Tampilkan postingan dengan label gandum 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gandum 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Mei 2023

gandum 1


pengetahuan Perubahan pola hidup warga  yang lebih mengedepankan efisiensi dan
kepraktisan dalam kegiatan sehari-hari, telah memicu peningkatan permintaan
akan ketersediaan pangan cepat saji dalam beragam bentuk. Tepung terigu
yang berasal dari biji gandum, berperan  penting dalam memenuhi
tuntutan itu. Biji gandum mengandung karbohidrat 60-80%, protein 10-20%,
lemak 2-2,5%, mineral 4-4,5% dan sejumlah vitamin. Gandum juga memiliki
keunggulan sifat  protein yang spesifik oleh kandungan gluten yang
mampu membentuk matriks sehingga bahan olahan mengembang dan lengket
dalam pengolahan berbagai produk pangan, terutama roti, mie, dan cake.
sifat  fisikokimia gluten tidak ditemukan pada tepung serealia lainnya,
seperti pada padi dan jagung.
Gandum merupakan tanaman “purba” yang lebih dulu dibudidayakan oleh
manusia dibandingkan  padi dan jagung dan kini menjadi makanan pokok bagi
penduduk di lebih dari 40 negara. Dewasa ini hampir seluruh penduduk dunia
mengkonsumsi gandum dalam berbagai bentuk pangan, terutama roti dan
pangan cepat saji. Tanaman ini pertama kali dibudidayakan sekitar 10.000 tahun
yang lalu di wilayah subur berbentuk bulan sabit yang mencakup Jordania,
Lebanon, Turki, Syria, Irak, dan Palestina. Dalam perkembangannya, tanaman
gandum menyebar ke India, Tiongkok, Eropa, Amerika, dan Australia. Sejarah
Cina menunjukkan bahwa budi daya gandum telah ada sejak 2700 SM.
Sebagaimana halnya padi dan jagung, gandum termasuk famili Poacea
(Gramineae) yang memiliki kerabat lebih dari 20 spesies. Pembagian spesies
gandum berdasarkan tingkat ploidinya terdiri atas diploid (2x = 14 kromoson),
tetraploid (4x = 28 kromoson), dan hexaploid (6x = 42 kromoson).
Tanaman gandum, mempunyai banyak keragaman, antara lain gandum
einkorn liar (diploid), gandum emmer liar (tetraploid), dan selanjutnya timbul
spesies gandum hexaploid (Triticum aestivum) yang banyak ditanam sekarang.
Bentuk tetraploid (4x) adalah Triticum durum, yang masih ditanam hingga saat
ini sebagai gandum bahan makaroni dan spageti. Emmer liar dibudidayakan
secara luas di wilayah Yunani, Siprus, dan India pada 6500 SM. Bentuk yang
lebih adaptif kemudian meluas ke Jerman dan Spanyol pada 5000 SM, lalu ke
Inggris dan Skandinavia dan selanjutnya menyebar ke Tiongkok. Tanaman
gandum modern (hexaploid, 6x) pertama kali masuk ke Amerika Selatan,
Amerika bagian utara dan Australia pada abad ke-16 sampai abad ke-17.
Emmer liar (Triticum dicoccoides), setelah melalui proses persilangan alamiah
dan seleksi yang berlangsung secara alami, menghasilkan gandum durum atau
gandum macaroni (T. durum) dan spelt (T. spelt) yang dalam proses selanjutnya
melalui persilangan alamiah menurunkan gandum roti (Triticum aestivum) yang
banyak ditanam hingga sekarang. Sekitar 95% pertanaman gandum dunia saat
ini adalah T. aestivum bahan baku roti dan mie, sedangkan sekitar 5% ditanam
T. durum untuk makanan pasta, atau macaroni dan spageti. Mutu gandum
bergantung pada jenis dan lingkungan tumbuhnya yang dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak
(soft wheat). Berdasarkan musim tanam, dikenal pula gandum musim semi
(spring wheat) dan gandum musim dingin (winter wheat). Gandum merah
(soft red wheat) dan gandum putih (white wheat) dikelompokkan sebagai
gandum lunak.
Sebagai tanaman subtropis, gandum hanya bisa dikembangkan di dataran
tinggi tropis dengan kelembaban yang relatif rendah. Kelembaban tinggi
kondusif bagi perkembangan berbagai penyakit, terutama karat, hawar daun,
dan scab. Pada umumnya sejumlah kriteria digunakan untuk menilai kesesuaian
lahan bagi pertanaman gandum, termasuk suhu, curah hujan, kelembaban
udara, drainase, dan kedalaman tanah. Hasil optimal gandum diperoleh dari
lingkungan dengan suhu antara 10-20oC pada awal pertumbuhan hingga
menjelang tahap  generatif, dan curah hujan 640-890 mm/tahun dengan periode
suhu panas dan kering pada masa menjelang panen.
India dan Tiongkok merupakan negara yang memiliki areal panen dan
produksi gandum tertinggi di dunia, namun eksportir utama komoditas ini adalah
Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Uni Eropa. Produksi gandum dunia
sekitar 850 juta ton/tahun dengan hasil rata-rata 3,5 t/ha, akan tetapi produktivitas
di negara-negara produsen gandum sangat beragam dari 0,97 t/ha hingga 8 t/
ha.
Berbeda dengan sistem produksi gandum yang berskala luas di Amerika,
Eropa, dan Australia, gandum di Asia ditanam petani dalam skala kecil, di lahan
sawah dalam pola padi-gandum. Sekitar 13,5 juta ha pola padi-gandum terdapat
di India dan 10 juta ha di Tiongkok. Gandum yang sudah sejak lama menjadi
bahan pangan pokok di kedua negara ini, produksi dalam negeri umumnya
digunakan untuk konsumsi nasional. Penelitian di beberapa wilayah India dan
Tiongkok menunjukkan bahwa dalam pola rotasi padi-gandum, hasil gandum
relatif lebih rendah dibandingkan  padi.
Dibandingkan dengan ketersediaan beras yang relatif kecil di pasar
internasional (sekitar 46 juta ton gabah atau 31 juta ton beras), ketersediaan
gandum jauh lebih banyak dan stabil, berkisar antara 100-170 juta ton. Hal ini
turut memicu kebijakan pemerintah untuk mengimpor gandum ketika
menghadapi kondisi menipisnya volume beras di pasar internasional. Kebijakan
diambil dengan pertimbangan terigu dapat mensubstitusi beras, apalagi
didukung oleh Amerika Serikat melalui bantuan pinjaman lunak PL-480. Pada
periode 1968-1973, total impor gandum negara kita  baru mencapai 3,3 juta ton
dan meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 7 juta ton pada tahun 2015.
Pada tahun 1998, hampir semua bentuk subsidi dan pembatasan impor dihapus.
Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah negara kita  dengan IMF ditetapkan
bea masuk impor 5%, yang dituangkan dalam Keppres No. 45. Kebijakan ini 
pernah dicabut pada Maret 2002 tapi pada awal April 2003 pemerintah kembali
menetapkan bea masuk tepung terigu sebesar 5%Meski tanaman gandum di negara kita  sudah diperkenalkan sejak awal abad
ke-18, akan tetapi tidak pernah menjadi tanaman penting dalam sistem
usahatani. usaha  pengembangannya diawali oleh Kementerian Pertanian
melalui uji adaptasi gandum pada tahun 1978. Pada tahun 1981, Badan Litbang
Pertanian melakukan penelitian gandum di Balai Penelitian Tanaman Pangan
(Balittan) Sukarami di Sumatera Barat. Penelitian mencakup pengujian adaptasi
plasma nutfah gandum yang diintroduksi dari berbagai negara. Dari sejumlah
plasma nutfah introduksi ini , beberapa di antaranya menunjukkan
keragaan dan daya adaptasi yang cukup menjanjikan pada lahan dataran tinggi,
yang kemudian dilepas sebagai varietas unggul.
Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan bahwa tanaman gandum
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada dataran tinggi (800-1.300 m
dpl) dengan hasil 2,9-4,8 t/ha dan dataran sedang (350-700 m dpl) dengan hasil
1-2,5 t/ha. Pada kondisi tanpa gangguan hama dan penyakit, produktivitas
gandum sejalan secara linier dengan ketinggian tempat, meski faktor lain seperti
waktu tanam dan penyakit karat ikut berpengaruh. Uji adaptasi galur asal
introduksi menghasilkan dua varietas yang dilepas dengan nama Nias dan Timor.
Penelitian selanjutnya menghasilkan dua varietas lagi, yaitu Selayar dan Dewata.
Berbarengan dengan usaha  penelitian, Kementerian Pertanian
mengembangkan gandum dalam bentuk demonstrasi pertanaman di enam
provinsi (Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tengga Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan). Dalam rangka percepatan pelepasan
varietas unggul baru, Badan Litbang Pertanian merintis kerja sama konsorsium
penelitian dengan melibatkan beberapa institusi seperti perguruan tinggi (IPB,
UNAND dan UKSW) dan PATIR-BATAN. Kegiatan penelitian konsorsium
diarahkan pada pembentukan varietas gandum tropis unggul melalui kegiatan
konvensional (hibridisasi dan seleksi antarfamili), dan pemuliaan
nonkonvensional (iradiasi, kultur jaringan dan somaklonat, serta transgenik).
Kerja sama konsorsium ini membuahkan hasil dengan dilepasnya dua varietas
unggul baru gandum, yaitu Guri-1 dan Guri-2 pada tahun 2013. Kemudian
dilepas pula Ganesha-BATAN, Guri-3 Agritan, Guri-4 Agritan, Guri-5 Agritan dan
Guri-6 UNAND. Guri merupakan singkatan dari Gandum untuk Rakyat negara kita .
Varietas Ganesha dihasilkan oleh BATAN melalui iradiasi sinar gamma terhadap
galur CBD-17. Dibandingkan dengan Guri-1 dan Guri-2, varietas Guri-3 Agritan
dan Guri-4 Agritan lebih tahan penyakit hawar daun, dan beradaptasi baik pada
ketinggian 1.000 m dpl. Varietas Guri-5 Agritan dan Guri-6 UNAND beradaptasi
baik pada dataran medium (600 m dpl) dan tahan penyakit hawar daun.
Penelitian gandum selama ini lebih banyak difokuskan pada pemuliaan
tanaman. Kajian agronomi yang dilakukan di Timor Leste ketika masih menjadi
bagian NKRI memberikan gambaran bahwa pemupukan dengan takaran 90 kg
N/ha memberikan hasil optimum. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian di
berbagai negara lain seperti Bangladesh, Pakistan, dan India.
Pupuk organik seperti pupuk kandang dapat memperbaiki kondisi fisik dan
kimia tanah, selain membantu menjaga kelembaban tanah. Pemberian pupuk
organik sebanyak 10-15 t/ha di awal pertanaman meningkatkan hasil panen
gandum selama tiga musim tanam berturut-turut, bila dikombinasikan dengan
pemberian pupuk anorganik N pada kelembaban tinggi di Bangladesh. Pada
kondisi suhu tinggi, penguapan pupuk N dalam bentuk NH3 lebih cepat
dibandingkan dengan aplikasi setara N dalam bentuk pupuk organik seperti
pupuk kandang. Mulsa jerami juga berpotensi memperbaiki kondisi suhu
dengan mengurangi laju penguapan kelembaban tanah dan meningkatkan laju
infiltrasi dan menurunkan suhu tanah.
Untuk dapat berproduksi optimal, kebutuhan air tanaman gandum berkisar
antara 450-650 mm, bergantung pada iklim dan lama pertumbuhan tanaman.
Di Asia Selatan, kebutuhan air bagi tanaman gandum cenderung lebih sedikit,
berkisar antara 400-450 mm karena umur tanaman relatif lebih pendek. Di
negara kita  dengan kondisi kelembaban dan suhu tinggi, tanaman gandum dapat
dipanen pada umur 85-115 hari, bergantung pada varietas. Kecukupan air pada
stadia pembentukan rumpun, pembungaan, dan pengisian bulir mampu
memberikan hasil optimal.
Berdasarkan analisis potensi luas areal untuk pertanaman gandum yang
hanya seluas 73.455 ha tersebar di 15 propinsi, dan potensi daya hasil yang
diperoleh serta persyaratan tumbuh tanaman yang sulit dipenuhi,
pengembangan gandum di negara kita  tampaknya akan menghadapi tantangan
yang cukup berat. Apalagi petani umumnya belum menguasai teknik budi daya
tanaman gandum, sedangkan harga di pasar internasional dan domestik relatif
stabil rendah. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan hasil panen dan
mengatasi pengaruh suhu tinggi di masa depan, apabila dapat diperoleh,
diharapkan dapat membuka peluang yang lebih besar bagi pengembangan
gandum di negara kita .
Buku ini menyajikan beragam informasi tentang penelitian gandum di
negara kita  sampai saat ini. Selain itu dikemukakan pula berbagai aspek lainnya
yang berkaitan dengan gandum seperti struktur dan taksonomi, nutrisi biji,
kesesuaian lahan, pemuliaan gandum secara konvensional dan berbasis
molekuler serta aplikasi mutasi, pengelolaan benih, pemupukan, pengendalian
penyakit dan penanganan pascapanen.
Gandum merupakan tanaman kuno, mungkin yang tertua di antara golongan
tanaman serealia yang diusahakan oleh manusia. Sejak 7000 tahun Sebelum
Masehi, atau 9000 tahun yang lalu, gandum sudah menjadi bahan pangan pokok
penduduk di Mesir, Yunani, Persia, China (Metcalfe and Elkins 1980). Sejak zaman
Yunani kuno gandum telah menjadi bagian penting dari program pemerintah
kerajaan, seperti tercermin dari ucapan Sacrotes: “Seseorang tidak akan menjadi
negarawan yang baik apabila ia acuh terhadap permasalahan gandum”.
Domestikasi strain liar gandum menjadi tanaman pertanian dilakukan sejak
10.000-12.000 tahun yang lalu, terutama di negara-negara Timur dekat dan Timur
jauh , Budaya pertanian dimulai dengan menanam gandum dimulai
pada zaman ini  di lembah Sungai Tigris dan Eufrat di tenggara Turki dan
Syria bagian utara. Di bagian utara dunia seperti Eropa dan Rusia, gandum
merupakan tanaman pionir budaya pertanian. Di dunia baru, termasuk Kanada,
Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Australia, tanaman gandum
dibudidayakan mulai pertengahan atau akhir abad ke 17.
Walaupun memerlukan persyaratan tumbuh spesifik, akan tetapi secara
praktis gandum telah menjadi tanaman kosmopolit, ditanam di 40 negara,
dengan total produksi lebih dari 820 juta ton per tahun, dan menjadi pangan
pokok bagi lebih dari 35% penduduk dunia . Bila dikontraskan
dengan jenis tanaman sereal lain, seperti padi, jagung dan sorgum, tanaman
gandum memiliki sebaran wilayah adaptasi lebih pada daerah subtropis, dari
garis lintang 67° LU (Norwegia, Finlandia, Rusia) hingga 45° LS (Argentina, Chili).
Akan tetapi di wilayah tropis (23°LU hingga 23°LS) tidak terdapat tanaman
gandum secara komersial. Negara-negara di dunia yang menjadi pusat produksi
gandum adalah negara subtropis Eropa, Asia, Amerika, Afrika dan Australia.
Gandum merupakan bahan pangan sereal yang jumlahnya terbesar dalam
penyediaan pangan pokok warga dunia. Kelebihan gandum dibanding sereal
lainnya sebagai bahan pangan adalah dapat diolah menjadi banyak jenis
makanan yang lebih tahan simpan dibandingkan dengan pangan dari beras.
Kandungan gluten pada gandum memungkinkan pangan dari komoditas ini
bersifat kenyal, dan mengembang bila dipanaskan. Dalam kehidupan modern,
pangan berbahan gandum mendominasi pasar swalayan, karena mudah
diawetkan dalam bentuk roti, cake, biskuit, cookies, mie instan, dan lainnya.
Sekitar 100 juta ton biji gandum masuk ke pasar internasional setiap
tahunnya, dimana negara kita  mengimpor sekitar 7 juta ton per tahun, atau 7%
dari stok gandum di pasar internasional. Besarnya impor gandum di negara kita 
sering menimbulkan pertanyaan, mungkinkah gandum diproduksi di dalam
negeri, guna mengurangi impor.
Negara pengekspor gandum terbesar di dunia adalah Amerika Serikat
(24,67%), Australia (14,95%), Canada (14,51%), Negara Uni Eropa (13,15%),
Argentina (6,35%), dan negara-negara produsen gandum lainnya (26,38%), Pada setiap akhir tahun selalu tersedia stok sisa
gandum sekitar 7-14 juta ton, guna mengisi pasar internasional tahun berikutnya.
Hal ini memicu  hampir tidak pernah terjadi kekurangan stok gandum di
pasar dunia.
Konsumsi gandum di negara kita  terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya
konsumsi mie instan, roti, biskuit dan cookies. Hampir 95% makanan berbahan
baku tepung terigu sebenarnya adalah jenis makanan “introduksi”, bukan
makanan asli negara kita . Pola makan bangsa negara kita  yang terkait dengan
terigu (gandum), nampaknya dibentuk oleh kampanye lewat iklan yang sangat
gencar dan oleh penyediaan produk “siap saji secara mudah” di seluruh pelosok
negara. Gandum atau terigu, yang masuk ke negara kita  pada tahun 1950-an
sebagai bantuan pangan secara gratis lewat program bantuan PL-480, kini telah
berubah menjadi kebutuhan pokok “wajib” yang harus diimpor dari pasar
internasional dengan harga mahal.
Makalah ini secara umum membahas sebaran wilayah produksi,
persyaratan tumbuh, perkembangan sistem produksi dan perdagangan gandum
dunia, serta prospek dan problem usahatani gandum di negara kita .
Sentra produksi gandum di dunia adalah negara Federasi Rusia, dataran bagian
tengah Amerika Serikat, bagian selatan Canada, dataran rendah wilayah
Mediterania, China bagian Utara, India bagian utara, Argentina dan Australia. Sebanyak 17 negara masing-masing memanen gandum lebih
luas dari 2,5 juta ha per tahun, yaitu Afganistan, China-Tiongkok, India, Iran,
Pakistan, Turki, Perancis, Jerman, Kazakastan, Federasi Rusia, Ukraina, Argentina,
Brazil, Amerika Serikat, Kanada, Maroko dan Australia ,Luas panen
gandum dunia pada tahun 2014 mencapai 246,620 juta ha, terluas di antara
tanaman biji-bijian lainnya. Negara-negara wilayah tropikal Asia yang tidak
menanam gandum antara lain negara kita , Filipina, Malaysia, Myanmar, Vietnam,
dan Chamboja, yang mengindikasikan bahwa gandum memang bukan
tanaman dataran rendah tropis.
Produktivitas gandum di dunia sangat beragam, dari 0,97 t/ha di Tanzania,
hingga 9,17 t/ha di Netherlands, 9,41 t/ha di Belgia. Negara produsen gandum
tradisional, produktivitas termasuk rendah, seperti Pakistan (2,82 t/ha), Iran (1,46
t/ha), India (3,3 t/ha), Federasi Rusia (2,5 t/ha), Amerika Serikat (2,94 t/ha),
Argentina (2,8 t/ha), Kanada (3,1 t/ha), dan Australia (2,0 t/ha). Di antara faktor
pembatas produksi, cekaman kekeringan merupakan penyebab yang sering
terjadi  ,
Produksi gandum dunia setiap tahun mencapai 800 juta ton hingga 855 juta
ton (FAO 2015). Faktor penentu keberhasilan produksi gandum adalah
kesuburan tanah, kelembaban tanah, dan tidak adanya suhu ekstrim tinggi.
Kekeringan dan suhu tinggi merupakan faktor penyebab utama turunnya
produksi gandum ,
adanya  stok produk gandum dari panen tahun sebelumnya dan
adanya perbedaan musim panen antara belahan bumi bagian utara dan bagian
selatan, memicu  pasokan gandum dunia relatif stabil sekitar 800 juta
ton, dan 100 juta ton diantaranya masuk ke pasar dunia 
PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH
Wilayah produksi gandum di dunia sangat beragam sifat 
agroekologinya, terutama dari aspek tanah, curah hujan, pola tanam, faktor
biotik, dan sumber air pengairan, sehingga wilayah produksi gandum
merupakan “mega lingkungan tumbuh” . Walaupun
memiliki adaptasi yang cukup luas, namun pada dasarnya gandum adalah
tanaman subtropika beriklim agak sejuk di atas garis lintang 23°LU/LS, (dengan
suhu kurang dari 30°C), temperatur minimum antara 10°-20° (Metcalfe and Elkins
1980, Carver 2009).
Pada waktu tanam dan tahap  pertumbuhan vegetatif, tanaman gandum
menghendaki suhu udara sekitar 20°C dan meningkat menjadi sekitar 30°C
pada tahap  pertumbuhan generatif dan tahap  pematangan biji, disertai kelembaban
udara yang rendah dan kelembaban tanah yang cukup. Total curah hujan
wilayah penghasil gandum di dunia pada umumnya kurang dari 1.500 mm per
tahun, yang mengindikasikan wilayah produksi gandum tergolong beriklim
kering  . Kelembaban tanah menjadi faktor penentu utama
keberhasilan produksi gandum. , cekaman
kekeringan menimpa 65 juta ha tanaman gandum di dunia. Di wilayah yang
kekurangan air, hasil gandum berkurang 50% dibandingkan dengan wilayah
beririgasi 
Di dataran Gangga India, sentra produksi gandum memperoleh curah hujan
antara 500 mm hingga 1.800 mm per tahun , Corak iklim
wilayah penghasil gandum di India adalah subtropis atau temperate, dengan
musim panas yang basah, dan tidak terlalu panas, diikuti oleh musim dingin
yang kering sejuk. Wilayah dengan corak iklim demikian membentang di India
bagian utara dan wilayah ini disebut sebagai Indo Gangetic Plain (IGP),
mencakup dataran Indus di Pakistan, dataran Indus India, bagian hulu Gangga,
bagian tengah Gangga, dan bagian bawah dataran Gangga, Nepal, dan
Bangladesh, mencakup areal seluas 13,5 juta ha ,
Masa kritis pertumbuhan tanaman gandum terhadap kekurangan air adalah
pada stadia pembentukan pollen, penyerbukan, dan pengisian biji , Namun pengaruh kekurangan air terbesar terhadap penurunan hasil biji
adalah pada tahap  pembungaan. Dampak nyata cekaman kekeringan adalah
pada penurunan bobot biji, akibat penurunan laju fotosintesis dan pengurangan
luas daun. Kelembaban tanah menentukan evapotranspirasi (ET). Di wilayah
yang tanamannya kekurangan air, bobot total biomas dan hasil biji berkaitan
erat dengan total ET tanaman (French and Schultz 1984). Dengan asumsi umum
indeks panen air terbatas (water limited water index) = 0,40, maka nilai 22 kg/
ha/mm merupakan batas maksimum hasil biji gandum pada lahan tadah hujan
yang cenderung kekurangan air.
Di wilayah tropis negara kita , pembatas hasil gandum yang utama adalah
suhu dan kelembaban udara yang tinggi. Nampaknya suhu harian di wilayah
tropis negara kita  melampaui batas suhu maksimum yang dapat ditoleransi oleh
tanaman gandum. Pada wilayah yang suhunya memenuhi persyaratan tumbuh
tanaman gandum, seperti di dataran tinggi lebih 900 m di atas permukaan laut,
kelembaban udara yang tinggi (di atas 90%) sering memicu berkembangnya
penyakit daun, sehingga kurang sesuai untuk budi daya gandum.
Di Tiongkok, pola tanam tahunan padi-gandum dipraktekkan luas di lembah
sungai Yangtse, pada 27-350
 LU , Wilayah ini  memiliki curah
hujan 650-1.400 mm, dengan total penyinaran matahari 1.400-2.000 jam per
tahun. Hasil gandum pada pola tanam rotasi padi-gandum 2,1-3,2 t/ha biji kering,
sedangkan hasil padi mencapai 6-8 t/ha gabah. Wilayah produksi gandum yang
ditanam secara rotasi setelah padi di Tiongkok mencapai lebih dari 10 juta ha.
Di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Autralia dan Amerika Selatan, gandum
ditanam pada wilayah di atas garis lintang 23°LU atau LS yang merupakan daerah
subtropis ,Pada waktu tanam, kelembaban tanah cukup untuk
menjadikan benih berkecambah, tetapi suhu udara masih dingin, 10-20° C.
Tanaman gandum pada tahap  awal vegetatif tumbuh lambat dan mengakumulasi
biomassa dan luas area daun pada kondisi suhu agak rendah ini .
Kelembaban tanah untuk pertumbuhan berasal dari air hujan, kelembaban
tanah asli, atau dari irigasi. Pada stadia mulai berbunga, suhu udara dan radiasi
matahari mulai tinggi, yang memicu  meningkatnya evapotranspirasi.
Hampir di semua sentra produksi gandum dunia, periode dari anthesis
(penyerbukan) hingga biji gandum matang berbarengan dengan curah hujan
yang rendah sehingga kelembaban udara rendah. Kondisi iklim yang demikian
terjadi di wilayah Afrika bagian utara, Eropa Selatan, Australia Selatan, dan dataran
Amerika Serikat ,
Cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap hasil biji, terutama
apabila terjadi pada periode kritis pertumbuhan vegetatif hingga saat
pembentukan biji, atau dari pematangan pollen hingga pembentukan biji, Diperkirakan setiap tahun terdapat sekitar 65 juta ha tanaman
gandum yang mengalami cekaman kekeringan, di beberapa wilayah kekeringan
menurunkan produksi hingga 50% . Oleh karena itu, di
negara-negara yang pertaniannya telah maju, pengairan tanaman gandum
menjadi semakin populer, terutama di sentra produksi yang cenderung
kekurangan kelembaban tanah.
Gandum dalam sistem usahatani ditanam dalam berbagai skala usaha, oleh
petani skala kecil (1 ha per keluarga tani), hingga ribuan ha per petani, seperti di
Australia, Amerika Serikat dan Kanada. Petani gandum skala kecil secara
keseluruhan, usahatani gandum membentuk agresasi areal panen yang cukup
luas, sehingga memungkinkan berdirinya pabrik pengolahan (grain-milling). Di
Asia, gandum ditanam di wilayah subtropis di Syria, Turki, Iran, Afganistan, Irak,
Pakistan, India, Bangladesh, dan Tiongkok. Dataran sabuk gandum (wheat belt
plain) di Asia yang terluas terletak di dataran Gangga India (Indo-Gangetic Plain),
mencakup wilayah India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, dan di Tiongkok meliputi
areal 24 juta ha  ,Di wilayah produksi gandum yang sangat
luas ini , tipe iklimnya adalah subtropis, dengan sifat  musim dingin
yang kering dan musim panas yang sejuk, dibarengi dengan jatuhnya hujan
pada awal pertumbuhan tanaman gandum dan kering pada akhir musim panas
 Di Asia selatan, usahatani gandum mengokupasi lahan
pertanian subur seluas 13,5 juta ha, tersebar di India 10 juta ha, Pakistan 2,2 juta
ha, Bangladesh 0,8 juta ha, Nepal 0,5 juta ha. Posisi usahatani gandum pada
wilayah ini  sangat stabil, karena gandum sebagai tanaman utama dalam
pola rotasi satu tahun padi–gandum. Di Tiongkok, pola rotasi padi-gandum
(dalam waktu satu tahun) juga umum dipraktekkan . Demikian
juga di Bangladesh, Pakistan, dan Nepal.

