Tampilkan postingan dengan label Manajemen operasi 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manajemen operasi 4. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Oktober 2025

Manajemen operasi 4


 



stasiun kerja pengguna (using 

work station). Apabila stasiun kerja pengguna tidak melakukan kegiatan 

produksi, secara otomatis stasiun kerja pemasok (supplying work station) 

juga akan berhenti memasok produk karena tidak menerima pesanan 

produksi. 

Konsep just in time (JIT) dikembangkan oleh perusahaan￾perusahaan terbaik di Jepang sebagai sebuah sistem manajemen untuk 

pabrikasi modern, sejak awal tahun 1970an. Konsep ini pertama kali 

dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing 

oleh Taiichi Ohno. Oleh karena itu, Taiichi Ohno sering disebut sebagai 

bapak JIT. Prinsip utama dari JIT adalah memproduksi hanya jenis-jenis 

barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan (how much) 

pada saat dibutuhkan (when) oleh konsumen. Just in time merupakan 

keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana segenap 

sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan 

fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuan JIT adalah meningkatkan 

produktivitas dan meminimalkan pemborosan.

Salah satu filosofi dasar sistem JIT adalah mengurangi pemborosan. 

Bentuk-bentuk pemborosan tersebut di antaranya adalah sebagai 

berikut.

a. Pemborosan waktu. Misalnya, ada pekerja yang menganggur, 

mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak 

efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material,

lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi kemacetan, 

pengiriman barang yang terlambat, banyaknya karyawan yang absen, 

dan sebagainya. 

b. Pemborosan bahan. Misalnya, terlalu banyak buangan (scraps, 

chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material 

atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang atau 

material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu 

lama disimpan, dan lain-lain.

c. Pemborosan dalam manajemen. Misalnya, terlalu banyak karyawan 

kantor, banyak terjadi misinformasi antardepartemen, banyaknya 

overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, 

koordinasi yang sulit, dan lain-lain. 

Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: 

segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, 

bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan 

untuk proses nilai tambah suatu produk. Dalam bahasa sederhanya, 

segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. Berbagai 

pemborosan yang terjadi dalam perusahaan biasanya disebabkan 

adanya produksi di luar kebutuhan (over production), waktu menunggu, 

transportasi,  pemrosesan  (process production), tingkat persediaan 

barang yang tidak begitu diperlukan, pergerakan yang tidak penting, 

dan produk cacat (defects).

Guna meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi, 

sistem JIT menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah 

nilai bagi suatu produk. Agar lebih mudah untuk memahami, berikut 

delapan kunci utama JIT.

• Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan 

pada permintaan.

• Memproduksi dengan jumlah kecil.

• Menghilangkan pemborosan.

• Memperbaiki aliran produksi.

Menyempurnakan kualitas produksi.

• Memiliki orang-orang yang tanggap.

• Menghilangkan ketidakpastian.

• Menekankan pada pemeliharaan jangka panjang. 

Ada empat hal pokok yang harus dipenuhi untuk melaksanakan 

konsep JIT. Pertama,  dalam JIT, produksi hanya dilakukan untuk 

memenuhi apa, berapa, dan kapan suatu barang dibutuhkan, 

Kedua, penerapan autonomasi, yaitu suatu unit pengendalian produk 

cacat yang secara otomatis tidak memungkinkan unit cacat untuk 

mengalir ke proses berikutnya.  Ketiga,  tenaga kerja harus fleksibel 

dalam artian jumlah pekerja dapat diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi 

permintaan. Keempat, mengedepankan kreativitas, inovasi, dan mau 

menerima masukan atau saran dari karyawan.

Untuk mencapai keempat konsep tersebut, perusahaan dapat 

menerapkan sistem dan metode, seperti sistem kanban, metode 

kelancaran dan kecepatan produksi, optimalisasi waktu penyiapan, 

tata letak proses dan pekerja fungsi ganda, aktivitas perbaikan lewat 

kelompok kecil (small group) dan sistem saran, dan sistem manajemen 

fungsional. 

PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT )

Aplikasi metode JIT dalam perusahaan bukanlah hal yang mudah atau 

sederhana. Terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan. Sebelum 

memutuskan untuk menerapkan JIT, berikut tujuh prinsip yang harus 

dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan strategi sistem 

produksi:

1. Berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk.

Tujuan utama JIT adalah memproduksi barang jadi tepat waktu 

dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsi saja (just in time) sehingga proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang 

diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan 

untuk menghindari terjadinya persediaan serta untuk menekan 

biaya penyimpanan (holding cost). Jadwal produksi hanya diterima 

oleh lini perakitan terakhir dan semua subskuen di bawahnya akan 

menerima pesanan dari lini perakitan, dan pemasok akan menerima 

pesanan produksi dari subskuen tersebut.

2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil.

Produksi dalam jumlah kecil berguna untuk menghindari 

perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam 

produksi jumlah besar. Produksi dalam jumlah kecil meningkatkan 

fleksibilitas aktivitas produksi dan memudahkan untuk melakukan 

penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi, terutama dalam 

menghadapi perubahan permintaan pasar.

3. Mengurangi pemborosan.

Pemborosan (waste) harus dikurangi, bahkan ditiadakan, dalam 

setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber daya (bahan 

baku, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh 

melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target 

produksi.

4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus.

Agar produk dapat sampai secepat mungkin kepada konsumen, 

perbaikan harus dilakukan terus menerus berdasarkan pengalaman. 

Setiap proses-proses yang menimbulkan kemacetan produksi dan 

semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, 

dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi 

harus diperbaiki dan diminimalkan.

5. Penyempurnaan kualitas produk.

Penyampaian produk yang tepat waktu kepada konsumen bukanlah 

satu-satunya tujuan JIT. Kualitas juga merupakan hal penting dalam konsep JIT. Oleh karena itu, kondisi “zero defect” diupayakan untuk 

dicapai dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam 

setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan 

haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.

6. Menghormati semua orang/karyawan (respect to people).

Setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk 

mengatur dan mengambil keputusan produksi, baik itu memutuskan 

apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan 

karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja 

tertentu maupun membuat keputusan lainnya terkait masalah 

produksi.

7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian.

Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi 

permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, 

justru akan berubah menjadi waste jika tidak segera digunakan. 

Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara 

tidak terkendali, seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas 

proyek, akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak 

dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu, perencanaan dan 

penjadwalan produksi harus dibuat dan dikendalikan secara teliti. 

Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa 

dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan 

formulasi model peramalannya.

Pengaplikasian ketujuh prinsip pelaksanaan just in time tidak 

dapat dilakukan dan dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek. Ada 

kemungkinan penerapan just in time dalam sistem produksi justru akan 

menambah biaya produksi pada mulanya. Baru kemudian, seiring proses 

terbentuknya kurva belajar, biaya produksi akan menurun. Oleh karena 

itu, konsep JIT harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan 

komitmen semua pihak dalam jangka panjang.

Secara bertahap, teknik-teknik JIT berikut diterapkan satu per satu:

Menerapkan 5S dasar untuk perbaikan: Konsep 5S terdiri atas

seiri (pemilihan), seiton (penataan), seiso (pembersihan), seiketsu

(pemantapan), dan shitsuke (kebiasaan).

Penerapan produksisatu potong untuk mencapai pengimbangan

lini.

Pelaksanaan produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode

penyiapan.

Penerapan operasi baku.

Produksi lancar dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan

penjualan.

Autonomasi (jidoka).

Penggunaan kartu kanban.

MANFAAT JIT 

Selain bermanfaat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam melakukan 

efisiensi dan meningkatkan keuntungan, JIT juga memiliki beberapa 

manfaat, antara lain:

1. Pengurangan waktu set-up gudang. Waktu set up gudang yang 

berkurang secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dan dapat 

menggunakan waktu tersebut untuk difokuskan di area lain yang 

lebih memberikan nilai tambah.

2. Peningkatan aliran barang dari gudang ke produksi. Karyawan yang 

difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan memungkinkan 

mereka untuk memproses barang lebih cepat dan mengurangi 

kerentanan pekerja terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak 

pekerjaan sekaligus dan menyederhanakan tugas-tugas di tangan. 

Dengan demikian, karyawan dapat bekerja lebih cepat dan efektif.

3. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian memungkinkan 

perusahaan untuk mengunakan tenaga mereka secara lebih efisien. Perusahaan bisa memindah-mindahkan tenaga kerja di posisi di 

mana pun mereka dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan 

terdapat permintaan yang tinggi untuk produk tertentu.

4. Konsistensi yang lebih baik untuk penjadwalan produk dan jam kerja 

karyawan akan lebih konsisten. Perusahaan dapat menghemat uang 

dengan tidak harus membayar pekerja untuk pekerjaan yang tidak 

selesai atau bisa meminta mereka untuk fokus pada pekerjaan lain 

di sekitar gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.

