Tampilkan postingan dengan label Manajemen UMKM 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manajemen UMKM 2. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Oktober 2025

Manajemen UMKM 2


 


keluarkan. Pemahaman inilah yang membuat pelaku UKM 

yang memperhatikan strategi promosi, sehingga mereka hanya memasarkan 

produknya secara tradisional tanpa didukung dengan kegiatan pemasaran 

yang optimal. 

2. Kurang melibatkan emosi pelanggan 

Selama ini strategi promosi yang dilakukan pelaku UKM hanya sebatas 

menonjolkan kelebihan produknya tanpa memahami keinginan maupun 

emosi para pelanggan. Akibatnya, pelanggan kurang tertarik dengan 

penawaran yang disampaikan, dan cenderung berpaling ke produk lain yang 

pelayanannya lebih terjamin. 

3. Mengikuti strategi promosi perusahaan besar 

Terkadang pelaku UKM menggunakan strategi promosi yang kurang sesuai 

dengan kemampuan yang mereka miliki. Mereka cenderung mengikuti 

trend promosi perusahaan besar yang biasanya lebih memperhatikan citra 

perusahaan dan pastinya membutuhkan biaya promosi cukup besar. 

Misalnya saja dengan memasang billboard atau baliho dengan ukuran yang 

cukup besar, memasang iklan di televisi nasional, maupun melakukan 

strategi promosi CSR untuk menjaga citra baik perusahaan. 

55  

4. Tidak pernah mengukur dan menguji 

Setiap menjalankan strategi promosi, tentunya kita mengharapkan hasil 

yang optimal dan mendapatkan untung penjualan yang cukup besar. Untuk 

mewujudkannya, para pelaku UKM harus rajin-rajin mengamati tingkat 

keefektifan strategi dan melakukan pengujian langsung untuk mengetahui 

apakah strategi tersebut berjalan lancar atau tidak. Apabila pelaku UKM 

tidak pernah melakukan pengukuran dan pengujian secara rutin, 

dikhawatirkan mereka tidak akan mengetahui strategi promosi mana yang 

paling efektif. 

5. Menginginkan semuanya serba instan 

Kebanyakan pelaku UKM menginginkan penjualan optimal dengan 

menempuh satu langkah promosi yang serba instan. Tentunya hal tersebut 

sangat bertentangan dengan kondisi di lapangan, dimana pelaku usaha 

dituntut untuk menjalankan promosi step by step, mulai dari menentukan 

segmentasi pasar, membangun hubungan baik dengan calon konsumen, 

hingga memberikan solusi tepat bagi para pelanggan Anda. 

Dengan menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan perusahaan, 

diharapkan strategi promosi yang dijalankan bisa menghasilkan omset 

penjualan yang optimal. 

 

 Berbagai Masalah dalam UKM 

Kasus yang paling sering dialami oleh UKM yaitu   keterbatasan modal, 

disusul kemudian dengan kesulitan dalam pemasaran, sebagian masalah bahan 

baku yang terlalu mahal, lokasi yang jauh, biaya penyimpanan stok dan mahal. 

Jumlah pengusaha yang mengatakan keterbatasan SDM merupakan 

suatu masalah serius ternyata tidak banyak, baik yang berlokasi di daerah 

pedesaan maupun di perkotaan. 

Hanya sedikit dari mereka yang mengatakan tidak ada masalah serius 

dengan pemasaran. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa pada 

56  

umumnya mereka membuat barang-barang sederhana untuk kebutuhan pasar 

lokal bagi kelompok warga  berpenghasilan rendah. Jumlah responden 

yang mengaku bahwa persaingan pasar merupakan salah satu masalah serius 

relatif kecil. 

Pembahasan Permasalahan 

Dalam literatur, pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang 

kritis bagi perkembangan UKM. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah 

pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM yaitu   tekanan-tekanan 

persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan UB dan 

impor, maupun di pasar ekspor. 

Selain terbatasnya informasi, banyak pengusaha kecil dan menengah, 

khususnya mereka yang kekurangan modal dan SDM dan mereka yang 

berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat-pusat 

informasi, komunikasi dan transportasi juga mengalami kesulitan untuk 

memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan produksi dan 

perdagangan. 

UKM, khususnya UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama 

dalam aspek finansial: mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke 

modal   kerja    dan    finansial    jangka    panjang    untuk    investasi.   

Lokasi yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang 

relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele- 

tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan 

prosedurnya. 

Jumlah pengusaha yang membiayai usahanya sepenuhnya dengan uang 

sendiri atau dengan modal sendiri dan pinjaman, lebih banyak daripada jumlah 

pengusaha  yang  menggunakan  100%   modal   dari   pihak   lain.  

Perbedaan kinerja dan perspektif bisnis jangka panjang IK dengan IRT yang 

merupakan salah satu faktor penting yang selalu dipertimbangkan oleh bank. 

57  

Sebagian besar dari pengusaha-pengusaha yang tidak pernah pinjam uang dari 

bank mengaku bahwa tidak punya agunan merupakan alasan utama mereka; 

walaupun  paling  banyak  terdapat  di  kalangan  pengusaha  IRT.  

Kurangnya informasi mengenai prosedur peminjaman, atau prosedurnya 

terlalu sulit dan makan waktu, atau suku bunga pinjaman tinggi.  

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak 

UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, 

manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, 

quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processingi, teknik 

pemasaran, dan penelitian pasar. Untuk menanggulangi masalah SDM ini, 

memberikan pelatihan langsung kepada pengusaha sangat penting dan ini 

merupakan satu-satunya cara yang paling efektif. Akan tetapi, banyak UKM, 

khususnya usaha mikro, tidak sanggup menanggung sendiri biaya pelatihan. 

Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UKM Indonesia 

untuk dapat bersaing baik di pasar domestik maupun pasar internasional. 

Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi 

salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi 

bagi banyak UKM di Indonesia. UKM di Indonesia umumnya masih 

menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau 

alat-alat produksi yang sifatnya manual. Perkembangan UKM di Indonesia 

tidak lepas dari berbagai macam masalah, yang tingkat intensitas dan sifatnya 

berbeda. 

Masalah yang paling sering disebut yaitu   keterbatasan modal dan 

kesulitan dalam pemasaran. UKM kurang berkembang karena kurang 

didukung pemerintah. Kalau di Korea ada kebijakan yang adil untuk memberi 

kesempatan kepada pedagang sejenis kaki lima.untuk berdagang., bukan 

malah diusir. Bahkan harusnya diberi kemudahan pendanaan. Contoh di Korea 

58  

lulusan luar negeri diberi pinjaman untuk modal usaha dengan jaminan ijazah 

yang mereka punya. 

 

Konteks Berubahnya Usaha Berskala Kecil 

Lingkungan bisnis menghadirkan tantangan serius bagi wirausaha dan 

perusahaan kecil dan menengahnya. Terminologi bisnis berskala kecil dan 

menengah (small and medium enterprise business) melihat tiga perkembangan 

yang dapat disebut sebagai usaha yang serius pada bisnis tersebut. Jika bisnis 

tersebut tetap kompetitif atau melampaui pesaing perusahaan yang lebih besar. 

Tantangan tersebut yaitu   sebagai berikut: 

1. Pertumbuhan superstore 

2. Perluasan teknologi informasi dan internet 

3. Timbulnya perekonomian global 

 

Sebuah Tinjauan Umum 

Sudah cukup banyak studi mengenai kinerja dan kendala-kendala (growth 

constraints) yang dihadapi oleh UKM di berbagai negara. Pada umumnya 

studi-studi tersebut menganalisis sifat atau pola perkembangan UKM dalam 

kondisi atau tingkat perekonomian yang berbeda-beda, dan faktor-faktor yang 

menentukan keberadaan dan pertumbuhan kelompok unit usaha tersebut. 

Studi-studi ini mencoba menjawab pertanyaan, apakah keberadaan atau 

pertumbuhan UKM merupakan suatu gejala alami atau suatu proses evaluasi: 

pada suatu kondisi ekonomi tertentu UKM berkembang sangat pesat, 

pendominasi sektor-sektor tertentu, sedangkan pada kondisi ekonomi yang lain 

kelompok unit usaha tersebut akan lenyap dengan sendirinya. Lenyap dapat 

berarti UKM tersebut gugur atau secara kelompok telah berkembang menjadi 

Usaha Besar. 

 

Keberadaan UKM Secara Alami 

59  

Proses pembangunan ekonomi di suatu negara secara alami menimbulkan 

kesempatan besar yang sama bagi semua jenis kegiatan ekonomi semua skala 

usaha. Besarnya (size) suatu usaha tergantung pada sejumlah faktor. Dua 

diantaranya yang sangat penting yaitu   pasar dan teknologi (Panandiker, 

1996). 

Di sektor industri manufaktur, industri skala kecil dan menengah (IKM) 

membuat berbagai macam produk yang dapat digolongkan ke dalam dua 

kategori: barang-barang untuk keperluan konsumsi (final demand) dan industri 

seperti barang-barang modal dan penolong (intermediate demand). Walaupun 

jenis barangnya sama, IKM memiliki sementasi pasar tersendiri yang melayani 

kelompok pembeli tertentu. 

Perbedaan selera atau pola konsumsi dalam warga  untuk barang 

yang   sama   juga   sangat   menentukan   besar   kecilnya   pasar    IKM. 

Jenis barang lainnya di mana khususnya IK memiliki pasar yang secara alami 

terproteksi dari persaingan IB yaitu   kerajinan tangan seperti patung, ukir- 

ukiran, perhiasan, meubel dan dekorasi bangunan dari kayu, rotan atau 

bamboo. 

Di dalam suatu ekonomi modern sekalipun, IKM tetap mempunyai suatu 

kesempatan besar untuk survive atau bahkan berkembang pesat hanya jika 

industri tersebut membuat jenis-jenis produk yang proses produksinya tidak 

mempunyai  skala  ekonomis,  dan  mengandung  teknologi  sederhana.   

IKM memiliki segmentasi pasar sendiri yang melayani kebutuhan kelompok 

konsumen tertentu, yang pada umumnya berasal dari kalangan warga  

berpendapatan menengah ke bawah. 

Dalam suatu proses pembangunan yang tercermin dari laju pertumbuhan 

PDB atau peningkatan pendapatan per kapita, kontribusi IK di negara 

bersangkutan mengalami perubahan. 

 

Kondisi Umum UKM di Negara-Negara Berkembang 

60  

Karakteristik yang melekat pada UKM bisa merupakan kelebihan atau 

kekuatan yang justru menjadi penghambat perkembangan (growth 

constraints). Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya 

dengan situasi eksternal akan menentukan prospek perkembangan UKM. 

Tantangan-tantangan yang dihadapi UKM di manapun juga saat ini dan 

yang akan datang yaitu   terutama dalam aspek-aspek berikut ini: 

1. Perkembangan teknologi yang pesat: perubahan teknologi mempengaruhi 

ekonomi atau dunia usaha, dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi 

permintaan. 

2. Persaingan semakin bebas: penerapan sistem pasar bebas dengan pola atau 

sistem persaingan yang berbeda dan intensifitasnya yang lebih tinggi. 

 

Ketahanan UKM Dalam Suatu Gejolak Ekonomi 

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, 

yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan krisis 

moneter telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi 

ekonomi yang besar. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir 

semua lapisan/golongan warga  dan hampir semua kegiatan-kegiatan 

ekonomi di dalam negeri, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang dilakukan 

dalam skala kecil dan menengah. Dampak daripada suatu gejolak ekonomi 

terhadap UKM perlu dianalisis dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi 

permintaan. 

