Manajemen UMKM 2
keluarkan. Pemahaman inilah yang membuat pelaku UKM
yang memperhatikan strategi promosi, sehingga mereka hanya memasarkan
produknya secara tradisional tanpa didukung dengan kegiatan pemasaran
yang optimal.
2. Kurang melibatkan emosi pelanggan
Selama ini strategi promosi yang dilakukan pelaku UKM hanya sebatas
menonjolkan kelebihan produknya tanpa memahami keinginan maupun
emosi para pelanggan. Akibatnya, pelanggan kurang tertarik dengan
penawaran yang disampaikan, dan cenderung berpaling ke produk lain yang
pelayanannya lebih terjamin.
3. Mengikuti strategi promosi perusahaan besar
Terkadang pelaku UKM menggunakan strategi promosi yang kurang sesuai
dengan kemampuan yang mereka miliki. Mereka cenderung mengikuti
trend promosi perusahaan besar yang biasanya lebih memperhatikan citra
perusahaan dan pastinya membutuhkan biaya promosi cukup besar.
Misalnya saja dengan memasang billboard atau baliho dengan ukuran yang
cukup besar, memasang iklan di televisi nasional, maupun melakukan
strategi promosi CSR untuk menjaga citra baik perusahaan.
55
4. Tidak pernah mengukur dan menguji
Setiap menjalankan strategi promosi, tentunya kita mengharapkan hasil
yang optimal dan mendapatkan untung penjualan yang cukup besar. Untuk
mewujudkannya, para pelaku UKM harus rajin-rajin mengamati tingkat
keefektifan strategi dan melakukan pengujian langsung untuk mengetahui
apakah strategi tersebut berjalan lancar atau tidak. Apabila pelaku UKM
tidak pernah melakukan pengukuran dan pengujian secara rutin,
dikhawatirkan mereka tidak akan mengetahui strategi promosi mana yang
paling efektif.
5. Menginginkan semuanya serba instan
Kebanyakan pelaku UKM menginginkan penjualan optimal dengan
menempuh satu langkah promosi yang serba instan. Tentunya hal tersebut
sangat bertentangan dengan kondisi di lapangan, dimana pelaku usaha
dituntut untuk menjalankan promosi step by step, mulai dari menentukan
segmentasi pasar, membangun hubungan baik dengan calon konsumen,
hingga memberikan solusi tepat bagi para pelanggan Anda.
Dengan menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan perusahaan,
diharapkan strategi promosi yang dijalankan bisa menghasilkan omset
penjualan yang optimal.
Berbagai Masalah dalam UKM
Kasus yang paling sering dialami oleh UKM yaitu keterbatasan modal,
disusul kemudian dengan kesulitan dalam pemasaran, sebagian masalah bahan
baku yang terlalu mahal, lokasi yang jauh, biaya penyimpanan stok dan mahal.
Jumlah pengusaha yang mengatakan keterbatasan SDM merupakan
suatu masalah serius ternyata tidak banyak, baik yang berlokasi di daerah
pedesaan maupun di perkotaan.
Hanya sedikit dari mereka yang mengatakan tidak ada masalah serius
dengan pemasaran. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada
56
umumnya mereka membuat barang-barang sederhana untuk kebutuhan pasar
lokal bagi kelompok warga berpenghasilan rendah. Jumlah responden
yang mengaku bahwa persaingan pasar merupakan salah satu masalah serius
relatif kecil.
Pembahasan Permasalahan
Dalam literatur, pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang
kritis bagi perkembangan UKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah
pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM yaitu tekanan-tekanan
persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan UB dan
impor, maupun di pasar ekspor.
Selain terbatasnya informasi, banyak pengusaha kecil dan menengah,
khususnya mereka yang kekurangan modal dan SDM dan mereka yang
berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat-pusat
informasi, komunikasi dan transportasi juga mengalami kesulitan untuk
memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan produksi dan
perdagangan.
UKM, khususnya UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama
dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke
modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi.
Lokasi yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang
relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-
tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan
prosedurnya.
Jumlah pengusaha yang membiayai usahanya sepenuhnya dengan uang
sendiri atau dengan modal sendiri dan pinjaman, lebih banyak daripada jumlah
pengusaha yang menggunakan 100% modal dari pihak lain.
Perbedaan kinerja dan perspektif bisnis jangka panjang IK dengan IRT yang
merupakan salah satu faktor penting yang selalu dipertimbangkan oleh bank.
57
Sebagian besar dari pengusaha-pengusaha yang tidak pernah pinjam uang dari
bank mengaku bahwa tidak punya agunan merupakan alasan utama mereka;
walaupun paling banyak terdapat di kalangan pengusaha IRT.
Kurangnya informasi mengenai prosedur peminjaman, atau prosedurnya
terlalu sulit dan makan waktu, atau suku bunga pinjaman tinggi.
Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak
UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship,
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,
quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processingi, teknik
pemasaran, dan penelitian pasar. Untuk menanggulangi masalah SDM ini,
memberikan pelatihan langsung kepada pengusaha sangat penting dan ini
merupakan satu-satunya cara yang paling efektif. Akan tetapi, banyak UKM,
khususnya usaha mikro, tidak sanggup menanggung sendiri biaya pelatihan.
Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UKM Indonesia
untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi
salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi
bagi banyak UKM di Indonesia. UKM di Indonesia umumnya masih
menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau
alat-alat produksi yang sifatnya manual. Perkembangan UKM di Indonesia
tidak lepas dari berbagai macam masalah, yang tingkat intensitas dan sifatnya
berbeda.
Masalah yang paling sering disebut yaitu keterbatasan modal dan
kesulitan dalam pemasaran. UKM kurang berkembang karena kurang
didukung pemerintah. Kalau di Korea ada kebijakan yang adil untuk memberi
kesempatan kepada pedagang sejenis kaki lima.untuk berdagang., bukan
malah diusir. Bahkan harusnya diberi kemudahan pendanaan. Contoh di Korea
58
lulusan luar negeri diberi pinjaman untuk modal usaha dengan jaminan ijazah
yang mereka punya.
Konteks Berubahnya Usaha Berskala Kecil
Lingkungan bisnis menghadirkan tantangan serius bagi wirausaha dan
perusahaan kecil dan menengahnya. Terminologi bisnis berskala kecil dan
menengah (small and medium enterprise business) melihat tiga perkembangan
yang dapat disebut sebagai usaha yang serius pada bisnis tersebut. Jika bisnis
tersebut tetap kompetitif atau melampaui pesaing perusahaan yang lebih besar.
Tantangan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Pertumbuhan superstore
2. Perluasan teknologi informasi dan internet
3. Timbulnya perekonomian global
Sebuah Tinjauan Umum
Sudah cukup banyak studi mengenai kinerja dan kendala-kendala (growth
constraints) yang dihadapi oleh UKM di berbagai negara. Pada umumnya
studi-studi tersebut menganalisis sifat atau pola perkembangan UKM dalam
kondisi atau tingkat perekonomian yang berbeda-beda, dan faktor-faktor yang
menentukan keberadaan dan pertumbuhan kelompok unit usaha tersebut.
Studi-studi ini mencoba menjawab pertanyaan, apakah keberadaan atau
pertumbuhan UKM merupakan suatu gejala alami atau suatu proses evaluasi:
pada suatu kondisi ekonomi tertentu UKM berkembang sangat pesat,
pendominasi sektor-sektor tertentu, sedangkan pada kondisi ekonomi yang lain
kelompok unit usaha tersebut akan lenyap dengan sendirinya. Lenyap dapat
berarti UKM tersebut gugur atau secara kelompok telah berkembang menjadi
Usaha Besar.
Keberadaan UKM Secara Alami
59
Proses pembangunan ekonomi di suatu negara secara alami menimbulkan
kesempatan besar yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi semua skala
usaha. Besarnya (size) suatu usaha tergantung pada sejumlah faktor. Dua
diantaranya yang sangat penting yaitu pasar dan teknologi (Panandiker,
1996).
Di sektor industri manufaktur, industri skala kecil dan menengah (IKM)
membuat berbagai macam produk yang dapat digolongkan ke dalam dua
kategori: barang-barang untuk keperluan konsumsi (final demand) dan industri
seperti barang-barang modal dan penolong (intermediate demand). Walaupun
jenis barangnya sama, IKM memiliki sementasi pasar tersendiri yang melayani
kelompok pembeli tertentu.
Perbedaan selera atau pola konsumsi dalam warga untuk barang
yang sama juga sangat menentukan besar kecilnya pasar IKM.
Jenis barang lainnya di mana khususnya IK memiliki pasar yang secara alami
terproteksi dari persaingan IB yaitu kerajinan tangan seperti patung, ukir-
ukiran, perhiasan, meubel dan dekorasi bangunan dari kayu, rotan atau
bamboo.
Di dalam suatu ekonomi modern sekalipun, IKM tetap mempunyai suatu
kesempatan besar untuk survive atau bahkan berkembang pesat hanya jika
industri tersebut membuat jenis-jenis produk yang proses produksinya tidak
mempunyai skala ekonomis, dan mengandung teknologi sederhana.
IKM memiliki segmentasi pasar sendiri yang melayani kebutuhan kelompok
konsumen tertentu, yang pada umumnya berasal dari kalangan warga
berpendapatan menengah ke bawah.
Dalam suatu proses pembangunan yang tercermin dari laju pertumbuhan
PDB atau peningkatan pendapatan per kapita, kontribusi IK di negara
bersangkutan mengalami perubahan.
Kondisi Umum UKM di Negara-Negara Berkembang
60
Karakteristik yang melekat pada UKM bisa merupakan kelebihan atau
kekuatan yang justru menjadi penghambat perkembangan (growth
constraints). Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya
dengan situasi eksternal akan menentukan prospek perkembangan UKM.
Tantangan-tantangan yang dihadapi UKM di manapun juga saat ini dan
yang akan datang yaitu terutama dalam aspek-aspek berikut ini:
1. Perkembangan teknologi yang pesat: perubahan teknologi mempengaruhi
ekonomi atau dunia usaha, dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi
permintaan.
2. Persaingan semakin bebas: penerapan sistem pasar bebas dengan pola atau
sistem persaingan yang berbeda dan intensifitasnya yang lebih tinggi.
Ketahanan UKM Dalam Suatu Gejolak Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu,
yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan krisis
moneter telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi
ekonomi yang besar. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir
semua lapisan/golongan warga dan hampir semua kegiatan-kegiatan
ekonomi di dalam negeri, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam skala kecil dan menengah. Dampak daripada suatu gejolak ekonomi
terhadap UKM perlu dianalisis dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi
permintaan.
Efek Dari Sisi Penawaran
Efek negatif daru suatu gejolak ekonomi terhadap kinerja (perkembangan dan
pertumbuhan output) UKM lewat sisi penawarannya berasal dari dua sumber.
