Tampilkan postingan dengan label rabies 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rabies 4. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2024

rabies 4












 Reproduksi

Untuk mencapai pengurangan populasi anjing 

dalam jangka panjang, kontrol reproduksi 

diperlukan. Ada berbagai metode untuk 

mengendalikan reproduksi, tetapi melakukan 

kontorl populasi dengan pendekatan 

sterilisasi bedah anjing betina dan jantan 

yaitu  yang paling dapat diandalkan. Tujuan 

pengendalian dan mencegah reproduksi 

yaitu  untuk mengurangi populasi anjing 

secara manusiawi.

5. Fasilitas penampungan sementara dan 

pusat pengembalian satwa

Melaksanakan manjemen populasi 

anjing dilokasi anjing berasal tidak selalu 

dimungkinkan, hal ini memungkinkan 

fasiltas penampungan sementara dan pusat 

pengembalian satwa dibutuhkan.  Fasilitas ini 

biasanya membutuhkan biaya yang tinggi dan 

membutuhkan waktu untuk menjalankannya  

dan hal ini tentunya bukan solusi satu-

satunya dalam melakukan kontrol populasi 

anjing,  Jika hal ini dilakukan hanya akan 

memicu  kepadatan populasi di fasilitas 

penampungan dan masalah kesejahteraan 

hewan lainnya

6. Vaksinasi dan kontrol parasit

Seringkali, program manajemen populasi 

anjing didorong dipicu  adanya penyakit 

zoonosis dan dapat memicu  eliiminasi 

masal pada anjing. Maka dari itu pencegahan 

penyakit seperti vaksinasi dan pengobatan 

anti-parasit, yaitu  perlu dan memberikan 

keuntungan bagi anjing dan warga .

7. Pengendalian akses ke sumber makanan

Anjing diketahui berkeliaran di daerah di 

mana makanan, air, dan tempat tinggal 

yang tersedia, sehingga untuk membatasi 

anjing untuk berkeliaran, akses ke sumber 

daya ini  harus dibatasi dan dikontrol. 

Implementasi dalam melaksanakan 

kompenen ini harus dilaksanakan secara 

hati-hati karena dapat memicu  anjing 

kelaparan atau anjing hanya pindah ke daerah 

lain untuk mencari makanan.

8. Euthanasia*

Jika hewan memiliki penyakit dan cedera 

tak tersembuhkan atau masalah perilaku, 

euthanasia (tindakan menginduksi kematian 

secara bebas rasa sakit) terkadang diperlukan 

sebagai bagian dari program manajemen 

populasi anjing. World Animal Protection 

(WAP) dapat memberikan saran tentang 

pilihan yang sesuai untuk euthanasia.

Setelah tujuan telah ditetapkan untuk masing-masing 

komponen dan sumber daya telah dialokasikan, 

implementasi dari program MPA dapat dimulai. Hal 

sebaiknay dilakukan secara bertahap; area pilot 

sebaiknya dimonitor secara intensif sehingga setiap 

masalah dapat diatasi sebelum program penuh 

diluncurkan.

Program manajemen populasi anjing juga 

membutuhkan sebuah komite manajemen populasi 

anjing yang terdiri dari semua pemangku kepentingan 

terkait dengan isu-isu yang berkaitan dengan anjing. 

Komite ini akan menganalisis dan mempelajari 

masalah, mengidentifikasi penyebab, memperoleh 

opini publik pada anjing dan mengusulkan 

pendekatan jangka panjang dan jangka pendek yang 

paling efektif untuk dipakai . Idealnya, Pemerintah 

yang memiliki wewenang bertanggung jawab untuk 

membawa bersama-sama pemangku kepentingan ini 

dalam membentuk komite dan melakukan konsultasi.

Masyarakat dan pemangku kepentingan harus 

terlibat dan berkonsultasi selama tahap monitoring 

dan evaluasi program. Mereka juga harus terlibat 

dalam membuat rekomendasi untuk meningkatkan 

intervensi. Sangat penting untuk tetap berpikiran 

terbuka dan positif dan untuk melihat masalah dan 

kegagalan sebagai kesempatan untuk memperbaiki 

program.


Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yaitu  

kunci dalam pendekatan komprehensif dari program 

pemberantasan rabies. KIE dapat membuka 

jalan masyrakat dalam berpartisipasi aktif dalam 

menunjang upaya pemerintah dalam program 

pemberantasan seperti partisipasi aktif dalam 

program vaksinasi, proses pelaporan dini dan sikap 

yang lebih bertanggung jawab terhadap anjing 

bagi pemilik anjing. Komunikasi, Informasi dan 

Edukasi (KIE) diperlukan untuk memastikan bahwa 

warga  memahami arti dan nilai penting dari 

program pemberantasan yang dilakukan pemerintah 

dalam pengendalian dan pemberantasan rabies.

Pada dasarnya tujuan dilaksanakannya program KIE, 

yaitu:

a. Meningkatkan pengetahuan dasar masyrakat 

tentang rabies sehingga dapat mengurangi 

risiko terjadi rabies di warga 

b. Meningkatkan partisipasi warga  dalam 

mendukung program pemberantasan rabies

c. Untuk mendorong terjadinya proses 

perubahan perilaku kearah yang positif, 

terutama dalam sikap dan praktik warga  

secara wajar sehingga warga  

melaksanakannya terutama dalam hal 

partisipasi aktif program vaksinasi, proses 

pelaporan dini dan sikap yang lebih 

bertanggung jawab terhadap anjing bagi 

pemilik anjing sehingga tercapai perubahan 

sikap dan praktik yang lebih positif dalam 

mendukung program pemberantasan rabies.

d. Membina keberlanjutan keberhasilan 

program

e. Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio-

kultural yan dapat menjamin berlangsungnya 

proses penerimaan.

Komunikasi yaitu  proses penyampaian pesan dari 

sumber ke penerima pesan sehingga terjadi suatu 

kesamaan makna tentang pesan yang disampaikan 

antara sumber dan penerima pesan. Dari pengertian 

ini dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan 

komunikasi minimal harus dapat menghasilkan 

terjadinya kesamaan makna. Komunikasi yang 

Lampiran 6.  

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)

menghasilkan kesamaan makna yaitu  komunikasi 

yang efektif.

Proses komunikasi melibatkan empat unsur yaitu:

1. Sumber komunikasi,

2. Pesan komunikasi,

3. Saluran komunikasi

4. Penerima pesan komunikasi.

berdasar  empat unsur penentu efektivitas 

komunikasi, maka strategi komunikasi disusun 

berdasar  keempat unsur ini . Ada tiga 

tujuan utama strategi komunikasi yang ingin dicapai, 

yaitu :

1. Memastikan bahwa penerima pesan 

memahami isi pesan yang diterimanya

2. Memantapkan penerimaan pesan dalam diri 

penerima sasaran

3. Memotivasi kegiatan-kegiatan yang 

berkaitan dengan implikasi pesan

Di dalam implementasi strategi ini, diperlukan proses 

perencanaan yang baik yang disesuaikan dengan 

budaya, keadaan sosial masyrakat disetiap daerah.  

Adapun langkah yang bisa dilakukan sebagai berikut:

1. Perencanaan KIE dalam program 

pemberantasan

KIE sebaiknya dimasukkan kedalam program 

pemberantasan dan diberikan pembiayaan yang 

memadai.

2. Merumuskan tujuan

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan 

dalam merancang kegiatan komunikasi yaitu  

mengidentifikasi masalah, data dan fakta. Langkah 

ini menghasilkan rumusan tujuan kegiatan yang 

memuat informasi:

a. Siapa sasaran komunikasi

b. Perubahan perilaku yang diharapkan terjadi

c. Kualitas perubahan yang diharapkan

d. Lokasi perubahan


3. Penentuan sasaran komunikasi

Penentuan sasaran komunikasi dilakukan dengan 

mempertimbangkan  dampak dari informasi yang 

akan tersebar ke warga .  Hal ini sebaiknya 

dilakukan dengan melihat kultur warga  dam 

keadaan sosial disuatu daerah.  

