Manajemen operasi 4
stasiun kerja pengguna (using
work station). Apabila stasiun kerja pengguna tidak melakukan kegiatan
produksi, secara otomatis stasiun kerja pemasok (supplying work station)
juga akan berhenti memasok produk karena tidak menerima pesanan
produksi.
Konsep just in time (JIT) dikembangkan oleh perusahaanperusahaan terbaik di Jepang sebagai sebuah sistem manajemen untuk
pabrikasi modern, sejak awal tahun 1970an. Konsep ini pertama kali
dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing
oleh Taiichi Ohno. Oleh karena itu, Taiichi Ohno sering disebut sebagai
bapak JIT. Prinsip utama dari JIT adalah memproduksi hanya jenis-jenis
barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan (how much)
pada saat dibutuhkan (when) oleh konsumen. Just in time merupakan
keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana segenap
sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuan JIT adalah meningkatkan
produktivitas dan meminimalkan pemborosan.
Salah satu filosofi dasar sistem JIT adalah mengurangi pemborosan.
Bentuk-bentuk pemborosan tersebut di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Pemborosan waktu. Misalnya, ada pekerja yang menganggur,
mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak
efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material,
lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi kemacetan,
pengiriman barang yang terlambat, banyaknya karyawan yang absen,
dan sebagainya.
b. Pemborosan bahan. Misalnya, terlalu banyak buangan (scraps,
chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material
atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang atau
material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu
lama disimpan, dan lain-lain.
c. Pemborosan dalam manajemen. Misalnya, terlalu banyak karyawan
kantor, banyak terjadi misinformasi antardepartemen, banyaknya
overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif,
koordinasi yang sulit, dan lain-lain.
Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai:
segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan,
bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan
untuk proses nilai tambah suatu produk. Dalam bahasa sederhanya,
segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. Berbagai
pemborosan yang terjadi dalam perusahaan biasanya disebabkan
adanya produksi di luar kebutuhan (over production), waktu menunggu,
transportasi, pemrosesan (process production), tingkat persediaan
barang yang tidak begitu diperlukan, pergerakan yang tidak penting,
dan produk cacat (defects).
Guna meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi,
sistem JIT menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah
nilai bagi suatu produk. Agar lebih mudah untuk memahami, berikut
delapan kunci utama JIT.
• Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan
pada permintaan.
• Memproduksi dengan jumlah kecil.
• Menghilangkan pemborosan.
• Memperbaiki aliran produksi.
Menyempurnakan kualitas produksi.
• Memiliki orang-orang yang tanggap.
• Menghilangkan ketidakpastian.
• Menekankan pada pemeliharaan jangka panjang.
Ada empat hal pokok yang harus dipenuhi untuk melaksanakan
konsep JIT. Pertama, dalam JIT, produksi hanya dilakukan untuk
memenuhi apa, berapa, dan kapan suatu barang dibutuhkan,
Kedua, penerapan autonomasi, yaitu suatu unit pengendalian produk
cacat yang secara otomatis tidak memungkinkan unit cacat untuk
mengalir ke proses berikutnya. Ketiga, tenaga kerja harus fleksibel
dalam artian jumlah pekerja dapat diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi
permintaan. Keempat, mengedepankan kreativitas, inovasi, dan mau
menerima masukan atau saran dari karyawan.
Untuk mencapai keempat konsep tersebut, perusahaan dapat
menerapkan sistem dan metode, seperti sistem kanban, metode
kelancaran dan kecepatan produksi, optimalisasi waktu penyiapan,
tata letak proses dan pekerja fungsi ganda, aktivitas perbaikan lewat
kelompok kecil (small group) dan sistem saran, dan sistem manajemen
fungsional.
PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT )
Aplikasi metode JIT dalam perusahaan bukanlah hal yang mudah atau
sederhana. Terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan. Sebelum
memutuskan untuk menerapkan JIT, berikut tujuh prinsip yang harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan strategi sistem
produksi:
1. Berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk.
Tujuan utama JIT adalah memproduksi barang jadi tepat waktu
dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsi saja (just in time) sehingga proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang
diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan
untuk menghindari terjadinya persediaan serta untuk menekan
biaya penyimpanan (holding cost). Jadwal produksi hanya diterima
oleh lini perakitan terakhir dan semua subskuen di bawahnya akan
menerima pesanan dari lini perakitan, dan pemasok akan menerima
pesanan produksi dari subskuen tersebut.
2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil.
Produksi dalam jumlah kecil berguna untuk menghindari
perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam
produksi jumlah besar. Produksi dalam jumlah kecil meningkatkan
fleksibilitas aktivitas produksi dan memudahkan untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi, terutama dalam
menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan.
Pemborosan (waste) harus dikurangi, bahkan ditiadakan, dalam
setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber daya (bahan
baku, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh
melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target
produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus.
Agar produk dapat sampai secepat mungkin kepada konsumen,
perbaikan harus dilakukan terus menerus berdasarkan pengalaman.
Setiap proses-proses yang menimbulkan kemacetan produksi dan
semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling,
dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi
harus diperbaiki dan diminimalkan.
5. Penyempurnaan kualitas produk.
Penyampaian produk yang tepat waktu kepada konsumen bukanlah
satu-satunya tujuan JIT. Kualitas juga merupakan hal penting dalam konsep JIT. Oleh karena itu, kondisi “zero defect” diupayakan untuk
dicapai dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam
setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan
haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Menghormati semua orang/karyawan (respect to people).
Setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk
mengatur dan mengambil keputusan produksi, baik itu memutuskan
apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan
karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja
tertentu maupun membuat keputusan lainnya terkait masalah
produksi.
7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian.
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi
permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga,
justru akan berubah menjadi waste jika tidak segera digunakan.
Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara
tidak terkendali, seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas
proyek, akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak
dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu, perencanaan dan
penjadwalan produksi harus dibuat dan dikendalikan secara teliti.
Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa
dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan
formulasi model peramalannya.
Pengaplikasian ketujuh prinsip pelaksanaan just in time tidak
dapat dilakukan dan dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek. Ada
kemungkinan penerapan just in time dalam sistem produksi justru akan
menambah biaya produksi pada mulanya. Baru kemudian, seiring proses
terbentuknya kurva belajar, biaya produksi akan menurun. Oleh karena
itu, konsep JIT harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan
komitmen semua pihak dalam jangka panjang.
Secara bertahap, teknik-teknik JIT berikut diterapkan satu per satu:
• Menerapkan 5S dasar untuk perbaikan: Konsep 5S terdiri atas
seiri (pemilihan), seiton (penataan), seiso (pembersihan), seiketsu
(pemantapan), dan shitsuke (kebiasaan).
• Penerapan produksisatu potong untuk mencapai pengimbangan
lini.
• Pelaksanaan produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode
penyiapan.
• Penerapan operasi baku.
• Produksi lancar dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan
penjualan.
• Autonomasi (jidoka).
• Penggunaan kartu kanban.
MANFAAT JIT
Selain bermanfaat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam melakukan
efisiensi dan meningkatkan keuntungan, JIT juga memiliki beberapa
manfaat, antara lain:
1. Pengurangan waktu set-up gudang. Waktu set up gudang yang
berkurang secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dan dapat
menggunakan waktu tersebut untuk difokuskan di area lain yang
lebih memberikan nilai tambah.
2. Peningkatan aliran barang dari gudang ke produksi. Karyawan yang
difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan memungkinkan
mereka untuk memproses barang lebih cepat dan mengurangi
kerentanan pekerja terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak
pekerjaan sekaligus dan menyederhanakan tugas-tugas di tangan.
Dengan demikian, karyawan dapat bekerja lebih cepat dan efektif.
3. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian memungkinkan
perusahaan untuk mengunakan tenaga mereka secara lebih efisien. Perusahaan bisa memindah-mindahkan tenaga kerja di posisi di
mana pun mereka dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan
terdapat permintaan yang tinggi untuk produk tertentu.
4. Konsistensi yang lebih baik untuk penjadwalan produk dan jam kerja
karyawan akan lebih konsisten. Perusahaan dapat menghemat uang
dengan tidak harus membayar pekerja untuk pekerjaan yang tidak
selesai atau bisa meminta mereka untuk fokus pada pekerjaan lain
di sekitar gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.
5. Peningkatan hubungan dengan pemasok. Perusahaan terus-menerus
berhubungan dengan pemasok untuk mendapatkan pasokan tepat
waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga
hubungan antara perusahaan dengan pemasok dapat terjalin
semakin baik.
6. Perputaran persediaan. Meningkatnya perputaran persediaan akan
meningkatkan laba bersih karena adanya perputaran uang tunai yang
lebih cepat. Semakin pendek selang waktu antara penerimaan bahan
baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur,
semakin besar profitabilitas. Sistem persediaan yang sempurna
memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan memaksimalkan
keuntungan.
