

 


 

Hasil dari penelitian ini menunjukkan 

bahwa nilai rata – rata pH daging sapi di 

Bandar Lampung adalah 6,0.  Dengan kisaran 

nilai 5,3, -- 6,0.  Hasil ini menunjukkan bahwa 

nilai pH daging dari TPH di Bandar Lampung 

adalah normal karena masih berada di kisaran 

pH post mortem.  bahwa pada 

beberapa ternak, penurunan pH terjadi satu 

jam sesudah  ternak dipotong dan pada saat 

tercapainya rigormortis.  Nilai pH daging sapi 

sesudah  perubahan glikolisis menjadi asam 

laktat berhenti berkisar antara     5,1 -- 6,2.  

Hal itu  disebabkan karena glikogen 

sebagai sumber energi otot akan mengalami 

proses glikolisis sesudah  hewan dipotong dan 

secara enzimatis akan menghasilkan asam 

laktat sehingga pH daging menurun. 

Nilai pH merupakan salah satu kriteria 

dalam penentuan kualitas daging.  Proses 

penurunan pH pada daging dimulai dari 

pemotongan hewan (hewan telah mati), maka 

terjadilah proses biokimiawi yang sangat 

kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan 

lainnya sebagai konsekuen tidak adanya aliran 

darah ke jaringan itu , karena terhentinya 

pompa jantung.  Salah satu proses yang terjadi 

dan merupakan proses yang dominan dalam 

jaringan otot sesudah  kematian (36 jam 

pertama sesudah  kematian atau postmortem) 

adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis 

postmortem.  Dalam glikolisis anaerob ini, 

selain dihasilkan energi maka dihasilkan juga 

asam laktat.  Asam laktat itu  akan 

terakumulasi di dalam jaringan dan 

mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan 

otot ,

Hasil penelitian ini menunjukkan 

bahwa nilai pH daging ada yang tetap tinggi 

yaitu sekitar 6,3 -- 6,4, namun ada juga yang 

mengalami penurunan dengan sangat cepat 

yaitu mencapai 5,3 -- 5,9.  Nilai pH terendah 

adalah 5,3 sedang  nilai pH tertinggi adalah 

6,4.  Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh 

perbedaan umur, jenis sapi, teknik 

pemotongan, lama pengistirahatan, dan bobot 

karkas.  bahwa faktor yang 

mempengaruhi laju dan besarnya penurunan 

pH di bagi menjadi dua yaitu faktor intrinsik 

yang terdiri atas spesies, jenis otot, glikogen 

otot, dan variabilitas diantara ternak.  

sedang  faktor ekstrinsik antara lain 

temperatur lingkungan, perlakuan 

pemotongan, proses pemotongan dan stres 

sebelum pemotongan.   

Pada penelitian ini, pH dengan nilai 

tertinggi adalah 6,4 (dari TPH H. Udin) dan 

nilai terendah adalah 5,3 (dari TPH Ibu Mul).  

Pada TPH milik Ibu Mul jenis sapi yang 

dipotong adalah PO (pH 5,3), sedang  pada 

TPH H. Udin jenis sapi yang dipotong adalah 

BX (pH 6,4).  Perbedaan nilai pH itu  

dapat terjadi karena perbedaan jenis sapi.  

yang menyatakan bahwa jarak penurunan pH 

itu  tidak sama untuk semua urat dari 

seekor hewan dan antara hewan juga berbeda.  

 tinggi atau 

rendahnya nilai pH daging berkaitan dengan 

jenis dan spesies ternak.   

Selain itu hal yang dapat menyebabkan 

perbedaan nilai pH adalah stres, teknik 

pemotongan, dan lama istirahat.  Pada TPH 

milik Ibu Mul sapi tidak di pingsankan 

terlebih dahulu sehingga tingkat stresnya lebih 

tinggi.  Pada saat pemotongan, terjadi 

perubahan glikogen yang cepat menjadi asam 

laktat sehingga pH daging menjadi rendah.  

Hal ini juga mengacu pada pendapat Lawrie 

(1995), bahwa pada hewan dengan tingkat 

stres yang tinggi, kondisi stres akan memicu 

penurunan pH yang cepat pada kondisi 

kandungan glikogen yang cukup 

menyebabkan pH akhir menjadi sangat rendah 

sehingga protein terdenaturasi dan dihasilkan 

daging PSE (Pale  Soft  and  Exudative).  

Daging PSE akan menurunkan rendemen 

proses (cooking loss besar), daya ikat dan daya 

iris rendah.   

Sebaliknya pada TPH milik H. Udin, 

sebelum sapi disembelih sapi dipingsankan 

dahulu memakai  Stunning Gun.  Namun, 

karena sapi yang berasal dari TPH H. Udin 

sudah menempuh jarak yang cukup jauh 

dengan lama istirahat yang singkat (hanya 6 

jam) diduga sapi yang dipotong di TPH H. 

Udin mengalami stres akibat kelelahan.  

Sehingga cadangan glikogen hampir habis.  

Akibatnya pada saat pemotongan hanya 

sedikit glikogen yang dirubah menjadi asam 

laktat sehingga pH daging tetap tinggi.  yaitu stres 

sebelum pemotongan, iklim, tingkah laku 

agresif diantara ternak sapi atau gerakan yang 

berlebihan memiliki  pengaruh yang besar 

terhadap penurunan atau habisnya glikogen 

otot dan akan menghasilkan daging yang gelap 

dengan pH yang tinggi (lebih besar dari 5,3).   

Kualitas daging dipengaruhi oleh nilai 

pH daging.  lbahwa daging dengan pH 

akhir yang tinggi (penurunan pH yang lambat) 

akan menghasilkan daging Dark  Firm  and  

Dry (DFD).  sedang  daging dengan pH 

akhir rendah (penurunan pH yang cepat) akan 

menghasilkan daging PSE.  Pada penelitian ini 

daging yang dihasilkan dari TPH Ibu Mul 

merupakan daging PSE, sedang  daging 

dari TPH H. Udin menghasilkan daging 

dengan jenis DFD. 

 

 

Daya ikat air 

 

Daya ikat air daging dari TPH di 

Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 2. 

 

DIA dari penelitian ini berada pada 

kisaran 23,78 -- 33,98 % dengan nilai rata -

rata 30,14 %.  Dilihat dari kisarannya nilai 

daya ikat air daging dari TPH di Bandar 

Lampung termasuk tinggi.  Hasil ini  berbeda 

dengan pendapat dari Triatmojo (1992) yang 

menyatakan bahwa kisaran daya ikat air 

daging sapi adalah 13 -- 26 %.  Hal ini dapat 

terjadi akibat perbedaan jenis, umur, bobot 

sapi, tingkat strees, teknik pemotongan, suhu, 

jenis pakan, dan waktu pemotongan sehingga 

dapat mempengaruhi nilai pH, dimana nilai 

pH sangat mempengaruhi nilai DIA.  Hal ini 

sesuai dengan pendapat Jamhari (2000) bahwa 

ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan 

terjadinya variasi pada daya ikat air oleh 

daging diantaranya: faktor pH, faktor 

perlakuan maturasi, pemasakan atau 

pemanasan, faktor biologik seperti jenis otot, 

jenis ternak, jenis kelamin dan umur ternak.  

Demikian pula pada pendapat Soeparno 

(2005), bahwa beberapa faktor dapat 

mempengaruhi daya ikat air protein daging 

termasuk pH, stres, bangsa. 

Tingginya DIA pada penelitian ini 

dipengaruhi oleh nilai pH daging.  Hal ini 

sesuai dengan pendapat Jamhari (2000) bahwa 

ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan 

terjadinya variasi pada daya ikat air oleh 

daging diantaranya: faktor pH.  Pada 

penelitian ini nilai rata – rata pH daging sapi 

adalah 5,9 dan pH ini lebih tinggi dari pH 

isoelektrik daging sapi.  Hal ini berbanding 

sejajar karena semakin pH mendekati nilai 

isoelektrik daging maka DIA akan kecil 

sebaliknya jika nilai pH daging diatas nilai 

isoelektrik maka semakin tinggi nilai DIA.  

Hal ini sesuai dengan pendapat Suparno 

(2005) bahwa pada pH lebih rendah dari titik 

isoelektrik protein-protein daging, terdapat 

ekses muatan positif yang mengakibatkan 

penolakan myofilamen dan memberi lebih 

banyak ruang untuk molekul-molekul air. Jadi 

pada pH lebih tinggi atau lebih rendah dari 

titik isoelektrik protein-protein daging, DIA 

juga meningkat.  Pengaruh nilai pH terhadap 

nilai DIA yang dinyatakan oleh Lawrie 

(2003), yang menyatakan bahwa penurunan 

pH menyebabkan denaturasi protein.  Akibat 

denaturasi protein, maka terjadi penurunan 

kelarutan protein yang menyebabkan daya ikat 

air berkurang.  

Nilai DIA pada setiap TPH di Bandar 

Lampung sangat bervariasi yaitu dari    23,78 -

- 33,98 %.  Hal ini dapat terjadi karena 

perbedaan jenis, umur, bobot sapi, jenis pakan, 

lama istirahat, stress, dan teknik pemotongan.  

Hal ini mengacu pada pendapat  Jamhari 

(2000) bahwa beberapa faktor dapat 

mempengaruhi daya ikat air protein daging 

termasuk pH, stress, bangsa, pembentukan 

akto-myosin (rigormortis), temperatur dan 

kelembapan, pelayuan karkas dan aging, tipe 

otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, 

pakan, dan lemak intramuskuler. 

 

Pada penelitian ini DIA terendah adalah 

23,78 % ( TPH Ibu Mul) dan yang tertinggi 

adalah 33,98 % (TPH H. Udin).  Hal ini 

disebabkan oleh pH daging sapi yang dipotong 

di TPH Ibu Mul pH rendah, sedang  pH 

daging sapi yang dipotong di TPH H. Udin pH 

tinggi.  Hal ini sesuai dengan pendapat 

Soeparno (2005), yang menyatakan bahwa 

DIA sangat dipengaruhi oleh tinggi atau 

rendahnya pH isoelektrik daging.  

 

 

Susut masak 

 

Rata-rata susut masak daging dari TPH 

di Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 

3. 

 

Tabel 3. Nilai susut masak daging 

 

Dari penelitian menunjukan nilai susut 

masak daging sapi dari TPH di Bandar 

Lampung adalah rata – rata 42,53%.  Hasil 

dari susut masak ini termasuk normal sesuai 

dengan pendapat Soeparno (2005), pada 

umumnya nilai susut masak daging sapi 

bervariasi antara 1,5 -- 54,5% dengan kisaran 

15 -- 40%. 

Seperti halnya pH dan DIA, susut 

masak daging sapi yang berasal dari TPH di 

Bandar Lampung juga sangat bervariasi.  