Target sasaran dalam proses komunikasi yaitu  

penerima pesan, dengan mengetahui target sasaran 

dapat disusun strategi komunikasi yang hendak 

dilakukan terkait dengan isi pesan, penentuan 

metode komunikasi dan pemilihan saluran pesan 

yang sesuai dengan isi pesan.

Pengenalan target sasaran akan tergantung pada 

tujuan komunikasi yang hendak dicapai, apakah 

sekedar membuat target mengetahui tentang 

sesuatu yang akan disampaikan atau dimaksudkan 

agar target melakukan tindakan tertentu sesuai 

pesan yang disampaikan padanya.

4. Penentuan saluran komunikasi

Penentuan saluran komunikasi pada dasarnya 

harus disesuaikan dengan sasaran target yang telah 

ditentukan dan dana yang dimiliki. Secara umum KIE 

dapat dikelompokkan menjadi 3 kegiatan, yaitu:

a. KIE massa 

b. KIE kelompok; dan

c. KIE perorangan

Sedang saluran komunikasi media yang dapat 

dipakai  yaitu  sebagai berikut:

a. Radio

b. Televisi

c. Mobil unit penerangan

d. Penerbitan/ publikasi

e. Pers/ surat kabar

f. Film

g. Kegiatan promosi

h. Pameran 

5. Pembuatan pesan kunci

Pesan kunci sebaiknya dibuat dengan prinsip mudah 

dingat, sederhana dan tepat.  Pesan kunci sebaiknya 

diselaraskan secara nasional untuk menghindari 

friksi informasi yang diberikan di masyrakat.

Ada lima cara perlakuan pesan yaitu :

1. Susunan pesan menarik

2. Simbul pesan sama-sama dipahami oleh 

narasumber dan sasaran.

3. Pesan mampu membangkitkan kebutuhan 

pribadi penerima

4. Pesan dapat memberikan alternative bagi 

penerima untuk memenuhi kebutuhan secara 

layak

5. Isi pesan mudah diimplementasikan

  

Berikut yaitu  penjelasan dari monev beserta komponen dan kegiatan utama yang dilaksanakan.

Tabel 6. Tahapan monitoring dan evaluasi program pemberantasan rabies

Tahap Monev Komponen Kegiatan Keterangan

Persiapan Situasi penyakit Mengumpulkan dan menganalsia data –data surveilans 

Sumber daya manusia Evaluasi jumlah dan kapasitas sumber daya manusia 

untuk melaksanakan program 

Infrastruktur Evaluasi jumlah dan kapasitas infrastruktur yang dimiliki 

termasuk ketersediaan vaksin, peralatan pendukung 

vaksinasi, peralatan cold chain

Koordinasi Evalusasi koordinasi yang sudah ada baik formal maupun 

informal dengan instansi di luar sektor kesehatan hewan 

seperti kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya

Dana Melihat ketersediaan sumber dana yang ada dan dana 

yang direncanakan untuk kegiatan selanjutnya

Pelaksanaan Vaksinasi massal Memonitor dan mengevaluasi kegiatan dan hasil 

pelaksanaan vaksinasi secara periodik

Kasus insidensi rabies 

di hewan dan manusia

Monitoring dan evaluasi insidensi kasus rabies di hewan 

dan manusia

Sumber daya Memonitor ketersediaan vaksin, peralatan pendukung 

vaksinasi dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk 

melalukan euthanasia. 

Dana Memonitor ketersediaan dana operasinal petugas di 

lapangan

Akhir Kegiatan Kasus insidensi rabies 

di hewan dan manusia

Monev ini dilakukan untuk Mengetahui hasil akhir 

pelaksanaan kegiatan dengan indikator kasus pada 

hewan dan manusia

Pada saat Bebas Analisa Risiko Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan 

risiko masuknya rabies ke daerah ini 

Pencegahan 

reintroduksi

Efektifitas strategi pencegahan yaitu pengawasan lalu 

lintas dan kegiatan antisipasi seperti kegiatan simulasi 

rabies

Lampiran 7. 

