Tampilkan postingan dengan label sapi 6. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sapi 6. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2024

sapi 6




 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bangsa, umur, jenis kelaminpada sapi potong 

Peranakan Ongole (PO), Simmental PO (SimPO) dan Limousin PO (LimPO) terhadap kualitas fisik, kimia 

dan profil asam lemak daging.Sebanyak 180 ekor sapi dibagi menjadi 60 ekor PO, 60 ekor SimPO, 60 

ekor LimPO, setiap bangsa dibagi menurut jenis kelamin masing-masing 30 ekor, dan setiap jenis kelamin 

dikelompok lagi sesuai tingkatan umur (1,5-2,0 tahun); (2,5-3,0 tahun); (>4,0 tahun) yang masing-masing 

10 ekor. Variabel yang diambil meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, kualitas fisik dan

kimia otot Longissimus dorsi (LD). Data dianalisa  menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola 

faktorial 3x3x2 pada bangsa, umur dan jenis kelamin dan apabila terdapat data yang berbeda nyata diuji 

lanjut menggunakan Duncan’s new multiple range test. Hasil menunjukkan bahwa bangsa dan umur 

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Jenis 

kelamin berpengaruh nyata (P<0,05) pada bobot potong dan bobot karkas. Umur dan jenis kelamin 

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan lemak. Interaksi terjadi antara umur dan jenis kelamin 

terhadap bobot potong, bobot karkas dan kadar air. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bangsa 

sapi LimPO menghasilkan bobot hidup dan bobot karkas lebih tinggi dibanding PO dan SimPO,

sedangkan sapi PO mempunyai kualitas kimia daging lebih baik dibanding sapi SimPO dan LimPO.  

Indonesia memiliki keanekaragaman 

bangsa sapi, antara lain sapi PO, SimPO, 

dan LimPO. Daerah Istimewa Yogyakarta 

(DIY) merupakan daerah terdekat dari pusat 

populasi sapi PO yaitu wilayah Kabupaten 

Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Kedekatan 

antara wilayah ini menyebabkan sapi-sapi 

silangan PO banyak dijumpai di DIY. Daging 

sapi masih menjadi pilihan masyarakat 

karena nilai gizi yang lengkap. Daging sapi 

memiliki kandungan protein 18,8%, air 66%, 

dan lemak 14% , Konsumen saat ini lebih selektif 

memilih daging yang dikonsumsinya. 

Kandungan nutrien daging yaitu protein, 

lemak, asam lemak tak jenuh dan kolesterol 

akan menentukan pilihan konsumen. 

Kandungan nutrient yang bagus diharapkan 

mampu mencegah timbulnya penyakit 

degeneratif seperti penyakit jantung koroner 

dan tekanan darah tinggi (hipertensi).

Perbedaan bangsa ternak akan 

berpengaruh terhadap produksi daging sapi. 

Bangsa dengan tipe besar akan lebih 

berdaging (lean) dan mempunyai banyak 

protein, proporsi tulang lebih tinggi dan 

lemak lebih rendah dari pada ternak tipe kecil 

,Proporsi komponen karkas 

dapat dipengaruhi oleh umur ternak. 

Pertumbuhan ternak paling cepat adalah 

pada waktu pedet sampai umur dua tahun,

kemudian pada umur empat tahun mulai 

berkurang dan setelahnya pertumbuhan 

mulai konstan , 

bahwa kelompok umur ternak yang lebih tua 

mempunyai bobot lemak yang lebih tinggi 

dibandingkan dengan ternak muda.

Komponen lain yang dapat mempengaruhi 

proporsi karkas adalah jenis kelamin. 

Klasifikasi jenis kelamin (sex-class) 

berpengaruh nyata terhadap terhadap bobot 

karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal 

lemak punggung rusuk ke-12 dan persentase 

lemak ginjal, pelvis dan jantung (Harapin, 

2006). Sapi jantan akan mempunyai 

pertumbuhan yang lebih cepat dari pada sapi 

betina karena adanya hormon androgen

Komposisi kimia daging secara umum 

dapat diestimasi, antara lain kadar: air, 

protein, lemak, karbohidrat, substansi substansi non-protein yang larut, termasuk 

substansi nitrogenous dan substansi 

anorganik berbeda antara bangsa, umur dan 

jenis kelamin, kadar air semakin tua ternak 

relatif menurun sebaliknya kadar lemaknya 

naik semakin bertambah umurnya. Air dalam 

daging segar sebagai komponen kimia 

terbesar mempengaruhi kualitas daging 

terutama jus daging (juiceness), keempukan 

(tenderness), warna dan citarasa ,

Tujuan penelitian ini adalah untuk 

mengetahui pengaruh bangsa, umur, serta 

jenis kelamin terhadap kualitas daging sapi 

potong dan mengetahui interaksi bangsa, 

umur, serta jenis kelamin pada sapi potong.

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat 

digunakan untuk menentukan pemilihan

bangsa, jenis kelamin dan umur yang 

memiliki kualitas daging sapi terutama 

mengenai komposisi kimia daging, asam 

lemak, dan kolesterol yang baik pada sapi 

PO, SimPO dan LimPO. 

Materi dan Metode

Materi yang digunakan dalam 

penelitian ini adalah 180 ekor jantan dan 

betina dari sapi PO, SimPO, LimPO, yang 

dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu umur 

0,0 – 2,0 tahun; 2,5 – 3,0 tahun; dan lebih 

dari 4,0 tahun. Alat yang digunakan adalah 

timbangan sapi hidup merk FKH berbobot 

maksimal 1.000 kg dengan ketelitian 1 kg.