Di sentra produksi gandum Asia ini , faktor iklim terutama suhu, curah
hujan, dan kelembaban udara sangat sesuai untuk penerapan pola rotasi padi￾gandum. Awal pertumbuhan tanaman gandum terjadi pada kondisi suhu yang
sejuk di bawah 20°C, diikuti suhu yang mulai memanas pada stadia pengisian
biji hingga panen, dan kering pada masa pemasakan biji hingga panen . Kondisi iklim yang demikian tidak terdapat di sebagian besar
wilayah lahan pertanian di negara kita , sehingga rotasi padi-gandum nampaknya
sulit diterapkan di negara kita .
PERKEMBANGAN SISTEM PRODUKSI DAN
PERDAGANGAN GANDUM DUNIA
Sebagai tanaman tertua di dunia, gandum telah mengalami evolusi yang sangat
panjang dalam tehnik budi dayanya. Pada zaman purba, usaha produksi gandum
sangat sempit dan terpencar, terbatas untuk memenuhi kebutuhan pangan
bagi anggota keluarga, kelompok atau anggota kelompok warga  yang
terikat oleh ikatan sosial tertentu. Sebagai bahan pangan pokok, gandum awalnya
diproduksi secara terbatas dalam usahatani subsisten. Evolusi budi daya gandum
secara garis besar adalah sebagai berikut 
Hingga pertengahan abad ke-19 usaha produksi gandum di seluruh dunia
dilakukan secara manual, dibantu oleh tenaga ternak, terutama kuda, untuk
penanaman dan penyiangan. Para pekerja ladang memanen gandum
menggunakan sabit panjang (scythe) yang diayun dengan tangan, kemudian
setelah batang gandum dipotong, pekerja menggunakan peralatan sederhana
merontok biji gandum, seperti halnya petani padi di negara kita  merontok atau
menggebot gabah menggunakan pilar bambu. Para bangsawan dan pemilik
tanah luas di Eropa, menyakapkan lahannya kepada para petani penyakap
dalam parsel lahan yang sempit, mungkin kurang dari 5 ha. Petani penyakap
menyerahkan 66-70% dari hasil gandumnya kepada pemilik lahan. Hingga awal
abad ke-20 usahatani gandum dilakukan seperti halnya usahatani padi abad
ke-20, yang berlaku pada usahatani skala kecil.
Sistem Produksi
Kemajuan teknologi produksi gandum dimulai setelah ditemukannya peralatan
mesin penanam (seeder) yang ditarik traktor, dan mesin pemanen dengan cara
memotong batang gandum di bagian bawah, yang selanjutnya batang gandum
ini  dikumpulkan untuk dirontok bijinya. Pada pertengahan abad ke-20,
alat mesin sederhana ini  digantikan oleh mesin penanam gandum yang
lebih maju, yang mampu menanam benih gandum pada barisan secara cepat
dan teratur. pemakaian  herbisida menggantikan penyiangan secara manual.
Mesin pemanen combine harvester memotong batang gandum secara cepat,

