Tampilkan postingan dengan label sengketa 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sengketa 2. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 September 2023

sengketa 2


tidak 
menjalankan usaha sesuai ketentuan teknik yang diwajibkan oleh 
Bank, *jika muḍārib melakukan pendaftaran bangkrut. Peristiwa 
kelalaian atau ingkar janji, bahwa muḍārib dianggap lalai atau ingkar 
janji jika terbukti melanggar atau menyimpang dari salah satu atau 
semua ketentuan-ketentuan yang tertulis dalam perjanjian ini: *jika 
muḍārib terlambat melaksanakan pembayaran 3 (tiga) kali berturut￾turut tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Ketentuan lain yang diatur dalam akad ini, pembatasan masa 
pada periode tertentu yaitu dibolehkan seperti Bank menetapkan 
tempo masa 10 bulan pengelolaan dana. Jaminan, untuk menjamin 
pembayaran kembali fasilitas pembiayaan tepat pada masanya dan
jumlah uang lainnya yang mesti dibayarkan menurut perjanjian ini, 
muḍārib dengan ini menyetujui untuk memberi  jaminan dan 
menyerahkan dokumen jaminan asli kepada Bank. Arbitrase, sesuatu 
sengketa yang timbul dari atau dengan cara apapun yang ada 
hubungannya dengan perjanjian ini yang tidak dapat diselesaikan 
secara damai, akan diselesaikan melalui dan menurut peraturan 
prosudur Badan Arbitrase SyariahNasional (BASYARNAS). Undang￾undang yang berlaku, perjanjian ini akan diatur dan tunduk pada 
undang-undang negara Republik Indonesia.
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Intern Bank
Bentuk musyawarah yang dilakukan pihak Bank dalam menangani 
pembiayaan bermasalah dengan nasabahnya, dilakukan dengan 
menempuh langkah-langkah bijak sebagai berikut : 
(1) Tahap penyelamatan pembiayaan: saat  nasabah terlambat membayar 
kewajibannya kepada Bank sesudah  jatuh tempo pembayaran, maka 
Bank mulai aktif melakukan pungutan (penagihan intensif disertai 
surat peringatan). sesudah  90 hari semenjak jatuh tempo, nasabah 
tidak membayar kewajibannya maka kredit telah dapat disebut 
dengan kredit bermasalah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan 
melakukan rescheduling (memanjangkan tempo pembayaran), yakni 
dengan perubahan jangka pendek atau menengah menjadi jangka 
panjang serta pengurangan biaya angsuran. Upaya lain ialah dengan 
melakukan reconditioning, yaitu dengan melakukan peninjauan ulang 
persyaratan-persyaratan yang pernah dibuat. ini  dinilai telah 
sejalan dengan syariat, sebagaimana yang telah diatur dalam Alquran, 
disebutkan: “jika mereka mengalami kesulitan/kesempitan, maka 
hendaknya diberikan kelonggaran.” (QS. 2:280). 
(2) Tahap penyelesaian pembiayaan, dalam tahapan ini Bank melihat 
terlebih dahulu, kondisi nasabah, jika nasabah masih dapat 
diharapkan mengembalikan dana Bank akan menarik kembali kredit 
dengan jalan diantaranya melakukan likuidasi (pembubaran), menjual 
barang yang menjadi jaminan untuk menjelaskan pinjaman (hak parete 
eksekusi) atau menarik kembali jaminan melalui proses Arbitrase 
BASYARNAS. jika langkah-langkah diatas telah ditempuh tetapi 
kondisi nasabah dan perusahaan tetap tidak dapat diharapkan lagi. 
Maka Bank dalam ini  akan melakukan pembebasan sebagian atau 
seluruh pembiayan sesuai dengan petunjuk Alquran sebagai berikut; 
Siapa yang menemukan hartanya secara utuh di tangan orang 
muflis, maka ia lebih berhak atas barang itu dari pada orang yang 
mempiutangi lainnya (HR, al-Jamā‘ah dari Samurah dan Ibn Jundub). 
hadislain, dari Ka‘ab bin Mālik “sesungguhnya Nabi saw pernah 
menyita harta milik Mu’āz lalu beliau menjualnya untuk membayar hutangnya” (HR Imām Dāruquṭni).hadislain, “menolong dan memberi 
kemudahan, maksudnya ringan memberi  piutang/ bantuan 
kepada orang yang memerlukan untuk melepaskan kesusahan dan 
kesulitannya, termasuk akhlak mulia dan terpuji”. Rasulullah saw 
bersabda: “Barang siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin 
dari kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya 
di hari kiamat.” (HR. Muslim).
5.4. Dukungan Undang-undang PerBankan Indonesia 
 pada Produk, Akad dan Penyelesaian Sengketa di Bank
Bank sebagai salah satu Bank syariah yang ada di Indonesia, 
melakukan kegiatan usahanya dalam menghimpun, membiayai dan 
penyediaan jasa telah memperhatikan konsep keislaman juga didukung 
oleh undang-undang perbankan di Indonesia. Dasar undang-undang 
perbankan Islam di Indonesia ialah Undang-undang No.21 Tahun 2008, 
yaitu  sumber undang-undang yang utama bagi pengaturan 
kehidupan perbankan Islam di Indonesia. Kegiatan-kegiatan usaha 
yang dapat dilakukan oleh suatu Bank umum yang melakukan kegiatan 
berdasar  prinsip syariah di Indonesia yaitu sebagai berikut; 1) 
menghimpun dana dari warga  dalam bentuk tabungan yang 
meliputi: giro berdasar  prinsip wadī‘ah, tabungan berdasar  prinsip 
wadī‘ah atau murābaḥah, tabungan berjangka berdasar  prinsip 
muḍārabah. Melakukan penyaluran dana melalui: transaksi jual beli 
berdasar  prinsip; murābaḥah, istisna, ijārah dan salam. Pembiayaan 
bagi hasil berdasar  prinsip; muḍārabahdan musyārakah.Pembiayaan 
lainnya berdasar  prinsip; ḥiwālah, rahn dan qarÌ.Membeli, menjual 
dan atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga 
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) 
berdasar  prinsip jual beli atau ḥiwālah.Membeli surat-surat berharga 
pemerintah dan atau Bank Indonesia yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga berdasar  prinsip 
wakālah. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan atau nasabah 
berdasar  prinsip wakālah. Menerima pembayaran tagihan atas surat 
berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau 
antara pihak ketiga berdasar  prinsip wakālah. Menyediakan tempat 
untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasar  prinsip 
wadī‘ah yad amÉnah. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata 
usahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasar  suatu kontrak 
dengan prinsip wakālah. Melakukan penempatan dana dari nasabah 
kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat 
dibursa efek berdasar  prinsip ujr. memberi  fasilitas surat kredit 
(L/C) berdasar  prinsip wakālah, murābaḥah, muḍārabah, musyārakah 
danwadī‘ah serta memberi  fasilitas jaminan Bank berdasar  prinsip 
kafālah. Melakukan kegiatan usaha kartu debit berdasar  prinsip ujr. 
Melakukan kegiatan wali amanat berdasar  prisip wakālah . Melakukan 
kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Dewan 
Syariah Nasional. Melakukan kegiatan dalam mata uang asing berdasar  
prinsip ṣarf. Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasar  prinsip 
musyārakah dan atau muḍārabah pada Bank atau perusahaan lain yang 
melakukan kegiatan usaha berdasar  prinsip syariah. Melakukan 
kegiatan penyertaan modal sementara berdasar  prinsip musyārakah 
dan atau muḍārabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan 
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dan bertindak 
sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasar  
prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundangan dana 
pensiun yang berlaku. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, 
yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah 
atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam 
bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qarḍ al -ḥasan)Dalam melakukan kegiatan usaha yang diatur , BUS melakukannya 
dengan memperhatikan Fatwa Dewan Syariah (DSN). Namun jika 
dalam hal Bank akan melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud 
dalamaturan ternyata kegiatan usaha ini  belum difatwakan oleh
DSN maka Bank wajib meminta persetujuan DSN sebelum melaksanakan 
kegiatan usaha ini .
Penanganan pembiayaan bermasalah di Bank baik dalam tahap 
penyelamatan dan penyelesaian sengketa, telah diatur dalam Undang￾undang perbankan. Mengenai tahap penyelamatan pembiayaan 
bermasalah melalui SK Direksi BI No. 31/150/KEP/DIR, tanggal 12 Nov 
1998 tentang Restrukturisasi Kredit, pada pasal 20 ayat 3, dinyatakan 
bahwa restrukturisasi pembiayaan pada Bank berdasar  prinsip 
syariah antaranya: penurunan imbalan atau bagi hasil, pengurangan 
tunggakan imbalan atau bagi hasil, pengurangan tunggakan pokok 
pembiayaan, perpanjangan tempo masa pembiayaan, penambahan 
fasilitas pembiayaan, pengambil alihan aset debitur, konversi pembiayaan 
menjadi penyertaan pada perusahaan debitur.