Susut masak tertinggi (51,27%) terdapat pada 

daging sapi yang berasal dari TPH Ibu Mul.  

sedang  yang terendah (38,32%) berasal 

dari daging sapi asal TPH H. Udin.  Faktor 

faktor penyebab perbedaan nilai susut masak 

diantaranya adalah jenis sapi, metode 

pemotongan, berat sampel, jenis garis lintang 

dan kandungan lemak 

Hal ini sesuai dengan pendapat 

Nurwanto et al., (2003) yaitu faktor yang 

mempengaruhi susut masak antara lain nilai 

pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang 

potongan serabut otot, status kontraksi 

myofibril, ukuran dan berat sampel, 

penampang melintang daging, pemanasan, 

bangsa terkait dengan lemak daging, umur, 

dan konsumsi energi dalam pakan.   

Nilai susut masak dipengaruhi oleh 

DIA yang, dimana DIA mempengaruhi nilai 

susut masak daging.  Hal ini sesuai dengan 

 bahwa nilai susut 

masak ini erat kaitannya dengan daya 

mengikat air.  Semakin tinggi daya mengikat 

air maka ketika proses pemanasan air dan, 

cairan nutrisi akan sedikit yang keluar atau 

yang terbuang sehingga massa daging yang 

berkurangpun sedikit.  Pada penelitin ini DIA 

daging sapi yang dipotong di TPH Ibu Mul 

adalah 23,78.  sedang  DIA daging sapi 

yang dipotong di TPH H. Udin adalah 38,18. 

Besarnya nilai susut masak daging juga 

dipengaruhi oleh pH daging.  

yang menyatakan DIA sangat dipengaruhi 

oleh nilai pH daging.  Apabila nilai pH lebih 

tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik 

daging (5,0 -- 5,3) maka nilai susut masak 

daging itu  akan rendah.  Pada penelitian 

ini nilai susut masak tertinggi berasal dari 

TPH Ibu Mul dengan pH 5,3,  sedang  nilai 

susut masak terendah berasal dari TPH H. 

Udin dengan nilai pH 6,4. 

Walaupun nilai susut masak daging di 

Bandarlampung termasuk normal tetapi masih 

dalam kisaran tinggi yaitu ≥ 35%.   daging yang memiliki  angka 

susut masak rendah, ≤35%  memiliki kualitas 

yang baik karena kemungkinan keluarnya 

nutrisi daging selama pemasakan juga rendah.  

Selain itu dari segi ekonomi kerugian akibat 

kehilangan bobot daging akan kecil, jika susut 

masak daging rendah.   


berdasar  hasil penelitian ini dapat 

disimpulkan bahwa Kualiatas fisik daging sapi 

dari TPH di Bandar Lampung berada dalam 

kondisi baik dan masih berada dalam kisaran 

normal. 

 

 

Perkembangan dunia peternakan dewasa ini sudah sangat pesat seiring 

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Usaha peternakan sebagai 

salah satu bidang pertanian mampu menopang kegiatan perekonomian 

masyarakat. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan produk-produk hasil 

peternakan selalu meningkat, hal ini dikarenakan semakin meningkatnya 

kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi bagi kesehatan khususnya 

protein hewani. Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang 

sangat potensial dalam menghasilkan daging sebagai sumber protein yang relatif 

lebih tinggi. Kebutuhan daging sapi saat ini di pasok dari peternakan rakyat yang 

menjadi tumpuan utama, sehinga dibutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan 

populasi dan produktivitas sapi potong ,

 Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang menjadi pusat pengembangan 

peternakan sapi potong adalah di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa, 

beternak sapi potong daerah ini merupakan kegiatan yang sudah tidak asing lagi 

bagi masyarakat. usaha ternak sapi potong sudah dilakukan sejak lama secara 

turun-temurun, namun masih sebagaian masyarakat menganggap usaha sapi 

potong sebagai sampingan yang dikelolah secara tradisional. Potensi 

pengembangan ternak sapi di daerah ini masih cukup besar, topografi yang 

mendukung, juga lahan kosong masih tersedia cukup luas. 

Peningkatan produktivitas dan pengembangan peternakan, saat ini di 

Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa telah mulai mendapat perhatian yang 

sangat besar oleh berbagai pihak. Dari pemerintah kabupaten telah menetapkan 

berbagai kebijakan-kebijakan contohnya menjadikan Kelurahan Bangkala 

Kecamatann Maiwa sebagai pusat pengembangan sapi potong. Kemudian dari 

pihak Unhas khususnya Fakultas Peternakan juga menaruh perhatian di daerah 

itu  dengan menjadikannya pusat pembibitan ternak sapi bali berbasis ipteks 

yang juga membina kelompok tani ternak yang ada di daerah itu . 

Suksesnya pembangunan peternakan di Kelurahan Bangkala tidak hanya di 

tentukan oleh dukungan berbagai pihak, tersedianya fasilitas atau sarana dan 

prasarana, modal dan alat bantu lainnya, tetapi juga tergantung seberapa besar 

motivasi yang dimiliki oleh peternak itu . Berikut merupakan data jumlah 

populasi ternak yang ada di masing-masing kelompak yang menjadi binaan 

Unhas. 

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa populasi ternak dari 3 kelompok tani ini 

berbeda-beda atau fluktuatif ada yang mempunyai populasi yang tinggi ada juga 

yang rendah padahal yang diharapkan adalah semua  kelompok tani ini memiliki 

populasi yang tinggi. Salah satu hal yang menyebabkan hal ini terjadi karena 

tingkat motivasi untuk berusaha sapi potong dari peternak yang berbeda. 

 Motivasi merupakan salah satu aspek penentu keberhasilan usaha ternak 

sebagai kegiatan ekonomi dalam meningkatkan pendapatan dan pemenuhan 

kebutuhan keluarga. Tinggi atau rendahnya motivasi seseorang akan berdampak 

pada kecil atau besarnya skala usaha yang dilakukannya. Peternak yang memiliki 

motivasi tinggi akan berusaha keras untuk mengembangkan usahanya melalui 

perubahan tingkah laku, misalnya berupaya mengadopsi ilmu dan teknologi guna 

meningkatkan produktivitas usahanya. Peternak yang memiliki motivasi rendah 

akan lamban dalam mengubah tingkah laku sehingga lamban pula dalam 

mengadopsi ilmu seperti ketidakseriusan dan kurang terarahnya kegiatan yang 

berpengaruh terhadap produktivitas usaha, kurang tanggap serta kurang 

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kreativitas yang rendah, sehingga 

pada akhirnya usaha yang dilakukan secara ekonomis tidak menguntungkan ,

bahwa ada  tiga 

variabel penting yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yaitu karakteristik 

individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja.  Salah satu yang 

memotivasi peternak adalah karakteristik individu. Karakteristik individu yang di 

maksud ini adalah seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah 

tanggungan keluarga, jumlah kepemilikan ternak. Peternak yang usianya muda 

biasanya lebih cenderung memiliki motivasi yang tinggi, dan juga seperti halnya 

jumlah tanggungan keluarga, semakin banyak jumlah tangungan keluaraga 

seseorang dapat menambah motivasi seseorang untuk berusah ternak sapi potong 

guna memenuhi kebutuhannya, Bertolak dari latar belakang itu  maka 

dilakukanlah penelitian dengan judul ”Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap 

Motivasi Beternak Sapi Potong Di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa 

Kabupaten Enrekang”. 

Rumusan Masalah 

berdasar  latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan 

masalah sebagai berikut: 

1. Bagaimana tingkat motivasi beternak sapi potong yang ada di Kelurahan 

Bangkala, Kecamatan Maiwa? 

2. Apakah karakteristik peternak (umur, tingkat pendidikan, Pengalaman 

Beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan ternak) 

berpengaruh secara simultan terhadap motivasi beternak sapi potong di 

Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa?  

3. Apakah karakteristik peternak (umur, tingkat pendidikan, Pengalaman 

Beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan ternak) 

berpengaruh secara parsial terhadap motivasi beternak sapi potong di 

Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa?  


Tujuan dari penelitian ini adalah: 

1. Untuk mengetahui tingkat motivasi beternak sapi potong yang ada di 

Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa. 

2. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik peternak (umur, tingkat pendidikan, 

Pengalaman Beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan 

ternak) secara simultan terhadap motivasi beternak sapi potong di Kelurahan 

Bangkala, Kecamatan Maiwa. 

3. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik peternak (umur, tingkat pendidikan, 

Pengalaman Beternak, jumlah tanggungan keluarga dan jumlah kepemilikan 

ternak) secara parsial terhadap motivasi peternak dalam berusaha sapi potong 

di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa. 

Kegunaan Penelitian 

Kegunaan penelitian ini adalah: 

1. Sebagai sumber informasi atau sumbangan pikiran bagi mahasiswa yang 

melakukan penelitian yang sejenis atau bagi pihak yang membutuhkan. 

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan 

untuk menyusun program peternakan di masa mendatang dan dengan 

diketahuinya pengaruh karakteristik peternak terhadap kecepatan adopsi 

inovasi, maka pemerintah, penyuluh dan masyarakat dapat mendesain 

penyuluhan yang baik. 

Transformasi sektor pertanian ke sektor industri bagi negara sedang 

berkembang seperti Indonesia ini, tidaklah dapat dihindarkan. Karena Indonesia 

beranjak dari  negara agraris menuju negara industri yang maju, maka peranan 

sektor  pertanian  masih tetap mewarnai kemajuan sektor industri, karena itulah 

diperlukan suatu kondisi struktur ekonomi yang seimbang antara bidang industri 

yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh (Soekartawi, 2003). 

Peternakan sapi potong merupakan suatu industri di bidang agribisnis dengan 

rantai kegiatannya tidak  hanya terbatas pada kegiatan on farm , tetapi juga meluas 

hingga kegiatan di hulu dan hilir sebagai unit bisnis pendukungnya. Di hulu, 

produksi bibit, pakan, sapronak merupakan kegiatan besar yang sangat 

mendukung tercapainya produktivitas sapi potong yang hebat, sementara di hilir, 

penanganan pascapanen memegang peranan yang sangat kuat untuk 

meningkatkan kualitas dan nilai tambah (value added) bagi daging sapi. Kegiatan-

kegiatan itu  perlu dilakukan secara integritas agar terbentuk sistem industri 

peternakan sapi potong yang kuat , ada beberapa pertimbangan perlunya 

mengembangkan usaha ternak sapi potong, yaitu sebagai berikut: 

1. Relatif tidak tergantung pada ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang 

berkualitas tinggi. 

2. Memiliki kelenturan bisnis serta teknologi yang luas dan luwes. 

3. Produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan 

yang tinggi. 

Ditambahkan pula oleh Rianto dan Purbowati (2009), bahwa ternak sapi 

memiliki manfaat lebih luas didalam masyarakat, sehingga keberadaannya dalam 

peningkatan perkembangannya pun lebih mantap. Sebaliknya, apabila ternak sapi 

itu tidak memberikan manfaat yang luas, perkembangannya pun akan mundur. 

Hal ini terbukti di Indonesia dimana ternak sapi berkembang lebih pesat 

dibandingkan ternak lainnya seperti kambing, domba, babi, kuda dan lain 

sebagainya. Sebab ternak sapi di kalangan masyarakat indonesia mempunyai 

manfaat yang sangat luas, antara lain: 

1. Daging dan kulitnya memiliki kualitas yang lebih tinggi dari pada daging kulit 

ternak lain seperti kambing, domba dan kerbau.  