5. Peningkatan hubungan dengan pemasok. Perusahaan terus-menerus 

berhubungan dengan pemasok untuk mendapatkan pasokan tepat 

waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga 

hubungan antara perusahaan dengan pemasok dapat terjalin 

semakin baik.

6. Perputaran persediaan. Meningkatnya perputaran persediaan akan 

meningkatkan laba bersih karena adanya perputaran uang tunai yang 

lebih cepat. Semakin pendek selang waktu antara penerimaan bahan 

baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur, 

semakin besar profitabilitas. Sistem persediaan yang sempurna 

memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan memaksimalkan 

keuntungan.

KRITIK TERHADAP JIT

Secara umum, JIT memiliki konsep yang ideal, akan tetapi aplikasi di 

dunia nyata tidak semudah itu. Terdapat beberapa kendala yang harus 

dipertimbangkan. Oleh karena itu, beberapa mengkritik sistem JIT, 

antara lain:

a) Perusahaan yang memproduksi satu jenis produk secara massal 

akan kesulitan dalam melayani pesanan pelanggan saja. Contohnya, 

pabrik gula, kopi, sabun, dan sebagainya.

b) Bagi kebanyakana perusahaan, terutama perusahaan yang 

menggunakan bahan baku impor, akan sulit sekali untuk memiliki 

persediaan nol.

c) Perusahaan yang memproduksi satu macam komoditi dengan 

teknologi khusus di pabriknya akan sulit untuk menerapkan sistem 

JIT.

d) Mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian khusus biasanya 

berbiaya mahal dan tidak mudah untuk menempatkan karyawan 

pada keahlian khusus pada satu jenis produk.

e) Pada umumnya, perusahaan telah disibukkan oleh kegiatan rutin 

memproduksi komoditi terus-menerus tanpa menghiraukan 

peningkatan keterampilan dan pengetahuan karyawan; akan lebih 

mudah untuk membajak karyawan dari perusahaan lain yang sudah 

ahli sehingga tidak perlu mendidik dan melatih karyawan lagi. Selain 

itu, teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah untuk diganti.

f) Pada umumnya, tujuan utama karyawan bekerja adalah mendapatkan 

upah. Mungkin beberapa memang bekerja untuk merealisasikan 

bakat dan pengetahuan mereka, tetapi sebagian besar bekerja atas 

dasar upah sehingga pada umumnya karyawan kurang peduli 

terhadap kualitas produk.

PERSYARATAN-PERSYARATAN JUST IN TIME 

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan 

JIT. Aplikasi JIT membutuhkan kondisi dimana keseluruhan sistem 

siap untuk menjalankannya secara komprehensif. Pertama, pastikan

organisasi pabrik siap untuk sistem JIT. Pabrik dengan sistem JIT 

berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk. Semua proses 

yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu 

lokasi. Kedua, adanya pelatihan/tim/keterampilan dalam perusahaan. 

Sistem JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak daripada

sistem tradisional. Diperlukan pelatihan bagi karyawan mengenai 

bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem 

tradisional dan bagaimana cara kerja JIT, yaitu:

Adanya aliran produksi yang lebih sederhana. Idealnya suatu

lini produksi yang baru dapat di-setup sebagai batu ujian untuk 

membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, 

dan memecahkan masalah awal. 

Penerapan kanban pull system. Kanban merupakan alat yang 

digunakan untuk menyusun jadwal dalam sistem manajemen 

pengendalian perusahaan.

Produk rusak tidak boleh dikirim ke proses berikutnya.

Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada

saat dibutuhkan.

Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya.

Meratakan beban produksi.

Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning.

Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.

Ketiga adalah visibiltas/pengendalian visual. Salah satu kekuatan 

JIT adalah sistemnya yang merupakan sistem visual. Aliran produksi 

yang lebih sederhana dan tertata akan memudahkan untuk melacak 

apa yang terjadi dalam sistem JIT karena tidak ada karyawan yang 

mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam proses dan banyak 

rute produksi yang saling bersilangan seperti dalam sistem tradisional.

Keempat, kemacetan harus dieliminasi. Untuk menghapus 

kemacetan, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim 

fungsi silang, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi. Tim 

ini terdiri atas berbagai departemen, seperti perekayasaan, manufaktur, 

keuangan, dan departemen lainnya yang relevan.

Kelima, ukuran lot kecil dan pengurangan waktu setup. Ukuran lot 

yang ideal adalah ukuran lot yang terkecil, bukan ukuran yang terbesar. 

Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan

berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses 

berikutnya dalam tahap produksi. Keenam, adanya total productive 

maintance. Total productive maintance (TPM) adalah perawatan secara 

keseluruhan dan rutin terhadap mesin, perawatan, atau perlengkapan 

yang digunakan untuk kegiatan produksi. Misalnya, mesin-mesin 

dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh 

operator yang menjalankan mesin tersebut. Ini merupakan suatu 

keharusan dalam sistem JIT. 

Ketujuh, kemampuan proses, statistical process control (SPC), dan 

perbaikan berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan 

berkesinambungan harus ada dalam manufaktur JIT karena beberapa 

hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan 

mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT, tidak ada bahan cadangan 

untuk kemacetan perusahaan. Ketiga, semua kondisi mesin harus 

bekerja dengan prima.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen 

JIT, antara lain adalah aliran produksi lancar (layout), sistem kanban,

produksi tanpa cacat, pengurangan waktu set up, produksi tanpa 

kerusakan mesin, peranan dan dukungan operator produksi, hubungan 

yang harmonis dengan pemasok, dan penjadwalan produksi yang stabil 

dan terkendali.

PERUMUSAN JUST IN TIME (JIT)

Metode just in time (JIT) adalah salah satu metode untuk mengendalikan 

persediaan yang modern. Metode JIT bertujuan untuk meminimalkan 

biaya persediaan. Setiap pemesanan dari konsumen akan langsung 

diproduksi dan persediaan diusahakan nol (atau paling tidak pada 

tingkat yang tidak signifikan) sehingga penilaian persediaan menjadi 

tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Rumusan JIT yang 

digunakan adalah:


X1 = (I + F1 + X2V2)/(P – V1)

Dimana:

X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu

I : Laba sebelum pajak penghasilan 

F1 : Total biaya tetap

X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit 

V2 : Biaya variabel berbasis nonunit 

P : Harga jual per unit 

V1 : Biaya variabel per unit

HUBUNGAN JIT DENGAN TQM

Untuk mengimplementasikan JIT, diperlukan adanya sistem total quality

secara keseluruhan dalam organisasi. Seperti dibahas sebelumnya,

perusahaan harus memenuhi persyaratan JIT agar dapat menerapkan 

sistem tersebut. Artinya, semua departemen dalam perusahaan 

harus dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhannya. Jika hanya satu 

departemen saja yang melaksanakan JIT, tetapi organisasi secara 

keseluruhan tidak mengupayakan total quality management (TQM), 

personel departemen tersebut akan menghadapi hambatan yang besar 

dan tujuan dari JIT sendiri tidak akan tercapai. Selain itu, JIT juga 

mensyaratkan perubahan, tetapi tidak semua departemen memiliki 

komitmen untuk berubah sehingga mungkin akan terjadi penolakan. 

Dalam JIT, dipersyaratkan adanya perbaikan secara terus-menerus 

(kaizen). Kaizen selalu beriringan dengan TQM. Kaizen adalah suatu 

istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan 

secara terus-menerus (countinuous improvement). Kaizen merupakan 

suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi mengenai 

hal-hal yang meliputi:

• Orientasi pada pelanggan.


• Pengendalian mutu secara menyeluruh.

• Robotik.

• Gugus kendali mutu.

• Sistem saran.

• Otomatisasi.

• Disiplin di tempat kerja.

• Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh.

• Sistem kanban.

• Penyempurnaan perbaikan mutu, tepat waktu tanpa cacat.

• Kegiatan kelompok-kelompok kecil.

• Hubungan kerja sama antara manajer dan karyawan.

• Pengembangan produk baru.

Moto utama dari kaizen adalah hari ini harus lebih dari hari kemarin 

dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa 

ada perbaikan. Adapun hierarki dalam kaizen adalah dari manajemen 

puncak ke manajemen madya kemudian ke supervisor dan terakhir 

karyawan. Manajemen puncak harus mengomunikasikan kaizen

sebagai strategi perusahaan kepada para karyawan. Penyebarluasan dan 

pengimplementasian sasaran kaizen sesuai penghargaan manajemen 

puncak melalui penyebarluasan kebijakan. Kaizen juga harus digunakan 

dalam peranan fungsi dan adanya keterlibatan dalam sistem sasaran 

dan aktivitas kelompok kecil .

