Tampilkan postingan dengan label ternak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ternak. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2024

ternak


   



Pada dasarnya setiap orang yang memiliki dan memelihara ternak bertanggungjawab atas setiap 

kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya, demikian juga terhadap kerugian itu pemilik tenak berkewajiban 

memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada  dalam Pasal 

1368 KUHPerdata. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang tanggung jawab pemilik 

terhadap perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh hewan ternak, hambatan yang dihadapi dalam 

pelaksanaan ganti rugi dan usaha  yang dilakukan untuk penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan penelitian 

hukum yang bersifat yuridis empiris dengan pengambilan sempel menggunakan teknik purposive sempling. 

Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. 

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara memperlajari serta menganalisis ketentuan-ketentuan perundang-

undangan, buku teks, jurnal dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan 

ini sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan yang telah 

ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab pemilik ternak terhadap pemilik tanaman 

dilakukan dengan memberikan ganti rugi kepada pemilik tanaman yang dirugikan. Ada dua hambatan yang 

sering ditemui dalam usaha  penyelesaian ganti rugi kepada pemilik tanaman, yaitu sering tidak diketahui secara 

pasti siapa pemilik ternak yang menimbulkan kerugian serta tidak adanya itikad baik dari pemilik ternak. usaha  

yang dilakukan oleh pemilik tanaman untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian ini  adalah dengan cara 

damai meliputi musyawarah antar para pihak serta penyelesaian dengan melibatkan tokoh warga . 

Diharapkan kepada para pemilik ternak lebih bertanggungjawab terhadap kerugian-kerugian yang ditimbulkan 

oleh ternaknya. Kepada perangkat gampong disarankan agar lebih tegas dalam menerapkan aturan hukum yang 

telah ada dan berlaku di dalam warga , melakukan sosialisasi kepada warga  mengenai aturan-aturan 

hukum yang harus dipatuhi serta membuat reusam gampong sebagai dasar hukum dalam menerapkan setiap 

aturan Kata Kunci: Tanggung Jawab, Kerusakan, Hewan Ternak 

Ternak adalah binatang yang dipiara (lembu, kuda, kambing dan sebagainya) yang 

dibiakkan untuk tujuan produksi.1 Pada tingkatan yang lebih kecil, hewan ternak merupakan 

binatang peliharaan yang sengaja dipelihara seseorang agar bisa diambil manfaatnya sebagai 

salah satu sumber penghasilan bagi pemiliknya. Pemilik ternak sebagai orang yang 

menguasai hewan ternak bertanggung jawab terhadap setiap akibat yang ditimbulkan oleh 

hewan ternaknya. Setiap bentuk kerugian yang ditimbulkan oleh hewan ternak, sepenuhnya 

menjadi tanggung jawab pemiliknya. Pemilik ternak tidak boleh membiarkan ternaknya lepas 

tanpa pengawasan karena dapat beresiko menimbulkan kerugian terhadap orang lain. 

Kelalaian pemilik ternak dalam mengawasi ternaknya sehingga menimbulkan kerugian pada 

orang lain dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan melawan hukum.  

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) 

menyebutkan: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang 

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian 

ini .”

berdasar  pada rumusan pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu perbuatan dapat 

dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila perbuatan ini  memenuhi empat 

unsur berikut: 

1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig); 

2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian; 

3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; dan 

4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal 

Terpenuhinya keempat unsur di atas merupakan syarat mutlak agar suatu perbuatan 

dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum, salah satu saja dari unsur-unsur ini 

tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan 

hukum.

Jika seorang dapat dibuktikan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan 

merugikan orang lain, maka terhadap seorang ini  dapat dimintakan pertanggungjawaban 

atas kerugian yang ditimbulkannya itu. Tanggung jawab yang dimaksudkan di sini adalah 

                                                           

berupa ganti kerugian yang diderita orang lain sebagai akibat terjadinya perbuatan melawan 

hukum. 