2. Tenaganya sangat berguna bagi petani untuk mengelola sawah ataupun 

angkutan. 

3. Dalam budaya masyarakat tertentu, sapi disamping di manfaatkan dagingnya, 

kulit dan tenaganya juga diperguanakan untuk sesaji, ukuran kekayaan, 

karapan dan lain sebagainya.  

4. Sebagai tabungan dimusim panen para petani membeli sapi yang kurus untuk 

digemukkan, kemudian pada saat paceklik sapi-sapi itu  dijual lagi. 

Sapi merupakan hewan ternak yang dapat menopang kebutuhan konsumsi 

daging. Hal ini karena sapi dapat diternakkan secara sederhana dan mudah, 

disukai berbagai masyarakat, dan tubuhnya cukup besar bila dibanding dengan 

ternak lain. Sementara ini masih banyak kebutuhan daging dalam negeri yang 

dipasok dari sapi yang tidak secara khusus di siapkan untuk dipotong. Artinya, 

sapi itu  dipelihara secara asal-asalan atau sebelumnya sapi itu  

digunakan untuk bekerja keras dan berumur tua. Daging yang dihasilkan tentu 

tidak sebaik sapi yang di ternakkan untuk dipersiapkan sebagai sapi potong. Bila 

usaha ternak sapi potong di kelola secara professional dengan sasaran 

menghasilkan daging yang optimal, di harapkan dapat menghasilkan daging yang 

banyak dan berkualitas baik. Dengan demikian, daging berkualitas itu  

memiliki harga yang cukuo tinggi di pasaran. Bahkan, bila memungkinkan daging 

itu  dapat menjadi komoditas ekspor ,

Teori – Teori Motivasi  

Motivasi berasal dari kata moveree yang berarti dorongan atas daya 

penggerak ,Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya 

mendorong gairah kerja seseorang, agar mau bekerja keras dengan memberikan 

semua keterampilan dan kemampuannya untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu. 

Motivasi menjadi penting karena karena dengan motivasi ini di harapkan 

seseorang mau bekerja keras dan antusias untuk mencaoai produktivitas yang 

tinggi. bahwa motivasi 

merupakan proses sosiopsikologis yang mencerminkan interaksi anatara sikap, 

kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang. Motivasi 

sebagai proses sosiopsikologis timbul di akibatkan oleh faktor dari dalam 

seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik atau faktor diluar diri yang disebut 

ektrinsik. 

motivasi seseorang tergantung dari kekuatan orang 

itu sendiri. Dorongan ini yang menyebabkan sesorang itu mencapai tujuan-tujuan, 

baik sadar atau tidak sadar. Dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang 

berprilaku, yamg dapat mengendalikan dan memelihara kegiatan kegiatan, dan 

yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang itu . 

Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melakukan usaha 

substansial, guna mendukung tujuan-tujuan produksikesatuan kerjanya. Dan 

tempat ia bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi, hanya memberikan upaya 

minimum dalam hal bekerja. Konsep motivasi merupakan suatu konsep penting 

dalam studi tentang kinerja individual ,bahwa ada  kebutuhan kebutuhan yang bersifat 

hierarkis yang meemotivasi individu dalam berupaya memenuhi atau 

memuuaskan kebutuhan itu . Seseorang akan termotivasi selama kebutuhan-  

kebutuhan itu  belum terpenuhi.  5 kelompok kebutuhan yang disusun dalam 

tangga hierarkis dari kebutuhan fisologis sampai kebutuhan pemenuhan diri 

(gambar 2). Kebutuhan-kebutuhan itu  adalah: fisiologis, rasa aman, social 

atau affiliasi, prestasi, rasa di hargai dan aktualisasi diri. 

Teori Herzberg 

Teory Herzberg dikenal dengan “model dua faktor” dari motivasi, yaitu faktor 

motivasional dan faktor higienee atau “pemeliharaan”, faktor motivasional 

merupakan hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya instrinsik, yang berarti 

bersumber dari dalam diri seseorang. Faktor higienee atau pemeliharaan adalah 

faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, 

misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam 

kehidupan kekaryaannya. ,

Menurut Hazberg, yang tergolong dalam faktor motivasional antara lain ialah 

pekerjaan seseorang, keberhasian yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan 

dalm berkarier, dan pengakuan dari orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene 

Kebutuhan Fisiologi 

Kebutuhan Akan Rasa Aman 

Kebutuhan Sosial 

Kebutuhan Akan Harga Diri 

Kebutuhan Akan 

Aktualisasi Diri 

atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, 

hubungan seseorang dengan karayawan dan atasannya, hubungan seseorang 

dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang dilakukan oleh para 

penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja 

dan sistem imbalan yang berlaku. Selanjutnya dijelaskan bahwa salah satu 

tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Harzberg ialah 

memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam 

kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang 

bersifat ekstrinsik ,

Teori Harapan  

 motivasi  seseirang ke arah tindakan pada suatu waktu tertentu di tentukan oleh 

antisipasinya terhadap nilai dari hasil tindakan itu (baik itu negatif maupun positf) 

yang di gandakan oleh harapan orang yang bersangkutan bahwa hasil itu  

akan mewujudkan tujuan yang diinginkan ,

Daya adalah kekuatan motivasi seseorang, valensi adalah kekuatan preferensi 

seseorang akan suatu hasil, dan dan ekspenntansi adalah tingkat kemungkinan 

bahwa tindakan tertentu akan mengarah pada hasil yang diinginkan. Valensi nihil 

terjadi apabila seseorang tidak peduli akan pencapaian tujuan tertentu, dan 

ada  suatu valenci negatif apabila orang yang bersangkutan lebih suka tidak 

mencapai tujuan itu  (tidak ada motivasi). Demikian juag halnya, seseorang 

akann tidak memiliki mitivasi untuk mencapai tujuan apabila ekspektansinya 

adalah nihil atau negatif.  

Vroom menyebutkan, produktivitas atau hasil yang akan dicapai merupakan 

alat pemuasaan bagi seseorangg. Produktivitas adalah alat untuk mencapai tujuan 

yang diinginkan. Keinginan seseorang untuk menghasikkan (berproduksi) sangat 

tergantung pada tujuan khusus yang ingin mencapainya dan persepsinya atas 

tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu . 

Teori ERG 

Teori motivasi ERG dimunculkan oleh Clayton Alderfer. Kepanjangan dari 

teori ERG adalah Exictence, Relatedness, dan Growth need. Menurut Alderfer, 

sama halnya dengan teori Maslow, kebutuhan manusia tersusun dalam suatu 

hirarki berjenjang. Perbedaannya adalah jenjang itu  tidak bersifat kaku 

sehingga unsur keterkaitan akan selalu dominan dalam menggerakkan individu 

untuk selalu memenuhi kebutuhannya, baik yang sudah terpenuhi maupun yang 

terlambat pemenuhannya. Kebutuhan-kebutuhan menurut Clayton Aldelfer adalah 

kebutuhan akan keberadaan (exictence), kebutuhan berhubungan (relatedness), 

dan kebutuhan untuk berkembang (growth need) ,Tiga kebutuhan itu  dikenal dengan teori ERG. 

 Jenjang kebutuhan menurut Alferder adalah sebagai berikut: 

1. Eksistensi, merupakan bentuk kebutuhan manusia yang terpuaskan oleh 

ketersediaan kebutuhann dasar, seperti makanan, air, upah, dan kondisi kerja. 

2. Hubungan, merupakan bentuk kebuutuhan manusia yang terpuaskan oleh 

hubungan antara individu dan lingkungan sosial yang bermanfaat. 

3. Pertumbuhan, adalaah bentuk kebutuhan manusia yang terpuaskan dengan 

cara melakukan peran atau kontribusi yang kreatif dan produktif. 

 

Teori McClelland 

David c. McClelland memberikan kontribusi bagi pemahaman motivasi 

dengan mengidentifikasikan tiga jenis kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan untuk 

berkuasa, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk berprestasi . Ketiga kebutuhan dasar itu  dapat dijelaskan sebagai berikut:  

1. Kebutuhan akan kekuasaan. Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang 

tinggi untuk berkuasa menaruh perhatian besar untuk dapat mempengaruhi 

dan mengendalikan. Orang-orang seperti ini umumnya berusaha mencari 

posisi pimpinan; mereka penuh daya, keras kepala, dan sangat menuntut; 

serta senang mengajar dan berbicara didepan umum. 

2. Kebutuhan berafiliasi. Orang-orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi 

untuk berafiliasi biasanya memperoleh kesenanagan dari kasih saying dan 

cenderung menghindari kekecewaan karena ditolak oleh suatu kelompok 

sosial. 

3. Kebutuhan berprestasi. Orang-orang dengan kebutuhan tinggi untuk 

berprestasi memiliki keinginan besar untuk berhasil dan juga memiliki rasa 

khawatir akan kegagalan. Mereka ingin ditantang, menetapkan tujuan yang 

cukup sulit, tetapi masih masih mungkin dicapai bagi diri mereka sendiri, 

melakukan pendekatan yang realistis terhadap resiko (menganalisis dan 

menilai masalah), mempunyai umpan balik yang spesifik dan segera atas 

prestasi mereka, cenderung gelisah, suka bekerja hingga larut malam, sama 

sekali tidak khawatir gagal, dan cenderung melakukan semuanya seorang diri. 

Berbagai kebutuhan, keinginan, dan harapan yang ada  dalam diri 

seseorang yang dapat membentuk motivasi intrinsik. Sedangkan pembentuk 

motivasi ekstrinsik dapat beruoa intensif, perolehan keuntungan dari suatu 

program/kegiatan, pembagian hasil, tersedianya barang dan jasa yang ingin di 

beli, dan penghargaan masyarakat terhadap prestasi dapat mendorong bagi 

petani/peternak untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya 

Motivasi Beternak Sapi potong 

ada  sejumlah kebutuhan yang mendorong peternak untuk beternak sapi 

potong. Kebutuhan-kebutuhan itu  menurut Clayton Aldelfer adalah (1) 

Kebutuhan akan keberadaan (exictence), (2). kebutuhan berhubungan 

(relatedness), dan (3) kebutuhan untuk berkembang (growth need) Tiga kebutuhan itu  dikenal dengan teori ERG. 

1. Kebutuhan akan keberadaan (exictence), yaitu kebuthan peternak untuk 

memperoleh pendapatan dari beternak sapi potong. 

2. Kebutuhan berhubungan (relatedness), yaitu kebutuhan peternak untuk di 

terima dalam pergaulan lingkungan masyarakat tempat tinggal. 

3. Kebutuhan untuk berkembang (growth need), yaitu kebutuhan peternak untuk 

meningkatkan skala usaha ternak, memperoleh penghargaan dan pengakuan 

dari masyarakat terhadap keberhasilannya. 