STRATEGI IMPLEMENTASI JUST IN TIME 

Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam 

perusahaan, antara lain strategi penerapan pembelian just in time dan 

strategi penerapan JIT dalam sistem produksi. Strategi penerapan 

pembelian just in time membutuhkan dukungan dari semua pihak 

terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya 

dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan, JIT tidak dapat terlaksana. Pembelian ntuk sistem JIT berbeda dari pembelian 

untuk sistem tradisional. Karena JIT membutuhkan perusahaan untuk 

mengusahakan persediaan nol sekaligus dapat memenuhi persediaan 

yang dibutuhkan sewaktu-waktu maka membuat kontrak jangka 

panjang dengan pemasok adalah cara yang terbaik. Dengan demikian, 

perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang dan 

selanjutnya barang akan datang sesuai kebutuhan atau perubahan proses 

produksi dengan kualitas yang telah ditentukan. 

Strategi penerapan JIT dalam sistem produksi, yaitu dengan sistem 

tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan 

dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini 

produksi, yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam 

barang sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu 

dapat terpenuhi. Selain itu, lini produksi tersebut dapat menghemat 

biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. Just in time bukan 

hanya sekadar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan 

sistem produksi sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua 

fungsi dan aktivitas. 

PEMBELIAN DENGAN KONSEP JUST IN TIME 

Pembelian dengan konsep JIT menggunakan sistem penjadwalan 

pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat 

dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau 

penggunaan. Penerapan konsep JIT dalam pembelian dapat mengurangi 

waktu dan biaya terkait dengan aktivitas pembelian dengan cara:

Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat

mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi 

dengan pamasoknya.

Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan

pemasok.• Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang

mapan.

Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak

bernilai tambah.

Mengurangiwaktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan

mutu.

Dampak penerapan pembelian JIT pada sistem akuntansi biaya 

dan manajemen antara lain adalah kemudahan penulusuran langsung 

sejumlah biaya dan adanya perubahan “cost pools” yang digunakan 

untuk mengumpulkan biaya. Selain itu, pembelian dengan konsep JIT 

akan mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya 

sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya 

langsung, mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai 

selisih harga beli secara individual, dan mengurangi biaya administrasi 

terkait penyelenggaraan sistem akuntansi.60

PRODUKSI DENGAN KONSEP JUST IN TIME 

Produksi JIT merupakan sistem penjadwalan produksi komponen 

atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlah, sesuai dengan 

yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan 

permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan 

biaya produksi dengan cara:

• Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap 

stasiun kerja atau tahapan pengolahan produk.

• Mengurangi atau meniadakan lead time.

• Berupaya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap 

tahapan pengolahan produk atau stasiun kerja.

• Pengolahan produk diusahakan sesederhana mungkin sehingga 

dapat mengurangi aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah.Sistem produksi dengan konsep JIT dapat meningkatkan efisiensi 

dari segi waktu tunggu manufaktur, persediaan baik bahan, barang 

dalam proses, maupun barang jadi, waktu perpindahan, tenaga 

kerja langsung dan tidak langsung, ruangan pabrik, biaya mutu, dan 

pembelian bahan.

Dampak penerapan produksi JIT terhadap sistem akuntansi biaya 

dan manajemen antara lain adalah semakin mudah untuk melakukan 

penelusuran langsung sejumlah biaya dan mengurangi kelompok biaya 

(cost pools) untuk aktivitas tidak langsung. Penerapan produksi JIT 

juga akan mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi 

selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual serta 

mengurangi perincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”.61

PERSEDIAAN JUST IN TIME

Setiap perusahaan akan membutuhkan persediaan, baik untuk kegiatan 

produksi maupun untuk berdagang. Di sini, kita akan berfokus pada 

perusahaan yang memproduksi barang. Perusahaan-perusahaan 

pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan: bahan baku, 

barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan tersebut 

dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan￾kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan lancar meskipun muncul 

kendala-kendala, seperti pengiriman yang terlambat atau ketika sebuah 

departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena 

suatu hal. Namun, perlu diperhatikan bahwa biaya penyimpanan 

persediaan-persediaan bisa memakan biaya yang besar. Untuk 

mengurangi atau menghilangkan persediaan, digunakanlah sistem 

just in time.


Pengadopsian sistem just in time ke dalam proses produksi, 

mengharuskan perusahaan merancang kembali proses produksi dan 

fasilitas-fasilitas pabriknya. Dalam sistem tradisonal, produksi didasarkan 

pada prediksi di masa yang akan datang yang memiliki risiko kerugian 

lebih besar karena produksi melebihi permintaan yang sesungguhnya. 

Just in time muncul untuk mengatasi risiko ini, yaitu memproduksi 

hanya apabila ada permintaan. Proses produksi dipicu oleh permintaan 

dan setiap langkah dalam proses produksi didasarkan pada pesanan dari 

proses berikutnya. Sistem ini dapat mengurangi pemborosoan dalam 

skala besar melalui perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih 

rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Hal 

ini sejalan dengan tujuan utama just in time, yaitu meningkatkan laba 

dan posisi persaingan perusahaan melalui usaha pengendalian biaya, 

peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN SISTEM JUST IN TIME

Sistem JIT tentu memiliki beberapa keuntungan jika diterapkan dalam 

perusahaan, antara lain:

Seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih

efisien.

Biaya untuk memperkerjakan para stafnya berkurang.

Barang produksi tidak harus selalu dicek, disimpan, atau diretur

kembali.

Kertas kerja menjadi lebih sederhana.

Penghematan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk aktivitas

lain guna memperoleh laba yang lebih tinggi, misalnya dengan 

mengadakan promosi tambahan.

Di samping kelebihan, satu kelemahan sistem JIT adalah tingkatan 

order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi rata-rata perencanaan historis maka persediaan akan habis 

dan akan memengaruhi tingkat pelayanan konsumen.62

PERBANDINGAN SISTEM JUST IN TIME DENGAN 

SISTEM TRADISIONAL

Berbeda dengan sistem tradisonal yang menggunakan sistem dorongan, 

sistem JIT menggunakan sistem tarikan, yaitu sistem penentuan aktivitas￾aktivitas berdasarkan permintaan konsumen, baik konsumen internal 

maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh, dalam perusahaan 

manufaktur, permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan 

menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan 

aktivitas pembelian. Sedangkan, sistem dorongan adalah sistem 

penentuan aktivitas-aktivitas berdasarkan dorongan aktivitas-aktivitas 

sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian mendorong 

aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.

Penggunaan sistem tarikan dalam JIT akan mengurangi persediaan 

menjadi sangat sedikit atau bahkan menjadi nol. Sebaliknya, dalam 

sistem tradisional, jumah persediaan cukup isgnifikan karena 

menggunakan sistem dorongan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli 

melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi 

permintaan konsumen, dan perlu adanya persediaan penyangga. 

Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi 

jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi 

melebihi jumlah bahan yang dibeli.

Karena filosofi JIT adalah mengurangi atau mengeliminasi aktivitas￾aktivitas tidak bernilai tambah maka sistem JIT hanya menggunakan 

pemasok dalam jumlah sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu 

tinggi dan berharga murah. Sebaliknya, untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, sistem tradisional menggunakan banyak 

pemasok. Akibatnya, terdapat banyak aktivitas tidak bernilai tambah 

untuk memperoleh harga yang lebih murah dan dalam sistem tradisional 

bahan harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan 

mutu yang rendah.

Untuk memperoleh bahan berharga murah, bermutu tinggi, 

pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah, sistem JIT menerapkan 

kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna 

membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Dengan 

kontrak jangka panjang, frekuensi pemesanan dapat dikurangi sehingga 

menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Di sisi lain, sistem 

tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak 

pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam 

jumlah yang banyak atau mungkin berkualitas rendah.

Struktur dalam sistem JIT berupa struktur seluler, yaitu 

pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga, biasanya ke dalam 

struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat 

digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga 

produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada 

dasarnya merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Manfaat 

dari struktur seluler ini adalah dapat menyederhanakan aktivitas, serta 

mengurangi waktu dan biaya yang tidak bernilai tambah. Sedangkan, 

struktur dalam sistem tradisional berupa struktur pengolahan produk 

melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapan￾tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok 

jasa bagi departemen produksi. Oleh karena itu, struktur departemen 

menimbulkan aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah 

dalam jumlah besar.

Penggunaan sistem tarikan waktu “bebas” dalam struktur seluler 

sistem JIT mengharuskan karyawan untuk berlatih agar memiliki 

beberapa keahlian sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu, misalnya pemeliharaan, pencegahan, 

reparasi, setup, dan inspeksi mutu. Lain halnya pada sistem tradisional, 

karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya, 

misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada 

departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas jasa, sedangkan karyawan 

pada departemen produksi terspesialisasi pada aktivitas produksi saja.

Pada sistem JIT, jasa terdesentralisasi pada masing-masing struktur 

seluler. Para karyawan, selain ditugaskan untuk berproduksi, juga 

ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung 

produksi struktur selulernya. Sistem tradisional mendasarkan pada 

sistem spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada masing-masing 

departemen jasa. 