Selanjutnya menyangkut dengan perbuatan melawan hukum yang diakibatkan oleh 

hewan ternak, diatur dalam Pasal 1368 KUHPerdata yang menerangkan bahwa: “Pemilik 

seekor binatang, atau siapa yang memakainya, adalah selama binatang itu dipakainya, 

bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang ini , baik binatang 

itu berada dibawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.”

Ketentuan yang termuat didalam Pasal 1368 KUHPerdata menerangkan dengan jelas 

bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh 

perbuatan, kelalaian atau kurang hati-hatinya sendiri, tetapi juga harus bertanggung jawab 

atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, 

barang-barang yang berada dibawah pengawasannya dan juga binatang-binatang miliknya.

Dengan demikian, setiap orang yang memiliki hewan ternak bertanggung jawab 

sepenuhnya terhadap kerugian yang ditimbulkan ternaknya. Apabila ternaknya ini  lepas 

dari pengawasan dan melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian bagi orang lain, maka 

pemilik  ternak harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian ini . Selama pihak 

pemilik ternak dirasa memiliki kemampuan untuk mengganti sejumlah kerugian yang 

ditimbulkan, maka pemilik ternak tidak bisa menghindari atau melepaskan diri dari tanggung 

jawabnya.  

Berkaitan dengan pengaturan mengenai Perbuatan Melawan Hukum ini  di atas, 

maka berdasar  penelitian yakni dengan mewawancarai beberapa kepala desa di 

Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, diperoleh informasi bahwa pada tahun 2015 

ada  2 kasus kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh hewan ternak serta pada tahun 

2016 juga ada  6 kasus kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh hewan ternak. Satu 

kasus di antaranya telah diselesaikan oleh para pihak, yakni dengan mengganti kerugian yang 

dialami pemilik tanaman. Namun 7 kasus lainnya belum terselesaikan proses ganti ruginya 

disebabkan adanya beberapa hambatan-hambatan yang membuat pemilik tanaman sulit untuk 

mendapatkan pemenuhan haknya dalam hal memperoleh pengganti kerugian dari pemilik 

ternak. 

Kasus-kasus yang terjadi di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh besar ini  

umumnya terjadi akibat tindakan pemilik ternak yang melepaskan ternaknya ke kawasan 

                                                           

persawahan yang sedang dipakai  untuk menanam tanaman palawija. Ternak-ternak dilepas 

tanpa diikat dan tanpa pengawasan sama sekali oleh pemiliknya, sehingga tanpa 

sepengetahuan pemilik, ternak ini  telah melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik 

orang lain. Pemilik tanaman yang merasa dirugikan kemudian memintakan 

pertanggungjawaban dari pemilik ternak atas kerusakan yang timbul akibat ternaknya. 

Bentuk pertanggungjawaban yang dimintakan adalah berupa ganti kerugian yang diderita 

oleh pemilik tanaman. Namun untuk mendapatkan perrtanggungjawaban dari pemilik ternak 

ini tidaklah mudah, banyak kendala yang ditemui oleh pemilik tanaman dalam usaha  

mendapatkan ganti rugi yang diinginkan. Kendala-kendala inilah yang menyebabkan 

beberapa kasus seperti yang ini  di atas sulit untuk diselesaikan proses ganti ruginya. 

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris. Penelitian yuridis 

empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh dari 

penelitian lapangan berupa dokumen-dokumen dan berkas-berkas yang berkaitan dengan 

permasalahan yang dibahas yakni terkait dengan judul “Tanggung Jawab Pemilik Hewan Ternak 

terhadap Pemilik Tanaman Akibat Adanya Kerusakan oleh Hewan Ternak”. 

Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini didapatkan dengan cara melakukan  

penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk 

mendapatkan sumber data secara teoritis yaitu dari buku-buku, jurnal hukum, dan peraturan 

undang-undang yang berlaku, sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan 

data primer melalui wawancara dengan responden maupun informan. 