Masing-masing kebutuhan itu  tidak sama kekuatan tuntutan-tuntutan 

pemenuhannya. Tumbuhnya kekuatan itu satu sama lain juga berbeda-beda 

waktunya. Seluruh kebutuhan tidak tumbuh dalam waktu yang bersamaan. 

Walaupun kadang-kadang beberapa kebutuhan dapat muncul sekaligus, sehingga 

seseorang peternak harus menentukan pilihannya yang mana harus di penuhinya 

terlebih dahulu. 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Beternak Sapi Potong 

Porter dan Miles berpendapat ada  tiga variable penting yang dapat 

mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu (1) karakteristik individu (individual), 

(2) karakteristik pekerjaan (job characteristics), (3) karakteristik situasi kerja 

(work situasion characteristics) 

berdasar  teori yang di kemukakan oleh porter dan miles karakteristik individu 

adalah yang paling cocok untuk di teliti. Sedangkan karakteristik pekerjaan dan 

karakteristik situasi kerja dapat dikatakan homogen atau data yang di dapatkan 

relatif sama yaitu peternak. 

Salah satu faktor yang memotivasi peternak adalah karakteristik individu. 

Sebagai seorang individu, setiap peternak memliki hal-hal khusus mengenai sikap, 

tabiat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh lingkungan dan pengalaman 

yang khusus pula. Hal ini akan menyebabka peternak itu  memiliki motivasi 

kerja yang berbeda beda anatara satu dengan yang lainnya. Mereka membawa 

harapan, kepercayaan, keinginan dan kebutuhan personalnya kedalam lingkungan 

kerja mereka sehingga memungkinkan mereka untuk berupaya memenuhinya 

melalui berusaha ternak sapi potong. 

Karakteristik individu adalah sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang. 

Karakteristik terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan faktor sosiopsikologis 

(Suprayitno, 2004). Faktor biologis mencakup genetik, sistem syaraf dan sitem 

hormonal. Sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen 

koognitif (intelektual), konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif 

(faktor emosional). 

 

Beberapa penelitian sebelumnya telah menyimmpulkan bahwa ada 

keterkaitan antara karakteristik individu dengan motivasi. 

mengatakan bahwa ada sejumlah varibel penting dan menarik yang digunakan 

orang untuk menerangkan perbedaan-perbedaan motivasi, anatara lain: umur, 

pendidikan dan latar belakang keluarga. yang meneliti tingkat 

tingkat motivasi kerja anggota Prokersa UPPKS di kota madya bogor, 

memberikan hasil bahwa karakteristik individu mempengaruhi motivasi kerja 

seseorang. Prihatini menyimpulkan bahwa umur, pendidikan, jumlah tanggungan 

keluarga mempunyai kolerasi yang positif dan siignifikan terhadap motivasi kerja. 

meneliti tentang motivasi peternak dalam berusaha ternak 

domba di Desa Siganten Cianjur, Jawa Barat. Dalam kesimpulannya, Dwijayanti 

menyebutkan menyebutkan bahwa variabel umur, pendidikan, jenis kelamin, dan 

pekerjaan pokok peternak berhubungan dengan motivasi. 

Karakteristik individu yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah (1) umur, 

(2) tingkat pendidikan, (3) Pengalaman Beternak, (4) jumlah tanggungan keluarga 

dan (5) jumlah kepemilikan ternak. 

1. Umur 

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang ikut memepngaruhi 

fungsi biologis dan fisiologis seseorang. Umur akan mempengaruhi seseorang 

dalam belajar, memahami dan menerima pembaharuan umur juga berpengaruuh 

terhadap peningkatan produkstivitas kerja yang dilakukan seseorang. Menurut 

pada umumnya responden yang berusia produktif memiliki 

semangat yang tinggi, termasuk semangat untuk mengembangkan usaha taninya. tingkat produktivitas seseorang yaitu antara 15 -55 

tahun sedangkan umur yang tidak produktif berada di bawah 15 dan diatas 55 

tahun. Pada usia sanagt produktif di harapkan mampu mencapai produktivitas 

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap peternak dalam 

melakukan usaha khususnya beternak sapi.   

2. Tingkat pendidikan 

Orang yang berpendidikan tinggi identik dengan orang yang berilmu 

pengetahuan, dan orang yang berilmu memiliki pola pikir dan wawasan yang 

tinggi dan luas. Ilmu pengetahuan, keterampilan daya fikir serta produktivitas 

seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dilalui, karena tingkat 

pendidikan yang rendah merupakan faktor penghambat kemajuan seseorang, 

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang tentunya akan semakin tinggi pula 

daya serap teknologi dan semakin cepat seseoraang untuk menerima inovasi yang 

datang dari luar. bahwa hubungan 

pendidikan dengan produktivitas kerja akan tercermin dari tingkat pendidikan dan 

penghasilan yang tinggi, menyebabkan produktivitas kerja yang lebih baik pula 

dan penghasilan yang diperoleh juga tinggi. Secara umum tingkat pendidikan 

tinggi, produktivitasnya juga akan tinggi karena rasional dalam berfikir dibanding 

dengan yang tingkat pendidikan rendah sulit untuk mengadopsi inovasi baru dan 

relatif bimbang dalam mangambil keputusan. 

3. Pengalaman Beternak 

Pengalaman beternak merupakan suatu hal yang sangat mendasari 

seseorang dalam mengembangkan usahanya dan sangat berpengaruh terhadap 

keberhasilan usaha. Peternak yang telah Pengalaman Beternak akan lebih terampil 

dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada peternak yang 

belum berpengalaman. Peternak yang lebih berpengalaman akan lebih cepat 

menyerap inovasi teknologi dibandingkan dengan peternak yang belum atau 

kurang berpengalaman,

4. Jumlah tanggungan keluarga 

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam mengambil 

keputusan. Karena semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin 

banyak pula beban hidup yang harus dipikul oleh seorang petani. Jumlah 

tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan 

dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya ,

5. Jumlah kepemilikan ternak 

 Peternak yang memiliki ternak lebih banyak akan memiliki motivasi yang 

lebih di bandingkan dengan peternak yang memiliki ternak lebih sedikit. Hal ini di 

karenakan peternak yang memiliki ternak lebih sedikit masih sulit untuk 

menerima suatu inovasi. 

bahawa semakin luas usaha tani biasanya semakin cepat mengadopsi, karena 

memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. 

Kerangka fikir 

Motivasi merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja 

dalam berusaha sapi potong. Tingkat motivasi diantara peternak berbeda-beda. 

Peternak yang memiliki motivasi tinggi cenderung mengutamakan pekerjaannya 

dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Untuk 

menerangkan motivasi berusaha ternak sapi potong akan di gunnakan teori ERG. 

Kebutuhan-kebutuhan itu  adalah : (1) kebutuhan akan keberadaan (2) 

kebutuhan berhubungan (3) kebutuhan untuk berkembang. Seorang peternak akan 

termotivasi memenuhi kebutuhan mana saja yang bersifat propeten atau yang 

paling kuat pada saat tertentu. Potensi suatu kebutuhan tergantung pada situasi 

individual yang berlaku serta pengalaman-pengalaman yang baru saja dialami. 

Kebutuhan kebutuhan itu  dapat dianggap sebagai alat untuk mengenergi, 

atau pemicu-pemicu yang menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi perilaku. 

Faktor yang mempengaruhi motivasi berusaha ternak sapi potong (variabel 

independen) dalam penelitian ini adalah karakteritk individual yang terdiri dari : 

umur, tingkat pendidikan, Pengalaman Beternak, jumlah tanggungan keluarga, 

jumlah kepemilikan ternak. Adapun variabel dependen (bebas) adalah motivasi 

berusaha ternak sapi potong. Keterkaitan antara variabel independen dan variabel 

dependen di sajikan dalam kerangka pemikiran berikut : 

 

peternak yang dimiliki peternak di Kelurahan Bangkala kec. Maiwa Kab. 

Enrekang. Data kuantitatif ini nantinya di kualitatifkan dengan pengukuran 

skala likert menjadi sebuah data yang dapat di ukur. 

Sumber data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 

1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden, dimana 

responden disini adalah peternak sapi potong di di Kelurahan Bangkala Kec. 

Maiwa. 

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, Biro 

Pusat Satatistik, pemerintah setempat, dan lain-lain yang telah tersedia yang 

berupa keadaan umum lokasi yang meliputi gambaran lokasi, sejarah singkat 

dan lain-lain 

 

Populasi dan Sampel 

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok tani/ternak 

binaan Unhas di di Kelurahan Bangkala kec. Maiwa Kab. Enrekang, yang terdiri 

atas 3 kelompok dengan masing-masing anggota setiap kelompok berjumlah 25 

orang, jadi jumlah populasi sebanyak 75 orang. 

Untuk menentukan besarnya sampel yang digunakan pada penelitian ini, 

digunakan rumus Slovin (Umar, 2001) sebagai berikut: 

 

Dimana:  

n = jumlah sampel 

N = jumlah populasi 

e2= presisi (tingkat kelonggaran yang ditetapkan sebesar (15 %) 

 

 Jadi dari jumlah populasi yang ada dimasukkan dalam rumus slovin adalah 

sebagai berikut: ( teknik pengambilan sampe yang lain) 

  Proporsional random sampling. 

N =  

N =  

N =  

N =  

N = 27,98 = 28 

 

Untuk pengambilan sampel digunakan sampling acak sederhana (simple 

random sampling) karena populasinya homogen. Sampling acak sederhana bisa 

dilakukan dengan cara undian, tabel bilangan random atau menggunakan 

kalkulator (Sarmanu, 2009). 

Metode Pengumpulan Data 

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 

1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian. 

2. Wawancara, yaitu melakukan interaksi dan komunikasi dengan melakukan 

tanya jawab langsung kepada responden. 

3. Kuisioner, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan 

menggunakan daftar pertanyaan yang telah disediakan kemudian akan 

dijawab oleh peternak.  

 

Analisa data yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh 

karakteristik peternak terhadap motivasi berusaha ternak sapi potong digunakan 

uji F dan uji T pada Analisis Regresi Linear Berganda, yang diolah dengan 

bantuan program SPSS. Secara sederhana rumus matematis regresi linier berganda 

adalah sebagai berikut: 

Y= α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + E 

Keterangan: 

Y = Tingkat motivasi berusaha sapi potong 

α = Konstanta 

β1, β2,........, β5 = Koefisien Regresi Variabel X1, X2, X3, X4, X5 

X1 = Umur Responden (tahun) 

X2 = Tingkat Pendidikan Responden (Tahun) 

X3 = Pengalaman Beternak (Tahun) 

X4 = Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) 

X5 = Jumlah Kepemilikan Ternak (Ekor) 

E = Standart Kesalahan (Error) 

Adapun variabel penelitian pengaruh karakteristik peternak terhadap motivasi 

beternak sapi potong di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa dapat dilihat pada 

tabel 2. 