dan sekaligus merontok dan membersihkan kotoran sehingga langsung
diperoleh biji-biji gandum yang sudah bersih.
Berkembangnya alat mesin pertanian telah mendorong berkembangnya
usaha produksi gandum, yang semula dilakukan sebagai usaha subsisten atau
komersial skala kecil, menjadi usaha komersial skala besar. Usaha produksi
gandum di Australia, Amerika Serikat, Kanada dan Argentina, dilakukan pada
luasan hingga 5.000 hektar oleh satu keluarga petani. Walaupun beberapa petani
gandum memiliki usahanya relatif kecil (seratusan ha), namun petani yang kaya
di negara bagian Kansas, North Dakota, Oklahoma, Texas dan Montana, Kanada,
dan Australia memiliki usaha produksi gandum ribuan hektar.
Perkembangan sistem produksi gandum di dunia didukung oleh sifat
tanaman dan faktor-faktor berikut:
(1) Gandum diproduksi pada lahan kering, yang lebih kondusif dan cocok bagi
operasional alat mesin pertanian, dan tanaman gandum tidak memerlukan
curah hujan yang tinggi.
(2) Di berbagai negara di dunia tersedia lahan yang sangat luas yang baru dibuka,
seperti di Amerika Serikat, Amerika Selatan, Australia, dan Rusia.
(3) Pelaku usaha (petani) gandum sejak awal adalah usahawan yang
berorentasi bisnis komersial, sehingga mereka berani memulai usahatani
dengan skala besar.
(4) Di berbagai negara terdapat wilayah yang sangat luas yang memiliki kondisi
iklim sesuai untuk pengembangan gandum, walaupun cekaman kekeringan
sering terjadi.
Empat hal ini  menjadi faktor penting yang membedakan petani
gandum di Amerika, Australia, Rusia, Argentina, dengan petani padi di negara
tropis seperti negara kita . Petani padi mengawali usahatani subsisten, skala usaha
sempit, tidak tersedia lahan untuk perluasan usaha dan lahan sawah yang
tergenang nampaknya kurang kondusif untuk pemakaian  alsintan.
Petani gandum di India, Pakistan, Bangladesh dan China pada dasarnya
petani padi , Tanaman gandum sebagai tanaman kedua,
dalam rotasi setahun padi-gandum, yang tujuan utamanya untuk memenuhi
kebutuhan pangan keluarga. Dalam perkembangannya, hasil gandum yang
berlebih dijual ke pasar lokal.
sifat  petani produsen padi dan gandum di Asia berbeda dengan
petani gandum di Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin atau Australia, oleh
sifat-sifat sebagai berikut:
(1) Skala usaha petani relatif kecil, berkisar antara 1-15 ha per petani.
(2) Gandum diposisikan sebagai tanaman sekunder, padi sebagai tanaman
pokok.
(3) Teknik produksi sederhana, manual, pemakaian  alsintan terbatas.
(4) Sebagian (besar) hasil panen diperuntukan bagi pangan keluarga.
(5) Hasil gandum per hektar relatif rendah
Oleh karena banyaknya petani yang terlibat dalam sistem produksi gandum
di lahan sawah di Asia, luasan areal tanam gandum petani kecil mencapai 13,5
juta hektar (Ladha et al. 2000). Di Tiongkok, usahatani padi-gandum mencapai
luasan 10 juta ha 
Tanaman gandum di Asia, dari aspek usahatani mengindikasikan sebenarnya
tanaman ini juga sesuai dikembangkan oleh petani dengan skala usaha kecil.
Pengolahan hasil panen menjadi tepung terigu oleh petani skala usaha kecil
tidak selalu harus bergantung pada pabrik penggilingan biji gandum skala besar.
Hal ini  dimungkinkan karena tepung gandum yang dihasilkan dikonsumsi
secara lokal, untuk makanan tradisional berbahan baku tepung gandum.
Berbeda dengan penduduk negara kita , warga  dan petani di negara￾negara penanam gandum di Asia telah biasa mengonsumsi gandum sebagai
bahan pangan pokok sejak 5000-6000 tahun yang lalu. Sebanyak hampir 1,8
milyar penduduk Asia Selatan dan Tiongkok, telah mengonsumsi pangan
berbahan tepung terigu sejak abad ke-2 Masehi ,
Usahatani padi-gandum yang dikelola secara intensif pada lahan yang
memiliki prasarana irigasi, menjadi penghidupan dan lapangan pekerjaan serta
pendapatan utama bagi ratusan juta petani miskin di Asia Selatan , Faktor yang mendukung keberlanjutan usahatani padi￾gandum dalam skala kecil adalah: (1) kesesuaian regim suhu selama satu tahun
untuk pertumbuhan padi dan gandum, (2) tersedianya varietas-varietas padi
dan gandum yang berumur genjah, (3) tersedianya fasilitas irigasi, dan (4) pasar
yang masih terbuka serta konsumsi sereal (beras dan gandum) yang belum
sepenuhnya tercukupi. Pada sisi yang lain, terdapat indikasi pola tanam yang
sangat intensif padi-gandum telah memicu  kelelahan lahan dan tanah
(soil fatigue) yang berdampak pada penurunan produktivitas tanah , menyebutkan faktor-faktor penentu
keberlanjutan sistem produksi padi-gandum di Asia Selatan selama ini adalah:
(1) kesesuaian suhu untuk pertumbuhan (2) cara penyiapan lahan yang relatif
sederhana, (3) tersedianya varietas yang sesuai untuk agroekosistem, (4)
ketepatan waktu tanam dalam mengoptimalkan pemanfaatan kelembaban
tanah, (5) tersedianya pupuk dengan harga murah, (6) tersedianya prasarana
irigasi dan pompa air tanah, dan (7) dikuasainya teknik pengendalian gulma,
hama dan penyakit. Namun di luar faktor ini , terdapat tekanan kebutuhan
pangan pokok yang menjadi pendorong utama terlestarikannya usahatani padi￾gandum skala kecil di Asia Selatan dan Tiongkok.
Tingkat intensifikasi dalam sistem usahatani padi-gandum   beragam antarwilayah dan antarpetani, yang dapat dipilah menjadi
tiga tipe  ,
Keragaman tingkat intensifikasi usahatani ini  mencerminkan
perbedaan kemampuan modal usaha dan kemajuan pelaku budi daya
pertanian. Hal ini dimungkinkan karena usahatani gandum skala kecil tidak
mempunyai keterkaitan atau kontrak produksi secara pasti dengan pihak
penggiling biji gandum. Petani skala kecil mempunyai kemandirian usaha,
termasuk petani gandum yang subsisten. Dari berbagai tingkat intensifikasi
ini , hasil yang diperoleh juga beragam dan hasil aktual selalu lebih rendah
dibandingkan dengan potensi hasil yang dapat diharapkan
Hasil padi dan gandum antarlokasi sangat beragam. Pada masing-masing
lokasi, hasil yang diperoleh jauh lebih rendah dari potensi hasil yang mungkin
dapat diperoleh. Hasil padi berkisar antara 26-52% dari potensi hasilnya,
terbanyak pada 30%. Hasil gandum lebih rendah dibandingkan  hasil padi, berkisar
antara 16-54% dari potensi hasilnya. Hasil yang beragam ini  tidak
mencerminkan keragaman tingkat intensifikasi, karena data pada Tabel 5
diperoleh dari rata-rata propinsi yang menerapkan tingkat intensifikasi yang
beragam.
Perdagangan Gandum
 Dari total produksi 855 juta ton gandum di dunia setiap tahun, hanya sekitar
20% yang masuk ke pasar internasional. Pasokan gandum ke pasar internasional
berfluktuasi dari 100 juta ton hingga 170 juta ton. Kekeringan di negara-negara
produsen utama gandum sering menjadi penyebab turunnya pasokan gandum
ke pasar internasional . Dari stok gandum di pasar
dunia ini , negara kita  mengimpor 7 juta ton setiap tahun, menjadikan
negara kita  sebagai negara pengimpor gandum kelima besar di dunia. Negara
pengekpor utama gandum adalah Amerika Serikat, Argentina, Australia, Kanada
dan Uni Eropa (Tabel 6). Amerika Serikat merupakan pengekspor gandum
terbesar, sekitar sepertiga dari pangsa total ekspor gandum dunia.
Dibandingkan dengan stok beras yang diperdagangkan di pasar internasional
yang hanya 36,4 juta ton, stok gandum mencapai 467% atau 4,5 kali lebih banyak.
Di sebagian negara di dunia, gandum menjadi bahan pangan pokok warga .
negara kita  sebagai negara importir gandum kelima terbesar dunia tidak
memposisikan gandum sebagai pangan pokok, hanya sebagai pangan
komplementasi. Oleh karena itu, impor gandum negara kita  seyogianya dibatasi,
tidak lebih dari 5 juta ton per tahun, atau secara berangsur dikurangi menjadi 3
juta ton per tahun.
Secara umum harus diakui bahwa negara tropikal negara kita  bukan wilayah
yang sesuai untuk memproduksi gandum. Tanaman gandum memerlukan suhu
yang sejuk dari sejak stadia perkecambahan hingga stadia penyerbukan bunga
dan pengisian biji. Pada periode stadia pertumbuhan ini  tanaman gandum
memerlukan suhu di bawah 200
C. Pada stadia pengisian biji hingga biji matang
fisiologis (biji terbentuk penuh), tanaman gandum memerlukan suhu di atas
200
C tetapi kurang dari 300
C. Selanjutnya pada stadia pematangan hingga
pengeringan biji dan masa panen, diperlukan suhu agak tinggi dan udara dengan
kelembaban rendah (50-70%). Sebenarnya kelembaban udara rendah
diperlukan sejak pembentukan anakan, pembungaan hingga panen, agar
tanaman tidak peka terhadap penyakit daun.
Lahan pertanian di negara kita  tidak memenuhi persyaratan agroklimat
ini , kecuali di dataran tinggi 1.000 m dpl yang kelembaban udaranya
rendah, seperti di Tosari pada lereng gunung Bromo, Jawa Timur. Kelembaban
yang rendah diperoleh dari kondisi curah hujan yang rendah, yang berarti
kelembaban tanah juga rendah. Dengan demikian, wilayah dataran tinggi yang
curah hujannya rendah memerlukan suplementasi irigasi untuk dapat ditanami
gandum dengan hasil yang baik. Prospek usahatani gandum di negara kita 
memang kurang cerah, karena ketiadaan lahan yang memiliki sifat agroklimat
yang sesuai. Introduksi gandum pada lahan sawah dataran rendah, mengikuti
pola tanam padi-gandum seperti di India, tidak memungkinkan karena suhu
harian terlalu tinggi bagi pertumbuhan tanaman. Lereng pegunungan atau
dataran tinggi di atas 750 m dpl pada umumnya telah dimanfaatkan untuk
budidayanya sayuran yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi
Namun penelitian belum dilakukan dengan tuntas dan belum konklusif.
Langkah yang harus ditempuh dalam pengembangan gandum di negara kita 
adalah sebagai berikut:
(1) Mengidentifikasi lokasi yang mempunyai iklim yang sesuai untuk
pertumbuhan gandum.
(2) Menganalisis apakah tanaman gandum layak secara ekonomis
dikembangkan di lokasi yang telah diidentifikasi.
(3) Apakah terdapat tanaman alternatif yang sesuai ditanam pada “lokasi
gandum” pada butir (1) yang berpotensi sebagai kompetitor.
(4) Menginventarisasi luas lahan yang memenuhi persyaratan butir (1), (2) dan
(3).
(5) Menyiapkan benih varietas unggul yang telah dilepas, apabila lahan yang
sesuai tersedia.
(6) Menyiapkan petani untuk menguasai teknik budi.daya gandum.
(7) Merencanakan alur pengolahan hasil panen dan menata pemasaran hasil
panen petani.
(8) Menyosialisasikan pemakaian  produk tepung yang berasal dari gandum
produksi dalam negeri.
Tanpa didahului oleh langkah-langkah ini  maka pengembangan
gandum di negara kita  nampaknya hanya sebatas harapan dan wacana.

