rabies 4
Reproduksi
Untuk mencapai pengurangan populasi anjing
dalam jangka panjang, kontrol reproduksi
diperlukan. Ada berbagai metode untuk
mengendalikan reproduksi, tetapi melakukan
kontorl populasi dengan pendekatan
sterilisasi bedah anjing betina dan jantan
yaitu yang paling dapat diandalkan. Tujuan
pengendalian dan mencegah reproduksi
yaitu untuk mengurangi populasi anjing
secara manusiawi.
5. Fasilitas penampungan sementara dan
pusat pengembalian satwa
Melaksanakan manjemen populasi
anjing dilokasi anjing berasal tidak selalu
dimungkinkan, hal ini memungkinkan
fasiltas penampungan sementara dan pusat
pengembalian satwa dibutuhkan. Fasilitas ini
biasanya membutuhkan biaya yang tinggi dan
membutuhkan waktu untuk menjalankannya
dan hal ini tentunya bukan solusi satu-
satunya dalam melakukan kontrol populasi
anjing, Jika hal ini dilakukan hanya akan
memicu kepadatan populasi di fasilitas
penampungan dan masalah kesejahteraan
hewan lainnya
6. Vaksinasi dan kontrol parasit
Seringkali, program manajemen populasi
anjing didorong dipicu adanya penyakit
zoonosis dan dapat memicu eliiminasi
masal pada anjing. Maka dari itu pencegahan
penyakit seperti vaksinasi dan pengobatan
anti-parasit, yaitu perlu dan memberikan
keuntungan bagi anjing dan warga .
7. Pengendalian akses ke sumber makanan
Anjing diketahui berkeliaran di daerah di
mana makanan, air, dan tempat tinggal
yang tersedia, sehingga untuk membatasi
anjing untuk berkeliaran, akses ke sumber
daya ini harus dibatasi dan dikontrol.
Implementasi dalam melaksanakan
kompenen ini harus dilaksanakan secara
hati-hati karena dapat memicu anjing
kelaparan atau anjing hanya pindah ke daerah
lain untuk mencari makanan.
8. Euthanasia*
Jika hewan memiliki penyakit dan cedera
tak tersembuhkan atau masalah perilaku,
euthanasia (tindakan menginduksi kematian
secara bebas rasa sakit) terkadang diperlukan
sebagai bagian dari program manajemen
populasi anjing. World Animal Protection
(WAP) dapat memberikan saran tentang
pilihan yang sesuai untuk euthanasia.
Setelah tujuan telah ditetapkan untuk masing-masing
komponen dan sumber daya telah dialokasikan,
implementasi dari program MPA dapat dimulai. Hal
sebaiknay dilakukan secara bertahap; area pilot
sebaiknya dimonitor secara intensif sehingga setiap
masalah dapat diatasi sebelum program penuh
diluncurkan.
Program manajemen populasi anjing juga
membutuhkan sebuah komite manajemen populasi
anjing yang terdiri dari semua pemangku kepentingan
terkait dengan isu-isu yang berkaitan dengan anjing.
Komite ini akan menganalisis dan mempelajari
masalah, mengidentifikasi penyebab, memperoleh
opini publik pada anjing dan mengusulkan
pendekatan jangka panjang dan jangka pendek yang
paling efektif untuk dipakai . Idealnya, Pemerintah
yang memiliki wewenang bertanggung jawab untuk
membawa bersama-sama pemangku kepentingan ini
dalam membentuk komite dan melakukan konsultasi.
Masyarakat dan pemangku kepentingan harus
terlibat dan berkonsultasi selama tahap monitoring
dan evaluasi program. Mereka juga harus terlibat
dalam membuat rekomendasi untuk meningkatkan
intervensi. Sangat penting untuk tetap berpikiran
terbuka dan positif dan untuk melihat masalah dan
kegagalan sebagai kesempatan untuk memperbaiki
program.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yaitu
kunci dalam pendekatan komprehensif dari program
pemberantasan rabies. KIE dapat membuka
jalan masyrakat dalam berpartisipasi aktif dalam
menunjang upaya pemerintah dalam program
pemberantasan seperti partisipasi aktif dalam
program vaksinasi, proses pelaporan dini dan sikap
yang lebih bertanggung jawab terhadap anjing
bagi pemilik anjing. Komunikasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) diperlukan untuk memastikan bahwa
warga memahami arti dan nilai penting dari
program pemberantasan yang dilakukan pemerintah
dalam pengendalian dan pemberantasan rabies.
Pada dasarnya tujuan dilaksanakannya program KIE,
yaitu:
a. Meningkatkan pengetahuan dasar masyrakat
tentang rabies sehingga dapat mengurangi
risiko terjadi rabies di warga
b. Meningkatkan partisipasi warga dalam
mendukung program pemberantasan rabies
c. Untuk mendorong terjadinya proses
perubahan perilaku kearah yang positif,
terutama dalam sikap dan praktik warga
secara wajar sehingga warga
melaksanakannya terutama dalam hal
partisipasi aktif program vaksinasi, proses
pelaporan dini dan sikap yang lebih
bertanggung jawab terhadap anjing bagi
pemilik anjing sehingga tercapai perubahan
sikap dan praktik yang lebih positif dalam
mendukung program pemberantasan rabies.
d. Membina keberlanjutan keberhasilan
program
e. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio-
kultural yan dapat menjamin berlangsungnya
proses penerimaan.
Komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari
sumber ke penerima pesan sehingga terjadi suatu
kesamaan makna tentang pesan yang disampaikan
antara sumber dan penerima pesan. Dari pengertian
ini dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan
komunikasi minimal harus dapat menghasilkan
terjadinya kesamaan makna. Komunikasi yang
Lampiran 6.
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
menghasilkan kesamaan makna yaitu komunikasi
yang efektif.
