Kamis, 22 Februari 2024

pengaruh laba


 





Di era globalisasi saat ini persaingan 

dunia usaha sangat kuat. Hal ini dapat 

berpengaruh dalam perkembangan 

perekonomian secara nasional maupun 

internasional. Adanya persaingan yang 

semakin kuat ini , perusahaan juga 

dituntut untuk selalu memperkuat 

fundamental manajemen sehingga nantinya 

akan mampu bersaing dengan perusahaan 

lain. Ketidakmampuan perusahaan dalam 

mengantisipasi perkembangan global dengan 

memperkuat fundamental manajemen akan 

mengakibatkan pengecilan volume usaha 

yang pada akhirnya mengakibatkan 

kebangkrutan perusahaan. 

Kebangkrutan perusahaan dapat 

terjadi karena perusahaan mengalami masalah 

keuangan yang dibiarkan berlarut-larut. 

Beberapa perusahaan yang mengalami 

masalah keuangan mencoba mengatasi 

masalah ini  dengan melakukan pinjaman 

dan penggabungan usaha. Ada juga yang 

mengambil alternatif singkat dengan menutup 

usahanya. 

Salah satu alasan perusahaan menutup 

usahanya karena pendapatan yang diperoleh  

perusahaan lebih kecil dari biaya yang 

dikeluarkan perusahaan selama jangka waktu 

tertentu. Disamping itu perusahaan juga 

belum dapat membayar kewajiban-

kewajibannya kepada pihak lain pada saat 

jatuh tempo karena perusahaan tidak 

memperoleh laba tiap periode operasinya. 

Financial distress adalah suatu konsep 

luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana 

suatu perusahaan menghadapi masalah 

kesulitan keuangan. Istilah umum untuk 

menggambarkan situasi ini  adalah 

kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan 

melunasi hutang dan default (Atmini, 

2005:36). Menurutnya ketidakmampuan 

melunasi hutang menunjukan adanya masalah 

likuiditas, sedangkan default berarti sesuatu 

perusahaan melanggar perjanjian dengan 

kreditur dan dapat menyebabkan tindakan 

hukum. 

menjelaskan bahwa suatu 

perusahaan dikatakan mengalami kondisi 

financial distress apabila perusahaan ini  

tidak dapat memenuhi kewajiban 

financialnya. Menurut mereka sinyal pertama 

dari kesulitan ini adalah dilanggarnya 

persyaratan-persyaratan hutang (debt 

covenants) yang disertai dengan penghapusan 

atau pengurangan pembayaran deviden. 

Kondisi financial distress tentu akan 

mempengaruhi tujuan utama suatu perusahaan 

yaitu untuk mendapatkan laba. Laporan laba 

rugi disusun dengan maksud untuk 

menggambarkan hasil operasi perusahaan 

dalam suatu waktu periode tertentu. Dengan 

kata lain laporan laba rugi menggambarkan 

keberhasilan atau kegagalan operasi 

perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. 

Hasil operasi perusahaan diukur dengan 

membandingkan antara pedapatan perusahaan 

dengan biaya. Apabila pendapatan lebih besar 

daripada biaya maka dikatakan bahwa 

perusahaan memperoleh laba dan bila terjadi 

sebaliknya maka perusahaan mengalami rugi. 

Salah satu kegunaan dari informasi 

laba (Harahap, 2011:57) yaitu untuk 

mengetahui kemampuan perusahaan dalam 

pembagian deviden kepada para investornya. 

Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan 

sedikit atau bahkan mengalami rugi maka 

pihak investor tidak akan medapatkan 

deviden. Hal ini jika terjadi berturut-turut 

akan mengakibatkan para investor menarik 

investasinya karena mereka menganggap 

perusahaan ini  mengalami kondisi 

permasalahan keuangan atau financial 

distress. Atas dasar ini peneliti ingin 

membuktikan secara empiris mengenai 

kemampuan informasi laba dalam 

memprediksi kondisi financial distress suatu 

perusahaan. 

Disamping itu, arus kas juga 

merupakan laporan yang memberikan 

informasi yang relevan mengenai penerimaan 

dan pengeluaran kas dalam periode waktu 

tertentu. Setiap perusahaan dalam 

menjalankan operasi usahanya akan 

mengalami arus masuk kas (cash inflows) dan 

arus keluar (cash outflows). Apabila arus kas 

yang masuk lebih besar dari arus kas yang 

keluar maka hal ini akan menunjukkan 

positive cash flowsh, sebaliknya apabila arus 

kas masuk lebih sedikit daripada arus kas 

keluar maka akan terjadi negative cash flowsh 

(Hendriksen, 2008:86). 

Penelitian tentang prediksi 

kebangkrutan suatu  perusahaan sudah sangat 

banyak di Indonesia. Akan tetapi penelitian 

mengenai prediksi kondisi financial distress 

suatu perusahaan yang dibandingkan antara 

kondisi financial distress dari sudut pandang 

laba dan arus kas masih sangat terbatas. Oleh 

karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat 

masalah ini dalam suatu penelitian yang 

bertujuan untuk memperoleh bukti empiris 

mengenai apakah laba atau arus kas dapat 

dipakai  untuk memprediksi kondisi 

financial distress serta mencari model 

prediksi untuk memprediksi kondisi financial 

distress seluruh perusahaan non bank yang 

terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 

Penelitian ini memakai  

perusahaan kecuali industri perbankan karena 

industri perbankan dinilai memiliki regulasi 

yang sudah tinggi dan banyak aturan yang 

harus ditaati sehingga praktik penyimpangan 

dapat dihindari. Selain itu Bank Indonesia 

sudah merumuskan Arsitektur Perbankan 

Indonesia (API) untuk menciptakan 

infrastuktur yang kuat bagi perbankan 

nasional (Hidayat, 2005). Hal ini 

mengindikasikan bahwa pada perusahaan 

selain industri perbankan memiliki resiko 

yang lebih tinggi karena belum adanya 

regulasi yang kuat seperti pada perbankan. 