 

Efek Dari Sisi Penawaran 

Efek negatif daru suatu gejolak ekonomi terhadap kinerja (perkembangan dan 

pertumbuhan output) UKM lewat sisi penawarannya berasal dari dua sumber. 

1. Seperti yang dialami oleh Indonesia pada saat krisis mencapai klimaksnya 

(tahun 1998), akibat pengetatan likuiditas perekonomian nasional maka 

suku bunga pinjaman menjadi ekstra tinggi. Akibat meningkatnya suku 

61  

bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) yang membuat suku bunga di bank- 

bank umum menjadi sangat tinggi, ditambah lagi dengan sulitnya 

pengusaha mendapatkan kredit baru dari bank, banyak usaha, tidak hanya 

UKM tetapi juga UB mengalami stagnasi. 

2. Harga-harga dari bahan-bahan baku serta material-material produksi 

lainnya juga mengalami peningkatan yang tajam, khususnya bahan-bahan 

yang diimpor. 

Dari sisi produksi, suatu krisis ekonomi seperti yang dialami oleh 

Indonesia itu juga dapat memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan 

output di UKM. 

 

 Kinerja UKM Di Indonesia 

UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan 

dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya 

tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi 

pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan 

dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan 

dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya 

penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas. 

Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan 

oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic 

(CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada 

tahun 2000, yaitu   mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai 

kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini 

disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses 

produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu 

mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam 

hal birokrasi. 

62  

UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan 

oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang 

konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas 

UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek 

pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk 

yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan 

(4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan 

hubungan kerja di sektor formal. 

UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang 

perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada 

dasarnya yaitu   sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat 

beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu: 

(1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang 

tidak tertampung di sektor formal, 

(2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk 

Domestik Bruto (PDB), dan 

(3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor 

berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini. 

Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa asek, yaitu (1) nilai 

tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga 

aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut: 

63  

1. Nilai Tambah 

Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 

bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk 

Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai 

PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat 

sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 

triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. 

Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil 

sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar 

sebesar 46,7 persen. 

2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja 

Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 

99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah 

tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang. 

3. Ekspor UKM 

Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan 

dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 

2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas 

nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 

persen pada tahun 2006. 

64  

BAB 3 

WILAYAH PESISIR DAN CAKUPANNYA 

 

 

 Regulasi Pemerintah 

Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sangatlah penting bagi 

dunia usaha, karena dapat digunakan untuk mengatur kebijakan-kebijakan 

yang diperlakukan baik Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah. Hal 

tersebut sangat berkaitan dengan Redistribusi yang akan diberlakukan saat ini 

ataupun masa yang akan dating, misalnya dalam pengelolaan suatu usaha, 

pengenaan pajak, yang mana akan dibebankan pada semua warga Negara 

Indonesia tiada terkecuali. 

Undang-undang Republik Indonesia Nomer 27 tahun 2007 tentang 

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dijelaskan di Bab III 

yaitu Proses pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada pasal 5 

dijelaskan Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi 

kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap 

interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau 

Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan 

kesejahteraan warga  dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik 

Indonesia. 

Pasal 6 dijelaskan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 

sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 wajib dilakukan dengan cara 

mengintegrasikan kegiatan : 

a. Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 

b. Antar Pemerintah Daerah 

c. Antar Sektor 

d. Antar Pemerintah, Dunia Usaha dan warga  

e. Antar Ekosistem darat dan Ekosistem Laut, dan 

f. Antar ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen 

65  

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomer 

40/Permen- KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan warga  

dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Bab I Bagian 

Ketiga Pasal 3 (1) dijelaskan bahwa Maksud Peraturan Menteri ini yaitu   

menjadi dasar dan acuan bagi Kementerian, Pemerintah Daerah, Pemangku 

Kepentingan dan warga  untuk mewujudkan peran serta dan 

pemberdayaan warga  dalam PWP-3-K. 

Pasal 3 (2) Tujuan Peraturan Menteri : 

a. Meningkatkan efektifitas dan berkelanjutan dalam pemanfaatan wilayah 

pesisir dan pulau-pulau kecil 

b. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian warga  untuk berperan 

serta dalam PWP-3K 

c. Menjamin dan melindungi kepentingan warga  dalam memanfaatkan 

sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari , dan 

d. Memperkuat nilai-nilai kearifan local untuk mendukung proses 

pembangunan kebangsaan dalam PWP-3-K 

Pada Bab II pasal 4 dijelaskan warga  mempunyai kesempatan yang sama 

untuk berperan serta dalam PWP-3-K dalam tahap : 

a. Perencanaan 

b. Pelaksanaan 

c. Pengawasan 

Sedangkan didalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomer 6 

Tahun 2012 menjelaskan Tentang Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah 

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tahun 2012-2032. 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 tahun2008 Tentang 

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bab 2 pasal 3 dijelaskan bahwa 

UMKM bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam 

66  

rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi 

yang berkeadilan. 

Pada Bab V pasal 7 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah 

menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang- 

undangan dan kebijakan yang meliputi aspek : 

a. Pendanaan 

b. Sarana dan prasarana 

c. Informasi usaha 

d. Kemitraan 

e. Perijinan usaha 

f. Kesempatan berusaha 

g. Promosi dagang , dan 

h. Dukungan kelembagaan 

Ayat 2 Dunia Usaha warga  berperan serta secara aktif membantu 

menumbuhkan iklim usaha sebagai mana dimaksud pada ayat (1). 

 

Wilayah pesisir yaitu   daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan 

batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air 

yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, 

perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vetegasinya yang khas, 

sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas 

terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri 

perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti 

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan 

manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002). 

67  

Definisi warga  Pesisir 

warga  pesisir secara harafiah diartikan sebagai warga  yang 

berdomisili di wilayah pesisir. Namun pemahaman dalam konteks 

pengembangan warga  (community development) “nomenklatur” 

warga  pesisir dipadankan dengan kelompok warga  yang berdomisili 

di wilayah pesisir yang hidupnya masih “tertinggal” (e.g. nelayan, 

pembudidaya ikan, buruh pelabuhan, dsb) dibandingkan dengan kelompok 

warga  pesisir lainnya (e.g. pedagang, pengusaha perhotelan, dsb) yang 

lebih sejahtera. Kebijakan sosial ekonomi (pendidikan, kesehatan, ekonomi, 

infrastruktur, kelembagaan) dalam pengembangan warga  pesisir yang 

“tertinggal” tersebut perlu ditinjau kembali (revisited) dan direkayasa ulang 

(re-engineering) mengingat perbaikan seperti penghancuran terumbu karang 

(coral reef), mangrove, serta padang lamun (seagrass), pencemaran, maupun 

bencana laut. warga  pesisir sering disebut sebagai warga  miskin, 

jika dilihat dari tingkat perekonomian. 

 

Faktor Penyebab warga  Pesisir Miskin 

Kusumastanto (2006), mengemukakan faktor-faktor penyebab 

kemiskinan warga  pesisir dapat diakibatkan oleh tiga hal yaitu : 

1. Biaya tinggi yang harus dibayar sedangkan penerimaan rendah, hal ini 

terjadi karena struktur pasar yang cenderung monopoli/oligopoli – 

monopsony/ oligopsoni sehingga terjadi ekonomi biaya tinggi, tidak efisien 

dan eksploitatif (misal : hubungan patron-client) 

2. Penerimaan yang rendah disebabkan oleh volume hasil eksploitasi 

sumberdaya berbanding terbalik dengan harga sehingga peningkatan 

eksploitasi tidak berdampak pada peningkatan pendapatan. 

3. Struktur ekonomi pesisir yang tidak berkembang karena aspek pasar, 

kebijakan, infrastruktur sosial ekonomi sangat terbatas sehingga penciptaan 

68  

peluang sosial dan ekonomi untuk memenuhi kehidupan yang layak sulit 

berkembang. 

Beberapa uraian tersebut menunjukkan bahwa implikasi dari faktor- 

faktor diatas membawa warga  pesisir tidak memperoleh pendapatan yang 

memadai sedangkan kebijakan sosial ekonomi tidak memberikan solusi nyata 

maka akhirya berdampak kepada kemiskinan. Alasan utama kemiskinan dapat 

dibagi kedalam empat hal, yaitu : 

1. Kemiskinan karena aspek teknis biologis sumberdaya pesisir dan laut. 

2. Kemiskinan karena kekurangan prasarana keuntungan dan distribusinya 

kepada seluruh pelaku, serta keberlanjutan sistem sumberdaya pesisir, baik 

ditingkat ekonomi lokal maupun global. 

3. Dimensi warga  (community sustainaibility) yang berorientasi pada 

keberlanjutan warga  sebagai sebuah sistem, yang didalamnya 

mencakup nilai budaya, aturan lokal, pengetahuan dan kohesivitas. 

4. Dimensi kelembagaan (institusional sustainability), yakni kesinambungan 

kapasitas finansial, administrasi, dan organisasi, yang menjaga 

keberlanjutan tiga dimensi sebelumnya. 

Kebijakan sosial ekonomi pembangunan dan pemberdayaan warga  

pesisir harus didasarkan kepada kondisi sosial, kearifan dan budaya 

warga  pesisir yang tumbuh dan berkembang di akar rumput. Kebijakan 

yang diambil harus integratif sehingga tidak bisa sektoral, wilayah serta 

kepentingan dan dapat diimplementasikan dalam rangka pengentasan 

kemiskinan. Kebijakan tersebut harus diarahkan untuk mengantisipasi 

kerusakan, daya dukung maupun ketidakseimbang sumber daya pesisir, yang 

akhirnya akan berakibat kepada penurunan tingkat kesejahteraan warga  

pesisir. Keberpihakan kebijakan yang secara adil (fair) memberikan perhatian 

kepada kelompok warga  yang lemah, tertindas dan rawan perlu diberikan 

69  

prioritas khususnya pemenuhan basic need melalui kerja produktif bukan belas 

kasihan. 

Kebijakan ekonomi seperti insentif, nilai tambah, kelembagaan ekonomi 

yang mendorong kemandirian warga  berbasis desa seyogyanya menjadi 

pilar penting bagi tumbuhnya kesejahteraan yang lestari. Pemahaman dan 

komitmen seluruh stakeholders terhadap kebijakan pengelolaan wilayah 

pesisir dan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan menjadi syarat 

keberhasilan pengembangan warga  pesisir yang lebih sejahtera dan dapat 

menjadi mesin utama pertumbuhan pembangunan nasional. 