Proses komunikasi melibatkan empat unsur yaitu:
1. Sumber komunikasi,
2. Pesan komunikasi,
3. Saluran komunikasi
4. Penerima pesan komunikasi.
berdasar empat unsur penentu efektivitas
komunikasi, maka strategi komunikasi disusun
berdasar keempat unsur ini . Ada tiga
tujuan utama strategi komunikasi yang ingin dicapai,
yaitu :
1. Memastikan bahwa penerima pesan
memahami isi pesan yang diterimanya
2. Memantapkan penerimaan pesan dalam diri
penerima sasaran
3. Memotivasi kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan implikasi pesan
Di dalam implementasi strategi ini, diperlukan proses
perencanaan yang baik yang disesuaikan dengan
budaya, keadaan sosial masyrakat disetiap daerah.
Adapun langkah yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Perencanaan KIE dalam program
pemberantasan
KIE sebaiknya dimasukkan kedalam program
pemberantasan dan diberikan pembiayaan yang
memadai.
2. Merumuskan tujuan
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan
dalam merancang kegiatan komunikasi yaitu
mengidentifikasi masalah, data dan fakta. Langkah
ini menghasilkan rumusan tujuan kegiatan yang
memuat informasi:
a. Siapa sasaran komunikasi
b. Perubahan perilaku yang diharapkan terjadi
c. Kualitas perubahan yang diharapkan
d. Lokasi perubahan
3. Penentuan sasaran komunikasi
Penentuan sasaran komunikasi dilakukan dengan
mempertimbangkan dampak dari informasi yang
akan tersebar ke warga . Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan melihat kultur warga dam
keadaan sosial disuatu daerah.
Target sasaran dalam proses komunikasi yaitu
penerima pesan, dengan mengetahui target sasaran
dapat disusun strategi komunikasi yang hendak
dilakukan terkait dengan isi pesan, penentuan
metode komunikasi dan pemilihan saluran pesan
yang sesuai dengan isi pesan.
Pengenalan target sasaran akan tergantung pada
tujuan komunikasi yang hendak dicapai, apakah
sekedar membuat target mengetahui tentang
sesuatu yang akan disampaikan atau dimaksudkan
agar target melakukan tindakan tertentu sesuai
pesan yang disampaikan padanya.
4. Penentuan saluran komunikasi
Penentuan saluran komunikasi pada dasarnya
harus disesuaikan dengan sasaran target yang telah
ditentukan dan dana yang dimiliki. Secara umum KIE
dapat dikelompokkan menjadi 3 kegiatan, yaitu:
a. KIE massa
b. KIE kelompok; dan
c. KIE perorangan
Sedang saluran komunikasi media yang dapat
dipakai yaitu sebagai berikut:
a. Radio
b. Televisi
c. Mobil unit penerangan
d. Penerbitan/ publikasi
e. Pers/ surat kabar
f. Film
g. Kegiatan promosi
h. Pameran
5. Pembuatan pesan kunci
Pesan kunci sebaiknya dibuat dengan prinsip mudah
dingat, sederhana dan tepat. Pesan kunci sebaiknya
diselaraskan secara nasional untuk menghindari
friksi informasi yang diberikan di masyrakat.
Ada lima cara perlakuan pesan yaitu :
1. Susunan pesan menarik
2. Simbul pesan sama-sama dipahami oleh
narasumber dan sasaran.
3. Pesan mampu membangkitkan kebutuhan
pribadi penerima
4. Pesan dapat memberikan alternative bagi
penerima untuk memenuhi kebutuhan secara
layak
5. Isi pesan mudah diimplementasikan
Berikut yaitu penjelasan dari monev beserta komponen dan kegiatan utama yang dilaksanakan.
Tabel 6. Tahapan monitoring dan evaluasi program pemberantasan rabies
Tahap Monev Komponen Kegiatan Keterangan
Persiapan Situasi penyakit Mengumpulkan dan menganalsia data –data surveilans
Sumber daya manusia Evaluasi jumlah dan kapasitas sumber daya manusia
untuk melaksanakan program
Infrastruktur Evaluasi jumlah dan kapasitas infrastruktur yang dimiliki
termasuk ketersediaan vaksin, peralatan pendukung
vaksinasi, peralatan cold chain
Koordinasi Evalusasi koordinasi yang sudah ada baik formal maupun
informal dengan instansi di luar sektor kesehatan hewan
seperti kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya
Dana Melihat ketersediaan sumber dana yang ada dan dana
yang direncanakan untuk kegiatan selanjutnya
Pelaksanaan Vaksinasi massal Memonitor dan mengevaluasi kegiatan dan hasil
pelaksanaan vaksinasi secara periodik
Kasus insidensi rabies
di hewan dan manusia
Monitoring dan evaluasi insidensi kasus rabies di hewan
dan manusia
Sumber daya Memonitor ketersediaan vaksin, peralatan pendukung
vaksinasi dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk
melalukan euthanasia.
Dana Memonitor ketersediaan dana operasinal petugas di
lapangan
Akhir Kegiatan Kasus insidensi rabies
di hewan dan manusia
Monev ini dilakukan untuk Mengetahui hasil akhir
pelaksanaan kegiatan dengan indikator kasus pada
hewan dan manusia
Pada saat Bebas Analisa Risiko Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
risiko masuknya rabies ke daerah ini
Pencegahan
reintroduksi
Efektifitas strategi pencegahan yaitu pengawasan lalu
lintas dan kegiatan antisipasi seperti kegiatan simulasi
rabies
Lampiran 7.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring Dan Evaluasi Pada
Tahap Persiapan
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan
pada tahap persiapan yaitu dilakukan dalam
rangka mengetahui perkembangan pelaksanaan
pengendalian rabies. Kegiatan ini meliputi:
1. Situasi penyakit
Monitoring dapat dilakukan dengan
memanfaatkan data-data surveilans yang
ada dan mengevaluasi validitas informasi
ini . Pada saat Takgit diimplementasikan,
informasi dapat dimonitor melalui kegiatan
ini
2. Sumber daya manusia
Monev dilakukan untuk melihat ketersediaan
tenaga vaksinator, penangkap anjing, kader
desa, data encoder
3. Sarana dan Pra sarana
Monev untuk melihat ketersediaan vaksin,
peralatan pendukung vaksinasi, peralatan
cold chain.