 


 Untuk mengukur tingkat motivasi peternak yang ada di Kelurahan 

Bangkala Kecamatan Maiwa digunakan pengukuran skala likert. Menurut 

Riduwan (2008) dalam Anwar (2012) skala likert digunakan untuk mengukur 

sikap, pendapatan dan persepsi seseorang atau sekelompok kejadian atau 

kejala sosial. Dengan menggunakan skala likert, maka variable yang akan 

diukur dijabarkan menjadi indikatir-indikator yang dapat dikur. Indikator 

yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument 

yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden. 

Jawaban berupa pemberian skor/pembobotan sebagai berikut: 

a. sangat setuju  = 4 

b. setuju   = 3 

c. kurang setuju  = 2 

d. tidak setuju  = 1 

Untuk mengetahui tingkat motivasi peternak berdasar  teori ERG dengan 

asumsi dasar dan interval kelas adalah sebagai berikut: 

Nilai tertinggi = skor tertinggi   x  jumlah pertanyaan  

   (4)      (15)     

 

  = 60 

Nilai terendah = skor terendah  x  jumlah pertanyaan  

(1)                        (15)     

 

  = 15 

Interval kelas = angka tertinggi – angka terendah  

   Jumlah kelas  

 

  = 60 – 15 

          4 

 

  = 11,25 

Dari nilai itu  dapat dibuat kategori sebagai berikut: 

Sangat Setuju  = 60 – 51 

Setuju    = 50 – 39 

Kurang Setuju  = 38 - 27 

Tidak Setuju  = 26 - 15 

 

Konsep Operasional 

Adapun konsep operasional pada penelitian ini adalah:  

1. Berusaha ternak sapi potong adalah kegiatan yang dilakukan seseorang 

berupa pengembangbiakan ternak, pemeliharaan ternak sapi dari awal, 

ataupun pemeliharaan sapi bakalan hingga menjadi sapi yang layak dijual 

untuk memperoleh pendapatan. 

2. Karakteristik peternak adalah suatu karakteristik yang melekat dalam diri 

seorang peternak (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, 

Pengalaman Beternak, jumlah kepemilikan ternak). 

3. Umur peternak adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan 

peternak yang diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung, diukur 

dalam satuan tahun. 

4. Tingkat pendidikan formal peternak adalah tingkat pendidikan yang telah 

dilalui oleh peternak, misalnya SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan 

sarjana, yang diukur dengan tahun. 

5. Pengalaman Beternak adalah lamanya responden melakukan kegiatan 

beternak yang diukur berdasar  skala oridinal dengan satuan tahun. 

6. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi 

tangungan responden, yang di ukur dalam jumlah orang. 

7. Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah ternak (sapi potong) yang dimiliki 

responden yang di ukur dalam jumlah ekor. 

8. Motivasi peternak adalah sejumlah kekuatan yang ada pada diri peternak 

untuk beternak sapi potong. Kekuatan itu  berupa keinginan untuk 

memenuhi kebutuhan (1) kebutuhan akan keberadaan (existence), (2) 

kebutuhan berhubungan (relatedness), dan (3) kebutuhan untuk berkembang 

(growth need). Motivasi beternak sapi potong di ukur dengan memberikan 

pertanyaan yang terkait dengan tiga kebutuhan di atas. 

9. Kebutuhan keberadaan (existence) yaitu kebutuhan peternak untuk 

memperoleh pendapatan dari berusaha ternak sapi potong. 

10. Kebutuhan berhubungan (relatednees) yaitu kebutuhan peternak untuk 

diterima dalam pergaulan di lingkungan masyarakat tempat tinggal. 

11. Kebutuhan untuk berkembang (growth need) yaitu kebutuhan peternak untuk 

meningkatkan skala usaha ternak, memperoleh penghargaan dan pengakuan 

dari masyarakat terhadap keberhaslilan usaha ternaknya.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 

Letak dan Keadaan Geografis 

 Kelurahan Bangkala merupakan satu-satunya kelurahan yang ada di 

wilayah Kecamatan Maiwa, Kab Enrekang. Kelurahan Bangkala memiliki batas-

batas wilayah sebagai berikut: 

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Botto Mallangga; 

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pattondong Salu; 

c. Seblah timur berbatan dengan Desa Ongko; 

d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Botto Mallangga. 

Adapun lingkungan-lingkungan yang ada di Kelurahan Bangkala adalah 

sebagai berikut; 

a. Lingkungan Maroangin terletak dibagian utara Kelurahan Bangkala; 

b. Lingkungan Langsagaga yang terletak dibagian barat Kelurahan Bangkala;  

c. Lingkungan Lapaci yang terletak dibagian timur Kelurahan Bangkala; 

d. Lingkungan Pakkodi yang terletak dibagian barat Kelurahan Bangkala; 

e. Lingkungan Ongko yang terletak dibagian timur Kelurahan Bangkala; 

f. Lingkungan Jembatan III yang terletak dibagian selatan Kelurahan 

Bangkala; 

Dari 6 lingkungan yang ada di di Kelurahan Bangkala hanya lingkungan pakkodi 

dan lingkungan jembatan III yang menjadi mayoritas bermukimnya anggota 

kelompok Maiwa Breeding Center (MBC).  

Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan 

Luas wilayah Kelurahan Bangkala adalah 36 km2 yang pemanfaatannya 

sebagian besar untuk pertanian dan perkebunan. Adapun luas lahan yang dikelola 

oleh semua anggota kelompok binaan Maiwa Breeding Center (MBC) adalah 

sebanyak 52,23 Ha dimana ada 3 komoditi yang banyak di kembangkan yaitu 

jagung, padi dan ubi kayu, akan tetapi yang paling banyak dikelola oleh anggota 

kelompok adalah jagung dimana dalam setahun anggota kelompok tani ternak 

dapat melakukan 2-3 kali panen. Sedangkan untuk pemanfaatan limbah 

perkebunan yang ada sejauh ini hanya limbah jagung yang di manfaatkan sebagi 

pakan ternak itupun masih belum maksimal sedangkan sisanya hanya dibakar. Hal 

ini menunjukkan bahwa potensi sektor-sektor pertanian dan perkebunan dan 

peternakan dapat dikembangkan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi 

masyarakat. 

Selain tanaman perkebunan, ada  pula tanaman rumput gajah yang di 

kelola oleh anggota kelompok yang tersebar di lahan-lahan yang dimiliki oleh 

anggota kelompok. Tanaman rumput gajah yang di kelola oleh anggota kelompok 

luasnya adalah 14,4 Ha. Rumput gajah ini nantinya akan dijadi pakan sapi yang 

dimiliki oleh masing-masing anggota kelompok. Adapun total ternak sapi potong 

yang ada adalah sebanyak 197 ekor. 

Keadaan Penduduk 

 Keadaan penduduk merupakan suatu gambar tentang kependudukan pada 

suatu wilayah baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang dapat dijadikan 

sebagai dasar pengembangan wilayah dalam konteks pembangunan agar tepat 

sasaran. Keadaan penduduk digambarkn dengan banyaknya jumlah penduduk 

berdasar  jenis kelamin di suatu wilayah.jumah penduduk yang ada di 

Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa berdasar  jenis kelamin dapat di lihat 

pada tabel 3: 

Tabel 3. Jumlah penduduk berdasar  jenis kelamin di Kelurahan 

Bangkala, Kecamatan Maiwa. 

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 

1 Laki-laki 1959 49,4 

2 Perempuan 2003 50,6 

 Jumalah  3962 100 

Sumber: Data Sekunder Kelurahan Bangkala, 2016 

 Dari Tabel 3. diketahui bahwa jumlah penduduk di Kelurahan Bangkala, 

Kecamatan Maiwa berdasar  jenis kelamin yaitu berjumlah 3.962 jiwa, yang 

terdiri dari 1959 jiwa laki-laki dengan frekuensi 49,4% dan jenis kelamin 

perempuan 2.510 jiwa dengan frekuensi 50,6%. Hal ini menunjukkan bahwa di 

Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa memiliki jumlah penduduk berjenis 

kelamin perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk 

berjenis kelamin laki-laki. Jumlah penduduk yang ada itu  merupakan salah 

satu sumber tenaga kerja dalam usaha peternakan dan dalam menciptakan usaha 

peternakan. 

Sarana dan Prasarana 

 Dalam upaya memperlancar kegiatan dan aktifitas keseharian masyarakat, 

maka ketersediaan sarana dan prasarana umum bagi masyarakat sangatlah 

diperlukan baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Perbandingan antara jumlah 

ketersediaan sarana dan prasarana dengan jumlah penduduk suatu wilayah penting 

untuk diperhatikan. Hal ini agar setiap anggota masyarakat dapat melakukan 

berbagai aktifitas atau kegiatan sehari-hari. Sarana dan prasarana itu  antara 

lain berupa sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, perdagangan 

dan olahraga. 

a. Sarana pendidikan 

Dalam upaya memajukan masyarakat, dan mewujudkan kecerdasan 

masyarakat dan meningkatkan tingkat pendidikan, maka ketersediaan maka 

ketersediaan sarana pendidikan sangatlah penting untuk diperhatikan. Dengan 

tersedianya sarana pendidikan yang memadai tentunya akan mempermudah 

masyarakat dalam menuntut pendidikan. 

 Adapun sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Bangkala, Kecamatan 

Maiwa dapat dilihat pada Tabel 4 : 


 Pada Tabel 4. menunjukkan bahwa sarana pendidikan yang ada  di 

Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa cukup tersedia yaitu mulai dari tingkat 

sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah umum sederajat. Adapun jumlah 

terbanyak adalah Sekolah dasar/sederajat yaitu sebanyak 4 unit atau 50% dan 

yang paling sedikit yaitu sekolah menengah umum/sederajat yaitu Sekolah 

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Umum Sederajat yang masing-masing 

2 Unit atau 20% melihat jumlah ketersediaan sarana pendidikan di Kelurahan 

Bangla, Kecamatan Maiwa dapat dikatakan bahwa sarana pendidikan cukup 

tersedia bagi masyarakat dalam melanjutkan pendidikan mereka. 

b. Sarana dan prasarana kesehatan 

 Pembangunan dibidang kesehatan bertujun agar semua lapisan masyarakat 

mendapatkan akses pelayanan yang murah, mudah dan merata untuk pencapaian 

derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik dengan tersedianya jumlah sarana 

dan prasarana kesehatan. Sarana dan prasarana kesehatan bertujuan untuk 

memberikan pengobatan serta penyuluhan bagi masyarakat dalam peningkatan 

derajat kesehatan masyarakat. Adapun sarana kesehatan yang ada di Kelurahan 

Bangkala yaitu 3 unit posyandu. Jumlah sarana kesehatan ini bisa dikatan kurang 

karena masyarakat masih perlu ke desa tetangga hingga ibu kota kabupaten untuk 

mendapatkan perawatan medis jika mengalami  gangguan kesehatan yang cukup 

serius.    

 

 

Umur Responden 

 Umur responden merupakan usia responden pada saat dilakukan penelitian 

yang di hitung dalam satuan tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat 

mempengaruhi produktifitas seseorang dalam melakukan aktivitas. Tingkat umur 

seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengerjakan 

pekerjaan yang berat, karena terjadi peningkatan kemampuan fisik seiring dengan 

meningkatnya umur dan pada umur tertentu akan terjadi penurunan produktivitas. 