Data yang amati meliputi Bangsa, Jenis 

kelamin, Umur, Bobot badan dan Bobot 

karkas. Sapi yang memenuhi kriteria diambil 

sampel daging pada bagian Longissimus 

Dorsi (LD) sebanyak 300 g, diikumpulkan 

sampai semua materi variabel perlakuan 

terpenuhi dan disimpan pada suhu –18°

C

baru digunakan untuk uji fisik dan Kimia. 

analisa  data menggunakan rancangan acak 

lengkap pola faktorial 3x3x2 untuk performan 

sapi yaitu bangsa sapi, umur, jenis dan 

kelamin apabila terdapat data yang berbeda 

nyata diuji lanjut menggunakan duncan’s 

new multiple range test. 

Hasil dan Pembahasan

Bobot potong, bobot karkas dan 

persentase karkas

Pada Tabel 1 diketahui bahwa rerata 

bobot potong paling besar dimiliki oleh 

bangsa sapi LimPO dengan: 471,32±65,55 

kg, SIMPO: 458,68±63,12 kg dan PO: 

428,67±61,76 kg. Berdasarkan analisa  

statistik diketahui bahwa variabel bobot 

potong pada faktor bangsa sapi berbeda 

sangat nyata yaitu (P<0,01). rerata bobot potong sapi 

SIMPO dan LimPO adalah 540,71 - 541,63 

kg. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ilham 

(2012) yang menyatakan bahwa bobot 

potong bangsa sapi PO lebih rendah 

dibanding bangsa sapi silangan SimPO 

maupun Brahman cross ,

rerata bobot potong sapi PO 395,66 - 442,83 

kg sedangkan Soeparno (2005) menyatakan 

bahwa faktor genetik dan lingkungan 

mempengaruhi laju petumbuhan dan 

komposisi tubuh yang meliputi distribusi 

berat, dan komposisi kimia komponen 

karkas. Variasi fenotip yaitu penampilan 

performan suatu individu ternak pedaging 

disebabkan oleh hereditas, lingkungan atau 

interaksi keduanya.

Faktor jenis kelamin pada analisa  

statistik menunjukkan perbedaan yang 

sangat nyata (P<0,01). Perbedaan jenis 

kelamin bangsa sapi potong turut 

memberikan andil pada perbedaan bobot 

potongnya, bobot potong sapi jantan 

487,18±52,93 kg sapi betina 418,60±59,04

kg. Hal ini disebabkan oleh hormon kelamin 

jantan yang memicu  pertumbuhan 

lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan 

dengan ternak betina. Perbedaan bobot 

potong antara sapi jantan dan sapi betina 

dikarenakan akumulasi proses pembentukan 

otot yang dipengaruhi oleh kerja hormon

Faktor umur pada analisa  statistik 

menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05). 

Umur 0,0-2,0 tahun bobot potong 

458,68±63,12 kg; 2,5 – 3,0 tahun bobot 

potong 457,17±75,60 kg dan umur >4,0 

tahun bobot potong 463,13±42,12 kg. Hasil 

ini sesuai dengan penelitian Hafid dan 

Priyanto (2006) menunjukkan bahwa rerata 

bobot potong sapi BX heifer dan steer

cenderung meningkat seiring dengan 

bertambahnya umur ternak. Perbedaan 

bobot potong ini dikarenakan semakin 

bertambahnya umur, sapi akan mengalami 

pertumbuhan pada organ, depot lemak, 

persentase otot dan tulang.

Berdasarkan uji analisa  statistik 

antara umur dan jenis kelamin terdapat 

interaksi yang nyata (P<0,05). 

rerata bobot potong sapi BX heifer dan steer 

cenderung meningkat seiring bertambahnya 

umur ternak. Hasil ini menunjukkan faktor 

umur akan berpengaruh pada peningkatan 

depot lemak serta peningkatan persentase 

lainya misalnya otot dan tulang. Jenis 

kelamin akan berpengaruh pada peranan 

dari steroid hormon dari perbedaan jenis 

kelamin. Hasil ini sesuai dengan penelitian 

 bahwa interaksi keduanya 

terjadi akibat adanya testoteron atau 

androgen yang dihasilkan oleh testis dan 

menyebabkan pertumbuhan ternak jantan 

lebih cepat dibandingkan ternak betina. 

bahwa kastrasi mengubah sistem hormonal 

ternak jantan sehingga memicu  

perubahan komposisi tubuh dan karkas. 

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 

interaksi yang terjadi pada umur dan jenis 

kelamin, pada proses pertumbuhan 

kandungan hormone testoteron maupun 

androgen mampu mempengaruhi bobot 

potong.

Bobot karkas

Tabel 2 menunjukkan bobot karkas 

terbesar dimiliki oleh bangsa. Hasil analisa  

statistik menunjukkan bahwa faktor bangsa

dan jenis kelamin sapi berbeda sangat nyata 

(P<0,01) terhadap bobot karkas,. Sedangkan 

faktor umur pada analisa  statistik 

menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05).

Umur 0,0 -2,0 tahun, bobot karkas 

219,08±43,55 kg, umur 2,5 – 3,0 tahun, 

bobot karkas 228,90±46,90 kg,dan umur 

>4,0 tahun, bobot karkas 235,27±29,12 kg. 

Budiarto (2010) menyatakan bahwa rerata 

bobot karkas sapi PO 186,15 kg dan sapi 

SimPO 219,10 kg, hasil tersebut tidak jauh 

berbeda dengan data penelitian. Besarnya 

bobot karkas sangat dipengaruhi kondisi 

ternak sebelum dipotong, dan bobot kosong 

tubuh ternak. Bobot karkas sapi PO: 

209,60±34,78 kg, bobot karkas sapi SimPO 

235,10±41,09 kg dan bobot karkas sapi

LimPO: 238,50 ± 40,92 kg. Aberle et al. 

(1975) menyatakan bahwa bangsa sapi 

SimPO maupun LimPO merupakan jenis sapi 

silangan dari Bos Taurus yang termasuk tipe 

besar dan memiliki bobot potong yang lebih 

besar dibanding sapi PO. 