4. Koordinasi
Mengetahui bentuk koordinasi yang sudah
ada baik formal maupun informal dengan
instansi di luar sektor kesehatan hewan
seperti kesehatan, satpol PP, kepolisian,
perhubungan dan TNI. Koordinasi dengan
sektor kesehatan sangat penting untuk
mengaktifkan Takgit
5. Sumber dana
Untuk melihat ketersediaan sumber dana
yang ada dan dana yang direncanakan untuk
kegiatan selanjutnya
Monitoring dan Evaluasi pada
Tahap Pelaksanaan
1. Pelaksanaan vaksinasi massal
Evaluasi ini dilakukan untuk memonitor dan
mengevaluasi kegiatan dan hasil pelaksanaan
vaksinasi secara periodik dan memberikan
masukan demi perbaikan kegiatan. Informasi
dapat diperoleh melalui laporan data
encoder dan melakukan rapat koordinasi
secara periodik untuk mengevaluasi capaian
kegiatan.
2. Kasus rabies pada hewan
Monev ini dilakukan untuk mengetahui hasil
pelaksanaan kegiatan dengan indikator
kasus pada hewan, informasi dapat diperoleh
dari hasil surveilans BBV/BV atau dinas.
Informasi yang diperoleh akan dievaluasi
melalui rapat koordinasi secara periodik
untuk mengevaluasi capaian kegiatan
3. Kasus rabies pada manusia
Monev dilakukan untuk mengevaluasi
indikator utama pada manusia, informasi
dapat diperoleh dari dinas kesehatan
atau kementerian kesehatan. Rapat
koordinasi lintas sektoral dibutuhkan untuk
mengevaluasi hasil kegiatan ini.
4. Sumber daya
Dilakukan untuk memonitor ketersediaan
vaksin, peralatan pendukung vaksinasi
dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk
melalukan euthanasia. Demikian juga
ketersediaan dana operasinal petugas di
lapangan.
Monitoring dan Evaluasi pada
akhir kegiatan
1. Kasus rabies pada hewan
Monev ini dilakukan untuk mengetahui hasil
akhir pelaksanaan kegiatan dengan indikator
kasus pada hewan, informasi dapat diperoleh
dari hasil surveilans BBV/BV atau dinas.
Informasi yang diperoleh akan dievaluasi
melalui rapat koordinasi secara periodik
untuk mengevaluasi capaian kegiatan dan
difokuskan pada peningkatan sensitivitas
surveilan serta dievaluasi dengan acuan OIE
2. Kasus rabies pada manusia
Monev dilakukan untuk mengevaluasi
indikator utama pada manusia, informasi
dapat diperoleh dari dinas kesehatan
atau kementerian kesehatan. Rapat
koordinasi lintas sektoral dibutuhkan untuk
mengevaluasi hasil kegiatan ini. Sensitivitas
surveilans merupakan hal yang utama dalam
evaluasi disesuaikan dengan acuan OIE dan
WHO.
Monitoring evaluasi pada saat
bebas
1. Analisa risiko masuknya rabies ke daerah
bebas
Kegiatan monev akan dilakukan dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko masuknya rabies ke
daerah ini
2. Kegiatan pencegahan dan antisipasi
Monev dilakukan untuk melihat keefektifan
strategi pencegahan yaitu pengawasan lalu
lintas dan kegiatan antisipasi seperti kegiatan
simulasi rabies.
Rabies disebut juga penyakit anjing gila
adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies.
Penyakit ini bersifat zoonotik yaitu penyakit
dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui
gigitan hewan penular rabies.
Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-
abad yang lalu dan merupakan penyakit yang
menakutkan bagi manusia karena penyakit
ini selalu diakhiri dengan kematian. Penyakit
ini menyebabkan penderita tersiksa oleh rasa
haus namun sekaligus merasa takut terhadap
air (hydrophobia). Rabies bersifat fatal baik
pada hewan maupun manusia, hampir seluruh
pasien yang menunjukkan gejala–gejala klinis
rabies (encephalomyelitis) akan diakhiri dengan
kematian.
Sampai saat ini belum ada pengobatan
yang efektif untuk menyembuhkan rabies namun
penyakit ini dapat dicegah melalui penanganan
kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) sedini
mungkin.
Rabies tersebar hampir di semua benua
kecuali benua Antartika, lebih dari 150 negara
telah terjangkit penyakit ini. Setiap tahun lebih dari
55.000 orang meninggal akibat rabies dan lebih
dari 15 juta orang di seluruh dunia mendapatkan
pengobatan profilaksis vaksin anti rabies untuk
mencegah berkembangnya penyakit ini. Sejumlah
40% dari seluruh orang-orang yang digigit hewan
tersangka rabies merupakan anak dibawah usia
15 tahun.
Kasus rabies di Indonesia pertama kali
dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor
kerbau, kemudian oleh Pening tahun 1889 pada
seekor anjing dan oleh Eileris de Zhaan tahun 1894
pada manusia. Semua kasus terjadi di Provinsi
Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar
ke daerah Indonesia lainnya.