Gandum atau terigu sudah menjadi bahan pangan utama di negara kita . Pada
saat ini sebagian besar penduduk negara kita  telah mengkonsumsi roti dan mie
berbahan baku tepung terigu sebagai bahan pangan pokok kedua setelah beras.
Pola konsumsi pangan beras-terigu menyebar ke seluruh wilayah, baik di
perkotaan maupun pedesaan, sehingga dapat dikatakan diversifikasi pangan
berbasis gandum secara nasional sudah terjadi. Konsekuensinya, Indoensia
menjadi salah satu negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Pada tahun
2010 negara kita  menjadi negara pengimpor terigu terbesar ke-4 di dunia, dengan
volume impor 5,6 juta ton. Pada tahun 2011 negara kita  sudah menjadi negara
pengimpor terigu terbesar ke-2 di dunia dengan volume impor 6,2 juta ton dan
pada tahun 2013 meningkat menjadi 7 juta ton (Aptindo 2013). Asosiasi Produsen
Terigu negara kita  (Aptindo) memperkirakan permintaan gandum akan melonjak
tajam hingga 10 juta ton per tahun dalam satu dekade ke depan. Bila negara kita 
masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tentu
akan menyedot devisa yang cukup besar, sehingga dapat mempengaruhi
ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, sudah saatnya bagi negara kita 
mengembangkan gandum di dalam negeri mendukung ketahanan pangan
berbasis tepung walaupun komoditas ini merupakan tanaman subtropis.
Sebenarnya gandum sudah dikembangkan di negara kita  namun belum
dapat bersaing dengan komoditas lain, baik kualitas maupun ekonomi. Gandum
sudah dikembangkan sejak tahun 2001 di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Barat,
Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan
Sulawesi Selatan (Baga dan Puspita 2013), namun dalam perkembangannya
sampai dengan saat ini areal tanam gandum semakin menurun. Hal ini
disebabkan karena tanaman ini belum memberikan keuntungan yang layak
secara ekonomis mengingat produksinya yang masih rendah akibat belum
adanya varietas yang mampu berproduksi tinggi, hama dan penyakit tanaman
banyak, khususnya cendawan, kesiapan benih kurang, alat pascapanen
penyosoh dan penepung belum tersedia, sehingga kualitas hasil gandum di
negara kita  belum dapat menyaingi kualitas gandum impor. Dukungan dan
kerjasama antara pemerintah dan swasta diperlukan agar petani dapat
meningkatkan produksi gandum. Dalam hal ini swasta menjadi off taker untuk
menampung produksi petani. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan keberhasilan
pengembangan gandum dapat dilakukan melalui keterpaduan antara subsistem
produksi, pengolahan dan pemasaran hasil, agar gandum dapat
menguntungkan petani
Kebijakan untuk menjamin ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan
pangan bisa dicapai, baik dengan memproduksi sendiri maupun melalui impor.
Salah satu komitmen penting pemerintah adalah tidak dengan mudah
melakukan impor pangan. Komitmen ini perlu disertai dengan komitmen untuk
memanfaatkan sumber daya lokal atau indigenous. Prinsipnya adalah
mendorong pengembangan gandum di negara kita  sesuai dengan UU 12 tahun
1992 dan undang-undang pangan.
Tantangan pengembangan gandum di Indoensia adalah menghasilkan
inovasi yang menguntungkan petani. Inovasi seperti varietas unggul yang
berproduksi tinggi dan dapat bersaing dengan komoditas lain menjadi sangat
penting. Kemudian bagaimana agar gandum dapat memberikan nilai tambah
dan kemudahan dalam prosesingnya sehingga dapat dilaksanakan petani
setempat atau kemudahan dalam memasarkan produk gandum itu sendiri.
Untuk itu, Badan Litbang Pertanian telah membuat konsosrsium antara lembaga
peneltian, perguruan tinggi dan warga  sehingga dihasilkan varietas unggul
dan dirumuskan kebijakan pengembangan gandum di negara kita . Tulisan ini
menguraikan kebijakan impor, pengalaman dan kebijakan pengembangan
gandum di Indoneia.
KEBIJAKAN IMPOR GANDUM
Impor gandum cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena meningkatnya
permintaan akibat peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan warga 
negara kita . Untuk memenuhi kebutuhan industri pangan berbasis terigu selama
ini dipenuhi dari Impor. Jumlah impor yang sangat besar ini  membuka
peluang bagi pengembangan gandum di negara kita  
negara kita  juga sudah mengekspor gandum dalam bentuk tepung terigu
dan bahan olahan seperti tepung, mie instan, roti, dan biskuit ke berbagai negara
di Asia. Nilai ekspor terigu dan bahan olahan ini  pada tahun 2012 mencapai
US $. 541.758.000 
Kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi tepung terigu di negara kita 
sesungguhnya telah meredupkan usaha pengembangan budi daya gandum.
Pada zaman Orde Baru, negara kita  kesulitan devisa dan volume beras yang
diperdagangkan di dunia menipis. Untuk menghindari ketergantungan terhadap
beras yang harganya tidak stabil dan stoknya terbatas maka pemerintah intensif
memperkenalkan terigu dengan pertimbangan harga gandum lebih stabil di
pasaran dunia dan volume yang diperdagangkan cukup banyak dan beras dapat
disubstitusi dengan terigu.
Amerika Serikat berperan dalam kebijakan ini dengan memberikan bantuan
pinjaman lunak untuk impor terigu. Amerika Serikat juga mengirimkan para
ahli pangan ke negara kita  untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di
lembaga pemerintah. Pada periode 1968-1973, total impor gandum mencapai
3,3 juta ton atau 61% pangsa pasar di negara kita  dan sekitar 89% dijual secara
konsensi   Pemerintah juga memberikan subsidi gandum yang
cukup tinggi melalui subsidi impor dan penyaluran. Pada tahun 1976/1977,
subsidi riil mencapai Rp. 3 miliar dan tahun pada 1978/1979 meningkat menjadi
Rp. 17 miliar. Bahkan pada tahun 1990an, pemerintah memberikan subsidi
kepada produsen mie instan sebesar Rp. 760 miliar setiap tahun. Kebijakan lain
adalah menjual terigu dengan harga murah, sekitar 50% lebih rendah dari harga
internasional (Sawit 2003). Selain itu juga terjadi monopoli dalam pengolahan
dan tataniaga terigu oleh pihak tertentu.
Pada tahun 1998, hampir semua bentuk subsidi dan pembatasan impor
dihapus. Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah negara kita  dengan IMF
ditetapkan bea masuk impor 5%, yang dituangkan ke dalam Keppres No. 45.
Kebijakan ini  dicabut dan sejak Maret 2002 bea masuk menjadi 0%.
negara kita  termasuk negara yang paling liberal di bidang gandum dibanding
negara Asia lainnya. Sebagai gambaran pada tahun 2000, Thailand, Filipina dan
Srilanka menetapkan bea masuk berturut-turut 40%, 7% dan 25%, karena
desakan dari para pengusaha asosiasi industri pangan yang menggunakan
bahan baku gandum/tepung terigu untuk menerapkan bea masuk antidumping
pada tepung terigu (harga tepung terigu yang dijual ke negara kita  diduga dengan
harga murah). Pada awal April 2003 pemerintah menetapkan bea masuk tepung
terigu 5% (Sawit 2003).
Potensi lahan untuk pengembangan gandum di negara kita  masih luas mengingat
tanaman ini  dapat dibudidayakan di lahan kering, dataran tinggi dengan
ketinggian > 800 m dpl dan suhu 15-250
C, mencapai 1.453.800 ha (BBSDLP
2008). Saat ini agroekosistem ini  ditanami sayuran dan kentang. Dataran
tinggi dapat dibudayakan dengan tanaman gandum karena tanaman gramine
lainnya seperti padi tidak dapat memberi hasil optimal, khususnya pada
ketinggian lokasi di atas 1.200 m dpl. Di samping itu, penanaman gandum dapat
memutus siklus hama penyakit dan menyediakan biomas bagi budi daya
tanaman sayuran dan kentang. Bila potensi ini dimanfaatkan secara optimal
maka peluang pengembangan gandum dalam negeri cukup luas. Potensi
pengembangan gandum secara nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengalaman Pengembangan
Kementerian Pertanian mulai merintis pengembangan gandum pada tahun
2001, dalam bentuk demonstrasi area di enam provinsi (Sumatera Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Nusa Tengga Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi
Selatan) menggunakan benih galur asal India CIMMYT, dengan hasil yang cukup
menggembirakan. Hal ini mendapat respon yang cukup baik dari petani dan
pemerintah daerah.
Panen perdana gandum dilakukan pada tahun 2002 oleh Menteri Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec, di Tosari, Pasuruan Jawa Timur. Pada
kesempatan ini  Mentan mencanangkan dalam waktu 5 tahun area tanam

gandum bisa mencapai 1 juta hektar dan ke depan negara kita  tidak perlu lagi
mengimpor gandum, karena daerah potensial untuk pengembangan gandum
masih banyak di negara kita . Pernyataan Mentan ini  sampai saat ini belum
dapat diwujudkan. Keberhasilan uji coba pengembangan gandum ditandai oleh
dilepasnya galur DWR 162 menjadi varietas Dewata dan galur asal CIMMYT
menjadi varietas Selayar oleh Menteri Pertanian Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih,
M.Ec. Sebelumnya, pemerintah juga telah melepas varietas gandum dengan
nama Nias dan Timor.
Dalam kurun waktu 2001-2004, pengembangan gandum telah dilakukan di
berbagai daerah yang memiliki kondisi iklim yang sesuai. Daerah yang potensial
untuk pengembangan gandum antara lain Provinsi NAD, Sumbar, Jambi, Sumsel,
Bengkulu, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, Kaltim, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan.
Daerah yang melakukan demarea di antaranya Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan Jawa Timur yang merupakan lokasi pengembangan
gandum yang paling berhasil. Lokasi ini ditetapkan sebagai sentra gandum.
Salah satu sebab mengapa pengembangan gandum di Kecamatan Tosari dinilai
berhasil karena petani merasa penanaman gandum dapat memutus siklus hama
kentang yang merupakan komoditas andalan daerah ini , sekaligus dapat
meningkatkan produksi kentang pada musim berikutnya. Hamparan gandum
di Tosari telah membuka cakrawala dunia bahwa gandum negara kita  tidak kalah
dari gandum yang berasal dari daerah subtropis, produktivitas cukup tinggi
dan pertumbuhan tanaman bagus. Titik terang diversifikasi pangan yang selama
ini dicanangkan oleh pemerintah mulai terbuka. Pengembangan gandum di
Kecamatan Tosari ini pernah ditinjau oleh beberapa ahli gandum dari Institute
Agricultural Research of India (IARI) untuk melakukan identifikasi kesesuaian
lahan dan agroklimat di negara kita . Pada tahun 2004 para ahli dari IARI melatih
para peneliti gandum dari beberapa Perguruan Tinggi di negara kita  yang
memproduksi benih gandum, diantaranya Universitas Kristen Satya Wacana.
Program pengembangan gandum di negara kita  tidak ditujukan untuk
menggantikan tanaman utama yang sudah ada, tetapi diarahkan untuk
pemanfaatan lahan-lahan yang selama ini tidak diusahakan secara intensif dan
untuk memutus siklus hama dan penyakit tanaman.
Pengembangan gandum diharapkan akan menumbuhkan industri tepung
dan industri rumah tangga di perdesaan untuk memenuhi kebutuhan pangan
berbasis tepung-tepungan di wilayahnya. Pengembangan gandum dilakukan
secara terprogram dan skala cukup luas dengan dukungan APBN sejak tahun
2004 melalui Program Gandum Berkibar. Lokasi pengembangan gandum antara
lain Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Timur (Direktorat Budi Daya Serealia 2003).
Sumatera Barat
Potensi lahan kering dataran tinggi (> 800 m dpl) di Provinsi Sumatera Barat
seluas 1.816 ha, yang sudah ditanami sayuran dan kentang. Peluang