Faktor jenis kelamin juga menunjukkan 

pengaruh terhadap bobot karkas sapi jantan: 

250,86±33,68 kg dan sapi betina 

204,64±33,96 kg, bobot karkas sapi jantan 

lebih berat dari pada sapi betina. Harapin 

(2006) menyebutkan bahwa klasifikasi jenis 

kelamin berpengaruh terhadap rerata bobot 

karkas cow, heifer dan steer pada sapi (BX) 

yaitu 128 kg, 129 kg, dan 119 kg. Soeparno  

(2005) menyatakan bahwa faktor lain yang 

mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis 

kelamin, hormon, dan genotip. Hafid (2002) 

menyatakan bahwa testosteron atau 

androgen merupakan suatu hormon steroid 

yang dihasilkan oleh testis yang 

menyebabkan pertumbuhan ternak jantan 

lebih cepat dibandingkan betina terutama 

setelah timbulnya pubertas.

Faktor umur menunjukkan semakin tua 

umur sapi semakin berat bobot karkasnya. 

bahwa umur 

sebagai salah satu faktor yang 

mempengaruhi bobot karkas termasuk di

dalamnya adalah rasio daging dan tulang, 

kadar dan distribusi lemak serta kualitas 

dagingnya, berkaitan erat dengan 

pertumbuhan. Pertumbuhan dalam bobot 

persatuan waktu dan perubahan dalam 

bentuk dan komposisi tubuh disebabkan laju 

pertumbuhan yang berbeda.

Berdasarkan uji analisa  statistik antara 

umur dan jenis kelamin terdapat interaksi

yang nyata (P<0,05). 

menyatakan, pertambahan bobot ternak 

muda akan meningkat terus dengan laju 

pertambahan yang tinggi sampai dicapai 

pubertas dan akhirnya tidak terjadi 

peningkatan bobot badan setelah mencapai 

kedewasaan. Jika berat badan masih 

meningkat, itu hanya disebabkan 

penimbunan lemak di bawah kulit (subcutan) 

dan lemak pada perut (abdomen) bukan 

pertumbuhan tulang dan daging. Interaksi 

keduanya diduga dikarenakan peningkatan 

depot lemak serta peningkatan persentase 

pertumbuhan otot pada pertambahan umur 

dan peranan dari steroid hormon dari 

perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan 

pertumbuhan sapi jantan lebih cepat 

dibandingkan sapi betina. Usmiati dan 

 

komponen utama karkas terdiri atas jaringan 

otot (daging) dan tulang di mana kecepatan 

pertumbuhan tulang dan daging sapi akan 

terjadi pada umur 1 – 3 tahun dan berhenti 

pada umur 3 tahun. Kecepatan pertumbuhan 

inilah yang akan mempengaruhi berat badan 

sapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 

ada interaksi yang terjadi pada umur dan 

jenis kelamin, semakin bertambah umur sapi 

maka bobot hidup dan bobot karkasnya akan 

semakin tinggi. Jenis kelamin akan 

berpengaruh pada produksi lemak di karkas 

setelah terjadi pubertas, daging ternak betina 

akan lebih mengandung lemak dibanding 

dengan jantan. 

Persentase karkas

Tabel 3. menunjukkan persentase 

karkas terbesar dimiliki oleh bangsa sapi 

SimPO. Sedangkan hasil statistik 

menunjukkan bahwa faktor bangsa dan jenis 

kelamin menghasilkan perbedaan yang 

sangat nyata (P<0,01). Hasil penelitian 

persentase karkas sapi PO : 48,81±2,68%, 

SIMPO 51,06±3,50% dan LimPO 

50,42±2,88% lebih tinggi dibanding hasil 

bahwa persentase karkas sapi PO 48,4% 

dan sapi SimPO 49,06%. Data penelitian ini 

menunjukkan bahwa faktor bangsa 

mempunyai pengaruh terhadap persentase 

karkas. Soeparno (2005) menyatakan 

perbedaan komposisi tubuh dan karkas di 

antara bangsa ternak, terutama disebabkan 

oleh perbedaan ukuran tubuh atau 

perbedaan berat badan saat dewasa. Sapi 

SimPO, LimPO termasuk tipe sapi potong 

memiliki kemampuan dalam menghasilkan 

karkas sedangkan sapi PO merupakan sapi 

tipe kerja sehingga kurang bagus untuk 

menghasilkan karkas. Bangsa ternak dapat 

menghasilkan karkas dengan 

karakteristiknya sendiri atau komposisi 

karkas yang berbeda-beda. 

Faktor jenis kelamin berpengaruh 

sangat nyata terhadap persentase karkas

(P<0,01). Persentase karkas sapi jantan 

51,40±3,50%, persentase karkas sapi betina: 

48,79±3,07% Sapi jantan mempunyai 

persentase karkas yang lebih besar

dibanding persentase karkas sapi betina. 

menunjukkan bahwa rerata persentase 

karkas sapi dara 54,65% dan jantan 55,01% 

hasil ini tidak bebeda dengan penelitian yang 

dilakukan yaitu rerata persentase karkas sapi 

jantan adalah 51,40% pada sapi betina

48,79%. 

bahwa bobot potong yang lebih tinggi dapat 

mempengaruhi komposisi karkas. Karkas 

juga dipengaruhi oleh faktor lain nonkarkas 

berupa saluran reproduksi yang berbeda 

antara sapi jantan dan betina. Sapi betina 

memiliki saluran reproduksi sedangkan sapi 

jantan tidak. 

Komposisis kimia daging

Tabel 4 menunjukkan kadar air daging 

sapi tertinggi dimiliki oleh bangsa sapi PO 

dengan 72,28%, sedangkan kadar air pada 

faktor umur menunjukkan semakin tua sapi 

akan menurunkan nilai kadar air daging dan 

pada perbedaan jenis kelamin sapi jantan 

lebih tinggi dibanding sapi betina.  