Hingga saat ini 25 provinsi tertular rabies
dan hanya 9 (Sembilan) provinsi di Indonesia yang
masih tetap bebas rabies yaitu Nusa Tenggara
Barat, Papua, Papua Barat, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Provinsi Kalimantan Barat sebenarnya
telah berhasil mencapai bebas Rabies berdasarkan
Keputusan Menteri Pertanian No. 885/Kpts/
PD.620/8/2014 tentang Pembebasan Rabies
Provinsi Kalimantan Barat tanggal 14 Agustus
2014, namun pada tanggal 19 Oktober 2014
dilaporkan terjadi kasus kematian akibat rabies
pada manusia di Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten
Ketapang. Berdasarkan data Kemenkes, dalam
5 (lima) tahun terakhir (2011 – 2015) jumlah
rata-rata kasus gigitan hewan penular rabies per
tahun adalah 78.413 kasus dan rata-rata sebanyak
63.534 kasus mendapatkan Vaksin Anti Rabies
(VAR).
ETIOLOGI
Agen pemicu rabies adalah virus dari
genus lyssa virus dan termasuk ke dalam family
Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropic,
berbentuk menyerupai peluru dengan panjang
130 – 300 nm dan diameter 70 nm. Virus ini terdiri
dari inti RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal
diselubungi lipoprotein. Pada selubung luar
ada tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G
yang berperan penting dalam timbulnya imunitas
oleh induksi vaksin dan penting dalam identifikasi
serologi dari virus rabies.
Virus rabies dapat bertahan pada pemanasan
dalam beberapa waktu lama. Pada pemanasan
suhu 560C, virus dapat bertahan selama 30 menit
dan pada pemanasan kering mencapai suhu
1000C masih dapat bertahan selama 2-3 menit.
Di dalam air liur dengan suhu udara panas dapat
bertahan selama 24 jam. Dalam keadaan kering
beku dengan penyimpanan pada suhu 40C virus
dapat bertahan selama bertahun-tahun, hal inilah
yang menjadi dasar kenapa vaksin anti rabies
harus disimpan pada suhu 20 – 80C. Pada dasarnya
semakin rendah suhunya semakin lama virus
dapat bertahan.
Virus rabies mudah mati oleh sinar matahari
dan sinar ultraviolet, pengaruh keadaan asam
dan basa, zat pelarut lemak, misalnya ether
dan kloroform, Na deoksikolat, dan air sabun
Oleh karena itu sangat penting
melakukan pencucian luka dengan menggunakan
sabun sesegera mungkin setelah gigitan untuk
membunuh virus rabies yang berada di sekitar
luka gigitan.
CARA PENULARAN DAN MASA INKUBASI
Cara penularan rabies melalui gigitan dan
non gigitan (goresan cakaran atau jilatan pada
kulit terbuka/mukosa) oleh hewan yang terinfeksi
virus rabies. Virus rabies akan masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang terbuka atau mukosa
namun tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh.
Di dunia sebanyak 99% kematian akibat
rabies disebabkan oleh gigitan anjing. Di sebagian
besar negara berkembang, anjing merupakan
reservoir utama bagi rabies sedangkan hewan liar
yang menjadi reservoir utama rabies adalah rubah,
musang, dan anjing liar. Di Indonesia, hewan yang
dapat menjadi sumber penularan rabies pada
manusia adalah anjing, kucing dan kera namun
yang menjadi sumber penularan utama adalah
anjing, sekitar 98% dari seluruh penderita rabies
tertular melalui gigitan anjing.
Masa inkubasi penyakit rabies sangat
bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun,
tetapi pada umumnya 3 – 8 minggu. Menurut
WHO (2007) disebutkan bahwa masa inkubasinya
rata-rata 30 – 90 hari.
Perbedaan masa inkubasi ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:
a) Jenis/strain virus rabies.
b) Jumlah virus yang masuk.
c) Kedalaman luka gigitan, semakin dalam luka
gigitan kemungkinan virus rabies mencapai
sistem saraf semakin besar.
d) Lokasi luka gigitan, semakin dekat jarak luka
gigitan ke otak, maka gejala klinis akan lebih
cepat muncul. Oleh karena itu luka gigitan di
daerah bahu ke atas merupakan luka risiko
tinggi.
e) Banyaknya persarafan di wilayah luka.
f) Imunitas dari penderita.
Gejala klinis rabies akan timbul setelah virus
mencapai susunan saraf pusat dan menginfeksi
seluruh neuron terutama di sel-sel limbik,
hipotalamus dan batang otak.
Virus rabies bersifat neurotrofik, yang berarti
predileksinya pada sistem saraf. Virus ini berjalan
melalui sistem saraf, sehingga tidak terdeteksi
melalui pemeriksaan darah. Sampai saat ini
belum ada teknologi yang bisa mendiagnosis dini
sebelum muncul gejala klinis rabies.
PATOGENESIS
Setelah virus rabies masuk melalui luka
gigitan/cakaran, virus akan menetap selama 2
minggu di sekitar luka gigitan dan melakukan
replikasi di jaringan otot sekitar luka gigitan.
Kemudian virus akan berjalan menuju susunan
saraf pusat melalui saraf perifer tanpa ada
gejala klinis. Setelah mencapai otak, virus akan
melakukan replikasi secara cepat dan menyebar
luas ke seluruh sel-sel saraf otak/neuron terutama
sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang
otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-
neuron otak, virus berjalan ke arah perifer melalui
serabut saraf eferen baik sistem saraf volunter
maupun otonom. Dengan demikian virus ini
menyerang hampir tiap organ dan jaringan di
dalam tubuh, dan virus akan berkembang biak
dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah,
ginjal dan sebagainya.
GEJALA KLINIS
. Pada Manusia
A. Tahap Prodromal
Pada tahap awal gejala yang timbul adalah
demam, lemas, lesu, tidak nafsu makan/
anorexia, insomnia, sakit kepala hebat,
sakit tenggorokan dan sering ditemukan
nyeri.