Berkaitan dengan tahap penyelesaian pembiayaan bermasalah, hingga 
kepada penyelesaian pembiayaan yang mengalami persengketaan di 
perbankan syariah, ini   diatur dalam kebijakan Bank dan Undang￾undang tentang perbankan No.21 Tahun 2008 yang mengatur tentang, Bank 
akan menarik kembali kredit dengan jalan diantaranya melakukan pembubaran 
(likuidasi), menjual barang yang menjadi jaminan untuk melunasi pinjaman 
(hak parete eksekusi). Mengenai penggunaan jalur penarikan kembali 
jaminan atau penyelesaian sengketa melalui proses Arbitrase BASYARNAS 
telah diatur dalam Pasal 1338 KUH perdata, pengesahan keberadaan dan 
kewenangan Badan arbitrase saat ini yaitu UU no.30 tahun 1999, selain 
itu didukung pula dengan FATWA DSN No:17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang 
SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN.
Dalam pelaksanaannya di BASYARNAS, diawal proses pemeriksaan, 
perdamaian (ṣulḥ) akan terlebih dahulu diusahakan atau ditawarkan 
oleh arbiter. jika usaha ini  berhasil, maka arbiter tunggal atau 
arbiter majelis akan membuatkan akta perdamaian. jika perdamaian 
tidak berhasil, maka arbiter akan meneruskan pemeriksaan lalu 
terhadap sengketa yang dimohon . ini  sesuai dengan petunjuk 
Rasulullah, Dalam menyelesaikan sengketa, langkah pertama yang 
ditempuh yaitu jalan damai. Sebagaimana ditegaskan dalam surah al￾Nisā’ ayat 126 yang bermaksud: “Perdamaian itu yaitu perbuatan yang 
baik”. Dalam Alquran (surat al-Hujurat ayat 9 dan 10) juga ditegaskan 
bahwa dalam hal terjadi sengketa, perselisihan atau pertikaian sekalipun, 
dianjurkan untuk didamaikan atau para pihak yang terlibat disyariatkan 
untuk menempuh jalan perdamaian dalam penyelesaiannya. 
Dilihat dari rukun dan syarat ṣulḥyang dilaksanakan di BASYARNAS 
itu sendiri, nampak telah terpenuhi. Ada tiga rukun yang telah dipenuhi 
dalam perjanjian perdamain (ṣulḥ), yakni; adanya Ījāb, qabūl dan lafaz. 
Ketiga-tiga rukun itu sangat penting dalam suatu perjanjian perdamain, 
sebab tanpa Ījāb, qabūl, dan lafaz secara formal tidak diketahui adanya 
perdamaian antara mereka, dan arbiter tunggal atau arbiter majelis akan 
membuatkan akta perdamaian jika ṣulḥyang ditawarkan berhasil. ini  
dimaksudkan untuk menghindari agar pihak yang telah ber-ṣulḥtidak 
ingkar dilalu  hari akan apa yang telah mereka sepakatkan tentang 
isi perdamaian ini . ini  karena jika rukun telah terpenuhi, maka 
perjanjian perdamaian di antara para pihak yang bersengketa telah 
berlangsung, dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah 
suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak berkewajiban untuk 
memenuhi/menunaikan pasal-pasal perjanjian perdamaian. Perjanjian perdamaian tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Kalaupun hendak 
dibatalkan harus berasaskan kesepakatan kedua belah pihak. Syarat sah 
perjanjian perdamaian (ṣulḥ) dalam pelaksanaanya di BASYARNAS pun 
telah terpenuhi, baik dari sisi subjek pihak yang melakukan perdamaian 
yaitu orang yang cakap hukum. Objek perdamaianpun berbentuk harta 
dan menyangkut persoalan yang boleh didamaikan. Namun demikian 
upaya ṣulḥyang dilakukan oleh arbiter di BASYARNAS jarang terlaksana, 
kebanyakan diteruskan kepada taḥkīm (arbitrase).
Taḥkīm (Arbitrase) yang mengandung pengertian mengangkat 
seorang atau lebih (ḥakam/arbiter) yang dilakukan oleh pihak yang 
berselisih untuk menyelesaikan secara damai. Alquran sebagai sumber 
hukum pertama memberi  petunjuk kepada manusia jika terjadi 
sengketa para pihak, apakah dibidang politik, keluarga, ataupun bisnis 
ada dalam surah al-Nisa’ (4): 35 yang bermaksud: “Dan jika kamu 
khawatir akan ada persengketaan antara kedua-duanya (suami-istri), maka 
kirimkanlah seorang ḥakam(arbitrator, penengah) dari keluarga perempuan. 
Dan jika kedua-dua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan 
(perdamaian), niscaya Allah s.w.t. akan memberi  taufik kepada suami 
isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal”
Ruang lingkup arbitase berkait erat dengan persoalan yang 
menyangkut huqūq al-‘ibād (hak-hak perorangan) secara penuh, yaitu 
aturan-aturan undang-undang yang mengatur hak-hak perorangan 
(individu) yang berkaitan dengan harta bendanya. Taḥkīm tidak 
diperbolehkan terhadap masalah: ḥudūd, qiyasdan qadhaf (jinayah). Akan 
tetapi diperbolehkan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan 
harta benda (bidang muamalah/hukum private). BASYARNAS dalam 
prakteknya hanya akan menangani atau menyelesaikan sengketa yang 
timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain￾lain, sesuai dengan wewenangnya menangani masalah perdata saja.Sebelum penetapan putusan dibacakan oleh pihak arbiter terlebih 
dahulu dimulai dengan ayat Bismillah al-Raḥmān al-Rarḥīm,diikuti 
dengan demi keadilan berdasar  ketuhanan yang Maha Esa. Keputusan 
BASYARNAS bersifat final dan mengikat sesudah  ditandatangani kedua 
belah pihak, sesuai dengan pendapat beberapa ulama mengenai kekuatan 
putusan hakim bersifat mengikat dan final karena penyelesaian sengketa 
oleh lembaga taḥkīm(arbitrase) atau bentuk-bentuk ADR lainnya seperti 
mediasi atau negosiasi yaitu didasarkan atas tujuan berdamai (ṣulḥ) 
dengan mendahulukan kerelaan dan kesepakatan dari para pihak yang 
bersangkutan dengan tanpa adanya paksaan sama sekali. Sehingga, 
konsekuensi logis yang muncul adalah, para pihak yang bersengketa 
yang telah diajukannya, tanpa harus ada persetujuan dari para pihak 
untuk menerima keputusan ini , apalagi paksaan dari pihak yang 
berwenang dalam hal eksekusinya. Adapun mengenai keputusan hakam 
dimana sebelum dieksekusi harus terlebih dahulu dibawa ke pengadilan 
(taḥkīm) bukan berarti keputusan yang telah dikeluarkan hakam atau 
mediator harus disepakati oleh hakim pengadilan melainkan dukungan 
yang diperlukan dari pengadilan (Ketua Pengadilan Negeri) yaitu 
karakter “positif” atau positivisasi putusan yang secara de facto dan de jure
hanya dimiliki oleh pengadilan terlepas dari setuju atau tidaknya hakim 
pengadilan terhadap keputusan ḥakam atau mediator ini . Namun 
demikian pihak BASYARNAS dapat menerima permintaan pembatalan 
putusan berdasar  salah satu alasan berikut: a) penunjukan arbiter 
tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur BASYARNAS, b) putusan 
melampaui batas kewenangan BASYARNAS, c) putusan melebihi dari 
yang diminta oleh para pihak, d) ada penyelewengan diantara salah
seorang anggota arbiter, e)putusan jauh menyimpang dari ketentuan 
pokok peraturan prosudur BASYARNAS., f) putusan tidak memuat dasar￾dasar alasan yang menjadi landasan pengambilan putusan.
Sengketa-sengketa Bank yang Diselesaikan BASYARNAS
(1) Perkara gugatan Bank terhadap Tuan A, dengan nomor perkara: 04/
tahun 1999/BASYARNAS/Put/KaJak, Bank sebagai Penggugat dan 
Tuan A sebagai Tergugat, didaftarkan ke Badan Arbitrase Syariah 
Nasional pada tanggal 28 Januari 1999, dengan uraian singkat sebagai 
berikut:
 (i) bahwa antara penggugat dengan tergugat telah terjadi 
kesepakatan dalam suatu perjanjian al-bay‘ bithaman ājil
(fasilitas pembiayaan), pada Tanggal 30 April 1997, sebesar 
Rp.82,5000,000.- dan harus dibayar habis paling lambat Tanggal 
30 Oktober 1997, dengan jaminan fiducia stock barang-barang 
dagangan dan diperjanjikan secara notariil.