Berdasarkan perhitungan statistik

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan 

kadar air yang nyata (P<0,05) pada 

perbedaan jenis kelamin, sedangkan 

perbedaan bangsa dan umur tidak memberi 

perbedaan yang signifikan pada kadar air di 

dalam daging. 

menyatakan rerata kadar air sapi PO adalah 

76,80% sedangkan untuk persilangan 76,85 

hasil ini hampir sama dengan penelitian yang 

dilakukan Suwignyo (2003) bahwa kadar air 

daging ternak relatif sama walaupun 

diberikan perlakukan pakan yang berbeda. 

bahwa kadar 

air dalam daging dipengaruhi oleh jenis 

ternak, umur, kelamin, pakan serta lokasi 

dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh. 

Pada hasil penelitian ini kadar air daging sapi 

jantan menunjukkan lebih tinggi daripada 

sapi betina. Hal ini disebabkan oleh 

kandungan lemak intramuskular pada sapi 

jantan lebih sedikit dibandingkan sapi 

betina,rendahnya lemak intramuskuler 

tersebut menyebabkan kadar air di dalam 

daging menjadi lebih tinggi. 

() menyebutkan bahwa adanya 

perbedaan kadar air daging dapat 

dipengaruhi oleh lemak intramuscular, bila 

kadar air daging meningkat maka kadar 

lemak akan menurun.

Tabel 5 menunjukkan bangsa sapi 

paling tinggi kadar proteinnya adalah bangsa 

sapi SimPO walaupun selisih perbedaannya 

sangat kecil dengan bagsa sapi lain, kadar 

protein sapi SimPO: 21,46±0,85%, sapi 

LIMPO: 21,37±0,83% dan sapi PO: 

21,33±0,88% sedangkan menurut jenis 

kelamin sapi betina: 21,45±0,95% lebih tinggi 

dibanding sapi jantan: 21,32±0,73% dan 

semakin bertambahnya umur sapi kadar 

proteinnya tidak bertambah umur 0,0-2,0

tahun 21,52±0,59%, umur 2,5-3,0 tahun 

21,37±1,02% dan umur >4,0 tahun 

21,26±0,88%. Hasil analisa  statistik 

menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat 

perbedaan yang nyata, pada faktor bangsa, 

jenis kelamin, dan umur ternak.  

bahwa sapi-sapi tropis 

cenderung mempunyai kadar protein yang 

sama. Kadar protein daging tidak 

dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin 

ternak, sedangkan kadar lemak daging 

dipengaruhi oleh umur. Protein daging 

berperan dalam pengikatan air sehingga 

pada daging dengan kadar protein yang 

tinggi memiliki daya ikat air yang tinggi juga 

(Lawrie, 2003). Beberapa faktor yang 

mempengaruhi kadar protein dalam daging 

adalah temperatur dan pakan yang diberikan 

pada ternak. Hasil penelitian yang dilakukan 

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan 

pada bangsa sapi, umur sapi maupun jenis 

kelamin sapi.

Tabel 6 menunjukkan bahwa bangsa 

sapi LimPO memiliki kadar lemak: 

4,41±1,67% yang paling tinggi dibandingkan 

dengan bangsa sapi SimPO: 4,18±1,25%

maupun PO: 3,95±1,35%. Sapi yang memiliki 

kadar lemak yang tinggi adalah sapi yang 

berjenis kelamin betina: 4,21±1,54% sapi 

jantan: 3,44±0,74%. Lemak sapi tidak 

mengalami banyak perubahan pada 

pertambahan umur. Hasil analisa 

menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin dan 

umur memberikan perbedaan yang sangat 

nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak daging 

sapi. Penelitian ini menunjukkan, kadar air 

pada daging lebih banyak pada kelompok 

sapi jantan dibandingkan sapi betina. 

semakin tinggi kandungan lemak, maka 

semakin rendah kadar airnya. Faktor yang 

dapat memperngaruhi kadar lemak daging 

adalah bangsa, umur, spesies, lokasi otot, 

dan pangan. 

bahwa perlemakan sapi di daerah tropis 

biasanya hanya pada lemak subkutan, 

omental dan mesenterik sehingga variasi 

lemak di dalam daging relatif sama. Jenis 

kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju 

pertumbuhan, ternak jantan biasanya tumbuh 

lebih cepat dibandingkan betina pada umur 

yang sama. Steroid kelamin terlibat dalam 

pengaturan pertumbuhan terutama 

bertanggungjawab atas perbedaan 

komposisi tubuh antar jenis kelamin

Berdasarkan Tabel 7 dan 8 diperoleh 

perbandingan asam lemak tidak jenuh dan 

asam lemak jenuh pada bangsa sapi PO 

63,19 : 19,45; sapi SimPO 66,43 : 25,66;

dan sapi LimPO 62,33 : 18,38. Nilai asam 

lemak jenuh lebih kecil dibanding asam 

lemak tidak jenuh dengan sapi PO 

menempati perbandingan terbaik antara sapi 

SimPO dan LimPO. 

 menyatakan bahwa tiap 

bangsa mempunyai kadar asam lemak yang 

berbeda antara lain karena faktor genetik. 

menyatakan bahwa asam 

lemak tidak jenuh seperti asam oleat 

mempunyai pengaruh hipokolesterolemik 

(merendahkan kolesterol), sehingga dalam 

jumlah sedang tidak dianggap sebagai asam 

lemak yang tidak diinginkan.