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring Dan Evaluasi Pada 

Tahap Persiapan

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan 

pada tahap persiapan yaitu dilakukan dalam 

rangka mengetahui perkembangan pelaksanaan 

pengendalian rabies. Kegiatan ini meliputi:

1. Situasi penyakit

Monitoring dapat dilakukan dengan 

memanfaatkan data-data surveilans yang 

ada dan mengevaluasi validitas informasi 

ini . Pada saat Takgit diimplementasikan, 

informasi dapat dimonitor melalui kegiatan 

ini

2. Sumber daya manusia

Monev dilakukan untuk melihat ketersediaan 

tenaga vaksinator, penangkap anjing, kader 

desa, data encoder

3. Sarana dan Pra sarana

Monev untuk melihat ketersediaan vaksin, 

peralatan pendukung vaksinasi, peralatan 

cold chain.

4. Koordinasi

Mengetahui bentuk koordinasi yang sudah 

ada baik formal maupun informal dengan 

instansi di luar sektor kesehatan hewan 

seperti kesehatan, satpol PP, kepolisian, 

perhubungan dan TNI. Koordinasi dengan 

sektor kesehatan sangat penting untuk 

mengaktifkan Takgit

5. Sumber dana

Untuk melihat ketersediaan sumber dana 

yang ada dan dana yang direncanakan untuk 

kegiatan selanjutnya

Monitoring dan Evaluasi pada 

Tahap Pelaksanaan

1. Pelaksanaan vaksinasi massal

Evaluasi ini dilakukan untuk memonitor dan 

mengevaluasi kegiatan dan hasil pelaksanaan 

vaksinasi secara periodik dan memberikan 

masukan demi perbaikan kegiatan. Informasi 

dapat diperoleh melalui laporan data 

encoder dan melakukan rapat koordinasi 

secara periodik untuk mengevaluasi capaian 

kegiatan.

2. Kasus rabies pada hewan

Monev ini dilakukan untuk mengetahui hasil 

pelaksanaan kegiatan dengan indikator 

kasus pada hewan, informasi dapat diperoleh 

dari hasil surveilans BBV/BV atau dinas. 

Informasi yang diperoleh akan dievaluasi 

melalui rapat koordinasi secara periodik 

untuk mengevaluasi capaian kegiatan

3. Kasus rabies pada manusia

Monev dilakukan untuk mengevaluasi 

indikator utama pada manusia, informasi 

dapat diperoleh dari dinas kesehatan 

atau kementerian kesehatan. Rapat 

koordinasi lintas sektoral dibutuhkan untuk 

mengevaluasi hasil kegiatan ini.

4. Sumber daya

Dilakukan untuk memonitor ketersediaan 

vaksin, peralatan pendukung vaksinasi 

dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk 

melalukan euthanasia. Demikian juga 

ketersediaan dana operasinal petugas di 

lapangan. 

Monitoring dan Evaluasi pada 

akhir kegiatan

1. Kasus rabies pada hewan

Monev ini dilakukan untuk mengetahui hasil 

akhir pelaksanaan kegiatan dengan indikator 

kasus pada hewan, informasi dapat diperoleh 

dari hasil surveilans BBV/BV atau dinas. 

Informasi yang diperoleh akan dievaluasi 

melalui rapat koordinasi secara periodik 

untuk mengevaluasi capaian kegiatan dan 

difokuskan pada peningkatan sensitivitas 

surveilan serta dievaluasi dengan acuan OIE

2. Kasus rabies pada manusia

Monev dilakukan untuk mengevaluasi 

indikator utama pada manusia, informasi 

dapat diperoleh dari dinas kesehatan 

atau kementerian kesehatan. Rapat 

koordinasi lintas sektoral dibutuhkan untuk 

mengevaluasi hasil kegiatan ini. Sensitivitas 

surveilans merupakan hal yang utama dalam 

evaluasi disesuaikan dengan acuan OIE dan 

WHO.