70  

• Klinik Manajemen 

Redesain Model • Pelatihan 

Manajemen Manajemen 

• Pendampingan 

Manajemen 

Implementasi 

Model 

Manajemen 

• Implementasi 

Manajemen 

• Monitoring Hasil 

Implementasi 

• Evaluasi Hasil 

Implementasi 

• Keberhasilan Model 

Pengembangan 

Model 

Maanjemen 

• Perubahan Bisnis 

• Perubahan 

Persaingan 

• Perubahan 

Kebijakan 

• Perubahan 

kebutuhan 

• Rekonstruksi 

Model 

BAB 4 

PENGEMBANGAN MANAJEMEN SENTRA UMKM 

WILAYAH PESISIR 

 

 

 Model Manajemen Yang Efektif 

Di dalam pengembangan manajemen sentra UMKM wilayah pesisir 

kiranya sangat lah perlu membuat suatu maping yang disesuaikan dengan 

kondisi objek wilayah pesisir 

Untuk itu perlu dibuat suatu tahapan untuk merumuskamn suatu konsep 

model manajemen sentra UMKM yang tepat dan efektif bagi pelaku usaha 

UMKM dengan Mendesain model manajemen sentra UMKM yang 

digambarkan sebagai berikut : 

 

Kompetensi Manajemen Implementasi Terpadu Pengembangan 

Manajemen 

 

 

Gambar 4.1. Model Manajemen Sentra UMKM Wilayah Pesisir 

 

terdiri dari: 1) Desain Model Manajemen, 2) Implementasi Model 

Manajemen, dan 3) Pengembangan Model Manajemen, seperti nampak pada 

ilustrasi gambar tersebut diatas, maka dapatlah diuraikan bahwa konsep Model 

Manajemen Sentra UMKM warga  Pesisir yang efektif bagi pelaku usaha 

UMKM yang ada pada lokasi sentra UMKM di Jawa Timur terdiri dari : 

(1) Desain Model Manajemen Sentra UMKM 

71  

Pada tahapan Redesain Model Manajemen Sentra UMKM perlu 

dilakukan usaha-usaha untuk mendisain ulang untuk tercapainya model 

manajemen sentra UMKM warga  pesisir di Jawa Timur yang efektif 

yaitu   sebagai berikut : 

1. Aspek Klinik Manajemen yang antara lain meliputi : Klinik 

Manajemem Sumber Daya Manusia, Klinik Manajemen Produksi, 

Klinik Manajemen Pemasaran, Klinik Manajemen Keuangan dan 

Klinik Legalitas Usaha yang dilakukan secara langsung di lokasi usaha 

Sentra UMKM, dan dilakukan pendampingan materi secara langsung 

pada saat melakukan klinik tersebut serta disediakan waktu yang cukup 

bagi pelaku usaha untuk berkonsultasi sesuai dengan kebutuhan pada 

saat pendampingan. 

2. Aspek Pelatihan Manajemen yang antara lain meliputi : program 

pelatihan sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM, yang meliputi 

Manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen 

pemasaran, manajemen keuangan dan legalitas usaha dan disesuaikan 

karakteristik pelaku usaha di lokasi masing-masing kota yang dijadikan 

obyek penelitian. materi pelatihan untuk pengembangan fungsi 

manajemen yang diperlukan dan disesuaikan serta disinergikan 

dengan program pelatihan antar Institusi pemberi materi pelatihan 

secara langsung serta pendampingan usaha untuk pengetrapan hasil 

dari pelatihan yang dilakukan oleh pelaku usaha akan efektif, alokasi 

waktu lamanya pendampingan ditentukan dan berkelanjutan untuk 

mendapatkan hasil yang maksimal, disamping itu perlu diberikan juga 

tambahan materi pelatihan pada saat pendampingan yang berkaitan 

dengan penggunaan Information Technology (IT) dan business online 

dalam kegiatan usaha yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. 

penyelenggara pelatihan lebih baik melakukan kolaborasi antar 

72  

institusi dalam kegiatan pelatihan, penyelenggara pelatihan harus 

menyediakan dan membuka ruang dan waktu konsultasi yang cukup 

bagi pelaku UMKM, penyelenggara pelatihan hendaknya melakukan 

sinkronisasi materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM, 

penyelenggara pelatihan harus mempertimbangkan kompetensi nara 

sumber/instruktur yang akan memberikan pelatihan. (dari unsur 

pengusaha, Perguruan Tinggi sebagai Peneliti, Konsultan Bisnis dari 

Perguruan Tinggi Peneliti, Pemerintah daerah yang terkait dengan 

pengembangan usaha, Dinas Terkait) 

3. Aspek Pendampingan Manajemen : Pelaku usaha UMKM yang berada 

disentra-sentra pada wilayah pesisir setelah mendapatkan pelatihan 

secara kontinyu dan terjadwal hendaknya diperlukan pendampinaan 

baik secara mandiri ataupun perwakilan kelompok usaha/sentra 

UMKM tertentu atau langsung pelaku usaha UMKM setempat, jumlah 

peserta pelatihan harus dibatasi (maksimal 25 orang) agar kegiatan 

pelatihan bisa berjalan efektif, serta mempermudah dalam pelaksanaan 

pendampingan peserta pelatihan dikelompokkan berdasarkan atas 

kebutuhan pelatihan/pengalaman peserta. Selanjutnya dilakukan 

pendampingan oleh Perguruan Tinggi, Dinas Terkait, Pemerintah 

daerah setempat, pengusaha, Dinas Koperasi dan UMKM. 

(2) Implementasi Model Manajemen Sentra UMKM 

Pada tahapan Implementasi Model Manajemen perlu dilakukan usaha- 

usaha untuk : 

1. Implementasi Manajemen yang antara lain meliputi : identifikasi 

pelaku usaha dalam melaksanakan model manajemen yang meliputi 

manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen 

pemasaran, manajemen keuangan dan aspek legalitas sesuai dengan 

kebutuhan pemberian materi pelatihan langsung diberikan juga 

73  

tambahan materi pelatihan yang berkaitan dengan penggunaan 

Information Technology (IT) dan business online dalam kegiatan 

usaha), implementasi pelatihan sesuai dengan kebutuhan. 

2. Implementasi Monitoring Manajemen hasil implementasi manajemen 

sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran, 

manajemen keuangan dan legalitas usaha melalui cara memberikan 

pelatihan yang telah disampaikan antara lain meliputi : monitoring hasil 

redesain manajemen sesuai dengan kondisi riil, monitoring hasil 

implementasi manajemen di lapangan/tempat pelatihan, monitoring 

kinerja hasil (yang dapat dicapai). Diharapkan dapat dilakukan evaluasi 

tindakan terhadap dampak pengetrapan manajemen sentra UMKM 

dengan kondisi lapangan sehingga dapat dilakukan perbaikan secara 

langsung melalui rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya 

secara riil. Monitoring dapat dilakukan dalam kurun waktu yang 

memadai agar dapat dipastikan bahwa model manajemen telah 

diimplementasikan sesuai dengan cara yang benar dan dilakukan secara 

konsisten sehingga memberikan ruang yang cukup bagi pelaku 

UMKM untuk menjalankan model manajemen sentra UMKM yang ada 

ditempat usahanya dan memberikan manfaat riil bagi pelaku usaha di 

sentra UMKM wilayah pesisir. 

3. Evaluasi hasil implementasi manajemen sumber daya manusia, 

manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan 

dan legalitas usaha pelatihan yang antara lain meliputi : evaluasi hasil 

redesain model manajemen dengan kondisi riil, evaluasi hasil 

implementasi model manajemen di lapangan/tempat, evaluasi kinerja 

hasil pelatihan (yang dapat dicapai). 

4. Keberhasilan model yang antara lain meliputi : manfaat model 

manajemen sentra UMKM warga  pesisir melalui pelatihan 

74  

dengan kebutuhan pelaku usaha UMKM, umpan balik (feedback) dari 

peserta pelatihan tentang (saran dan masukan, keluhan maupun rasa 

kepuasan) terhadap pelatihan yang telah diikuti, serta permintaan 

tentang kebutuhan pelatihan di waktu mendatang ( dengan materi yang 

berbeda). 

(3) Pengembangan Model Manajemen Sentra UMKM 

Pada Pengembangan Model Manajemen perlu dipertimbangkan adanya : 

1. Perubahan kebutuhan materi pelatihan yang antara lain meliputi : 

permintaan atas materi pelatihan yang baru, permintaan atas kualitas 

materi dalam pelatihan.yang telah disesuaikan dengan kondisi masing- 

masing wilayah yang menjadi obyek penelitian. 

2. Perubahan bisnis yang antara lain meliputi : adanya perkembangan 

bisnis pada umumnya yang terkait dengan usaha yang dilakukan oleh 

pelaku usaha, adanya perubahan pada jenis usaha yang dilakukan oleh 

pelaku usaha, serta hal-hal yang mempengaruhi daya saing usaha bagi 

pelaku usaha.dengan cara menambah varian produk, cara memasarkan 

produk ,pemberian kemasan yang menarik, menata pembukuan sesuai 

dengan akuntansi yang sederhana yang mudah dipahami. 

3. Perubahan kebijakan yang antara lain meliputi : adanya kebijakan baru 

dan atau perubahan kebijakan pemerintah yang terkait dengan sektor 

usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha UMKM, adanya perubahan 

permintaan (kebutuhan, selera) konsumen atas produk yang dihasilkan 

oleh pelaku usaha UMKM. Dengan cara pembuatan ijin Usaha, 

pengurusan NPWP , pengurusan Halal pada produk yang dihasilkan, 

hal tersebut untuk memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan 

usahanya dan mempermudah dalam pengajuan kredit perbankan. Dan 

pembayaran pajak 

4. Perubahan kebutuhan yang antara lain meliputi : adanya perubahan 

75  

pelaku usaha di pasar yang sama (perilaku pengusaha) yang sangat 

mempengaruhi kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM, adanya 

perubahan pada pola atau model manajemen dalam menjalankan 

kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM (khususnya pada 

penggunaan IT) yang berkembang sekarang ini, adanya perubahan 

pada kebutuhan dan permintaan (needs and wants) serta selera dari 

konsumen terhadap variasi produk maupun pola bisnis yang dijalankan 

oleh pelaku usaha UMKM. Perubahan-perubahan tersebut harus 

disesuaikan dengan lokasi atau daerah yang diteliti. 

5. Rekonstruksi Model yang antara lain meliputi : adanya perubahan atas 

sumberdaya pemilik/pelaku usaha UMKM (usaha telah berkembang), 

adanya perubahan pada bisnis yang dijalankan (ingin menjadi bisnis 

modern) yang selama ini dijalankan oleh pelaku usaha UMKM, adanya 

perubahan pada selera pasar (keinginan untuk pindah bisnis), serta 

adanya keinginan untuk berubah dan berkembang (pindah dari zona 

yang sekarang ini digeluti) ke zona lain yang dianggap akan 

menjadikan pelaku usaha UMKM lebih baik.yang mudah dijangkau 

oleh konsumen infrasturktur perlu mendapat perhatian. 

Model manajemen yang efektif di wilayah pesisir pantai di Jawa Timur 

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : a) model manajemen sentra UMKM 

bersifat non pisik dan b) model manajemen sentra UMKM bersifat pisik. 

Untuk memberi gambaran yang lebih jelas dari kedua model sebagai berikut: 

1. Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Non Pisik 

Manajemen yang bersifat non pisik terkait dengan sentra UMKM, 

mengharuskan untuk melakukan rumusan model yang agak berbeda dengan 

yang bersifat pisik, oleh karena itu telah diidentifikasi tiga unsur utama yang 

layak untuk menjadi bagian penting didalam rumusan model yang terdiri: a) 

tahap redesain, b) tahap monitoring, c) tahap pengembangan. Selanjutnya 

76  

Redesain Implementasi Pengembangan 

Manajemen 

sentra UMKM 

yang efektif 

tahapan tersebut dapat digambarkan secara detail dalam rumusan model 

sebagai berikut: 

Gambar 4.2 Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Non Pisik 

 

Model tersebut diatas meliputi tiga tahapan, dimana tahapan satu dengan 

tahapan berikutnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan harus 

dilakukan secara berurutan agar menghasilkan tahapan yang komprehensif. 

Implementasi model ini memerlukan waktu delapan belas bulan yang 

terdiri: a) waktu enam bulan untuk mengimplementasikan redesain manajemen 

sentra UMKM dalam bentuk non pisik, b) enam bulan kedua melakukan 

evaluasi atas hasil implementasi redesain dan c) waktu enam bulan terakhir 

untuk pengembangan manajemen sentra UMKM yang memerlukan 

rekonstruksi model, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang bersifat 

alami dan dinamis. 