Pengambilan sempel untuk penulisan artikel ini dipakai  teknik purposive sampling, 

yaitu pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang 

bersangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui 

sebelumnya yang dianggap dapat memberikan informasi yang jelas tentang apa masalah yang 

dibahas dan diperkirakan mampu mewakili keseluruhan populasi...                                                 

1.  Tanggung  Jawab Pemilik  Ternak terhadap  Perbuatan Melawan Hukum yang 

disebabkan oleh Hewan Ternak 

Hewan ternak merupakan hewan yang dipelihara dengan tujuan untuk produksi dan 

menjadi salah satu sumber penghasilan bagi peternak itu sendiri. Hewan ternak yang umum 

dipelihara oleh kebanyakan warga  di Kabupaten Aceh Besar, terutama di Kecamatan 

Ingin Jaya berupa hewan ternak jenis sapi dan juga kambing. Hewan ternak ini banyak 

dipelihara karena jenis pakannya yang tergolong mudah dicari, yaitu hanya berupa 

rerumputan serta dedaunan yang banyak ditemui di lingkungan sekitar. Salah satu tempat 

yang paling banyak ada  rumput adalah kawasan persawahan.  

Melepaskan ternak ke persawahan merupakan hal yang biasa dilakukan saat musem 

luah blang. Ternak-ternak yang dilepaskan umumnya tidak diikat sama sekali dan dibiarkan 

lepas begitu saja oleh pemiliknya. Meskipun tidak semua peternak membiarkan ternaknya 

bebas mencari makan seperti itu, namun hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan yang sangat 

melekat di dalam warga .

Tindakan pemilik ternak yang melepaskan ternaknya dalam keadaan tidak diikat dan 

tanpa pengawasan ini sebenarnya disadari sangat berisiko. Ternak yang dibiarkan bebas tanpa 

pengawasan sedikitpun bisa saja melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Tanpa 

sepengetahuan pemilik, hewan ternak bisa saja masuk ke petak sawah yang ditanami tanaman 

palawija. Jika sudah masuk ke petak sawah yang ada  tanaman, maka besar kemungkinan 

ternak akan menginjak tanaman ini . Akibatnya bisa menyebabkan tanaman mati dan 

pemilik tanaman mengalami kerugian. Ketika kerugian ini terjadi maka peternak sebagai 

pemilik, pada akhirnya harus bertanggung jawab terhadap akibat yang ditimbulkan ternaknya. 

Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 1368 KUHPerdata bahwa pemilik ternak 

harus bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh ternaknya, baik ternaknya itu 

berada dalam pengawasan maupun tidak dalam pengawasannya.  

Pasal 1368 KUHPerdata telah mengaturkan secara jelas mengenai tanggung jawab 

pemilik ternak terhadap kerugian-kerugian yang harus ditanggung apabila kerugian ini  

terbukti disebabkan oleh ternaknya. Begitupun jika ternaknya itu melakukan pengrusakan 

terhadap tanaman orang lain, maka pemilik ternak harus membayar ganti rugi kepada pemilik 

tanaman yang mengalami kerugian ini . 

                                                           

Ridwan Yahya menjelaskan bahwa saat musim tanam tiba, semua peternak dilarang 

melepaskan ternaknya ke persawahan. Pemilik ternak diharuskan untuk memasukkan 

ternaknya ke dalam kandang selama masa tanam berlangsung. Jikapun tidak dimasukkan 

dalam kandang, setidaknya harus ada tempat khusus yang dipagari dengan ketinggian 

tertentu, sehingga ternaknya tidak bebas berkeliaran. Jika hal ini tidak dilakukan, maka 

apabila ternak ini  melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik orang lain,  pemilik 

ternak harus bertanggung jawab terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh ternaknya itu. Hal 

ini sudah menjadi aturan yang berlaku di dalam warga  sehingga setiap peternak harus 

mematuhi aturan ini .

Peraturan yang menyatakan bahwa pemilik ternak bertanggungjawab sepenuhnya 

terhadap kerugian yang ditimbulkan ternaknya sudah menjadi ketentuan yang berlaku 

menyeluruh di desa-desa yang berada di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. 