KRITIK TERHADAP JIT
Secara umum, JIT memiliki konsep yang ideal, akan tetapi aplikasi di
dunia nyata tidak semudah itu. Terdapat beberapa kendala yang harus
dipertimbangkan. Oleh karena itu, beberapa mengkritik sistem JIT,
antara lain:
a) Perusahaan yang memproduksi satu jenis produk secara massal
akan kesulitan dalam melayani pesanan pelanggan saja. Contohnya,
pabrik gula, kopi, sabun, dan sebagainya.
b) Bagi kebanyakana perusahaan, terutama perusahaan yang
menggunakan bahan baku impor, akan sulit sekali untuk memiliki
persediaan nol.
c) Perusahaan yang memproduksi satu macam komoditi dengan
teknologi khusus di pabriknya akan sulit untuk menerapkan sistem
JIT.
d) Mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian khusus biasanya
berbiaya mahal dan tidak mudah untuk menempatkan karyawan
pada keahlian khusus pada satu jenis produk.
e) Pada umumnya, perusahaan telah disibukkan oleh kegiatan rutin
memproduksi komoditi terus-menerus tanpa menghiraukan
peningkatan keterampilan dan pengetahuan karyawan; akan lebih
mudah untuk membajak karyawan dari perusahaan lain yang sudah
ahli sehingga tidak perlu mendidik dan melatih karyawan lagi. Selain
itu, teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah untuk diganti.
f) Pada umumnya, tujuan utama karyawan bekerja adalah mendapatkan
upah. Mungkin beberapa memang bekerja untuk merealisasikan
bakat dan pengetahuan mereka, tetapi sebagian besar bekerja atas
dasar upah sehingga pada umumnya karyawan kurang peduli
terhadap kualitas produk.
PERSYARATAN-PERSYARATAN JUST IN TIME
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan
JIT. Aplikasi JIT membutuhkan kondisi dimana keseluruhan sistem
siap untuk menjalankannya secara komprehensif. Pertama, pastikan
organisasi pabrik siap untuk sistem JIT. Pabrik dengan sistem JIT
berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk. Semua proses
yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu
lokasi. Kedua, adanya pelatihan/tim/keterampilan dalam perusahaan.
Sistem JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak daripada
sistem tradisional. Diperlukan pelatihan bagi karyawan mengenai
bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem
tradisional dan bagaimana cara kerja JIT, yaitu:
• Adanya aliran produksi yang lebih sederhana. Idealnya suatu
lini produksi yang baru dapat di-setup sebagai batu ujian untuk
membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut,
dan memecahkan masalah awal.
• Penerapan kanban pull system. Kanban merupakan alat yang
digunakan untuk menyusun jadwal dalam sistem manajemen
pengendalian perusahaan.
• Produk rusak tidak boleh dikirim ke proses berikutnya.
• Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada
saat dibutuhkan.
• Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya.
• Meratakan beban produksi.
• Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning.
• Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
Ketiga adalah visibiltas/pengendalian visual. Salah satu kekuatan
JIT adalah sistemnya yang merupakan sistem visual. Aliran produksi
yang lebih sederhana dan tertata akan memudahkan untuk melacak
apa yang terjadi dalam sistem JIT karena tidak ada karyawan yang
mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam proses dan banyak
rute produksi yang saling bersilangan seperti dalam sistem tradisional.
Keempat, kemacetan harus dieliminasi. Untuk menghapus
kemacetan, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim
fungsi silang, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi. Tim
ini terdiri atas berbagai departemen, seperti perekayasaan, manufaktur,
keuangan, dan departemen lainnya yang relevan.
Kelima, ukuran lot kecil dan pengurangan waktu setup. Ukuran lot
yang ideal adalah ukuran lot yang terkecil, bukan ukuran yang terbesar.
Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan
berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses
berikutnya dalam tahap produksi. Keenam, adanya total productive
maintance. Total productive maintance (TPM) adalah perawatan secara
keseluruhan dan rutin terhadap mesin, perawatan, atau perlengkapan
yang digunakan untuk kegiatan produksi. Misalnya, mesin-mesin
dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh
operator yang menjalankan mesin tersebut. Ini merupakan suatu
keharusan dalam sistem JIT.
Ketujuh, kemampuan proses, statistical process control (SPC), dan
perbaikan berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan
berkesinambungan harus ada dalam manufaktur JIT karena beberapa
hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan
mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT, tidak ada bahan cadangan
untuk kemacetan perusahaan. Ketiga, semua kondisi mesin harus
bekerja dengan prima.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen
JIT, antara lain adalah aliran produksi lancar (layout), sistem kanban,
produksi tanpa cacat, pengurangan waktu set up, produksi tanpa
kerusakan mesin, peranan dan dukungan operator produksi, hubungan
yang harmonis dengan pemasok, dan penjadwalan produksi yang stabil
dan terkendali.
PERUMUSAN JUST IN TIME (JIT)
Metode just in time (JIT) adalah salah satu metode untuk mengendalikan
persediaan yang modern. Metode JIT bertujuan untuk meminimalkan
biaya persediaan. Setiap pemesanan dari konsumen akan langsung
diproduksi dan persediaan diusahakan nol (atau paling tidak pada
tingkat yang tidak signifikan) sehingga penilaian persediaan menjadi
tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Rumusan JIT yang
digunakan adalah:
X1 = (I + F1 + X2V2)/(P – V1)
Dimana:
X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I : Laba sebelum pajak penghasilan
F1 : Total biaya tetap
X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 : Biaya variabel berbasis nonunit
P : Harga jual per unit
V1 : Biaya variabel per unit
HUBUNGAN JIT DENGAN TQM
Untuk mengimplementasikan JIT, diperlukan adanya sistem total quality
secara keseluruhan dalam organisasi. Seperti dibahas sebelumnya,
perusahaan harus memenuhi persyaratan JIT agar dapat menerapkan
sistem tersebut. Artinya, semua departemen dalam perusahaan
harus dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhannya. Jika hanya satu
departemen saja yang melaksanakan JIT, tetapi organisasi secara
keseluruhan tidak mengupayakan total quality management (TQM),
personel departemen tersebut akan menghadapi hambatan yang besar
dan tujuan dari JIT sendiri tidak akan tercapai. Selain itu, JIT juga
mensyaratkan perubahan, tetapi tidak semua departemen memiliki
komitmen untuk berubah sehingga mungkin akan terjadi penolakan.
Dalam JIT, dipersyaratkan adanya perbaikan secara terus-menerus
(kaizen). Kaizen selalu beriringan dengan TQM. Kaizen adalah suatu
istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan
secara terus-menerus (countinuous improvement). Kaizen merupakan
suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi mengenai
hal-hal yang meliputi:
• Orientasi pada pelanggan.
• Pengendalian mutu secara menyeluruh.
• Robotik.
• Gugus kendali mutu.
• Sistem saran.
• Otomatisasi.
• Disiplin di tempat kerja.
• Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh.
• Sistem kanban.
• Penyempurnaan perbaikan mutu, tepat waktu tanpa cacat.
• Kegiatan kelompok-kelompok kecil.
• Hubungan kerja sama antara manajer dan karyawan.
• Pengembangan produk baru.
Moto utama dari kaizen adalah hari ini harus lebih dari hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa
ada perbaikan. Adapun hierarki dalam kaizen adalah dari manajemen
puncak ke manajemen madya kemudian ke supervisor dan terakhir
karyawan. Manajemen puncak harus mengomunikasikan kaizen
sebagai strategi perusahaan kepada para karyawan. Penyebarluasan dan
pengimplementasian sasaran kaizen sesuai penghargaan manajemen
puncak melalui penyebarluasan kebijakan. Kaizen juga harus digunakan
dalam peranan fungsi dan adanya keterlibatan dalam sistem sasaran
dan aktivitas kelompok kecil .
STRATEGI IMPLEMENTASI JUST IN TIME
Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam
perusahaan, antara lain strategi penerapan pembelian just in time dan
strategi penerapan JIT dalam sistem produksi. Strategi penerapan
pembelian just in time membutuhkan dukungan dari semua pihak
terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya
dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan, JIT tidak dapat terlaksana. Pembelian ntuk sistem JIT berbeda dari pembelian
untuk sistem tradisional. Karena JIT membutuhkan perusahaan untuk
mengusahakan persediaan nol sekaligus dapat memenuhi persediaan
yang dibutuhkan sewaktu-waktu maka membuat kontrak jangka
panjang dengan pemasok adalah cara yang terbaik. Dengan demikian,
perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang dan
selanjutnya barang akan datang sesuai kebutuhan atau perubahan proses
produksi dengan kualitas yang telah ditentukan.
Strategi penerapan JIT dalam sistem produksi, yaitu dengan sistem
tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan
dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini
produksi, yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam
barang sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu
dapat terpenuhi. Selain itu, lini produksi tersebut dapat menghemat
biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. Just in time bukan
hanya sekadar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan
sistem produksi sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua
fungsi dan aktivitas.