 

2. Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Pisik 

Pengelolaan manajemen yang sifatnya sifat pisik yang terkait dengan 

sentra UMKM, mengharuskan untuk melakukan rumusan model yang agak 

berbeda dengan yang bersifat non pisik, oleh karena itu telah diidentifikasi tiga 

unsur utama yang layak untuk menjadi bagian penting di dalam rumusan model 

yang terdiri: a) Lokasi/tempat usaha, infrastruktur, b) monitoring c) 

pengembangan. Selanjutnya tahapan tersebut dapat digambarkan secara detail 

dalam rumusan model sebagai berikut: 

77  

 

 

  

Gambar 4.3 Model Manajemen Sentra UMKM-Bersifat Pisik 

 

Model tersebut di atas meliputi tiga tahapan, dimana tahapan satu dengan 

tahapan berikutnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan harus 

dilakukan secara berurutan agar menghasilkan tahapan yang komprehensif. 

Implementasi model ini memerlukan kurun waktu 18 bulan yang terdiri: a) 

waktu enam bulan untuk mengimplementasikan hasil pelatihan terkait 

manajemen sentra UMKM dalam bentuk non. pisik, b) enam bulan kedua 

melakukan monitoring atas hasil pelatihan dan c) waktu enam bulan untuk 

pendampingan pengembangan model dalam rangka menghadapi perubahan 

selera konsumen dan lingkungan global. 

 

Pengujian Efektivitas Model Manajemen sentra UMKM 

Rumusan model tersebut belum diuraikan secara detail tentang 

operasional di lapangan, karena masih harus dilakukan pengujian terkait 

dengan tingkat efektivitas atau kelayakan modelnya, oleh karena itu harus 

disusun instrumen yang dapat dipergunakan untuk mengungkap seberapa besar 

tingkat efektivitasnya. Instrumen merupakan satu media yang dimanfaatkan 

untuk mengetahui persepsi dari pelaku UMKM tentang model pengelolaan 

sentra UMKM yang diharapkan menjadi lebih baik dibanding kondisi sebelum. 

Adapun tujuan dari desain pengukuran ini yaitu   ingin mengungkap tentang 

persepsi pelaku usaha terkait dengan rumusan model pengelolaan sentra 

UMKM secara obyektif agar hasilnya dapat diimplementasikan dimasa 

Manajemen 

sentra UMKM 

yang efektif 

Lokasi/tempat 

usaha, 

Infrastruktur 

Implementasi Pengembangan 

78  

mendatang. Adapun tahapan dalam pengujian model dapat diuraikan sebagai 

berikut: 

1. Mengidentifikasi indikator yang ada didalam rumusan model manajemen 

sentra UMKM baik yang bersifat non pisik maupun pisik 

2. Menentukan jenis skala pengukuran didalam kuesioner dengan 

menggunakan skala Likert dan hasil pengukuran dengan menggunakan 

skala interval yaitu lima tingkatan/interval 

3. Mendesain kuesioner yang terkait dengan pengungkapan persepsi pelaku 

usaha atas “Rumusan Model Manajemen Sentra UMKM” 

4. Menyebarkan kuesioner kepada 28 responden (purposive sampling) yang 

berada di lima lokasi sentra UMKM wilayah pesisir pantai. 

5. Melalukan tabulasi data terkait jawaban 28 responden, agar dapat 

mengungkap tingkat efektivitas “Rumusan Model Manajemen” sesuai 

dengan persepsi pelaku usaha 

6. Melakukan telaah lebih mendalam tentang persepsi pelaku usaha atas 

“Rumusan Model Manajemen” yang telah dibuat, kemudian dievaluasi 

tentang kelemahan yang perlu di sempurnakan lebih lanjut. 

Untuk memberikan gambaran detail tentang jawaban responden dan 

persepsi sekelompok pelaku usaha terhadap “rumusan model manajemen 

sentra UMKM”. 

Berdasarkan uraian di atas, dapatlah diinterpretasikan bahwa model 

manajemen sentra UMKM wilayah pesisir pantai di Jawa Timur yang sifatnya 

Non Pisik dirasakan perlu adanya perbaikan dalam kondisi untuk menjadi 

lebih baik sehingga perlu adanya perbaikan didalam pengembangan pelaku 

usaha UMKM plementasikan, dengan melihat rata-rata nilai persepsi 

responden sebagai pelaku usaha yang berada pada sentra-sentra UMKM yang 

menjadi obyek penelitian sebesar 90.52%. Nilai persepsi atas model 

manajemen yang efektif ini kategorinya sangat tinggi, oleh karenanya 

program-program pelatihan manajemen dan lainnya yang berkaitan dengan 

79  

aspek manajerial usaha sangat tepat dan perlu untuk diimplementasikan pada 

model manajemen sentra UMKM dalam pengembangan pelaku UMKM 

wilayah pesisir dalam rangka meningkatkan kompetensi para pelaku usaha 

untuk menjalankan kegiatan usahanya secara mandiri. 

Model-manajemen dilaksanakan sangat tepat dan diperlukan oleh para 

pelaku usaha UMKM yang ada pada sentra UMKM wilayah pesisir di 5 

kota/kabupaten Jawa Timur ini dengan mempertimbangkan pada aspek 

manajemen sumberdaya manusia, aspek manajemen produksi, aspek 

manajemen pemasaran aspek manajemen keuangan dan aspek legalitas usaha. 

Metode (format) pelatihan, tempat/lokasi pelatihan, penyelenggaran pelatihan, 

materi pelatihan, peserta pelatihan, orientasi pelatihan, serta melibatkan peran 

serta stakeholder dalam rangka untuk kolaborasi dan mensinergikan kegiatan 

program pelatihan yang selama ini ada pada mereka, sehingga kemanfaatannya 

bagi pelaku UMKM wilayah pesisir akan sangat besar dalam menjalankan 

kegiatan bisnis atau usahanya. Perlu kita ketahui bahwa masing-masing 

stakeholder (Perguruan Tinggi, Dinas Koperasi dan UMKM, pemerintah 

daerah setempat serta Dinas terkait lainnya yang ada di birokrasi, kalangan 

bisnis, lembaga perbankan, lembaga-lembaga formal lainnya, serta kelompok- 

kelompok usaha dan asosiasi) mempunyai kegiatan program pelatihan yang 

berbeda-beda dengan orientasi yang berbeda pula, dan apabila hal ini bisa kita 

sinergikan bersama, maka program-program pelatihan yang ada akan menjadi 

semakin bermanfaat bagi pelaku usaha UMKM Wilayah pesisir. 

Dalam redesain model manajemen sentra UMKM wilayah pesisir 

terutama difokuskan pada program pendampingan langsung di lokasi usaha 

pelaku UMKM yang ada pada sentra-sentra UMKM. Hal ini jelas terlihat dari 

persepsi jawaban responden pelaku usaha pada item pernyataan nomor 9 pada 

kuesioner yang menunjukkan score pada angka 95.6% Hal ini menunjukkan 

bahwa metode pendampingan langsung di lokasi usaha pelaku UMKM pada 

80  

program pelatihan manajemen sangat dikehendaki dan diperlukan bagi pelaku 

usaha UMKM yang berada di sentra-sentra UMKM yang ada di 5 

kota/kabupaten di Jawa Timur. 

Selain metode pendampingan langsung di lokasi usaha pelaku UMKM, 

pelaku usaha sangat memerlukan dan menghendaki adanya sinergi dan 

kolaborasi dari pihak-pihak yang mempunyai program pelatihan manajemen 

bagi pelaku UMKM. Dengan adanya sinergi dan kolaborasi diantara 

penyelenggara yang mempunyai program pelatihan ini, pelaku usaha UMKM 

akan mendapatkan manfaat yang sangat banyak, khususnya dari perspektif 

atau sudat pandang yang berbeda-beda dalam penanganan usaha UMKM dari 

masing-masing dinas/birokrasi, institusi, lembaga, kelompok usaha maupun 

asosiasi usaha yang selama ini juga sangat peduli dengan perkembangan usaha 

pelaku UMKM itu sendiri. Hal ini tercermin dari persepsi jawaban responden 

yang sangat menghendaki adanya kolaborasi serta sinkronisasi 

penyelenggaraan pelatihan manajemen yang membutuhkan sinergi dari pihak 

stakeholder (akademisi, birokrasi dan pelaku bisnis) dengan skor jawaban 90% 

atau sangat tinggi, agar dapat memberi manfaat yang optimal bagi 

pengembangan manajemen dan bisnis UMKM, sehingga program pelatihan 

yang ada dapat juga disinergikan dengan dengan apa yang menjadi kebutuhan 

dan keinginan dari pelaku UMKM dan pada gilirannya pelatihan manajemen 

yang diselenggarakan akan menjadi lebih efektif untuk pengembangan 

manajemen dan bisnis pelaku UMKM. 

Mengevaluasi Efektivitas Rumusan Model 

Berdasarkan persepsi 28 pelaku usaha UMKM wilayah pesisir pantai 

pada lima lokasi obyek penelitian yang telah dijadikan sampel pengujian 

rumusan model manajemen, selanjutnya dikaji lebih mendalam melalui focus 

group discussion dari kalangan akademisi dan penggiat UMKM untuk 

memperoleh masukan yang bersifat konstruktif dan masif, sehingga dihasilkan 

suatu "model manajemen sentra UMKM" yang efektif di wilayah pesisir pantai 

81  

yang lebih aplikatif dan sesuai dengan karakteristik sentra UMKM yang berada 

pada wilayah pesisir pantai melalui focus group discussion (FGD) yang 

dihadiri oleh tim peneliti dan kalangan akademisi, maka dapat direkomendasi 

beberapa catatan perbaikan model manajemen sentra UMKM wilayah pesisir 

pantai sebagai berikut: 

1. Perlu mendisain klinik manajemen yang terkait dengan manajemen 

sumberdaya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran, 

manajemen keuangan dan legalitas usaha pada masing-masing lokasi yang 

menjadi obyek penelitian 

2. Perlunya desain program pelatihan yang terkait dengan kebutuhan 

manajemen bagi pelaku UMKM, agar warga  dapat meningkatkan 

hardskill dan softskill yang lebih memadai terkait dengan aspek manajemen 

sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran, 

manajemen keuangan, dan legalitas usaha sehingga warga  sebagai 

subyek dan obyek UMKM dapat memiliki kompetensi yang lebih mumpuni 

untuk mengelola usaha yang sudah ditekuni selama ini dan dijadikan 

sandaran ekonomi bagi kehidupan keluarganya, bahkan kedepannya nanti 

sentra UMKM di wilayah pesisir pantai dapat menjadi sistem perekonomian 

yang terstruktur dan mandiri. 

3. Pemerintah daerah setempat meredesain lokasi usaha yang lebih memadahi 

dengan cara merelokasi pada tempat baru di luar area yang sekarang 

ditempati bukanlah desain yang sesuai dengan harapan pelaku UMKM, 

untuk kenyamanan pengunjung dan pelaku usaha. 

4. Pemerintah daerah setempat meredesain tempat usaha menjadi lebih luas 

dan modern, bersih dengan sarana dan prasarana yang sesuai standard 

dengan cara merelokasi pada tempat baru di luar area yang sekarang 

ditempati, bukanlah desain tersebut yang diharapkan pelaku UMKM, 

karena hal ini membutuhkan proses adaptasi baru dan memerlukan waktu 

yang cukup lama, khususnya terkait dengan pengunjung yang lama dan 

pengunjung yang baru hal ini memerlukan sosialisasi. 

82  

5. Redesain lokasi usaha yang terletak diluar area sentra UMKM, sebaiknya 

juga ditata ulang secara ter-integrated dengan lokasi usaha secara terpadu 

lainnya walaupun hal ini bukan sesuatu yang mudah tetapi dapat dilakukan 

jika lahan tersedia secara layak dan dijaga kebersihannya. 