1. Seperti yang dialami oleh Indonesia pada saat krisis mencapai klimaksnya
(tahun 1998), akibat pengetatan likuiditas perekonomian nasional maka
suku bunga pinjaman menjadi ekstra tinggi. Akibat meningkatnya suku
61
bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang membuat suku bunga di bank-
bank umum menjadi sangat tinggi, ditambah lagi dengan sulitnya
pengusaha mendapatkan kredit baru dari bank, banyak usaha, tidak hanya
UKM tetapi juga UB mengalami stagnasi.
2. Harga-harga dari bahan-bahan baku serta material-material produksi
lainnya juga mengalami peningkatan yang tajam, khususnya bahan-bahan
yang diimpor.
Dari sisi produksi, suatu krisis ekonomi seperti yang dialami oleh
Indonesia itu juga dapat memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan
output di UKM.
Kinerja UKM Di Indonesia
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan
dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya
tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi
pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan
dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan
dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic
(CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada
tahun 2000, yaitu mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses
produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu
mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam
hal birokrasi.
62
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan
oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang
konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas
UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek
pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk
yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan
(4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan
hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang
perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada
dasarnya yaitu sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat
beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu:
(1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang
tidak tertampung di sektor formal,
(2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB), dan
(3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor
berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai
tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga
aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut:
63
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006
bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk
Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai
PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat
sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2
triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia.
Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil
sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar
sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau
99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah
tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan
dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun
2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas
nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1
persen pada tahun 2006.
64
BAB 3
WILAYAH PESISIR DAN CAKUPANNYA
Regulasi Pemerintah
Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sangatlah penting bagi
dunia usaha, karena dapat digunakan untuk mengatur kebijakan-kebijakan
yang diperlakukan baik Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah. Hal
tersebut sangat berkaitan dengan Redistribusi yang akan diberlakukan saat ini
ataupun masa yang akan dating, misalnya dalam pengelolaan suatu usaha,
pengenaan pajak, yang mana akan dibebankan pada semua warga Negara
Indonesia tiada terkecuali.
Undang-undang Republik Indonesia Nomer 27 tahun 2007 tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dijelaskan di Bab III
yaitu Proses pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada pasal 5
dijelaskan Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi
kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap
interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan warga dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal 6 dijelaskan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 wajib dilakukan dengan cara
mengintegrasikan kegiatan :
a. Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
b. Antar Pemerintah Daerah
c. Antar Sektor
d. Antar Pemerintah, Dunia Usaha dan warga
e. Antar Ekosistem darat dan Ekosistem Laut, dan
f. Antar ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen
65
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomer
40/Permen- KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan warga
dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Bab I Bagian
Ketiga Pasal 3 (1) dijelaskan bahwa Maksud Peraturan Menteri ini yaitu
menjadi dasar dan acuan bagi Kementerian, Pemerintah Daerah, Pemangku
Kepentingan dan warga untuk mewujudkan peran serta dan
pemberdayaan warga dalam PWP-3-K.
Pasal 3 (2) Tujuan Peraturan Menteri :
a. Meningkatkan efektifitas dan berkelanjutan dalam pemanfaatan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
b. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian warga untuk berperan
serta dalam PWP-3K
c. Menjamin dan melindungi kepentingan warga dalam memanfaatkan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari , dan
d. Memperkuat nilai-nilai kearifan local untuk mendukung proses
pembangunan kebangsaan dalam PWP-3-K
Pada Bab II pasal 4 dijelaskan warga mempunyai kesempatan yang sama
untuk berperan serta dalam PWP-3-K dalam tahap :
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Pengawasan
Sedangkan didalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomer 6
Tahun 2012 menjelaskan Tentang Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tahun 2012-2032.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 tahun2008 Tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bab 2 pasal 3 dijelaskan bahwa
UMKM bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam
66
rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi
yang berkeadilan.
Pada Bab V pasal 7 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang meliputi aspek :
a. Pendanaan
b. Sarana dan prasarana
c. Informasi usaha
d. Kemitraan
e. Perijinan usaha
f. Kesempatan berusaha
g. Promosi dagang , dan
h. Dukungan kelembagaan
Ayat 2 Dunia Usaha warga berperan serta secara aktif membantu
menumbuhkan iklim usaha sebagai mana dimaksud pada ayat (1).
Wilayah pesisir yaitu daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan
batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,
perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vetegasinya yang khas,
sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas
terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri
perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
67
Definisi warga Pesisir
warga pesisir secara harafiah diartikan sebagai warga yang
berdomisili di wilayah pesisir. Namun pemahaman dalam konteks
pengembangan warga (community development) “nomenklatur”
warga pesisir dipadankan dengan kelompok warga yang berdomisili
di wilayah pesisir yang hidupnya masih “tertinggal” (e.g. nelayan,
pembudidaya ikan, buruh pelabuhan, dsb) dibandingkan dengan kelompok
warga pesisir lainnya (e.g. pedagang, pengusaha perhotelan, dsb) yang
lebih sejahtera. Kebijakan sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi,
infrastruktur, kelembagaan) dalam pengembangan warga pesisir yang
“tertinggal” tersebut perlu ditinjau kembali (revisited) dan direkayasa ulang
(re-engineering) mengingat perbaikan seperti penghancuran terumbu karang
(coral reef), mangrove, serta padang lamun (seagrass), pencemaran, maupun
bencana laut. warga pesisir sering disebut sebagai warga miskin,
jika dilihat dari tingkat perekonomian.
Faktor Penyebab warga Pesisir Miskin
Kusumastanto (2006), mengemukakan faktor-faktor penyebab
kemiskinan warga pesisir dapat diakibatkan oleh tiga hal yaitu :
1. Biaya tinggi yang harus dibayar sedangkan penerimaan rendah, hal ini
terjadi karena struktur pasar yang cenderung monopoli/oligopoli –
monopsony/ oligopsoni sehingga terjadi ekonomi biaya tinggi, tidak efisien
dan eksploitatif (misal : hubungan patron-client)
2. Penerimaan yang rendah disebabkan oleh volume hasil eksploitasi
sumberdaya berbanding terbalik dengan harga sehingga peningkatan
eksploitasi tidak berdampak pada peningkatan pendapatan.
3. Struktur ekonomi pesisir yang tidak berkembang karena aspek pasar,
kebijakan, infrastruktur sosial ekonomi sangat terbatas sehingga penciptaan
68
peluang sosial dan ekonomi untuk memenuhi kehidupan yang layak sulit
berkembang.
Beberapa uraian tersebut menunjukkan bahwa implikasi dari faktor-
faktor diatas membawa warga pesisir tidak memperoleh pendapatan yang
memadai sedangkan kebijakan sosial ekonomi tidak memberikan solusi nyata
maka akhirya berdampak kepada kemiskinan. Alasan utama kemiskinan dapat
dibagi kedalam empat hal, yaitu :
1. Kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya pesisir dan laut.
2. Kemiskinan karena kekurangan prasarana keuntungan dan distribusinya
kepada seluruh pelaku, serta keberlanjutan sistem sumberdaya pesisir, baik
ditingkat ekonomi lokal maupun global.
3. Dimensi warga (community sustainaibility) yang berorientasi pada
keberlanjutan warga sebagai sebuah sistem, yang didalamnya
mencakup nilai budaya, aturan lokal, pengetahuan dan kohesivitas.
4. Dimensi kelembagaan (institusional sustainability), yakni kesinambungan
kapasitas finansial, administrasi, dan organisasi, yang menjaga
keberlanjutan tiga dimensi sebelumnya.
Kebijakan sosial ekonomi pembangunan dan pemberdayaan warga
pesisir harus didasarkan kepada kondisi sosial, kearifan dan budaya
warga pesisir yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Kebijakan
yang diambil harus integratif sehingga tidak bisa sektoral, wilayah serta
kepentingan dan dapat diimplementasikan dalam rangka pengentasan
kemiskinan. Kebijakan tersebut harus diarahkan untuk mengantisipasi
kerusakan, daya dukung maupun ketidakseimbang sumber daya pesisir, yang
akhirnya akan berakibat kepada penurunan tingkat kesejahteraan warga
pesisir. Keberpihakan kebijakan yang secara adil (fair) memberikan perhatian
kepada kelompok warga yang lemah, tertindas dan rawan perlu diberikan
69
prioritas khususnya pemenuhan basic need melalui kerja produktif bukan belas
kasihan.
Kebijakan ekonomi seperti insentif, nilai tambah, kelembagaan ekonomi
yang mendorong kemandirian warga berbasis desa seyogyanya menjadi
pilar penting bagi tumbuhnya kesejahteraan yang lestari. Pemahaman dan
komitmen seluruh stakeholders terhadap kebijakan pengelolaan wilayah
pesisir dan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan menjadi syarat
keberhasilan pengembangan warga pesisir yang lebih sejahtera dan dapat
menjadi mesin utama pertumbuhan pembangunan nasional.
70
• Klinik Manajemen
Redesain Model • Pelatihan
Manajemen Manajemen
• Pendampingan
Manajemen
Implementasi
Model
Manajemen
• Implementasi
Manajemen
• Monitoring Hasil
Implementasi
• Evaluasi Hasil
Implementasi
• Keberhasilan Model
Pengembangan
Model
Maanjemen
• Perubahan Bisnis
• Perubahan
Persaingan
• Perubahan
Kebijakan
• Perubahan
kebutuhan
• Rekonstruksi
Model
BAB 4
PENGEMBANGAN MANAJEMEN SENTRA UMKM
WILAYAH PESISIR
Model Manajemen Yang Efektif
Di dalam pengembangan manajemen sentra UMKM wilayah pesisir
kiranya sangat lah perlu membuat suatu maping yang disesuaikan dengan
kondisi objek wilayah pesisir
Untuk itu perlu dibuat suatu tahapan untuk merumuskamn suatu konsep
model manajemen sentra UMKM yang tepat dan efektif bagi pelaku usaha
UMKM dengan Mendesain model manajemen sentra UMKM yang
digambarkan sebagai berikut :
Kompetensi Manajemen Implementasi Terpadu Pengembangan
Manajemen
Gambar 4.1. Model Manajemen Sentra UMKM Wilayah Pesisir
terdiri dari: 1) Desain Model Manajemen, 2) Implementasi Model
Manajemen, dan 3) Pengembangan Model Manajemen, seperti nampak pada
ilustrasi gambar tersebut diatas, maka dapatlah diuraikan bahwa konsep Model
Manajemen Sentra UMKM warga Pesisir yang efektif bagi pelaku usaha
UMKM yang ada pada lokasi sentra UMKM di Jawa Timur terdiri dari :
(1) Desain Model Manajemen Sentra UMKM
71
Pada tahapan Redesain Model Manajemen Sentra UMKM perlu
dilakukan usaha-usaha untuk mendisain ulang untuk tercapainya model
manajemen sentra UMKM warga pesisir di Jawa Timur yang efektif
yaitu sebagai berikut :
1. Aspek Klinik Manajemen yang antara lain meliputi : Klinik
Manajemem Sumber Daya Manusia, Klinik Manajemen Produksi,
Klinik Manajemen Pemasaran, Klinik Manajemen Keuangan dan
Klinik Legalitas Usaha yang dilakukan secara langsung di lokasi usaha
Sentra UMKM, dan dilakukan pendampingan materi secara langsung
pada saat melakukan klinik tersebut serta disediakan waktu yang cukup
bagi pelaku usaha untuk berkonsultasi sesuai dengan kebutuhan pada
saat pendampingan.