PEMBELIAN DENGAN KONSEP JUST IN TIME
Pembelian dengan konsep JIT menggunakan sistem penjadwalan
pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Penerapan konsep JIT dalam pembelian dapat mengurangi
waktu dan biaya terkait dengan aktivitas pembelian dengan cara:
• Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat
mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi
dengan pamasoknya.
• Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan
pemasok.• Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang
mapan.
• Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak
bernilai tambah.
• Mengurangiwaktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan
mutu.
Dampak penerapan pembelian JIT pada sistem akuntansi biaya
dan manajemen antara lain adalah kemudahan penulusuran langsung
sejumlah biaya dan adanya perubahan “cost pools” yang digunakan
untuk mengumpulkan biaya. Selain itu, pembelian dengan konsep JIT
akan mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya
sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya
langsung, mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai
selisih harga beli secara individual, dan mengurangi biaya administrasi
terkait penyelenggaraan sistem akuntansi.60
PRODUKSI DENGAN KONSEP JUST IN TIME
Produksi JIT merupakan sistem penjadwalan produksi komponen
atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlah, sesuai dengan
yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan
permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan
biaya produksi dengan cara:
• Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap
stasiun kerja atau tahapan pengolahan produk.
• Mengurangi atau meniadakan lead time.
• Berupaya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap
tahapan pengolahan produk atau stasiun kerja.
• Pengolahan produk diusahakan sesederhana mungkin sehingga
dapat mengurangi aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah.Sistem produksi dengan konsep JIT dapat meningkatkan efisiensi
dari segi waktu tunggu manufaktur, persediaan baik bahan, barang
dalam proses, maupun barang jadi, waktu perpindahan, tenaga
kerja langsung dan tidak langsung, ruangan pabrik, biaya mutu, dan
pembelian bahan.
Dampak penerapan produksi JIT terhadap sistem akuntansi biaya
dan manajemen antara lain adalah semakin mudah untuk melakukan
penelusuran langsung sejumlah biaya dan mengurangi kelompok biaya
(cost pools) untuk aktivitas tidak langsung. Penerapan produksi JIT
juga akan mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi
selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual serta
mengurangi perincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”.61
PERSEDIAAN JUST IN TIME
Setiap perusahaan akan membutuhkan persediaan, baik untuk kegiatan
produksi maupun untuk berdagang. Di sini, kita akan berfokus pada
perusahaan yang memproduksi barang. Perusahaan-perusahaan
pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan: bahan baku,
barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan tersebut
dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatankegiatan perusahaan tetap dapat berjalan lancar meskipun muncul
kendala-kendala, seperti pengiriman yang terlambat atau ketika sebuah
departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena
suatu hal. Namun, perlu diperhatikan bahwa biaya penyimpanan
persediaan-persediaan bisa memakan biaya yang besar. Untuk
mengurangi atau menghilangkan persediaan, digunakanlah sistem
just in time.
Pengadopsian sistem just in time ke dalam proses produksi,
mengharuskan perusahaan merancang kembali proses produksi dan
fasilitas-fasilitas pabriknya. Dalam sistem tradisonal, produksi didasarkan
pada prediksi di masa yang akan datang yang memiliki risiko kerugian
lebih besar karena produksi melebihi permintaan yang sesungguhnya.
Just in time muncul untuk mengatasi risiko ini, yaitu memproduksi
hanya apabila ada permintaan. Proses produksi dipicu oleh permintaan
dan setiap langkah dalam proses produksi didasarkan pada pesanan dari
proses berikutnya. Sistem ini dapat mengurangi pemborosoan dalam
skala besar melalui perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih
rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Hal
ini sejalan dengan tujuan utama just in time, yaitu meningkatkan laba
dan posisi persaingan perusahaan melalui usaha pengendalian biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN SISTEM JUST IN TIME
Sistem JIT tentu memiliki beberapa keuntungan jika diterapkan dalam
perusahaan, antara lain:
• Seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih
efisien.
• Biaya untuk memperkerjakan para stafnya berkurang.
• Barang produksi tidak harus selalu dicek, disimpan, atau diretur
kembali.
• Kertas kerja menjadi lebih sederhana.
• Penghematan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk aktivitas
lain guna memperoleh laba yang lebih tinggi, misalnya dengan
mengadakan promosi tambahan.
Di samping kelebihan, satu kelemahan sistem JIT adalah tingkatan
order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi rata-rata perencanaan historis maka persediaan akan habis
dan akan memengaruhi tingkat pelayanan konsumen.62
PERBANDINGAN SISTEM JUST IN TIME DENGAN
SISTEM TRADISIONAL
Berbeda dengan sistem tradisonal yang menggunakan sistem dorongan,
sistem JIT menggunakan sistem tarikan, yaitu sistem penentuan aktivitasaktivitas berdasarkan permintaan konsumen, baik konsumen internal
maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh, dalam perusahaan
manufaktur, permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan
aktivitas pembelian. Sedangkan, sistem dorongan adalah sistem
penentuan aktivitas-aktivitas berdasarkan dorongan aktivitas-aktivitas
sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian mendorong
aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.
Penggunaan sistem tarikan dalam JIT akan mengurangi persediaan
menjadi sangat sedikit atau bahkan menjadi nol. Sebaliknya, dalam
sistem tradisional, jumah persediaan cukup isgnifikan karena
menggunakan sistem dorongan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli
melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi
permintaan konsumen, dan perlu adanya persediaan penyangga.
Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi
jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi
melebihi jumlah bahan yang dibeli.
Karena filosofi JIT adalah mengurangi atau mengeliminasi aktivitasaktivitas tidak bernilai tambah maka sistem JIT hanya menggunakan
pemasok dalam jumlah sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu
tinggi dan berharga murah. Sebaliknya, untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, sistem tradisional menggunakan banyak
pemasok. Akibatnya, terdapat banyak aktivitas tidak bernilai tambah
untuk memperoleh harga yang lebih murah dan dalam sistem tradisional
bahan harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan
mutu yang rendah.
Untuk memperoleh bahan berharga murah, bermutu tinggi,
pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah, sistem JIT menerapkan
kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna
membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Dengan
kontrak jangka panjang, frekuensi pemesanan dapat dikurangi sehingga
menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Di sisi lain, sistem
tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak
pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam
jumlah yang banyak atau mungkin berkualitas rendah.
Struktur dalam sistem JIT berupa struktur seluler, yaitu
pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga, biasanya ke dalam
struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat
digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga
produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada
dasarnya merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Manfaat
dari struktur seluler ini adalah dapat menyederhanakan aktivitas, serta
mengurangi waktu dan biaya yang tidak bernilai tambah. Sedangkan,
struktur dalam sistem tradisional berupa struktur pengolahan produk
melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapantahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok
jasa bagi departemen produksi. Oleh karena itu, struktur departemen
menimbulkan aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah
dalam jumlah besar.
Penggunaan sistem tarikan waktu “bebas” dalam struktur seluler
sistem JIT mengharuskan karyawan untuk berlatih agar memiliki
beberapa keahlian sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu, misalnya pemeliharaan, pencegahan,
reparasi, setup, dan inspeksi mutu. Lain halnya pada sistem tradisional,
karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya,
misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada
departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas jasa, sedangkan karyawan
pada departemen produksi terspesialisasi pada aktivitas produksi saja.
Pada sistem JIT, jasa terdesentralisasi pada masing-masing struktur
seluler. Para karyawan, selain ditugaskan untuk berproduksi, juga
ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung
produksi struktur selulernya. Sistem tradisional mendasarkan pada
sistem spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada masing-masing
departemen jasa.
Berbeda dengan sistem tradisional dimana keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan relatif rendah dalam sistem JIT, manajemen
harus dapat memberdayakan karyawan dengan cara melibatkan
mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi
dalam manajemen organisasi. Dalam sistem tradisional, fungsi
karyawan hanyalah melaksanakan perintah atasan, sedangkan
menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan
karyawan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya
secara menyeluruh. Karyawan yang berkecimpung secara langsung
dalam kegiatan produksi kemungkinan akan mampu untuk membuat
keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi secara lebih baik.
Karena sistem JIT mendukung keterlibatan karyawan dalam operasi
perusahaan maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator
dan bukanlah sebagai pemberi perintah. Hal ini berkebalikan dengan
sistem tradisional yang pada umumnya menggunakan gaya manajemen
sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para
karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Pengendalian mutu dalam sistem JIT menggunakan pendekatan total
quality control, yaitu pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan
mutu agar tercapai produk catat nol atau bebas dari produk cacat. Produk
yang cacat harus dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian
produksi dan ketidakpuasan konsumen. Sistem tradisional, di sisi lain,
menggunakan pendekatan accepted quality level, yaitu pengendalian
mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan,
tetapi tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan
sebelumnya
IMPLIKASI JUST IN TIME
Sistem JIT tampak sederhana dalam teori, tetapi sangat sulit untuk
diwujudkan, terutama dalam manufaktur. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah persyaratan
persediaan seminimal mungkin atau nol. Terdapat kekhawatiran bahwa
seluruh proses produksi akan terhenti ketika suatu masalah muncul
pada salah satu rantai proses produksi.