Berbeda dengan sistem tradisional dimana keterlibatan dan 

pemberdayaan karyawan relatif rendah dalam sistem JIT, manajemen 

harus dapat memberdayakan karyawan dengan cara melibatkan 

mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi 

dalam manajemen organisasi. Dalam sistem tradisional, fungsi 

karyawan hanyalah melaksanakan perintah atasan, sedangkan 

menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan 

karyawan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya 

secara menyeluruh. Karyawan yang berkecimpung secara langsung 

dalam kegiatan produksi kemungkinan akan mampu untuk membuat 

keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi secara lebih baik. 

Karena sistem JIT mendukung keterlibatan karyawan dalam operasi 

perusahaan maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator 

dan bukanlah sebagai pemberi perintah. Hal ini berkebalikan dengan 

sistem tradisional yang pada umumnya menggunakan gaya manajemen 

sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para 

karyawannya untuk melaksanakan kegiatan. 

Pengendalian mutu dalam sistem JIT menggunakan pendekatan total 

quality control, yaitu pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan 

mutu agar tercapai produk catat nol atau bebas dari produk cacat. Produk 

yang cacat harus dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian 

produksi dan ketidakpuasan konsumen. Sistem tradisional, di sisi lain, 

menggunakan pendekatan accepted quality level, yaitu pengendalian 

mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan, 

tetapi tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan 

sebelumnya

IMPLIKASI JUST IN TIME

Sistem JIT tampak sederhana dalam teori, tetapi sangat sulit untuk 

diwujudkan, terutama dalam manufaktur. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah persyaratan 

persediaan seminimal mungkin atau nol. Terdapat kekhawatiran bahwa 

seluruh proses produksi akan terhenti ketika suatu masalah muncul 

pada salah satu rantai proses produksi.

Sebelum menerapkan JIT, perusahaan hendaknya terlebih dahulu 

menghilangkan hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan 

sistem dengan cara berikut.

Mendesainkembali proses produksisehingga tidakmenimbulkan

biaya tinggi apabila akan memproduksi satu atau sejumlah kecil 

item produk pada saat tertentu.

  Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah

dengan memperpendek jarak antarproses, mempekerjakan 

pegawai yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan tuntutan 

tugas baru, dan menggunakan peralatan yang serba guna.

Sistem JIT memerlukan para karyawan yang sangat terlatih dan 

mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk 

barang/jasa tertinggi. Ketika seorang pekerja menjumpai masalah 

pada komponen produk yang diterimanya, pekerja yang bersangkutan 

berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya 

agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan. Para pemasok 

juga dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan 

produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan. Sistem 

JIT juga akan berimplikasi pada sistem akuntansi manajemen karena 

akan menyederhanakan sistem akuntansi manajemen. Namun, 

bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem 

konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan, 

identifikasi, dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai 

asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error), dan 

pemborosan (waste).

Untuk mengukur tingkat reliabilitas, sistem JIT memanfaatkan 

ukuran berikut ini sebagai benchmark efektivitas siklus manufaktur.


Defect rate.

Cycle time.

Persentasi ketetapanwaktu pengiriman produk pada pelanggan.

Akurasi perintah produksi/pengadaan bahan.

Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi.

Perbandingan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang

tersedia.

Selain yang telah disebutkan di atas, berbagai implikasi JIT, di 

antaranya:

1. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja 

dan mesin kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.

2. Inovasi manajemen, termasuk JIT, memerlukan perubahan 

kultur organisasi secara keseluruhan.

3.   Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus 

keseragaman alur kerja, hal tersebut menyebabkan banyak 

pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Oleh karena 

itu, sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh-jauh hari.

4.   Sistem JIT sangat menekankan kerja sama tim sehingga kerap 

dijumpai pekerja yang mengalami stress, terutama mereka yang 

berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau 

mereka yang memiliki kepribadian yang tidak team orinted.

PEMASOK DALAM SISTEM JUST IN TIME

Kita sering mendengar istilah pemasok, terutama dalam pembicaraan 

seputar proses pengadaan barang dan jasa. Selain disebut dengan 

pemasok, istilah lain yang biasa digunakan adalah vendor atau 

supplier. Pemasok adalah individu atau perusahaan (baik dalam skala 

besar atau kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan 

kebutuhan individu atau perusahaan lain.


Peran pemasok sangat penting bagi keberhasilan sistem JIT. Oleh 

karena itu, hubungan dengan pemasok harus dijaga dengan baik. 

Heizer dan Render dalam Kusumawati (2009: 113) mengatakan bahwa 

kemitraan JIT ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan 

sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan 

dan menekan biaya. Pemasok dianggap sebagai mitra usaha, bukan 

sekedar hubungan dagang. Hubungan dengan para pemasok bersifat 

jangka panjang.

Dalam JIT, pembelian bahan yang disesuaikan dengan permintaan 

konsumen berimplikasi pada pengurangan jumlah pemasok dan 

peningkatan kualitas, baik kualitas bahan maupun kualitas fungsi 

pembelian. Pengurangan aktivitas tanpa nilai tambah mengharuskan 

pemindahan bahan secara langsung dari para pemasok ke pabrik tanpa 

atau dengan sedikit mungkin inspeksi dan menghilangkan penyimpanan 

bahan kecuali penyimpanan untuk waktu singkat dalam pabrik. Idealnya 

adalah terdapat satu pemasok untuk setiap bahan, meskipun dalam 

praktiknya disediakan pemasok lain sebagai cadangan. Pemasok yang 

dipilih biasanya cukup satu untuk setiap jenis bahan baku. Perjanjian 

pembelian dibuat untuk satu periode yang panjang (3–6 bulan) 

dengan estimasi jumlah tertentu serta kualitas tertentu. Pemilihan dan 

pengawasan pemasok membutuhkan sistem penilaian kinerja pemasok 

yang memberikan peringkat objektif mengenai ketepatan waktu, kualitas 

bahan, dan daya saing harga setiap pemasok (Yamit, 2011: 301).

Demi tercapainya tujuan sistem JIT, hubungan khusus antara 

perusahaan dengan pemasok sangat dibutuhkan karena kedua belah 

pihak dituntut untuk bekerja sama guna mencapai keberhasilan 

bersama di masa yang akan datang. Beberapa karakteristik hubungan 

antara pemasok JIT dengan perusahaan pembeli adalah kontrak jangka 

panjang, peningkatan akurasi administrasi pesanan, peningkatan 

kualitas, fleksibilitas pesanan, pengiriman jumlah kecil dengan frekuensi 

pengiriman yang banyak, dan perbaikan berkesinambungan dalam

bekerja sama. Perusahaan harus bisa mencari pemasok terpercaya 

yang dapat mengirimkan barang sesuai ketentuan perusahaan, meliputi 

jadwal jam pengiriman, bahkan menit pengiriman juga telah ditentukan, 

jumlah barang beserta kualitas yang harus dipenuhi barang tersebut. 

Hal ini memerlukan sistem pengiriman yang tepat serta akurat sehingga 

harus dihindari adanya keterlambatan kedatangan bahan baku tersebut. 

Karena kualitas telah disepakati serta dijamin tidak adanya bahan baku 

yang berkualitas di bawah standar produksi, maka tidak diperlukan 

adanya pemeriksaan bahan baku. Kegagalan pemenuhan jadwal yang 

dipesan akan berakibat fatal, yaitu berhentinya produksi.

Jadi, dalam sistem JIT, perusahaan membutuhkan hubungan yang 

khusus atau istimewa dengan pemasok atau pemasok agar pemasok 

berkomitmen memberikan barang yang terbaik bagi perusahaan. Hal 

itu akan berdampak positif terhadap hasil keluaran perusahaan yang 

nantinya akan mampu bersaing di pasar global. Heizer dan Render 

dalam mengemukakan bahwa kemitraan JIT ada ketika pemasok dan 

pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk 

menghilangkan pemborosan dan menekan biaya.

PENUTUP

Just in time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk 

mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan persediaan 

minimum untuk bahan baku, barang dalam proses, dan produk 

jadi. Terdapat tujuh prinsip dasar untuk menerapkan JIT ke dalam 

perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk, 

produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil, mengurangi 

pemborosan, perbaikan aliran produk secara terus-menerus, 

penyempurnaan kualitas produk, menghormati semua orang/karyawan 

(respect to people), dan mengurangi segala bentuk ketidakpastian.Dalam sistem JIT, aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikutnya, 

dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun 

kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan 

ini, sering kali JIT disebut sebagai pull system (sistem tarik). Dalam 

sistem JIT, hanya final assembly line yang menerima jadwal produksi, 

sedangkan semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier) 

menerima pesanan produksi dari sub-operasi berikutnya. Keberhasilan 

JIT ditentukan oleh komitmen dari manajemen puncak dan harus 

diterapkan secara keseluruhan dan dalam jangka panjang.