 (ii) bahwa namun demikian ternyata tergugat tidak memenuhi 
kewajibannya (ingkar janji) meskipun telah berulang kali 
diingatkan. Akibat adanya ingkar janji ini , maka penggugat 
telah mengalami kerugian dan untuk itu penggugat mengajukan 
gugatannya melalui BASYARNAS.
 (iii) Majelis Arbitrase, sesudah  memanggil keduanya untuk di-iṣlāḥ
-kan (didamaikan) ternyata tidak berhasil, maka lalu  masalah  
ini diperiksa sesuai dengan peraturan prosudur yang berlaku 
dalam BASYARNAS dan akhirnya diputuskan, yang intinya:
• mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 
• menyatakan bersalah, tergugat telah melakukan wanprestasi 
(ingkar janji).
• menyatakan bersalah dan mengikat semua hal yang telah 
disepakati dan telah diperjanjikan oleh pengugat dengan 
tergugat dalam perjanjian.
• menyatakan memberi izin kepada penggugat untuk menjual 
sendiri dan mengalihkan hak atas tanah dan bangunan yang 
menjadi jaminan, sesuai dengan perjanjian pembiayaan ini 
dengan harga yang dipandang layak sebatas kewajiban tergugat 
kepada penggugat.
• menyatakan bahwa keputusan ini bersifat final dan dapat 
dilaksanakan
• menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.
• menghukum tergugat dan penggugat untuk membayar gaji 
Arbiter masing-masing 50% dari Rp. 6,000,000.- (enam juta 
rupiah) yakni sebesar Rp. 3,000,000.-
Keputusan Majelis Arbiter ini  diputuskan dalam 
Musyawarah Arbiter Majelis pada tanggal 19 Mei 1999, dengan Ketua. 
Abdul Rahmah Saleh, S.H, MH, Fatimah Achyar, S.H selaku Arbiter 
Anggota dan Dr. Abdul Gani Abdullah, S.H. selaku Arbiter Anggota, 
dibantu oleh Dra. Euis Nurhasanah selaku Panitera Pengganti.
Terhadap keputusan arbitrase ini , menurut penjelasan pihak 
Bank dalam realisasinya Tergugat akhirnya melaksanakan pembayaran 
kewajibannya ini  dengan beberapa tahap dan selesai;
jika dilihat dari pelaksanaan keputusan memang kurang 
sesuai/tidak persis seperti yang telah diputuskan, namun hakekat 
penyelesaian sengketa baik dari segi hukum maupun sasaran 
finansial telah terpenuhi dengan cara penyelesaian melalui sistem 
Arbitrase dimaksud.
(2) Perkara gugatan Bank terhadap PT. B, dengan nomor perkara: 03/
tahun 1998/BASYARNAS/Put/Ka Jak. Tanggal 16 Nopember 1998, 
dengan isi gugatan yang pada pokoknya yaitu sebagai berikut :
 (i) bahwa antara penggugat dengan tergugat telah terjadi 
kesepakatan/persetujuan pemberian fasilitas pembiayaan al￾bay‘ bithaman ‘ajil No. 84/02/3/8/94, tanggal 29 Agustus 1994, 
dengan nilai sebesar Rp. 100,000,000.- (seratus juta rupiah) guna 
pembelian 6 (enam) unit mobil; (ii) bahwa sesuai dengan kesepakatan peminjaman ini  harus 
dibayar kembali secara angsuran oleh tergugat sesuai jadwal 
yang telah disepakati, namun ini   tidak dilakukan
oleh tergugat, meskipun telah berulang kali diperingatkanntya 
sehingga menimbulkan tunggakan sebesar Rp. 101,627,817.- 
(seratus satu juta enam ratus dua puluh tujuh ribu delapan ratus 
enam belas rupiah):
 (iii) bahwa kedua belah pihak telah sepakat menunjuk Badan 
Arbitrase Syariah Nasional untuk menyelesaikannya bila terjadi 
perselisihan/sengketa;
 (iv) bahwa terhadap gugatan Penggugat ini , Majelis Arbiter telah 
memanggil kedua belah pihak untuk diupayakan perdamaianya 
(iṣlāḥ) akan tetapi tidak berhasil sebagaimana yang diharapkan;
 (v) bahwa sesuai dengan kewenangannya akhirnya Majelis Arbiter, 
sesudah  memeriksa perkara ini  dalam beberapa kali 
persidangannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Prosudur 
yang berlaku dalam Badan Arbitrase Syariah Nasional, maka 
akhirnya Majelis Arbiter dalam sidangnya tanggal 11 Jun 1999, 
memutuskan:
• Mengabulkan guguatan Penggugat untuk sebagian:
• Menyatakan sebagai bersalah bahwa tergugat telah melakukan 
wanprestasi terhadap penggugat;
• Menyatakan bersalah dan mengikat semua hal yang telah 
disepakati dipersidangan;
• Menghukum para pihak untuk mentaati hal-hal yang telah 
disepakati ini ;
• Menghukum Tuan A untuk membayar kewajibannya 
kepada Penggugat secara tunai dan sesaat  uang sebesar
Rp.55,256,976.- (lima puluh lima juta dua ratus lima puluh 
enam ribu sembilan ratus tujuh puluh enam rupiah):
• Menghukum Tuan B untuk membayar kewajibannya kepada 
Penggugat sebesar Rp. 12,150,000,- (dua belas juta seratus lima 
puluh ribu rupiah) yang akan diansur minimal Rp. 500,000.- 
(lima ratus ribu rupiah) per-bulan dan akan dibayar setiap 
bulan, terhitung sejak tanggal 1 Julai 1999 dengan jaminan
peralatan bengkel;
• Menghukum Tuan C untuk membayar kewajibannya secara tunai 
dan sesaat  kepada Penggugat uang sebesar Rp.13,111,116.- 
(tiga belas juta seratus ribu seratus enam belas rupiah);
• Memberi izin kepada Penggugat untuk menjual sendiri kepada 
yang berminat atas tanah yang jadi jaminan sesuai dengan 
perjanjian pembiayaan ini  di atas dengan harga yang 
dianggap layak, sebatas kewajiban Tuan C terhadap Bank;
• Menyatakan keputusan ini bersifat final dan oleh karena itu 
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
• Menghukum tergugat dan penggugat untuk membayar 
biaya administrasi dan pemeriksaan masing-masing 50% dari 
Rp.400,000.- atau masing-masing + Rp. 200,000,- (dua ratus 
ribu rupiah);
• Menghukum tergugat dan penggugat untuk membayar 
honorium Arbiter masing-masing 50% dari Rp. 7.000.000,- 
(tujuh juta rupiah) atau masing-masing = Rp. 3.500.000,- (tiga 
juta lima ratus ribu rupiah);
Keputusan ini  diputuskan pada tanggal 8 Jun 1999 oleh 
Majelis Arbitrase terdiri dari Fatimah Achyar, SH selaku Arbiter dan 
Ketua Majelis, Hartono Mardjono, SH selaku Arbiter Anggota dan Dr. 
Abdul Gani Abdullah, SH selaku Arbiter anggota dibantu oleh Dra. 
Euis Nurhasanah selaku panitera pengganti dan dihadiri oleh kuasa 
penggugat dan tergugat:
Terhadap isi keputusan arbitrase ini , ternyata dalam 
pelaksanaan keputusan (eksekusinya) tergugat tidak secara suka 
rela melaksanakannya. Menurut tanggapan pihak Bank, ini   
karena keputusannya kurang mengait langsung terhadap barang 
jaminan, sehingga pelaksanaanya agak mengalami kesulitan 
meskipun lalu  berhasil dan dapat diselesaikan juga.
(3) Perkara gugatan Bank terhadap Puan A, dengan No. perkara: 05/ 
tahun 1999/BASYARNAS/Put/Ka.Jak, yang didaftarkan pada Tanggal 
16 Agustus 1999, dengan uraian sebagai berikut : 
 (i) bahwa antara Penggugat dengan jaminanan sebuah rumah diatas 
sebidang tanah SHP. No.270, dengan luas 263,M2, terletak di Desa 
Pal Mariam, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur;
 (ii) bahwa ternyata Tergugat tidak melaksanakan kewajiban 
membayar angsuran pinjaman sebagaimana yang disepakati 
dalam perjanjian, sehingga sisa terakhir pinjaman yang tidak 
dibayar sebesar Rp. 77,441,620.- (tujuh puluh tujuh juta empat 
ratus empat puluh satu ribu enam ratus dua puluh rupiah)- 
meskipun telah berulang kali ditagih/diingatkan. Sehingga 
dengan demikian tergugat telah melakukan tindakan wanprestasi;
 (iii) bahwa kedua belah pihak telah sepakat menunjuk BASYARNAS 
untuk menyelesaikan dan/atau memutuskan jika terjadi 
perselisihan/sengketa antara mereka;
 (iv) bahwa sesuai dengan Peraturan Prosudur dalam Badan Arbitrase 
Syariah Nasional, maka Majelis Arbiter atas perkara ini  telah 
memanggil kedua belah pihak berperkara dan menganjurkan 
serta memberi  dorongan/mengusahakan untuk terjadinya 
iṣlāḥ/penyelesaian secara damai. Namun demikian tidak mencapai 
hasil kesepakatan untuk perdamaian.