Monitoring evaluasi pada saat 

bebas

1. Analisa risiko masuknya rabies ke daerah 

bebas

Kegiatan monev akan dilakukan dengan 

mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat 

meningkatkan risiko masuknya rabies ke 

daerah ini 

2. Kegiatan pencegahan dan antisipasi

Monev dilakukan untuk melihat keefektifan 

strategi pencegahan yaitu pengawasan lalu 

lintas dan kegiatan antisipasi seperti kegiatan 

simulasi rabies.






Rabies disebut juga penyakit anjing gila 

adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan 

saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies.

Penyakit ini bersifat zoonotik yaitu penyakit 

dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui 

gigitan hewan penular rabies.

Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-

abad yang lalu dan merupakan penyakit yang 

menakutkan bagi manusia karena penyakit 

ini selalu diakhiri dengan kematian. Penyakit 

ini menyebabkan penderita tersiksa oleh rasa 

haus namun sekaligus merasa takut terhadap 

air (hydrophobia). Rabies bersifat fatal baik 

pada hewan maupun manusia, hampir seluruh 

pasien yang menunjukkan gejala–gejala klinis 

rabies (encephalomyelitis) akan diakhiri dengan 

kematian.

Sampai saat ini belum ada pengobatan 

yang efektif untuk menyembuhkan rabies namun 

penyakit ini dapat dicegah melalui penanganan 

kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) sedini 

mungkin.


Rabies tersebar hampir di semua benua 

kecuali benua Antartika, lebih dari 150 negara 

telah terjangkit penyakit ini. Setiap tahun lebih dari 

55.000 orang meninggal akibat rabies dan lebih 

dari 15 juta orang di seluruh dunia mendapatkan 

pengobatan profilaksis vaksin anti rabies untuk 

mencegah berkembangnya penyakit ini. Sejumlah 

40% dari seluruh orang-orang yang digigit hewan 

tersangka rabies merupakan anak dibawah usia 

15 tahun.

Kasus rabies di Indonesia pertama kali 

dilaporkan oleh Esser tahun 1884 pada seekor 

kerbau, kemudian oleh Pening tahun 1889 pada 

seekor anjing dan oleh Eileris de Zhaan tahun 1894 

pada manusia. Semua kasus terjadi di Provinsi 

Jawa Barat dan setelah itu rabies terus menyebar 

ke daerah Indonesia lainnya.

Hingga saat ini 25 provinsi tertular rabies 

dan hanya 9 (Sembilan) provinsi di Indonesia yang 

masih tetap bebas rabies yaitu Nusa Tenggara 

Barat, Papua, Papua Barat, Bangka Belitung, 

Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DIY, Jawa Tengah dan 

Jawa Timur. Provinsi Kalimantan Barat sebenarnya 

telah berhasil mencapai bebas Rabies berdasarkan 

Keputusan Menteri Pertanian No. 885/Kpts/

PD.620/8/2014 tentang Pembebasan Rabies 

Provinsi Kalimantan Barat tanggal 14 Agustus 

2014, namun pada tanggal 19 Oktober 2014 

dilaporkan terjadi kasus kematian akibat rabies 

pada manusia di Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten 

Ketapang. Berdasarkan data Kemenkes, dalam 

5 (lima) tahun terakhir (2011 – 2015) jumlah 

rata-rata kasus gigitan hewan penular rabies per 

tahun adalah 78.413 kasus dan rata-rata sebanyak 

63.534 kasus mendapatkan Vaksin Anti Rabies 

(VAR). 