Asam lemak esensial pada tubuh

digunakan untuk menjaga bagian struktural 

dari membran sel dan untuk membuat 

bahan-bahan seperti hormon yang disebut 

eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur 

tekanan darah, proses pembekuan darah, 

lemak dalam darah dan respon imun 

terhadap luka dan infeksi, dan risiko kanker 

Uji kadar kolesterol daging, terhadap 

bangsa sapi potong adalah PO 19,152 

mg/100g, SimPO 37,289 mg/100g dan 

LimPO 32,724 mg/100g. Hasil ini 

menunjukkan bahwa kadar kolesterol pada 

sapi PO lebih baik dari pada sapi SimPO dan 

sapi LimPO. Sapi yang dilakukan pengujian 

adalah sapi yang berumur 2,5 tahun pada 

jenis kelamin jantan. 

menyatakan bahwa kandungan kolesterol 

daging di antara daging sapi dapat berbeda 

yang dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur 

ternak serta kandungan marbling. 

() menyataan bahwa otot yang memiliki 

marbling lebih banyak mempunyai 

kandungan kolesterol yang lebih tinggi pula. 

Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan 

bahwa bangsa dan umur sapi berpengaruh 

terhadap bobot potong, bobot karkas dan 

persentase karkas tetapi tidak berpengaruh 

terhadap komposisi kimia daging. Jenis 

kelamin berpengaruh terhadap bobot potong, 

bobot karkas dan komposisi kimia daging. 

Interaksi hanya terjadi antara jenis kelamin 

dan umur pada bobot potong, bobot karkas.

Berdasarkan komposisi kimia daging, bangsa 

Peranakan Ongole (PO) lebih baik dibanding 

bangsa silangannya (SimPO dan LimPO) 

karena memiliki kadar kolesterol yang lebih 

rendah. Bangsa sapi PO memiliki 

perbandingan asam lemak tidak jenuh : 

asam lemak jenuh tinggi dibanding pada sapi 

SimPO dan LimPO. 





Dinas Peternakan Kabupaten Tanah 

Laut yang merupakan Lembaga 

Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan 

memiliki tugas di bidang Pembinaan hewan 

ternak khususnya dalam  penyiapan pakan 

ternak dan melayani kesehatan hewan dalam 

rangka mendukung dan mewujudkan 

swasembada pangan nasional. Kepala Dinas 

Peternakan dan Kesehatan Hewan 

Kabupaten Tanah Laut, Suharyo 

mengatakan bahwa populasi ternak sapi di 

Tanah Laut hingga Maret 2018 berjumlah 

kurang lebih 80 ribu ekor, sedangkan jumlah  

sapi Bali yang lebih dominan di ternak oleh 

masyarakat Tanah Laut yakni kurang lebih 

50 ribu. Dari jumlah ternak sapi yang cukup 

banyak tersebut maka dibutuhkan suatu 

pengelolaan sistem pembinaan sapi yang 

tepat dan akurat.   

Saat ini Dinas Peternakan Kabupaten 

Tanah Laut  belum memilki sistem  tentang 

data masyarakat veternier atau peternak 

hewan, Jika di amati secara langsung, 

pendataan yang dilakukan di dinas tersebut 

masih dilakukan secara manual dan tidak 

akurat  hasil yang diperoleh. Kondisi 

tersebut akhirnya menghambat proses 

pengelolaan data yang akan dibuat, dengan 

demikian diperlukan  suatu program untuk  

memudahkan dalam sistem pengelolaan 

pembinaan sapi. Sistem yang  dibuat 

diharapkan dapat digunakan untuk 

menangani pengolahan tentang data 

pembinaan peternak sapi seperti data 

pelayanan kesehatan sapi , data masuk dan 

keluar sapi, data inseminasi buatan(kawin 

silang), data kebuntingan sapi, data 

perkembangan sapi serta data kematian sapi 

ternak. Dari sistem yang dibuat maka 

diharapkan dapat memudahkan pihak dinas 

peternakan  dalam meinput data pembinaan  

sapi serta proses  pencarian sebuah data 

dapat dilakukan  lebih cepat dan  akurat. 

Metodologi yang digunakan dalam 

pembuatan sistem ini adalah metode 

waterfall, bahasa pemrogramannya adalah  

Delphi 7 dan MySQL sebagai databasenya. 

Dengan adanya Implementasi Sistem 

Informasi Data Pembinaan Sapi Pada Dinas 

Peternakan Kabupaten Tanah Laut maka 

diharapkan dapat lebih mudah dalam 

pendataan pembinaan sapi serta informasi 

yang diperlukan dapat diperoleh secara cepat 

dan akurat.  

Rumusan Masalah 

Berdasarkan latar belakang tersebut, 

maka rumusan masalah yang dapat dibuat 

pada penelitian ini yaitu “Bagaimana 

membuat Implementasi Sistem Informasi 

Data Pembinaan Sapi Pada Dinas 

Peternakan Kabupaten Tanah Laut”. 

Tujuan Penelitian 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 

membuat Implementasi Sistem Informasi 

Data Pembinaan Sapi Pada Dinas 

Peternakan Kabupaten Tanah Laut, sehingga 

menghasilkan sistem yang dapat mengetahui 

pendataan secara otomatis serta penyajian 

data dan informasi yang diperlukan 

perusahaan secara cepat dan akurat. 

Target Luaran yang diharapkan  

dengan adanya Implementasi Sistem 

Informasi Data Pembinaan Sapi Pada Dinas 

Peternakan Kabupaten Tanah Laut adalah  : 

Publikasi ilmiah dalam jurnal Technologia 

Fakultas Teknologi Informasi (UNISKA) 

MAB Banjarmasin (JITFTI). 

    Arsitektur Model Sistem 

Untuk mengatasi permasalahan yang 

terjadi pada sistem yang dijalankan saat ini, 

maka dibentuk sebuah sistem yang tentunya 

memiliki keunggulan, sistem tersebut 

digambarkan dengan diagram. Dengan 

diagram ini diharapkan akan mempermudah 

pemahaman terhadap hasil analisa, sehingga 

apabila terjadi kesalahan dapat diketahui 

sedini mungkin.  