2. Aspek Pelatihan Manajemen yang antara lain meliputi : program
pelatihan sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM, yang meliputi
Manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen
pemasaran, manajemen keuangan dan legalitas usaha dan disesuaikan
karakteristik pelaku usaha di lokasi masing-masing kota yang dijadikan
obyek penelitian. materi pelatihan untuk pengembangan fungsi
manajemen yang diperlukan dan disesuaikan serta disinergikan
dengan program pelatihan antar Institusi pemberi materi pelatihan
secara langsung serta pendampingan usaha untuk pengetrapan hasil
dari pelatihan yang dilakukan oleh pelaku usaha akan efektif, alokasi
waktu lamanya pendampingan ditentukan dan berkelanjutan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, disamping itu perlu diberikan juga
tambahan materi pelatihan pada saat pendampingan yang berkaitan
dengan penggunaan Information Technology (IT) dan business online
dalam kegiatan usaha yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.
penyelenggara pelatihan lebih baik melakukan kolaborasi antar
72
institusi dalam kegiatan pelatihan, penyelenggara pelatihan harus
menyediakan dan membuka ruang dan waktu konsultasi yang cukup
bagi pelaku UMKM, penyelenggara pelatihan hendaknya melakukan
sinkronisasi materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM,
penyelenggara pelatihan harus mempertimbangkan kompetensi nara
sumber/instruktur yang akan memberikan pelatihan. (dari unsur
pengusaha, Perguruan Tinggi sebagai Peneliti, Konsultan Bisnis dari
Perguruan Tinggi Peneliti, Pemerintah daerah yang terkait dengan
pengembangan usaha, Dinas Terkait)
3. Aspek Pendampingan Manajemen : Pelaku usaha UMKM yang berada
disentra-sentra pada wilayah pesisir setelah mendapatkan pelatihan
secara kontinyu dan terjadwal hendaknya diperlukan pendampinaan
baik secara mandiri ataupun perwakilan kelompok usaha/sentra
UMKM tertentu atau langsung pelaku usaha UMKM setempat, jumlah
peserta pelatihan harus dibatasi (maksimal 25 orang) agar kegiatan
pelatihan bisa berjalan efektif, serta mempermudah dalam pelaksanaan
pendampingan peserta pelatihan dikelompokkan berdasarkan atas
kebutuhan pelatihan/pengalaman peserta. Selanjutnya dilakukan
pendampingan oleh Perguruan Tinggi, Dinas Terkait, Pemerintah
daerah setempat, pengusaha, Dinas Koperasi dan UMKM.
(2) Implementasi Model Manajemen Sentra UMKM
Pada tahapan Implementasi Model Manajemen perlu dilakukan usaha-
usaha untuk :
1. Implementasi Manajemen yang antara lain meliputi : identifikasi
pelaku usaha dalam melaksanakan model manajemen yang meliputi
manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen
pemasaran, manajemen keuangan dan aspek legalitas sesuai dengan
kebutuhan pemberian materi pelatihan langsung diberikan juga
73
tambahan materi pelatihan yang berkaitan dengan penggunaan
Information Technology (IT) dan business online dalam kegiatan
usaha), implementasi pelatihan sesuai dengan kebutuhan.
2. Implementasi Monitoring Manajemen hasil implementasi manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
manajemen keuangan dan legalitas usaha melalui cara memberikan
pelatihan yang telah disampaikan antara lain meliputi : monitoring hasil
redesain manajemen sesuai dengan kondisi riil, monitoring hasil
implementasi manajemen di lapangan/tempat pelatihan, monitoring
kinerja hasil (yang dapat dicapai). Diharapkan dapat dilakukan evaluasi
tindakan terhadap dampak pengetrapan manajemen sentra UMKM
dengan kondisi lapangan sehingga dapat dilakukan perbaikan secara
langsung melalui rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya
secara riil. Monitoring dapat dilakukan dalam kurun waktu yang
memadai agar dapat dipastikan bahwa model manajemen telah
diimplementasikan sesuai dengan cara yang benar dan dilakukan secara
konsisten sehingga memberikan ruang yang cukup bagi pelaku
UMKM untuk menjalankan model manajemen sentra UMKM yang ada
ditempat usahanya dan memberikan manfaat riil bagi pelaku usaha di
sentra UMKM wilayah pesisir.
3. Evaluasi hasil implementasi manajemen sumber daya manusia,
manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan
dan legalitas usaha pelatihan yang antara lain meliputi : evaluasi hasil
redesain model manajemen dengan kondisi riil, evaluasi hasil
implementasi model manajemen di lapangan/tempat, evaluasi kinerja
hasil pelatihan (yang dapat dicapai).
4. Keberhasilan model yang antara lain meliputi : manfaat model
manajemen sentra UMKM warga pesisir melalui pelatihan
74
dengan kebutuhan pelaku usaha UMKM, umpan balik (feedback) dari
peserta pelatihan tentang (saran dan masukan, keluhan maupun rasa
kepuasan) terhadap pelatihan yang telah diikuti, serta permintaan
tentang kebutuhan pelatihan di waktu mendatang ( dengan materi yang
berbeda).
(3) Pengembangan Model Manajemen Sentra UMKM
Pada Pengembangan Model Manajemen perlu dipertimbangkan adanya :
1. Perubahan kebutuhan materi pelatihan yang antara lain meliputi :
permintaan atas materi pelatihan yang baru, permintaan atas kualitas
materi dalam pelatihan.yang telah disesuaikan dengan kondisi masing-
masing wilayah yang menjadi obyek penelitian.
2. Perubahan bisnis yang antara lain meliputi : adanya perkembangan
bisnis pada umumnya yang terkait dengan usaha yang dilakukan oleh
pelaku usaha, adanya perubahan pada jenis usaha yang dilakukan oleh
pelaku usaha, serta hal-hal yang mempengaruhi daya saing usaha bagi
pelaku usaha.dengan cara menambah varian produk, cara memasarkan
produk ,pemberian kemasan yang menarik, menata pembukuan sesuai
dengan akuntansi yang sederhana yang mudah dipahami.
3. Perubahan kebijakan yang antara lain meliputi : adanya kebijakan baru
dan atau perubahan kebijakan pemerintah yang terkait dengan sektor
usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha UMKM, adanya perubahan
permintaan (kebutuhan, selera) konsumen atas produk yang dihasilkan
oleh pelaku usaha UMKM. Dengan cara pembuatan ijin Usaha,
pengurusan NPWP , pengurusan Halal pada produk yang dihasilkan,
hal tersebut untuk memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan
usahanya dan mempermudah dalam pengajuan kredit perbankan. Dan
pembayaran pajak
4. Perubahan kebutuhan yang antara lain meliputi : adanya perubahan
75
pelaku usaha di pasar yang sama (perilaku pengusaha) yang sangat
mempengaruhi kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM, adanya
perubahan pada pola atau model manajemen dalam menjalankan
kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM (khususnya pada
penggunaan IT) yang berkembang sekarang ini, adanya perubahan
pada kebutuhan dan permintaan (needs and wants) serta selera dari
konsumen terhadap variasi produk maupun pola bisnis yang dijalankan
oleh pelaku usaha UMKM. Perubahan-perubahan tersebut harus
disesuaikan dengan lokasi atau daerah yang diteliti.
5. Rekonstruksi Model yang antara lain meliputi : adanya perubahan atas
sumberdaya pemilik/pelaku usaha UMKM (usaha telah berkembang),
adanya perubahan pada bisnis yang dijalankan (ingin menjadi bisnis
modern) yang selama ini dijalankan oleh pelaku usaha UMKM, adanya
perubahan pada selera pasar (keinginan untuk pindah bisnis), serta
adanya keinginan untuk berubah dan berkembang (pindah dari zona
yang sekarang ini digeluti) ke zona lain yang dianggap akan
menjadikan pelaku usaha UMKM lebih baik.yang mudah dijangkau
oleh konsumen infrasturktur perlu mendapat perhatian.
Model manajemen yang efektif di wilayah pesisir pantai di Jawa Timur
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : a) model manajemen sentra UMKM
bersifat non pisik dan b) model manajemen sentra UMKM bersifat pisik.
Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dari kedua model sebagai berikut:
1. Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Non Pisik
Manajemen yang bersifat non pisik terkait dengan sentra UMKM,
mengharuskan untuk melakukan rumusan model yang agak berbeda dengan
yang bersifat pisik, oleh karena itu telah diidentifikasi tiga unsur utama yang
layak untuk menjadi bagian penting didalam rumusan model yang terdiri: a)
tahap redesain, b) tahap monitoring, c) tahap pengembangan. Selanjutnya
76
Redesain Implementasi Pengembangan
Manajemen
sentra UMKM
yang efektif
tahapan tersebut dapat digambarkan secara detail dalam rumusan model
sebagai berikut:
Gambar 4.2 Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Non Pisik
Model tersebut diatas meliputi tiga tahapan, dimana tahapan satu dengan
tahapan berikutnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan harus
dilakukan secara berurutan agar menghasilkan tahapan yang komprehensif.
Implementasi model ini memerlukan waktu delapan belas bulan yang
terdiri: a) waktu enam bulan untuk mengimplementasikan redesain manajemen
sentra UMKM dalam bentuk non pisik, b) enam bulan kedua melakukan
evaluasi atas hasil implementasi redesain dan c) waktu enam bulan terakhir
untuk pengembangan manajemen sentra UMKM yang memerlukan
rekonstruksi model, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang bersifat
alami dan dinamis.
2. Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Pisik
Pengelolaan manajemen yang sifatnya sifat pisik yang terkait dengan
sentra UMKM, mengharuskan untuk melakukan rumusan model yang agak
berbeda dengan yang bersifat non pisik, oleh karena itu telah diidentifikasi tiga
unsur utama yang layak untuk menjadi bagian penting di dalam rumusan model
yang terdiri: a) Lokasi/tempat usaha, infrastruktur, b) monitoring c)
pengembangan. Selanjutnya tahapan tersebut dapat digambarkan secara detail
dalam rumusan model sebagai berikut:
77
Gambar 4.3 Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Pisik
Model tersebut di atas meliputi tiga tahapan, dimana tahapan satu dengan
tahapan berikutnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan harus
dilakukan secara berurutan agar menghasilkan tahapan yang komprehensif.