Sebelum menerapkan JIT, perusahaan hendaknya terlebih dahulu
menghilangkan hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan
sistem dengan cara berikut.
• Mendesainkembali proses produksisehingga tidakmenimbulkan
biaya tinggi apabila akan memproduksi satu atau sejumlah kecil
item produk pada saat tertentu.
• Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah
dengan memperpendek jarak antarproses, mempekerjakan
pegawai yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan tuntutan
tugas baru, dan menggunakan peralatan yang serba guna.
Sistem JIT memerlukan para karyawan yang sangat terlatih dan
mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk
barang/jasa tertinggi. Ketika seorang pekerja menjumpai masalah
pada komponen produk yang diterimanya, pekerja yang bersangkutan
berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya
agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan. Para pemasok
juga dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan
produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan. Sistem
JIT juga akan berimplikasi pada sistem akuntansi manajemen karena
akan menyederhanakan sistem akuntansi manajemen. Namun,
bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem
konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan,
identifikasi, dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai
asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error), dan
pemborosan (waste).
Untuk mengukur tingkat reliabilitas, sistem JIT memanfaatkan
ukuran berikut ini sebagai benchmark efektivitas siklus manufaktur.
• Defect rate.
• Cycle time.
• Persentasi ketetapanwaktu pengiriman produk pada pelanggan.
• Akurasi perintah produksi/pengadaan bahan.
• Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi.
• Perbandingan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang
tersedia.
Selain yang telah disebutkan di atas, berbagai implikasi JIT, di
antaranya:
1. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja
dan mesin kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.
2. Inovasi manajemen, termasuk JIT, memerlukan perubahan
kultur organisasi secara keseluruhan.
3. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus
keseragaman alur kerja, hal tersebut menyebabkan banyak
pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Oleh karena
itu, sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh-jauh hari.
4. Sistem JIT sangat menekankan kerja sama tim sehingga kerap
dijumpai pekerja yang mengalami stress, terutama mereka yang
berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau
mereka yang memiliki kepribadian yang tidak team orinted.
PEMASOK DALAM SISTEM JUST IN TIME
Kita sering mendengar istilah pemasok, terutama dalam pembicaraan
seputar proses pengadaan barang dan jasa. Selain disebut dengan
pemasok, istilah lain yang biasa digunakan adalah vendor atau
supplier. Pemasok adalah individu atau perusahaan (baik dalam skala
besar atau kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan individu atau perusahaan lain.
Peran pemasok sangat penting bagi keberhasilan sistem JIT. Oleh
karena itu, hubungan dengan pemasok harus dijaga dengan baik.
Heizer dan Render dalam Kusumawati (2009: 113) mengatakan bahwa
kemitraan JIT ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan
sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan
dan menekan biaya. Pemasok dianggap sebagai mitra usaha, bukan
sekedar hubungan dagang. Hubungan dengan para pemasok bersifat
jangka panjang.
Dalam JIT, pembelian bahan yang disesuaikan dengan permintaan
konsumen berimplikasi pada pengurangan jumlah pemasok dan
peningkatan kualitas, baik kualitas bahan maupun kualitas fungsi
pembelian. Pengurangan aktivitas tanpa nilai tambah mengharuskan
pemindahan bahan secara langsung dari para pemasok ke pabrik tanpa
atau dengan sedikit mungkin inspeksi dan menghilangkan penyimpanan
bahan kecuali penyimpanan untuk waktu singkat dalam pabrik. Idealnya
adalah terdapat satu pemasok untuk setiap bahan, meskipun dalam
praktiknya disediakan pemasok lain sebagai cadangan. Pemasok yang
dipilih biasanya cukup satu untuk setiap jenis bahan baku. Perjanjian
pembelian dibuat untuk satu periode yang panjang (3–6 bulan)
dengan estimasi jumlah tertentu serta kualitas tertentu. Pemilihan dan
pengawasan pemasok membutuhkan sistem penilaian kinerja pemasok
yang memberikan peringkat objektif mengenai ketepatan waktu, kualitas
bahan, dan daya saing harga setiap pemasok (Yamit, 2011: 301).
Demi tercapainya tujuan sistem JIT, hubungan khusus antara
perusahaan dengan pemasok sangat dibutuhkan karena kedua belah
pihak dituntut untuk bekerja sama guna mencapai keberhasilan
bersama di masa yang akan datang. Beberapa karakteristik hubungan
antara pemasok JIT dengan perusahaan pembeli adalah kontrak jangka
panjang, peningkatan akurasi administrasi pesanan, peningkatan
kualitas, fleksibilitas pesanan, pengiriman jumlah kecil dengan frekuensi
pengiriman yang banyak, dan perbaikan berkesinambungan dalam
bekerja sama. Perusahaan harus bisa mencari pemasok terpercaya
yang dapat mengirimkan barang sesuai ketentuan perusahaan, meliputi
jadwal jam pengiriman, bahkan menit pengiriman juga telah ditentukan,
jumlah barang beserta kualitas yang harus dipenuhi barang tersebut.
Hal ini memerlukan sistem pengiriman yang tepat serta akurat sehingga
harus dihindari adanya keterlambatan kedatangan bahan baku tersebut.
Karena kualitas telah disepakati serta dijamin tidak adanya bahan baku
yang berkualitas di bawah standar produksi, maka tidak diperlukan
adanya pemeriksaan bahan baku. Kegagalan pemenuhan jadwal yang
dipesan akan berakibat fatal, yaitu berhentinya produksi.
Jadi, dalam sistem JIT, perusahaan membutuhkan hubungan yang
khusus atau istimewa dengan pemasok atau pemasok agar pemasok
berkomitmen memberikan barang yang terbaik bagi perusahaan. Hal
itu akan berdampak positif terhadap hasil keluaran perusahaan yang
nantinya akan mampu bersaing di pasar global. Heizer dan Render
dalam mengemukakan bahwa kemitraan JIT ada ketika pemasok dan
pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk
menghilangkan pemborosan dan menekan biaya.
PENUTUP
Just in time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk
mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan persediaan
minimum untuk bahan baku, barang dalam proses, dan produk
jadi. Terdapat tujuh prinsip dasar untuk menerapkan JIT ke dalam
perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk,
produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil, mengurangi
pemborosan, perbaikan aliran produk secara terus-menerus,
penyempurnaan kualitas produk, menghormati semua orang/karyawan
(respect to people), dan mengurangi segala bentuk ketidakpastian.Dalam sistem JIT, aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikutnya,
dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun
kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan
ini, sering kali JIT disebut sebagai pull system (sistem tarik). Dalam
sistem JIT, hanya final assembly line yang menerima jadwal produksi,
sedangkan semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier)
menerima pesanan produksi dari sub-operasi berikutnya. Keberhasilan
JIT ditentukan oleh komitmen dari manajemen puncak dan harus
diterapkan secara keseluruhan dan dalam jangka panjang.
stasiun kerja pengguna (using
work station). Apabila stasiun kerja pengguna tidak melakukan kegiatan
produksi, secara otomatis stasiun kerja pemasok (supplying work station)
juga akan berhenti memasok produk karena tidak menerima pesanan
produksi.
Konsep just in time (JIT) dikembangkan oleh perusahaanperusahaan terbaik di Jepang sebagai sebuah sistem manajemen untuk
pabrikasi modern, sejak awal tahun 1970an. Konsep ini pertama kali
dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing
oleh Taiichi Ohno. Oleh karena itu, Taiichi Ohno sering disebut sebagai
bapak JIT. Prinsip utama dari JIT adalah memproduksi hanya jenis-jenis
barang yang diminta (what) sejumlah yang diperlukan (how much)
pada saat dibutuhkan (when) oleh konsumen. Just in time merupakan
keseluruhan filosofi dalam operasi manajemen dimana segenap
sumber daya, termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuan JIT adalah meningkatkan
produktivitas dan meminimalkan pemborosan.
Salah satu filosofi dasar sistem JIT adalah mengurangi pemborosan.
Bentuk-bentuk pemborosan tersebut di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Pemborosan waktu. Misalnya, ada pekerja yang menganggur,
mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak
efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material,
lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi kemacetan,
pengiriman barang yang terlambat, banyaknya karyawan yang absen,
dan sebagainya.
b. Pemborosan bahan. Misalnya, terlalu banyak buangan (scraps,
chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material
atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang atau
material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu
lama disimpan, dan lain-lain.
c. Pemborosan dalam manajemen. Misalnya, terlalu banyak karyawan
kantor, banyak terjadi misinformasi antardepartemen, banyaknya
overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif,
koordinasi yang sulit, dan lain-lain.
Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai:
segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan,
bahan, komponen, tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan
untuk proses nilai tambah suatu produk. Dalam bahasa sederhanya,
segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan. Berbagai
pemborosan yang terjadi dalam perusahaan biasanya disebabkan
adanya produksi di luar kebutuhan (over production), waktu menunggu,
transportasi, pemrosesan (process production), tingkat persediaan
barang yang tidak begitu diperlukan, pergerakan yang tidak penting,
dan produk cacat (defects).