Diagram konteks merupakan 

tingkatan tertinggi di dalam diagram aliran 

data dan hanya memuat satu proses, 

menunjukkan sistem secara keseluruhan. 

Proses tersebut diberi nomor nol. Semua 

entitas eksternal yang ditunjukkan oleh 

diagram konteks berikut aliran-aliran data 

utama menuju dan dari sistem. Diagram 

tersebut tidak memuat penyimpangan data 

dan tampak sederhana untuk diciptakan, 

begitu entitas-entitas eksternal, serta aliran 

data-aliran data menuju dan dari sistem 

diketahui menganalisis dari wawancara 

dengan user dan sebagai hasil analisis 

dokumen. 

Data Flow Diagram adalah suatu 

model logika data atau proses yang dibuat 

untuk menggambarkan dari mana asal data 

dan ke mana tujuan data yang keluar dari 

sistem, di mana data tersimpan, proses apa 

yang menghasilkan data tersebut dan 

interaksi antara data tersimpan dan proses 

yang dikenakan pada data tersebut. 

Implementasi Sistem 

Pada implementasi sistem ini 

dilatampilkan semua tampilan interface 

seluruh halaman pada aplikasi, 

Dengan adanya Implementasi 

Sistem Informasi Data Pembinaan Sapi 

Pada Dinas Peternakan Kabupaten 

Tanah Laut ini maka pihak dinas 

peternakan (Disnak) lebih mudah dalam 

pengolahan data sapi serta pencarian 

sebuah data lebih cepat dan akurat 

dalam pembinaan peternak sapi, 

pelayanan hewan dalam program 

inseminasi buatan, data kebuntingan 

sapi, data perkembangan sapi serta data 

kematian sapi ternak maupun kesehatan 

hewan. 

 

 



Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampung 

adalah instansi yang bergerak dibidang pengolahan dan 

pengembangan hewan yang ada di Provinsi Lampung. 

Pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi 

Lampung monitoring perkembangan sapi dilakukan 

dengan mengelola data penilaian tumbuh kembang sapi. 

Data yang digunakan dalam monitoring perkembangan 

sapi adalah dokumen yang didalamnya terdapat isi atau 

spesifikasi yang terdiri dari beberapa sapi dalam 

peternakan, yang termasuk dalam spesifikasi sapi yaitu 

No. Eartg, nama sapi, jenis kelamin, tanggal lahir, berat 

badan, tinggi pundak, lebar dada dan panjang badan. 

Pendataan dan penilaian itu  dilakukan dengan 

penulisan di lembaran kertas dan kemudian diarsipkan. 

Agar monitoring perkembangan sapi menjadi lebih baik, 

cepat, dan terintegritas maka dibutuhkan sebuah sistem 

informasi. Pengembangan sistem informasi monitoring 

sapi ini dimaksudkan untuk membantu pegawai atau 

Kelompok Jabatan Fungsional dalam proses pengolahan 

data perkembanganan sapi, khususnya dalam penilaian 

tumbuh kembang sapi pada saat di Lokasi Uji 

Perfomance, serta menghasilkan keluaran atau 

infromasi akurat berupa Laporan Perkembangan Sapi 

dan Laporan Keseluruhan yang akan diserahkan pada 

Kepala Dinas. Aplikasi monitoring perkembangan sapi 

yang dikembangkan dilengkapi dengan informasi 

spesifikasi sapi pada form perkembangan sapi yang 

secara otomatis tervalidasi berdasar  SNI tumbuh 

kembang sapi pada sistem.  

Sistem pengolahan data merupakan kumpulan dari sub–

sub yang saling berhubungan satu sama lain dengan 

tujuan untuk mengolah data yang berkaitan dengan 

masalah menjadi sistem informasi yang diperlukan untuk 

membantu dalam pengambilan keputusan. Dalam 

pengambilan keputusan organisasi dapat memanfaatkan 

teknologi yang ada atau melalui sistem tertentu  ,Sistem informasi terdiri dari satuan 

komponen yang saling berhubungan yang 

mengumpulkan (atau mendapatkan kembali), 

memproses, menyimpan, dan mendistribusikan 

informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan 

kendali dalam suatu organsasi , Hal 

ini sangat dibutuhkan dalam organisasi dalam 

menjalankan pengelolaan informasi yang dibutuhkan, 

salah satunya pada proses monitoring. Monitoring 

merupakan  langkah untuk mengkaji apakah kegiatan 

yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana, 

mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung 

dapat diatasi, melakukan penilaian apakah pola kerja dan 

manajemen yang digunakan sudah tepat untuk mencapai 

tujuan, mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan 

untuk memperoleh ukuran kemajuan  ,

Begitu juga pada Balai Pembibitan Ternak dan Pakan 

(BPTP) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 

Lampung yang merupakan instansi daerah bergerak 

dalam bidang pengolahan dan pengembangan beberapa 

jenis hewan yang ada diseluruh Lampung membutuhkan 

monitoring dan pengolahan data. Salah satunya pada 

monitoring perkembangan sapi.  

Data perkembangan sapi adalah beberapa dokumen yang 

didalamnya terdapat isi atau spesifikasi yang terdiri dari 

beberapa sapi dalam peternakan, yang termasuk dalam 

spesifikasi sapi yaitu No. Eartg, nama sapi, jenis 

kelamin, tanggal lahir, berat badan, tinggi pundak, lebar 

dada dan panjang badan. Pendataan dan penilaian 

itu  dilakukan dengan penulisan di lembaran kertas 

dan kemudian diarsipkan. Dengan cara itu  maka 

akan dibutuhkan waktu yang lama dalam pengolahan 

data dan penilaian tumbuh kembang sapi. Agar 

monitoring perkembangan sapi menjadi lebih baik, 

cepat, dan terintegritas dari semua pegawai yang ada 

khususnya Kelompok Jabatan Fungsional yang 

memegang peran penting dalam pengolahan data 

perkembangan sapi di lokasi uji perfomance maka 

dibutuhkan sebuah sistem informasi yang dapat 

memonitoring dan mengelola data perkembangan sapi 

agar menghasilkan informasi yang tepat waktu, akurat 

dalam pembuatan dan penyerahan laporan tumbuh 

kembang sapi yang akan diserahkan pada kepala dinas.  