Menurut badan pusat statistik (BPS), berdasar  komposisi penduduk, usia 

penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu:  

 a. Usia 0-14 tahun dinamakan usia muda/usia belum produktif. 

 b. Usia 15-63 tahun dinamakan usia dewasa/usia kerja/usia produktif. 

 c. Usia +64 tahun dinamakan usia tua/usia tidak produktif/usia jompo. 

 Adapun klasifikasi responden berdasar  umur di Kelurahan Bangkala, 

Kecamatan Maiwa dapat dilihat pada Tabel 5: 

Tabel 5. Klasifikasi responden berdasar  umur di Kelurahan Bangkala, 

Kecamatan Maiwa. 

No. Umur (tahun) Jumlah(orang) Persentase (%) 

1. 15-63 30 93,75 

2. +64 2 6,25 

Jumlah 32 100 

Sumber : Data primer yang telah diolah 2016. 

berdasar  Tabel 5. maka dapat diketahui bahwa sebagian besar 

responden berumur 15-64 tahun, sebanyak 30 orang (93,75%). Hal ini berarti 

bahwa mayoritas responden di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa masih 

berada pada kelompok usia produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasim dan 

Sirajuddin (2008), usia non produktif berada pada rentan umur 0 - 14 tahun, usia 

produktif 15 – 56 tahun dan usia lanjut 57 tahun keatas. Semakin tinggi umur 

seseorang maka ia lebih cenderung untuk berpikir lebih matang dan bertindak 

lebih bijaksana. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, 

dimana semakin tinggi umur peternak maka kemampuan kerjanya relatif 

menurun. 

Tingkat Pendidikan 

 Dalam usaha peternakan faktor pendidikan tentunya sangat di harapkan 

dapat membantu masyarakat dalam upaya peningkatan produksi ternak yang 

dipelihara. Tingkat pendidikan yang memadai tentunya akan berdampak pada 

manajemen usaha peternakan yang digeluti. Adapun tingkat pendidikan peternak 

yang ada di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa dapat dilihat pada Tabel 6: 

berdasar  Tabel 6. dapat dilihat bahwa sebagian besar peternak 

memiliki tingkat pendidikan formal setingkat SD dan SMP yaitu sebanyak 27 

orang dengan persentase sebesar 84,38 % dimana tingkat pendidikan SD dan SMP 

ini merupakan tingkat penndidikan yang masih rendah. dan tingkat pendidikan 

tinggi/sarjana tidak ada sama sekali. berdasar  data itu  maka dapat dilihat 

tingkat pendidikan responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang 

rendah dan relatif sama. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh 

responden berpengaruh terhadap tingkat kemampuan dan cara berfikir yang 

mereka miliki hal ini sesuai dengan pendapat 

yang menyatakan bahwa, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan 

peternak dalam penerapan teknologi, disamping itu tingkat pendidikan dapat 

digunakan sebagai tolak ukur terhadap kemapuan berfikir seorang wanita dalam 

menghadapi masalah dalam keluarga dapat segera diatasi. Apabila pendidikan 

rendah maka daya pikirnya sempit maka kemampuan menalarkan suatu inovasi 

baru akan terbatas, sehingga wawasan untuk maju lebih rendah dibanding dengan 

peternak yang berpendidikan tinggi. Peternak yang mempunyai daya pikir lebih 

tinggi dan fleksibel dalam menanggapi suatu masalah, mereka akan selalu 

berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik. 

Pengalaman Beternak 

 Pengalaman merupakan guru yang paling baik, Semakin banyak 

pengalaman yang dimiliki oleh peternak maka akan semakin terampil dalam 

mengelola suatu usaha peternakan. Pengalaman beternak akan diperoleh 

seseorang berdasar  lama mereka bergelut dalam suatu usaha peternakan. 

Pengalamann beternak merupakan faktor yang paling penting yang harus dimiliki 

oleh seseorang peternak dalam meningkatkan produktifitas dan kemampuan 

kerjanya dalam usaha peternakan. lamanya beternak responden di Kelurahan 

Bangkala  Kecamatan Maiwa dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : 


berdasar  Tabel 7. dapat dilihat bahwa pengalaman beternak yang 

dimiliki masyarakat di Kelurahan Bangkala, kecamatan maiwa bisa di katakan 

rendah. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah peternak yang memiliki pengalaman 

beternak 1-7 tahun adalah yang terbanyak yaitu 24 dengan persentase 75%. Hal 

ini menujukkan bahwa mayoritas responden yang ada itu  belum memiliki 

cukup pengalaman dan pengetahuan yang ditunjukkan dengan lamanya mereka 

menjadi peternak, menurut Mastuti dan Hidayat (2008) menyatakan bahwa, 

semakin Pengalaman Beternak diharapkan pengetahuan yang didapat semakin 

banyak sehingga ketrampilan dalam menjalankan usaha peternakan semakin 

meningkat.  

Jumlah Tanggungan Keluarga 

 Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga 

yang dimiliki oleh responden. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruh 

motivasi beternak sapi potong. Adapun Klasifikasi responnden berdasar  

jumlah tanggungan keluarga di Kelurahan Bangkala, kecamatan  Maiwa dapat 

dilihat pada Tabel 8 berikut 

 

 

38 

 

 

Tabel 8. Klasifikasi responden berdasar  jumlah tanggungan keluarga di 

Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa. 

No. Tanggungan keluarga 

(orang) 

Jumlah Responden 

(Orang) 

Persentse (%) 

1. 1-3 15 46,9 

2. 4-6 14 43,7 

3. 7-9 3 9,4 

Jumlah 32 100 

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2016 

   Pada Tabel 8. menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang di 

miliki oleh responden di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa terbanyak 

adalah pada jumlah tanggungan keluarga antara 1-3 sebanayak 15 dengan 

persentase 46,9% dan kemudian responden yang memeliki tanggungan keluarga 

4-6 juga memiliki angka yang hampir sama dengan responden yang memiliki 

tanggungan keluarga 1-3 orang yaitu 14 dengan persentase 43,7%. Sedangkan 

untuk responden yang memliki tanggungan keluarga 7-9 adalah yang paling 

sedikit  dengan jumlah 3 orang dengan persentase 9,4%. berdasar  data 

itu  dapat diketahui bahwa mayoritas para responden telah berkeluarga dan 

jumlah tanggungan keluarga yang berbeda-beda. Banyaknya jumlah tanggungan 

keluarga dapat mempengaruhi peternak dalam menjalani usaha peternakannya. 

Menurut Sumbayak (2006) mengatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan 

mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan. Karena semakin banyak 

jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin banyak pula beban hidup harus 

dipikul oleh petani. Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi 

yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi 

kebutuhan. 

 

 

39 

 

 

Jumlah Kepemilikan Ternak 

 Jumlah kepemilikan ternak menunjukkan banyaknya ternak sapi yang 

dimiliki oleh responden. Jumlah kepemilikan ternak pada tiap responden berbeda-

beda tergantung kondisi usaha. Adapun klasifikasi responden berdasar  

kepemilikan ternak yang ada di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa dapat 

dilihat pada Tabel 9 berikut : 

 Tabel 9. Klasifikasi responden berdasar  jumlah kepemilikan ternak di 

     Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa. 

No 

Rentang Jumlah Kepemilikan 

Ternak (Ekor) 

Jumlah Responden 

(Orang) 

Persentase 

(%) 

1 1-4 18 56,2 

2 5-8 9 28,2 

3 9-13 5 15,6 

 

Jumlah 32 100 

Sumber: data primer yang telah diolah, 2016 

Pada Tabel 9. menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan ternak responden 

di Kelurahan Bangkala adalah peternakan rakyat. Hal ini terlihat dari jumlah 

kepemilikan ternak terbanyak adalah responden memiliki 1-4 ekor ternak sapi 

sebanyak 18 orang (56,2%). Rendahnya jumlah kepemilikan ternak di Kelurahan 

Bangkala, Kecamatan Maiwa disebabkan karena sebagian besar peternak juga 

memiliki usaha pertanian sehingga peternak memilih untuk memilihara ternak 

sapi lebih sedikit sehingga mereka memiliki waktu untuk pertanian mereka. Hal 

ini sesuai dengan pendapat Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa 

Ketersediaan waktu yang banyak serta di dukung oleh produktivitas kerja yang 

tinggi akan berpengaruh terhadap skala kepemilikan ternak yang dimiliki oleh 

peternak. 

 

 

 

40 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Tingkat Motivasi 

 Motivasi merupakan suatu  dorongan yang timbul dari diri seseorang, 

motivasi mempersoalkan bagaimana mendorong gairah kerja seseorang, agar mau 

bekerja keras dengan memberikan semua keterampilan dan kemampuannya untuk 

mewujudkan suatu tujuan tertentu, motivasi ini menjadi penting karena dengan 

motivasi ini diharapkan seseorang mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai 

produktifitas yang tinggi. 

 Adapun tingkat motivasi peternak yang ada di Keluarahan Bangkala, 

Kecamatan Maiwa khususnya anggota maiwa breeding center (MBC) dapat 

dilihat sebagai berikut : 

1. Indikator Kebutuhan keberadaan (existence) 

 Tingkat motivasi yang di dorong oleh kebutuhan keberadaan (existence) 

dapat dilihat pada tabel 10: 

 Tabel 10. Tingkat Kebutuhan Keberadaan (existence) 

Pernyataan 

Kebutuhan Keberadaan (existence) 

Bobot 

Persentase 

(%) SS S KS TS 

1 4 18 3 7 83 19 

2 9 17 3 3 96 21 

3 1 15 6 10 71 16 

4 1 20 8 3 83 19 

5 21 6 3 2 110 25 

Jumlah Bobot 443 100 

 Sumber : Data primer yang telah diolah,  2017 

 berdasar  Tabel 10.  dapat dilihat bahwa tingkat motivasi pada 

indikator kebutuhan keberadaan adalah  433. bobot ini di jelaskan pada gambar 

berikut: 

 

 

41 

 

 

160 280                    400     443    520        640 

 

 TT   KT   T        ST 

Gambar 4. Tingkat motivasi pada indikator kebutuhan keberadaan 

(relatedness) 

Pada Gambar 4. terlihat bahwa total skor untuk tingkat motivasi pada 

indikator kebutuhan keberadaan adalah 443 dimana bobot ini masuk pada tingkat 

kategori termotivasi. 

berdasar  Tabel 10 dapat di lihat bahwa dari 5 pernyataan yang 

berhubungan dengan kebutuhan keberaadaan pernyataan 5 yaitu dengan beternak 

sapi potong peternak memiliki tabungan untuk masa depan adalah pernyataan 

yang memilki skor yang paling tinggi yaitu 110 atau dengan persentase 25% , 

artinya pernyataan ini adalah pernyataan yang paling banyak di setujui oleh 

peternak untuk  dijadikan alasan melakukan usaha ternak sapi potong.   