Guna meningkatkan produktivitas sistem produksi atau operasi,
sistem JIT menghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menambah
nilai bagi suatu produk. Agar lebih mudah untuk memahami, berikut
delapan kunci utama JIT.
• Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan
pada permintaan.
• Memproduksi dengan jumlah kecil.
• Menghilangkan pemborosan.
• Memperbaiki aliran produksi.
Menyempurnakan kualitas produksi.
• Memiliki orang-orang yang tanggap.
• Menghilangkan ketidakpastian.
• Menekankan pada pemeliharaan jangka panjang.
Ada empat hal pokok yang harus dipenuhi untuk melaksanakan
konsep JIT. Pertama, dalam JIT, produksi hanya dilakukan untuk
memenuhi apa, berapa, dan kapan suatu barang dibutuhkan,
Kedua, penerapan autonomasi, yaitu suatu unit pengendalian produk
cacat yang secara otomatis tidak memungkinkan unit cacat untuk
mengalir ke proses berikutnya. Ketiga, tenaga kerja harus fleksibel
dalam artian jumlah pekerja dapat diubah-ubah sesuai dengan fluktuasi
permintaan. Keempat, mengedepankan kreativitas, inovasi, dan mau
menerima masukan atau saran dari karyawan.
Untuk mencapai keempat konsep tersebut, perusahaan dapat
menerapkan sistem dan metode, seperti sistem kanban, metode
kelancaran dan kecepatan produksi, optimalisasi waktu penyiapan,
tata letak proses dan pekerja fungsi ganda, aktivitas perbaikan lewat
kelompok kecil (small group) dan sistem saran, dan sistem manajemen
fungsional.
PRINSIP DASAR JUST IN TIME ( JIT )
Aplikasi metode JIT dalam perusahaan bukanlah hal yang mudah atau
sederhana. Terdapat berbagai hal yang harus diperhatikan. Sebelum
memutuskan untuk menerapkan JIT, berikut tujuh prinsip yang harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan strategi sistem
produksi:
1. Berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk.
Tujuan utama JIT adalah memproduksi barang jadi tepat waktu
dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsi saja (just in time) sehingga proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang
diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan
untuk menghindari terjadinya persediaan serta untuk menekan
biaya penyimpanan (holding cost). Jadwal produksi hanya diterima
oleh lini perakitan terakhir dan semua subskuen di bawahnya akan
menerima pesanan dari lini perakitan, dan pemasok akan menerima
pesanan produksi dari subskuen tersebut.
2. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil.
Produksi dalam jumlah kecil berguna untuk menghindari
perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam
produksi jumlah besar. Produksi dalam jumlah kecil meningkatkan
fleksibilitas aktivitas produksi dan memudahkan untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi, terutama dalam
menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan.
Pemborosan (waste) harus dikurangi, bahkan ditiadakan, dalam
setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber daya (bahan
baku, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain-lain) tidak boleh
melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target
produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus-menerus.
Agar produk dapat sampai secepat mungkin kepada konsumen,
perbaikan harus dilakukan terus menerus berdasarkan pengalaman.
Setiap proses-proses yang menimbulkan kemacetan produksi dan
semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling,
dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi
harus diperbaiki dan diminimalkan.
5. Penyempurnaan kualitas produk.
Penyampaian produk yang tepat waktu kepada konsumen bukanlah
satu-satunya tujuan JIT. Kualitas juga merupakan hal penting dalam konsep JIT. Oleh karena itu, kondisi “zero defect” diupayakan untuk
dicapai dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam
setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan
haruslah bisa diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Menghormati semua orang/karyawan (respect to people).
Setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk
mengatur dan mengambil keputusan produksi, baik itu memutuskan
apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan
karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja
tertentu maupun membuat keputusan lainnya terkait masalah
produksi.
7. Mengurangi segala bentuk ketidakpastian.
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi
permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga,
justru akan berubah menjadi waste jika tidak segera digunakan.
Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara
tidak terkendali, seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas
proyek, akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak
dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu, perencanaan dan
penjadwalan produksi harus dibuat dan dikendalikan secara teliti.
Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa
dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan
formulasi model peramalannya.
Pengaplikasian ketujuh prinsip pelaksanaan just in time tidak
dapat dilakukan dan dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek. Ada
kemungkinan penerapan just in time dalam sistem produksi justru akan
menambah biaya produksi pada mulanya. Baru kemudian, seiring proses
terbentuknya kurva belajar, biaya produksi akan menurun. Oleh karena
itu, konsep JIT harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan
komitmen semua pihak dalam jangka panjang.
Secara bertahap, teknik-teknik JIT berikut diterapkan satu per satu:
• Menerapkan 5S dasar untuk perbaikan: Konsep 5S terdiri atas
seiri (pemilihan), seiton (penataan), seiso (pembersihan), seiketsu
(pemantapan), dan shitsuke (kebiasaan).
• Penerapan produksisatu potong untuk mencapai pengimbangan
lini.
• Pelaksanaan produksi ukuran lot kecil dan perbaikan metode
penyiapan.
• Penerapan operasi baku.
• Produksi lancar dengan merakit produk sesuai dengan kecepatan
penjualan.
• Autonomasi (jidoka).
• Penggunaan kartu kanban.
MANFAAT JIT
Selain bermanfaat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam melakukan
efisiensi dan meningkatkan keuntungan, JIT juga memiliki beberapa
manfaat, antara lain:
1. Pengurangan waktu set-up gudang. Waktu set up gudang yang
berkurang secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dan dapat
menggunakan waktu tersebut untuk difokuskan di area lain yang
lebih memberikan nilai tambah.
2. Peningkatan aliran barang dari gudang ke produksi. Karyawan yang
difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan memungkinkan
mereka untuk memproses barang lebih cepat dan mengurangi
kerentanan pekerja terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak
pekerjaan sekaligus dan menyederhanakan tugas-tugas di tangan.
Dengan demikian, karyawan dapat bekerja lebih cepat dan efektif.
3. Pekerja yang menguasai berbagai keahlian memungkinkan
perusahaan untuk mengunakan tenaga mereka secara lebih efisien. Perusahaan bisa memindah-mindahkan tenaga kerja di posisi di
mana pun mereka dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan
terdapat permintaan yang tinggi untuk produk tertentu.
4. Konsistensi yang lebih baik untuk penjadwalan produk dan jam kerja
karyawan akan lebih konsisten. Perusahaan dapat menghemat uang
dengan tidak harus membayar pekerja untuk pekerjaan yang tidak
selesai atau bisa meminta mereka untuk fokus pada pekerjaan lain
di sekitar gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.
5. Peningkatan hubungan dengan pemasok. Perusahaan terus-menerus
berhubungan dengan pemasok untuk mendapatkan pasokan tepat
waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga
hubungan antara perusahaan dengan pemasok dapat terjalin
semakin baik.
6. Perputaran persediaan. Meningkatnya perputaran persediaan akan
meningkatkan laba bersih karena adanya perputaran uang tunai yang
lebih cepat. Semakin pendek selang waktu antara penerimaan bahan
baku dan penggabungan dari mereka dalam proses manufaktur,
semakin besar profitabilitas. Sistem persediaan yang sempurna
memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan memaksimalkan
keuntungan.
KRITIK TERHADAP JIT
Secara umum, JIT memiliki konsep yang ideal, akan tetapi aplikasi di
dunia nyata tidak semudah itu. Terdapat beberapa kendala yang harus
dipertimbangkan. Oleh karena itu, beberapa mengkritik sistem JIT,
antara lain:
a) Perusahaan yang memproduksi satu jenis produk secara massal
akan kesulitan dalam melayani pesanan pelanggan saja. Contohnya,
pabrik gula, kopi, sabun, dan sebagainya.
b) Bagi kebanyakana perusahaan, terutama perusahaan yang
menggunakan bahan baku impor, akan sulit sekali untuk memiliki
persediaan nol.
c) Perusahaan yang memproduksi satu macam komoditi dengan
teknologi khusus di pabriknya akan sulit untuk menerapkan sistem
JIT.
d) Mempekerjakan karyawan yang memiliki keahlian khusus biasanya
berbiaya mahal dan tidak mudah untuk menempatkan karyawan
pada keahlian khusus pada satu jenis produk.
e) Pada umumnya, perusahaan telah disibukkan oleh kegiatan rutin
memproduksi komoditi terus-menerus tanpa menghiraukan
peningkatan keterampilan dan pengetahuan karyawan; akan lebih
mudah untuk membajak karyawan dari perusahaan lain yang sudah
ahli sehingga tidak perlu mendidik dan melatih karyawan lagi. Selain
itu, teknologi dan metode kerja tidak begitu mudah untuk diganti.
f) Pada umumnya, tujuan utama karyawan bekerja adalah mendapatkan
upah. Mungkin beberapa memang bekerja untuk merealisasikan
bakat dan pengetahuan mereka, tetapi sebagian besar bekerja atas
dasar upah sehingga pada umumnya karyawan kurang peduli
terhadap kualitas produk.