 


stasiun kerja pengguna (using 

work station). Apabila stasiun kerja pengguna tidak melakukan kegiatan 

produksi, secara otomatis stasiun kerja pemasok (supplying work station) 

juga akan berhenti memasok produk karena tidak menerima pesanan 

produksi. 

Konsep just in time (JIT) dikembangkan oleh perusahaan￾perusahaan terbaik di Jepang sebagai sebuah sistem manajemen untuk 

pabrikasi modern, sejak awal tahun 1970an. Konsep ini pertama kali 

dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing 

oleh Taiichi Ohno. Oleh karena itu, Taiichi Ohno sering disebut sebagai 

bapak JIT. Prinsip utama dari JIT adalah memproduksi hanya jenis-jenis 

barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan (how much) 

pada saat dibutuhkan (when) oleh konsumen. Just in time merupakan 

keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana segenap 

sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan 

fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuan JIT adalah meningkatkan 

produktivitas dan meminimalkan pemborosan.

Salah satu filosofi dasar sistem JIT adalah mengurangi pemborosan. 

Bentuk-bentuk pemborosan tersebut di antaranya adalah sebagai 

berikut.

a. Pemborosan waktu. Misalnya, ada pekerja yang menganggur, 

mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak 

efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material,

lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi kemacetan, 

pengiriman barang yang terlambat, banyaknya karyawan yang absen, 

dan sebagainya. 

b. Pemborosan bahan. Misalnya, terlalu banyak buangan (scraps, 

chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material 

atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang atau 

material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu 

lama disimpan, dan lain-lain.

c. Pemborosan dalam manajemen. Misalnya, terlalu banyak karyawan 

kantor, banyak terjadi misinformasi antardepartemen, banyaknya 

overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, 

koordinasi yang sulit, dan lain-lain. 

Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: 

segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, 

bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan 

untuk proses nilai tambah suatu produk. Dalam bahasa sederhanya, 

segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. Berbagai 

pemborosan yang terjadi dalam perusahaan biasanya disebabkan 

adanya produksi di luar kebutuhan (over production), waktu menunggu, 

transportasi,  pemrosesan  (process production), tingkat persediaan 

barang yang tidak begitu diperlukan, pergerakan yang tidak penting, 

dan produk cacat (defects).

Guna meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi, 

sistem JIT menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah 

nilai bagi suatu produk. Agar lebih mudah untuk memahami, berikut 

delapan kunci utama JIT.

• Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan 

pada permintaan.

• Memproduksi dengan jumlah kecil.

• Menghilangkan pemborosan.

• Memperbaiki aliran produksi.

Menyempurnakan kualitas produksi.

• Memiliki orang-orang yang tanggap.

• Menghilangkan ketidakpastian.

• Menekankan pada pemeliharaan jangka panjang. 

Ada empat hal pokok yang harus dipenuhi untuk melaksanakan 

konsep JIT. Pertama,  dalam JIT, produksi hanya dilakukan untuk 

memenuhi apa, berapa, dan kapan suatu barang dibutuhkan, 

Kedua, penerapan autonomasi, yaitu suatu unit pengendalian produk 

cacat yang secara otomatis tidak memungkinkan unit cacat untuk 

mengalir ke proses berikutnya.  Ketiga,  tenaga kerja harus fleksibel 

dalam artian jumlah pekerja dapat diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi 

permintaan. Keempat, mengedepankan kreativitas, inovasi, dan mau 

menerima masukan atau saran dari karyawan.

Untuk mencapai keempat konsep tersebut, perusahaan dapat 

menerapkan sistem dan metode, seperti sistem kanban, metode 

kelancaran dan kecepatan produksi, optimalisasi waktu penyiapan, 

tata letak proses dan pekerja fungsi ganda, aktivitas perbaikan lewat 

kelompok kecil (small group) dan sistem saran, dan sistem manajemen 

fungsional. 

PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT )

Aplikasi metode JIT dalam perusahaan bukanlah hal yang mudah atau 

sederhana. Terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan. Sebelum 

memutuskan untuk menerapkan JIT, berikut tujuh prinsip yang harus 

dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan strategi sistem 

produksi:

1. Berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk.

Tujuan utama JIT adalah memproduksi barang jadi tepat waktu 

dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsi saja (just in time) sehingga proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang 

diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan 

untuk menghindari terjadinya persediaan serta untuk menekan 

biaya penyimpanan (holding cost). Jadwal produksi hanya diterima 

oleh lini perakitan terakhir dan semua subskuen di bawahnya akan 

menerima pesanan dari lini perakitan, dan pemasok akan menerima 

pesanan produksi dari subskuen tersebut.

2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil.

Produksi dalam jumlah kecil berguna untuk menghindari 

perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam 

produksi jumlah besar. Produksi dalam jumlah kecil meningkatkan 

fleksibilitas aktivitas produksi dan memudahkan untuk melakukan 

penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi, terutama dalam 

menghadapi perubahan permintaan pasar.

3. Mengurangi pemborosan.

Pemborosan (waste) harus dikurangi, bahkan ditiadakan, dalam 

setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber daya (bahan 

baku, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh 

melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target 

produksi.

4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus.

Agar produk dapat sampai secepat mungkin kepada konsumen, 

perbaikan harus dilakukan terus menerus berdasarkan pengalaman. 

Setiap proses-proses yang menimbulkan kemacetan produksi dan 

semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, 

dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi 

harus diperbaiki dan diminimalkan.

5. Penyempurnaan kualitas produk.

Penyampaian produk yang tepat waktu kepada konsumen bukanlah 

satu-satunya tujuan JIT. Kualitas juga merupakan hal penting dalam konsep JIT. Oleh karena itu, kondisi “zero defect” diupayakan untuk 

dicapai dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam 

setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan 

haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.

6. Menghormati semua orang/karyawan (respect to people).

Setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk 

mengatur dan mengambil keputusan produksi, baik itu memutuskan 

apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan 

karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja 

tertentu maupun membuat keputusan lainnya terkait masalah 

produksi.

7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian.

Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi 

permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, 

justru akan berubah menjadi waste jika tidak segera digunakan. 

Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara 

tidak terkendali, seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas 

proyek, akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak 

dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu, perencanaan dan 

penjadwalan produksi harus dibuat dan dikendalikan secara teliti. 

Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa 

dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan 

formulasi model peramalannya.

Pengaplikasian ketujuh prinsip pelaksanaan just in time tidak 

dapat dilakukan dan dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek. Ada 

kemungkinan penerapan just in time dalam sistem produksi justru akan 

menambah biaya produksi pada mulanya. Baru kemudian, seiring proses 

terbentuknya kurva belajar, biaya produksi akan menurun. Oleh karena 

itu, konsep JIT harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan 

komitmen semua pihak dalam jangka panjang.

Secara bertahap, teknik-teknik JIT berikut diterapkan satu per satu:

Menerapkan 5S dasar untuk perbaikan: Konsep 5S terdiri atas

seiri (pemilihan), seiton (penataan), seiso (pembersihan), seiketsu

(pemantapan), dan shitsuke (kebiasaan).

Penerapan produksisatu potong untuk mencapai pengimbangan

lini.

Pelaksanaan produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode

penyiapan.

Penerapan operasi baku.

Produksi lancar dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan

penjualan.

Autonomasi (jidoka).

Penggunaan kartu kanban.

MANFAAT JIT 

Selain bermanfaat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam melakukan 

efisiensi dan meningkatkan keuntungan, JIT juga memiliki beberapa 

manfaat, antara lain:

1. Pengurangan waktu set-up gudang. Waktu set up gudang yang 

berkurang secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dan dapat 

menggunakan waktu tersebut untuk difokuskan di area lain yang 

lebih memberikan nilai tambah.

2. Peningkatan aliran barang dari gudang ke produksi. Karyawan yang 

difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan memungkinkan 

mereka untuk memproses barang lebih cepat dan mengurangi 

kerentanan pekerja terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak 

pekerjaan sekaligus dan menyederhanakan tugas-tugas di tangan. 

Dengan demikian, karyawan dapat bekerja lebih cepat dan efektif.

3. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian memungkinkan 

perusahaan untuk mengunakan tenaga mereka secara lebih efisien. Perusahaan bisa memindah-mindahkan tenaga kerja di posisi di 

mana pun mereka dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan 

terdapat permintaan yang tinggi untuk produk tertentu.

4. Konsistensi yang lebih baik untuk penjadwalan produk dan jam kerja 

karyawan akan lebih konsisten. Perusahaan dapat menghemat uang 

dengan tidak harus membayar pekerja untuk pekerjaan yang tidak 

selesai atau bisa meminta mereka untuk fokus pada pekerjaan lain 

di sekitar gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.