B. Tahap Sensoris
Pada tahap ini sering ditemukan rasa
kesemutan atau rasa panas (parestesi) di
lokasi gigitan, cemas dan reaksi berlebih
terhadap rangsang sensorik
C. Eksitasi
Pada tahap ini penderita mengalami
berbagai macam gangguan neurologik,
penderita tampak bingung, gelisah,
mengalami halusinasi, tampak ketakutan
disertai perubahan perilaku menjadi
agresif, serta adanya bermacam-macam
fobia yaitu hidrofobia, aerofobia,
fotofobia. Hidrofobia merupakan gejala
khas penyakit rabies karena tidak
ditemukan pada penderita penyakit
enchepalitis lainnya. Gejala lainnya yaitu
spasme otot, hiperlakrimasi, hipersalivasi,
hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah
beberapa hari pasien meninggal karena
henti jantung dan pernafasan. Dari
seluruh penderita rabies sebanyak 80%
akan mengalami tahap eksitasi dan
lamanya sakit untuk tahap ini adalah 7
hari dengan rata-rata 5 hari.
D. Tahap Paralisis
Bentuk lainnya adalah rabies paralitik,
bentuk ini mencapai 30 % dari seluruh
kasus rabies dan masa sakit lebih lama
dibandingkan dengan bentuk furious.
Bentuk ini ditandai dengan paralisis otot
secara bertahap dimulai dari bagian
bekas luka gigitan/cakaran. Penurunan
kesadaran berkembang perlahan dan
akhirnya mati karena paralitik otot
pernafasan dan jantung. Pada pasien
dengan gejala paralitik ini sering terjadi
salah diagnosa dan tidak terlaporkan.
Lamanya sakit untuk rabies tipe
paralitik adalah 13 hari, lebih lama bila
dibandingkan dengan tipe furious.
. Pada Hewan (Anjing)
Gejala klinis pada anjing sesuai dengan
manifestasinya dibagi dalam 3 tahap yaitu
tahap prodromal, tahap eksitasi, dan tahap
paralitik.
A. Tahap Prodromal
Tahap ini merupakan tahap awal dari
gejala klinis yang berlangsung selama
2 – 3 hari. ada perubahan perilaku
hewan yaitu hewan tidak mengenal
tuannya, sering menghindar dan tidak
mengacuhkan perintah tuannya. Mudah
terkejut dan cepat berontak bila ada
provokasi. Terjadi kenaikan suhu tubuh,
dilatasi pupil dan refleks kornea menurun
terhadap rangsangan.
B. Tahap Eksitasi
Tahap eksitasi berlangsung selama 3 – 7
hari, mulai mengalami fotofobi sehingga
hewan akan bersembunyi di kolong
tempat tidur, dibawah meja atau kursi.
Anjing terlihat gelisah, adanya gerakan
halusinasi dimana anjing bersikap seolah–
olah akan mencaplok serangga yang
terbang di udara. Sering mengunyah
benda di sekitarnya seperti lidi, kawat,
kerikil, jeruji kandang, dan benda lainnya
yang tidak sewajarnya atau yang dikenal
dengan istilah pika. Bila dikandangkan
anjing akan berjalan mondar-mandir
sambil menggeram. Perilaku anjing akan
berkembang semakin sensitif, beringas
dan akan menyerang semua obyek yang
bergerak. Seringkali mulutnya berdarah
akibat giginya tanggal atau akibat
mengunyah benda keras dan tajam.
Pada tahap ini mulai terjadi paralisis otot
laring dan faring yang menyebabkan
perubahan suara menyalak anjing,
suaranya akan berubah menjadi parau.
Juga terjadi kekejangan otot menelan
sehingga akan terjadi hipersalivasi,
frekuensi nafas berubah cepat, air liur
berbuih kadang disertai darah dari luka di
gusi atau mulutnya.
C. Tahap Paralisis
Tahap ini berlangsung sangat singkat
sehingga gejalanya tidak diketahui, terjadi
kelumpuhan otot pengunyah sehingga
rahang tampak menggantung. Suaranya
sering seperti tersedak akibat kelumpuhan
otot tenggorokan. Terjadi paralisis kaki
belakang sehingga saat jalan kaki belakang
diseret.
Dikenal ada 2 tipe rabies pada hewan
yaitu:
A. Tipe Ganas
Tipe ganas bila didominasi tahap
eksitasi dimana anjing akan terlihat
beringas serta akan menyerang semua
benda yang bergerak.
B. Tipe Dumb (Tenang)
Tipe tenang bila hewan yang terinfeksi
rabies setelah gejala prodormal langsung
masuk ke tahap paralisis.
PENCEGAHAN RABIES PADA MANUSIA
Pencegahan penularan rabies pada manusia
adalah dengan memberikan tatalaksana luka
gigitan hewan penular rabies, sebagai berikut:
. Pencucian luka
Pencucian luka dengan menggunakan sabun
merupakan hal yang sangat penting dan harus
segera dilakukan setelah terjadi pajanan
(jilatan, cakaran atau gigitan) terhadap HPR
untuk membunuh virus rabies yang berada di
sekitar luka gigitan. Seperti telah dipaparkan
dalam sifat virus rabies dimana virus dapat
diinaktivasi dengan sabun karena selubung
luar yang terdiri dari lipid akan larut oleh
sabun.
Pencucian luka dilakukan sesegera mungkin
dengan sabun dibawah air mengalir selama
kurang lebih 15 menit. Pencucian luka
tidak menggunakan peralatan karena
dikhawatirkan dapat menimbulkan luka baru
dimana virus akan semakin masuk ke dalam.
Pencucian luka dapat dilakukan oleh
penderita atau keluarga penderita kemudian
diberikan antiseptic. Setelah itu penderita
luka gigitan HPR segera dibawa ke puskesmas
atau rumah sakit yang menjadi Rabies Center
untuk mendapatkan tatalaksana selanjutnya.