PERSYARATAN-PERSYARATAN JUST IN TIME
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penerapan
JIT. Aplikasi JIT membutuhkan kondisi dimana keseluruhan sistem
siap untuk menjalankannya secara komprehensif. Pertama, pastikan
organisasi pabrik siap untuk sistem JIT. Pabrik dengan sistem JIT
berusaha untuk mengatur layout berdasarkan produk. Semua proses
yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu
lokasi. Kedua, adanya pelatihan/tim/keterampilan dalam perusahaan.
Sistem JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak daripada
sistem tradisional. Diperlukan pelatihan bagi karyawan mengenai
bagaimana menghadapi perubahan yang dilakukan dari sistem
tradisional dan bagaimana cara kerja JIT, yaitu:
• Adanya aliran produksi yang lebih sederhana. Idealnya suatu
lini produksi yang baru dapat di-setup sebagai batu ujian untuk
membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut,
dan memecahkan masalah awal.
• Penerapan kanban pull system. Kanban merupakan alat yang
digunakan untuk menyusun jadwal dalam sistem manajemen
pengendalian perusahaan.
• Produk rusak tidak boleh dikirim ke proses berikutnya.
• Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada
saat dibutuhkan.
• Memproduksi hanya sejumlah proses berikutnya.
• Meratakan beban produksi.
• Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning.
• Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
Ketiga adalah visibiltas/pengendalian visual. Salah satu kekuatan
JIT adalah sistemnya yang merupakan sistem visual. Aliran produksi
yang lebih sederhana dan tertata akan memudahkan untuk melacak
apa yang terjadi dalam sistem JIT karena tidak ada karyawan yang
mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam proses dan banyak
rute produksi yang saling bersilangan seperti dalam sistem tradisional.
Keempat, kemacetan harus dieliminasi. Untuk menghapus
kemacetan, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim
fungsi silang, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi. Tim
ini terdiri atas berbagai departemen, seperti perekayasaan, manufaktur,
keuangan, dan departemen lainnya yang relevan.
Kelima, ukuran lot kecil dan pengurangan waktu setup. Ukuran lot
yang ideal adalah ukuran lot yang terkecil, bukan ukuran yang terbesar.
Pendekatan ini sesuai bila mesin-mesin digunakan untuk menghasilkan
berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses
berikutnya dalam tahap produksi. Keenam, adanya total productive
maintance. Total productive maintance (TPM) adalah perawatan secara
keseluruhan dan rutin terhadap mesin, perawatan, atau perlengkapan
yang digunakan untuk kegiatan produksi. Misalnya, mesin-mesin
dibersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh
operator yang menjalankan mesin tersebut. Ini merupakan suatu
keharusan dalam sistem JIT.
Ketujuh, kemampuan proses, statistical process control (SPC), dan
perbaikan berkesinambungan. Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan
berkesinambungan harus ada dalam manufaktur JIT karena beberapa
hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan
mendekati sempurna. Kedua, dalam JIT, tidak ada bahan cadangan
untuk kemacetan perusahaan. Ketiga, semua kondisi mesin harus
bekerja dengan prima.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen
JIT, antara lain adalah aliran produksi lancar (layout), sistem kanban,
produksi tanpa cacat, pengurangan waktu set up, produksi tanpa
kerusakan mesin, peranan dan dukungan operator produksi, hubungan
yang harmonis dengan pemasok, dan penjadwalan produksi yang stabil
dan terkendali.
PERUMUSAN JUST IN TIME (JIT)
Metode just in time (JIT) adalah salah satu metode untuk mengendalikan
persediaan yang modern. Metode JIT bertujuan untuk meminimalkan
biaya persediaan. Setiap pemesanan dari konsumen akan langsung
diproduksi dan persediaan diusahakan nol (atau paling tidak pada
tingkat yang tidak signifikan) sehingga penilaian persediaan menjadi
tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan. Rumusan JIT yang
digunakan adalah:
X1 = (I + F1 + X2V2)/(P – V1)
Dimana:
X1 : Unit produk yang harus dijual untuk mencapai laba tertentu
I : Laba sebelum pajak penghasilan
F1 : Total biaya tetap
X2 : Jumlah kuantitas berbasis nonunit
V2 : Biaya variabel berbasis nonunit
P : Harga jual per unit
V1 : Biaya variabel per unit
HUBUNGAN JIT DENGAN TQM
Untuk mengimplementasikan JIT, diperlukan adanya sistem total quality
secara keseluruhan dalam organisasi. Seperti dibahas sebelumnya,
perusahaan harus memenuhi persyaratan JIT agar dapat menerapkan
sistem tersebut. Artinya, semua departemen dalam perusahaan
harus dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhannya. Jika hanya satu
departemen saja yang melaksanakan JIT, tetapi organisasi secara
keseluruhan tidak mengupayakan total quality management (TQM),
personel departemen tersebut akan menghadapi hambatan yang besar
dan tujuan dari JIT sendiri tidak akan tercapai. Selain itu, JIT juga
mensyaratkan perubahan, tetapi tidak semua departemen memiliki
komitmen untuk berubah sehingga mungkin akan terjadi penolakan.
Dalam JIT, dipersyaratkan adanya perbaikan secara terus-menerus
(kaizen). Kaizen selalu beriringan dengan TQM. Kaizen adalah suatu
istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan
secara terus-menerus (countinuous improvement). Kaizen merupakan
suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi mengenai
hal-hal yang meliputi:
• Orientasi pada pelanggan.
• Pengendalian mutu secara menyeluruh.
• Robotik.
• Gugus kendali mutu.
• Sistem saran.
• Otomatisasi.
• Disiplin di tempat kerja.
• Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh.
• Sistem kanban.
• Penyempurnaan perbaikan mutu, tepat waktu tanpa cacat.
• Kegiatan kelompok-kelompok kecil.
• Hubungan kerja sama antara manajer dan karyawan.
• Pengembangan produk baru.
Moto utama dari kaizen adalah hari ini harus lebih dari hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa
ada perbaikan. Adapun hierarki dalam kaizen adalah dari manajemen
puncak ke manajemen madya kemudian ke supervisor dan terakhir
karyawan. Manajemen puncak harus mengomunikasikan kaizen
sebagai strategi perusahaan kepada para karyawan. Penyebarluasan dan
pengimplementasian sasaran kaizen sesuai penghargaan manajemen
puncak melalui penyebarluasan kebijakan. Kaizen juga harus digunakan
dalam peranan fungsi dan adanya keterlibatan dalam sistem sasaran
dan aktivitas kelompok kecil .
STRATEGI IMPLEMENTASI JUST IN TIME
Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam
perusahaan, antara lain strategi penerapan pembelian just in time dan
strategi penerapan JIT dalam sistem produksi. Strategi penerapan
pembelian just in time membutuhkan dukungan dari semua pihak
terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya
dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pimpinan, JIT tidak dapat terlaksana. Pembelian ntuk sistem JIT berbeda dari pembelian
untuk sistem tradisional. Karena JIT membutuhkan perusahaan untuk
mengusahakan persediaan nol sekaligus dapat memenuhi persediaan
yang dibutuhkan sewaktu-waktu maka membuat kontrak jangka
panjang dengan pemasok adalah cara yang terbaik. Dengan demikian,
perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang dan
selanjutnya barang akan datang sesuai kebutuhan atau perubahan proses
produksi dengan kualitas yang telah ditentukan.
Strategi penerapan JIT dalam sistem produksi, yaitu dengan sistem
tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan
dengan menghilangkan sebanyak mungkin pemborosan. Penemuan lini
produksi, yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam
barang sehingga semua kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda itu
dapat terpenuhi. Selain itu, lini produksi tersebut dapat menghemat
biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya. Just in time bukan
hanya sekadar metode pengedalian persediaan, tetapi juga merupakan
sistem produksi sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua
fungsi dan aktivitas.
PEMBELIAN DENGAN KONSEP JUST IN TIME
Pembelian dengan konsep JIT menggunakan sistem penjadwalan
pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau
penggunaan. Penerapan konsep JIT dalam pembelian dapat mengurangi
waktu dan biaya terkait dengan aktivitas pembelian dengan cara:
• Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat
mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi
dengan pamasoknya.
• Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan
pemasok.• Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian yang
mapan.
• Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak
bernilai tambah.
• Mengurangiwaktu dan biaya untuk program-program pemeriksaan
mutu.