Implementasi model ini memerlukan kurun waktu 18 bulan yang terdiri: a)
waktu enam bulan untuk mengimplementasikan hasil pelatihan terkait
manajemen sentra UMKM dalam bentuk non. pisik, b) enam bulan kedua
melakukan monitoring atas hasil pelatihan dan c) waktu enam bulan untuk
pendampingan pengembangan model dalam rangka menghadapi perubahan
selera konsumen dan lingkungan global.
Pengujian Efektivitas Model Manajemen sentra UMKM
Rumusan model tersebut belum diuraikan secara detail tentang
operasional di lapangan, karena masih harus dilakukan pengujian terkait
dengan tingkat efektivitas atau kelayakan modelnya, oleh karena itu harus
disusun instrumen yang dapat dipergunakan untuk mengungkap seberapa besar
tingkat efektivitasnya. Instrumen merupakan satu media yang dimanfaatkan
untuk mengetahui persepsi dari pelaku UMKM tentang model pengelolaan
sentra UMKM yang diharapkan menjadi lebih baik dibanding kondisi sebelum.
Adapun tujuan dari desain pengukuran ini yaitu ingin mengungkap tentang
persepsi pelaku usaha terkait dengan rumusan model pengelolaan sentra
UMKM secara obyektif agar hasilnya dapat diimplementasikan dimasa
Manajemen
sentra UMKM
yang efektif
Lokasi/tempat
usaha,
Infrastruktur
Implementasi Pengembangan
78
mendatang. Adapun tahapan dalam pengujian model dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi indikator yang ada didalam rumusan model manajemen
sentra UMKM baik yang bersifat non pisik maupun pisik
2. Menentukan jenis skala pengukuran didalam kuesioner dengan
menggunakan skala Likert dan hasil pengukuran dengan menggunakan
skala interval yaitu lima tingkatan/interval
3. Mendesain kuesioner yang terkait dengan pengungkapan persepsi pelaku
usaha atas “Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM”
4. Menyebarkan kuesioner kepada 28 responden (purposive sampling) yang
berada di lima lokasi sentra UMKM wilayah pesisir pantai.
5. Melalukan tabulasi data terkait jawaban 28 responden, agar dapat
mengungkap tingkat efektivitas “Rumusan Model Manajemen” sesuai
dengan persepsi pelaku usaha
6. Melakukan telaah lebih mendalam tentang persepsi pelaku usaha atas
“Rumusan Model Manajemen” yang telah dibuat, kemudian dievaluasi
tentang kelemahan yang perlu di sempurnakan lebih lanjut.
Untuk memberikan gambaran detail tentang jawaban responden dan
persepsi sekelompok pelaku usaha terhadap “rumusan model manajemen
sentra UMKM”.
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah diinterpretasikan bahwa model
manajemen sentra UMKM wilayah pesisir pantai di Jawa Timur yang sifatnya
Non Pisik dirasakan perlu adanya perbaikan dalam kondisi untuk menjadi
lebih baik sehingga perlu adanya perbaikan didalam pengembangan pelaku
usaha UMKM plementasikan, dengan melihat rata-rata nilai persepsi
responden sebagai pelaku usaha yang berada pada sentra-sentra UMKM yang
menjadi obyek penelitian sebesar 90.52%. Nilai persepsi atas model
manajemen yang efektif ini kategorinya sangat tinggi, oleh karenanya
program-program pelatihan manajemen dan lainnya yang berkaitan dengan
79
aspek manajerial usaha sangat tepat dan perlu untuk diimplementasikan pada
model manajemen sentra UMKM dalam pengembangan pelaku UMKM
wilayah pesisir dalam rangka meningkatkan kompetensi para pelaku usaha
untuk menjalankan kegiatan usahanya secara mandiri.
Model-manajemen dilaksanakan sangat tepat dan diperlukan oleh para
pelaku usaha UMKM yang ada pada sentra UMKM wilayah pesisir di 5
kota/kabupaten Jawa Timur ini dengan mempertimbangkan pada aspek
manajemen sumberdaya manusia, aspek manajemen produksi, aspek
manajemen pemasaran aspek manajemen keuangan dan aspek legalitas usaha.
Metode (format) pelatihan, tempat/lokasi pelatihan, penyelenggaran pelatihan,
materi pelatihan, peserta pelatihan, orientasi pelatihan, serta melibatkan peran
serta stakeholder dalam rangka untuk kolaborasi dan mensinergikan kegiatan
program pelatihan yang selama ini ada pada mereka, sehingga kemanfaatannya
bagi pelaku UMKM wilayah pesisir akan sangat besar dalam menjalankan
kegiatan bisnis atau usahanya. Perlu kita ketahui bahwa masing-masing
stakeholder (Perguruan Tinggi, Dinas Koperasi dan UMKM, pemerintah
daerah setempat serta Dinas terkait lainnya yang ada di birokrasi, kalangan
bisnis, lembaga perbankan, lembaga-lembaga formal lainnya, serta kelompok-
kelompok usaha dan asosiasi) mempunyai kegiatan program pelatihan yang
berbeda-beda dengan orientasi yang berbeda pula, dan apabila hal ini bisa kita
sinergikan bersama, maka program-program pelatihan yang ada akan menjadi
semakin bermanfaat bagi pelaku usaha UMKM Wilayah pesisir.
Dalam redesain model manajemen sentra UMKM wilayah pesisir
terutama difokuskan pada program pendampingan langsung di lokasi usaha
pelaku UMKM yang ada pada sentra-sentra UMKM. Hal ini jelas terlihat dari
persepsi jawaban responden pelaku usaha pada item pernyataan nomor 9 pada
kuesioner yang menunjukkan score pada angka 95.6% Hal ini menunjukkan
bahwa metode pendampingan langsung di lokasi usaha pelaku UMKM pada
80
program pelatihan manajemen sangat dikehendaki dan diperlukan bagi pelaku
usaha UMKM yang berada di sentra-sentra UMKM yang ada di 5
kota/kabupaten di Jawa Timur.
Selain metode pendampingan langsung di lokasi usaha pelaku UMKM,
pelaku usaha sangat memerlukan dan menghendaki adanya sinergi dan
kolaborasi dari pihak-pihak yang mempunyai program pelatihan manajemen
bagi pelaku UMKM. Dengan adanya sinergi dan kolaborasi diantara
penyelenggara yang mempunyai program pelatihan ini, pelaku usaha UMKM
akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak, khususnya dari perspektif
atau sudat pandang yang berbeda-beda dalam penanganan usaha UMKM dari
masing-masing dinas/birokrasi, institusi, lembaga, kelompok usaha maupun
asosiasi usaha yang selama ini juga sangat peduli dengan perkembangan usaha
pelaku UMKM itu sendiri. Hal ini tercermin dari persepsi jawaban responden
yang sangat menghendaki adanya kolaborasi serta sinkronisasi
penyelenggaraan pelatihan manajemen yang membutuhkan sinergi dari pihak
stakeholder (akademisi, birokrasi dan pelaku bisnis) dengan skor jawaban 90%
atau sangat tinggi, agar dapat memberi manfaat yang optimal bagi
pengembangan manajemen dan bisnis UMKM, sehingga program pelatihan
yang ada dapat juga disinergikan dengan dengan apa yang menjadi kebutuhan
dan keinginan dari pelaku UMKM dan pada gilirannya pelatihan manajemen
yang diselenggarakan akan menjadi lebih efektif untuk pengembangan
manajemen dan bisnis pelaku UMKM.
Mengevaluasi Efektivitas Rumusan Model
Berdasarkan persepsi 28 pelaku usaha UMKM wilayah pesisir pantai
pada lima lokasi obyek penelitian yang telah dijadikan sampel pengujian
rumusan model manajemen, selanjutnya dikaji lebih mendalam melalui focus
group discussion dari kalangan akademisi dan penggiat UMKM untuk
memperoleh masukan yang bersifat konstruktif dan masif, sehingga dihasilkan
suatu "model manajemen sentra UMKM" yang efektif di wilayah pesisir pantai
81
yang lebih aplikatif dan sesuai dengan karakteristik sentra UMKM yang berada
pada wilayah pesisir pantai melalui focus group discussion (FGD) yang
dihadiri oleh tim peneliti dan kalangan akademisi, maka dapat direkomendasi
beberapa catatan perbaikan model manajemen sentra UMKM wilayah pesisir
pantai sebagai berikut:
1. Perlu mendisain klinik manajemen yang terkait dengan manajemen
sumberdaya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
manajemen keuangan dan legalitas usaha pada masing-masing lokasi yang
menjadi obyek penelitian
2. Perlunya desain program pelatihan yang terkait dengan kebutuhan
manajemen bagi pelaku UMKM, agar warga dapat meningkatkan
hardskill dan softskill yang lebih memadai terkait dengan aspek manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
manajemen keuangan, dan legalitas usaha sehingga warga sebagai
subyek dan obyek UMKM dapat memiliki kompetensi yang lebih mumpuni
untuk mengelola usaha yang sudah ditekuni selama ini dan dijadikan
sandaran ekonomi bagi kehidupan keluarganya, bahkan kedepannya nanti
sentra UMKM di wilayah pesisir pantai dapat menjadi sistem perekonomian
yang terstruktur dan mandiri.
3. Pemerintah daerah setempat meredesain lokasi usaha yang lebih memadahi
dengan cara merelokasi pada tempat baru di luar area yang sekarang
ditempati bukanlah desain yang sesuai dengan harapan pelaku UMKM,
untuk kenyamanan pengunjung dan pelaku usaha.
4. Pemerintah daerah setempat meredesain tempat usaha menjadi lebih luas
dan modern, bersih dengan sarana dan prasarana yang sesuai standard
dengan cara merelokasi pada tempat baru di luar area yang sekarang
ditempati, bukanlah desain tersebut yang diharapkan pelaku UMKM,
karena hal ini membutuhkan proses adaptasi baru dan memerlukan waktu
yang cukup lama, khususnya terkait dengan pengunjung yang lama dan
pengunjung yang baru hal ini memerlukan sosialisasi.
82
5. Redesain lokasi usaha yang terletak diluar area sentra UMKM, sebaiknya
juga ditata ulang secara ter-integrated dengan lokasi usaha secara terpadu
lainnya walaupun hal ini bukan sesuatu yang mudah tetapi dapat dilakukan
jika lahan tersedia secara layak dan dijaga kebersihannya.
Manajemen Sentra UMKM Secara Non Pisik
Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam rumusan model
manajemen, oleh karena itu pemodelannya harus mencakup berbagai aspek
permasalahan yang terjadi ditengah komunitas sentra UMKM. Manajemen
sentra UMKM di wilayah pesisir pantai dibedakan menjadi dua kelompok
karena karakterisiik pengembangan model manajemen sangat berbeda dengan
pengembangan model manajemen usaha lain yaitu:
Model manajemen sentra UMKM yaitu suatu pola pengelolaan usaha
yang diimplementasikan oleh sekelompok usaha dalam satu kawasan atau
kelompok warga , oleh karena itu model manajemen sentra UMKM
sangat berpengaruh terhadap capaian kinerja dari kelompok usaha tersebut.