pengembangan gandum di Provinsi Sumatera Barat ada di beberapa daerah
seperti di Kabupaten Solok seluas 1.477 ha, Kabupaten Tanah Datar 57 ha,
Kabupaten Agam 191 ha, dan Kabupaten Solok Selatan 91 ha.
Pada tahun 2011 Universitas Andalas bekerja sama dengan Republik Slovakia
melakukan uji multilokasi gandum di Kabupaten Solok, Solok Selatan, Agam,
dan Tanah Datar di sembilan lokasi dengan ketinggian empat bervariasi antara
570-1.600 m di atas permukaan laut. Kesembilan lokasi ini  adalah Nagari
Pekonina (980 m dpl), Golden (987 m dpl), Sukarami (1.048 m dpl), Alahan
Panjang (1.616 m dpl), Koto Ilalang (1.200 m dpl), Balingka (1.040 m dpl),
Rambatan (570 m dpl), Sumanik (800m dpl), dan Tabek Patah (1.000 m dpl).
Pada tahun 2012, pengembangan gandum menempati lahan seluas 4 ha di
Alahan Panjang, Kabupaten Solok, yang ditanam pada bulan Juli 2012. Untuk
perbanyakan benih, telah ditanam gandum seluas 3.000 m2
 pada bulan Februari
2012.
Bengkulu
Potensi lahan kering dataran tinggi (> 800 m dpl) di Provinsi Bengkulu seluas
523 ha, yang biasanya ditanami kentang dan sayuran. Lahan ini memiliki peluang
untuk pengembangan gandum dengan pola tanam kentang – gandum, terdapat
di Kabupaten Rejang Lebong seluas 427 ha, dan Kabupaten Kepahiang seluas
96 ha.
Pada tahun 2011 lahan ini  sudah ditanami gandum oleh kelompok
tani penerima Bantuan Sosial (Bansos) Dem Farm Gandum yang dibiayai dari
APBN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui Anggaran Tugas Pembantuan
Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong. Daerah pengembangan berlokasi
di Kecamatan Bermani Ulu dan Kelurahan/Desa Kampung Melayu dengan
Kelompok Tani Dwi Lestari seluas 10 ha.
Namun hasil pertanaman belum sesuai dengan harapan karena faktor iklim
yang tidak menentu dan tidak adanya dukungan dari pemerintah setempat.
Akhirnya petani kurang berminat mengusahakan tanaman gandum, apalagi
pemasarannya sulit, tidak seperti sayuran dan komoditas lainnya.
Jawa Barat
Potensi lahan kering dataran tinggi (> 800 m dpl) di Provinsi Jawa Barat seluas
13.553 ha, mempunyai peluang untuk ditanami gandum, di Kabupaten Bogor
terdapat 5 ha, Sukabumi 11 ha, Cianjur 45 ha, Bandung 5.606 Ha, Garut 6.442 ha,
Ciamis 11 ha, Kuningan 27 ha, Majalengka 929 ha, Sumedang 76 ha, dan Bandung
Barat 401 ha.
Pada tahun 2011 telah dilakukan pengembangan gandum yang difasilitasi
melalui Dana Tugas Pembantuan di Desa Citama Kecamatan Nagreg, Kabupaten
Bandung, seluas 10 ha, dilaksanakan oleh kelompok tani Mekar Tani. Namun
hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan karena disamping benih sulit
didapat juga terjadi musim kemarau berkepanjangan sehingga mempengaruhi
produksi.
Perkembangan budi daya gandum di Kabupaten Bandung belum
menunjukkan kemajuan walaupun telah dikenal oleh para petani. usaha 
pengembangannya akan terus dilakukan dalam usaha  mendukung program
ketahanan pangan.
Jawa Tengah
Potensi lahan kering dataran tinggi (1.800 m dpl) di Provinsi Jawa Tengah seluas
17.499 ha, yang ditanami kentang, lahan yang berpeluang ditanami gandum
terdapat di 14 Kabupaten. Daerah yang sudah pernah mengembangkan gandum
di Provinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Banjarnegara, Karanganganyar,
Semarang, dan Temanggung. Pada tahun 2012 dialokasikan pengembangan
gandum melalui APBD Provinsi Jawa Tengah di dua Kabupaten seluas 50 ha
masing-masing 10 ha di Kabupaten Karanganyar dan 40 ha di Kabupaten
Banjarnegara.
Pada tahun 2011, Kabupaten Banjarnegara memperoleh alokasi
pengembangan gandum dari APBD I Provinsi seluas 5 ha, yang dilaksanakan di
Desa Karangtengah Kecamatan Batur. Pada tahun 2012 Kabupaten
Banjarnegara memperoleh alokasi anggaran dari APBD I Provinsi untuk
pengembangan gandum seluas 40 ha di Desa Batur, Desa Pekasiran, Desa
Kepakisan, Desa Karangtengah dan Desa Bakal Kecamatan Batur, Desa Gembol,
Desa Sarwodadi dan Desa Penusupan, Kecamatan Pejawaran, serta Desa Balun
dan Desa Kesimpar, Kecamatan Wanayasa.
Hasil panen yang bagus dan kenyataan bahwa pengembangan gandum
dapat mengurangi penyakit pada kentang, serta adanya permintaan/tersedianya
pasar bagi hasil panen ternyata meningkatkan motivasi petani di Kabupaten
Banjarnegara untuk mengembangkan gandum lebih luas.
Jawa Timur
Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan dengan Jawa Barat, Jawa
Timur umumnya memiliki curah hujan yang lebih sedikit. Curah hujan rata-rata
1.900 mm per tahun, dengan musim hujan 100 hari. Suhu berkisar antara 21-
34oC. Suhu di daerah pegunungan lebih rendah, bahkan ada beberapa daerah
yang suhunya mencapai minus 4oC yang memicu  turunnya salju. Potensi
lahan kering dataran tinggi Provinsi Jawa Timur seluas 8.561 ha, umumnya
dimanfaatkan untuk budi daya kentang dan berpeluang untuk pengembangan
tanaman gandum dengan pola tanam kentang-gandum, yaitu di Kabupaten
Pasuruan seluas 3.591 ha dan Kabupaten Probolinggo 3.148 ha, Kabupaten
Lumajang 492 ha, dan Kabupaten Malang 751 ha.
Pengembangan gandum di Tosari sampai saat ini masih berlanjut. Pada
tahun 2011 Kecamatan Tosari dan Podokoyo di Kabupaten Pasuruan mendapat
bantuan pengembangan gandum melalui Counterpart Fund Second Kennedy
Round (CF-SKR) seluas 100 ha, yang dilaksanakan oleh tiga kelompok tani,
yaitu Kelompok Tani Sumber Makmur I di Desa Podokoyo Kecamatan Tosari
seluas 25 ha, Kelompok tani Tani Makmur II di Kecamatan Podokoyo seluas 25
ha, dan kelompok Tani Barokah Karya Mandiri seluas 50 ha.
Nusa Tenggara Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada ketinggian 400-800 m dpl, kisaran
suhu 10-25oC, pH tanah 6,5-7,1 dengan foto periode yang lama, rata-rata curah
hujan 350-1.250 mm.
Potensi lahan kering dataran tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas
129 ha, yang ditanami sayur-sayuran dan mempunyai peluang untuk ditanami
gandum dengan pola tanam sayur-gandum yang terdapat di Kabupaten Timor
Tengah Selatan seluas 37 ha dan Kabupaten Ngada 31 ha, Kabupaten Sumba
Timur 19 ha, dan Kabupaten Sumba Tengah 9 ha.
Pengembangan melalui Kemitraan
Pada tahun 2012-2014 pengembangan gandum difokuskan pada kegiatan
fasilitasi kemitraan melalui dana dekonsentrasi di 12 propinsi: 1) Jawa Barat; 2)
Jawa Tengah; 3) D.I. Yogyakarta; 4) Jawa Timur; 5) Sulawesi Selatan; 6) Nusa
Tenggara Barat; 7) Nusa Tenggara Timur dan 8) Maluku; 9) Sulawesi Selatan; 10)
Sulawesi Utara; 11) Sulawesi Tenggara dan 12) Sulawesi Barat. Fasilitasi kemitraan
ini diharapkan meningkatkan minat pengusaha lokal, kelompok tani pengelola,
petugas lapangan Dinas Tanaman Pangan Provonsi dan Kabupaten untuk
berdiskusi dan mencari solusi permasalahan yang ada.
Tujuan dari fasilitasi kemitraan antara lain (1) meningkatkan koordinasi dan
keterpaduan pelaksanaan produksi komoditas gandum antara pusat, provinsi
dan kabupaten/kota dalam mendukung usaha  peningkatan ketahanan pangan
melalui diversifikasi pangan, (2) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
petani serta mempercepat penerapan teknologi budi daya gandum melalui
kemitraan antara swasta dan petani pelaksana, (3) meningkatkan pendapatan
petani melalui peningkatan produksi, mutu hasil dan nilai tambah, (4)
menumbuhkan kemitraan antara petani dengan industri pengguna tepung
terigu atau dengan pengusaha.
DINAMIKA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN GANDUM
Sebelum 2014
Kebijakan pemerintah untuk mendukung pengembangan gandum antara lain
dilakukan melalui demarea berupa bantuan paket teknologi budi daya (saprodi
lengkap) yang tersebar di beberapa provinsi pada kabupaten yang berpotensi
secara agroklimat cocok untuk budi daya gandum. Selain itu juga dilaksanakan
pelatihan petugas dalam rangka adopsi teknologi budi daya sampai dengan
pascapanen, pewarga an pengolahan hasil melalui demonstrasi
pengolahan, pemberian alat penepung gandum skala rumah tangga, bimbingan
kepada petugas dan petani dan media publikasi.
Di samping itu Ditjen Tanaman Pangan telah bekerja sama dengan beberapa
Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta dalam rangka pengembangan
teknologi budi daya dan penyiapan benih gandum antara lain, dengan Institut
Pertanian Bogor, Universitas Padjadjaran, Universitas Kristen Satya Wacana, dan
Universitas Slamet Riyadi.
Pada tahun 2005 telah dilaksanakan pelatihan untuk petugas pengembangan
gandum, yang merupakan wakil dari provinsi dan kabupaten pelaksana
pengembangan gandum. Pelatihan yang dilaksanakan di Kecamatan Tosari,
Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur dengan materi teori dan praktek
lapangan, serta demo masak dari salah satu stake holder yang bergerak di bidang
pertepungan nasional. Demo masak adalah membuat beberapa pangan
alternatif berbasis gandum, dengan memperlihatkan beberapa keunggulan
gandum produksi Tosari dibandingkan dengan tepung terigu yang bahan
bakunya berasal dari impor.
Pada tahun 2007 kembali diadakan pelatihan petugas pengembangan
gandum dengan tema Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM di Ciawi, Kabupaten
Bogor. Pelatihan diikuti oleh petugas dari pusat dan daerah. Selain materi yang
diberikan di ruangan, peserta juga mendapat materi lapangan (field trip) dengan
mengunjungi salah satu lokasi kebun percontohan gandum Perguruan Tinggi
di Bandung.
Pengembangan gandum melalui demarea di beberapa propinsi, meliputi
Propinsi: Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Untuk mendukung pengembangan gandum selain dengan
membudidayakan varietas gandum dataran tinggi yang ada saat ini, PATIR BATAN
(Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional)
dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerja sama dengan
Perguruan Tinggi telah melakukan uji multilokasi varietas gandum pada dataran
rendah-medium, sehingga pengembangannya diharapkan dapat lebih luas tidak
saja pada lokasi dengan ketinggian > 800 m dpl, tetapi juga pada lahan kering
dataran medium.
Masa Datang (2015-2019)
Program pengembangan gandum berdasarkan Renstra 5 tahun ke depan (2015-
2019) mengalokasikan dana bansos yang selama ini terputus yang
memicu  budi daya gandum mulai menurun. Bantuan sosial akan
dilaksanakan tiap tahun berupa demarea pada provinsi dan kabupaten yang
mempunyai potensi pengembangan. Demarea gandum diharapkan sebagai
show window bagi kelompok tani sekitarnya dan kelompok tani di daerah lain.
Sasaran luas panen, produktivitas, dan produksi gandum pada tahun 2015-
2019 terlihat pada Tabel 2.
usaha  pencapaian produksi gandum dilakukan melalui:
1. Ekstensifikasi (sosialisasi pada daerah baru)
Gandum mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, mengingat
potensi lahan kering maupun lahan marginal masih cukup luas. usaha 
pengembangan pada daerah-daerah bukaan baru dilakukan melalui
identifikasi wilayah, dan sosialiasi komoditas gandum.
2. Pengembangan daerah binaan
Pengembangan daerah binaan dilakukan di lahan milik petani yang sudah
terbiasa melakukan budi daya gandum. usaha  pengembangan ini dilakukan
dengan perluasan areal tanam menuju pada usahatani yang memenuhi
skala ekonomi. Selain itu perlu pengawalan areal tanam seluas 30%, untuk
produksi benih bagi pertanaman tahun berikutnya oleh BPSB, BPTP dan
Perguruan Tinggi setempat, atau penyiapan benih melalui APBD (agar
provinsi dan kabupaten mengalokasikan dana untuk pengawalan ini ).
3. Pengembangan sentra produksi
Pengembangan sentra produksi merupakan usaha  pengembangan
usahatani yang memenuhi skala ekonomi, sehingga memungkinkan
tumbuh dan berkembangnya sistem dan usaha-usaha agribisnis
berkelanjutan. Pengembangan sentra produksi dilakukan dengan
pendekatan: (a) pengembangan sentra produksi berskala ekonomis
berbasis kabupaten andalan, (b) pemantapan peran kelembagaan dalam
rangka penguatan modal usaha, (c) kegiatan yang dikembangkan dalam
subsistem budi daya di sentra produksi perlu dipadukan dengan subsistem
lainnya seperti penyediaan infrastruktur, pengelolaan industri pedesaan,
pemasaran dan lain-lain, sehingga tercipta keterpaduan dan keharmonisan
pengembangan agribisnis secara utuh.
Penguatan kelembagaan
Strategi pengembangan komoditas gandum melalui penguatan
kelembagaan meliputi: (a) penguatan Kelompok tani/Gapoktan gandum,
(b) penangkar benih, ketersediaan benih yang terbatas sehingga perlunya
pemberdayaan penangkar benih melalui dukungan dana APBD dan
kemitraan usaha untuk penyiapan kebutuhan benih, (c) asosiasi pengguna
tepung, (d) kelembagaan pengolahan dan pemasaran hasil, serta (d)
lembaga pembiayaan usahatani seperti KUR.
KESIMPULAN
Impor gandum cenderung meningkat dari tahun ke tahun, karena meningkatnya
permintaan untuk memenuhi kebutuhan industri pangan berbasis terigu yang
selama ini seluruhnya dipenuhi dari Impor. Jumlah impor yang sangat besar
ini  membuka peluang bagi pengembangan gandum di negara kita .
Peluang pengembangan gandum cukup terbuka, terutama dalam hal
kesiapan sumberdaya alam dan sumber daya manusia serta kesesuaian
agkroklimat dan sosial budaya, terlebih bila didukung oleh keterbukaan pasar,
iklim usaha dan aspek pendukung lainnya. Respon posititif dan dukungan moril
maupun materil dari berbagai pemangku kepentingan sangat penting untuk
merealisasikan pengembangan gandum.
Keberhasilan pengembangan gandum lokal dapat tercapai apabila seluruh
instansi terkait dan faktor-faktor pendukung berada dalam kondisi ideal dan
optimal. Asumsi kondisi ideal antara lain tersedianya infrastruktur pertanian,
benih, pupuk, sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan,
teknologi dan pemasaran serta jaminan harga yang memadai. Oleh karena itu
perlu adanya dukungan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk
mendorong pengembangan gandum agar lebih bernilai ekonomis.
Peran aktif petugas ditingkat lapang merupakan unsur yang paling penting
dalam mengembangkan gandum, karena budi daya gandum merupakan hal
yang baru bagi petani. Oleh karena itu diperlukan kerja keras para petugas
untuk membuka cakrawala petani bahwa gandum dapat dibudidayakan
sebagai komoditas pangan alternatif di negara kita .
Sebagai komoditas pangan alternatif, gandum memiliki prospek cukup
besar untuk dikembangkan di dalam negeri. Selama ini kebutuhan tepung terigu
dalam negeri dipenuhi seluruhnya dari impor.