Dampak penerapan pembelian JIT pada sistem akuntansi biaya
dan manajemen antara lain adalah kemudahan penulusuran langsung
sejumlah biaya dan adanya perubahan “cost pools” yang digunakan
untuk mengumpulkan biaya. Selain itu, pembelian dengan konsep JIT
akan mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya
sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya
langsung, mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai
selisih harga beli secara individual, dan mengurangi biaya administrasi
terkait penyelenggaraan sistem akuntansi.60
PRODUKSI DENGAN KONSEP JUST IN TIME
Produksi JIT merupakan sistem penjadwalan produksi komponen
atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlah, sesuai dengan
yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau sesuai dengan
permintaan pelanggan. Produksi JIT dapat mengurangi waktu dan
biaya produksi dengan cara:
• Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam setiap
stasiun kerja atau tahapan pengolahan produk.
• Mengurangi atau meniadakan lead time.
• Berupaya untuk mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap
tahapan pengolahan produk atau stasiun kerja.
• Pengolahan produk diusahakan sesederhana mungkin sehingga
dapat mengurangi aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah.Sistem produksi dengan konsep JIT dapat meningkatkan efisiensi
dari segi waktu tunggu manufaktur, persediaan baik bahan, barang
dalam proses, maupun barang jadi, waktu perpindahan, tenaga
kerja langsung dan tidak langsung, ruangan pabrik, biaya mutu, dan
pembelian bahan.
Dampak penerapan produksi JIT terhadap sistem akuntansi biaya
dan manajemen antara lain adalah semakin mudah untuk melakukan
penelusuran langsung sejumlah biaya dan mengurangi kelompok biaya
(cost pools) untuk aktivitas tidak langsung. Penerapan produksi JIT
juga akan mengurangi frekuensi perhitungan dan pelaporan informasi
selisih biaya tenaga kerja dan overhead pabrik secara individual serta
mengurangi perincian informasi yang dicatat dalam “work tickets”.61
PERSEDIAAN JUST IN TIME
Setiap perusahaan akan membutuhkan persediaan, baik untuk kegiatan
produksi maupun untuk berdagang. Di sini, kita akan berfokus pada
perusahaan yang memproduksi barang. Perusahaan-perusahaan
pabrikasi biasanya menyimpan tiga jenis persediaan: bahan baku,
barang dalam proses, dan barang jadi. Persediaan-persediaan tersebut
dirancang untuk bertindak sebagai penyangga sehingga kegiatankegiatan perusahaan tetap dapat berjalan lancar meskipun muncul
kendala-kendala, seperti pengiriman yang terlambat atau ketika sebuah
departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena
suatu hal. Namun, perlu diperhatikan bahwa biaya penyimpanan
persediaan-persediaan bisa memakan biaya yang besar. Untuk
mengurangi atau menghilangkan persediaan, digunakanlah sistem
just in time.
Pengadopsian sistem just in time ke dalam proses produksi,
mengharuskan perusahaan merancang kembali proses produksi dan
fasilitas-fasilitas pabriknya. Dalam sistem tradisonal, produksi didasarkan
pada prediksi di masa yang akan datang yang memiliki risiko kerugian
lebih besar karena produksi melebihi permintaan yang sesungguhnya.
Just in time muncul untuk mengatasi risiko ini, yaitu memproduksi
hanya apabila ada permintaan. Proses produksi dipicu oleh permintaan
dan setiap langkah dalam proses produksi didasarkan pada pesanan dari
proses berikutnya. Sistem ini dapat mengurangi pemborosoan dalam
skala besar melalui perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih
rendah. Kedua hal tersebut menjadikan perusahaan lebih kompetitif. Hal
ini sejalan dengan tujuan utama just in time, yaitu meningkatkan laba
dan posisi persaingan perusahaan melalui usaha pengendalian biaya,
peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN SISTEM JUST IN TIME
Sistem JIT tentu memiliki beberapa keuntungan jika diterapkan dalam
perusahaan, antara lain:
• Seluruh sistem yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih
efisien.
• Biaya untuk memperkerjakan para stafnya berkurang.
• Barang produksi tidak harus selalu dicek, disimpan, atau diretur
kembali.
• Kertas kerja menjadi lebih sederhana.
• Penghematan yang telah dilakukan dapat digunakan untuk aktivitas
lain guna memperoleh laba yang lebih tinggi, misalnya dengan
mengadakan promosi tambahan.
Di samping kelebihan, satu kelemahan sistem JIT adalah tingkatan
order ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi rata-rata perencanaan historis maka persediaan akan habis
dan akan memengaruhi tingkat pelayanan konsumen.62
PERBANDINGAN SISTEM JUST IN TIME DENGAN
SISTEM TRADISIONAL
Berbeda dengan sistem tradisonal yang menggunakan sistem dorongan,
sistem JIT menggunakan sistem tarikan, yaitu sistem penentuan aktivitasaktivitas berdasarkan permintaan konsumen, baik konsumen internal
maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh, dalam perusahaan
manufaktur, permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan
aktivitas pembelian. Sedangkan, sistem dorongan adalah sistem
penentuan aktivitas-aktivitas berdasarkan dorongan aktivitas-aktivitas
sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian mendorong
aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.
Penggunaan sistem tarikan dalam JIT akan mengurangi persediaan
menjadi sangat sedikit atau bahkan menjadi nol. Sebaliknya, dalam
sistem tradisional, jumah persediaan cukup isgnifikan karena
menggunakan sistem dorongan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli
melebihi kebutuhan produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi
permintaan konsumen, dan perlu adanya persediaan penyangga.
Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen melebihi
jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi
melebihi jumlah bahan yang dibeli.
Karena filosofi JIT adalah mengurangi atau mengeliminasi aktivitasaktivitas tidak bernilai tambah maka sistem JIT hanya menggunakan
pemasok dalam jumlah sedikit untuk memperoleh bahan yang bermutu
tinggi dan berharga murah. Sebaliknya, untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, sistem tradisional menggunakan banyak
pemasok. Akibatnya, terdapat banyak aktivitas tidak bernilai tambah
untuk memperoleh harga yang lebih murah dan dalam sistem tradisional
bahan harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan
mutu yang rendah.
Untuk memperoleh bahan berharga murah, bermutu tinggi,
pengiriman tepat waktu dan tepat jumlah, sistem JIT menerapkan
kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna
membangun hubungan baik yang saling menguntungkan. Dengan
kontrak jangka panjang, frekuensi pemesanan dapat dikurangi sehingga
menghilangkan aktivitas yang tidak bernilai tambah. Di sisi lain, sistem
tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak
pemasok sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam
jumlah yang banyak atau mungkin berkualitas rendah.
Struktur dalam sistem JIT berupa struktur seluler, yaitu
pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga, biasanya ke dalam
struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu dapat
digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga
produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada
dasarnya merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Manfaat
dari struktur seluler ini adalah dapat menyederhanakan aktivitas, serta
mengurangi waktu dan biaya yang tidak bernilai tambah. Sedangkan,
struktur dalam sistem tradisional berupa struktur pengolahan produk
melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapantahapannya dan memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok
jasa bagi departemen produksi. Oleh karena itu, struktur departemen
menimbulkan aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah
dalam jumlah besar.
Penggunaan sistem tarikan waktu “bebas” dalam struktur seluler
sistem JIT mengharuskan karyawan untuk berlatih agar memiliki
beberapa keahlian sehingga ahli dalam berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu, misalnya pemeliharaan, pencegahan,
reparasi, setup, dan inspeksi mutu. Lain halnya pada sistem tradisional,
karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya,
misalnya departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada
departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas jasa, sedangkan karyawan
pada departemen produksi terspesialisasi pada aktivitas produksi saja.
Pada sistem JIT, jasa terdesentralisasi pada masing-masing struktur
seluler. Para karyawan, selain ditugaskan untuk berproduksi, juga
ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung mendukung
produksi struktur selulernya. Sistem tradisional mendasarkan pada
sistem spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi pada masing-masing
departemen jasa.
Berbeda dengan sistem tradisional dimana keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan relatif rendah dalam sistem JIT, manajemen
harus dapat memberdayakan karyawan dengan cara melibatkan
mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi
dalam manajemen organisasi. Dalam sistem tradisional, fungsi
karyawan hanyalah melaksanakan perintah atasan, sedangkan
menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan
karyawan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya
secara menyeluruh. Karyawan yang berkecimpung secara langsung
dalam kegiatan produksi kemungkinan akan mampu untuk membuat
keputusan mengenai bagaimana pabrik beroperasi secara lebih baik.
Karena sistem JIT mendukung keterlibatan karyawan dalam operasi
perusahaan maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator
dan bukanlah sebagai pemberi perintah. Hal ini berkebalikan dengan
sistem tradisional yang pada umumnya menggunakan gaya manajemen
sebagai atasan karena fungsi utamanya adalah memerintah para
karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Pengendalian mutu dalam sistem JIT menggunakan pendekatan total
quality control, yaitu pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan
mutu agar tercapai produk catat nol atau bebas dari produk cacat. Produk
yang cacat harus dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian
produksi dan ketidakpuasan konsumen. Sistem tradisional, di sisi lain,
menggunakan pendekatan accepted quality level, yaitu pengendalian
mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan,
tetapi tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan
sebelumnya
IMPLIKASI JUST IN TIME
Sistem JIT tampak sederhana dalam teori, tetapi sangat sulit untuk
diwujudkan, terutama dalam manufaktur. Salah satu alasan utama banyak perusahaan enggan menerapkan JIT adalah persyaratan
persediaan seminimal mungkin atau nol. Terdapat kekhawatiran bahwa
seluruh proses produksi akan terhenti ketika suatu masalah muncul
pada salah satu rantai proses produksi.