Ketika ada kasus-kasus yang berkaitan dengan kerugian yang dilakukan oleh hewan ternak, 

maka aturan ini yang akan dipakai  dan menjadi dasar dalam menegaskan beban tanggung 

jawab pemilik ternak. Dengan demikian maka tidak ada alasan bagi pemilik ternak untuk 

tidak mengganti kerugian apabila ternaknya melakukan pengrusakan yang menimbulkan 

kerugian pada orang lain. 

2.  Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Ganti Rugi 

berdasar  hasil penelitian, masih ditemui adanya beberapa kendala yang 

menghambat terpenuhinya hak dari pihak yang dirugikan. Beberapa hambatan ini  di 

antaranya yaitu: 

a. Tidak diketahui secara pasti Pemilik Ternaknya 

Pada dasarnya untuk mendapatkan ganti rugi, seorang yang merasa dirugikan 

harus meminta ganti rugi kepada pemilik ternak. Oleh karena itu, pemilik tanaman 

yang dirugikan harus mengetahui siapa pemilik ternak yang menimbulkan kerugian 

ini . sesudah  diketahui siapa pemilik ternak ini  barulah pemilik tanaman 

dapat meminta pertanggungjawaban dari pemilik ternak barupa ganti rugi atas 

kerugian yang dialami. 

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pada saat sesudah  panen, pemilik 

ternak secara berbarengan melepaskan ternaknya ke persawahan. Jika sudah 

demikian, ternak-ternak ini  pun bercampur antara pemilik yang satu dengan 

                                                           

pemilik yang lain, sehingga saat terjadi pengrusakan sangat sulit diketahui ternak 

milik siapa yang melakukannya. Jika terjadi seperti itu maka pemilik tanaman akan 

kesulitan dalam menentukan siapa pemilik ternak yang melakukan perbuatan 

melawan hukum. Pemilik tanamanpun akhirnya tidak tahu secara pasti kepada siapa 

tanggungjawab mengganti kerugian itu patut dimintakan. Inilah kesulitan utama 

yang dihadapi pemilik tanaman dalam usaha  mendapatkan ganti kerugian. 

Berkaitan dengan ini Ismanullah, geuchik gampong Ajee Cut menjelaskan 

bahwa pemilik tanaman berhak memintakan ganti rugi pada pemilik ternak yang 

menimbulkan kerugian. Tetapi dengan syarat yaitu orang yang merasa dirugikan 

harus dapat membuktikan bahwa ternak ini  memang milik orang yang 

dimintakan ganti rugi ini  dan bukan milik peternak lain. Hal ini karena tidak 

boleh apabila orang yang merasa dirugikan meminta ganti rugi kepada orang yang 

bukan pemilik ternak yang melakukan pengrusakan. Ini menjadi syarat utama dan 

jika tidak dapat dibuktikan maka orang yang merasa dirugikan tidak diperkenankan 

untuk meminta ganti kerugian atas kerugian yang dialaminya itu.

b. Tidak ada Itikad Baik dari Pemilik Ternak 

Itikad baik dari pemilik ternak bisa menjadi salah satu faktor penghambat 

terhadap pemenuhan hak dari pihak pemilik tanaman yang dirugikan. Adakalanya 

ada pemilik ternak yang mengabaikan tanggung jawabnya atas kerugian yang 

ditimbulkan ternaknya dengan berbagai alasan. 

Seperti yang dikatakan oleh M. Amin, semua pemilik ternak tahu dan 

menyadari kewajibannya untuk mengganti kerugian apabila ada ternaknya yang 

menimbulkan kerusakan pada tanaman orang lain. Tetapi ada beberapa pemilik 

ternak yang tidak melaksanakan ganti rugi ini  karena mungkin berpikir bahwa 

kerusakan yang ditimbulkan tidaklah parah dan kerugiannya hanya sedikit. Padahal 

walaupun kerugian ini  tidak besar namun pemilik ternak harusnya 

menunjukkan rasa tanggung jawab dengan memberikan ganti rugi terhadap pemilik 

tanaman yang dirugikan.