5. Peningkatan hubungan dengan pemasok. Perusahaan terus-menerus 

berhubungan dengan pemasok untuk mendapatkan pasokan tepat 

waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga 

hubungan antara perusahaan dengan pemasok dapat terjalin 

semakin baik.

6. Perputaran persediaan. Meningkatnya perputaran persediaan akan 

meningkatkan laba bersih karena adanya perputaran uang tunai yang 

lebih cepat. Semakin pendek selang waktu antara penerimaan bahan 

baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur, 

semakin besar profitabilitas. Sistem persediaan yang sempurna 

memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan memaksimalkan 

keuntungan.

KRITIK TERHADAP JIT

Secara umum, JIT memiliki konsep yang ideal, akan tetapi aplikasi di 

dunia nyata tidak semudah itu. Terdapat beberapa kendala yang harus 

dipertimbangkan. Oleh karena itu, beberapa mengkritik sistem JIT, 

antara lain:

a) Perusahaan yang memproduksi satu jenis produk secara massal 

akan kesulitan dalam melayani pesanan pelanggan saja. Contohnya, 

pabrik gula, kopi, sabun, dan sebagainya.

b) Bagi kebanyakana perusahaan, terutama perusahaan yang 

menggunakan bahan baku impor, akan sulit sekali untuk memiliki 

persediaan nol.

c) Perusahaan yang memproduksi satu macam komoditi dengan 

teknologi khusus di pabriknya akan sulit untuk menerapkan sistem 

JIT.

d) Mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian khusus biasanya 

berbiaya mahal dan tidak mudah untuk menempatkan karyawan 

pada keahlian khusus pada satu jenis produk.

e) Pada umumnya, perusahaan telah disibukkan oleh kegiatan rutin 

memproduksi komoditi terus-menerus tanpa menghiraukan 

peningkatan keterampilan dan pengetahuan karyawan; akan lebih 

mudah untuk membajak karyawan dari perusahaan lain yang sudah 

ahli sehingga tidak perlu mendidik dan melatih karyawan lagi. Selain 

itu, teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah untuk diganti.

f) Pada umumnya, tujuan utama karyawan bekerja adalah mendapatkan 

upah. Mungkin beberapa memang bekerja untuk merealisasikan 

bakat dan pengetahuan mereka, tetapi sebagian besar bekerja atas 

dasar upah sehingga pada umumnya karyawan kurang peduli 

terhadap kualitas produk.

PERSYARATAN-PERSYARATAN JUST IN TIME 

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan 

JIT. Aplikasi JIT membutuhkan kondisi dimana keseluruhan sistem 

siap untuk menjalankannya secara komprehensif. Pertama, pastikan

organisasi pabrik siap untuk sistem JIT. Pabrik dengan sistem JIT 

berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk. Semua proses 

yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu 

lokasi. Kedua, adanya pelatihan/tim/keterampilan dalam perusahaan. 

Sistem JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak daripada

sistem tradisional. Diperlukan pelatihan bagi karyawan mengenai 

bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem 

tradisional dan bagaimana cara kerja JIT, yaitu:

Adanya aliran produksi yang lebih sederhana. Idealnya suatu

lini produksi yang baru dapat di-setup sebagai batu ujian untuk 

membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, 

dan memecahkan masalah awal. 

Penerapan kanban pull system. Kanban merupakan alat yang 

digunakan untuk menyusun jadwal dalam sistem manajemen 

pengendalian perusahaan.

Produk rusak tidak boleh dikirim ke proses berikutnya.

Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada

saat dibutuhkan.

Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya.

Meratakan beban produksi.

Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning.

Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.

Ketiga adalah visibiltas/pengendalian visual. Salah satu kekuatan 

JIT adalah sistemnya yang merupakan sistem visual. Aliran produksi 

yang lebih sederhana dan tertata akan memudahkan untuk melacak 

apa yang terjadi dalam sistem JIT karena tidak ada karyawan yang 

mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam proses dan banyak 

rute produksi yang saling bersilangan seperti dalam sistem tradisional.

Keempat, kemacetan harus dieliminasi. Untuk menghapus 

kemacetan, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim 

fungsi silang, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi. Tim 

ini terdiri atas berbagai departemen, seperti perekayasaan, manufaktur, 

keuangan, dan departemen lainnya yang relevan.

Kelima, ukuran lot kecil dan pengurangan waktu setup. Ukuran lot 

yang ideal adalah ukuran lot yang terkecil, bukan ukuran yang terbesar. 

Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan

berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses 

berikutnya dalam tahap produksi. Keenam, adanya total productive 

maintance. Total productive maintance (TPM) adalah perawatan secara 

keseluruhan dan rutin terhadap mesin, perawatan, atau perlengkapan 

yang digunakan untuk kegiatan produksi. Misalnya, mesin-mesin 

dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh 

operator yang menjalankan mesin tersebut. Ini merupakan suatu 

keharusan dalam sistem JIT. 

Ketujuh, kemampuan proses, statistical process control (SPC), dan 

perbaikan berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan 

berkesinambungan harus ada dalam manufaktur JIT karena beberapa 

hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan 

mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT, tidak ada bahan cadangan 

untuk kemacetan perusahaan. Ketiga, semua kondisi mesin harus 

bekerja dengan prima.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen 

JIT, antara lain adalah aliran produksi lancar (layout), sistem kanban,

produksi tanpa cacat, pengurangan waktu set up, produksi tanpa 

kerusakan mesin, peranan dan dukungan operator produksi, hubungan 

yang harmonis dengan pemasok, dan penjadwalan produksi yang stabil 

dan terkendali.

PERUMUSAN JUST IN TIME (JIT)

Metode just in time (JIT) adalah salah satu metode untuk mengendalikan 

persediaan yang modern. Metode JIT bertujuan untuk meminimalkan 

biaya persediaan. Setiap pemesanan dari konsumen akan langsung 

diproduksi dan persediaan diusahakan nol (atau paling tidak pada 

tingkat yang tidak signifikan) sehingga penilaian persediaan menjadi 

tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Rumusan JIT yang 

digunakan adalah:


X1 = (I + F1 + X2V2)/(P – V1)

Dimana:

X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu

I : Laba sebelum pajak penghasilan 

F1 : Total biaya tetap

X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit 

V2 : Biaya variabel berbasis nonunit 

P : Harga jual per unit 

V1 : Biaya variabel per unit

HUBUNGAN JIT DENGAN TQM

Untuk mengimplementasikan JIT, diperlukan adanya sistem total quality

secara keseluruhan dalam organisasi. Seperti dibahas sebelumnya,

perusahaan harus memenuhi persyaratan JIT agar dapat menerapkan 

sistem tersebut. Artinya, semua departemen dalam perusahaan 

harus dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhannya. Jika hanya satu 

departemen saja yang melaksanakan JIT, tetapi organisasi secara 

keseluruhan tidak mengupayakan total quality management (TQM), 

personel departemen tersebut akan menghadapi hambatan yang besar 

dan tujuan dari JIT sendiri tidak akan tercapai. Selain itu, JIT juga 

mensyaratkan perubahan, tetapi tidak semua departemen memiliki 

komitmen untuk berubah sehingga mungkin akan terjadi penolakan. 

Dalam JIT, dipersyaratkan adanya perbaikan secara terus-menerus 

(kaizen). Kaizen selalu beriringan dengan TQM. Kaizen adalah suatu 

istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan 

secara terus-menerus (countinuous improvement). Kaizen merupakan 

suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi mengenai 

hal-hal yang meliputi:

• Orientasi pada pelanggan.


• Pengendalian mutu secara menyeluruh.

• Robotik.

• Gugus kendali mutu.

• Sistem saran.

• Otomatisasi.

• Disiplin di tempat kerja.

• Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh.

• Sistem kanban.

• Penyempurnaan perbaikan mutu, tepat waktu tanpa cacat.

• Kegiatan kelompok-kelompok kecil.

• Hubungan kerja sama antara manajer dan karyawan.

• Pengembangan produk baru.

Moto utama dari kaizen adalah hari ini harus lebih dari hari kemarin 

dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa 

ada perbaikan. Adapun hierarki dalam kaizen adalah dari manajemen 

puncak ke manajemen madya kemudian ke supervisor dan terakhir 

karyawan. Manajemen puncak harus mengomunikasikan kaizen

sebagai strategi perusahaan kepada para karyawan. Penyebarluasan dan 

pengimplementasian sasaran kaizen sesuai penghargaan manajemen 

puncak melalui penyebarluasan kebijakan. Kaizen juga harus digunakan 

dalam peranan fungsi dan adanya keterlibatan dalam sistem sasaran 

dan aktivitas kelompok kecil .