2.  Indikator kebutuhan berhubungan (relatedness) 

 Adapun tingkat motivasi berdasar  indikator kebutuhan berhubungan 

dapat dilihat pada tabel berikut: 

Tabel 11. Tingkat kebutuhan Berhubungan (Relatedness) 

Pernyataan 

Kebutuhan Keberadaan(existence) 

Bobot Persentase(%) 

SS S KS TS 

1 1 22 5 4 84 18 

2 11 16 4 1 101 22 

3 13 4 15 0 94 20 

4 8 21 2 1 100 22 

5 0 21 8 3 82 18 

Total Bobot 461 100 

 Sumber : Data primer yang telah diolah,  2017 

 

 

42 

 

 

berdasar  Tabel 11. dapat dilihat bahwa total bobot yang didapatkan 

pada tingkat motivasi untuk indikator kebutuhan berhubungan adalah 461. Bobot 

ini akan di jelasan pada gambar berikut: 

160 280                    400        461    520        640  

 

 TT   KT   T        ST 

Gambar 5. Tingkat motivasi pada indikator kebutuhan berhubungan 

(relatedness) 

berdasar  Gambar 5. dapat dilihat bahwa total bobot pada indikator 

kebutuhan berhubungan yaitu 461 dimana total bobot ini masuk dalam tingkat 

kategari termotivasi. 

Pada Tabel 11. dapat dilihat pula bahwa dari 5 pernyatan yang 

behubungan dengan indikator kebutuhan berubungan (relatedness) pernyataan 2 

dan 4 yaitu dengan beternak sapi potong peternak memiliki hubungan dengan baik 

dengan sesama masyarakat dan beternak sapi potong karena adanya dukungan 

yang besar dari keluarga yang memiliki bobot paling tinggi di antara pernyataan 

yang lainnya yaitu masing-masing 101 dan 100 dengan persentase 30% , artinya 

bahwa penyataan ini adalah pernyataan yang paling banyak disetujui oleh 

peternak menjadi alasan melakukan usaha ternak sapi potong. 

3. Indikator kebutuhan untuk berkembang (growth need) 

Adapun tingkat motivasi berdasar  indikator kebutuhan untuk 

berkembang (growth need) dapat dilihat pada tabel berikut : 

 

 

 

 

 

43 

 

 

Tabel 12. Tingkat Kebutuhan Untuk Berkembang (Growth need) 

Pernyataan 

Kebutuhan Keberadaan (existence) 

Skor 

Persentase 

(%) SS S KS TS 

1 3 24 3 2 94 20 

2 5 21 6 0 104 22 

3 3 4 24 1 73 15 

4 26 5 1 0 122 26 

5 3 11 8 10 82 17 

Total bobot 475 100 

 Sumber : Data primer yang telah diolah,  2017 

berdasar  Tabel 12. dapat dilihat bahwa total bobot yang didapatkan 

pada tingkat motivasi untuk indikator kebutuhan berhungan adalah 475. Bobot ini 

akan di jelasan pada gambar berikut: 

160 280                          400   475     520           640 

 

 TT   KT   T        ST 

Gambar 6. Tingkat motivasi pada indikator kebutuhan untuk berkembang 

(growth need) 

berdasar  gambar 6. dapat dilihat bahwa total bobot pada indikator 

kebutuhan untuk berkembang yaitu 475, dimana total bobot ini masuk dalam 

tingkat kategari termotivasi. 

Pada Tabel 12. dapat dilihat pula bahwa dari 5 pernyatan yang 

behubungan dengan indikator kebutuhan untuk berkembang(growth need) 

pernyataan 4 yaitu ingin memperoleh kesuksesan dalam berusah ternak sapi 

potong yang memiliki bobot paling tinggi di antara pernyataan yang lainnya yaitu 

122 dengan persentase 26%, artinya bahwa penyataan ini adalah pernyataan yang 

paling banyak disetujui oleh peternak menjadi alasan melakukan usaha ternak sapi 

potong.  

 

 

44 

 

 

Analisis Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Motivasi Beternak Sapi 

Potong Di Kelurahan Bangkala, kecamatan maiwa. 

Uji Multikolineritas 

Uji Multikolineritas bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan 

diantara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi (gejala multikolineritas) 

atau tidak. Multikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah 

yang terjadi pada hubungan diantara variabel bebas. Uji multikorelasi perlu 

dilakukan jika jumlah variabel independen (variabel bebas) lebih dari satu 

(Sarjono dan Julianita, 2011). Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi 

adalah tidak adanya multikolinearitas. Ada beberapa metode pengujian yang bisa 

digunakan diantaranya yaitu dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) 

pada model regresi, dengan membandingkan nilai koefisien determinasi 

individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2), dan dengan melihat 

nilai eigenvalue dan condition index. 

Menurut Santoso (2001), pada umumnya jika VIF lebih besar dari 10, 

maka variabel itu  mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel 

bebas lainnya. 

Tabel 13, Uji Multikorelasi 

Model 

Collinearity Statistics 

Tolerance VIF 

1 (Constant)   

Umur .562 1.780 

T. Pendidikan .754 1.327 

Tanggungan Keluarga .963 1.039 

Pengalaman Beternak .685 1.460 

Jumlah Ternak .830 1.205 

Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2016 

 

 

45 

 

 

berdasar n Tabel 13. dapat diketahui bahwa nilai VIF umur 1.780, 

tingkat pendidikan 1.327 tanggungan keluarga 1.039, pengalamanbeternak 1.460, 

dan kepemilikan ternak 1.205. dari 5 nilai VIF itu  nilai VIF yang 

menunjukkan gejala multikolerasi adalah variabel umur karena variabel umur ini 

memiliki nilai VIF yang mendekati angka dua, Dimana nilai VIF yang medekati 

angka dua ini Artinya variabel itu  memeliki gejala multikorelasi. Dengan 

adanya gejala multikorelasi yang dimiliki oleh variabel umur maka variabel umur 

dianggap tidak layak untuk dibahas lebih lanjut lagi. Maka dari itu untuk 

pengujian dan pembahasan selanjutnya hanya ada 4 variabel yang akan dibahas 

yaitu tingkat pendidikan,tanggungan keluarga, pengalaman beternak dan jumlah 

kepemilikan ternak. Hal itu  sesuai dengan pendapat Priyatno (2011) 

menyatakan bahwa uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model 

regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel indevenden. 

Uji Normalitas 

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel dependen, 

variabel independen atau keduanya dari suatu model regresi memiliki distribusi 

data normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik adalah yang 

memiliki distribusi normal atau mendekati normal. 

Uji normalitas perlu dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya 

distribusi data karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat 

dilakukannya parametric-test. Data yang normal berarti mempunyai sebaran yang 

normal pula. Dengan demikian, data itu  dianggap dapat mewakili populasi 

normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2001) yang menyatakan bahwa 

pada histogram, jika data memiliki bentuk seperti lonceng dan pada normal 

probability plot ada penyebaran titik-titik disekitar garis diagonal dan 

penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, hal ini berarti data tersebar 

berdistribusi normal. 

Uji Liniearitas 

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai 

hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan 

sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS 

dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua 

variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) 

kurang dari 0,05. 



Dari Tabel 14. dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada Linearity 

sebesar 0,006. Karena signifikansi kurang dari 0,05 (0,006 < 0,05) maka dapat 

disimpulkan bahwa antara variabel motivasi dan karakteristik peternak ada  

hubungan yang linear. 

Uji Kelayakan Model  

Layak tidaknya model digunakan, dapat dilihat pada nilai signifikannya. 

kolom signifikan (sig.) adalah angka yang menunjukkan taraf signifikansi model 

Pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai sig.adalah “0.006” yang artinya 

signifikan karena memenuhi syarat α < 0,05 artinya variabel independen yaitu 

tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), pengalaman beternak 

(X3), jumlah kepemilikan ternak (X4) berpengaruh nyata terhadap variabel 

dependen yaitu motivasi berusaha ternak sapi potong (Y) sehingga model yang 

digunakan sangat signifikan dan bisa dilanjutkan. Model yang dibangun pada 

sampel layak atau mampu mempredikisi sifat populasi. 

Uji pengaruh simultan (Uji F) karakteristik peternak (tingkat pendidikan, 

tanggungan keluarga, pengalaman beternak, dan jumlah kepemilikan ternak) 

terhadap motivasi beternak di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa 

Uji pengaruh simultan (Uji F) karakteristik peternak (tingkat pendidikan, 

tanggungan keluarga, pengalaman beternak, dan jumlah kepemilikan ternak) 

terhadap motivasi beternak sapi potong di Kelurahan Bangkala, Kecamatan 

Maiwa 


Nilai R menunjukkan korelasi berganda, yaitu korelasi antara variabel 

independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar antara 0 – 1, jika 

mendekati 1, maka hubungan semakin erat. Sebaliknya jika mendekati 0, maka 

hubungannya semakin lemah. Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk 

memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 

0,00 - 0,199 = sangat rendah 

0,20 - 0,399 = rendah 

0,40 - 0,599 = sedang 

0,60 - 0,799 = kuat 

0,80 - 1,000 = sangat kuat. 

  Angka R yang didapatkan 0, 635, artinya korelasi antara variabel 

independen Tingkat pendidikan (X1), Jumlah tanggungan keluarga (X2), 

Pengalaman Beternak (X3), dan Jumlah kepemilikan ternak(X4) terhadap variabel 

dependen Motivasi beternak sapi potong(Y) sebesar 0, 635. Hal ini berarti terjadi 

hubungan kuat antara variabel itu . 

Nilai Adjusted R Square memberikan gambaran besarnya kontribusi 

pengaruh variabel independen Tingkat pendidikan (X1), Jumlah tanggungan 

keluarga (X2), Pengalaman Beternak (X3), dan Jumlah kepemilikan ternak(X4) 

terhadap variabel dependen Motivasi beternak sapi potong(Y)  yaitu sebesar 

0,315. Angka ini akan diubah ke bentuk persen, artinya persentase sumbangan 

pengaruh variabel independen (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan 

keluarga, pengalaman beternak, serta jumlah kepemilikan ternak) terhadap 

variabel dependen(motivasi berternak sapi potong) sebesar 31,5%, sedangkan 

sisanya sebesar 68,5% artinya masih ada faktor lain yang mempengaruhi motivasi 

beternak sapi potong yang tidak dimasukkan ke dalam model ini. 