 (v) Majelis Arbiter yang terdiri dari Dr. Abdul Bani Abdullah SH 
selaku Anggota dan Achmad Djauhari, S.H. selaku anggota, 
sesudah  melakukan pemeriksaan atas perkara ini  sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Prosudur berabitrase pada
BASYARNAS, akhirnya memberi  keputusannya sebagai berikut:
• Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya;
• Menyatakan sebagai bersalah bahwa tergugat telah melakukan 
ingkar janji terhadap penggugat;
• Menyatakan sebagai bersalah dan mengikat semua hal yang 
telah disepakati dan yang telah diperjanjikan oleh penggugat 
tergugat dalam perjanjian pembiayaan al-bay‘ bithaman ‘ājil;
• Menghukum tergugat dan orang lain yang mendapatkan 
hak dari padanya, untuk menjelaskan kewajiban pembayaran 
tunggakan uang sebesar Rp. 77,441,620.- (tujuh puluh tujuh 
juta empat ratus empat puluh satu ribu enam ratus dua puluh 
rupiah) kepada penggugat secara tunai dan sesaat , selambat- lambatnya 30 hari sejak putusan ini diucapkan;
• Menyatakan bersalah bahwa penggugat mempunyai hak untuk 
menjual atau mengalihkan kepada orang lain, hak atas tanah 
dan bangunan di atasnya pada lokasi yang sesuai dengan 
perjanjian pembiayaan ini .
• Menyakatan, memberi izin kepada penggugat untuk menjual 
sendiri dan mengalihkan hak atas tanah dan bangunan yang 
menjadi jaminan sesuai dengan perjanjian pembiayaan ini  
dengan harga yang dipandang layak sebatas kewajiban tergugat 
kepada penggugat;
• Menyatakan keputusan ini bersifat final dan oleh karena itu 
mempunyai kekuatan undang-undang tetap sejak diucapkan;
• Menghukum penggugat dan tergugat membayar biaya 
administrasi dan biaya pemeriksaan masing-masing 50% dari 
Rp. 400,000.- atau masing-masing sebesar Rp. 200,000,- (dua 
ratus ribu rupiah);
• Menghukum penggugat dan tergugat untuk membayar gaji 
arbiter, masing-masing 50% dari Rp. 6,000,000.- (enam juta rupiah) yaitu masing-masing sebesar Rp. 3,000,000.- (tiga juta 
rupiah):
Keputusan ini  diucapkan oleh ketua Majelis Arbiter dalam 
sidangnya pada tanggal 4 November 1999, oleh Dr. Abdul Gani 
Abdullah, S.H selaku Arbiter dan Ketua Majelis, Achmad Djauhari, 
S.H. selaku arbiter Anggota dan Fatimah Achyar, S.H selaku arbiter 
anggota, dibantu oleh Dra. Euis Nurhasaha selaku panitera pengganti, 
dihadiri oleh Kuasa Penggugat tanpa dihadiri oleh tergugat maupun 
kuasanya:
Terhadap keputusan arbitrase ini  ternyata tergugat tidak 
dengan sukarela melaksanakannya, oleh karena itu eksekusinya 
terpaksa oleh pihak penggugat diajukan melalui Mahkamah Negeri 
Jakarta Pusat.
Menurut pihak Bank , jika pihak yang kalah tidak secara 
sukarela melaksanakan keputusan, maka menjadi risiko dan beban 
tambahan baginya baik dari segi waktu maupun biaya eksekusi 
melalui Pengadilan Negeri. Namun jika dibandingkan dengan 
harus berperkara langsung dengan gugatan melalui Pengadilan 
Negeri. ini  masih jauh lebih efisien terutama dari segi waktu 
dan memohon eksekusi relatif masih mudah dan cepat jika 
dibandingkan dengan memohon keputusan dalam berperkara 
melalui Pengadilan Negeri, yang putusannya tidak bersifat final 
(karena terbuka adanya banding dan kasasi)138
(4) Perkara gugatan Bank terhadap Tuan A, dalam No. 03/Tahun 1998/
BASYARNAS/ Ka.Jak. tanggal 6 Agustus 1998, dengan uraian singkat 
sebagai berikut:
 (i) bahwa antara Bank sebagai Penggugat dengan pihak Tergugat 
telah terikat dengan perjanjian pembiayaan al-bay‘ bithaman ‘ājil
No. 05/1-BDG/BBA-IND/12/96 Tanggal 5 Disember 1996, untuk 
pembelian barang-barang, seharga Rp. 96,386,170.- (sembilan 
puluh enam juta tiga ratus delapan puluh enam ribu seratus tujuh 
puluh rupiah);
 (ii) bahwa sesuai dengan isi perjanjian, tergugat harus mengembalikan 
jumlah uang ini  secara berangsur-angsur sebagaimana 
jadwal yang telah disepakati. Namun demikian ternyata tergugat 
tidak melaksanakannya meskipun telah berulang kali diingatkan 
oleh penggugat. Sehingga karena itu tergugat telah ingkar janji.
 (iii) bahwa kedua belah pihak telah sepakat dari awal menunjuk 
BASYARNAS untuk menyelesaikan dan memutuskan perkaranya 
jika terjadi perselisihan;
 (iv) bahwa dalam persidangan Tanggal 26 September 1998, tergugat 
sepakat untuk memberi  kuasa hukum kepada penggugat 
untuk menjual barang jaminan (tanah) dan surat kuasa ini . 
Akan ditandatangani tanggal 30 September 1998 dan salinan 
resminya akan diserahkan kepada Majelis Arbiter;
 (v) bahwa dalam persidangan tanggal 25 November 1998, ternyata 
tergugat berubah pendirian, yakni dalam menentukan pembeli 
dan harga jual penggugat harus mendapat persetujuan dan 
tergugat. ini   ditolak oleh penggugat, dan akhirnya 
terjadi kompromi bahwa penggugat tetap boleh menjual barang 
jaminan dengan patokan NJOP 1998.
 (vi) Bahwa akibat tidak konsistennya tergugat dalam memenuhi 
kesepakatan, maka jangka waktu dalam proses berperkara
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Prosudur berarbitrase 
yakni 6 (enam) bulan berlalu. Namun dengan kesepakatan para
pihak, lalu  memperpanjang kuasanya kepada Majelis 
Arbiter sehingga memperolehi keputusannya dengan batas waktu 
selambat-lambatnya bulan April 2000;
 (vii) Bahwa sesudah  melalui proses upaya maksimal dan memakan 
waktu yang panjang untuk damai tidak mencapai kesepakatan,
maka Arbiter Majelis akhirnya memberi  keputusan atas 
perkara tesebut, sebagai berikut;
(1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
(2) menyatakan bersalah, tergugat telah melakukan ingkar janji 
(wanprestasi) terhadap pengugat;
(3) menyatakan sebagai hukum dan mengikat, semua hal yang 
telah disepakati dan telah diperjanjikan oleh penggugat dan 
tergugat dalam perjanjian al-bay‘ bithaman ājil;
(4) menghukum tergugat untuk menjelaskan kewajibannya 
kepada penggugat uang sebesar Rp. 96,386,170.- (sembilan 
puluh enam juta tiga ratus delapan puluh enam ribu seratus 
tujuh puluh rupiah) secara tunai dan sesaat , selambat￾lambatnya dalam tempo waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung 
sejak saat keputusan ini diucapkan:
(5) menyatakan bersalah, bahwa penggugat berhak untuk 
menjual tanah yang dijaminkan yang terletak pada lokasi 
yang dinyatakan dalam perjanjian pembiayaan ini ;
(6) menyatakan memberi izin kepada penggugat untuk menjual 
sendiri tanah yang dijaminkan, sesuai dengan Perjanjian 
pembiayaan dengan harga yang layak, sekurang-kurangnya 
seharga Rp. 14,286.-/M2, serta memakai  uang hasil 
penjualan tanah ini  untuk menjelaskan seluruh 
kewajiban Tergugat kepada Penggugat, dengan batasan,
jika ternyata hasil penjualan tanah melebihi jumlah 
kewajiban Tergugat kepada penggugat, maka penggugat 
harus mengembalikan kelebihan harganya kepada tergugat 
dan sebaliknya, jika ternyata hasil penjualan tanah 
kurang dari jumlah kewajiban tergugat kepada penggugat, 
maka kekurangnnya masih menjadi hutang tergugat kepada 
penggugat yang wajib dibayar;
(7) menghukum tergugat dan penggugat membayar biaya 
administrasi dan biaya pemeriksaan masing-masing sebesar 50% dari Rp. 400,000.- (empat ratus ribu rupiah) untuk 
masing-masing pihak;
(8) menghukum tergugat dan penggugat untuk membayar 
gaji Arbiter Majelis, masing-masing sebesar 50% dari 
Rp. 7,000,000.- (tujuh juta rupiah) atau sama dengan Rp. 