Sebelum menerapkan JIT, perusahaan hendaknya terlebih dahulu
menghilangkan hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kegagalan
sistem dengan cara berikut.
• Mendesainkembali proses produksisehingga tidakmenimbulkan
biaya tinggi apabila akan memproduksi satu atau sejumlah kecil
item produk pada saat tertentu.
• Alternatif yang biasa dilakukan untuk mengurangi biaya adalah
dengan memperpendek jarak antarproses, mempekerjakan
pegawai yang memiliki kemampuan beradaptasi dengan tuntutan
tugas baru, dan menggunakan peralatan yang serba guna.
Sistem JIT memerlukan para karyawan yang sangat terlatih dan
mampu memenuhi tuntutan untuk mencapai standar kualitas produk
barang/jasa tertinggi. Ketika seorang pekerja menjumpai masalah
pada komponen produk yang diterimanya, pekerja yang bersangkutan
berkewajiban untuk segera melaporkan hal tersebut pada atasannya
agar segera dapat diambil tindakan yang diperlukan. Para pemasok
juga dituntut agar mampu memproduksi sekaligus mengirimkan
produk yang bebas cacat (free defect) kapan saja diperlukan. Sistem
JIT juga akan berimplikasi pada sistem akuntansi manajemen karena
akan menyederhanakan sistem akuntansi manajemen. Namun,
bagian akuntansi manajemen wajib mendukung peralihan dari sistem
konvensional menuju sistem JIT dengan cara melakukan pemantauan,
identifikasi, dan komunikasi pada para pengambil keputusan mengenai
asal-muasal/sumber penundaan (delay), kesalahan (error), dan
pemborosan (waste).
Untuk mengukur tingkat reliabilitas, sistem JIT memanfaatkan
ukuran berikut ini sebagai benchmark efektivitas siklus manufaktur.
• Defect rate.
• Cycle time.
• Persentasi ketetapanwaktu pengiriman produk pada pelanggan.
• Akurasi perintah produksi/pengadaan bahan.
• Perbandingan antara produksi aktual dengan rencana produksi.
• Perbandingan antara jam mesin aktual dengan jam mesin yang
tersedia.
Selain yang telah disebutkan di atas, berbagai implikasi JIT, di
antaranya:
1. Rasio produktivitas konvensional berkenaan dengan tenaga kerja
dan mesin kerap tidak konsisten dengan filosofi JIT.
2. Inovasi manajemen, termasuk JIT, memerlukan perubahan
kultur organisasi secara keseluruhan.
3. Karena ide dasar JIT adalah minimalisasi pemborosan sekaligus
keseragaman alur kerja, hal tersebut menyebabkan banyak
pekerja yang tidak siap dengan perubahan tersebut. Oleh karena
itu, sosialisasi penerapan JIT harus dilakukan jauh-jauh hari.
4. Sistem JIT sangat menekankan kerja sama tim sehingga kerap
dijumpai pekerja yang mengalami stress, terutama mereka yang
berasal dari lingkungan kerja yang selama ini terisolasi atau
mereka yang memiliki kepribadian yang tidak team orinted.
PEMASOK DALAM SISTEM JUST IN TIME
Kita sering mendengar istilah pemasok, terutama dalam pembicaraan
seputar proses pengadaan barang dan jasa. Selain disebut dengan
pemasok, istilah lain yang biasa digunakan adalah vendor atau
supplier. Pemasok adalah individu atau perusahaan (baik dalam skala
besar atau kecil) yang memiliki kemampuan untuk menyediakan
kebutuhan individu atau perusahaan lain.
Peran pemasok sangat penting bagi keberhasilan sistem JIT. Oleh
karena itu, hubungan dengan pemasok harus dijaga dengan baik.
Heizer dan Render dalam Kusumawati (2009: 113) mengatakan bahwa
kemitraan JIT ada ketika pemasok dan pembeli bekerja sama dengan
sebuah sasaran bertimbal balik untuk menghilangkan pemborosan
dan menekan biaya. Pemasok dianggap sebagai mitra usaha, bukan
sekedar hubungan dagang. Hubungan dengan para pemasok bersifat
jangka panjang.
Dalam JIT, pembelian bahan yang disesuaikan dengan permintaan
konsumen berimplikasi pada pengurangan jumlah pemasok dan
peningkatan kualitas, baik kualitas bahan maupun kualitas fungsi
pembelian. Pengurangan aktivitas tanpa nilai tambah mengharuskan
pemindahan bahan secara langsung dari para pemasok ke pabrik tanpa
atau dengan sedikit mungkin inspeksi dan menghilangkan penyimpanan
bahan kecuali penyimpanan untuk waktu singkat dalam pabrik. Idealnya
adalah terdapat satu pemasok untuk setiap bahan, meskipun dalam
praktiknya disediakan pemasok lain sebagai cadangan. Pemasok yang
dipilih biasanya cukup satu untuk setiap jenis bahan baku. Perjanjian
pembelian dibuat untuk satu periode yang panjang (3–6 bulan)
dengan estimasi jumlah tertentu serta kualitas tertentu. Pemilihan dan
pengawasan pemasok membutuhkan sistem penilaian kinerja pemasok
yang memberikan peringkat objektif mengenai ketepatan waktu, kualitas
bahan, dan daya saing harga setiap pemasok (Yamit, 2011: 301).
Demi tercapainya tujuan sistem JIT, hubungan khusus antara
perusahaan dengan pemasok sangat dibutuhkan karena kedua belah
pihak dituntut untuk bekerja sama guna mencapai keberhasilan
bersama di masa yang akan datang. Beberapa karakteristik hubungan
antara pemasok JIT dengan perusahaan pembeli adalah kontrak jangka
panjang, peningkatan akurasi administrasi pesanan, peningkatan
kualitas, fleksibilitas pesanan, pengiriman jumlah kecil dengan frekuensi
pengiriman yang banyak, dan perbaikan berkesinambungan dalam
bekerja sama. Perusahaan harus bisa mencari pemasok terpercaya
yang dapat mengirimkan barang sesuai ketentuan perusahaan, meliputi
jadwal jam pengiriman, bahkan menit pengiriman juga telah ditentukan,
jumlah barang beserta kualitas yang harus dipenuhi barang tersebut.
Hal ini memerlukan sistem pengiriman yang tepat serta akurat sehingga
harus dihindari adanya keterlambatan kedatangan bahan baku tersebut.
Karena kualitas telah disepakati serta dijamin tidak adanya bahan baku
yang berkualitas di bawah standar produksi, maka tidak diperlukan
adanya pemeriksaan bahan baku. Kegagalan pemenuhan jadwal yang
dipesan akan berakibat fatal, yaitu berhentinya produksi.
Jadi, dalam sistem JIT, perusahaan membutuhkan hubungan yang
khusus atau istimewa dengan pemasok atau pemasok agar pemasok
berkomitmen memberikan barang yang terbaik bagi perusahaan. Hal
itu akan berdampak positif terhadap hasil keluaran perusahaan yang
nantinya akan mampu bersaing di pasar global. Heizer dan Render
dalam mengemukakan bahwa kemitraan JIT ada ketika pemasok dan
pembeli bekerja sama dengan sebuah sasaran bertimbal balik untuk
menghilangkan pemborosan dan menekan biaya.
PENUTUP
Just in time merupakan integrasi dari serangkaian aktivitas desain untuk
mencapai produksi volume tinggi dengan menggunakan persediaan
minimum untuk bahan baku, barang dalam proses, dan produk
jadi. Terdapat tujuh prinsip dasar untuk menerapkan JIT ke dalam
perusahaan, yaitu berproduksi sesuai dengan jadwal produksi induk,
produksi dilakukan dalam jumlah lot (lot size) yang kecil, mengurangi
pemborosan, perbaikan aliran produk secara terus-menerus,
penyempurnaan kualitas produk, menghormati semua orang/karyawan
(respect to people), dan mengurangi segala bentuk ketidakpastian.Dalam sistem JIT, aliran kerja dikendalikan oleh operasi berikutnya,
dimana setiap stasiun kerja (work station) menarik output dari stasiun
kerja sebelumnya sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan kenyataan
ini, sering kali JIT disebut sebagai pull system (sistem tarik). Dalam
sistem JIT, hanya final assembly line yang menerima jadwal produksi,
sedangkan semua stasiun kerja yang lain dan pemasok (supplier)
menerima pesanan produksi dari sub-operasi berikutnya. Keberhasilan
JIT ditentukan oleh komitmen dari manajemen puncak dan harus
diterapkan secara keseluruhan dan dalam jangka panjang.
.jpeg)
.jpeg)