Adapun hasil analisis dengan menggunakan regresi linear berganda 

pengaruh variabel independen (tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, 

pengalaman beternak, jumlah kepemilikan ternak) terhadap variabel dependen 

motivasi beternak sapi potong di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa 

  Pada Tabel 16, persamaan regresi linier berganda dapat dibentuk sebagai 

berikut : 

 Y = 3,345 - 0,062 X1 - 0,325 X2 - 0,530 X3 + 0,227 X4 + e 

 Dari persamaan regresi linier berganda diperoleh nilai koefisien regresi 

variabel tingkat pendidikan (X1) yaitu -0,062, variabel jumlah tanggungan 

keluarga (X2) yaitu -0,325, variabel pengalaman beternak (X3) yaitu -0,530 yang 

memiliki korelasi negatif, sedangkan untuk variabel jumlah kepemilikann ternak 

yaitu 0,227 memiliki korelasi positif. Hal ini menunjukkan bahwa dari 4 variabel 

dengan variabel motivasi beternak sapi potong (Y) 3 diantaranya memiliki 

pengaruh yang tidak searah, artinya setiap kenaikan variabel tingkat 

pendidikan(X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), dan pengalaman beternak 

(X3) menyebabkan penurunan pada motivasi beternak sapi potong.(Y). sedangkan 

untuk keniakan variabel jumlah kepemilikan ternak(X4) maka akan menyebabkan 

kenaikan pada motivasi beternak sapi potong (Y). Adapun nilai konstanta  sebesar 

3,345 menunjukkan bahwa pada saat variabel bebas yaitu tingkat pendidikan(X1), 

jumlah tanggungan keluarga(X2), pengalaman beternak (X3), dan jumlah 

kepemilikan ternak (X4) sama dengan nol, maka motivasi beternak sapi potong 

(Y) akan bernilai 3,345. Hal ini berarti bahwa masih ada faktor lain yang 

mempengaruhi motivasi beternak sapi potong. sementara nilai koefisien regresi 

masing masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap motivasi beternak sapi 

potong adalah sebagai berikut : 

a. Koefisien regresi tingkat pendidikan atau X1 sebesar -0,062 artinya bahwa 

setiap kenaikan tingkat pendidikan maka akan menyebabkan penurunan 

motivasi beternak sapi potong sebanyak 6,2 %. Dengan asumsi variabel 

independen lainnya konstan.  

b. Koefisien regresi jumlah tanggungan keluarga atau X2 sebesar -0,325  

artinya jika jumlah tanggungan keluarga meningkat maka motivasi 

beternak sapi potong akan mengalami penurunan sebesar 32,5 %. Dengan 

asumsi variabel independen lainya konstan. 

c. Koefisien regresi pengalaman beternak atau X3 sebesar -0,530 artinya 

bahwa jika pengalaman beternak meningkat maka motivasi beternak sapi 

potong akan mengalami penurunan sebanyak 53 %. Dengan asumsi 

variabel independen lainnya konstan. 

d. Koefisien regresi jumlah kepemilikan ternak atau X4 sebesar 0,227 artinya 

bahwa setiap kenaikan jumlah kepemilikan ternak, maka motivasi beternak 

sapi potong akan meningkat sebesar 22 %. Dengan asumsi variabel lainya 

konstan. 

Uji pengaruh parsial (Uji T) karakteristik peternak (tingkat pendidikan, 

tanggungan keluarga, pengalaman beternak, dan jumlah kepemilikan ternak) 

terhadap motivasi beternak di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa 

Uji pengaruh Parsial (Uji T) karakteristik peternak (tingkat pendidikan, 

tanggungan keluarga, pengalaman beternak, dan jumlah kepemilikan ternak) 

terhadap motivasi beternak di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa dapat 

dilihat pada Tabel 16. Pada Tabel 16. kolom signifikan (sig) adalah angka yang  

menunjukkan taraf signifikasi pengujian secara sendiri-sendiri. berdasar  

kolom signifikan itu  akan di bahas sebagai berikut : 

1. Variabel tingkat pendidikan (X2) mempunyai nilai sig. sebesar “0,483”. Jika 

di bandingkan dengan α = 0,05, nilai sig. lebih besar dari pada nilai α (0,483 

> 0,05), berarti bahwa variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh 

signifikan terhadap variabel motivasi beternak sapi potong dan besarnya beta 

variabel X2 terhadap Y adalah -0,062 yang artinya terjadi korelasi negatif 

antara variabel tingkat pendidikan dengan motivasi beternak sapi potong. 

Dengan meningkatnya tingkat pendidikan maka akan menyebabkan 

penurunan pada tingkat motivasi beternak sapi potonng sebesar 6, 2%. 

Tingkat pendidikan peternak tidak memiliki pengaruh terhadap motivasi 

peternak dalam beternak sapi potong. Hal ini dapat terjadi karena tingkat 

pendidikan masyarakat di Kelurahan Bangkala khususnya yang menjadi 

anggota Maiwa Breeding Center (MBC) berada pada tingkat pendidikan yang 

rendah dan relatif seragam dilihat pada Tabel 6. Dengan tingkat pendidikan 

yang relatif seragam maka tidak berpengaruh pada tingkat motivasi beternak 

sapi potong. 

2. Variabel jumlah tanggungan keluarga (X3) mempunyai nilai sig. sebesar 

“0,039” jika dibandingkan dengann α = 0,05, nilai sig. lebih kecil dari pada 

nilai α (0,039) < 0,05) artinya variabel jumlah tanggungan keluarga 

berpengaruh signifikan terhadap variabel motivasi beternak sapi potong dan 

besarnya beta X3 terhadap Y adalah -0,325 yang artinya terjadi korelasi 

negatif antara variabel jumlah tanggungan keluarga dengan motivasi beternak 

sapi potong. Jika terjadi peningkatan pada jumlah kepemilikan ternak maka 

akan menurunkan tingkat motivasi beternak sapi potong sebesar 32%. Jumlah 

tanggungan keluarga berpengaruh terhadap motivasi beternak sapi potong 

dapat terjadi karena dengan jumlah tanggungan keluarga seseorang yang 

semakin banyak maka beban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya juga 

akan meningkat sehingga motivasi untuk beternak sapi potong menurun 

karena pola pikir masyarakat yang menginkan suatu pekerjaan yang cepat 

memberikan penghasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya 

sedangkan dalam beternak sapi potong mereka tidak mendapatkan suatu 

pendapatannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumbayak (2006) yang 

menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor 

ekonomi yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan guna 

memenuhi kebutuhannya. 

3. Variabel pengalaman beternak (X4) mempunyai nilai sig. sebesar “ 0,002” 

jika dibandingkan dengan α = 0,05, nilai sig. lebbih kecil dari pada nilai α 

(0,002 < 0,05) artinya variabel pengalaman beternak berpengaruh signifikan 

terhadap variabel motivasi beternak sapi potong dan besarnya beta X4 

terhadap Y adalah -0,530 yang artinya terjadi korelasi yang negatif antara 

variabel pengalaman beternak dengan motivasi beternak sapi potong. Jika 

pengalaman beternak meningkat maka terjadi penurunan pada tingkat 

motivasi beternak sapi potong sebesar 53 %. Pengalaman beternak 

berpengaruh terhadap motivasi beternak sapi potong dapat terjadi karena 

keadaan peternak yang ada di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa 

khususnya yang menjadi anggota Maiwa Breeding Center (MBC) merupakan 

peternak yang memiliki pengalaman beternak yang rendah dan merupakan 

peternak yang baru sehingga mereka termotivasi untuk beternak sapi potong 

apalagi dengan adanya Maiwa Breeding Center (MBC) yang memberikan 

pendampingan, dan juga melakukan kerja sama pola bagi hasil membuat 

mereka semakin termotivasi. Sedangkan para peternak yang sudah 

mempunyai banyak pengalaman artinya mereka sudah Pengalaman Beternak 

mereka jenuh dengan beternak sapi potong ini, dimana mereka sudah 

Pengalaman Beternak akan tetapi penghasilan yang mereka dapatkan dari 

beternak sapi potong tidak dapat memenuhi kebutuhan. Tidak terpenuhinya 

kebutuhan apabila mereka beternak sapi potong terjadi karena mereka 

menjadikan beternak sebagai usaha sampingan bukan sebuah usaha pokok 

yang mereka serius dalam mengembangkannya.  menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah 

suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang mengenai pekerjaan yang dihasilkan 

dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya. 

4. Variabel jumlah kepemilikan ternak X5 mempunyai nilai sig. sebesar  

“0,150” jika dibandingkan dengan α = 0,05, nilai sig. lebih besar dari pada 

nilai α (0,150 > 0,05) artinya variabel jumlah kepemilikan ternak tidak 

berpengaruh terhadap variabel motivasi beternak sapi potong dan besarnya 

beta X4 terhadap Y adalah 0,227 yang artinya terjadi korelasi yang positif 

antara variabel jumlah kepemilikan ternak dengan motivasi beternak sapi 

potong. Jika jumlah kepemilikan ternak meningkat maka motivasi beternak 

sapi potong akan meningkat pula sebesar 22%. Jumlah kepemilikan ternak 

tidak berpengaruh terhadap motivasi beternak sapi potong karena keadaan 

peternak yang ada di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Maiwa khususnya 

anggota kelompok MBC menjadikan beternak sebagai pekerjaan sampingan 

dan hanya sebagai tabungan sehingga jumlah ternak banyak maupun sedikit 

tetap sebagai tabungan atau simpanan yang sewaktu waktu dapat digunakan 

untuk memenuhi kebutuhan. Pola pikir, persepsi mereka yang sejak awal 

menjadikan beternak hanya sebagai sampingan ini yang menjadi penyebab 

sehingga variabel ini tidak menjadi faktor yang dapat memotivasi peternak 

dalam beternak sapi potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahdjosumidjo 

dalam Hambali (2005) yang menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk 

menghasilkan (produksi) sangat tergantung pada tujuan khusus yang ingin 

dicapainya dan persepsi atas tindakan-tindakan untuk mencapapai suatu 

tujuan. 

berdasar  hasil  dan pembahasan penelitian dapat di tarik kesimpulan 

bahwa : 

1. Motivasi beternak sapi potong berada pada kategori termotivasi. 

2. Tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga(X2), pengalaman 

beternak(X4), jumlah kepemilikan ternak (X4) berpengaruh secara 

simultan terhadap motivasi beternak sapi potong.  

3. Tingkat pendidikan dan jumlah kepemilikan ternak berpengaruuh 

signifikan terhadap motivasi beternak sapi potong, tingkat pendidikan 

tidak berpengaruh karena tingkat pendidikan yang ada di lokasi penelitian 

relatif seragam sehingga tidak berpengaruh, kemudian jumlah kepemilikan 

ternak tidak berpengaruh karana mereka menganggap betenak sapi potong 

hanya sebagai usaha sampingan sehingga sedikit atau banyaknya jumlah 

ternak yang dimiliki mereka menganggapnya hanya sebagai sampingan 

sehingga tidak berpengaruh pada motivasi beternak sapi potong. 

Sedangkan jumlah tanggungan keluarga dan pengalaman beternak 

berpengaruh pada motivasi beternak sapi potong.  

 Sebaiknya peternak yang ada di lokasi penelitian khususnya yang menjadi 

anggota Maiwa Breeding Center (MBC) Menjadikan peternakan sebagai suatu 

usaha pokok yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya tidak menjadikannya hanya 

sebagai usaha sampingan dan melakukan suatu inovasi-inovasi baru sehingga 

hasil yang di dapatkan lebih maksimal untuk memenuhi kebutuhan.