Model manajemen sentra UMKM tidak dapat digunakan secara umum karena
setiap kelompok usaha atau organisasi memiliki karakteristik yang berbeda
namun karakteristik dari setiap kelompok usaha atau warga tentu
memiliki satu kesamaan yang terkait dengan aktivitasnya.
83
(1) Implementasi Manajemen Sentra UMKM
Pada tahapan Implementasi Model Manajemen perlu dilakukan usaha-
usaha untuk :
1. Implementasi Manajemen yang antara lain meliputi : identifikasi pelaku
usaha dalam melaksanakan pelatihan manajemen yang meliputi manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
manajemen keuangan dan aspek legalitas sesuai dengan kebutuhan
(pemberian materi pelatihan langsung dengan pendampingan usaha, alokasi
waktu lamanya pendampingan minimal 6 bulan, perlunya diberikan juga
tambahan materi pelatihan pada saat pendampingan yang berkaitan dengan
penggunaan Information Technology (IT) dan business online dalam
kegiatan usaha), implementasi pelatihan sesuai dengan kebutuhan.
2. Implementasi Monitoring. Manajemen hasil implementasi manajemen
sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran,
manajemen keuangan dan legalitas usaha melalui cara memberikan
pelatihan yang telah disampaikan antara lain meliputi : monitoring hasil
redesain manajemen sesuai dengan kondisi riil, monitoring hasil
implementasi manajemen di lapangan/tempat pelatihan, monitoring kinerja
hasil (yang dapat dicapai). Diharapkan dapat dilakukan evaluasi tindakan
terhadap dampak pengetrapan manajemen sentra UMKM dengan kondisi
lapangan sehingga dapat dilakukan perbaikan secara langsung melalui
rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya secara riil. Monitoring
dapat dilakukan dalam kurun waktu yang memadai agar dapat dipastikan
bahwa model manajemen telah diimplementasikan sesuai dengan cara yang
benar dan dilakukan secara konsisten sehingga memberikan ruang yang
cukup bagi pelaku UMKM untuk menjalankan model manajemen sentra
UMKM yang ada ditempat usahanya dan memberikan manfaat riil bagi
pelaku usaha di sentra UMKM wilayah pesisir.
84
3. Evaluasi hasil implementasi. Manajemen sumber daya manusia,
manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan dan
legalitas usaha pelatihan yang antara lain meliputi : evaluasi hasil redesain
model manajemen dengan kondisi riil, evaluasi hasil implementasi model
manajemen di lapangan/tempat, evaluasi kinerja hasil pelatihan (yang dapat
dicapai).
4. Keberhasilan model. yang antara lain meliputi : manfaat model
manajemen sentra UMKM warga pesisir melalui pelatihan dengan
kebutuhan pelaku usaha UMKM, umpan balik (feedback) dari peserta
pelatihan tentang (saran dan masukan, keluhan maupun rasa kepuasan)
terhadap pelatihan yang telah diikuti, serta permintaan tentang kebutuhan
pelatihan di waktu mendatang (dengan materi yang berbeda).
(2) Pengembangan Manajemen Sentra UMKM
Pada Pengembangan Model Manajemen perlu dipertimbangkan
adanya:
1. Perubahan bisnis yang antara lain meliputi : adanya perkembangan bisnis
pada umumnya yang terkait dengan usaha yang dilakukan oleh pelaku
usaha, adanya perubahan pada jenis usaha yang dilakukan oleh pelaku
usaha, serta hal-hal yang mempengaruhi daya saing usaha bagi pelaku usaha
dengan cara menambah varian produk, cara memasarkan produk,
pemberian kemasan yang menarik, menata pembukuan sesuai dengan
akuntansi yang sederhana yang mudah dipahami
2. Perubahan Persaingan antara lain meliputi adanya perkembangan pelaku
usaha pada produk, kualitas, varian, harga produk yang ditawarkan dengan
pelaku usaha UMKM baik yang berada di sentra-sentra UMKM ataupun
yang berada diluar sentra UMKM
3. Perubahan kebijakan yang antara lain meliputi : adanya kebijakan baru
dan atau perubahan kebijakan pemerintah yang terkait dengan sektor usaha
85
yang dilakukan oleh pelaku usaha UMKM, adanya perubahan permintaan
(kebutuhan, selera) konsumen atas produk yang dihasilkan oleh pelaku
usaha UMKM. Dengan cara pembuatan ijin Usaha, pengurusan NPWP,
pengurusan Halal pada produk yang dihasilkan, hal tersebut untuk
memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan
mempermudah dalam pengajuan kredit perbankan. Dan pembayaran pajak
4. Perubahan kebutuhan yang antara lain meliputi : adanya perubahan
pelaku usaha di pasar yang sama (perilaku pengusaha) yang sangat
mempengaruhi kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM, adanya
perubahan pada pola atau model manajemen dalam menjalankan kegiatan
usaha bagi pelaku usaha UMKM (khususnya pada penggunaan IT) yang
berkembang sekarang ini, adanya perubahan pada kebutuhan dan
permintaan (needs and wants) serta selera dari konsumen terhadap variasi
produk maupun pola bisnis yang dijalankan oleh pelaku usaha UMKM.
Perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan lokasi atau daerah
yang diteliti.
5. Rekonstruksi Model yang antara lain meliputi : adanya perubahan atas
sumberdaya pemilik/pelaku usaha UMKM (usaha telah berkembang),
adanya perubahan pada bisnis yang dijalankan (ingin menjadi bisnis
modern) yang selama ini dijalankan oleh pelaku usaha UMKM, adanya
perubahan pada selera pasar (keinginan untuk pindah bisnis), serta adanya
keinginan untuk berubah dan berkembang (pindah dari zona yang sekarang
ini digeluti) ke zona lain yang dianggap akan menjadikan pelaku usaha
UMKM lebih baik.yang mudah dijangkau oleh konsumen infrastruktur
perlu mendapat perhatian.
Manajemen Sentra UMKM bersifat Pisik
Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik lebih mengarah pada
bagaimana cara mengelola aspek lokasi / tempat usaha, dan berbagai
86
infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung fasilitas yang memadai serta
dapat meningkatkan aspek pelayanan, keamanan dan kenyamanan pada
pengunjung selama berinteraksi dengan pelaku usaha UMKM di wilayah
pesisir pantai. Sedangkan Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik juga
dilakukan secara ter-integrated dengan melibatkan pemangku kepentingan
secara menyeluruh baik dari kalangan pemerintah, pengusaha, tokoh
warga akademisi dan pelaku usaha itu sendiri, sehingga menghasilkan
fasilitas yang lebih memadai untuk pelayanan pengunjung dan pelaku usaha.
1. Tahap Redesain
Redesain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi
pemerintah, perguruan tinggi, perusahaan atau sekelompok warga untuk
penataan ulang (tata kelola) baru dengan harapan memperoleh tingkat
efektivitas dan efisiensi yang lebih baik. Redesain pengelolaan suatu
organisasi sering dirasakan kurang memberi manfaat bagi sekelompok pelaku
UMKM bahkan tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengembangan
usaha yang berada pada sentra UMKM wilayah pesisir pantai, karena redesain
dilakukan secara parsial oleh pihak tertentu tanpa mengkaji lebih mendalam
apa yang sebenarnya dibutuhkan warga , oleh karena itu redesain
membutuhkan koordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait agar pengelolaan
fasilitas pisik yang berada di wilayah pesisir pantai dan sentra UMKM mampu
memberi kontribusi bagi warga dalam menjalankan aktivitas usahanya.
Fasilitas pisik sentra UMKM yang berada di wilayah pesisir pantai,
masih memerlukan penataan yang ter-integrated, agar semua aspek pisik yang
berada di tengah sentra UMKM dapat memberi nilai tambah terhadap rasa
aman dan nyaman warga yang berkunjung serta mengunjungi sentra
UMKM yang berada di wilayah pesisir pantai. Pengelolaan tempat usaha yang
di lakukan oleh pelaku usaha di sentra UMKM memiliki tingkat implementasi
yang berbeda beda, oleh karena itu penataan tempat usaha masih
87
membutuhkan inovasi dan kreativitas yang optimal lagi terutama kemampuan
mencerminkan pengelolaan lokasi usaha yang sesuai dengan harapan
pengunjung dan pelaku usaha, serta infrastruktur di wilayah pesisir pantai dan
sentra UMKM, sehingga upaya tersebut turut menciptakan nuansa yang
nyaman, aman pada seluruh aspek fasilitas pisik yang berada pada sentra
UMKM di wilayah pesisir pantai. Untuk menggambarkan secara lengkap
tentang redesain pengelolaan sentra UMKM yang bersifat pisik dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Redesain lokasi usaha, lokasi usaha di area sentra UMKM wilayah pesisir
pantai secara pisik sulit dilakukan perubahan karena beberapa pertimbangan
diantaranya: a) lahan yang terbatas, b) status lahan, c) struktur lokasi usaha
dan d) lokasi usaha, oleh karena itu pengelolaan lokasi usaha tidak
memungkinkan berorientasi pada luasnya lahan tetapi mengarah pada
terbentuknya lokasi usaha yang lebih tertata kualitasnya, baik dari aspek
desain, terutama upaya penciptaan nuansa yang aman dan nyaman serta
berkarakteristik sedangkan redesain tempat usaha, tempat usaha merupakan
wilayah individual setiap pelaku usaha UMKM, oleh karena itu redesain
pengelolaan tempat usaha dan karakteristiknya sangat ditentukan oleh
selera pemiliknya, namun perlu disadari bahwa sentra UMKM merupakan
suatu kawasan usaha yang harus dijaga dan dipelihara secara bersama oleh
seluruh komunitas yang berada didalamnya agar keberadaan sentra UMKM
dapat menjadi suatu kawasan yang kondusif untuk memutar roda
perekonomian warga setempat. Tempat usaha yang berada di sentra
UMKM sebaiknya dapat mencerminkan keamanan dan kenyamanan bagi
pengunjung, jenis barang dan berbagai cara mendisplay barang dagangan
dapat disesuaikan dengan selera pemilik.