 

Manajemen Sentra UMKM Secara Non Pisik 

Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam rumusan model 

manajemen, oleh karena itu pemodelannya harus mencakup berbagai aspek 

permasalahan yang terjadi ditengah komunitas sentra UMKM. Manajemen 

sentra UMKM di wilayah pesisir pantai dibedakan menjadi dua kelompok 

karena karakterisiik pengembangan model manajemen sangat berbeda dengan 

pengembangan model manajemen usaha lain yaitu: 

Model manajemen sentra UMKM yaitu   suatu pola pengelolaan usaha 

yang diimplementasikan oleh sekelompok usaha dalam satu kawasan atau 

kelompok warga , oleh karena itu model manajemen sentra UMKM 

sangat berpengaruh terhadap capaian kinerja dari kelompok usaha tersebut. 

Model manajemen sentra UMKM tidak dapat digunakan secara umum karena 

setiap kelompok usaha atau organisasi memiliki karakteristik yang berbeda 

namun karakteristik dari setiap kelompok usaha atau warga  tentu 

memiliki satu kesamaan yang terkait dengan aktivitasnya. 

83  

(1) Implementasi Manajemen Sentra UMKM 

Pada tahapan Implementasi Model Manajemen perlu dilakukan usaha- 

usaha untuk : 

1. Implementasi Manajemen yang antara lain meliputi : identifikasi pelaku 

usaha dalam melaksanakan pelatihan manajemen yang meliputi manajemen 

sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran, 

manajemen keuangan dan aspek legalitas sesuai dengan kebutuhan 

(pemberian materi pelatihan langsung dengan pendampingan usaha, alokasi 

waktu lamanya pendampingan minimal 6 bulan, perlunya diberikan juga 

tambahan materi pelatihan pada saat pendampingan yang berkaitan dengan 

penggunaan Information Technology (IT) dan business online dalam 

kegiatan usaha), implementasi pelatihan sesuai dengan kebutuhan. 

2. Implementasi Monitoring. Manajemen hasil implementasi manajemen 

sumber daya manusia, manajemen produksi, manajemen pemasaran, 

manajemen keuangan dan legalitas usaha melalui cara memberikan 

pelatihan yang telah disampaikan antara lain meliputi : monitoring hasil 

redesain manajemen sesuai dengan kondisi riil, monitoring hasil 

implementasi manajemen di lapangan/tempat pelatihan, monitoring kinerja 

hasil (yang dapat dicapai). Diharapkan dapat dilakukan evaluasi tindakan 

terhadap dampak pengetrapan manajemen sentra UMKM dengan kondisi 

lapangan sehingga dapat dilakukan perbaikan secara langsung melalui 

rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya secara riil. Monitoring 

dapat dilakukan dalam kurun waktu yang memadai agar dapat dipastikan 

bahwa model manajemen telah diimplementasikan sesuai dengan cara yang 

benar dan dilakukan secara konsisten sehingga memberikan ruang yang 

cukup bagi pelaku UMKM untuk menjalankan model manajemen sentra 

UMKM yang ada ditempat usahanya dan memberikan manfaat riil bagi 

pelaku usaha di sentra UMKM wilayah pesisir. 

84  

3. Evaluasi hasil implementasi. Manajemen sumber daya manusia, 

manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen keuangan dan 

legalitas usaha pelatihan yang antara lain meliputi : evaluasi hasil redesain 

model manajemen dengan kondisi riil, evaluasi hasil implementasi model 

manajemen di lapangan/tempat, evaluasi kinerja hasil pelatihan (yang dapat 

dicapai). 

4. Keberhasilan model. yang antara lain meliputi : manfaat model 

manajemen sentra UMKM warga  pesisir melalui pelatihan dengan 

kebutuhan pelaku usaha UMKM, umpan balik (feedback) dari peserta 

pelatihan tentang (saran dan masukan, keluhan maupun rasa kepuasan) 

terhadap pelatihan yang telah diikuti, serta permintaan tentang kebutuhan 

pelatihan di waktu mendatang (dengan materi yang berbeda). 

 

(2) Pengembangan Manajemen Sentra UMKM 

Pada Pengembangan Model Manajemen perlu dipertimbangkan 

adanya: 

1. Perubahan bisnis yang antara lain meliputi : adanya perkembangan bisnis 

pada umumnya yang terkait dengan usaha yang dilakukan oleh pelaku 

usaha, adanya perubahan pada jenis usaha yang dilakukan oleh pelaku 

usaha, serta hal-hal yang mempengaruhi daya saing usaha bagi pelaku usaha 

dengan cara menambah varian produk, cara memasarkan produk, 

pemberian kemasan yang menarik, menata pembukuan sesuai dengan 

akuntansi yang sederhana yang mudah dipahami 

2. Perubahan Persaingan antara lain meliputi adanya perkembangan pelaku 

usaha pada produk, kualitas, varian, harga produk yang ditawarkan dengan 

pelaku usaha UMKM baik yang berada di sentra-sentra UMKM ataupun 

yang berada diluar sentra UMKM 

3. Perubahan kebijakan yang antara lain meliputi : adanya kebijakan baru 

dan atau perubahan kebijakan pemerintah yang terkait dengan sektor usaha 

85  

yang dilakukan oleh pelaku usaha UMKM, adanya perubahan permintaan 

(kebutuhan, selera) konsumen atas produk yang dihasilkan oleh pelaku 

usaha UMKM. Dengan cara pembuatan ijin Usaha, pengurusan NPWP, 

pengurusan Halal pada produk yang dihasilkan, hal tersebut untuk 

memudahkan pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya dan 

mempermudah dalam pengajuan kredit perbankan. Dan pembayaran pajak 

4. Perubahan kebutuhan yang antara lain meliputi : adanya perubahan 

pelaku usaha di pasar yang sama (perilaku pengusaha) yang sangat 

mempengaruhi kegiatan usaha bagi pelaku usaha UMKM, adanya 

perubahan pada pola atau model manajemen dalam menjalankan kegiatan 

usaha bagi pelaku usaha UMKM (khususnya pada penggunaan IT) yang 

berkembang sekarang ini, adanya perubahan pada kebutuhan dan 

permintaan (needs and wants) serta selera dari konsumen terhadap variasi 

produk maupun pola bisnis yang dijalankan oleh pelaku usaha UMKM. 

Perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan lokasi atau daerah 

yang diteliti. 

5.  Rekonstruksi Model yang antara lain meliputi : adanya perubahan atas 

sumberdaya pemilik/pelaku usaha UMKM (usaha telah berkembang), 

adanya perubahan pada bisnis yang dijalankan (ingin menjadi bisnis 

modern) yang selama ini dijalankan oleh pelaku usaha UMKM, adanya 

perubahan pada selera pasar (keinginan untuk pindah bisnis), serta adanya 

keinginan untuk berubah dan berkembang (pindah dari zona yang sekarang 

ini digeluti) ke zona lain yang dianggap akan menjadikan pelaku usaha 

UMKM lebih baik.yang mudah dijangkau oleh konsumen infrastruktur 

perlu mendapat perhatian. 

Manajemen Sentra UMKM bersifat Pisik 

Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik lebih mengarah pada 

bagaimana cara mengelola aspek lokasi / tempat usaha, dan berbagai 

86  

infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung fasilitas yang memadai serta 

dapat meningkatkan aspek pelayanan, keamanan dan kenyamanan pada 

pengunjung selama berinteraksi dengan pelaku usaha UMKM di wilayah 

pesisir pantai. Sedangkan Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik juga 

dilakukan secara ter-integrated dengan melibatkan pemangku kepentingan 

secara menyeluruh baik dari kalangan pemerintah, pengusaha, tokoh 

warga  akademisi dan pelaku usaha itu sendiri, sehingga menghasilkan 

fasilitas yang lebih memadai untuk pelayanan pengunjung dan pelaku usaha. 

1. Tahap Redesain 

Redesain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi 

pemerintah, perguruan tinggi, perusahaan atau sekelompok warga  untuk 

penataan ulang (tata kelola) baru dengan harapan memperoleh tingkat 

efektivitas dan efisiensi yang lebih baik. Redesain pengelolaan suatu 

organisasi sering dirasakan kurang memberi manfaat bagi sekelompok pelaku 

UMKM bahkan tidak memiliki dampak signifikan terhadap pengembangan 

usaha yang berada pada sentra UMKM wilayah pesisir pantai, karena redesain 

dilakukan secara parsial oleh pihak tertentu tanpa mengkaji lebih mendalam 

apa yang sebenarnya dibutuhkan warga , oleh karena itu redesain 

membutuhkan koordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait agar pengelolaan 

fasilitas pisik yang berada di wilayah pesisir pantai dan sentra UMKM mampu 

memberi kontribusi bagi warga  dalam menjalankan aktivitas usahanya. 

Fasilitas pisik sentra UMKM yang berada di wilayah pesisir pantai, 

masih memerlukan penataan yang ter-integrated, agar semua aspek pisik yang 

berada di tengah sentra UMKM dapat memberi nilai tambah terhadap rasa 

aman dan nyaman warga  yang berkunjung serta mengunjungi sentra 

UMKM yang berada di wilayah pesisir pantai. Pengelolaan tempat usaha yang 

di lakukan oleh pelaku usaha di sentra UMKM memiliki tingkat implementasi 

yang berbeda beda, oleh karena itu penataan tempat usaha masih 

87  

membutuhkan inovasi dan kreativitas yang optimal lagi terutama kemampuan 

mencerminkan pengelolaan lokasi usaha yang sesuai dengan harapan 

pengunjung dan pelaku usaha, serta infrastruktur di wilayah pesisir pantai dan 

sentra UMKM, sehingga upaya tersebut turut menciptakan nuansa yang 

nyaman, aman pada seluruh aspek fasilitas pisik yang berada pada sentra 

UMKM di wilayah pesisir pantai. Untuk menggambarkan secara lengkap 

tentang redesain pengelolaan sentra UMKM yang bersifat pisik dapat 

diuraikan sebagai berikut: 

1. Redesain lokasi usaha, lokasi usaha di area sentra UMKM wilayah pesisir 

pantai secara pisik sulit dilakukan perubahan karena beberapa pertimbangan 

diantaranya: a) lahan yang terbatas, b) status lahan, c) struktur lokasi usaha 

dan d) lokasi usaha, oleh karena itu pengelolaan lokasi usaha tidak 

memungkinkan berorientasi pada luasnya lahan tetapi mengarah pada 

terbentuknya lokasi usaha yang lebih tertata kualitasnya, baik dari aspek 

desain, terutama upaya penciptaan nuansa yang aman dan nyaman serta 

berkarakteristik sedangkan redesain tempat usaha, tempat usaha merupakan 

wilayah individual setiap pelaku usaha UMKM, oleh karena itu redesain 

pengelolaan tempat usaha dan karakteristiknya sangat ditentukan oleh 

selera pemiliknya, namun perlu disadari bahwa sentra UMKM merupakan 

suatu kawasan usaha yang harus dijaga dan dipelihara secara bersama oleh 

seluruh komunitas yang berada didalamnya agar keberadaan sentra UMKM 

dapat menjadi suatu kawasan yang kondusif untuk memutar roda 

perekonomian warga  setempat. Tempat usaha yang berada di sentra 

UMKM sebaiknya dapat mencerminkan keamanan dan kenyamanan bagi 

pengunjung, jenis barang dan berbagai cara mendisplay barang dagangan 

dapat disesuaikan dengan selera pemilik. 