ETIOLOGI

Agen pemicu  rabies adalah virus dari 

genus lyssa virus dan termasuk ke dalam family 

Rhabdoviridae. Virus ini bersifat neurotropic, 

berbentuk menyerupai peluru dengan panjang 

130 – 300 nm dan diameter 70 nm. Virus ini terdiri 

dari inti RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal 

diselubungi lipoprotein. Pada selubung luar 

ada  tonjolan yang terdiri dari glikoprotein G 

yang berperan penting dalam timbulnya imunitas 

oleh induksi vaksin dan penting dalam identifikasi 

serologi dari virus rabies.

Virus rabies dapat bertahan pada pemanasan 

dalam beberapa waktu lama. Pada pemanasan 

suhu 560C, virus dapat bertahan selama 30 menit 

dan pada pemanasan kering mencapai suhu 

1000C masih dapat bertahan selama 2-3 menit. 

Di dalam air liur dengan suhu udara panas dapat 

bertahan selama 24 jam. Dalam keadaan kering 

beku dengan penyimpanan pada suhu 40C virus 

dapat bertahan selama bertahun-tahun, hal inilah 

yang menjadi dasar kenapa vaksin anti rabies 

harus disimpan pada suhu 20 – 80C. Pada dasarnya 

semakin rendah suhunya semakin lama virus 

dapat bertahan.

Virus rabies mudah mati oleh sinar matahari 

dan sinar ultraviolet, pengaruh keadaan asam 

dan basa, zat pelarut lemak, misalnya ether 

dan kloroform, Na deoksikolat, dan air sabun 

Oleh karena itu sangat penting 

melakukan pencucian luka dengan menggunakan 

sabun sesegera mungkin setelah gigitan untuk 

membunuh virus rabies yang berada di sekitar 

luka gigitan.


CARA PENULARAN DAN MASA INKUBASI

Cara penularan rabies melalui gigitan dan 

non gigitan (goresan cakaran atau jilatan pada 

kulit terbuka/mukosa) oleh hewan yang terinfeksi 

virus rabies. Virus rabies akan masuk ke dalam 

tubuh melalui kulit yang terbuka atau mukosa 

namun tidak dapat masuk melalui kulit yang utuh.

Di dunia sebanyak 99% kematian akibat 

rabies disebabkan oleh gigitan anjing. Di sebagian 

besar negara berkembang, anjing merupakan 

reservoir utama bagi rabies sedangkan hewan liar 

yang menjadi reservoir utama rabies adalah rubah, 

musang, dan anjing liar. Di Indonesia, hewan yang 

dapat menjadi sumber penularan rabies pada 

manusia adalah anjing, kucing dan kera namun 

yang menjadi sumber penularan utama adalah 

anjing, sekitar 98% dari seluruh penderita rabies 

tertular melalui gigitan anjing.

Masa inkubasi penyakit rabies sangat 

bervariasi yaitu antara 2 minggu sampai 2 tahun, 

tetapi pada umumnya 3 – 8 minggu. Menurut 

WHO (2007) disebutkan bahwa masa inkubasinya 

rata-rata 30 – 90 hari.

Perbedaan masa inkubasi ini dipengaruhi 

oleh beberapa faktor yaitu:

a) Jenis/strain virus rabies.

b) Jumlah virus yang masuk.

c) Kedalaman luka gigitan, semakin dalam luka 

gigitan kemungkinan virus rabies mencapai 

sistem saraf semakin besar. 

d) Lokasi luka gigitan, semakin dekat jarak luka 

gigitan ke otak, maka gejala klinis akan lebih 

cepat muncul. Oleh karena itu luka gigitan di 

daerah bahu ke atas merupakan luka risiko 

tinggi. 

e) Banyaknya persarafan di wilayah luka.

f) Imunitas dari penderita.

Gejala klinis rabies akan timbul setelah virus 

mencapai susunan saraf pusat dan menginfeksi 

seluruh neuron terutama di sel-sel limbik, 

hipotalamus dan batang otak.

Virus rabies bersifat neurotrofik, yang berarti 

predileksinya pada sistem saraf. Virus ini berjalan 

melalui sistem saraf, sehingga tidak terdeteksi 

melalui pemeriksaan darah. Sampai saat ini 

belum ada teknologi yang bisa mendiagnosis dini 

sebelum muncul gejala klinis rabies.