STRATEGI IMPLEMENTASI JUST IN TIME 

Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam 

perusahaan, antara lain strategi penerapan pembelian just in time dan 

strategi penerapan JIT dalam sistem produksi. Strategi penerapan 

pembelian just in time membutuhkan dukungan dari semua pihak 

terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya 

dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan, JIT tidak dapat terlaksana. Pembelian ntuk sistem JIT berbeda dari pembelian 

untuk sistem tradisional. Karena JIT membutuhkan perusahaan untuk 

mengusahakan persediaan nol sekaligus dapat memenuhi persediaan 

yang dibutuhkan sewaktu-waktu maka membuat kontrak jangka 

panjang dengan pemasok adalah cara yang terbaik. Dengan demikian, 

perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang dan 

selanjutnya barang akan datang sesuai kebutuhan atau perubahan proses 

produksi dengan kualitas yang telah ditentukan. 

Strategi penerapan JIT dalam sistem produksi, yaitu dengan sistem 

tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan 

dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini 

produksi, yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam 

barang sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu 

dapat terpenuhi. Selain itu, lini produksi tersebut dapat menghemat 

biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. Just in time bukan 

hanya sekadar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan 

sistem produksi sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua 

fungsi dan aktivitas. 

PEMBELIAN DENGAN KONSEP JUST IN TIME 

Pembelian dengan konsep JIT menggunakan sistem penjadwalan 

pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat 

dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau 

penggunaan. Penerapan konsep JIT dalam pembelian dapat mengurangi 

waktu dan biaya terkait dengan aktivitas pembelian dengan cara:

Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat

mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi 

dengan pamasoknya.

Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan

pemasok.• Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang

mapan.

Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak

bernilai tambah.

Mengurangiwaktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan

mutu.

Dampak penerapan pembelian JIT pada sistem akuntansi biaya 

dan manajemen antara lain adalah kemudahan penulusuran langsung 

sejumlah biaya dan adanya perubahan “cost pools” yang digunakan 

untuk mengumpulkan biaya. Selain itu, pembelian dengan konsep JIT 

akan mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya 

sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya 

langsung, mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai 

selisih harga beli secara individual, dan mengurangi biaya administrasi 

terkait penyelenggaraan sistem akuntansi.60

PRODUKSI DENGAN KONSEP JUST IN TIME 

Produksi JIT merupakan sistem penjadwalan produksi komponen 

atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlah, sesuai dengan 

yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan 

permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan 

biaya produksi dengan cara:

• Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap 

stasiun kerja atau tahapan pengolahan produk.

• Mengurangi atau meniadakan lead time.

• Berupaya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap 

tahapan pengolahan produk atau stasiun kerja.

• Pengolahan produk diusahakan sesederhana mungkin sehingga 

dapat mengurangi aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah.Sistem produksi dengan konsep JIT dapat meningkatkan efisiensi 

dari segi waktu tunggu manufaktur, persediaan baik bahan, barang 

dalam proses, maupun barang jadi, waktu perpindahan, tenaga 

kerja langsung dan tidak langsung, ruangan pabrik, biaya mutu, dan 

pembelian bahan.

Dampak penerapan produksi JIT terhadap sistem akuntansi biaya 

dan manajemen antara lain adalah semakin mudah untuk melakukan 

penelusuran langsung sejumlah biaya dan mengurangi kelompok biaya 

(cost pools) untuk aktivitas tidak langsung. Penerapan produksi JIT 

juga akan mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi 

selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual serta 

mengurangi perincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”.61

PERSEDIAAN JUST IN TIME

Setiap perusahaan akan membutuhkan persediaan, baik untuk kegiatan 

produksi maupun untuk berdagang. Di sini, kita akan berfokus pada 

perusahaan yang memproduksi barang. Perusahaan-perusahaan 

pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan: bahan baku, 

barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan tersebut 

dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatan￾kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan lancar meskipun muncul 

kendala-kendala, seperti pengiriman yang terlambat atau ketika sebuah 

departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena 

suatu hal. Namun, perlu diperhatikan bahwa biaya penyimpanan 

persediaan-persediaan bisa memakan biaya yang besar. Untuk 

mengurangi atau menghilangkan persediaan, digunakanlah sistem 

just in time.


Pengadopsian sistem just in time ke dalam proses produksi, 

mengharuskan perusahaan merancang kembali proses produksi dan 

fasilitas-fasilitas pabriknya. Dalam sistem tradisonal, produksi didasarkan 

pada prediksi di masa yang akan datang yang memiliki risiko kerugian 

lebih besar karena produksi melebihi permintaan yang sesungguhnya. 

Just in time muncul untuk mengatasi risiko ini, yaitu memproduksi 

hanya apabila ada permintaan. Proses produksi dipicu oleh permintaan 

dan setiap langkah dalam proses produksi didasarkan pada pesanan dari 

proses berikutnya. Sistem ini dapat mengurangi pemborosoan dalam 

skala besar melalui perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih 

rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Hal 

ini sejalan dengan tujuan utama just in time, yaitu meningkatkan laba 

dan posisi persaingan perusahaan melalui usaha pengendalian biaya, 

peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.

KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN SISTEM JUST IN TIME

Sistem JIT tentu memiliki beberapa keuntungan jika diterapkan dalam 

perusahaan, antara lain:

Seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih

efisien.

Biaya untuk memperkerjakan para stafnya berkurang.

Barang produksi tidak harus selalu dicek, disimpan, atau diretur

kembali.

Kertas kerja menjadi lebih sederhana.

Penghematan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk aktivitas

lain guna memperoleh laba yang lebih tinggi, misalnya dengan 

mengadakan promosi tambahan.

Di samping kelebihan, satu kelemahan sistem JIT adalah tingkatan 

order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi rata-rata perencanaan historis maka persediaan akan habis 

dan akan memengaruhi tingkat pelayanan konsumen.62

PERBANDINGAN SISTEM JUST IN TIME DENGAN 

SISTEM TRADISIONAL

Berbeda dengan sistem tradisonal yang menggunakan sistem dorongan, 

sistem JIT menggunakan sistem tarikan, yaitu sistem penentuan aktivitas￾aktivitas berdasarkan permintaan konsumen, baik konsumen internal 

maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh, dalam perusahaan 

manufaktur, permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan 

menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan 

aktivitas pembelian. Sedangkan, sistem dorongan adalah sistem 

penentuan aktivitas-aktivitas berdasarkan dorongan aktivitas-aktivitas 

sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian mendorong 

aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.

Penggunaan sistem tarikan dalam JIT akan mengurangi persediaan 

menjadi sangat sedikit atau bahkan menjadi nol. Sebaliknya, dalam 

sistem tradisional, jumah persediaan cukup isgnifikan karena 

menggunakan sistem dorongan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli 

melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi 

permintaan konsumen, dan perlu adanya persediaan penyangga. 

Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi 

jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi 

melebihi jumlah bahan yang dibeli.

Karena filosofi JIT adalah mengurangi atau mengeliminasi aktivitas￾aktivitas tidak bernilai tambah maka sistem JIT hanya menggunakan 

pemasok dalam jumlah sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu 

tinggi dan berharga murah. Sebaliknya, untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, sistem tradisional menggunakan banyak 

pemasok. Akibatnya, terdapat banyak aktivitas tidak bernilai tambah 

untuk memperoleh harga yang lebih murah dan dalam sistem tradisional 

bahan harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan 

mutu yang rendah.

Untuk memperoleh bahan berharga murah, bermutu tinggi, 

pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah, sistem JIT menerapkan 

kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna 

membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Dengan 

kontrak jangka panjang, frekuensi pemesanan dapat dikurangi sehingga 

menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Di sisi lain, sistem 

tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak 

pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam 

jumlah yang banyak atau mungkin berkualitas rendah.

Struktur dalam sistem JIT berupa struktur seluler, yaitu 

pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga, biasanya ke dalam 

struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat 

digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga 

produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada 

dasarnya merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Manfaat 

dari struktur seluler ini adalah dapat menyederhanakan aktivitas, serta 

mengurangi waktu dan biaya yang tidak bernilai tambah. Sedangkan, 

struktur dalam sistem tradisional berupa struktur pengolahan produk 

melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapan￾tahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok 

jasa bagi departemen produksi. Oleh karena itu, struktur departemen 

menimbulkan aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah 

dalam jumlah besar.

Penggunaan sistem tarikan waktu “bebas” dalam struktur seluler 

sistem JIT mengharuskan karyawan untuk berlatih agar memiliki 

beberapa keahlian sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu, misalnya pemeliharaan, pencegahan, 

reparasi, setup, dan inspeksi mutu. Lain halnya pada sistem tradisional, 

karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya, 

misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada 

departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas jasa, sedangkan karyawan 

pada departemen produksi terspesialisasi pada aktivitas produksi saja.

Pada sistem JIT, jasa terdesentralisasi pada masing-masing struktur 

seluler. Para karyawan, selain ditugaskan untuk berproduksi, juga 

ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung 

produksi struktur selulernya. Sistem tradisional mendasarkan pada 

sistem spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada masing-masing 

departemen jasa. 