3,500,000.- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) untuk masing￾masing pihak;
(9) Menolak gugatan untuk selebihnya;
(10) Menyatakan bersalah, keputusan dalam perkara ini bersifat 
final dan mengikat (final and binding). 
Perkara ini diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis 
Arbiter pada hari Senin, tanggal 27 Maret 2000, dan diucapkan oleh 
H. Hartono Mardjono, S.H. selaku Arbiter dan Ketua Majelis, H.M Isa 
Anshari M.A., selaku Arbiter Anggota dan H. Achmad Djauhari S.H., 
selaku Arbiter Anggota dibantu oleh Dra. Euis Nurhasanah selaku 
Panitera Pengganti, pada persidangan tertutup yang diselenggarakan 
pada hari Senin tanggal 27 Maret 2000 dengan dihadiri oleh kuasa 
pengguat dan tidak dihadiri oleh tergugat.
Arbiter atau ḥakam yang menangani perkara-perkara diatas 
 Dilihat dari aspek kesyariahan, objek atau ruang lingkup sengketa 
yang ditangani oleh BASYARNAS yaitu tentang perkara wanprestasi 
(ingkar janji), tidak menepati janji dalam pembiayaan kembali fasilitas 
pembiayaan. ini  menunjukkan yang menjadi objek penanganan 
sengketa yaitu menyangkut keperdataan keuangan.
Perdamain (iṣlāḥ/ṣulḥ) selalu diupayakan oleh BASYARNAS di 
awal pemeriksaan perkara-perkaranya.Meskipun upaya ini  
selalunya gagal dan berlanjut kepada taḥkīm.
Keputusan yang telah diucapkan oleh pihak arbiter dalam masalah ￾masalah  diatas, kebanyakannya dijalankan oleh pihak termohon meski ada sebagian kecil yang harus dieksekusi ke Pengadilan Negeri.
Arbiter (ḥakam) telah memenuhi kriteria seorang arbiter yang 
berpengalaman dan berkelayakan dalam bidangnya dan minimal 
telah bergelar SH/ sarjana hukum (tamat S1).
Dasar hukum yang dijadikan rujukan dalam pemutusan perkara￾perkara yaitu antara lain dengan memakai peritimbangan: hukum 
acara - prosudur penyelesaian sengketa di BASYARNAS, hukum 
material-peraturan mengenai perBankan syariah (Undang-undang 
tentang PerBankan, Peraturan PBI, KUH Perdata, Fatwa MUI, Akad 
dalam Islam). Governing law yang diterapkan diBASYARNAS, 
Syariat Islam; Alquran dan Sunnah, selama ini belum pernah terjadi 
pertentangan antara prinsip syariat yang dipakai dengan 
perundangan positif yang diatur pemerintah, kalaupun terjadi pihak 
BASYARNAS akan mendahulukan hukum syariat.
Dilihat dari aspek prosudur atau mekanisme penyelesaian 
sengketa di BASYARNAS, Mengenai biaya: Biaya administrasi dan 
biaya honorium yang dibagi dua antara pemohon dan termohon, 
serta biaya perkara ditanggung oleh pihak yang kalah dinilai masih 
lebih murah berbanding dengan berperkara di Pengadilan Negeri. 
Mengenai lamanya sidang: rata-rata masalah -masalah  diatas diputuskan 
oleh Arbiter rata-rata sekitar 5-6 bulan, meski demikian ada yang 
sampai 2 tahun penyelesaiannya. ini  dikarenakan pihak tergugat 
tidak koperatif dalam menghadiri sidang yang berlangsung.Tenggang 
waktu diataspun masih dinilai lebih cepat dari penyelesaian sengketa 
di Pengadilan Negeri.
Keberadaan BASYARNAS sah dan memiliki landasan jelas, meskipun 
dalam pelaksanaannya BASYARNAS harus menyesuaikan diri dengan 
berbagai peraturan yang ada. ini  tidak lain agar kepentingan para 
pihak dapat terjamin dan mendapat kepastian hukum yang jelas dalam 
sistem kekuasaan kehakiman Indonesia dan pengakuan secara yuridis 
formil. Terlebih penting lagi, secara substansial, BASYARNAS haruslah 
memuat nilai-nilai yang tidak boleh keluar dari ketentuan syariat.
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai wadah 
yang menyelesaikan sengketa muamalat di Indonesia, telah dilegitimasi 
keberadaannya di Indonesia, dalam: a)Pasal 1338 KUH perdata, b) 
Pengesahan keberadaan dan kewenangan Badan arbitrase saat ini yaitu 
UU No. 30 tahun 1999.
UU No.30 tahun 1999 ini menjadi acuan BASYARNAS dalam 
pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa dalam lembaga ini , 
seperti mengenai objek sengketa, pilihan hukum (governing law), jangka 
waktu penyelesaian sengketa, tata cara pemeriksaan dan keputusan, biaya￾biaya selama proses pemeriksaan, sifat keputusan yang bersifat final dan 
binding dan hanya dapat dibatalkan dalam keadaan tertentu saja, syarat 
seorang arbiter, dan masih ada beberapa ketentuan lainnya yang diatur 
dalam prosudur dan mekanisme penyelesaian sengketa di BASYARNAS.
Dalam keputusan perkara sengketa di BASYARNAS didukung oleh
Undang-Undang, yang menjadi Undang-Undang material selain dari 
Alquran dan hadis, seperti Undang-Undang tentang PerBankan No.21 
Tahun 2008, Peraturan Bank Indonesia (PBI), KUH Perdata, Fatwa DSN 
(Dewan Syariah Nasional/MUI) seperti fatwa DSN tentang sanksi atas 
nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran. Akad dalam Islam 
(fiqh Islam). Selain itu juga memperhatikan hukum acara prosudur 
BASYARNAS yang mengacu kepada UU No. 30 tahun 1999.sesudah  meneliti prosudur dan mekanisme penyelesaian sengketa di 
BASYARNAS, serta beberapa perkara diatas yang telah diperiksa dan dan 
diputuskan ternyata dirasakan sangat efektif bagi pihak yang bersangkutan 
dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh sistem arbitrase syariah itu 
sendiri. Ditemukan beberapa dampak yang membawa keuntungan 
bersidang di lembaga ini  bagi siapa yang memakai  jasa 
BASYARNAS, termasuk diantaranya Bank Syariah berbanding bersidang 
melalui Pengadilan Negeri: 
(1) Dari segi waktu, sesuai dengan prosudur penyelesaian sengketa 
BASYARNAS dinyatakan “Seluruh proses pemeriksaan sampai 
diucapkannya keputusan oleh arbiter akan diselesaikan selambat￾lambatnya sebelum jangka waktu enam bulan, terhitung sejak tanggal 
dipanggilnya pertama kali para pihak untuk menghadiri sidang 
pertama pemeriksaan”. Dalam pelaksanaannya pada masalah -masalah  
yang telah ditangani BASYARNAS, kebanyakan penyelesaian sengketa
berkisar antara lima hingga enam bulan saja. Berbeda dengan 
sengketa yang diselesaikan di Pengadilan Negeri yang memerlukan 
waktu bertahun-tahun dalam penyelesaiannya.
(2) Dari segi biaya, sesuai dengan prosudur penyelesaian sengketa 
BASYARNAS dinyatakan “jika tuntutan sepenuhnya dikabulkan 
atau pendirian sipemohon seluruhnya dibenarkan, biaya administrasi 
dan pemeriksaan dibebankan kepada termohon, b) jika 
tuntutan ditolak, biaya administrasi dan pemeriksaan dibeBankan 
kepada pemohon, c) jika tuntutan sebagian dikabulkan, biaya 
administrasi dan pemeriksaan dibagi antara kedua-dua belah pihak 
menurut ketetapan yang dianggap adil oleh arbiter, d) honorium 
bagi para arbiter biasanya dipikul oleh kedua-dua belah pihak”. 
Dalam pelaksanaannya pada masalah -masalah  yang telah diputuskan oleh 
BASYARNAS, keputusan-keputusan kebanyakan dimenangkan oleh 
pihak pemohon dalam ini  Bank Syariah sebagai pengguna jasa 
BASYARNAS terbanyak, sehingga beban biaya proses pemeriksaan
dan administrasi selalu dibeBankan kepada termohon (nasabah 
Bank). Honorium para arbiter ditanggung kedua-dua belah pihak. 