Salah satu perusahaan yang pernah 

mengalami financial distress ialah perusahaan 

Bakrie and Brothers Tbk. 

Dengan adanya penelitian ini 

diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi 

investor dan kreditor serta pihak internal 

perusahaan dalam mendeteksi kondisi 

keuangan perusahaan. Selain itu, perusahaan 

juga dapat mengetahui kondisi keuangannya 

sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi 

jika diketahui perusahaannya mengalami 

kondisi kesulitan keuangan. 

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu 

untuk mengetahui apakah laba dan arus kas 

berpengaruh terhadap financial distress pada 

perusahaan non bank yang terdaftar di Bursa 

Efek Indonesia. 

 

Pengertian Financial Distress 

Financial distress merupakan kondisi 

dimana keuangan perusahaan dalam keadaan 

tidak sehat atau krisis. Kondisi financial 

distress terjadi sebelum perusahaan 

mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan 

dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau 

situasi dimana perusahaan gagal atau tidak 

mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban 

debitur karena perusahaan mengalami 

kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk 

menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi. 

Model financial distress perlu dikembangkan, 

karena dengan mengetahui kondisi financial 

distress perusahaan sejak dini diharapkan 

dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk 

mengantisipasi yang mengarah kepada 

kebangkrutan (Purwanti. 2005:9). 

Menurut Atmini (2005), financial 

distress adalah suatu konsep luas yang terdiri 

dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan 

menghadapi masalah kesulitan keuangan. 

McCue (2002:157) mendefinisikan financial 

distress sebagai arus kas negatif, sedangkan 

Elloumie dan Gueyie (2001:113) dalam 

Parulian (2007) mengkategorikan perusahaan 

dengan financial distress apabila selama dua 

tahun berturut-turut mengalami laba bersih 

negatif. Namun, Claseens et al. (2003:148) 

dalam Wardhani (2006) mendefinisikan 

perusahaan yang berada dalam kesulitan 

keuangan yaitu perusahaan yang memiliki 

interest coverage ratio (rasio laba usaha 

terhadap biaya bunga) kurang dari satu. 

Menurut Noor (2009:48) kesulitan 

keuangan atau financial distress  adalah 

kondisi yang bermula dari tidak tertib atau 

kacau nya pengelolaan keuangan perusahaan. 

Bila hal ini terjadi, maka manajemen tidak 

dapat memantau kondisi keuangan 

perusahaan, yang akan berakibat pada 

meningkatnya resiko usaha. Financial distress 

ini dimulai dari tekanan likuiditas yang 

semakin lama semakin berat, kemudian 

berlanjut pada kondisi menurunnya assets, 

sehingga tidak mampu membayar berbagai 

kewajiban keuangannya sehingga membawa 

perusahaan kearah kebangkrutan. 

Suatu perusahaan bisa dikatakan 

mengalami kesulitan keuangan (financial 

distress) bila terdapat indikasi seperti berikut  

a. Menurunnya deviden, bukan karena 

membesarkan laba ditahan. Tetapi 

karena penjualan yang menurun. 

b. Penutupan usaha, karena meningkatnya 

biaya operasi dan menurunnya 

penjualan. 

c. Rugi yang terus menerus untuk 

beberapa periode yang berurutan. 

d. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 

besar-besaran. 

e. Mundurnya para eksekutif perusahaan. 

f. Merosotnya harga saham di pasar 

modal. 

g. Modal perusahaan (equity) mendekati 

nol atau bahkan negatif.  

Bila indikasi seperti diatas mulai 

muncul, maka manajemen perlu cepat 

tanggap, dan mencari solusinya. Jika prospek 

usaha masih ada maka kondisi kesulitan 

keuangan atau financial distress ini dapat 

diatasi dengan melakukan restrukturisasi 

assets dan kembali konsentrasi pada bisnis 

utamanya, sehingga selamat dari 

kebangkrutan. Oleh karena itu, maka untuk 

perusahaan yang cerdas begitu ada gejala dan 

kondisi financial distress ini dengan cepat 

melakukan restrukturisasi usaha, sehingga 

selamat dari kebangkrutan 

 

Faktor-faktor Penyebab financial distress 

 Menurut Damodaran (2001), kesulitan 

keuangan dapat disebabkan oleh faktor 

internal dan eksternal perusahaan. Faktor-

faktor penyebab kesulitan keuangan 

perusahaan, yaitu: 

1. Faktor internal kesulitan keuangan 

Merupakan faktor dan kondisi yang 

timbul dari dalam perusahaan yang 

bersifat mikro ekonomi. Faktor internal 

dapat berupa:  

a. Kesulitan Arus Kas 

Disebabkan oleh tidak imbangnya 

antara aliran penerimaan uang yang 

bersumber dari penjualan dengan 

pengeluaran uang untuk 

pembelanjaan dan terjadinya 

kesalahan pengelolaan arus kas 

(cash flow) oleh manajemen dalam 

pembiayaan operasional perusahaan 

sehingga arus kas perusahaan berada 

pada kondisi defisit. 

b. Besarnya Jumlah Utang 

Perusahaan yang mampu mengatasi 

kesulitan keuangan melalui 

pinjaman bank, sementara waktu 

kondisi defisit arus kas dapat 

teratasi. Pada masa depan akan 

menimbulkan masalah baru yang 

berkaitan dengan pembayaran 

pokok dan bunga pinjaman, 

sekiranya sumber arus kas dari 

operasional perusahaan tidak dapat 

menutupi kewajiban pada pihak 

bank. Ketidakmampuan manajemen 

perusahaan dalam mengatur 

pemakaian  dana pinjaman akan 

berakibat terjadinya gagal 

pembayaran (default) yang pada 

akhirnya timbul penyitaan harta 

perusahaan yang dijadikan sebagai 

jaminan pada ba 

c. Kerugian Opersional 

Kerugian opersional perusahaan 

selama beberapa tahun merupakan 

salah satu faktor utama yang 

menyebabkan perusahaan 

mengalami kesulitan keuangan 

(financial distress). Situasi ini perlu 

mendapat perhatian manajemen 

dengan seksama dan terarah. 