Pengelolaan tempat usaha di kawasan sentra UMKM sebaiknya 

mencerminkan karakteristik diantaranya: 

88  

a. Memberi identitas tempat usaha dengan tulisan yang khas yang 

disesuaikan dengan karakter yang ada diwilayah pesisir pantai masing- 

masing 

b. Tempat usaha yang mencerminkan nilai kearifan lokal dan nilai budaya 

dari warga  setempat 

c. Perilaku dan pelayanan dari para pemiliknya/penjual yang menampilkan 

budaya lokal warga  setempat 

2. Redesain infrastruktur, infrastruktur merupakan ketersediaan ragam 

fasilitas yang dapat mendukung terciptanya pelayanan pengunjung yang 

aman, nyaman dan tenang di kawasan sentra UMKM. Infrastruktur 

umumnya lebih banyak dipersiapkan oleh lembaga, organisasi atau 

kelompok komunitas karena infrastruktur lebih bersifat universal dan sulit 

dipenuhi secara individu, oleh karena itu perlu perencanaan, penyediaan, 

pengawasan, pemeliharaan yang terpadu dalam rangka mewujudkan 

infrastruktur yang aman dan nyaman. 

Infrastruktur di lokasi sentra UMKM dan di wilayah pesisir pantai 

seharusnya di rancang secara terpadu mulai darn sarana prasarana menuju 

lokasi sentra UMKM (jalan, denah lokasi/petunjuk arah), dekat lokasi 

sentra UMKM (tempat parkir, taman dan fasilitas umum), sarana dan 

prasarana di lokasi sentra UMKM, Pengelolaan infrastruktur di lokasi sentra 

UMKM seharusnya memiliki makna khusus agar dapat memberi 

karakteristik dan nilai keunikan di lokasi pesisir pantai dengan 

memperhatikan hal sebagai berikut: 

 

a. Menyediakan infrastruktur penunjang yang memadai untuk menuju 

kearah lokasi sentra UMKM (jalan yang layak, denah dan penunjuk arah 

menuju sentra UMKM yang lengkap dan jelas dari segala arah kota dan 

jarak) 

89  

b. Menyediakan infrastruktur penunjang di area dekat wilayah pesisir 

pantai yang memadai, aman dan nyaman (tempat parkir kendaraan, 

kamar mandi, tempat istirahat, taman yang asri dan sarana komunikasi 

& informasi) 

c. Penyediaan infrastruktur yang mencerminkan nilai kearifan lokal dan 

nilai budaya dari warga  setempat, agar pengunjung dapat 

merasakan situasi yang aman, dan nyaman 

d. Terus mengembangkan infrastruktur yang memadai dari waktu ke waktu 

tanpa meninggalkan karakteristik budaya dan nilai-nilai kearifan lokal 

dari warga  setempat. Biasanya setiap lokasi sentra UMKM 

memiliki satu keunikan yang tidak dimiliki oleh kota lainnya, inilah yang 

harus digali dan dikembangkan secara berkesinambungan. 

Manajemen sentra UMKM yang bersifat pisik banyak melibatkan unsur 

pemangku kepentingan baik dari pemerintah, pelaku bisnis, akademisi dan 

warga  serta pelaku UMKM sendiri, oleh karena itu diperlukan pola 

interaksi yang ter-integrated dari para pemangku kepentingan agar dapat 

menghasilkan satu kebijakan yang aplikatif dan berkelanjutan. 

 

2. Tahap Monitoring 

Monitoring merupakan proses dan upaya untuk menjamin 

keberlanjutan hasil redesain pengelolaan sentra UMKM agar dapat 

diimplementasikan secara benar dan konsisten sesuai dengan tujuannya. Hal 

yang sering diabaikan oleh para perumus kebijakan yaitu   membiarkan pelaku 

usaha tidak melakukan pengelolaan sentra UMKM sesuai yang diinginkan 

tanpa adanya monitoring yang memadai, sehingga dalam kurun waktu tertentu 

hasil dari redesain pengelolaan sentra UMKM tidak dapat berfungsi lagi 

dengan baik. 

Monitoring dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk 

90  

mengevaluasi terkait dengan manajemen sentra UMKM yang telah diterapkan 

pada sekelompok usaha di sentra UMKM, apakah hasil redesain tersebut telah 

sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan, karena seringkali dilakukan 

suatu kebijakan tanpa memperhatikan kondisi riil yang dihadapi secara 

langsung oleh para pelaku UMKM. 

Melalui monitoring secara Iangsung terhadap kondisi riil sentra 

UMKM, diharapkan dapat dilakukan evaluasi tindakan terhadap dampak tata 

kelola dengan kondisi di lapangan, sehingga dapat dilakukan perbaikan secara 

langsung melalui rekonstruksi kondisi pisik dengan implementasinya secara 

riil. Monitoring dapat dilakukan dalam kurun waktu yang memadai agar dapat 

dipastikan bahwa tata kelola fasilitas pisik telah diimplementasikan sesuai 

dengan cara yang benar dan dilakukan secara konsisten, sehingga memberi 

ruang yang cukup bagi pelaku UMKM untuk mengelola fasilitas pisik yang 

ada ditempat usahanya dan memberi manfaat secara riil baginya dalam 

meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada pengunjung serta 

mendorongnya untuk datang belanja di sentra UMKM. 

Tahap monitoring akan dilakukan melalui tiga jenjang yaitu evaluasi 

redesain pisik, evaluasi hasil implementasi pengelolaan pisik serta evaluasi 

kinerja hasil. Untuk memberi penjelasan yang detail, dapat disajikan dalam 

gambar sebagai berikut: 

Monitoring yang dilakukan tentu dapat memahami dengan benar apa 

yang menjadi kebutuhan riil para pelaku usaha, sehingga desain pengelolaan 

sentra UMKM dapat diimplementasikan dengan cara yang benar serta 

memberi dampak positip terhadap keberhasilan usaha pada satu kawasan 

tertentu. Program monitoring yang memadai memerlukan waktu delapan belas 

bulan yang terbagi menjadi tiga periode yaitu: 

a. Enam bulan pertama digunakan untuk melakukan evaluasi secara 

langsung atas kesesuaian penerapan manajemen sentra UMKM yang 

91  

dilakukan oleh pelaku usaha terutama yang terkait dengan penyesuaian 

konsep pengelolaan dengan kondisi nil masing-masing pelaku usaha 

UMKM. Kegiatan ini diharapkan mampu melakukan modifikasi konsep 

manajemen sentra UMKM yang telah di desain agar selaras dengan kondisi 

nil di lapangan, sehingga penerapan semua aspek manajemen sentra 

UMKM dapat berjalan dengan konsisten dan termonitor dengan mudah 

melalaui konsultasi langsung selama proses monitoring yang di lakukan 

setiap waktu (setiap minggu) oleh tim monitoring yang telah ditunjuk 

melalui sebuah kerjasama pihak terkait. 

b. Enam bulan kedua digunakan untuk melakukan evaluasi hasil atas 

implementasi pengelolaan sentra UMKM selama enam bulan pertama, 

adapun tujuan tahap ini yaitu   untuk memastikan bahwa serangkaian proses 

pengelolaan sentra UMKM yang telah dilakukan selama enam bulan 

pertama tetap berjalan secara konsisten serta melihat secara langsung 

keberhasilan implementasi dari semua aspek manajemen sentra UMKM, 

baik pengelolaan lokasi usaha, tempat usaha maupun infrastruktur yang 

berada di kawasan tersebut. Evaluasi akhir dari tahap ini yaitu   mengukur 

dampak positif yang muncul atas kinerja usaha pelaku UMKM bagi 

perkembangan dan keberhasilan usahanya. 

c. Enam bulan ketiga digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja hasil 

yaitu mengetahui keberhasilan dari implementasi seluruh aspek 

pengelolaan sentra UMKM terhadap aktivitas usahanya dengan cara 

melakukan evaluasi keberhasilan dari implementasi pengelolaan sentra 

UMKM, merekonstruksi model pengelolaan sentra UMKM sesuai dengan 

kebutuhan serta membuat indikator-indikator yang dapat digunakan untuk 

mengukur keberhasilan semua aspek pengelolaan sentra terhadap kinerja 

usaha sentra UMKM di wilayah pesisir pantai di Jawa Timur. 

Program monitoring merupakan bagian dari model manajemen sentra 

92  

UMKM yang efektif bagi pelaku usaha, namun pelaksanaan monitoringnya 

memerlukan pemikiran yang komprehensif karena membutuhkan sumberdaya 

pendamping (mentor), waktu dan biaya, oleh karena itu tahap monitoring akan 

berhasil jika para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan 

sentra UMKM mampu disinergikan secara ter-integrated menjadi satu 

kesatuan yang disebut dengan triple helix ABG (academic, business, 

government), dimana keterpaduan tiga pilar utama dari kalangan akademisi, 

bisnis dan birokrasi mampu untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan 

pengelolaan sentra UMKM yang efektif, terpadu dan berkesinambungan, 

sehingga sentra UMKM dapat menjadi satu kawasan bisnis yang dapat 

memacu roda perekonomian warga  secara mandiri dan berkontribusi 

secara rill bagi kesejahteraan warga . 

 

3. Tahap Pengembangan 

Tahap pengembangan merupakan upaya untuk memandirikan pelaku 

usaha UMKM slap menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dan 

memberi dampak ancaman pada keberlangsungan usaha UMKM dimasa 

mendatang, oleh karena itu tidak ada jalan lain bahwa model pengelolaan 

sentra UMKM yang efektif dan dapat bertahan dalam lingkungan persaingan 

yang dinamis, maka harus disertai dengan upaya membekali kemampuan 

untuk pengembangan pengelolaan sentra UMKM dinamis dan acceptable. 

Tahap pengembangan merupakan proses pendewasaan pada pelaku UMKM 

agar dapat terns bertahan ditengah persaingan usaha yang semakin komplek 

dan rumit. Tahap pengembangan merupakan upaya bagaimana para pelaku 

usaha UMKM terus melakukan aktivitas yang kreatif serta inovatif dalam 

mengikuti perubahan pola pengelolaan sentra UMKM yang aplikatif serta 

mampu memandu aktivitasnya sepanjang waktu melalui implementasi 

pengelolaan usaha yang memadai. 

Model manajemen sentra UMKM bukan bersifat statis tetapi dinamis, 

93  

terus mengikuti perubahan yang terjadi pada eranya, oleh karena itu Model 

pengelolaan akan efektif jika para pelaku usaha mampu mengembangkan 

model pengelolaan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan yang digunakan 

untuk mengelola aktivitas usahanya, karena aktivitas usaha juga tens 

berkembang sesuai dengan problematik yang muncul. Perubahan aktivitas 

usaha pasti terjadi karena adanya perubahan faktor selera pembeli, faktor 

lingkungan, faktor persaingan, faktor internal bahkan adanya faktor perubahan 

global, oleh karena itu model pengelolaan harus terus menciptakan kreativitas 

dan inovasi sesuai dengan kebutuhannya agar mampu digunakan terus untuk 

mengelola aktivitas usahanya. 