Biaya administrasi berkisar antara Rp. 350,000 hingga Rp. 400,000,- 
Honorium Arbiter berkisar antara Rp. 6,000,000.- hingga Rp. 
7,000,000.- ditanggung oleh pemohon dan termohon. Besarnya biaya 
proses pemeriksaan bergantung juga kepada nominal uang yang 
disengketakan kedua belah pihak. Berbeda dengan bersidang di 
Pengadilan Negeri yang memerlukan biaya yang bukan sedikit karena 
antaranya harus membayar pengacara dan kadang kala berisiko mesti 
berhadapan dengan mafia peradilan.
Efesiensi baik dari segi waktu maupun biaya dalam penyelesain 
sengketa di BASYARNAS, membawa keuntungan bagi Bank Syariah, 
sehingga Bank terhindar dari kerugian secara keuangan. 
5.9. Pengaruh Penyelesaian Sengketa Muamalah melalui 
 BASYARNAS (Badan Arbitrase Muamalah Indonesia)
Hasil kajian didapati, bahwa penyelesaian sengketa muamalah oleh 
Bank Syariah kepada BASYARNAS berpengaruh cukup besar terhadap 
keberhasilan Bank dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. Hal 
ini  dikarenakan efesiensi proses arbitrase BASYARNAS (biaya dan 
waktu) ditambah penerapan prinsip syariah di ke dua lembaga ini .
Berpengaruh dan berhasil ukurannya secara tak langsung dari aspek:
(1) Keuangan yang tertunggak akibat wanprestasi dapat dikembalikan 
segera sehingga Bank tidak jadi merugi.
(2) Bank tidak mesti mengeluarkan uang banyak dalam proses bersidang 
di BASYARNAS.
(3) Efisien waktu bersidang, sehingga dapat menumpukan perhatian 
pada proyek lain dengan lebih baik.
(4) Kepercayaan nasabah bertambah dengan adanya kepastian hukum
dengan begitu lebih banyak orang yang akan simpan uang.
Kesemua butir-butir diatas secara tak langsung, berpengaruh pada 
kinerja keuangan Bank Syariah.
Annual report salah satu Bank Syariah (1998-2002) menunjukkan 
pertumbuhan: aktiva dan pembiayaan, dana pihak ke tiga, total ekuitas 
dari tahun ketahunnya. Sebagaimana teori menyatakan “Bank akan 
berkembang dengan baik salah satunya jika mempunyai akta dan 
tuntutan ganti rugi yang baik”. ini  telah dapat dibuktikan Bank 
Syariah yang melakukan kerjasama dalam penyelesaian sengketa dengan 
pihak BASYARNAS








Awal abad 20 yaitu  zaman kebangkitan dunia Islam dari 
kesuramannya di tengah arus globalisasi dunia tanpa batas. Menurut A. 
Roy, keadaan ini menumbuhkan suatu kesadaran baru untuk menerapkan 
prinsip dan nilai-nilai syariah dalam kehidupan nyata. Salah satu upaya 
yaitu penerapan institusi keuangan syariah yang berdasar  atas 
prinsip-prinsip Islam.124
Misi dan prinsip perBankan syariah ialah melaksanakan konsep 
ekonomi syariah, yakni dengan meletakkan nilai-nilai Islam sebagai 
asas dalam aktivitas perekonomian untuk mewujudkan kesejahteraan
warga  lahir dan batin. Salah satu upaya merealisasikan nilai￾nilai ekonomi Islam dalam aktivitas nyata warga  yaitu dengan 
mendirikan institusi-institusi keuangan yang beroperasi berdasar  
syariah Islam. Dari berbagai jenis institusi keuangan, perBankan yaitu  salah 
satu sektor yang besar pengaruhnya dalam aktivitas perekonomian 
warga  moderen. PerBankan syariah secara ideal akan mendorong 
dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu warga  dengan 
melakukan kegiatan fungsinya sebagai institusi intermedia untuk
pengembangan investasi sesuai dengan prinsip Islam. PerBankan syariah 
yaitu  salah satu penafsiran dan pengamalan nilai keimanan dalam 
ruang lingkup kemanusian. ini  karena, dalam Islam aktivitas ekonomi 
tidak boleh dilepaskan dari nilai keimanan kepada Allah, bahkan menjadi 
pengawal bagi pelaku ekonomi. Dari sinilah lalu  visi-misi perBankan 
syariah dibangun dan dirancang untuk meningkatkan tingkat kehidupan 
manusia. PerBankan syariah mestilah menjadi alternatif perBankan yang 
menentukan bagi penggunaan perBankan selain perBankan konvensional.125
Hingga Tahun 2015 ini, ada 11 Bank Umum Syariah: 1) Bank 
Muamalat Indonesia, 2) Bank Syariah Mandiri, 3) Bank Syariah BNI, 4) Bank 
Syariah BRI, 5) Bank Syariah Mega Indonesia, 6) Bank Jabar dan Banten, 7) 
Bank Panin Syaria, 8) Bank syariah Bukopin, 9) Bank Viktoria Syariah, 10) 
Bank BCA Syariah, 11) Bank MayBank Indonesia Syariah.
Adapun Populasi Unit Usaha Syariah berjumlah 11 unit: 1) Bank 
Danamon, 2) Bank permata, 3) Bank Internasional Indonesia BII, 4) CIMB 
Niaga, 5) HSBC, Ltd, 6) Bank DKI BPT, 7) Bank BTN, 8) Bank Tabungan 
Pensiun, 9) Bank OCB NISP, 10) Bank Sinar Mas, 11)BPD.
Konsep perBankan syariah mendasarkan operasinya yaitu larangan 
atas bunga (interest free) dan memakai  konsep bagi hasil (profit and 
loss sharing) sebagai penggantinya. Para pemikir Islam sudah banyak 
menjelaskan bahwa landasan bunga (interest) itu dilarang karena 
menimbulkan terjadinya ketidakadilan (injustice) dalam tatanan ekonomi , warga .126 Sebaliknya, perBankan syariah secara konsep didasarkan 
atas prinsip kerjasama berdasar  persamaan (equality), bukan pola 
hubungan debitur-kreditur yang antagonis, keadilan (fairness), kejujuran 
(transparency), hanya mencari keuntungan yang halal semata-mata. 
Di samping itu, secara makro juga mempunyai misi untuk melakukan 
pembangunan pengurusan keuangan kepada warga  (proses 
tarbiyah), mengembangkan persaingan yang sehat, menghidupkan 
institusi zakat, dan membentuk ukhuwah (networking) dengan institusi 
keuangan Islam lainnya di dalam maupun luar negeri.127
Bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Syariah Muamalat 
Indonesia Tbk., didirikan pada tanggal 1 November tahun 1991 
berdasar  akta Notaris Yudo Paripurno, S.H., No.1. Akta pendirian ini 
telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat 
Keputusan No. C2-2413.HT 01.01.Th.92 tanggal 21 Maret 1992 dan 
diumumkan dalam Berita Negara No. 34 tanggal 28 April 1992, tambahan 
No. 1919A, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. berdasar  
Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 131/KMK.017/1995 tanggal 30 
Maret 1995, perseroan terbatas dinyatakan sebagai Bank yang beroperasi 
dengan sistem bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat atas inisiatif Majelis 
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah yang lalu  didukung 
oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan Islam Indonesia yang 
mempunyai perhatian yang besar terhadap ekonomi umat Islam.
Pendirian Bank Muamalat segera memperoleh tanggapan positif 
dari pemerintah dan warga , sebagaimana tercermin pada komitmen 
untuk membeli saham perseroan terbatas sebesar Rp 84 miliar pada 
saat penandatanganan akta pendirian perusahaan perseroan terbatas 
ini . Acara silaturahmi lalu  diselenggarakan di Istana Bogor, 
yang mana didapat tambahan komitmen dari warga  Jawa Barat 
sehingga menjadi Rp 106 miliar. Pada 27 Oktober 1994, hanya dua tahun 
sesudah  didirikan, Bank Muamalat menerima izin devisa sehingga berhak 
menyadang status sebagai Bank Devisa berdasar  Surat Keputusan 
Pengurus Bank Indonesia No.27/76/KEP/DIR. Pengakuan ini semakin 
memperkokoh posisi pendirian.128
Keunggulan penerapan konsep Islam dalam sistem perBankan telah 
terbukti, terutama pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia. saat  
banyak Bank konvensional bangkrut dan perlu dibantu oleh negara 
atau bahkan mesti dibubarkan, Bank Muamalat tetap unggul dan tidak 
mengalami kerugian yang besar akibat negative spread. Pada tahun 1998, 
nisbah pembiayaan macet (NPF) mencapai 65%. Perusahaan mencatat 
kerugian sebesar Rp 105 Miliar. Dan ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 
39.3 Miliar, kurang sepertiga dari modal investasi awal. Dalam usaha untuk 
memperkuat modal, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, 
dan ini  ditanggapi positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang 
berkedudukan di Jeddah. Sehingga dalam Rapat Umum Pemegang Saham 
(RUPS) pada 21 Jun 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang 
saham Bank Muamalat. Oleh karena itu, dalam peringkat waktu antara 
tahun 1999 dan 2000 yaitu  masa yang penuh dengan tantangan 
sekaligus kejayaan bagi Bank Muamalat.129 Belajar dari pengalaman Bank 
Muamalat ini , banyak bermunculan sesudah  itu, Bank-Bank Syariah 
baru di jagad perindustrian perBankan syariah di Indonesia.Bank Islam yaitu salah satu badan yang berusaha merealisasikan 
nilai-nilai Islam dalam aktivitas kehidupan warga  dengan mendirikan 
institusi-institusi keuangan yang beroperasi berdasar  syariah Islam.