 

Sedangkan menurut Kamaluddin dan 

Pribadi (2011) faktor-faktor yang 

mempengaruhi financial distress antara 

lain: sensivitas pendapatan perusahaan 

terhadap aktifitas ekonomi secara 

keseluruhan, proposi biaya terhadap biaya 

variabel, likuiditas dan kondisi pasar dari 

asset perusahaan, kemampuan kas terhadap 

perusahaan. Financial distress dapat 

ditinjau dari komposisi neraca-jumlah asset 

dan kewajiban, dari laporan laba rugi – jika 

perusahaan terus menerus rugi, dan dari 

laporan arus kas – jika arus kas masuk 

lebih kecil dari arus kas keluar. Semua 

laporan ini  merupakan hasil akhir dari 

pembukuan perusahaan. 

 

2. Faktor Eksternal Kesulitan Keuangan 

 Faktor eksternal kesulitan keuangan 

merupakan faktor-faktor diluar 

perusahaan yang bersifat makro 

ekonomi yang mempengaruhi baik 

secara langsung maupun tidak 

langsung terhadap kesulitan keuangan 

perusahaan. Faktor eksternal kesulitan 

keuangan dapat berupa kenaikan 

tingkat bunga pinjaman. 

Sumber pendanaan yang 

berasal dari pinjaman lembaga 

keuangan bank atau non-bank, 

merupakan solusi yang harus ditempuh 

oleh manajemen agar proses produksi 

dan investasi dapat berjalan lancar. 

Konsekuensi dari pinjaman, jika terjadi 

kenaikan tingkat bunga pinjaman bagi 

para pelaku bisnis merupakan suatu 

resiko dan ancaman bagi kelangsungan 

usaha. 

 

Pengertian Laba 

Makna laba secara umum adalah 

kenaikan kemakmuran dalam suatu periode 

yang dapat dinikmati (didistribusi atau 

ditarik) asalkan kemakmuran awal masih 

tetap dipertahankan. Laba atau keuntungan 

dapat didefenisikan dengan dua cara. Laba 

dan ilmu ekonomi murni didefinisikan 

sebagai peningkat kekayaan seorang investor 

sebagai hasil penanaman modal ini  

(termasuk didalamnya, biaya kesempatan). 

Sementara itu, laba juga dapat didefinisikan 

sebagai selisih antara harga penjualan dengan 

biaya produksi. Perbedaan diantara keduanya 

adalah dalam hal pendefenisian biaya 

(Rahmat, 2009). 

Laba merupakan indikator utama 

keberhasilan perusahaan, karena itu wajar 

apabila perusahaan sangat memerhatikan laba. 

Laporan laba rugi adalah wadah dimana laba 

rugi perusahaan dilaporkan. Variasi dalam 

pelaporan laba rugi menuntut pembaca 

laporan keuangan untuk selalu siap terhadap 

perbedaan klasifikasi, jenis usaha, dan 

perhatian terhadap kegiatan utama (

Tujuan Informasi Laba 

Laba merupakan informasi penting 

dalam suatu laporan keuangan  Angka ini penting untuk: 

1. Perhitungan pajak, berfungsi sebagai 

dasar dasar pengenaan pajak yang akan 

diterima negara. 

2. Menghitung deviden yang akan 

dibagikan kepada pemilik dan akan 

ditahan dalam perusahaan. 

3. Menjadi pedoman dalam menentukan 

kebijakan investasi dan pengambilan 

keputusan. 

4. Menjadi dasar dalam peramalan laba 

maupun kejadian ekonomi perusaan 

lainnya dimasa yang akan datang. 

5. Menjadi dasar dalam perhitungan dan 

penilaian efesiensi. 

6. Menilai prestasi atau kinerja 

perusahaan/segmen perusahaan/divisi. 

7. Perhitungan zakat sebagai kewajiban 

manusia sebagai hamba kepada 

Tuhannya melalui pembayaran zakat 

kepada masyarakat. 

Konsep Perilaku Laba 

 Konsep perilaku laba berkaitan 

dengan proses keputusan para investor dan 

kreditor, reaksi harga surat berharga dipasar 

yang terorganisasi terhadap pelaporan laba, 

keputusan pengeluaran modal dari 

manajemen, dan reaksi umpan balik 

manajemen dan para akuntan. Harus diingat 

bahwa semua teori dalam jangka panjang 

harus berdasarkan konsep yang memiliki 

makna interpretif. Teori perilaku laba tidak 

akan sahih dalam jangka panjang jika tidak 

ada konsep dunia nyata dari laba ini  dan 

pembuktian implikasi perilaku. Jika laba yang 

dilaporkan didasarkan dalam fiksi, maka teori 

perilaku tidak dapat membuktikan maknanya 

dalam jangka panjang ,

 

Pengertian Arus Kas 

 Laporan arus kas adalah semua arus 

kas masuk dan arus kas keluar, atau sumber 

dan pemakaian  kas selama satu periode ,

 Arus kas adalah ringkasan 

aliran kas untuk suatu periode tertentu, 

laporan ini kadang disebut laporan sumber 

pemakaian  operasi perusahaan, investasi, 

dan aliran kas pembiayaan serta menunjukkan 

perubahan kas dan surat berharga selama 

periode ini . 

Tujuan Informasi Arus Kas 

 Salah satu tujuan utama penyajian data 

mengenai arus kas ialah menyediakan 

informasi yang diasumsikan akan 

1. Membantu para investor atau kreditor 

jumlah arus kas yang mungkin 

didistribusikan pada waktu yang akan 

datang dalam bentuk deviden maupun 

bunga dan dalambentuk distribusi 

likuidasi atau pembayaran kembali 

pokok. 