Tahap pengembangan dapat dilakukan melalui pola yang sederhana 

yaitu: 

a. Mengidentifikasi perubahan selera yang terjadi ditengah warga  

terutama perubahan selera pembeli, persaingan serta perkembangan 

informasi dan teknologi di era terkini. 

b. Mengidentifikasi kebutuhan sumberdaya yang diperlukan untuk 

mewujudkan dan memenuhi kebutuhan perubahan yang terjadi ditengah 

warga  dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, khususnya 

perubahan fasilitas pisik maupun pelayanan yang lebih baik bagi 

pengunjung. 

c. Rekonstruksi model manajemen sentra UMKM jika dirasa sudah tidak 

mampu lagi menumbuhkan selera pengunjung, karena perubahan tata 

kelola terhadap lokasi usaha, tempat usaha dan infrastruktur kawasan 

sentra UMKM yang semakin komplek, bertambahnya kapasitas, keperluan 

untuk pengendalian serta adanya tuntutan efektivitas dan efisiensi. 

d. Perubahan pengembangan yaitu kebutuhan untuk melakukan penyesuaian 

model manajemen sentra UMKM menjadi lebih efektif dan efisien, 

sehingga mampu untuk menumbuhkan usahanya menjadi lebih baik, 

94  

capaian kinerja yang lebih terarah dan hasil kerja yang lebih layak. 

Pengembangan model manajemen sentra UMKM sudah menjadi 

satu kebutuhan bagi organisasi bagi pelaku usaha agar tetap eksis menjaga 

reputasi kinerjanya ditengah persaingan yang dinamis, oleh karena itu 

diperlukan sikap proaktif dari para pelaku usaha untuk terus mengantisipasi 

bahwa perubahan bukan malapetaka tetapi justru peluang untuk melakukan 

kreativitas dan inovatif pengelolaan usaha yang aplikatif sehingga mampu 

memberi layanan yang "superior value" bagi pembeli dan warga  serta 

mampu mendatangkan benefit yang layak bagi para pelaku usaha sendiri dan 

menjamin keberlanjutan usahanya di masa mendatang. 

 

Kebutuhan Pengembangan Model Manajemen Dari Peran 

Stakeholder 

Model manajemen sentra UMKM yang efektif membutuhkan dukungan 

dari stakeholder sebagai instrumen penggerak sekaligus sebagai pelaku usaha 

UMKM baik langsung maupun tidak langsung, manajemen sentra UMKM 

bersifat komplek, oleh karena itu pihak pemangku kepentingan perlu 

mempertimbangkan perannya dalam rangka menjamin keberlanjutan usaha 

UMKM sesuai dengan kapasitasnya dan melakukan upaya riil serta bersinergi 

satu sama lainnya agar dapat memberi sumbangsih secara optimal, 

komprehensif, konsisten serta berkelanjutan. 

Pengembangan model manajemen sentra UMKM sebagai model 

membutuhkan dukungan dari stakeholder yang terdiri dari: a) triple helix yaitu 

optimalisasi peran kolaborasi tiga pilar utama yang terdiri kalangan akademisi, 

pelaku bisnis dan birokrasi, b) pemberdayaan pilar warga  dan c) 

terintegrasinya komunitas UMKM yaitu pelaku UMKM dan sentra UMKM. 

Model pengembangan manajemen sentra UMKM merupakan satu 

kebutuhan yang tidak dapat dihindari karena perubahan global, perubahan 

ingin terus eksis, tuntutan selera warga  dan teknologi, sehingga peran 

95  

Government 

Academic 

Business 

 

 

Sentra Pelaku 

UMKM UMKM 

 

 

warga  

stakeholder sangat menentukan arah perubahan model pengelolaan yang 

acceptable dengan lingkungannya, oleh karena itu keterlibatan stakeholder 

secara ter-integrated tentu akan mempercepat proses nilai tambah bagi 

UMKM. Untuk menjelaskan detail proses pengembangan model dapat 

ditunjukkan dalam gambar berikut ini: 

 

 

Gambar 4.4 Pengembangan Model Manajemen dan Peran Stakeholder 

 

Gambar diatas menunjukkan bahwa pengembangan model manajemen 

sentra UMKM, bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena banyak pihak 

yang harus dilibatkan dalam proses, ter-integrated dan jelas perannya dalam 

pengembangan model manajemen hasilnya dapat dimanfaatkan secara optimal 

dan berkontribusi secara riil bagi kemajuan usaha UMKM seta meningkatkan 

kesejahteraan warga. Pesisir pantai 

Model ini membagi tiga wilayah kerja yang melibatkan unsur yang 

berbeda-beda, namun secara keseluruhan akan bermuara pada satu tujuan yang 

sama yaitu membangun model manajemen sentra UMKM yang efektif. 

Adapun tiga wilayah tersebut terdiri dari: a) kelompok formal, yang meliputi 

kalangan akademisi, birokrasi dan pelaku bisnis, b) kelompok informal, yaitu 

pemberdayaan warga  yang ada di wilayah pesisir baik tokoh warga , 

c) komunitas penggiat UMKM yang meliputi pelaku UMKM dan sentra 

UMKM. 

 Optimalisasi Triple Helix 

Triple helix merupakan penyatuan tiga pilar dari pemangku kepentingan 

yang secara formal berkontribusi dalam pengembangan UMKM, namun 

96  

seringkali tidak ter-integrated dan optimal perannya dalam pengelolaan 

UMKM, oleh karena itu diperlukan sinergi dari tiga pilar utama dalam 

menyusun kebijakan yang strategis terkait dengan pengembangan UMKM. 

Unsur academic (perguruan tinggi), unsur business (pelaku usaha) dan 

unsur government (birokrasi/pemerintah) secara formal memiliki potensi yang 

memadai untuk memainkan perannya, namun kenyataannya masih jauh dari 

yang diharapkan, oleh karena itu optimalisasi merupakan kata kunci untuk 

membawa UMKM keluar dari permasalahan manajerial yang masih stagnan 

selama ini. 

Saling keterkaitan dan optimalisasi peran tiga unsur stakeholder disebut 

triple helix yaitu menyatukan tiga kekuatan dalam satu model perumusan 

kebijakan yang terkait dengan pengembangan pengelolaan sentra UMKM 

wilayah pesisir pantai di jawa timur di Jawa Timur. 

1. Unsur Pendidikan Tinggi / Akademik 

Unsur akademik yaitu   lembaga pendidikan tinggi yang secara riil 

tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Timur baik lembaga pendidikan tinggi 

berstatus negeri maupun swasta, namun perannya dalam pengembangan 

UMKM masih jauh dari harapan, oleh karena itu optimalisasi sumberdaya 

manusia/peneliti yang cukup mumpuni ini harus dimanfaatkan untuk 

meningkatkan kualitas sumberdaya pelaku UMKM, sedangkan keterbatasan 

sumber dana lembaga pendidikan tinggi dapat di atasi dengan jalan 

memanfaatkan sumber dana yang berasal dari lembaga lainnya seperti dana 

corporate social responsibility (CSR), lembaga pembiayaan maupun alokasi 

dana khusus yang disediakan melalui skema anggaran dari kementerian atau 

melalui alokasi dana dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang 

dianggarkan melalui APBD daerah setempat. 

Bermitra dengan kalangan pebisnis atau pemerintah yaitu   kata kunci 

dan langkah strategis untuk pengembangan UMKM, sehingga dapat disusun 

97  

kerja sama yang terintegrasi. Tugas utama dari pendidikan tinggi yaitu   

menyelenggarakan bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada 

warga  serta penunjang lainnya, oleh karena itu tugas dibidang penelitian 

dan pengabdian pada warga  merupakan tugas yang dapat 

diimplementasikan dengan cara memberi pelatihan dan pendampingan kepada 

pelaku UMKM, tentu sesuai dengan kompetensi masing-masing lembaga 

pendidikan tinggi. 

Sebaiknya setiap lembaga pendidikan tinggi yang berdomisili di daerah 

dapat mengoptimalkan peran sumberdayanya untuk memacu dan mendorong 

kemajuan UMKM melalui program civitas akademikanya baik dari unsur 

lembaga, dosen dan mahasiswanya. 

Program berkala terkait dengan bina mitra terhadap sekelompok 

warga  merupakan salah satu solusi strategis dalam mengurai benang 

kusut terkait dengan permasalahan UMKM, sehingga program ini dapat 

membantu kalangan UMKM yang mengalami kebuntuan dalam hal 

pengelolaan usahanya. Program bina mitra sebaiknya menjadi program wajib 

bagi setiap pendidikan tinggi di seluruh daerah, dimana setiap semester 

mahasiswa dan lembaga turun ke mitra binaannya untuk melakukan 

pendampingan sesuai dengan kebutuhan warga /kelompok usaha UMKM 

yang menjadi obyeknya. 

Dalam programnya setiap pendidikan tinggi dapat menyertakan 

mahasiswanya untuk turun ke lapangan sesuai dengan kompetensi masing- 

masing selama kurun waktu tertentu. Secara reguler dapat diganti sehingga 

sepanjang satu semester bahkan sepanjang tahun selalu ada program 

pendampingan secara rutin dan terjadwal, sehingga keberlanjutan program 

pelatihan dan program pendampingan dapat berjalan sesuai kebutuhan 

warga nya. 

Program lembaga pendidikan tinggi harus menjamin bahwa setiap 

98  

bentuk pelatihan dapat terimplementasi dengan benar serta sesuai dengan 

karakteristik riil yang ada di lapangan dan merupakan kebutuhan bagi pelaku 

UMKM. Secara terinci program pendidikan tinggi beserta sivitas akademika 

dapat diarahkan pada kegiatan sebagai berikut: 

1. Menyusun program bina mitra dengan sekelompok warga  dan 

lembaga lain dalam rangka memberi pelatihan dan pendampingan untuk 

pelaku UMKM yang berdomisili di daerah tertentu, tentu saja sesuai dengan 

skala prioritas yang telah dipetakan oleh dinas terkait. Dan menyesuaikan 

kebutuhan materi pelatihan yang hendak disampaikan pada masing- masing 

lokasi obyek penelian 

2. Menyusun kebutuhan kelompok warga  atau pelaku UMKM tentang 

model pelatihan yang terkait dengan pengembangan usahanya. Identifikasi 

ini dapat dilakukan melalui program penelitian terlebih dahulu sehingga 

dapat dirumuskan berbagai kebutuhan pelatihan yang dapat mendorong 

kemajuan usaha UMKM. Model manajerial, pengelolaan usaha atau tata 

kelola, sering menjadi kendala terbesar bagi pelaku UMKM, oleh karena itu 

setiap lembaga pendidikan tinggi dapat menentukan prioritas pelatihan 

sesuai dengan bidang keilmuan yang ada pada lembaganya. 

3. Menyusun kebutuhan sumberdaya yang terkait dengan implementasi 

program bina mitra untuk setiap obyek dan kurun waktu tertentu (idealnya 

dua tahun). Orientasi kebutuhan sumberdaya dapat diprioritaskan pada 

penentuan jadwal, pemilihan mitra bina dengan sekelompok UMKM, 

kebutuhan jenis pelatihan, jumlah dosen dan mahasiswa yang ikut 

dilibatkan dalam program pelatihan, pendampingan sampai pada 

pengembangan. 

4. Melakukan kemitraan dengan kalangan pemerintahan atau pelaku bisnis 

untuk sinkronisasi dengan program pemerintah atau program corporate 

lainnya dalam rangka pemenuhan sumber dana, agar implementasi program 

99  

pelatihan dan pendampingan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan 

warga . 

5. Melaksanakan program pelatihan, pendampingan dan pengembangan 

dengan kelompok warga  atau pelaku UMKM sesuai dengan fokus 

kajian serta kompetensi yang dimilikinya. 

6. Melakukan evaluasi program pendampingan untuk dilanjutkan pada 

program pengembangan, sehingga para pelaku UMKM mampu mencapai 

kemandirian dalam mengelola usahanya serta siap menghadapi persaingan 

pasar. 