Gandum (Triticum aestivum L) adalah serealia dari famili Graminae (Poaceae)
yang merupakan salah satu bahan makanan pokok manusia selain beras.
Gandum bukan merupakan tanaman asli negara kita , sehingga keragaman
genetik tanaman yang tersedia sangat terbatas. Gandum adalah tanaman daerah
beriklim sedang yang berasal dari Asia Kecil dan Mesopotamia (Klages 1958).
Untuk dapat berproduksi dengan baik, gandum memerlukan lingkungan
tumbuh dengan temperatur yang berkisar antara 10-25°C dan curah hujan 350-
1250 mm selama siklus hidupnya. Tanah yang ideal untuk tanaman gandum
adalah dengan pH 6-8. Fotoperiode tanaman gandum tergolong panjang, tetapi
sekarang banyak dikembangkan gandum dengan syarat tumbuh fotoperiode
11-13 jam/hari (Feldman 1979). Daerah budi daya gandum terdapat dalam
kawasan 300-600 LU dan 270-400 LS dengan ketinggian tempat mulai dekat
permukaan laut sampai lebih dari 3.600 m dpl .
Berdasarkan sifat  ekologis di atas maka tanaman gandum cocok
dikembangkan di lndonesia pada dataran sedang maupun dataran tinggi.
Idealnya penanaman dilakukan menjelang musim kemarau sehingga tahap 
pematangan jatuh pada musim kemarau, karena pada bulan pertama dan
kedua diperlukan air dengan distribusi yang merata dalam jumlah yang cukup
untuk pembentukan tunas dan tahap  primordia. Pada bulan ketiga, mulai tahap 
pematangan, tanaman tidak memerlukan banyak air. Tanaman gandum tidak
toleran genangan air yang berlebihan. Pada tahap  generatif atau biji sudah masak
fisiologis, tanaman diusahakan untuk bebas dari hujan, karena biji akan
berkecambah di dalam malai.
negara kita  merupakan negara ketiga terbesar di dunia yang mengimpor
gandum setelah Mesir dan Itali. Pada tahun 2011 impor gandum nasional
mencapai 6,3 juta ton dan meningkat menjadi 7,4 juta ton pada tahun 2014.
Pada tahun 2020 impor gandum negara kita  diprediksi akan mencapai 10 juta
ton (Agri Xchange 2016). Makin membengkaknya impor gandum berkaitan
dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, berkembangnya diversifikasi
pangan, dan belum adanya terobosan pengembangan komoditas ini di
negara kita .
Mulai tahun 2014 pemerintah mencanangkan gerakan penanaman gandum
secara massal. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan
terhadap gandum impor yang terus meningkat. Jika pengembangan gandum
di negara kita  bisa berjalan, maka ketergantungan pada gandum impor bisa
dikurangi.
Hambatan yang perlu diatasi dalam pengembangan gandum di negara kita 
diantaranya sebagian besar petani belum mengenal budi daya gandum, dan
belum adanya jaminan pasar untuk produk gandum lokal yang dihasilkan.
Prospek pengembangan gandum perlu ditinjau dari berbagai aspek baik teknis,
sosial, ekonomis maupun politis.
Sejak jaman kolonial Belanda hingga tahun 1980an sebagian warga 
negara kita  sudah mengenal tanaman gandum. Menurut Simanjuntak (2002),
hasil-hasil penelitian gandum sebelum tahun 1980an sampai sekarang tidak
diketahui dengan jelas. Oleh karena itu penelitian gandum di negara kita 
tampaknya harus dimulai dari awal kembali. Tulisan ini menguraikan dinamika
penelitian gandum di negara kita .
KILAS BALIK PERKEMBANGAN INOVASI GANDUM
Periode 1945-1980
Penanaman gandum di negara kita  sudah dimulai pada awal abad Ke-20 secara
terbatas di Jawa, yaitu di Pengalengan (Jawa Barat), Dieng (Jawa Tengah), Tengger
(Jawa Timur), dan Amanumbang. Heyne (1927) melaporkan keberhasilan
penanaman gandum di beberapa tempat di negara kita , seperti dataran tinggi
Karo, Sumatera Utara, Pengalengan, Dieng, Kupang, dan Timor Timur.
Pengembangan gandum di negara kita  dimulai sejak Kementerian Pertanian
dipimpin oleh Prof. Dr. Thoyib Hadiwijaya dengan membentuk Tim Inti Uji
Adaptasi Gandum pada tahun 1978. Lokasi uji coba terletak di Kabanjahe,
Sumatera Utara, pada ketinggian 800 m dpl Benih yang digunakan berasal dari
CIMMYT, Meksiko, dengan produktivitas 4 ton/ha (Ditjen Bina Produksi
Tanaman Pangan 2001 dalam Puspita 2009). Pengembangan uji adaptasi
ini  tidak berlanjut karena tidak mendapat dukungan yang komprehensif
dari pemerintah. Oleh karena itu luas areal pertanaman gandum di negara kita 
tidak pernah berkembang, dan tidak pernah melampaui 2.000 hektar per tahun
(Simanjuntak 2002).
Periode 1981-1994
Dalam rangka mencari peluang pengembangan gandum di negara kita , sejak
tahun 1981 Badan Litbang Pertanian telah melakukan penelitian tanaman
gandum di Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Sukarami (sekarang BPTP
Sumatera Barat). Penelitian umumnya bersifat pengujian adaptasi plasma nutfah
gandum diintroduksi dari berbagai negara. Dari sejumlah plasma nutfah
introduksi ini , beberapa di antaranya menunjukkan keragaan dan daya
adaptasi yang cukup baik pada lahan sawah dataran tinggi . Plasma
nutfah introduksi yang terpilih dilanjutkan dengan pengujian pada berbagai
tingkat elevasi, kelembaban, jumlah dan penyebaran curah hujan sebelum
dilepas menjadi varietas unggul.
Hasil penelitian di beberapa daerah menunjukkan tanaman gandum dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik pada dataran sedang (350-700 m dpl)
sampai dataran tinggi (800-1.300 m dpl); pertumbuhan dan produksi tertinggi
terdapat di dataran tinggi (Jusuf et al. 1993). Azwar (1984) dan Azwar et al.
(1989) meneliti pengaruh ketinggian tempat (elevasi) terhadap pertumbuhan
dan hasil gandum pada lingkungan tropis di Sumatera Barat dan Filipina
menggunakan 25 varietas gandum. Penggabungan hasil penelitian ini dengan
penelitian lain diketahui daya adaptasi tanaman gandum dari dataran rendah
sampai dataran tinggi 1.300 m dpl Salah satu parameter adaptasi yang digunakan
adalah hasil biji kering di tiap lokasi 

Secara teoritis, pada kondisi tanpa gangguan hama dan penyakit, produksi
gandum berhubungan linier dengan ketinggian tempat. Akan tetapi, walaupun
terdapat kecenderungan peningkatan produksi menurut elevasi, faktor lain
terlihat cukup mempengaruhi hasil. Di antara faktor ini , ketepatan waktu
tanam dan gangguan penyakit karat yang disebabkan oleh cendawan Fusarium
sp. merupakan aspek yang perlu mendapatkan perhatian.
Pada dataran rendah (0-350 m dpl), hasil gandum tertinggi diperoleh di
Mojosari, bila dibandingkan dengan di Bandar Buat, Sumatera Barat dan
Wonogiri, Jawa Timur (Gambar 1). Suhu dan curah hujan yang terlalu tinggi di
Bandar Buat memicu  tanaman kurang berkembang, karena terganggunya
proses anthesis sehingga gagal menghasilkan biji. Ketepatan waktu tanam dan
distribusi curah hujan yang merata pada tahap  pertumbuhan tampaknya
berkorelasi dengan hasil yang lebih tinggi di Mojosari dibandingkan dengan di
Bandar Buat dan Wonogiri.
Pada dataran medium (350-600 m dpl), tingkat hasil relatif sebanding dengan
keempat lokasi pengujian dengan kisaran 1,0-2,5 t/ha (rata-rata 1,5 t/ha biji
kering). Hasil yang tinggi di Kuningan, Jawa Barat terutama disebabkan oleh
waktu tanam. Rendahnya hasil di Talang, Sumatera Barat disebabkan oleh
rendahnya kesuburan tanah dan kurang tepatnya waktu tanam.

Di dataran tinggi (700-1.300 m dpl), hasil tertinggi diperoleh di Tlekung, Jawa
Timur (900 m dpl) dengan kisaran 2,9-4,8 t/ha biji kering (rata-rata 3,2 t/ha). Hal
ini menunjukkan bahwa syarat kesesuaian lingkungan sudah mendekati
kebutuhan tanaman, seperti suhu dan pola curah hujan. Perbedaan hasil antara
Sukarami dan Tlekung yang memiliki elevasi hampir sama berkaitan dengan
perbedaan pola curah hujan dan radiasi. Di Sukarami, walaupun dalam musim
kemarau, cuaca masih sering berawan dan menimbulkan hujan gerimis. Hasil
yang sangat rendah di Wonosobo, Jawa Timur (710 m dpl), Alahan Panjang,
Sumatera Barat (1.200 m dpl) dan Kerinci, Jambi (1.300 m dpl) disebabkan oleh
tingginya kelembaban dan curah hujan yang memicu  tingginya penularan
cendawan Fusarium sp. dan Helminthosporium sp.
Walaupun tanaman gandum dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi,
namun lahan yang tersedia sangat terbatas dan umumnya sudah ditanami
dengan sayuran dan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang
lebih tinggi. Kendala yang lain, curah hujan dan kelembaban di dataran tinggi
cukup tinggi, sehingga tanaman mudah terinfeksi jamur yang mendorong
perkembangan penyakit karat dan hawar daun (Zaini et al. 1991).
Untuk mengatasi keterbatasan lahan kering maupun lahan sawah dataran
tinggi bagi pengembangan gandum dan menghindari kompetisi dengan
tanaman sayuran, pengembangan tanaman gandum perlu dialihkan ke daerah
yang berelevasi lebih rendah (dataran medium) yang ketersediaannya cukup
luas. Masalah utama di daerah ini adalah suhu yang lebih tinggi, tetapi curah
hujan dan kelembaban lebih rendah sehingga gangguan penyakit karat dapat
ditekan (Jusuf et al. 1993).
Secara teknis tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi di negara kita 
dan tingkat produksi ditentukan oleh: (a) lingkungan fisik, terutama suhu dan
kelembaban udara, (b) tekanan biotik sehubungan dengan suhu dan
kelembaban, dan (c) kesuburan lahan serta masukan yang diberikan.
Hasil uji adaptasi (Gambar 1) menunjukkan parameter yang mencirikan
kesesuaian lahan untuk tanaman gandum adalah perbedaan musim hujan dan
kemarau yang nyata (Azwar et al. 1989). Pada daerah dengan tipe iklim yang
sesuai, produktivitas gandum ditentukan oleh tinggi tempat. Fluktuasi hasil
gandum di dataran medium relatif kecil dibandingkan dengan dataran rendah
dan dataran tinggi. Secara statistik, data ini dapat ditafsirkan bahwa peluang
kesesuaian lahan untuk pengembangan gandum di dataran medium lebih besar
dibandingkan  dataran tinggi atau dataran rendah. Hal ini dapat dimaklumi karena
iklim di dataran tinggi kurang sesuai bagi tanaman gandum kalau kelembaban
udara terlalu tinggi. Ditinjau dari aspek pengembangan, keadaan ini justru
memberi peluang karena potensi lahan di dataran medium jauh lebih besar
dibandingkan  lahan dataran tinggi.
Bukti nyata keberhasilan penelitian gandum di negara kita  antara lain
dihasilkannya dua varietas unggul untuk pertama kalinya pada tahun 1993 yang
dilepas dengan nama Nias dan Timor (Tabel 2). Reorganisasi di lingkup Badan

Litbang Pertanian, maka sejak tahun 1994 penelitian gandum ditangani oleh
Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia yang berkedudukan di Maros,
Sulawesi Selatan. Selain menangani penelitian jagung, Balit Serealia juga
mendapat mandat penelitian tanaman gandum dan sorgum.
Periode 1995-2010
Pengembangan gandum di lingkungan tropika seperti negara kita  menghendaki
varietas yang sesuai, sementara belum tersedia varietas unggul yang berdaya
hasil tinggi di daerah tropika. Varietas unggul dapat diperoleh melalui program
pemuliaan tanaman melibatkan bahan genetik yang sesuai. Keragaman genetik
yang tinggi dapat diperoleh antara lain melalui introduksi atau melalui
persilangan. Keragaman genetik dipengaruhi oleh ketinggian tempat (Azwar et
al. 1989).
Rendahnya produktivitas gandum di daerah tropis disebabkan dari
kombinasi kondisi iklim yang sukar diprediksi dan tekanan penyakit yang berat
(Al-Khatib and Paulsen 1990). Kombinasi dari panas, kekeringan, dan curah
hujan yang tinggi, serta perubahan mendadak dalam hubungan suhu dan
kelembaban, memerlukan jenis tanaman gandum yang dapat beradaptasi pada
kondisi spesifik lokasi (Cossani and Reynolds 2012). Plasma nutfah yang dapat
menahan gangguan fisiologis yang disebabkan oleh tingkat evapotranspirasi
tinggi perlu dikombinasikan dengan sifat ketahanan berbasis luas untuk
kompleks penyakit (Gutiérrez-Rodríguez et al. 2000). Selain itu, varietas gandum
harus disesuaikan dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan tingkat

kejenuhan beberapa mineral yang tinggi dan rendahnya ketersediaan hara fosfat
(Shah et al. 2010; Sattar and Gaur 1989).
Pada tahun 2003 Badan Litbang Pertanian melepas varietas Selayar dan pada
tahun 2004 varietas Dewata sebagai varietas unggul gandum nasional (Tabel 2).
Sifat dari empat varietas gandum dataran tinggi ini relatif sama, kecuali daya hasil
varietas Selayar dan Dewata lebih tinggi dibandingkan  varietas Nias dan Timor.
UJI COBA TANAMAN GANDUM DI TIMOR LESTE
Timor Timur yang dulunya merupakan salah satu provinsi di negara kita , pada
tahun 1999 berubah menjadi negara Timur Leste. Timor Timur terletak paling
ujung dari daerah kepuluan Sunda Kecil, maka iklim Timor merupakan transisi
antara iklim tropis basah Nusantara dan iklim kering Australia Tengah (Saryono
1992). Sifat spesifik iklim Timor dan pulau-pulau di sekitarnya ditandai oleh
tiupan angin kencang atau siklon tropika. Siklon tropika bertiup antara bulan
Maret sampai April pada saat bertiup angin muson timur, yang arahnya berubah
dari tahun ke tahun. Pada awal musim kemarau, suhu malam sampai pagi hari
sangat dingin, dan angin bertiup lebih kencang.
Data pengamatan Servico Meterologico Provincia De Timor Repoblica
Portugueca (sebelum integrasi dengan negara kita ) dan Badan Meteorologi dan
Geofisika Jakarta (pasca Portugis) dalam periode 1952-1985 mengelompokkan
curah hujan tahunan di Timor Timur menjadi enam kelompok, mulai dari <
1.000 mm/tahun sampai > 3.000 mm/tahun. Daerah relatif kering umumnya
terdapat di pantai utara Timor Timur seperti Dili, Maumeta, Vemase, dan Biu
Bau, sedangkan daerah relatif basah terdapat di Ermera, Same, dan Lolote
(Adnyana et al. 1993).
Suhu udara rata-rata di suatu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda
(Tabel 3). Puncak bulan terdingin terjadi pada Juli/Agustus dan terpanas
November/Desember.