2. Membantu dalam mengevaluasi resiko. 

Resiko dalam konteks ini meliputi baik 

variabilitas yang diharapkan dari hasil 

pengembalian mendatang maupun 

kemungkinan insolvabilitas atau pailit. 

 

Penyajian Laporan Arus Kas 

Hendriksen (2008:88) penyajian arus 

kas historis tidak boleh dianggap sebagai 

bagian penyajian atau perhitungan laba bersih. 

Artinya, pendapatan dan beban tidak boleh 

dihitung menurut prosedur khusus dengan 

alasan bahwa prosedur ini menghasilkan 

jumlah yang lebih erat kaitannya dengan arus 

kas yang sebenarnya. Perhitungan laba-rugi 

dan laporan arus kas berkaitan dengan 

informasi yang sama sepanjang waktu, namun 

laporan ini menyajikan informasi yang 

berbeda. 

Karena adanya perbedaan antara 

penerima dan pembayaran kas pada satu sisi 

dan kegiatan operasional yang menimbulkan 

arus kas ini pada sisi lain, maka laporan arus 

kas untuk satu periode sangat kecil. 

Perbandingan arus kas selama beberapa 

periode diperlukan untuk mulai mengamati 

perilaku arus yang beulang dan untuk 

meramalkan kemungkinan serta frekuensi 

arus yang takberulang. Salah satu kesulitan 

utama dalam mengandalkan informasi arus 

kas adalah, karena kadang transaksi yang 

penting terjadi tanpa diikuti transfer kas. 


Dalam penyajian laporan arus kas ini 

memisahkan antara transaksi arus kas dalam 

tiga kategori yaitu 

1. Kas yang berasal dari atau dipakai  

untuk kegiatan operasional. 

2. Kas yang berasal dari atau dipakai  

untuk kegiatan investasi. 

3. Kas yang berasal dari atau dipakai  

untuk kegiatan pendanaan. 

Untuk menentukan arus kas apa saja 

yang masuk dalam golongan operasional, 

investasi, dan pendanaan dapat dijelaskan 

sebagai berikut : 

1. Kegiatan operasional 

Kegiatan operasional untuk perusahaan 

dagang terdiri dari membeli barang 

dagangan, menjual barang dagangan 

ini  serta kegiatan lain yang terkait 

dengan pembelian dan penjualan 

barang. Untuk perusahaan jasa, kegiatan 

operasional antara lain adalah menjual 

jasa kepada pelanggannya. Semua 

transaksi yang berkaitan dengan laba 

yang dilaporkan dalam laporan laba rugi 

dikelompokkan dengan dalam golongan 

ini. Demikian juga arus kas masuk 

lainnya yang berasal dari kegiatan 

operasional, misalnya: 

a. Penerimaan dari langganan. 

b. Penerimaan deviden. 

c. Penerimaan dari piutang bunga. 

d. Penerimaan refund dari supplier. 

Arus kas keluar misalnya berasal dari: 

a. Kas yang dibayarkan untuk 

pembelian barang dan jasa yang akan 

dijual. 

b. Bunga yang dibayar atas hutang 

perusahaan. 

c. Pembayaran pajak penghasilan. 

d. Pembayaran gaji. 

 

2. Kegiatan investasi 

Kegiatan investasi merupakan 

kegiatan membeli atau menjual 

kembali investasi pada surat berharga 

jangka panjang dan aktiva tetap. Jika 

perusahaan membeli investasi/aktiva 

tetap akan mengakibatkan arus keluar 

dan jika menjual investasi/aktiva tetap 

akan mengakibatkan adanya arus kas 

masuk ke perusahaan. Transaksi ini 

berhubungan dengan perolehan 

fasilitas investasi atau non kas lainnya 

yang dipakai  oleh perusahaan. Arus 

kas masuk terjadi jika kas diterima 

dari hasil atau pengembalian investasi 

yang dilakukan sebelumnya, misalnya 

dari hasil penjualan. 

Arus kas yang diterima misalnya 

berasal dari: 

a. Penjualan aktiva tetap. 

b. Penjualan surat berharga yang berupa 

investasi. 

c. Penagihan pinjaman jangka panjang. 

d. Penjualan aktiva lainnya yang 

dipakai  dalam kegiatan produksi. 

Arus kas keluar dari kegiatan 

ini misalnya berasal dari: 

a. Pembayaran untuk mendapatkan 

aktiva tetap. 

b. Pembelian investasi jangka panjang. 

c. Pemberian pinjaman kepada pihak 

lain. 

d. Pembayaran untuk aktiva yang 

dipakai  dalam kegiatan produktif, 

seperti hak paten. 

3. Kegiatan pendanaan 

Kegiatan pendanaan adalah kegiatan 

yang menarik uang dari jangka panjang 

dan dari pemilik seta pengembalian 

uang kepada mereka. Arus kas dalam 

kelompok ini terkait dengan bagaimana 

kegiatan kas diperoleh untuk membiayai 

perusahaan termasuk operasinya. Dalam 

kategori ini, arus kas masuk merupakan 

perolehan dari kegiatan mendapatkan 

dana untuk kepentingan perusahaan. 

Sedangkan arus kas keluar adalah 

pembayaran kembali kepada pemilik 

dan kreditor atas dana yang diberikan 

sebelumnya. 

 Perusahaan harus menyusun laporan 

arus kas sebagai bagian dari laporan keuangan 

tahunannya. Untuk menentukan dan 

menyajikan arus kas yang berasal dari 

aktivitas operasi dapat dipakai  salah satu 

dari dua metode, yaitu :

a. Metode langsung 

Metode langsung adalah metode 

yang sederhana, yang hanya terdiri 

atas arus kas koperasi yang 

dikelompokkan menjadi dua 

kategori, yaitu penerimaan kas dan 

pengeluaran kas. Pada metode 

langsung, rekening penghasilan dan 

biaya yang dilaporkan dengan basis 

akrual dikonversikan menjadi 

penghasilan dan biaya dengan basis 

kas. Arus kas operasi ini dihitung 

dari jumlah pendapatan 

(penghasilan) dan beban (biaya), 

disesuaikan dengan perubahan 

rekening aktiva atau utang lancar 

yang berkaitan. 

b. Metode tidak langsung 

Metode ini untuk menentukan dan 

menyajikan jumlah arus kas bersih 

yang sama dari aktivitas operasi 

dapat dilakukan dengan 

menyesuaikan laba bersih berbasis 

akrual dengan perubahan aktiva atau 

utang lancar yang berkaitan. 