Kesadaran dan itikad baik di dalam menyelesaikan permasalahan 

menyangkut kerugian yang ditimbulkan oleh hewan ternak sangatlah penting. 

Dengan adanya itikad baik dari pemilik ternak dapat memudahkan di dalam proses 

                                                           

penyelesaian ganti rugi kepada pemilik tanaman. Selain itu juga dengan adanya 

itikad baik ini bisa mencegah masalah-masalah antar individu menjadi semakin 

besar. Jika permasalahan ini  tidak dapat terselesaikan dengan cara yang baik 

justru akan menimbulkan permasalahan lain yang bisa lebih merugikan bagi para 

pihak. 

3.  usaha -usaha  yang dilakukan untuk Penyelesaiannya 

berdasar  penelitian di lapangan, ada beberapa cara atau usaha  yang umum  

dilakukan pemilik tanaman dalam mengatasi hambatan ini  untuk mendapatkan ganti 

rugi yang menjadi haknya. Adapun usaha -usaha  dilakukan ini  yaitu: 

1. Musyawarah Antar Para Pihak 

Cara pertama yang umum dilakukan oleh pemilik tanaman untuk 

memperoleh penyelesaian terhadap kerugian yang dialami adalah cara kekeluargaan 

yakni musyawarah antar para pihak. Dengan cara ini pemilik tenaman akan lebih 

mudah dalam menyampaikan dan menjelaskan kepada pemilik ternak mengenai 

kerugian yang ditimbulkan ternaknya, sehingga tidak timbul sikap salah paham di 

antara para pihak. 

Ilyas mengatakan bahwa dalam penyelesaian sengketa perdata, cara yang 

lebih diutamakan dalam penyelesaiannya di dalam warga   adalah dengan 

musyawarah atau perdamaian. Dengan cara ini para pihak dapat saling bertemu dan 

menjelaskan inti permasalahan dengan cara yang baik. Kemudian para pihak dapat 

saling memberikan pandangan serta penjelasan, lalu mencari penyelesaiannya secara 

bersama-sama. Penyelesaian dengan cara ini dinilai akan lebih adil untuk kedua 

belah pihak, baik itu untuk pihak pemilik ternak maupun pihak yang dirugikan, 

yakni pemilik tanaman. 

Musyawarah antar para pihak yang bersengketa merupakan cara yang yang 

paling bijak serta diutamakan dalam penyelesaian setiap permasalahan yang terjadi 

di dalam warga . Dengan musyawarah semua pihak yang terlibat dapat saling 

bertukar pikiran serta mencari solusi terbaik bersama-sama untuk menyelesaikan 

masalah ini . Penyelesaian masalah melalui cara musyawarah dinilai efektif 

dipakai  untuk menyelesaikan masalah di dalam warga  karena di dalam 

warga  rasa kekeluargaan dan kebersamaan masih cukup kental. Oleh sebab itu 

                                                           

penyelesaian permasalan melalui musyawarah terus diutamakan dan dilaksanakan di 

dalam warga . 

Begitupula yang dikatakan oleh Rajidin, menurutnya jika memang ternak 

melakukan pengrusakan terhadap tanaman milik seseorang, maka pemilik tanaman 

harus menyelesaikannya dengan musyawarah. Pemilik ternak pasti akan 

memberikan ganti rugi jika memang benar ternaknya melakukan pengrusakan 

ini . Seperti yang pernah dialaminya, ia bersedia membayar ganti rugi kepada 

pemilik tanaman yang dirugikan oleh ternaknya. Saat itu pemilik tanaman meminta 

ganti rugi sebesar Rp 150.000,- dan ia pun bersedia memberikan ganti rugi berupa 

sejumlah uang ini  karena merasa jumlah ini  memang sesuai dengan total 

kerugiannya.

2. Penyelesaian dengan Melibatkan Tokoh warga . 

Cara yang selanjutnya menjadi alternatif dalam penyelesaian ganti rugi 

terhadap kerugian yang ditimbulkan ternak bisa juga diselesaikan dengan melibatkan 

tokoh warga . Tokoh warga  di dalam sebuah gampong berfungsi sebagai 

pihak yang menengahi dalam setiap permasalahan yang terjadi di dalam warga . 