. Pemberian Antiseptik
Setelah dilakukan pencucian luka sebaiknya
diberikan antiseptik untuk membunuh virus
rabies yang masih tersisa di sekitar luka
gigitan.
Antiseptik yang dapat diberikan diantaranya
povidon iodine, alkohol 70%, dan zat
antiseptik lainnya.
7.3. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Dan
Serum Anti Rabies (SAR)
Tujuan pemberian vaksin anti rabies adalah
untuk membangkitkan sistem imunitas
dalam tubuh terhadap virus rabies dan
diharapkan antibodi yang terbentuk akan
menetralisasi virus rabies. Namun bila virus
rabies telah mencapai susunan saraf pusat
pemberian vaksin anti rabies ini tidak akan
memberikan manfaat lagi.
Pemberian vaksin anti rabies dan serum anti
rabies perlu dipertimbangkan kondisi hewan
pada saat pajanan terjadi, hasil observasi
hewan, hasil pemeriksaan laboratorium
spesimen otak hewan, serta kondisi luka
yang ditimbulkan,
Keterangan Flowchart :
1. Luka risiko tinggi
yang dimaksud dengan luka risiko tinggi
adalah jilatan/luka pada mukosa, luka di atas
daerah bahu (leher, muka dan kepala), luka
pada jari tangan dan jari kaki, luka di area
genitalia, luka yang lebar/dalam, atau luka
multiple (multiple wound).
2. Luka risiko rendah
Yang dimaksud luka risiko rendah adalah
jilatan pada kulit terbuka atau cakaran/
gigitan yang menimbulkan luka lecet
(ekskoriasi) di area badan, tangan dan kaki.
3. Observasi hewan
Kandangkan atau ikat hewan yang melakukan
gigitan dan lakukan pengamatan selama 14
hari.
4. Hentikan pemberian Vaksin Anti Rabies bila :
• hasil observasi hewan menunjukkan
hewan sehat,
• hasil pemeriksaan laboratorium terhadap
spesimen otak hewan menunjukkan hasil
negatif.
7.4. Kategori Pajanan dan Rekomendasi
Tatalaksana menurut WHO
Ka
te
go
ri
Jenis Kontak (dengan
hewan peliharaan
tersangka atau konfirmasi
rabies, hewan liar atau
hewan yang tidak dapat
diobservasi)
Rekomendasi Tatalaksana
I • Menyentuh atau
memberi makan hewan
• Jilatan pada kulit utuh
• Lakukan pencucian luka
• Tidak diberikan vaksin atau
serum
II • Menggigit kulit terbuka
• Luka goresan kecil atau
lecet tanpa perdarahan
• Lakukan pencucian luka dan
perawatan luka
• Segera berikan vaksin anti
rabies. Hentikan pemberian
vaksin bila hasil observasi
selama 10 hari hewan sehat
atau jika hasil pemeriksaan
laboratorium terhadap
hewan negatif dengan
teknik pemeriksaan yang
memadai.
III • Gigitan atau cakaran
yang menimbulkan luka
transdermal baik satu
atau banyak, jilatan
pada kulit yang rusak.
• Kontaminasi selaput
lendir dengan air liur
karena jilatan dari
hewan
• Terpapar dengan
kelelawar
• Lakukan pencucian luka dan
perawatan luka
• Segera berikan vaksin dan
serum anti rabies. Hentikan
pemberian vaksin bila hasil
observasi selama 10 hari
hewan sehat atau jika hasil
pemeriksaan laboratorium
terhadap hewan negatif
dengan teknik pemeriksaan
yang memadai.
Sumber: www.who-rabies-bulletin.org/About_Rabies/ Prevention_
Humans.aspx
VAKSIN ANTI RABIES (VAR)
. Post Exposure Prophylaxis (PEP)
Untuk vaksin :
A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV
(Verorab®)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam
vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam
syringe.
Cara Pemberian (Metode Zagreb) :
Disuntikkan secara intramuscular (IM)
di daerah lengan atas (deltoid) atau di
wilayah paha anterolateral (anak-anak
umur di bawah 1 tahun).
Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian
Dosis Cara
Pemberian
Waktu Pemberian
Anak Dewasa
0,5 ml 0,5 ml IM. • Hari ke 0, 2 dosis
(lengan atas kanan
dan kiri atau paha
kanan dan kiri untuk
anak < 1 tahun)
• Hari ke – 7 ( 1 dosis)
• Hari ke - 21 (1 dosis)
B. Purified Chick Embriyo Cell-culture
Vaccine/PCECV (Rabipur®)
Dosis Cara
Pemberian
Waktu Pemberian
1 ml IM. • Hari ke 0 (2 dosis)
(lengan atas kanan dan
kiri atau paha kanan dan
kiri untuk anak < 1 tahun)
• Hari ke 7 (1 dosis)
• Hari ke 21 (1 dosis)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pemberian VAR, diantaranya :
1. Jenis Vaksin Anti Rabies
Dalam pemberian VAR lengkap tidak
direkomendasikan memberikan VAR
dengan jenis yang berbeda atau
mengkombinasikan kedua jenis VAR yang
beredar. Harus diberikan VAR lengkap
dengan satu jenis VAR saja Purivied Vero
Rabies Vaccine (PVRV) saja atau Purified
Chick Embriyo Cell-culture Vaccine (PCECV)
saja.
2. Kontraindikasi
Mengingat pentingnya pencegahan rabies,
semua kontraindikasi adalah sekunder
bila ada kasus tersangka/kontaminasi
dengan virus rabies.
3. Reaksi Alergi
Hati-hati terhadap penderita yang alergi
terhadap streptomisin dan/atau neomisin
(ada dalam vaksin)
4. Interaksi Obat
Kortikosteroid dan obat-obatan
imunosupresif dapat menyebabkan
kegagalan vaksinasi/ imunisasi. Pada
kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan
antibodi serologis.