Metode ini tidak menentukan 

kategori utama dari arus kas operasi 

seperti halnya pada metode langsung. 

Penyesuaian yang dilakukan pada 

metode ini dimaksudkan untuk 

mengeluarkan: 

1. Pengaruh transaksi bukan kas 

2. Pengaruh diferel arus kas masa 

lalu 

3. Pengaruh semua unsur pendapatan 

dan biaya yang berkaitan dengan 

arus kas investasi pendanaan. 

Perusahaan dianjurkan untuk 

melaporkan arus kas dari aktivitas 

opreasi dengan memakai  metode 

langsung. Alasannya, metode langsung 

ini  menghasilkan informasi yang 

berguna dalam mengestimasi arus kas 

dimasa depan yang tidak dapat 

dihasilkan dengan metode tidak 

langsung. 

 

Konsep-konsep Arus Kas 

Suatu Alternatif penyajian penerimaan 

dan pengeluaran kas adalah pemakaian  

konsep dana yang dapat diinterpretasikan 

secara sempit atau luas. Menurut arti sempit, 

istilah dana (fund) dapat dipakai  untuk 

menggambarkan aktiva moneter jangka 

pendek. Konsep yang jauh lebih luas adalah 

memperlakukan dana sebagai seluruh sember 

ekonomi perusahaan ,

 

Pengaruh Laba, Arus Kas, Terhadap 

Financial Distress 

 Laba merupakan selisih lebih antara 

pendapatan dan beban. Jika pendapatan lebih 

besar daripada beban, maka perusahaan akan 

mendapatkan laba. Demikian juga sebaliknya 

jika pendapatan lebih kecil daripada biaya 

maka perusahaan akan mengalami kerugian. 

Perusahaan mengalami keadaan financial 

distress jika perusahaan mengalami kerugian 

atau dalam penelitian ini memperoleh laba 

operasi negatif. Menurut Whitaker (2000), 

jika perusahaan memperoleh laba operasi 

bersih negatif maka perusahaan mengalami 

kesulitan keuangan atau kondisi financial 

distress. 

laporan 

arus kas dapat membantu para pemakainya 

untuk melihat bagaimana saldo kas dan setara 

kas dalam neraca perusahaan berubah dari 

awal hingga akhir periode akuntansi dan apa 

artinya perubahan ini  bagi perusahaan, 

apakah menunjukan prestasi positif atau 

negatif. Laporan laba rugi perusahaan 

memakai  dasar akrual yang 

memungkinkan pelaporan pendapatan dan 

beban sebelum ada arus kas masuk atau 

keluar, maka laporan arus kas dalam hal ini 

dapat dipakai  sebagai laporan pengimbang 

laporan laba rugi. Fungsi dari laporan laba 

rugi adalah untuk mengukur profitabilitas dari 

perusahaan pada suatu periode tertentu 

dengan cara menghubungkan seluruh biaya 

dan pendapatan yang terkait. 

Oleh karena itu, penilaian yang tepat 

atas prestasi suatu perusahaan tidak hanya 

memperhatikan kemampuan perusahaan 

dalam menghasilkan laba tetapi juga 

memperhatikan kemampuan perusahaan 

dalam menghasilkan arus kas positif dari 

kegiatan operasinya. Jika perusahaan 

profitable namun mengalami defisit arus kas, 

dapat merupakan indikasi bahwa perusahaan 

mengalami masalah keuangan dan 

dikhawatirkan tidak mampu mengerbalikan 

pinjaman kepada kreditor maupun membayar 

deviden kepada investor. Kondisi financial 

distress juga dapat terjadi jika perusahaan 

memiliki arus kas positif namun laba yang 

diperoleh negatif. Kondisi ini  

menjadikan investor tidak mempercayakan 

investasinya kembali kepada perusahaan 

karena dari kondisi laba negatif menjadikan 

tidak adanya pembagian deviden. 

 


Definisi dan Operasional Variabel 

Sesuai dengan kerangka pemikiran 

dan hipotesis variabel-variabel ini  dapat 

diidentifikasikan menjadi variabel independen 

(bebas) dan variabel dependen (terikat). 

Variabel independen (bebas) adalah variabel 

yang membantu menjelaskan varians dalam 

penelitian terikat sedangkan Variabel 

dependen (terikat) adalah variabel yang 

dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel 

independen ,Variabel-

variabel dalam penelitian ini adalah: 

1. Variabel Independen (X) 

a. Laba 

Laba adalah selisih lebih antara 

pendapatan dengan beban 

. Laba yang 

dipakai  dalam penelitian ini 

adalah laba sebelum pajak /earning 

before tax (EBT) pada seluruh 

perusahaan non bank yang terdaftar 

di Bursa Efek Indonesia. Dalam 

perhitungannya memakai  rasio 

laba terhadap total asset yaitu laba 

sebelum pajak dibagi dengan total 

asset. Tahun yang dipakai  yaitu 

tahun 2008-2011 untuk dilihat 

prediksi financial distress pada tahun 

selanjutnya. 

b. Arus Kas 

Laporan arus kas adalah semua arus 

kas masuk dan arus kas keluar, atau 

sumber dan pemakaian  kas selama 

satu periode (Kieso,2008). Arus kas 

diambil dari angka arus kas yang 

disajikan dalam laporan keuangan 

pada seluruh perusahaan non bank 

yang terdaftar di Bursa Efek 

Indonesia. Dalam perhitungannya 

memakai  rasio arus kas terhadap 

total aset yaitu arus kas dibagi 

dengan total aset. Tahun yang 

dipakai  yaitu tahun 2010-2013 

untuk dilihat prediksi financial 

distress ditahun selanjutnya. 