Dari berbagai jenis institusi keuangan, perBankan yaitu  sektor yang 
paling besar pengaruhnya dalam aktivitas perekonomian warga  
modern. Secara umum tujuan utama Bank Islam yaitu mendorong 
dan mempercepat kemajuan ekonomi warga  dengan melakukan 
kegiatan perBankan, finansial (keuangan), komersial dan investasi sesuai 
dengan prinsip Islam. 
Sasaran untuk memperoleh keuntungan yang tinggi (profit 
maximization) yaitu tujuan yang biasa dicanangkan oleh Bank 
komersial, terutama Bank-Bank swasta. Berbeda dengan tujuan ini, Bank 
Islam berdiri untuk menggalakkan, memelihara serta mengembangkan 
jasa serta produk perBankan yang berasaskan syariah Islam. Bank Islam 
juga memiliki kewajiban untuk mendukung tumbuhnya aktivitas investasi 
dan perniagaan lain selama aktivitas ini  tidak dilarang dalam Islam. 
Prinsip utama Bank Islam terdiri dari larangan atas riba pada semua jenis 
transaksi: pelaksanaan aktivitas (fairness) dan keterbukaan (transprarency); 
pembentukan jalinan yang saling menguntungkan, serta keuntungan 
yang diperoleh mesti dari usaha dan cara yang halal. Selain itu, ada satu 
ciri khas, yaitu Bank Islam mengeluarkan dan mengelola uang zakat bagi 
membantu mengembangkan lingkungan warga nya.130
Walaupun demikian, sama seperti business entity lainnya, Bank Islam 
tentu diharapkan dapat menghasilkan keuntungan dalam operasionalnya. 
Jika tidak, tentu Bank Islam ini  dianggap tidak amanah dalam 
mengelola dana-dana yang disalurkan kepada warga . berdasar  
pertimbangan-pertimbangan ini , selain bertujuan untuk mendapatkan keuntungan seperti institusi perniaagaan lain, maka Bank 
Islam harus menyelaraskan antara tujuan profit dengan aspek moralitas 
Islam yang melandasi semua operasionalnya.131
Tujuan-tujuan ini  dapat dilihat pada motto dan misi-misi Bank 
Islam yang ada, misalnya:132 a) Faysal Islamic Bank of Bahrain: “Sesuai 
Syariah, Pelayanan Jasa Keuangan, Kemitraan yang Menguntungkan“; b) 
Bank Islam Malaysia Berhad: “Sesuai Syariah, Transaksi Komersial yang 
Menguntungkan, Tumbuh dan Berkembang“; c) Islami Bank Bangladesh 
Limited: ”Menciptakan Kesejahteraan, Keseteraan dan Keadilan pada 
Semua Aktiviti Ekonomi“; d) Kuwait Finance House: “Sesuai Syariah, 
Jasa PerBankan dan Investasi;“ e) Faysal Islamic Bank of Bahrain: 
“Mempromosikan, Memelihara, dan Mengembangkan Prinsip-prinsip 
Syariah; Menggalakkan Investasi dan Entrepreneur yang Halal“; f) Jordan 
Islamic Bank: “Sesuai Syariah: Penyedia Jasa PerBankan, Keuangan, dan 
Investasi“; g) Bank Muamalat Indonesia: “Sesuai Syariah, Profitable, Social 
Concern“
4.4 Bank Syariah dan Akad (Kontrak)
Aplikasi akad atau kontrak dalam wacana fikih pada Bank Syariah 
dapat dilihat pada Tabel 4.1

(1) Giro Wadī‘ah(Wadī‘ah Current Account)
yaitu  titipan dana pihak ketiga berupa rekening giro yang 
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan memakai  cek, 
bilyet, giro dan pemindahbukuan. Bank akan memberi  bonus 
kepada nasabah berdasar  pendapatan Bank.
(2) Tabungan umat (Ummat Savings)
yaitu  simpanan yang penarikannya dapat dilakukan 
setiap saat di seluruh cabang maupun ATM Bank berkenaan sesuai 
ketentuan yang berlaku. Segmen yang dituju yaitu semua kalangan 
tanpa batasan usia. Dengan kartu ATM ini , nasabah juga 
dapat melakukan penarikan di seluruh mesin ATM Bank rekanan, 
dan ATM Bersama. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal 
dari pendapatan Bank atas dana ini . Fasilitas asuransi dapat 
dinikmati oleh nasabah Tabungan Umat.
(3) Tabungan Arafah (Arafah Savings)
yaitu  Tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan 
membantu nasabah untuk merancang ibadah haji sesuai dengan 
kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan. 
Dengan fasilitas asuransi , Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap 
terjamin. Keistimewaan Tabungan Arafah antara lain menguntungkan, 
terencana, terjamin dan aman.
(4) Tabungan Ummat Co-Branding
yaitu  simpanan yang khusus disediakan bagi nasabah 
perseorangan yang terkumpul dalam suatu kumpulan. Anggota 
kumpulan ini  dapat membuka simpanan di Bank berkenaan 
dan memperoleh kartu ATM dengan corak khusus yang pada 
sisi depannya bercetak logo bersama Bank dan kumpulan yang 
bersangkutan.
(5) Tabungan Ummat Ukhuwah
yaitu  tabungan yang khusus disediakan bagi nasabah 
Bank yang ingin membayar zakat, infaq dan sedekah melalui Dompet 
dhuafa Republika. Penabung akan memperoleh kartu ATM dengan 
corak khusus.
(6) Tabungan Ummat B-Card
yaitu  tabungan yang khusus disediakan bagi nasabah 
Bank yang ingin melakukan pembayaran zakat, infaq dan sedekah 
melalui Baitulmaal Bank Syariah. Penabung akan memperoleh kartu 
ATM dengan corak khusus.
(7) Tabungan Muḍārabah
yaitu  investasi pihak ketiga di Bank baik dalam mata 
uang rupiah maupun USD dengan tempo masa tertentu yang 
diperuntukkan bagi nasabah perseorangan, perusahaan, yayasan, 
koperasi dan lembaga berbadan hukum lainnya, untuk dikelola 
secara syariah dan memperoleh bagi hasil. Tabungan muḍārabahdapat diperpanjang secara automatis (ARO) serta dapat dipakai 
sebagai jaminan pembiayaan atau untuk mendapatkan rujukan Bank.
(8) Tabungan fulinves (fulinves deposit)
yaitu  jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah 
perseorangan dengan bagi hasil yang menarik. Tabungan itu 
ada dalam jangka waktu 1,3,6 dan 12 bulan. Fasilitas ansuransi 
jiwa diberikan kepada nasabah yang memilih jangka waktu 6 dan 
12 bulan, yang diperuntukan bagi nasabah individu, perusahaan, 
yayasan, koperasi dan lembaga berbadan hukum lainnya, untuk 
dikelola secara syariah dan memperoleh bagi hasil. Tabungan 
fulinves dapat diperpanjang secara automatik (ARO) serta dapat 
dipakai sebagai jaminan pembiayaan atau untuk mendapatkan 
rujukan Bank. Tabungan Fulinves dalam nilai uang rupiah bernilai 
di atas dua juta rupiah memperoleh kemudahan asuransi jiwa 
bernilai jumlah tabungan dan/atau maksimal lima puluh juta rupiah. 
Sementara Tabungan Fulinves dalam nilai uang USD senilai USD 500 
memperoleh kemudahan asuransi jiwa bernilai jumlah tabungan dan 
atau maksimal sebesar lima puluh juta rupiah sesudah  ditukar ke nilai 
uang rupiah.
(9) Dana Pensiun (Pension Fund)
Dana pensiun dapat dipilih oleh mereka yang berusia minimal 
18 tahun, atau sudah menikah dan berusia maksimal 60 tahun. 
iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp. 20,000 per bulan dan
pembayarannya dapat dibayar secara automatis melalui rekening 
Bank berkenaan atau dapat dipindahkan dari Bank lain. Peserta juga 
dapat mengikuti program wasiat ummat, yang mana selama masa 
menjadi ahli, peserta dilindungi asuransi ini, keluarga peserta akan 
memperoleh dana pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal 
jika peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa pensiun.