5. Efek Samping
Efek samping yang terjadi seperti
kemerahan dan indurasi ringan pada
tempat bekas suntikan. Jarang terjadi
demam.
6. Penyimpanan
Vaksin Anti Rabies disimpan di lemari
pendingin dengan suhu antara 2 – 8 C.
7. Waktu Kadaluarsa
Dalam pemberian vaksin anti rabies perlu
diperhatikan waktu kadaluarsa. Perlu
diperhatikan apakah ada perubahan
bentuk dan warna dari vaksin.
Tatalaksana Kasus Gigitan Yang Memiliki
Riwayat Pemberian VAR Lengkap
Pada saat pemberian VAR perlu ditelusuri
apakah penderita luka gigitan pernah
mendapatkan vaksin anti rabies secara
lengkap sebelumnya. Bila penderita pernah
mendapatkan vaksin anti rabies dengan
PVRV/PCECV lengkap 1 kuur dalam kurun
waktu 3 bulan maka tidak perlu divaksinasi
lagi, sedangkan bila jangka waktu 3 bulan
– 12 bulan cukup mendapatkan vaksin
sebanyak 1 dosis. Sedangkan bila lebih dari
12 bulan maka dianggap sebagai kasus baru.
No. Waktu digigit Tatalaksana
1 < 3 bulan Tidak perlu vaksinasi
2 3 bulan – 12 bulan Vaksinasi 1 dosis
3 >12 bulan Vaksinasi lengkap
8.3. Pre Exposure Prophylaxis (PrEP)
Pemberian kekebalan kepada orang-orang
yang memiliki risiko tinggi terinfeksi rabies,
diantaranya adalah :
• Petugas kesehatan (dokter/perawat) yang
menangani kasus luka gigitan hewan
penular rabies/penderita rabies.
• Dokter hewan
• Teknisi yang berhubungan dengan hewan
berisiko
Dosis dan waktu pemberian
A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV
(Verorab®)
Dosis Cara Pemberian Waktu Pemberian
0,5 ml IM. pada lengan atas
(musculus deltoid)
• Hari ke – 0 (1 dosis)
• Hari ke – 7 (1 dosis)
• Hari ke – 21 (1 dosis)
atau 28
B. Purified Chick Embriyo Cell-culture Vaccine/
PCECV (Rabipur®)
Dosis Cara
Pemberian
Waktu Pemberian
1 ml IM. • Hari ke 0 (1 dosis)
• Hari ke 7 (1 dosis)
• Hari ke 21 (1 dosis)
atau 28
SERUM ANTI RABIES (SAR)
Pemberian serum anti rabies terutama
untuk luka risiko tinggi atau luka kategori III yang
disebabkan oleh hewan yang terindikasi tinggi
rabies.
Tujuan pemberian serum anti rabies adalah
untuk memberikan kekebalan pasif dalam 7 hari
pertama dimana pada masa itu belum terbentuk
imunitas terhadap virus rabies. ada dua jenis
serum anti rabies, yaitu :
. Serum Homolog (Human Rabies
Immunoglobulin/ HRIG)
Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU)
Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian :
Dosis Cara Pemberian Waktu
Pemberian
Anak Dewasa
20 IU/
kg BB
20 IU/kg
BB
infiltrasi di sekitar
luka sebanyak
mungkin, sisanya
disuntikkan secara
intramuscular.
Bersamaan
dengan
pemberian
VAR hari ke-0
Keterangan : Pemberian serum homolog tidak memerlukan
pemeriksaan skin test terhadap penderita
sebelumnya.
Gambar 3. Teknik Suntikan
. Serum Heterolog
Serum heterolog yang digunkan merupakan
serum yang berasal dari serum kuda yaitu
Equine Rabies Immunoglobulin (ERIG).
Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian :
Dosis Cara Pemberian Waktu
Pemberian
Anak Dewasa
40 IU/
kg BB
40 IU/kg
BB
infiltrasi di sekitar
luka sebanyak
mungkin, sisanya
disuntikkan secara
intramuscular di
regio gluteal
Bersamaan
dengan
pemberian
VAR hari ke-0
Keterangan :
1. Harus dilakukan pemeriksaan skin test
terhadap penderita sebelum pemakaian.
2. Cara melakukan skin test :
• Pasien dalam posisi duduk
• Ukur tekanan darah, frekuensi nadi dan
frekuensi nafas.
• Lakukan pengenceran serum anti
rabies dengan NaCl 0,9% dengan
perbandingan 1:10.
• Suntikkan 0,1 ml, secara intrakutan
di wilayah lengan kiri bawah bagian
dalam.
3. Hasil skin test dibaca setelah 15 menit
penyuntikan. Hasil skin test dinyatakan
positif bila ada salah satu tanda
berikut :
• menunjukkan adanya indurasi > 10
mm dengan atau tanpa erythema,
atau indurasi 5 – 10 mm dengan reaksi
kemerahan dengan diameter >20 mm.
• Adanya peningkatan atau penurunan
tekanan darah, sinkope, sesak, palpitasi,
dll.
4. Tidak boleh diberikan secara intravena
sehingga saat penyuntikkan harus
dilakukan secara hati-hati.
5. Lokasi pemberian serum anti rabies harus
kontralateral terhadap pemberian vaksin
anti rabies.
6. Penyuntikkan serum anti rabies harus
dibawah pengawasan tenaga medis/
dokter.
PENANGANAN PENDERITA RABIES
1. Penderita tersangka rabies segera dirujuk ke
rumah sakit
2. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan
cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%. Kalau
perlu berikan antikonvulsan dan sebaiknya
penderita difiksasi selama di perjalanan.
Waspadai tindak-tanduk penderita yang
tidak rasional dan kadang-kadang maniakal
disertai saat-saat responsif.