Pengelolaan tempat usaha di kawasan sentra UMKM sebaiknya
mencerminkan karakteristik diantaranya:
88
a. Memberi identitas tempat usaha dengan tulisan yang khas yang
disesuaikan dengan karakter yang ada diwilayah pesisir pantai masing-
masing
b. Tempat usaha yang mencerminkan nilai kearifan lokal dan nilai budaya
dari warga setempat
c. Perilaku dan pelayanan dari para pemiliknya/penjual yang menampilkan
budaya lokal warga setempat
2. Redesain infrastruktur, infrastruktur merupakan ketersediaan ragam
fasilitas yang dapat mendukung terciptanya pelayanan pengunjung yang
aman, nyaman dan tenang di kawasan sentra UMKM. Infrastruktur
umumnya lebih banyak dipersiapkan oleh lembaga, organisasi atau
kelompok komunitas karena infrastruktur lebih bersifat universal dan sulit
dipenuhi secara individu, oleh karena itu perlu perencanaan, penyediaan,
pengawasan, pemeliharaan yang terpadu dalam rangka mewujudkan
infrastruktur yang aman dan nyaman.
Infrastruktur di lokasi sentra UMKM dan di wilayah pesisir pantai
seharusnya di rancang secara terpadu mulai darn sarana prasarana menuju
lokasi sentra UMKM (jalan, denah lokasi/petunjuk arah), dekat lokasi
sentra UMKM (tempat parkir, taman dan fasilitas umum), sarana dan
prasarana di lokasi sentra UMKM, Pengelolaan infrastruktur di lokasi sentra
UMKM seharusnya memiliki makna khusus agar dapat memberi
karakteristik dan nilai keunikan di lokasi pesisir pantai dengan
memperhatikan hal sebagai berikut:
a. Menyediakan infrastruktur penunjang yang memadai untuk menuju
kearah lokasi sentra UMKM (jalan yang layak, denah dan penunjuk arah
menuju sentra UMKM yang lengkap dan jelas dari segala arah kota dan
jarak)
89
b. Menyediakan infrastruktur penunjang di area dekat wilayah pesisir
pantai yang memadai, aman dan nyaman (tempat parkir kendaraan,
kamar mandi, tempat istirahat, taman yang asri dan sarana komunikasi
& informasi)
c. Penyediaan infrastruktur yang mencerminkan nilai kearifan lokal dan
nilai budaya dari warga setempat, agar pengunjung dapat
merasakan situasi yang aman, dan nyaman
d. Terus mengembangkan infrastruktur yang memadai dari waktu ke waktu
tanpa meninggalkan karakteristik budaya dan nilai-nilai kearifan lokal
dari warga setempat. Biasanya setiap lokasi sentra UMKM
memiliki satu keunikan yang tidak dimiliki oleh kota lainnya, inilah yang
harus digali dan dikembangkan secara berkesinambungan.
Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik banyak melibatkan unsur
pemangku kepentingan baik dari pemerintah, pelaku bisnis, akademisi dan
warga serta pelaku UMKM sendiri, oleh karena itu diperlukan pola
interaksi yang ter-integrated dari para pemangku kepentingan agar dapat
menghasilkan satu kebijakan yang aplikatif dan berkelanjutan.
2. Tahap Monitoring
Monitoring merupakan proses dan upaya untuk menjamin
keberlanjutan hasil redesain pengelolaan sentra UMKM agar dapat
diimplementasikan secara benar dan konsisten sesuai dengan tujuannya. Hal
yang sering diabaikan oleh para perumus kebijakan yaitu membiarkan pelaku
usaha tidak melakukan pengelolaan sentra UMKM sesuai yang diinginkan
tanpa adanya monitoring yang memadai, sehingga dalam kurun waktu tertentu
hasil dari redesain pengelolaan sentra UMKM tidak dapat berfungsi lagi
dengan baik.
Monitoring dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk
90
mengevaluasi terkait dengan manajemen sentra UMKM yang telah diterapkan
pada sekelompok usaha di sentra UMKM, apakah hasil redesain tersebut telah
sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan, karena seringkali dilakukan
suatu kebijakan tanpa memperhatikan kondisi riil yang dihadapi secara
langsung oleh para pelaku UMKM.
Melalui monitoring secara Iangsung terhadap kondisi riil sentra
UMKM, diharapkan dapat dilakukan evaluasi tindakan terhadap dampak tata
kelola dengan kondisi di lapangan, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara
langsung melalui rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya secara
riil. Monitoring dapat dilakukan dalam kurun waktu yang memadai agar dapat
dipastikan bahwa tata kelola fasilitas pisik telah diimplementasikan sesuai
dengan cara yang benar dan dilakukan secara konsisten, sehingga memberi
ruang yang cukup bagi pelaku UMKM untuk mengelola fasilitas pisik yang
ada ditempat usahanya dan memberi manfaat secara riil baginya dalam
meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada pengunjung serta
mendorongnya untuk datang belanja di sentra UMKM.
Tahap monitoring akan dilakukan melalui tiga jenjang yaitu evaluasi
redesain pisik, evaluasi hasil implementasi pengelolaan pisik serta evaluasi
kinerja hasil. Untuk memberi penjelasan yang detail, dapat disajikan dalam
gambar sebagai berikut:
Monitoring yang dilakukan tentu dapat memahami dengan benar apa
yang menjadi kebutuhan riil para pelaku usaha, sehingga desain pengelolaan
sentra UMKM dapat diimplementasikan dengan cara yang benar serta
memberi dampak positip terhadap keberhasilan usaha pada satu kawasan
tertentu. Program monitoring yang memadai memerlukan waktu delapan belas
bulan yang terbagi menjadi tiga periode yaitu:
a. Enam bulan pertama digunakan untuk melakukan evaluasi secara
langsung atas kesesuaian penerapan manajemen sentra UMKM yang
91
dilakukan oleh pelaku usaha terutama yang terkait dengan penyesuaian
konsep pengelolaan dengan kondisi nil masing-masing pelaku usaha
UMKM. Kegiatan ini diharapkan mampu melakukan modifikasi konsep
manajemen sentra UMKM yang telah di desain agar selaras dengan kondisi
nil di lapangan, sehingga penerapan semua aspek manajemen sentra
UMKM dapat berjalan dengan konsisten dan termonitor dengan mudah
melalaui konsultasi langsung selama proses monitoring yang di lakukan
setiap waktu (setiap minggu) oleh tim monitoring yang telah ditunjuk
melalui sebuah kerjasama pihak terkait.
b. Enam bulan kedua digunakan untuk melakukan evaluasi hasil atas
implementasi pengelolaan sentra UMKM selama enam bulan pertama,
adapun tujuan tahap ini yaitu untuk memastikan bahwa serangkaian proses
pengelolaan sentra UMKM yang telah dilakukan selama enam bulan
pertama tetap berjalan secara konsisten serta melihat secara langsung
keberhasilan implementasi dari semua aspek manajemen sentra UMKM,
baik pengelolaan lokasi usaha, tempat usaha maupun infrastruktur yang
berada di kawasan tersebut. Evaluasi akhir dari tahap ini yaitu mengukur
dampak positif yang muncul atas kinerja usaha pelaku UMKM bagi
perkembangan dan keberhasilan usahanya.
c. Enam bulan ketiga digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja hasil
yaitu mengetahui keberhasilan dari implementasi seluruh aspek
pengelolaan sentra UMKM terhadap aktivitas usahanya dengan cara
melakukan evaluasi keberhasilan dari implementasi pengelolaan sentra
UMKM, merekonstruksi model pengelolaan sentra UMKM sesuai dengan
kebutuhan serta membuat indikator-indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur keberhasilan semua aspek pengelolaan sentra terhadap kinerja
usaha sentra UMKM di wilayah pesisir pantai di Jawa Timur.
Program monitoring merupakan bagian dari model manajemen sentra
92
UMKM yang efektif bagi pelaku usaha, namun pelaksanaan monitoringnya
memerlukan pemikiran yang komprehensif karena membutuhkan sumberdaya
pendamping (mentor), waktu dan biaya, oleh karena itu tahap monitoring akan
berhasil jika para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan
sentra UMKM mampu disinergikan secara ter-integrated menjadi satu
kesatuan yang disebut dengan triple helix ABG (academic, business,
government), dimana keterpaduan tiga pilar utama dari kalangan akademisi,
bisnis dan birokrasi mampu untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan
pengelolaan sentra UMKM yang efektif, terpadu dan berkesinambungan,
sehingga sentra UMKM dapat menjadi satu kawasan bisnis yang dapat
memacu roda perekonomian warga secara mandiri dan berkontribusi
secara rill bagi kesejahteraan warga .
3. Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan merupakan upaya untuk memandirikan pelaku
usaha UMKM slap menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dan
memberi dampak ancaman pada keberlangsungan usaha UMKM dimasa
mendatang, oleh karena itu tidak ada jalan lain bahwa model pengelolaan
sentra UMKM yang efektif dan dapat bertahan dalam lingkungan persaingan
yang dinamis, maka harus disertai dengan upaya membekali kemampuan
untuk pengembangan pengelolaan sentra UMKM dinamis dan acceptable.
Tahap pengembangan merupakan proses pendewasaan pada pelaku UMKM
agar dapat terns bertahan ditengah persaingan usaha yang semakin komplek
dan rumit. Tahap pengembangan merupakan upaya bagaimana para pelaku
usaha UMKM terus melakukan aktivitas yang kreatif serta inovatif dalam
mengikuti perubahan pola pengelolaan sentra UMKM yang aplikatif serta
mampu memandu aktivitasnya sepanjang waktu melalui implementasi
pengelolaan usaha yang memadai.
Model manajemen sentra UMKM bukan bersifat statis tetapi dinamis,
93
terus mengikuti perubahan yang terjadi pada eranya, oleh karena itu Model
pengelolaan akan efektif jika para pelaku usaha mampu mengembangkan
model pengelolaan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan yang digunakan
untuk mengelola aktivitas usahanya, karena aktivitas usaha juga tens
berkembang sesuai dengan problematik yang muncul. Perubahan aktivitas
usaha pasti terjadi karena adanya perubahan faktor selera pembeli, faktor
lingkungan, faktor persaingan, faktor internal bahkan adanya faktor perubahan
global, oleh karena itu model pengelolaan harus terus menciptakan kreativitas
dan inovasi sesuai dengan kebutuhannya agar mampu digunakan terus untuk
mengelola aktivitas usahanya.
Tahap pengembangan dapat dilakukan melalui pola yang sederhana
yaitu:
a. Mengidentifikasi perubahan selera yang terjadi ditengah warga
terutama perubahan selera pembeli, persaingan serta perkembangan
informasi dan teknologi di era terkini.
b. Mengidentifikasi kebutuhan sumberdaya yang diperlukan untuk
mewujudkan dan memenuhi kebutuhan perubahan yang terjadi ditengah
warga dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, khususnya
perubahan fasilitas pisik maupun pelayanan yang lebih baik bagi
pengunjung.
c. Rekonstruksi model manajemen sentra UMKM jika dirasa sudah tidak
mampu lagi menumbuhkan selera pengunjung, karena perubahan tata
kelola terhadap lokasi usaha, tempat usaha dan infrastruktur kawasan
sentra UMKM yang semakin komplek, bertambahnya kapasitas, keperluan
untuk pengendalian serta adanya tuntutan efektivitas dan efisiensi.
d. Perubahan pengembangan yaitu kebutuhan untuk melakukan penyesuaian
model manajemen sentra UMKM menjadi lebih efektif dan efisien,
sehingga mampu untuk menumbuhkan usahanya menjadi lebih baik,
94
capaian kinerja yang lebih terarah dan hasil kerja yang lebih layak.