2. Variabel Dependen (Y) 

a. Financial distress merupakan 

kondisi dimana perusahaan 

mengalami kesulitan keuangan. 

Penelitian ini memakai  definisi 

dari Classens et. al (2002) dalam 

Wardhani (2006) yang menyatakan 

bahwa perusahaan yang berada 

dalam kesulitan keuangan yaitu 

perusahaan yang memiliki interest 

coverage ratio (rasio laba terhadap 

biaya bunga) kurang dari 1 (satu). 

Nilai 1 (satu) untuk perusahaan yang 

mengalami kondisi financial distress 

dan nilai 0 (nol) untuk perusahaan 

yang tidak mengalami financial 

distress. Dalam perhitungannya 

memakai  kondisi financial 

distress pada tahun 2011-2014. 

 

 

Metode Analisis Data 

Pengujian hipotesis dilakukan dengan 

memakai  regresi logistik (logistic 

regression) yaitu peneliti ingin menguji 

apakah probabilitas terjadinya variabel terikat 

dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. 

Pada pengujian ini dilakukan dengan 

mengkategorikan variabel terikatnya ke dalam 

kelompok-kelompok tertentu, yaitu financial 

distress dan non financial distress. Selain itu, 

alat analisis lain yang dipakai  adalah 

statistik deskriptif.  

Dalam menguji hipotesis dengan 

memakai  logistic regression dapat 

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai 

berikut (Ghozali, 2005): 

a. Menilai Model Regresi 

Regresi logistik merupakan salah satu 

bagian dari analisis regresi, yang 

dipakai  untuk memprediksi 

probabilitas kejadian. Dengan 

mencocokkan data pada fungsi logit 

logistik. Dalam model regresi 

kesesuaian model (Goodness of fit) 

dapat dilihat dari R² ataupun F-Test. 

Untuk menilai Model Fit ditunjukan 

dengan Log Likelihood Value (nilai –

2LL), yaitu dengan cara 

membandingkan antara nilai –2LL pada 

awal (block number = 0), dimana model 

hanya memasukkan konstanta dengan 

nilai –2LL. Sedangkan, pada saat block 

number = 1, dimana model 

memasukkan konstanta dan variabel 

bebas. Apabila nilai –2LL block number 

= 0 lebih besar dari nilai –2LL block 

number = 1, maka menunjukkan model 

regresi yang baik sehingga penurunan 

Log Likelihood menunjukkan model 

regresi semakin baik. 

b. Menguji Koefisien Regresi 

Pengujian koefisien regresi dilakukan 

untuk menguji seberapa jauh semua 

variabel bebas yang dimasukkan dalam 

model mempunyai pengaruh terhadap 

variabel terikat. Koefisien regresi dapat 

ditentukan dengan memakai  Wald 

Statistik dan nilai probabilitas (Sig) 

dengan cara nilai Wald Statistik 

dibandingkan dengan Chi-Square tabel, 

sedangkan nilai probabilitas (Sig) 

dibandingkan dengan tingkat 

signifikansi (Ξ±). Untuk menentukan 

penerimaan atau penolakan Ho 

didasarkan pada tingkat signifikansi (Ξ±) 

5%, dengan kriteria:  

1. Ho diterima apabila Wald hitung < Chi-

Square Tabel, dan nilai Asymptotic 

Signifinance > tingkat signifikansinya 

(Ξ±). Hal ini berarti laba dan aruskas 

berpengaruh terhadap financial distress. 

2. Ho ditolak apabila Wald hitung > Chi-

Square Tabel dan nilai Asymptotic 

Signifinance < tingkat signifikansi (Ξ±). 

Hal ini berarti laba dan arus kas  tidak 

berpengaruh terhadap financial distress. 

3. Estimasi parameter dan Interpretasinya 

Estimasi maksimum likehood 

parameter dari model dapat dilihat 

pada tampilan output variable in the 

equation. Sedangkan untuk 

perhitungan logistic regression dapat 

memakai  persamaan sebagai 

berikut: 

 

 Ln =

𝑝

1−𝑝

= 𝑏0 + 𝑏1𝐸𝐡𝑇₁ + 𝑏2𝐢𝐹₂ + π‘π‘˜π‘‹π‘˜

  

 Keterangan: 

 EBT : Laba sebelum pajak 

 CF : Arus Kas 

 

 

 

 

Hasil Analisis Data 

 Penelitian ini memakai  waktu 

pelaporan keuangan selama 5 tahun untuk 

mengidentifikasikan keberadaan kondisi 

financial distresss yang terjadi pada 

perusahaan sampel. Dengan ketentuan 

sebagaimana yang ditetapkan sebelumnya, 


 

   

Dalam penelitian ini, dari 105 

perusahaan sampel diperoleh 54 sampel atau 

dalam kondisi yang sehat dengan tidak 

mengalami financial distress. Sedangkan, 51 

sampel lain nya mengalami financial 

distress. 

Pengujian Hipotesis 

Untuk menguji hipotesis adanya 

pengaruh rasio laba sebelum pajak dan arus 

kas terhadap terjadinya financial distress 

akan dipakai  analisis regresi logistik. 

pemakaian  analisis regresi logistik ini 

adalah karena variabel terikat yaitu financial 

distress adalah merupakan data yang 

berbentuk dummy, dimana variabel ini 

merupakan variabel yang dinyatakan dalam 

nilai 0 untuk menunjukkan perusahaan dalam 

kondisi sehat (non financial distress) dan 

nilai 1 yang menunjukkan bahwa perusahaan 

dalam kondisi financial distress. 