Hasil identifikasi wilayah menunjukkan empat lokasi berpotensi untuk
pengembangan tanaman gandum di Timor Leste yaitu Kabupaten Lautem,
Baucau, Bobonaro, dan Ainaro. Di Kabupaten Lautem terdapat dataran de Nari
(Nari de Plato) dan dataran Fuiloro (Fuiloro de Plato) pada ketinggian 200-600 m
dpl dengan luas sekitar 30.000 ha. Vegetasi lahan berupa padang rumput, semak
belukar, ladang dan kebun campuran di sekitar pemukiman.
Daerah Maubisse, Kabupaten Ainaro terletak pada ketinggian 950-1450 m
dpl Di daerah ini petani banyak menanam gandum di sekitar pekarangan rumah.
Menurut penduduk setempat, pemakaian  gandum sebagai bahan makanan
telah berlangsung sejak zaman Portugis. Paling tidak terdapat dua varietas
gandum lokal yang digunakan secara turun temurun di daerah ini dan diduga
berasal dari Portugis (Tabel 4). Pada zaman Portugis, petani diharuskan
menanam gandum untuk bahan makanan tentara.
Petani tidak pernah memupuk tanaman gandum. Hama dan penyakit
hampir tidak pernah mereka temukan. Menurut para petani, walaupun hasil
gandum rendah, tapi produksi tetap stabil sejak puluhan tahun yang lalu.
Zaini (1995) dan Zaini et al. (1996) meneliti gandum varietas Nias dalam pola
tumpang sari gandum-kedelai di Timor Timur. Hasil penelitian menunjukkan
pada tingkat pemupukan 90 kg N/ha atau setara N dalam kompos, hasil gandum
dapat mencapai 3,12-3,26 t/ha

Hasil analisis kelayakan usahatani, menunjukkan usahatani gandum petani
setempat dan dengan paket teknologi yang dianjurkan menguntungkan secara
finansial. Adnyana et al. (1993) dengan pendekatan Policy Analysis Matrix
menyimpulkan bahwa usahatani gandum di Timor Timur mempunyai
keunggulan komparatif dibanding impor biji terigu dengan nilai Domestic
Resource Cost Ratio (DRCR) < 1.
PENELITIAN GANDUM TROPIS
Badan Litbang Pertanian terus berusaha  meneliti dan mengembangkan
tanaman gandum di negara kita  dengan mengintroduksikan galur/varietas
gandum dari berbagai negara. Pengalaman menunjukkan, pengembangan
gandum subtropis di negara kita  hanya terbatas di dataran tinggi yang luasnya
juga terbatas. Selain itu, lahan pegunungan umumnya rentan terhadap erosi
dan gandum kalah kompetitif dengan sayuran dataran tinggi. Oleh karena itu,
program pemuliaan gandum di negara kita  diarahkan pada perakitan varietas
unggul tropis yang mampu beradapsi di dataran rendah sampai sedang.
Sejumlah wilayah di negara kita  mempunyai prospek bagi pengembangan
gandum, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki suhu
rendah pada periode tertentu. Daerah tertentu di Soe, NTT (100 m dpl) dan
Merauke, Papua (50 m dpl) cocok untuk pengembangan gandum. Penelitian
Ashari et al. (2012) di Muneng, Probolinggo, dan Ngajum, yang terletak pada
ketinggian 300 m dpl serta Tumpang, Malang, dan Dau, Batu pada ketinggian
600 m dpl Analisis gabungan dari varians menunjukkan bahwa interaksi genotipe
dan lingkungan berpengaruh nyata terhadap hasil gandum (Tabel 6). Hasil
gandum pada ketinggian 300 m dpl sekitar 15% lebih rendah dibandingkan
ketinggian 600 m dpl.
KONSORSIUM PENELITIAN GANDUM
Dalam usaha  percepatan pelepasan varietas unggul baru gandum, Badan
Litbang Pertanian merintis kerja sama konsorsium penelitian dengan melibatkan
beberapa institusi seperti Badan Litbang Pertanian (Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Balai Besar Biogen), perguruan tinggi (IPB, UNAND dan UKSW) serta
PATIR-BATAN. Penelitian konsorsium diarahkan untuk membentuk varietas
gandum tropis unggul baru melalui kegiatan pemuliaan konvensional maupun
non-konvensional yang adaptif di daerah dataran rendah sampai menengah.
Kerja sama konsorsium penelitian gandum membuahkan hasil pada tahun
2013 dengan dilepasnya dua varietas unggul baru gandum, yaitu Guri-1 dan
Guri-2. Guri merupakan singkatan dari Gandum untuk Rakyat negara kita . Kedua
varietas ini dilepas Badan Litbang Pertanian pada Tahun 2013. Varietas Guri-1
merupakan persilangan galur KAUZ*2//SAP/MON/3/KAUZ CRG969-2Y-010M-OY￾OHTY yang diintroduksi dari CIMMYT pada tahun 2001. Varietas ini beradaptasi
pada daerah dengan ketinggian > 1.000 m dpl, umur agak dalam yaitu 134 hari,
potensi hasil tinggi mencapai 7,4 t/ha, dengan rata-rata hasil 5,8 t/ha, tetapi peka
penyakit karat dan hawar daun. Varietas Guri-2 merupakan persilangan galur
CAZO/KAUZ//KAUZCMBW90Y3284-OTOPM-4Y- 010M-010Y-6M-015YOY-OHTY
juga diintroduksi dari CIMMYT pada tahun 2001. Umur panen varietas ini 133
hari, potensi hasil mencapai 7,2 t/ha dengan rata-rata hasil 5,6 t/ha. Varietas ini
juga peka terhadap penyakit karat dan hawar daun serta beradaptasi pada
daerah dengan ketinggian > 1.000 m dpl (Tabel 7).
Pada tahun 2014 konsorsium gandum kembali berhasil melepas empat
varietas unggul gandum, yaitu Guri-3 Agritan, Guri-4 Agritan, Guri-5 Agritan dan

Guri-6 UNAND. Dibandingkan Guri-1 dan Guri-2, varietas Guri-3 Agritan dan Guri-
4 Agritan sudah lebih tahan penyakit hawar daun walaupun wilayah adaptasinya
pada ketinggian 1.000 m dpl Varietas Guri-5 Agritan dan Guri-6 UNAND, di samping
tahan penyakit hawar daun juga mampu beradaptasi pada dataran menengah,
sekitar 600 m dpl
KESIMPULAN
Penelitian tanaman gandum dilaksanakan sejak tahun 1981 di Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukarami (sekarang BPTP Sumatera Barat). Pada tahun 1993
dihasilkan dua varietas gandum nasional Nias dan Timor dengan produktivitas
2 t/ha di lahan sawah dataran tinggi. Sejak tahun 1994 penelitian gandum
dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia di Maros, Sulawesi
Selatan. Pada tahun 2003 Badan Litbang Pertanian melepas varietas Selayar dan
varietas Dewata pada tahun 2004 dengan produktivitas 2-3 t/ha dan adaptif
dataran tinggi.
Dalam usaha  percepatan pelepasan varietas unggul baru gandum tropis,
Badan Litbang Pertanian merintis kerja sama konsorsium penelitian gandum
dengan perguruan tinggi dan BATAN. Kerja sama konsorsium penelitian
membuahkan hasil pada tahun 2013 dengan dilepasnya dua varietas unggul
baru gandum, yaitu Guri-1 dan Guri-2. Kedua varietas ini masih peka terhadap
penyakit karat dan hawar daun serta beradaptasi pada daerah dengan ketinggian
>1.000 m dpl
Pada tahun 2014 konsorsium penelitian gandum kembali berhasil melepas
empat varietas unggul gandum, yaitu Guri-3 Agritan, Guri-4 Agritan, Guri-5 Agritan
dan Guri-6 UNAND. Varietas Guri-3 Agritan dan Guri-4 Agritan sudah lebih tahan
terhadap penyakit hawar daun walaupun daya adaptasinya tetap pada lokasi
dengan ketinggian 1.000 m dpl Varietas Guri-5 Agritan dan Guri-6 UNAND, selain
tahan penyakit hawar daun juga mampu beradaptasi dengan baik pada dataran
medium sekitar 600 m dpl Hal ini merupakan salah satu kemajuan dari penelitian
gandum di negara kita .