Geuchik bersama perangkat gampong lainnya akan bermusyawarah untuk 

mencarikan solusi terbaik bagi para pihak. Para pihak tentunya berharap dengan cara 

ini bisa menyelesaikan permasalahan ini  dengan seadil-adilnya.  

. Ridwan Yahya mengatakan bahwa dirinya sebagai geuchik selalu siap 

menerima setiap keluhan dan laporan dari warga  mengenai permasalahan yang 

mereka hadapi, karena itu memang sudah menjadi tugasnya sebagai seorang 

geuchik. Jika ada masalah di dalam warga , tidak terkecuali masalah mengenai 

pengrusakan oleh hewan ternak dirinya siap membantu jika memang sudah 

dibutuhkan, namun dalam menyelesaikan masalah-masalah ini  dirinya  tidak 

sendiri, tokoh warga  lain akan secara bersama-sama ikut membantu, sehingga 

penyelesiannya dari masalah ini  dapat mudah diselesaikan. 

 berdasar  aturan adat yang berlaku di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh 

Besar, tidak dimungkinkan bagi pemilik ternak untuk melepaskan ternaknya dalam keadaan                                                      

tidak diikat serta tidak diawasi oleh pemiliknya. Jika tindakan melepas ternak tanpa diikat ini 

tetap dilakukan, maka pemilik ternak harus bertanggung jawab apabila ternak melakukan 

pengrusakan atau kerugian terhadap pemilik tanaman. Tanggung jawab ini  adalah 

berupa pemberian ganti rugi kepada pemilik tanaman yang dirugikan. Ganti rugi yang harus 

dibayarkan berdasar  perhitungan jumlah kerugian nyata yang dialami oleh pemilik 

tanaman. 

Pada pelaksanaan pertanggungjawaban ganti rugi kepada pemilik tanaman ditemui 

beberapa hambatan. Hambatan ini  meliputi 2 hal, yaitu: 

1). Tidak Diketahui Secara Pasti Pemilik Ternaknya 

Ketika ternak dari beberapa pemilik dilepaskan secara bersamaan, pemilik 

tanaman kesulitan dalam menentukan ternak mana yang melakukan pengrusakan 

dan juga siapa pemilik ternak ini . Sehingga pemilik tanaman sulit untuk 

siapa tuntutan ganti rugi itu harus ditujukan. Sehingga hak pemilik tanaman 

berupa ganti kerugian atas kerugian yang dialami sulit didapatkan. 

2). Tidak Ada Itikad Baik Dari Pemilik Ternak 

Kesadaran pemilik ternak untuk bertanggungjawab terhadap kerugian yang 

ditimbulkan ternaknya masih kurang. Dengan alasan bahwa kerugian yang 

timbulkan hanya sedikit, pemilik ternak merasa tidak perlu bertanggungjawab atas 

kerugian yang sedikit ini . 

c. Mengenai  cara  penyelesaian  agar pemilik  tanaman  tetap  mendapatkan pemenuhan 

haknya berupa ganti kerugian dari pemilik tanaman yang melakukan perbuatan 

melawan hukum, pemilik tanaman umumnya melakukan usaha -usaha  sebagai 

berikut: 

1). Musyawarah Antar Para Pihak 

Musyawarah antar para pihak menjadi cara yang paling utama dan umum 

dipakai  untuk menyelesaikan sengketa didalam warga . Pemilik tanaman 

biasanya mengusaha kan musyawarah dengan pemilik ternak untuk mendapatkan 

ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan oleh hewan ternak.  

2). Penyelesaian Melibatkan Tokoh warga . 

Tokoh warga  di gampong menjadi penengah dan membantu mencarikan 

solusi terbaik untuk para pihak. Cara ini dipakai  apabila cara penyelesaian 

musyawarah antar para pihak gagal menemukan solusi.