Kelebihan analisis ini adalah tidak 

diperlukannya pengujian terhadap normalitas 

data yang ada, maupun sedikitnya asumsi 

yang diperlukan untuk menjustifikasi hasil 

penelitian. Perhitungan statistik dan 

pengujian hipotesis dengan analisis regresi 

logistik dalam penelitian ini dilakukan 

dengan bantuan program komputer SPSS. 

Hasil yang diperoleh dari penghitungan 

selanjutnya akan dibahas. 

Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit) 

Pengujian regresi logistik juga akan 

diuji terhadap ketepatan antara prediksi 

model regresi logistik dengan data hasil 

pengamatan yang di nyatakan dalam uji 

kelayakan model (goodness of fit). Pengujian 

ini diperlukan untuk memastikan tidak 

adanya kelemahanatas  kesimpulan dari  

model yangdiperoleh. Pengujian overall 

model fit ini dilakukan dengan 

memakai  pengujian terhadap nilai –2 

log likelihood. Nilai –2 log likelihood yang 

rendah menunjukkan bahwa model akan 

semakin fit. 





Dalam hal ini ada dua ukuran R square 

yaitu Nagelkerke R Square sebesar 0,155. Hal 

ini berarti bahwa 15,5% variasi financial 

distress dapat diprediksikan dari rasio laba 

sebelum pajak dan arus kas. 

 

Pembahasan 

Pengujian kemampuan prediksi model 

regresi logistik ini  dalam 

memprediksikan kejadian financial distress 

pada tahun 2010-2014 telah menunjukkan 

nilai yang cukup tinggi yaitu mencapai 

61.0%. 

 

Pengaruh Laba Terhadap Kondisi 

Financial Distress 

Hasil penelitian mendapatkan bahwa 

laba negatif yang diperoleh pada periode 

penelitian dapat berpengaruh terhadap 

kondisi financial distress. Dengan demikian, 

berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh 

bahwa model financial distress dengan 

pertimbangan terjadinya penurunan laba 

dapat dijelaskan oleh laporan rasio laba rugi 

yang dimiliki oleh perusahaan. 

Alasan yang cukup mendasar atas 

diperolehnya hasil yang signifikan adalah 

bahwa nampaknya kondisi keuangan yang 

agak memprihatinkan dari suatu perusahaan, 

akan menjadikan sinyal atau early warning 

(peringatan dini) bagi perusahaan bahwa 

mereka dapat mengalami tekanan keuangan 

atau financial distress pada tahun berikutnya. 

Pengujian kemaknaan pengaruh 

variabel rasio laba terhadap financial distress 

didasarkan pada nilai Wald diperoleh sebesar 

0,270 dengan signifikansi sebesar 0,604. 

Nilai signifikansi yang berada di atas 0,05 

menunjukkan tidak adanya pengaruh yang 

signifikan dari variabel rasio laba terhadap 

financial  distress. Arah positif menunjukkan 

bahwa semakin tinggi rasio laba perusahaan 

maka akan menurunkan kemungkinan 

terjadinya financial distress. Hal ini 

menunjukkan bahwa pada model regresi 

logistik H alternatif ditolak atau hipotesis 

yang menyatakan variabel bebas terpengaruh 

terhadap variabel terikat ditolak. 

 

Pengaruh Arus Kas Terhadap Kondisi 

Financial Distress 

Hasil penelitian mendapatkan bahwa 

nilai arus kas yang diperoleh pada periode 

penelitian tidak berpengaruh terhadap 

kondisi financial distress pada tahun 

berikutnya. Faktor arus kas dalam penelitian 

ini belum memberikan efek pemicu financial 

distressyang signifikan. Hal ini 

mengimplikasikan bahwa arus kas hanya 

sebagai informasi tambahan. 

Pengujian pengaruh variabel rasio 

arus kas terhadap financial distress 

didasarkan pada nilai Wald. Dalam hal ini 

diperoleh nilai Wald sebesar 7.976 dengan 

signifikan sisebesar 0,005. Nilai signifikansi 

yang berada dibawah 0,05 menunjukkan 

tidak ada nya pengaruh yang signifikan dari 

variabel rasio arus kas terhadap financial 


distress. Hal ini menunjukkan bahwa pada 

model regresi logistik berarti H alternative 

ditolak atau hipotesis yang menyatakan 

variabel bebas terpengaruh terhadap variabel 

terikat ditolak. 

Alasan diperoleh nya hasil yang tidak 

signifikan yaitu arus kas di nilai memiliki 

informasi laporan keuangan yang cukup 

kompleks karena laporan arus kas terdiri dari 

arus kas yang berasal dari kegiatan operasi, 

investasi, dan pendanaan. Laporan arus kas 

dari kegiatan operasi sifatnya hamper sama 

dengan laporan laba rugi. Laporan arus kas 

yang berasal dari kegiatan operasi berisi 

semua transaksi yang berkaitan dengan laba 

yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. 

Jadi, keduanya memberikan rincian 

mengenai kegiatan operasional yang 

dijalankan perusahaan. 

Berbeda dengan arus kas yang berasal 

dari kegiatan operasi, arus kas yang berasal 

dari kegiatan investasi memberikan informasi 

mengenai perolehan fasilitas investasi untuk 

perusahaan. Dalam laporan ini terdapat 

informasi mengenai penjualan dan 

pembelian aset tetap. Jika nilai arus kas dari 

kegiatan investasi menunjukkan nilai yang 

tinggi, maka dapat dikatakan bahwa hasil 

perolehan dari penjualan aset tetap lebih 

tinggi dari nilai pembelian aset tetap. Hal ini 

mengindikasikan perusahaan mempunyai 

arus kas yang tinggi pula. Namun, kondisi 

ini  belum memberikan gambaran yang 

pasti mengenai kemampuan perusahaan 

dalam membayar hutangnya kepada kreditor. 