Pengembangan model manajemen sentra UMKM sudah menjadi
satu kebutuhan bagi organisasi bagi pelaku usaha agar tetap eksis menjaga
reputasi kinerjanya ditengah persaingan yang dinamis, oleh karena itu
diperlukan sikap proaktif dari para pelaku usaha untuk terus mengantisipasi
bahwa perubahan bukan malapetaka tetapi justru peluang untuk melakukan
kreativitas dan inovatif pengelolaan usaha yang aplikatif sehingga mampu
memberi layanan yang "superior value" bagi pembeli dan warga serta
mampu mendatangkan benefit yang layak bagi para pelaku usaha sendiri dan
menjamin keberlanjutan usahanya di masa mendatang.
Kebutuhan Pengembangan Model Manajemen Dari Peran
Stakeholder
Model manajemen sentra UMKM yang efektif membutuhkan dukungan
dari stakeholder sebagai instrumen penggerak sekaligus sebagai pelaku usaha
UMKM baik langsung maupun tidak langsung, manajemen sentra UMKM
bersifat komplek, oleh karena itu pihak pemangku kepentingan perlu
mempertimbangkan perannya dalam rangka menjamin keberlanjutan usaha
UMKM sesuai dengan kapasitasnya dan melakukan upaya riil serta bersinergi
satu sama lainnya agar dapat memberi sumbangsih secara optimal,
komprehensif, konsisten serta berkelanjutan.
Pengembangan model manajemen sentra UMKM sebagai model
membutuhkan dukungan dari stakeholder yang terdiri dari: a) triple helix yaitu
optimalisasi peran kolaborasi tiga pilar utama yang terdiri kalangan akademisi,
pelaku bisnis dan birokrasi, b) pemberdayaan pilar warga dan c)
terintegrasinya komunitas UMKM yaitu pelaku UMKM dan sentra UMKM.
Model pengembangan manajemen sentra UMKM merupakan satu
kebutuhan yang tidak dapat dihindari karena perubahan global, perubahan
ingin terus eksis, tuntutan selera warga dan teknologi, sehingga peran
95
Government
Academic
Business
Sentra Pelaku
UMKM UMKM
warga
stakeholder sangat menentukan arah perubahan model pengelolaan yang
acceptable dengan lingkungannya, oleh karena itu keterlibatan stakeholder
secara ter-integrated tentu akan mempercepat proses nilai tambah bagi
UMKM. Untuk menjelaskan detail proses pengembangan model dapat
ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Gambar 4.4 Pengembangan Model Manajemen dan Peran Stakeholder
Gambar diatas menunjukkan bahwa pengembangan model manajemen
sentra UMKM, bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena banyak pihak
yang harus dilibatkan dalam proses, ter-integrated dan jelas perannya dalam
pengembangan model manajemen hasilnya dapat dimanfaatkan secara optimal
dan berkontribusi secara riil bagi kemajuan usaha UMKM seta meningkatkan
kesejahteraan warga. Pesisir pantai
Model ini membagi tiga wilayah kerja yang melibatkan unsur yang
berbeda-beda, namun secara keseluruhan akan bermuara pada satu tujuan yang
sama yaitu membangun model manajemen sentra UMKM yang efektif.
Adapun tiga wilayah tersebut terdiri dari: a) kelompok formal, yang meliputi
kalangan akademisi, birokrasi dan pelaku bisnis, b) kelompok informal, yaitu
pemberdayaan warga yang ada di wilayah pesisir baik tokoh warga ,
c) komunitas penggiat UMKM yang meliputi pelaku UMKM dan sentra
UMKM.
Optimalisasi Triple Helix
Triple helix merupakan penyatuan tiga pilar dari pemangku kepentingan
yang secara formal berkontribusi dalam pengembangan UMKM, namun
96
seringkali tidak ter-integrated dan optimal perannya dalam pengelolaan
UMKM, oleh karena itu diperlukan sinergi dari tiga pilar utama dalam
menyusun kebijakan yang strategis terkait dengan pengembangan UMKM.
Unsur academic (perguruan tinggi), unsur business (pelaku usaha) dan
unsur government (birokrasi/pemerintah) secara formal memiliki potensi yang
memadai untuk memainkan perannya, namun kenyataannya masih jauh dari
yang diharapkan, oleh karena itu optimalisasi merupakan kata kunci untuk
membawa UMKM keluar dari permasalahan manajerial yang masih stagnan
selama ini.
Saling keterkaitan dan optimalisasi peran tiga unsur stakeholder disebut
triple helix yaitu menyatukan tiga kekuatan dalam satu model perumusan
kebijakan yang terkait dengan pengembangan pengelolaan sentra UMKM
wilayah pesisir pantai di jawa timur di Jawa Timur.
1. Unsur Pendidikan Tinggi / Akademik
Unsur akademik yaitu lembaga pendidikan tinggi yang secara riil
tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur baik lembaga pendidikan tinggi
berstatus negeri maupun swasta, namun perannya dalam pengembangan
UMKM masih jauh dari harapan, oleh karena itu optimalisasi sumberdaya
manusia/peneliti yang cukup mumpuni ini harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya pelaku UMKM, sedangkan keterbatasan
sumber dana lembaga pendidikan tinggi dapat di atasi dengan jalan
memanfaatkan sumber dana yang berasal dari lembaga lainnya seperti dana
corporate social responsibility (CSR), lembaga pembiayaan maupun alokasi
dana khusus yang disediakan melalui skema anggaran dari kementerian atau
melalui alokasi dana dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
dianggarkan melalui APBD daerah setempat.
Bermitra dengan kalangan pebisnis atau pemerintah yaitu kata kunci
dan langkah strategis untuk pengembangan UMKM, sehingga dapat disusun
97
kerja sama yang terintegrasi. Tugas utama dari pendidikan tinggi yaitu
menyelenggarakan bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
warga serta penunjang lainnya, oleh karena itu tugas dibidang penelitian
dan pengabdian pada warga merupakan tugas yang dapat
diimplementasikan dengan cara memberi pelatihan dan pendampingan kepada
pelaku UMKM, tentu sesuai dengan kompetensi masing-masing lembaga
pendidikan tinggi.
Sebaiknya setiap lembaga pendidikan tinggi yang berdomisili di daerah
dapat mengoptimalkan peran sumberdayanya untuk memacu dan mendorong
kemajuan UMKM melalui program civitas akademikanya baik dari unsur
lembaga, dosen dan mahasiswanya.
Program berkala terkait dengan bina mitra terhadap sekelompok
warga merupakan salah satu solusi strategis dalam mengurai benang
kusut terkait dengan permasalahan UMKM, sehingga program ini dapat
membantu kalangan UMKM yang mengalami kebuntuan dalam hal
pengelolaan usahanya. Program bina mitra sebaiknya menjadi program wajib
bagi setiap pendidikan tinggi di seluruh daerah, dimana setiap semester
mahasiswa dan lembaga turun ke mitra binaannya untuk melakukan
pendampingan sesuai dengan kebutuhan warga /kelompok usaha UMKM
yang menjadi obyeknya.
Dalam programnya setiap pendidikan tinggi dapat menyertakan
mahasiswanya untuk turun ke lapangan sesuai dengan kompetensi masing-
masing selama kurun waktu tertentu. Secara reguler dapat diganti sehingga
sepanjang satu semester bahkan sepanjang tahun selalu ada program
pendampingan secara rutin dan terjadwal, sehingga keberlanjutan program
pelatihan dan program pendampingan dapat berjalan sesuai kebutuhan
warga nya.
Program lembaga pendidikan tinggi harus menjamin bahwa setiap
98
bentuk pelatihan dapat terimplementasi dengan benar serta sesuai dengan
karakteristik riil yang ada di lapangan dan merupakan kebutuhan bagi pelaku
UMKM. Secara terinci program pendidikan tinggi beserta sivitas akademika
dapat diarahkan pada kegiatan sebagai berikut:
1. Menyusun program bina mitra dengan sekelompok warga dan
lembaga lain dalam rangka memberi pelatihan dan pendampingan untuk
pelaku UMKM yang berdomisili di daerah tertentu, tentu saja sesuai dengan
skala prioritas yang telah dipetakan oleh dinas terkait. Dan menyesuaikan
kebutuhan materi pelatihan yang hendak disampaikan pada masing- masing
lokasi obyek penelian
2. Menyusun kebutuhan kelompok warga atau pelaku UMKM tentang
model pelatihan yang terkait dengan pengembangan usahanya. Identifikasi
ini dapat dilakukan melalui program penelitian terlebih dahulu sehingga
dapat dirumuskan berbagai kebutuhan pelatihan yang dapat mendorong
kemajuan usaha UMKM. Model manajerial, pengelolaan usaha atau tata
kelola, sering menjadi kendala terbesar bagi pelaku UMKM, oleh karena itu
setiap lembaga pendidikan tinggi dapat menentukan prioritas pelatihan
sesuai dengan bidang keilmuan yang ada pada lembaganya.
3. Menyusun kebutuhan sumberdaya yang terkait dengan implementasi
program bina mitra untuk setiap obyek dan kurun waktu tertentu (idealnya
dua tahun). Orientasi kebutuhan sumberdaya dapat diprioritaskan pada
penentuan jadwal, pemilihan mitra bina dengan sekelompok UMKM,
kebutuhan jenis pelatihan, jumlah dosen dan mahasiswa yang ikut
dilibatkan dalam program pelatihan, pendampingan sampai pada
pengembangan.
4. Melakukan kemitraan dengan kalangan pemerintahan atau pelaku bisnis
untuk sinkronisasi dengan program pemerintah atau program corporate
lainnya dalam rangka pemenuhan sumber dana, agar implementasi program
99
pelatihan dan pendampingan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan
warga .
5. Melaksanakan program pelatihan, pendampingan dan pengembangan
dengan kelompok warga atau pelaku UMKM sesuai dengan fokus
kajian serta kompetensi yang dimilikinya.
6. Melakukan evaluasi program pendampingan untuk dilanjutkan pada
program pengembangan, sehingga para pelaku UMKM mampu mencapai
kemandirian dalam mengelola usahanya serta siap menghadapi persaingan
pasar.
2. Business (Unsur Pelaku Usaha)
Kelompok bisnis yang sudah masuk dalam kategori besar umumnya
memiliki kebijakan bina mitra dengan warga disekitar lokasi usahanya
atau komunitas kelompok warga tertentu seperti UMKM, lembaga sosial,
lembaga pendidikan tinggi dan lembaga lainnya, hal ini sebagai wujud
tanggungjawab sosialnya melalui program corporate social responsibility
(CSR).