(1) Metode Pembiayaan Jual Beli
(a) Murābaḥah, yaitu akad jual beli antara nasabah dan Bank. Bank 
membiayai (membelikan) keperluan investasi nasabah yang 
dijual dengan harga pokok ditambah dengan keuntungan yang 
diketahui dan disepakati bersama. Pembayaran dilakukan dengan 
cara angsurselama tempo masa yang telah ditentukan.
(b) Salam, yaitu pembelian dengan pembayaran diawal atas hasil 
pertanian dengan kriteria tertentu dari petani (nasabah 1) dan 
dijual kembali kepada pihak lain (nasabah 2) yang memerlukan 
dengan tempo masa pengiriman yang ditetapkan bersama. 
Sebelum membeli hasil pertanian dari nasabah pertama, Bank 
terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah kedua untuk 
membeli hasil pertanian dari nasabah pertama dan menetapkan 
harga pembelian dan penjualan disetujui bersama antara nasabah 
pertama dan nasabah kedua. Menurut jumhur ulama, istisnā‘ sama 
dengan salam yaitu dari segi obyek pesanannya harus dibuat atau 
dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya 
hanya terletak pada sistem pembayaran. Pembayaran untuk 
produk pembiayaan salam dilakukan sebelum barang diterima, 
sedang  istiānā‘ dilakukan sesudah  barang diterima.
(c) Istiṣnā‘, yaitu akad jual beli antara nasabah Bank, yang mana 
keperluan barang nasabah ini  dilakukan berdasar  
pesanan (barang belum jadi) dengan kriteria tertentu seperti 
jenis, bentuk atau model, kualitas dan jumlah barang. Bank 
memesan barang pesanan nasabah kepada pengeluar sesuai 
dengan perjanjian yang mengikat. sesudah  barang siap, maka Bank 
menjual barang ini  kepada nasabah dengan persetujuan 
yang telah ditentukan
(2) Metode Pembiayaan Sewa Beli
Pembiayaan sewa beli dilakukan melalui produk Ijārah 
Muntahiya Bitamlīk, yakniperjanjian antara Bank sebagai pemberi 
sewa (yang menyewakan sesuatu/barang) dengan nasabah sebagai 
penyewa (lessee). Penyewa setuju akan membayar uang sewa selama 
masa sewa yang dijanjikan. Penyewa setuju akan membayar uang 
sewa selama masa sewa yang dijanjikan dan pada akhir sewa, terjadi 
pemindahan hak pemilikan dari Bank kepada penyewa.
(3) Bagi Hasil
(a) Musyārakah, yaitu kerjasama perkongsian dana yang dilakukan 
oleh dua atau lebih anggota perkongsian dalam suatu usaha 
yang dijalankan oleh pelaksana usaha. Pembagian keuntungan 
dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama. Pelaksana usaha 
itu boleh dilakukan oleh salah satu dari masing-masing anggota 
peserta dana atau boleh juga pihak lain yang disepakati bersama. 
Dalam pembiayaan ini, pemilik dana boleh melakukan intervensi 
pengurusan dalam usaha ini .
(b) Muḍārabah, yaitu pembiayaan bagi hasil antara Bank sebagai 
pemilik modal (ṣāḥib al-māl) dan nasabah sebagai pengelola 
(muḍārib) modal ini . lalu antara Bank dan nasabah
akan berbagi hasil atas pendapatan nasabah dalam mengelola 
usahanya dengan nisbah yang telah disepakati bersama. jika 
terjadi kerugian, maka kerugian dalam bentuk uang akan 
ditanggung oleh Bank, sedang  nasabah akan menanggung 
kerugian dalam bentuk kehilangan usaha, nama baik (reputasi), 
dan waktu. Pengembangan dari skim muḍārabah yaitu 
muḍārabahmuqayyadah penyimpan mensyaratkan, dananya 
hanya untuk membiayai proyek tertentu. Bank akan mencarikan 
proyek yang diperlukan, dan menemukannya dengan penyimpan 
ini . Bank dalam ini  akan mendapatkan bayaran jasa 
administrasi dan kutipan yang dilakukan. Pembiayaan muḍārabah
dapat dipakai untuk pembiayaan investasi dan modal kerja 
pada semua sektor usaha, terutama untuk menyesuaikan 
keperluan dana pada sektor usaha yang tidak dapat dibiayai 
dengan skema pembiayaan jual beli (Murābaḥah ), karena tidak 
ada barang yang dapat dijual belikan 
(c) Muḍārabah Muqayyadah
 Perjanjian kerjasama antara nasabah atau dan Bank sebagai 
pihak ṣāḥib al-māl dengan pihak pengelola (muḍārib) untuk 
diusahakan pada proyek tertentu (produktif dan halal).Dana 
ini  tidak boleh dipakai selain dari usaha yang telah ditentukan.Pembagian hasil keuntungan dilakukan sesuai nisbah 
yang disepakati bersama.
Secara prinsip muḍārabah yaitu  bagian dari musyārakah 
dengan beberapa perbedaan sebagaimana dalam Tabel 4.3.

Selain produk pembiayaan, Bank syariah juga mengeluarkan 
beberapa produk jasa perBankan (fee-based service).
(1) Surat Kredit (LC)
Produk ini dikeluarkan oleh Bank untuk membantu kelancaran 
transaksi perdagangan (eksport-import) antar negara di mana surat 
kredit berperan sebagai penghubung, dan pengambilalihan risiko 
bagi pihak terkait. 
(2) Pindahan
Pindahan dapat dilakukan di dalam maupun luar negeri. 
Transaksi uang antara Bank baik dalam negeri maupun luar negeri 
untuk kepentingan nasabah maupun pihak Bank sendiri.
(3) Inkaso
Inkaso yaitu proses penagihan warkat-warkat Bank yang 
dilakukan oleh Bank-Bank yang berada di luar wilayah kliring untuk 
penyelesaian transaksi antar nasabah mereka.
(4) Pembayaran Gaji
yaitu  jasa yang disediakan untuk memberi  kemudahan 
kepada perusahaan atau institusi lainnya dalam pembayaran gaji 
pekerjanya.
(5) Anjak Piutang
Anjak piutang yaitu  perpindahan piutang nasabah ke Bank. 
Nasabah meminta Bank membayarkan terlebih dahulu piutang yang 
timbul baik dari jual beli maupun transaksi lainnya yang halal. Atas 
bantuan Bank untuk menyelesaikan hutang nasabah terlebih dahulu, 
Bank dapat meminta bayaran jasa kepada nasabah yang jumlahnya 
berdasar  pertimbangan faktor risiko bila piutang ini  tidak 
tertagih.
(6) Bank Garansi
Bank Garansi yaitu surat jaminan yang diterbitkan oleh Bank 
untuk menjamin pihak ketiga atas pemintaan nasabah sehubungan 
dengan transaksi ataupun kontrak yang telah mereka sepakati 
sebelumnya. Pemberian jaminan ini pada umumnya disyaratkan 
oleh pihak ketiga terhadap rekan kerjanya, yang bertujuan untuk 
mendapatkan kepastian dilaksanakannya isi kontrak sesuai seperti 
yang telah disetujui. 
(7) Dana Talangan
Produk perBankan ini untuk nasabah yang memerlukan dana 
untuk keperluan mendesak dengan kriteria tertentu dan bukan untuk 
tujuan konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka 
waktu tertentu dan dapat dikembalikan sekaligus atau beransur￾ansur.
(8) Gadai
Gadai (rahn) dipakai sebagai alternatif pergadaian yang 
bersifat membantu nasabah dalam keadaan memerlukan yang 
mendesak. Nasabah menyerahkan barang yang akan digadaikan 
pada Bank. Spesifikasi “barang“ ditetapkan dalam kebijakan internal 
Bank. Begitu pula dengan jangka waktu gadai. Sementara Bank hanya 
mengenakan biaya administrasi satu kali di awal permohonan.
(9) Deposit Box
Produk ini yaitu  jasa simpanan (wadī‘ah) yang mana Bank 
hanya menyediakan fasilitas simpanan, mengatur sistem administrasi 
untuk masuk dan ke luar ruang fasilitas, sedang  kunci diserahkan 
kepada nasabah sehingga Bank tidak dapat mengetahui isi simpanan 
ini . Bank akan membeBankan bayaran kepada nasabah 
atas kemudahan penggunaan peti box ini  dan sekaligus 
bertanggungjawab atas keselamatan ruangan serta fasilitasnya.
(10) Jual beli Mata Uang Asing
Produk ini yaitu  transaksi pertukaran baik antara emas 
dan perak maupun pertukaran mata uang asing dengan domestik 
dan sebaliknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jual beli uang asing 
(ṣarf) yaitu jasa yang diberikan oleh Bank