 


Analisis kebutuhan perangkat lunak adalah proses 

mendapatkan informasi, model, spesifikasi sistem yang 

diinginkan pengguna  , Analisis  

kebutuhan sistem perangkat lunak menentukan apa yang 

harus dilakukan sistem dan mendefinisikan batasan 

batasan operasi dan implementasinya agar dapat 

mengomunikasikan secara tepat semua fungsi yang 

diberikan ,Analisis kebutuhan yang 

jelas dan benar sesuai dengan apa yang diinginkan 

pengguna akan membantu dalam pengembangan dan 

pembuatan perangkat lunak. Analisis kebutuhan sistem 

dapat diklasifikasikan sebagai persyaratan fungsional 

dan non-fungsional atau sebagai persyaratan domain 

yang mewakili dari sistem ini sendiri ,

a) Analisis Kebutuhan Fungsional 

Analisis kebutuhan fungsional merupakan pernyataan 

layanan yang harus diberikan kepada sistem agar dapat 

melakukan keperilakuannya dalam bereaksi terhadap 

masukan tertentu dan pada situasi tertentu . Kebutuhan fungsional harus dapat 

mengilustrasikan secara terperinci fitur-fitur yang ada 

pada sistem yang dikembangkan. Berikut ini adalah 

analisis kebutuhan fungsional sistem informasi 

monitoring perkembangan sapi : 

1. Sistem mampu melakukan penginputan data sapi. 

Kelompok Jabatan Fungsional menginputkan 

spesifikasi sapi, meliputi : kode kelompok, nama 

kelopmpok, alamat,nama sapi, no eartg, jenis 

kelamin, tanggal lahir, berat badan, tinggi pundak, 

lebar dada dan panjang badan pada form data sapi. 

2. Sistem mampu melakukan penilaian tumbuh 

kembang sapi. 

Untuk melakukan penilaian tumbuh kembang sapi 

Kelompok Jabatan Fungsional menginputkan no 

eartg, nama sapi, jenis kelamin, tanggal lahir, berat 

badan, tinggi pundak, lebar dada dan panjang badan 

pada form penilaian. 

3. Sistem mampu menampilkan laporan perkembangan 

sapi. 

Kelompok Jabatan Fungsional melakukan penilaian 

pada form laporan hasil perkembangan sapi 

bedasarkan standar SNI dan diproses menjadi laporan 

perkembangan sapi yang akan diserahkan ke Kepala 

BPTP dan Kepala Dinas. 

 

b) Analisis Kebutuhan Non-Fungsional 

Untuk persyaratan non-fungsional lebih mengarah 

kepada batasan layanan atau fungsi yang diberikan 

sistem . Dokumen kebutuhan 

non-fungsional ini mencakup batasan waktu, proses 

pengembangan dan standarisasi keluaran sebuah sistem. 

Berikut ini adalah analisis kebutuhan non-fungsional 

sistem informasi monitoring perkembangan sapi yang 

akan dikembangkan : 

1. Operational 

Menggunakan sistem operasi Microsoft Windows 10, 

bahasa Pemrograman PHP, tools editor dengan 

Adobe Dreamweaver dan database MySql 

2. Keamanan 

Sistem Aplikasi dan data base dilengkapi dengan 

password. 

3. Informasi 

Form laporan hasil yang terdapat pada dashboard 

menampilkan perkembangan sapi yang sudah 

dilakukan penilaian oleh Kelompok Jabatan 

Fungsional. 

 

Perancangan Sistem 

Dalam penelitian ini rancangan sistem digambarkan 

dengan Data Flow Diagram (DFD). DFD atau DAD 

(Diagram Arus Data) memperlihatkan gambaran tentang 

masukanproses-keluaran dari suatu sistem/perangkat 

lunak, yaitu obyek-obyek data mengalir ke dalam 

perangkat lunak, kemudian ditransformasi oleh elemen-

elemen pemrosesan, dan obyek-obyek data hasilnya akan 

mengalir keluar dari sistem/perangkat lunak ,DFD pada penelitian ini terlihat pada gambar 1, 

dimulai dari Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) yang 

menginputkan data daerah (kabupaten, kecamatan dan 

desa) pada tabel daerah di dalam proses 1.0, 

menginputkan data kelompok (nama kelompok dan 

alamat) dalam proses 2.0, menginputkan data sapi 

(nomor eartgh, nama sapi, tanggal lahir, jenis kelamin, 

nomor pejantan, nama pejantan, nomor betina dan nama 

betina) dalam proses 3.0, menginputkan spesifikasi sapi 

(tanggal pencatatan, umur sapi, berat badan, tinggi 

pundak, lebar dada dan panjang badan). Kemudian 

dicetak berbentuk laporan perkembangan sapi yang 

diterima oleh Kepala Balai Pembibitan Terrnak dan 

Pakan, serta laporan keseluruhan (laporan perkembangan 

sapi berdasar  kelas, berdasar  kelompok petrnak 

dan grafik) yang diterima oleh Kepala Dinas. 

 


 

. Implementasi Sistem 

Pada tahap implementasi dilakukan coding berdasar  

dari perancangan dan analisa kebutuhan yang telah 

ditetapkan sebelumnya. Pada penelitian ini implementasi 

coding dengan menggunakan bahasa Pemrograman PHP, 

tools editor dengan Adobe Dreamweaver dan database 

MySql. Tampilan menu utama hasil darim implementasi 

sistem monitoring perkembangan sapi terlihat pada 

gambar 2.  