2. Business (Unsur Pelaku Usaha) 

Kelompok bisnis yang sudah masuk dalam kategori besar umumnya 

memiliki kebijakan bina mitra dengan warga  disekitar lokasi usahanya 

atau komunitas kelompok warga  tertentu seperti UMKM, lembaga sosial, 

lembaga pendidikan tinggi dan lembaga lainnya, hal ini sebagai wujud 

tanggungjawab sosialnya melalui program corporate social responsibility 

(CSR). 

Program CSR bukan suatu hal yang berlebihan karena corporate tumbuh 

berkembang ditengah warga , tentu share keuntungan merupakan 

program strategi berkelanjutan bagi perusahaan. Corporate memiliki 

kewajiban dibidang perpajakan, kesejahteraan warga  dan program bina 

lingkungan dengan cara menyisihkan sebagian profitnya untuk warga . 

Melakukan kemitraan dengan lembaga pendidikan tinggi tentunya 

merupakan langkah strategis, karena telah mempertemukan dua sumberdaya 

yang dibutuhkan oleh pelaku UMKM yaitu sumberdaya manusia yang 

mumpuni untuk memberikan pelatihan serta sumberdaya dana untuk 

membiayai program pelatihan, sehingga sinergi dua institusi ini akan 

memberikan manfaat yang lebih optimal bagi UMKM atau kelompok 

warga . 

Selama ini sering kalangan bisnis melakukan program CSR secara 

100  

parsial dengan memberi bantuan pada kelompok warga  atau pelaku 

UMKM, namun tidak disertai dengan program pendampingan yang terstruktur 

sehingga banyak bantuan yang diberikan menjadi tiada berguna, oleh karena 

itu sudah selayaknya kalau program ini disinergikan secara terintegrasi 

diantara kalangan akademisi, pelaku usaha dan pemerintah untuk 

mengoptimalkan sumberdayanya sesuai dengan domainnya masing-masing. 

Aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh kalangan bisnis melalui 

program CSR atau program bantuan lainnya dapat diarahkan pada sasaran 

yang strategis sebagai berikut: 

1. Menentukan skala prioritas program CSR yang akan dilakukan oleh 

corporate baik menyangkut program kegiatan, jumlah dana yang 

dialokasikan, sasaran dan target yang diinginkan. 

2. Membangun bina mitra dengan berbagai lembaga pendidikan tinggi 

setempat untuk melakukan kerja sama terintegrasi dalam pelaksanaan 

program CSR dan bina lingkungan yang berorientasi pada peningkatan taraf 

hidup warga  

3. Melakukan evaluasi program CSR dan bina mitra dengan kalangan 

pendidikan tinggi agar menghasilkan program berkelanjutan untuk pelaku 

usaha UMKM yang lebih terintegrasi dan holistik 

101  

3. Government (Unsur Pemerintahan) 

Pemerintah merupakan unsur regulator yang menentukan keberhasilan 

dari keberlanjutan masa depan UMKM di Indonesia, oleh karena itu baik 

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui kewenangannya harus 

mampu membuat regulasi yang mampu mendorong tumbuh berkembangnya 

aktivitas ekonomi bagi warga nya. 

Seharusnya pemerintah, lembaga pendidikan tinggi dan kalangan 

corporate bersinergi untuk menyusun program ter-integrated dan holistik 

terkait upaya untuk menumbuhkembangkan usaha UMKM yang tersebar di 

seluruh wilayah Indonesia, oleh karena itu program yang bersifat parsial, ego 

sektoral harus dikesampingkan, sudah saatnya tiga pilar pemangku 

kepentingan yang terdiri dari akademisi, bisnis dan pemerintah menyusun 

program terpadu untuk mengangkat model pengelolaan sentra UMKM yang 

lebih baik, bermartabat dan berdayaguna. 

Secara terinci peran pemerintah dapat dijelaskan sebagai berikut: 

1. Pemerintah sebagai unsur regulator seharusnya mampu untuk menyusun 

suatu regulasi yang memberi perlindungan terhadap UMKM, mengingat 

jumlahnya yang sangat besar dan terbukti telah memberi kontribusi 

terhadap perekonomian dan kesejahteraan warga  melalui kiprahnya di 

sektor UMKM. 

2. Pemerintah pusat melalui Menristekdikti telah memberi insentif pendanaan 

di bidang penelitian dan pengabdian kepada warga  bagi lembaga 

pendidikan tinggi, oleh karena itu setiap pemerintah daerah yang 

wilayahnya ditempati sebagai lokasi lembaga pendidikan tinggi, sebaiknya 

melakukan kerjasama dan bermitra untuk menyusun program pengentasan 

berbagai permasalahan yang di rasakan oleh warga , terutama bina 

mitra dengan sekelompok warga  atau sentra UMKM yang berada di 

wilayahnya. 

102  

3. Memberi sanksi tegas terhadap corporate yang tidak melakukan program 

CSR sesuai dengan regulasi yang ada, dengan regulasi yang jelas tentu 

semua pihak dapat saling mendukung upaya pengembangan UMKM yang 

berorientasi pada kemitraan. Lembaga pendidikan tinggi, corporate dan 

pemerintah daerah yang berada dalam satu wilayah yang sama (tingkat 

kecamatan) dapat saling bermitra untuk mengembangkan eksistensi dan 

keberlanjutan sentra UMKM yang ada di wilayahnya, sehingga UMKM 

bukan sebagai obyek tetapi juga menjadi subyek dalam perekonomian suatu 

negara. 

 

 Komunitas UMKM yang Ter-integrated 

Usaha mikro kecil dan menengah memiliki dua karakteristik yang 

bersifat unik yaitu keterkaitan antara pelaku UMKM dan sentra UMKM. 

Kondisi semacam ini hampir terjadi dan tersebar di seluruh wilayah Jawa 

Timur, oleh karena itu sudah saatnya untuk memanfaatkan potensi UMKM ini 

sebagai ekonomi alternatif yang dapat menunjang pertumbuhan perekonomian 

regional. 

Optimalisasi peran dari UMKM masih memerlukan intervensi dari 

berbagai pihak khususnya dari stakeholder yang memiliki kapasitas dan 

keterlibatan secara langsung maupun, tidak langsung dengan pengelolaan 

UNIKM. Secara umum UMKM masih memiliki beberapa keterbatasan 

diantaranya: a) kualitas sumberdaya manusia, b) akses permodalan, c) 

penerapan manajemen, d) akses pasar, e) teknologi komunikasi dan informasi, 

dan f) jejaring/ kemitraan. 

Keterbatasan tersebut merupakan permasalahan klasik yang terjadi pada 

sektor UMKM, oleh karena itu perlunya membangun sinergi dari stakeholder 

untuk mengembangkan sentra UMKM serta meningkatkan kompetensi pelaku 

UMKM agar keduanya dapat menjadi salah satu komponen pelaku ekonomi 

yang mandiri. 

103  

Sentra UMKM dan pelaku UMKM bagaikan dua sisi keping mata uang 

yang mana sisi satu dengan sisi lainnya tidak dapat dipisahkan dan tetap 

menjadi satu kesatuan yang utuh, hal ini tidak lepas dari kondisi rid bahwa 

UMKM: a) pelakunya masih skala mikro dan kecil, b) modal relatif kecil, c) 

sektor informal, d) lokasinya bersifat cluster. Karakteristik ini menyiratkan 

bahwa sebagian besar UMKM berada dalam satu kawasan yang dihuni oleh 

sekelompok warga  yang memiliki ragam kegiatan usaha yang relatif sama 

namun memiliki keunikan berbeda beda, sebagai contoh sentra UMKM kuliner 

di wilayah pesisir pantai Jawa Timur. 

Sebagian besar sentra kuliner menjual makanan namun jenisnya 

makanannya berbeda-beda, hal ini yang menjadi keunikan dari sentra UMKM, 

oleh karena itu pengembangan sentra UMKM tidak dapat dipisahkan dengan 

pelakunya, untuk menggambarkan secara rinci tentang komunitas UMKM 

dapat diuraikan berikut ini: 

1. Pelaku UMKM Wilayah Pesisir 

Pelaku usaha mikro dan kecil sebagian besar masih dilakukan oleh 

kelompok warga  marginal, jumlah pelaku sangat besar namun skala 

usahanya masih sangat kecil, oleh karena itu pelaku UMKM masih 

membutuhkan pendampingan pada aspek manajerialnya terutama peningkatan 

kompetensi pengelolaan usaha, akses pasar, akses permodalan, akses teknologi 

komunikasi dan informasi serta membangun jejaring (kemitraan). Jumlah 

UMKM Jawa Timur sangat besar dan terbukti memberi kontribusi bagi 

perekonomian dan peningkatan kesejahteraan warganya walaupun masih 

belum optimal, oleh karena itu diperlukan sinergi dari kalangan stakeholder 

dalam merumuskan kebijakan strategis dalam membangun keunggulan daya 

saing UMKM dalam memasuki warga  ekonomi Asean dan persaingan 

global. Keberlanjutan usaha UMKM merupakan upaya strategis dalam rangka 

memperkokoh sistim perekonomian dan jati diri suatu bangsa, khususnya 

104  

perekonomian domestik yang mengarah pada kemandirian sistim anggaran, 

oleh karena itu pengembangan kompetensi manajerial pelaku UMKM harus 

diarahkan pada beberapa kebijakan strategis sebagai berikut: 

a. Terciptanya pelaku UMKM yang berkompeten, kreatif dan inovatif, 

sehingga mampu dan siap menghadapi berbagai tantangan dan persaingan 

global 

b. Berorientasi pada bisnis, bukan sekedar membuka usaha untuk memenuhi 

kebutuhan hidup keluarganya tetapi untuk meraih profit, menciptakan nilai 

sumberdaya yang produktif 

c. Meningkatkan kemampuan manajerial yang mumpuni guna untuk 

mengelola usahanya lebih efektif dan efisien 

d. Terjalinnya kemitraan dengan lembaga lain baik yang terkait dengan akses 

pembiayaan, akses pasar, akses sumberdaya dan akses keberlanjutan usaha 

e. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, dalam rangka menuju 

pada bisnis berbasis digital, hal ini akan menunjang implementasi bisnis 

yang cepat, jangkauan luas, kinerja bisnis semakin baik. 

 

2. Sentra UMKM Wilayah Pesisir 

Sentra UMKM merupakan suatu kawasan yang dihuni oleh sekelompok 

orang yang menjalankan kegiatan usaha yang sama, karena adanya panggilan 

jiwa dan merasa senasib dan sepenanggungan, memiliki tujuan sama, memiliki 

komunitas yang sama bahkan terbentuk karena faktor lingkungan yang sama. 

Namun dalam perkembangan sentra UMKM ada yang sengaja dijadikan lokasi 

khusus usaha agar mempermudah proses pembinaan, pengembangan, 

pengawasan dan tujuan lainnya. Kegiatan usaha yang tergabung dalam sentra 

UMKM akan memperoleh nilai manfaat lebih baik daripada melakukan usaha 

dilokasi sendiri, oleh karena itu sentra UMKM masih dibutuhkan dalam rangka 

pengembangan usaha dari kelompok warga , adapun nilai tambah yang 

diperoleh pelaku usaha yang berada di sentra UMKM yaitu  : 

105  

a. Transformasi hardskill dan softskill berjalan lebih lancar diantara pelaku 

UMKM, karena berada pada satu kawasan, sehingga tidak membutuhkan 

waktu yang lama, bahkan semua proses akan berjalan secara alami 

(informal). 

b. Komunikasi semua aspek kegiatan di sentra UMKM akan berjalan efektif 

dan efisien, karena bersifat informal dan melibatkan pelaku yang 

karakteristiknya relatif sama 

c. Memudahkan konsumen atau warga  untuk memenuhi kebutuhan suatu 

produk yang diinginkan dengan cara mengenal