3. Di rumah sakit penderita dirawat di ruang
isolasi.
4. Tindakan medis dan pemberian obat-
obatan simptomatis dan suportif termasuk
antibiotika bila diperlukan.
5. Untuk menghindari adanya kemungkinan
penularan dari penderita, maka sewaktu
menangani penderita rabies handaknya
dokter dan paramedis memakai sarung
tangan, kacamata (goggle) dan masker
serta melakukan fiksasi penderita di tempat
tidurnya.
6. Jika petugas medis atau paramedis yang
merawat penderita rabies, belum pernah
mendapatkan vaksin anti rabies dan tidak
memakai alat pelindung diri kemudian
terkena muntahan atau saliva dari penderita
pada kulit terbuka atau mukosa mulut/
mata maka disarankan untuk mendapatkan
tatalaksana pencegahan rabies.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Penyakit ini dalam waktu 3 – 5 hari dapat
menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala,
sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang
belum sempat dilakukan. Pada kasus dengan
perjalanan penyakit yang agak lama, misalnya
gejala paralisis yang dominan dan mengaburkan
diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis.
Virus rabies dapat diisolasi dari air liur,
konjungtiva, cairan serebrospinal dan urin
penderita. Walaupun demikian isolasi virus
kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari
jaringan otak dan bahan ini setelah 1 – 4
hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya
neutralizing antibodies.
Pemeriksaan Fluorescent Antibodies Test
(FAT) dapat menunjukkan antigen virus di
jaringan otak, air liur, kerokan mukosa, cairan
serebrospinal, urin, kulit dan usap kornea. FAT ini
juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk.
Dilakukan pemeriksaan isolasi virus.
Serum neutralizing antibodies pada kasus
yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai
hari kesepuluh pengobatan, tetapi setelah itu titer
akan meningkat dengan cepat.
Walaupun secara klinis gejalanya
patognomonik namun Negri Bodies dengan
pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif
pada 10 – 20 kasus, terutama pada kasus-kasus
yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat
bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.
Saat ini teknik pemeriksaan untuk rabies
yang cukup sensitif dan spesifik adalah teknik
pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction).
. Surveilans Rabies
Definisi surveilans rabies menurut
Depkes (2008) adalah kegiatan analisis
secara sistematis penyakit rabies melalui
pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi kepada pengambil
keputusan untuk melakukan tindakan
penanggulangan berdasarkan bukti (evidence
base).
Kegiatan surveilans rabies dilakukan secara
terpadu antara sektor kesehatan manusia
dan kesehatan hewan. Setiap kasus pajanan/
gigitan hewan yang berobat ke fasilitas
kesehatan akan dikoordinasikan dengan
petugas dinas untuk melakukan penilaian
terhadap hewannya apakah terindikasi
rabies atau tidak.
Hasilnya akan diinformasikan kembali ke
petugas kesehatan untuk menentukan
tatalaksana pasien selanjutnya. Selain itu bila
hewan terindikasi rabies maka harus segera
dilakukan pencarian kasus gigitan lainnya
untuk segera mendapatkan penanganan.
Tujuan dari Surveilans Rabies
Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan
surveilans rabies di suatu wilayah adalah:
1. mengetahui besaran masalah dan beban
penyakit rabies di suatu wilayah;
2. memonitor trend / kecenderungan
penyakit rabies di suatu wilayah, termasuk
mendeteksi secara cepat terjadinya KLB;
3. memonitor penggunaan vaksin anti rabies
mengingat tingginya biaya Post Exposure
Prophylaxis (PEP);
4. menentukan status wilayah dan identifikasi
wilayah risiko tinggi terhadap rabies;
5. sebagai dasar dalam perencanaan dan
evaluasi efektivitas program pengendalian
rabies di suatu wilayah;
6. menyediakan suatu dasar untuk penelitian
epidemiologi lebih lanjut.
Untuk tingkat Pusat (Kementerian
Kesehatan), informasi yang dihasilkan dari
kegiatan surveilans dapat menjadi dasar
evaluasi kebijakan pengendalian rabies di
tingkat nasional.
Alur Pelaporan dalam Kegiatan Surveilans
Rabies
Kegiatan pelaporan untuk kegiatan surveilans
rabies dilakukan secara berjenjang dimulai
dari tingkat fasilitas kesehatan sampai ke
Pusat. Di setiap tingkat ada jejaring
antara instansi yang menangani kasus rabies
pada manusia dan kasus rabies pada hewan.
Format pencatatan dan pelaporan kasus
gigitan hewan penular rabies dapat dilihat
pada lampiran 1.
Gambar 4. Alur Pelaporan Surveilans Rabies
(sumber : Depkes, 2008, hal 78)
Masyarakat
Poskeswan Puskesmas Rumah Sakit
Disnak kab /kota Dinkes Kab /Kota
Disnak Prov Dinkes prov
Ditjen Peternakan Ditjen PP dan PL
W
Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Puskesmas (fasilitas kesehatan) yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah sebagai “Rabies Center”
(Pusat Pelayanan Rabies) yang berfungsi sebagai:
1. Pusat Informasi tentang pengendalian/
pencegahan rabies.
2. Mempunyai tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan :
• Melakukan tatalaksana kasus GHPR sesuai
SOP.
• Memberikan KIE tentang Rabies kepada
pasien/keluarga/masyarakat.
3. Tersedia stok minimal 1 kuur VAR.
4. Memiliki fasilitas cold chain untuk
penyimpanan vaksin.
5. Lokasi strategis dan mudah dijangkau
(sebagai rujukan dari faskes2 sekitarnya);
banyak kasus gigitan yg datang ke faskes tsb;
• Letak lokasi strategis dan mudah dicapai.
• Segera melapor kepada Kepala Wilayah
(perangkat desa, kecamatan) dan
peternakan untuk penanganan pada hewan
penular rabies.