Hal ini  dapat terjadi karena 

nilaiyang tinggi ini  dapat dimungkinkan 

kegunaannya untuk melakukan pembayaran 

hutang yang jauh lebih besar pada periode 

selanjutnya. Sedangkan jika nilai arus kas 

yang diperoleh kecil, dapat pula disimpulkan 

bahwa perusahaan tidak akan mampu 

memenuhi kewajibannya. Namun, 

sebenarnya dari pembelian aset tetap yang  

membutuhkan dana yang besar, dapat 

menghasilkan output yang jauh lebih besar 

dari dana yang dikeluarkan sehingga pada 

periode selanjutnya arus kas dari kegiatan 

operasi menunjukkan hasil yang jauh lebih 

tinggi. 

Selanjutnya, arus kas yang berasal 

dari kegiatan pendanaan memberikan 

informasi mengenai penerimaan pinjaman 

yang diperoleh perusahaan dan pembayaran 

hutang oleh perusahaan kepada kreditor. Jika 

nilai arus kas dari kegiatan pendanaan 

menunjukkan nilai yang tinggi, maka dapat 

dikatakan bahwa hasil perolehan dari nilai 

pinjaman yang diperoleh perusahaan lebih 

besar dari pada pembayaran hutang yang 

dilakukan perusahaan pada periode ini . 

Hal ini mengindikasikan perusahaan 

mempunyai arus kas yang tinggi pula. 

Namun, kondisi ini  belum memberikan 

gambaran yang pasti mengenai kemampuan 

perusahaan dalam membayar hutangnya 

kepada kreditor. 

Hal ini  dapat terjadi karena nilai 

yang tinggi ini  sebenarnya akan 

dipakai  untuk membiayai kegiatan operasi 

perusahaan yang dimungkinkan terjadinya 

kerugian sehingga nilai arus kas yang berasal 

dari kegiatan operasinya rendah. Sedangkan, 

jika nilai arus kas yang diperoleh kecil, dapat 

pula disimpulkan bahwa perusahaan tidak 

akan mampu memenuhi kewajibannya. 

Namun, sebenarnya pada periode selanjut 

nyaa kan mengalami peningkatan laba yang 

besar sehingga perusahaan juga tidak akan 

mengambil kredit yang besar pula. Jadi, pada 

periode selanjutnya akan diperoleh nilai arus 

kas yang jauh lebih tinggi dari pada periode 

sebelumnya. 

Atas uraian ini , dapat dikatakan 

bahwa nilai arus kas, khususnya arus kas 

yang berasal dari kegiatan investasi dan 

pendanaan, jika nilai nya rendah, tidak dapat 

dipastikan bahwa perusahaan mengalami 

kondisi keuangan yang buruk. Sedangkan, 

jika nilai arus kas menunjuk kan nilai yang 

tinggi, hal ini  juga belum tentu 

menggambarkan bahwa perusahaan dapat 

memenuhi kewajibannya kepada pihak 

kreditor. Dengan demikian, berdasar kan 

hasil penelitian ini diperoleh bahwa model 

financial distress tidak dapat dijelaskan oleh 

laporan arus kas yang dimiliki oleh 

perusahaan. 

 

 

1. Hasil pengujian omnibus test diperoleh 

nilai chi square (penurunan nilai -2 log 

likelihood) sebesar 12.975 dengan 

signifikansi sebesar 0.002. Dengan nilai 

signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 

ini  maka dapat disimpulkan bahwa 

secara bersama-sama financial distress 

dapat diprediksi oleh ke 2 prediktor dalam 

model. Hal ini berarti bahwa 

pemakaian  prediktor rasio laba dan 

rasio arus kas secara bersama- sama 

dapat menjelaskan terjadinya financial 

distress pada perusahaan. 

2. Pengujian pengaruh variabel rasio laba 

terhadap Financial Distress didasarkan 

pada nilai wald diperoleh sebesar 0,270 

dengan signifikansi sebesar 0,604 dan 

nilai chi square sebesar 41.401 . Ho 

diterima apabila Wald hitung < Chi-

Square Tabel, dan nilai Asymptotic 

Signifinance > tingkat signifikansinya (Ξ±). 

Hal ini berarti rasio laba berpengaruh 

terhadap financial distress. 

3. Pengujian pengaruh variabel rasio arus 

kas terhadap financial distress didasarkan 

pada nilai Wald. Dalam hal ini diperoleh 

nilai Wald sebesar 7.976 dengan 

signifikansi sebesar 0,005. dan nilai chi 

square sebesar 41.401. Ho diterima 

apabila Wald hitung < Chi-Square Tabel, 

dan nilai Asymptotic Signifinance > 

tingkat signifikansinya (Ξ±). Hal ini berarti 

rasio arus kas  berpengaruh terhadap 

financial distress. 

4. Ada dua ukuran R square yaitu 

Nagelkerke R Square sebesar 0,155. Hal 

ini berarti bahwa 15,5% variasi financial 

distress dapat diprediksikan dari rasio 

laba sebelum pajak dan arus kas. 

  

1. pemakaian  data tahun pengamatan 

untuk memprediksi kondisi financial 

distress suatu perusahaan dinilai dapat 

mempengaruhi validitas hasil pengujian. 

Oleh karena itu, dalam penelitian 

selanjutnya disarankan untuk 

memakai  data tahun prediksi selama 

jangka waktu 2-3 tahun kedepan agar 

hasil pengujian penelitian lebih 

mencerminkan keadaan perusahaan 

secara cepat. 

2. Bagi manajemen, dalam kaitannya 

dengan pelaporan arus kas perusahaan 

agar lebih berhati-hati dengan nilai 

hutang yang dimiliki. Nilai hutang 

ini  dapat dijadikan sebagai pemacu 

kinerja keuangan. Sebaiknya perlu 

ditetapkan nilai rasional bagi setiap 

perusahaan untuk melakukan hutang 

kepada kreditor. 

3. Dalam kaitannya dengan laporan laba 

rugi, penekanan terhadap biaya 

operasional diperlukan untuk 

memaksimalkan laba bersih yang 

diperoleh. Dengan nilai laba bersih yang 

besar, diharapkan investor semakin 

mempercayakan investasinya ke 

perusahaan ini .