Gandum (Triticum spp) merupakan bahan pangan serealia yang pertama kali
dibudidayakan umat manusia, bersamaan dengan dimulainya usaha bercocok
tanam dan memelihara hewan ternak seperti sapi dan biri-biri (Harlan 1992,
Charmet 2011, Zohary and Hopf 2000). Fieldman et al. (1995) mengemukakan
bahwa manusia telah melakukan budi daya gandum lebih awal dibandingkan 
tanaman padi ataupun jagung. Saat ini, gandum telah menjadi pangan pokok di
lebih dari 40 negara dan telah dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk dunia
(Williams 1993). Gandum berkembang di wilayah subtropis dan mediteran
seperti Rusia, Amerika Serikat, sebelah selatan Kanada, bagian utara sampai
tengah China, Turki, India, dan Australia (Nevo et al. 2002).
Gandum pada awalnya diintroduksikan ke negara kita  awal abad XVIII pada
masa pemerintahan kolonial Belanda. Selain Belanda, bangsa Portugis juga
mengintroduksikan gandum untuk memenuhi kebutuhan pokok warga 
Portugis yang tinggal di Pulau Timor. Di negara kita , tanaman gandum
dibudidayakan di daerah dengan ketinggian >900m dpl dengan suhu udara
optimum rata-rata 22-240
C (Leonard dan Martin 1963).
Asal usul dan awal mula domestikasi tanaman gandum tidak diketahui
secara pasti, dan terdapat berbagai macam penafsiran. Kajian aspek biologi
dan arkeologi (fosil) sangat membantu menjelaskan asal usul dan awal mula
domestikasi tanaman gandum oleh umat manusia. Budi daya gandum pada
zaman prasejarah cepat berkembang karena sifat tanaman yang mampu
menyerbuk sendiri, dan seiring dengan waktu, warga  telah mempunyai
kemampuan melakukan seleksi sendiri untuk perbaikan hasil (Nevo et al. 2002).
Sejarah menunjukkan bahwa gandum merupakan salah satu tanaman
penting sejak 7500 tahun sebelum masehi (Nestbitt 1999). Pada era ini 
gandum ditanam dalam jumlah terbatas di bagian tenggara Turki dan menyebar
ke Jordania. Hasil penggalian arkeologi juga menunjukkan asal gandum di sekitar
laut Mediterania dan Laut Merah, di wilayah Turki, Siria, Irak dan Iran pada
tahun 7500-7300 SM (Weiss et al. 2006). Spesies gandum kuno kemudian
menyebar ke benua Asia, Eropa, dan Amerika. Gandum berperan 
penting dalam peradaban umat manusia karena merupakan sumber pangan.
Lo Giudice dan Bongomono (2011) menyatakan bahwa gandum telah
dibudidayakan oleh warga  China pada tahun 2700 sebelum masehi.
Penelitian dan pengembangan gandum secara internasional dilaksanakan
oleh CIMMYT (International Maize and Wheat Improvement Center). Selain
gandum, CIMMYT juga melakukan penelitian dan pengembangan jagung
CIMMYT bekerja sama dengan sejumlah organisasi internasional yang saat ini
menyimpan 40.000 aksesi Triticeae termasuk bread wheat, durum wheat dan
triticale (gandum hasil persilangan dengan rye). Koleksi plasma nutfah gandum
dikumpulkan dari berbagai benua dan digunakan untuk kegiatan pemuliaan
untuk membentuk varietas unggul baru.
Tulisan ini membahas evolusi, awal penyebaran, taksonomi, dan variasi
spesies tanaman gandum.
EVOLUSI TANAMAN GANDUM
Gandum yang banyak dibudidayakan saat ini adalah spesies modern yang telah
mengalami evolusi panjang, yang dimulai sejak zaman prasejarah. Konstruksi
genom gandum agak rumit, karena adanya spesies Triticum yang diploid (dua
set kromosom), tetraploid (empat set kromosom) dan ada yang hexaploid
(enam set kromosom). Proses evolusi awal gandum dimulai dari persilangan
antara gandum diploid liar (Triticum uartu) dengan goat grass 1 (Aegilops
speltoides). Persilangan gandum diploid liar (2n = 2x = 14) dengan genom
AuAu mengalami proses hibridisasi yang memiliki genom B yang berkerabat
dekat dengan goat grass (2n = 2x = 14) dengan genom BB sekitar 300.000-
500.000 tahun yang lalu (Huang et al. 2002, Dvorak and Akhunov 2005).
Hibridisasi antara gandum diploid liar (AuAu) dengan goat grass 1
menghasilkan spesies baru, yaitu gandum emmer liar (T. dicoccoides) yang
memiliki kromosom 2n = 4x =28, dengan genom AuAuBB (Dvorak et al. 1993).
Hasil penggalian arkeologi menunjukkan gandum liar emmer di Israel dan Iran.
Sekitar 10.000 tahun yang lalu, manusia telah mulai melakukan budi daya
gandum emmer liar (Peng et al. 2011). Proses hibridisasi dan seleksi yang
berlangsung secara alami maupun dengan campur tangan manusia
menghasilkan generasi kedua spesies gandum baru, yaitu gandum durum atau
macaroni (Triticum durum) dan spelt (T. spelt). Triticum durum diperoleh dari
proses seleksi dan mutasi gandum emmer yang telah dibudidayakan. Gandum
Spelt diperoleh dari proses hibridisasi antara emmer yang telah dibudidayakan
dengan spesies goat grass (Aegilops tauschii), yang kemudian menghasilkan
generasi awal gandum spelt ( T. spelta) 2n = 6x = 42 dengan genom AuAuBBDD.
Proses mutasi yang terjadi pada gandum spelt, setelah beratus generasi
ditanam menghasilkan spesies gandum modern, yaitu Triticum aestivum (2n =
42 kromoson) dengan genom AABBDD. Spesies ini merupakan gandum yang
paling banyak ditanam di dunia dan digunakan sebagai bahan baku roti, karena
mempunyai kadar protein yang tinggi. Gandum ini mempunyai kulit luar
berwarna cokelat, biji keras, setiap spikelet terdiri atas 2-5 butir bulir/biji, dan
daya serap air tinggi (Charmet 2011). Selain spesies Triticum aestivum, gandum
macaroni (Triticum durum) juga banyak ditanam saat ini, khususnya untuk
bahan baku macaroni dan roti yang membutuhkan tepung gandum dengan
daya mengembang yang rendah (Nevo et al. 2002)
Domestikasi spesies tanaman merupakan hasil dari serangkaian proses seleksi
dan adaptasi yang membuat tanaman menjadi lebih adaptif, dan kemudian
dibudidayakan oleh manusia (Brown 2000). Kegiatan pertanian pada periode
domestikasi dicirikan oleh perubahan pola hidup dari mengambil hasil alam
secara berpindah menjadi pola bercocok tanam dan beternak. Hal ini telah
dilakukan di Fertile crescent, wilayah berbentuk lekukan seperti bulan sabit
yang subur yang meliputi wilayah Jordania, Lebanon, Turki, Syria, Irak, dan Israel
pada 9600 sampai 8000 tahun sebelum masehi (Salamini et al. 2002).
Berdasarkan proses evolusi tanaman gandum, hanya ditemukan dua jenis
gandum yang didomestikasi dan diseleksi oleh manusia, yaitu gandum einkorn
liar (diploid) dan emmer liar (tetraploid).
Budi daya gandum jenis einkorn liar pertama kali dilakukan di pegunungan
Karacadag, di bagian tenggara Turki (Heun et al. 1997). Keberadaan spesies
einkorn teridentifikasi pada zaman Neolitik pada tahun 8600 SM di Cayonu dan
tahun 8400 SM di Abu Hureyra. Seiring waktu, spesies einkorn kemudian
terseleksi secara alami dan mengalami pergantian okupasi wilayah oleh spesies
gandum tetraploid dan hexaploid. Eincorn saat ini masih ditanam dalam luasan
sangat terbatas, untuk dijadikan pakan ternak di beberapa negara mediteran
(Nesbitt and Samuel 1996, Perrino et al. 1996).
Gandum jenis emmer liar awalnya ditemukan di selatan Levant, berdasarkan
penemuan di Iran sekitar tahun 9600 SM (Colledge and Conolli 2007). Selanjutnya
spesies ini dibudidayakan secara luas di wilayah lain, seperti Yunani, Ciprus dan
India pada 6500 SM. Spesies ini kemudian meluas ke Jerman dan Spanyol pada
5000 SM. warga  Mesir kuno telah mengembangkan produk roti dalam
skala besar dengan bahan baku gandum (Diamond 1997).
Pada tahun 3000 SM atau 2000 SM, gandum telah masuk ke Inggris dan
Skandinavia. Satu millennium kemudian atau tahun 2000 SM, gandum menyebar
ke China. Di China, budi daya gandum telah dilakukan pada tahun 2700 SM.
Gandum pertamakali masuk Amerika bagian utara seiring dengan perpindahan
dari arah Spanyol dan Inggris pada abad ke-16.
Saat ini gandum telah menjadi tanaman penting di banyak negara, terutama
di wilayah subtropics, yang dijadikan andalan untuk pemenuhan kebutuhan
pangan. Luas tanam gandum dunia saat ini mencapai lebih dari 700 juta hektar
(FAO 2013).
TAKSONOMI TANAMAN GANDUM
Tanaman gandum tidak hanya mempunyai kompleksitas dalam aspek genomik
(diploid, tetraploid, hexaploid) tetapi juga mempunyai spesies yang sangat
banyak. Hal ini memicu  pencatatan sejarah klasifikasi gandum lebih lambat
dibandingkan dengan jagung dan sorgum
Catatan sejarah menunjukkan bahwa yang pertama kali melakukan deskripsi
tertulis tentang gandum adalah Linnaeus pada tahun 1753 (Clark and Bayles
1942). Linnaeus saat itu mendeskripsikan tujuh spesies gandum yaitu T. aestivum,
T. hybernum, T. turgidum, T. spelta, T. monococcum, T. repens dan T. caninum.
Linnaeus kemudian membagi common wheat menjadi dua spesies, yaitu spesies
untuk musim semi (T. aestivum) yang dicirikan oleh adanya bulu (awn) dan
spesies musim dingin (T. hybernum) dengan ciri bulu yang kurang (awnless).
Pada kurun waktu 1753-1866 tercatat sejumlah nama yang melakukan
deskripsi gandum di antaranya Lamarks (1786), Villars (1787), Schrank (1789),
Despontaines (1800), Seringe (1819), dan Metzger (1824) dengan melakukan
penambahan spesies atau penggabungan beberapa spesies menjadi satu.
Selanjutnya Heuze pada tahun 1827 mengklasifikasikan gandum kedalam tujuh
spesies, dimana dari 700 spesies yang dikumpulkan, 602 di antaranya masuk ke
dalam spesies T. aestivum, termasuk common wheat (Clark and Bayles 1942).
Selama periode 1850-1875, Koernieke bersama dengan Werner membuat
sistem klasifikasi yang paling lengkap diantara sistem klasifikasi yang telah dibuat
sebelumnya (Clark and Bayles 1942). pemakaian  bahasa latin telah diadopsi
dalam penamaan grup botani gandum. Sistem klasifikasi Koernieke dan Werner
juga menjelaskan dengan rinci tentang sejarah, sinonim, dan lokasi dimana spesies
diperoleh. Spesies gandum yang diklasifikasikan adalah sebagai berikut:
compactum (21 spesies), turgidum (26 spesies), durum (24 spesies), spelta (12
spesies), dicoccum (20 spesies), polonicum (21 spesies) dan monococcum (4
spesies). Flaksberger pada tahun 1935 melakukan studi yang lebih luas dengan
mendeskripsikan asal dan klasifikasi spesies dan varietas gandum di seluruh dunia.
Diantara semua catatan sejarah klasifikasi tanaman gandum sebelumnya,
sistem klasifikasi yang dibuat oleh Koernieke dan Werner pada tahun 1855 paling
lengkap, yang selanjutnya menjadi dasar dalam pembuatan sistem klasifikasi
modern. Pengembangan sistem klasifikasi modern berdasarkan jenis ploiditas
gandum pada tahun 1920 yang kemudian membaginya ke dalam tiga tingkatan
ploiditas (diploid, tetraploid dan heksaploid). Terdapat beberapa sistem
klasifikasi yang banyak dipakai saat ini, namun sistem yang dipakai di tingkat
internasional adalah monograf taksonomi tritikum yang dibuat oleh Dorofeev
et al. (1979). Selain itu, sistem klasifikasi berbasis genetik dipopulerkan oleh Van
Slageren pada tahun 1994.
Hierarki taksonomi tanaman gandum secara umum adalah :
Kingdom : Plantae
Class : Monocotyledoneae
Sub class : Liliopsida
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Sub family : Pooideae
Tribe : Triticeae
Genus : Triticum
Species : T. aestivum

Gandum termasuk kelas Monocotyledoneae (tumbuhan biji berkeping satu)
dengan subclass Liliopsida, dari ordo Poales, yang dicirikan oleh bentuk tanaman
ternal dengan siklus hidup semusim. Family poaceae atau lebih dikenal sebagai
Gramineae (rumput-rumputan) memiliki ciri khas berakar serabut, batang
berbuku, dan daun sejajar dengan tulang daun. Gandum merupakan tanaman
serealia yang termasuk ke dalam family poaceae dengan tribe triticeae (Nevo et
al. 2002).
VARIASI SPESIES GANDUM
Tanaman gandum setidaknya memiliki 23 spesies (Tabel 1). Data USDA (2002)
menunjukkan tanaman gandum tidak hanya mempunyai kompleksitas dalam
aspek genetik tanaman (diploid, tetraploid, hexaploid), tetapi juga mempunyai
spesies yang sangat banyak sehingga menyulitkan dalam penamaannya. Secara
umum penaman spesies dibagi menjadi dua skema, (1) penamaan model
sederhana/tradisional, dan (2) penamaan berdasarkan kekerabatan genetik
(Tabel 2).
Dalam satu spesies gandum, peneliti maupun petani membagi lagi setiap
kultivar berdasarkan waktu tanam, kandungan nutrisi, kualitas gluten dan warna
biji sebagai berikut:
1. Berdasarkan waktu/musim tanam, yaitu gandum musim semi (spring
wheat) dan gandum musim dingin (winter wheat) (Bridgwater and Aldirch
1966).
2. Berdasarkan kandungan protein/tekstur, gandum dibagi menjadi soft apabila
kandungan protein 10%, dan hard apabila kandungan protein mencapai
15%.

3. Berdasarkan kandungan gluten, gandum dibagi menjadi gandum roti
(bread wheat) yang digunakan untuk adonan yang elastis, dan gandum
durum yang umumnya tidak elastis dan digunakan untuk pasta (spageti,
macaroni).
4. Berdasarkan warna biji, gandum dibagi menjadi merah, putih dan kuning.
Warna merah muncul karena adanya zat fenolik pada lapisan kulit.
Spesies gandum yang paling banyak ditanam saat ini adalah T. aestivum
dan T. durum. T. aestivum kadang-kadang juga disebut gandum roti, spesies
gandum yang paling banyak ditanam di dunia (mencapai 95%) dan banyak
digunakan sebagai bahan baku roti. Biji gandum juga dapat diolah untuk alkohol.
Kulit luar (bran) gandum banyak digunakan sebagai bahan baku konsentrat
pakan ternak. Gandum (T. aestivum) kaya vitamin E dan asam lemak esensial.
Ciri-ciri gandum T. aestivum adalah mempunyai kulit luar berwarna cokelat, biji
keras, dan daya serap air tinggi.
Gandum durum atau kadang-kadang disebut gandum macaroni (T. durum)
adalah satu-satunya spesies tetraploid yang masih dibudidayakan saat ini.
Negara penghasil gandum durum saat ini adalah Timur Tengah, Amerika Utara,
dan Eropa Barat. Durum dalam bahasa latin berarti keras, dan spesies ini
memiliki biji paling keras. Bagian endosperm gandum durum berwarna kuning
dan memiliki kulit berwarna cokelat. Walaupun kandungan protein gandum
durum sangat tinggi tetapi kadar glutennya rendah sehingga daya
mengembangnya juga rendah. Oleh karena itu, gandum ini tidak digunakan

dalam pembuatan produk roti tetapi pada olahan yang berbentuk pasta seperti
macaroni, spageti, dan produk pasta lainnya.
Gandum durum diolah menjadi berbagai macam produk olahan dan
menjadi sumber pangan utama. Di Timur Tengah dan Afrika bagian utara,
gandum durum diolah menjadi roti bulat berdiameter 20 cm dan bertekstur
agak keras. Di Eropa, gandum durum digunakan untuk pizza. Di Amerika Serikat,
gandum durum umumnya digunakan untuk spageti dan macaroni.
PENUTUP
Gandum merupakan salah satu jenis tanaman yang pertama kali di domestikasi
oleh umat manusia pada sekitar 10.000 tahun yang lalu di wilayah Fertile crescent,
meliputi Jordania, Lebanon, Turki, Syria, Irak dan Israel. Pada saat itu telah terjadi
perubahan pola hidup umat manusia dari ladang berpindah menjadi pola
bercocok tanam dan beternak.
Secara umum, gandum yang dibudidayakan manusia saat ini hanya dua
jenis yaitu gandum roti (T. aestivum) yang meliputi 95% produksi gandum dunia
dan gandum durum (T.durum) yang meliputi 5% dari produksi gandum dunia.
Kedua spesies gandum ini  telah mengalami proses evolusi yang panjang
sejak zaman prasejarah. Proses evolusi tanaman gandum agak rumit karena
faktor ploiditi, dimana adanya spesies diploid (2n = 14 kromoson), tetraploid
(2n = 28 kromoson) dan hexaploid (2n = 42 kromoson). Faktor ploiditi sangat
penting karena spesies dengan ploiditi yang sama mempunyai tingkat
kekerabatan yang lebih dekat di bandingkan dengan ploiditi yang berbeda.
Jumlah spesies gandum saat ini tercatat 23 spesies. Pencatatan klasifikasi
gandum dilakukan dengan dua cara, yaitu berdasarkan penamaan tradisional
dan informasi genetiknya. Dalam satu spesies, gandum masih dibedakan lagi
berdasarkan waktu tanam (musim dingin dan musim semi) kandungan nutrisi,
kualitas gluten dan warna biji.

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman serealia dari famili Poaceae
(Gramineae) yang berasal dari daerah subtropis. Keragaman pemakaian ,
kandungan nutrisi, komponen pangan fungsional dan kualitas penyimpanannya
yang tinggi menjadikan gandum sebagai bahan makanan pokok lebih dari
sepertiga populasi dunia (Porter 2005). Gandum atau terigu merupakan bahan
baku produk makanan olahan seperti: roti, mie, pasta, pizza, biskuit dan lainnya
(Bushuk and Rasper 1994).
Kebutuhan gandum sebagai bahan baku produk makanan olahan di
negara kita  semakin meningkat. Konsumsi terigu nasional naik 8,8% pada tahun
2010 dibanding tahun lalu, yaitu 2,37 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,93 juta
ton pada tahun 2010 (Bogasari 2011). warga  negara kita  mengonsumsi
terigu dalam berbagai produk olahan, tetapi belum memproduksi gandum,
sehingga harus mengimpornya dalam jumlah besar dari negara pengekspor,
termasuk Australia, Amerika Serikat, dan Rusia.
Penelitian di negara kita  menunjukkan gandum yang dibudidayakan di
dataran tinggi memberikan hasil lebih dari 3,0 t/ha, dan menurun di dataran
rendah. Evaluasi terhadap galur-galur introduksi dan juga seleksi dari populasi
bersegregasi (Dahlan et al. 2003a). Di Malino pada ketinggian 1350 m dpl, gandum
memberikan hasil 3-5 t/ha (Hamdani et al. 2002, Dahlan et al. 2003b). Di Boyolali
675 m dpl, gandum hanya memberikan hasil 0,71-2,34 t/ha. Hasil gandum di
dataran tinggi pun bervariasi, bergantung pada kondisi lingkungan tumbuh,
seperti curah hujan (Betty dan Dahlan 1989), kesuburan tanah, temperatur, dan
serangan hama dan penyakit (Azwar et al. 1988 dalam Hamdani et al. 2002).
Cekaman panas p tahap  akhir pertumbuhan sering menjadi faktor pembatas
produksi gandum di beberapa negara (Yang et al. 2002).
Mutu gandum bergantung pada jenis gandum dan lingkungan tumbuh yang
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu gandum keras (hard