 

Langkah awal dalam melakukan penilaian tumbuh 

kembang sapi terlebih dahulu melakukan penginputan 

data daerah, yaitu pengguna harus masuk kedalam menu 

daerah dengan menginputkan nama kabupaten. Tahap 

kedua dalam pengisian data daerah adalah pengguna 

harus menginputkan nama kecamatan, dengan cara 

mamilih nama kabupaten kemudian menginputkan nama 

kecamatan. Kemudian untuk tahap terakhir dalam 

pengisian nama daerah yaitu pengguna menginputkan 

nama desa dengan terlebih dahulu memilih nama 

kabupaten dan nama kecamatan. sesudah  itu 

menambahkan nama desa yang akan masuk kedalam 

daftar nama desa yang terdapat pada bagian form sebelah 

kanan. Pada tabel desa terdapat kolom optoin yang berisi 

tombol edit untuk mengubah nama desan dan tombol 

hapus untuk menghapus nama desa seperti terlihat pada 

gamabar 3. 

Gambar 3. Menginputkan Data Daerah  

sesudah  menyelesaikan langkah pertama, pengguna 

melanjutkan  langkah kedua yaitu dengan menginputkan 

nama kelompok dengan cara  memilih nama kabupaten, 

nama kecamatan, nama desa yang telah diinputkan 

sebelumnya kemudian mengisikan nama kelompok 

seperti pada gambar 4 berikut ini. 

 

Gambar 4. Menginputkan Data Kelompok  

sesudah  mengisi data daerah dan mengisi data kelompok, 

maka langkah selanjutnya pengguna dapat menginputkan 

data peternak dan data sapi. Untuk menginputkan data 

peternak, pengguna dapat menginputkan nama peternak  

beserta mengisi alamat yang sudah terdaftar pada data 

daerah saat penginputan tahap awal pada tombol tambah 

peternak. sesudah  masuk pada tombol tambah peternak 

maka akan muncul form sepetri pada gambar 5. 

 

Gambar 5. Mengisi Data Peternak 

sesudah  menginputkan data peternak langkah selanjutnya 

yaitu mengisi data sapi. Tahap pengisian data sapi yaitu, 

pada saat sesudah  melakukan input data peternak dan data 

peternak masuk dalam tabel peternak pada kolom option 

tabel peternak terdapat tombol lihat sapi. Pengguna 

masuk dalam tombol lihat sapi kemudian menginputkan 

data sapi seperti gambar 6 berikut ini. 


sesudah  pengguna menginputkan data sapi pada tabel 

sapi yang terdapat pada bagian kanan form sapi,  maka 

pengguna masuk dalam tombol perkembangan sapi yang 

dapat pada kolom tabel data sapi seperti gambar 7 

dibawah ini. 

 

sesudah  itu pengguna menginputkan spesifikasi sapi 

seperti gambar lanjutan. Kemudian sesudah  pengguna 

menginputkan spesifikasi sapi maka data spesifikasi 

masuk dalam tabel perkembangan sapi. Pada tabel 

perkembangan sapi terdapat tombol print perkembangan 

sapi untuk hasil output penilaian sapi. Untuk laporan, 

pada sistem informasi monitoring perkembangan sapi ini 

terdapat laporan perkembangan sapi berdasar  

kelompok ternak, berdasar  kelas sapi dan grafik 

perbandingan data sapi.  

 

Pada Grafik perbandingan data sapi terdiri dari grafik 

perbandingan data perkembangan sapi berdasar  

sapi/kelas, jenis kelamin, peternak dan kabupaten. 

 

. Pengujian Sistem  

Sistem Informasi yang telah dikembangkan, sebelum 

digunakan oleh pengguna maka harus bebas dari 

beberapa kesalahan - kesalahan. Oleh karena itu, aplikasi 

harus diuji terlebih dahulu agar dapat menemukan 

kesalahan – kesalahan. Pada penelitian ini menggunakan 

metode pengujian black box testing. Black box testing 

berfokus pada spesifikasi fungsional dari perangkat 

lunak  . Tester dapat 

mendefinisikan kumpulan kondisi input dan melakukan 

pengujian terhadap spesifikasi fungsional yang telah 

ditentukan pada tahap analisa. Pengujian black box dapat 

dilihat pada tabel 1 dibawah ini : 


berdasar  pembahasan yang telah diuraikan maka 

dapat disimpulkan : 

1. Untuk mempermudah dalam memonitoring data 

perkembangan sapi kelompok jabatan fungsional 

dapat  menginputkan data daerah, data kelompok 

dan data peternak serta spesifikasi sapi pada form 

perkembangan sapi yang secara otomatis tervalidasi 

berdasar  SNI tumbuh kembang sapi pada sistem. 

Kemudian Kelompok Jabatan Fungsional dapat 

mencetak laporan data perkembangan sapi 

berdasar  kelas, kelompok ternak dan grafik pada 

form laporan. Sehingga laporan perkembangan sapi 

dapat dihasilkan menjadi informasi yang lebih 

akurat. 

2. berdasar  identifikasi masalah dan analisis 

kebutuhan, sistem mampu menginputkan data sapi, 

melakukan penilaian tumbuh kembang sapi, dan 

mampu menampilkan laporan tumbuh kembang sapi 

berupa laporan berdasar  kelas, laporan 

berdasar  kelompok ternak dan grafik. 

3. berdasar  hasil pengujian black box testing 

sistem telah dapat digunakan karena hasil pengujian 

menunjukan fungsi-fungsi pada sistem telah berjalan 

sesuai dengan fungsional sistem yang telah 

ditetapkan.