Berbeda dengan sistem tradisional dimana keterlibatan dan 

pemberdayaan karyawan relatif rendah dalam sistem JIT, manajemen 

harus dapat memberdayakan karyawan dengan cara melibatkan 

mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi 

dalam manajemen organisasi. Dalam sistem tradisional, fungsi 

karyawan hanyalah melaksanakan perintah atasan, sedangkan 

menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan 

karyawan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya 

secara menyeluruh. Karyawan yang berkecimpung secara langsung 

dalam kegiatan produksi kemungkinan akan mampu untuk membuat 

keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi secara lebih baik. 

Karena sistem JIT mendukung keterlibatan karyawan dalam operasi 

perusahaan maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator 

dan bukanlah sebagai pemberi perintah. Hal ini berkebalikan dengan 

sistem tradisional yang pada umumnya menggunakan gaya manajemen 

sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para 

karyawannya untuk melaksanakan kegiatan. 

Pengendalian mutu dalam sistem JIT menggunakan pendekatan total 

quality control, yaitu pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan 

mutu agar tercapai produk catat nol atau bebas dari produk cacat. Produk 

yang cacat harus dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian 

produksi dan ketidakpuasan konsumen. Sistem tradisional, di sisi lain, 

menggunakan pendekatan accepted quality level, yaitu pengendalian 

mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan, 

tetapi tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan 

sebelumnya

IMPLIKASI JUST IN TIME

Sistem JIT tampak sederhana dalam teori, tetapi sangat sulit untuk 

diwujudkan, terutama dalam manufaktur. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah persyaratan 

persediaan seminimal mungkin atau nol. Terdapat kekhawatiran bahwa 

seluruh proses produksi akan terhenti ketika suatu masalah muncul 

pada salah satu rantai proses produksi.

Sebelum menerapkan JIT, perusahaan hendaknya terlebih dahulu 

menghilangkan hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan 

sistem dengan cara berikut.

Mendesainkembali proses produksisehingga tidakmenimbulkan

biaya tinggi apabila akan memproduksi satu atau sejumlah kecil 

item produk pada saat tertentu.

  Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah

dengan memperpendek jarak antarproses, mempekerjakan 

pegawai yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan tuntutan 

tugas baru, dan menggunakan peralatan yang serba guna.

Sistem JIT memerlukan para karyawan yang sangat terlatih dan 

mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk 

barang/jasa tertinggi. Ketika seorang pekerja menjumpai masalah 

pada komponen produk yang diterimanya, pekerja yang bersangkutan 

berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya 

agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan. Para pemasok 

juga dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan 

produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan. Sistem 

JIT juga akan berimplikasi pada sistem akuntansi manajemen karena 

akan menyederhanakan sistem akuntansi manajemen. Namun, 

bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem 

konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan, 

identifikasi, dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai 

asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error), dan 

pemborosan (waste).

Untuk mengukur tingkat reliabilitas, sistem JIT memanfaatkan 

ukuran berikut ini sebagai benchmark efektivitas siklus manufaktur.


Defect rate.

Cycle time.

Persentasi ketetapanwaktu pengiriman produk pada pelanggan.

Akurasi perintah produksi/pengadaan bahan.

Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi.

Perbandingan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang

tersedia.

Selain yang telah disebutkan di atas, berbagai implikasi JIT, di 

antaranya:

1. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja 

dan mesin kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.

2. Inovasi manajemen, termasuk JIT, memerlukan perubahan 

kultur organisasi secara keseluruhan.

3.   Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus 

keseragaman alur kerja, hal tersebut menyebabkan banyak 

pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Oleh karena 

itu, sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh-jauh hari.

4.   Sistem JIT sangat menekankan kerja sama tim sehingga kerap 

dijumpai pekerja yang mengalami stress, terutama mereka yang 

berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau 

mereka yang memiliki kepribadian yang tidak team orinted.

PEMASOK DALAM SISTEM JUST IN TIME

Kita sering mendengar istilah pemasok, terutama dalam pembicaraan 

seputar proses pengadaan barang dan jasa. Selain disebut dengan 

pemasok, istilah lain yang biasa digunakan adalah vendor atau 

supplier. Pemasok adalah individu atau perusahaan (baik dalam skala 

besar atau kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan 

kebutuhan individu atau perusahaan lain.


Peran pemasok sangat penting bagi keberhasilan sistem JIT. Oleh 

karena itu, hubungan dengan pemasok harus dijaga dengan baik. 

Heizer dan Render dalam Kusumawati (2009: 113) mengatakan bahwa 

kemitraan JIT ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan 

sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan 

dan menekan biaya. Pemasok dianggap sebagai mitra usaha, bukan 

sekedar hubungan dagang. Hubungan dengan para pemasok bersifat 

jangka panjang.

Dalam JIT, pembelian bahan yang disesuaikan dengan permintaan 

konsumen berimplikasi pada pengurangan jumlah pemasok dan 

peningkatan kualitas, baik kualitas bahan maupun kualitas fungsi 

pembelian. Pengurangan aktivitas tanpa nilai tambah mengharuskan 

pemindahan bahan secara langsung dari para pemasok ke pabrik tanpa 

atau dengan sedikit mungkin inspeksi dan menghilangkan penyimpanan 

bahan kecuali penyimpanan untuk waktu singkat dalam pabrik. Idealnya 

adalah terdapat satu pemasok untuk setiap bahan, meskipun dalam 

praktiknya disediakan pemasok lain sebagai cadangan. Pemasok yang 

dipilih biasanya cukup satu untuk setiap jenis bahan baku. Perjanjian 

pembelian dibuat untuk satu periode yang panjang (3–6 bulan) 

dengan estimasi jumlah tertentu serta kualitas tertentu. Pemilihan dan 

pengawasan pemasok membutuhkan sistem penilaian kinerja pemasok 

yang memberikan peringkat objektif mengenai ketepatan waktu, kualitas 

bahan, dan daya saing harga setiap pemasok (Yamit, 2011: 301).

Demi tercapainya tujuan sistem JIT, hubungan khusus antara 

perusahaan dengan pemasok sangat dibutuhkan karena kedua belah 

pihak dituntut untuk bekerja sama guna mencapai keberhasilan 

bersama di masa yang akan datang. Beberapa karakteristik hubungan 

antara pemasok JIT dengan perusahaan pembeli adalah kontrak jangka 

panjang, peningkatan akurasi administrasi pesanan, peningkatan 

kualitas, fleksibilitas pesanan, pengiriman jumlah kecil dengan frekuensi 

pengiriman yang banyak, dan perbaikan berkesinambungan dalam

bekerja sama. Perusahaan harus bisa mencari pemasok terpercaya 

yang dapat mengirimkan barang sesuai ketentuan perusahaan, meliputi 

jadwal jam pengiriman, bahkan menit pengiriman juga telah ditentukan, 

jumlah barang beserta kualitas yang harus dipenuhi barang tersebut. 

Hal ini memerlukan sistem pengiriman yang tepat serta akurat sehingga 

harus dihindari adanya keterlambatan kedatangan bahan baku tersebut. 

Karena kualitas telah disepakati serta dijamin tidak adanya bahan baku 

yang berkualitas di bawah standar produksi, maka tidak diperlukan 

adanya pemeriksaan bahan baku. Kegagalan pemenuhan jadwal yang 

dipesan akan berakibat fatal, yaitu berhentinya produksi.

Jadi, dalam sistem JIT, perusahaan membutuhkan hubungan yang 

khusus atau istimewa dengan pemasok atau pemasok agar pemasok 

berkomitmen memberikan barang yang terbaik bagi perusahaan. Hal 

itu akan berdampak positif terhadap hasil keluaran perusahaan yang 

nantinya akan mampu bersaing di pasar global. Heizer dan Render 

dalam mengemukakan bahwa kemitraan JIT ada ketika pemasok dan 

pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk 

menghilangkan pemborosan dan menekan biaya.

PENUTUP

Just in time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk 

mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan persediaan 

minimum untuk bahan baku, barang dalam proses, dan produk 

jadi. Terdapat tujuh prinsip dasar untuk menerapkan JIT ke dalam 

perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk, 

produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil, mengurangi 

pemborosan, perbaikan aliran produk secara terus-menerus, 

penyempurnaan kualitas produk, menghormati semua orang/karyawan 

(respect to people), dan mengurangi segala bentuk ketidakpastian.Dalam sistem JIT, aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikutnya, 

dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun 

kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan 

ini, sering kali JIT disebut sebagai pull system (sistem tarik). Dalam 

sistem JIT, hanya final assembly line yang menerima jadwal produksi, 

sedangkan semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier) 

menerima pesanan produksi dari sub-operasi berikutnya. Keberhasilan 

JIT ditentukan oleh komitmen dari manajemen puncak dan harus 

diterapkan secara keseluruhan dan dalam jangka panjang.