Program CSR bukan suatu hal yang berlebihan karena corporate tumbuh
berkembang ditengah warga , tentu share keuntungan merupakan
program strategi berkelanjutan bagi perusahaan. Corporate memiliki
kewajiban dibidang perpajakan, kesejahteraan warga dan program bina
lingkungan dengan cara menyisihkan sebagian profitnya untuk warga .
Melakukan kemitraan dengan lembaga pendidikan tinggi tentunya
merupakan langkah strategis, karena telah mempertemukan dua sumberdaya
yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM yaitu sumberdaya manusia yang
mumpuni untuk memberikan pelatihan serta sumberdaya dana untuk
membiayai program pelatihan, sehingga sinergi dua institusi ini akan
memberikan manfaat yang lebih optimal bagi UMKM atau kelompok
warga .
Selama ini sering kalangan bisnis melakukan program CSR secara
100
parsial dengan memberi bantuan pada kelompok warga atau pelaku
UMKM, namun tidak disertai dengan program pendampingan yang terstruktur
sehingga banyak bantuan yang diberikan menjadi tiada berguna, oleh karena
itu sudah selayaknya kalau program ini disinergikan secara terintegrasi
diantara kalangan akademisi, pelaku usaha dan pemerintah untuk
mengoptimalkan sumberdayanya sesuai dengan domainnya masing-masing.
Aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh kalangan bisnis melalui
program CSR atau program bantuan lainnya dapat diarahkan pada sasaran
yang strategis sebagai berikut:
1. Menentukan skala prioritas program CSR yang akan dilakukan oleh
corporate baik menyangkut program kegiatan, jumlah dana yang
dialokasikan, sasaran dan target yang diinginkan.
2. Membangun bina mitra dengan berbagai lembaga pendidikan tinggi
setempat untuk melakukan kerja sama terintegrasi dalam pelaksanaan
program CSR dan bina lingkungan yang berorientasi pada peningkatan taraf
hidup warga
3. Melakukan evaluasi program CSR dan bina mitra dengan kalangan
pendidikan tinggi agar menghasilkan program berkelanjutan untuk pelaku
usaha UMKM yang lebih terintegrasi dan holistik
101
3. Government (Unsur Pemerintahan)
Pemerintah merupakan unsur regulator yang menentukan keberhasilan
dari keberlanjutan masa depan UMKM di Indonesia, oleh karena itu baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui kewenangannya harus
mampu membuat regulasi yang mampu mendorong tumbuh berkembangnya
aktivitas ekonomi bagi warga nya.
Seharusnya pemerintah, lembaga pendidikan tinggi dan kalangan
corporate bersinergi untuk menyusun program ter-integrated dan holistik
terkait upaya untuk menumbuhkembangkan usaha UMKM yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, oleh karena itu program yang bersifat parsial, ego
sektoral harus dikesampingkan, sudah saatnya tiga pilar pemangku
kepentingan yang terdiri dari akademisi, bisnis dan pemerintah menyusun
program terpadu untuk mengangkat model pengelolaan sentra UMKM yang
lebih baik, bermartabat dan berdayaguna.
Secara terinci peran pemerintah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemerintah sebagai unsur regulator seharusnya mampu untuk menyusun
suatu regulasi yang memberi perlindungan terhadap UMKM, mengingat
jumlahnya yang sangat besar dan terbukti telah memberi kontribusi
terhadap perekonomian dan kesejahteraan warga melalui kiprahnya di
sektor UMKM.
2. Pemerintah pusat melalui Menristekdikti telah memberi insentif pendanaan
di bidang penelitian dan pengabdian kepada warga bagi lembaga
pendidikan tinggi, oleh karena itu setiap pemerintah daerah yang
wilayahnya ditempati sebagai lokasi lembaga pendidikan tinggi, sebaiknya
melakukan kerjasama dan bermitra untuk menyusun program pengentasan
berbagai permasalahan yang di rasakan oleh warga , terutama bina
mitra dengan sekelompok warga atau sentra UMKM yang berada di
wilayahnya.
102
3. Memberi sanksi tegas terhadap corporate yang tidak melakukan program
CSR sesuai dengan regulasi yang ada, dengan regulasi yang jelas tentu
semua pihak dapat saling mendukung upaya pengembangan UMKM yang
berorientasi pada kemitraan. Lembaga pendidikan tinggi, corporate dan
pemerintah daerah yang berada dalam satu wilayah yang sama (tingkat
kecamatan) dapat saling bermitra untuk mengembangkan eksistensi dan
keberlanjutan sentra UMKM yang ada di wilayahnya, sehingga UMKM
bukan sebagai obyek tetapi juga menjadi subyek dalam perekonomian suatu
negara.
Komunitas UMKM yang Ter-integrated
Usaha mikro kecil dan menengah memiliki dua karakteristik yang
bersifat unik yaitu keterkaitan antara pelaku UMKM dan sentra UMKM.
Kondisi semacam ini hampir terjadi dan tersebar di seluruh wilayah Jawa
Timur, oleh karena itu sudah saatnya untuk memanfaatkan potensi UMKM ini
sebagai ekonomi alternatif yang dapat menunjang pertumbuhan perekonomian
regional.
Optimalisasi peran dari UMKM masih memerlukan intervensi dari
berbagai pihak khususnya dari stakeholder yang memiliki kapasitas dan
keterlibatan secara langsung maupun, tidak langsung dengan pengelolaan
UNIKM. Secara umum UMKM masih memiliki beberapa keterbatasan
diantaranya: a) kualitas sumberdaya manusia, b) akses permodalan, c)
penerapan manajemen, d) akses pasar, e) teknologi komunikasi dan informasi,
dan f) jejaring/ kemitraan.
Keterbatasan tersebut merupakan permasalahan klasik yang terjadi pada
sektor UMKM, oleh karena itu perlunya membangun sinergi dari stakeholder
untuk mengembangkan sentra UMKM serta meningkatkan kompetensi pelaku
UMKM agar keduanya dapat menjadi salah satu komponen pelaku ekonomi
yang mandiri.
103
Sentra UMKM dan pelaku UMKM bagaikan dua sisi keping mata uang
yang mana sisi satu dengan sisi lainnya tidak dapat dipisahkan dan tetap
menjadi satu kesatuan yang utuh, hal ini tidak lepas dari kondisi rid bahwa
UMKM: a) pelakunya masih skala mikro dan kecil, b) modal relatif kecil, c)
sektor informal, d) lokasinya bersifat cluster. Karakteristik ini menyiratkan
bahwa sebagian besar UMKM berada dalam satu kawasan yang dihuni oleh
sekelompok warga yang memiliki ragam kegiatan usaha yang relatif sama
namun memiliki keunikan berbeda beda, sebagai contoh sentra UMKM kuliner
di wilayah pesisir pantai Jawa Timur.
Sebagian besar sentra kuliner menjual makanan namun jenisnya
makanannya berbeda-beda, hal ini yang menjadi keunikan dari sentra UMKM,
oleh karena itu pengembangan sentra UMKM tidak dapat dipisahkan dengan
pelakunya, untuk menggambarkan secara rinci tentang komunitas UMKM
dapat diuraikan berikut ini:
1. Pelaku UMKM Wilayah Pesisir
Pelaku usaha mikro dan kecil sebagian besar masih dilakukan oleh
kelompok warga marginal, jumlah pelaku sangat besar namun skala
usahanya masih sangat kecil, oleh karena itu pelaku UMKM masih
membutuhkan pendampingan pada aspek manajerialnya terutama peningkatan
kompetensi pengelolaan usaha, akses pasar, akses permodalan, akses teknologi
komunikasi dan informasi serta membangun jejaring (kemitraan). Jumlah
UMKM Jawa Timur sangat besar dan terbukti memberi kontribusi bagi
perekonomian dan peningkatan kesejahteraan warganya walaupun masih
belum optimal, oleh karena itu diperlukan sinergi dari kalangan stakeholder
dalam merumuskan kebijakan strategis dalam membangun keunggulan daya
saing UMKM dalam memasuki warga ekonomi Asean dan persaingan
global. Keberlanjutan usaha UMKM merupakan upaya strategis dalam rangka
memperkokoh sistim perekonomian dan jati diri suatu bangsa, khususnya
104
perekonomian domestik yang mengarah pada kemandirian sistim anggaran,
oleh karena itu pengembangan kompetensi manajerial pelaku UMKM harus
diarahkan pada beberapa kebijakan strategis sebagai berikut:
a. Terciptanya pelaku UMKM yang berkompeten, kreatif dan inovatif,
sehingga mampu dan siap menghadapi berbagai tantangan dan persaingan
global
b. Berorientasi pada bisnis, bukan sekedar membuka usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya tetapi untuk meraih profit, menciptakan nilai
sumberdaya yang produktif
c. Meningkatkan kemampuan manajerial yang mumpuni guna untuk
mengelola usahanya lebih efektif dan efisien
d. Terjalinnya kemitraan dengan lembaga lain baik yang terkait dengan akses
pembiayaan, akses pasar, akses sumberdaya dan akses keberlanjutan usaha
e. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, dalam rangka menuju
pada bisnis berbasis digital, hal ini akan menunjang implementasi bisnis
yang cepat, jangkauan luas, kinerja bisnis semakin baik.
2. Sentra UMKM Wilayah Pesisir
Sentra UMKM merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh sekelompok
orang yang menjalankan kegiatan usaha yang sama, karena adanya panggilan
jiwa dan merasa senasib dan sepenanggungan, memiliki tujuan sama, memiliki
komunitas yang sama bahkan terbentuk karena faktor lingkungan yang sama.
Namun dalam perkembangan sentra UMKM ada yang sengaja dijadikan lokasi
khusus usaha agar mempermudah proses pembinaan, pengembangan,
pengawasan dan tujuan lainnya. Kegiatan usaha yang tergabung dalam sentra
UMKM akan memperoleh nilai manfaat lebih baik daripada melakukan usaha
dilokasi sendiri, oleh karena itu sentra UMKM masih dibutuhkan dalam rangka
pengembangan usaha dari kelompok warga , adapun nilai tambah yang
diperoleh pelaku usaha yang berada di sentra UMKM yaitu :
105
a. Transformasi hardskill dan softskill berjalan lebih lancar diantara pelaku
UMKM, karena berada pada satu kawasan, sehingga tidak membutuhkan
waktu yang lama, bahkan semua proses akan berjalan secara alami
(informal).
b. Komunikasi semua aspek kegiatan di sentra UMKM akan berjalan efektif
dan efisien, karena bersifat informal dan melibatkan pelaku yang
karakteristiknya relatif sama
c. Memudahkan konsumen atau warga untuk memenuhi kebutuhan suatu
produk yang diinginkan dengan cara mengenal
.jpeg)