PATOGENESIS

Setelah virus rabies masuk melalui luka 

gigitan/cakaran, virus akan menetap selama 2 

minggu di sekitar luka gigitan dan melakukan 

replikasi di jaringan otot sekitar luka gigitan. 

Kemudian virus akan berjalan menuju susunan 

saraf pusat melalui saraf perifer tanpa ada 

gejala klinis. Setelah mencapai otak, virus akan 

melakukan replikasi secara cepat dan menyebar 

luas ke seluruh sel-sel saraf otak/neuron terutama 

sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang 

otak.

Setelah memperbanyak diri dalam neuron-

neuron otak, virus berjalan ke arah perifer melalui 

serabut saraf eferen baik sistem saraf volunter 

maupun otonom. Dengan demikian virus ini 

menyerang hampir tiap organ dan jaringan di 

dalam tubuh, dan virus akan berkembang biak 

dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, 

ginjal dan sebagainya.


GEJALA KLINIS

. Pada Manusia

A. Tahap Prodromal 

 Pada tahap awal gejala yang timbul adalah 

demam, lemas, lesu, tidak nafsu makan/

anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, 

sakit tenggorokan dan sering ditemukan 

nyeri.

B. Tahap Sensoris

 Pada tahap ini sering ditemukan rasa 

kesemutan atau rasa panas (parestesi) di 

lokasi gigitan, cemas dan reaksi berlebih 

terhadap rangsang sensorik

C. Eksitasi

 Pada tahap ini penderita mengalami 

berbagai macam gangguan neurologik, 

penderita tampak bingung, gelisah, 

mengalami halusinasi, tampak ketakutan 

disertai perubahan perilaku menjadi 

agresif, serta adanya bermacam-macam 

fobia yaitu hidrofobia, aerofobia, 

fotofobia. Hidrofobia merupakan gejala 

khas penyakit rabies karena tidak 

ditemukan pada penderita penyakit 

enchepalitis lainnya. Gejala lainnya yaitu 

spasme otot, hiperlakrimasi, hipersalivasi, 

hiperhidrosis dan dilatasi pupil. Setelah 

beberapa hari pasien meninggal karena 

henti jantung dan pernafasan. Dari 

seluruh penderita rabies sebanyak 80% 

akan mengalami tahap eksitasi dan 

lamanya sakit untuk tahap ini adalah 7 

hari dengan rata-rata 5 hari.

D. Tahap Paralisis

 Bentuk lainnya adalah rabies paralitik, 

bentuk ini mencapai 30 % dari seluruh 

kasus rabies dan masa sakit lebih lama 

dibandingkan dengan bentuk furious.

Bentuk ini ditandai dengan paralisis otot 

secara bertahap dimulai dari bagian 

bekas luka gigitan/cakaran. Penurunan 

kesadaran berkembang perlahan dan 

akhirnya mati karena paralitik otot 

pernafasan dan jantung. Pada pasien 

dengan gejala paralitik ini sering terjadi 

salah diagnosa dan tidak terlaporkan. 

Lamanya sakit untuk rabies tipe 

paralitik adalah 13 hari, lebih lama bila 

dibandingkan dengan tipe furious.


. Pada Hewan (Anjing)

 Gejala klinis pada anjing sesuai dengan 

manifestasinya dibagi dalam 3 tahap yaitu 

tahap prodromal, tahap eksitasi, dan tahap 

paralitik.

A. Tahap Prodromal

 Tahap ini merupakan tahap awal dari 

gejala klinis yang berlangsung selama 

2 – 3 hari. ada  perubahan perilaku 

hewan yaitu hewan tidak mengenal 

tuannya, sering menghindar dan tidak 

mengacuhkan perintah tuannya. Mudah 

terkejut dan cepat berontak bila ada 

provokasi. Terjadi kenaikan suhu tubuh, 

dilatasi pupil dan refleks kornea menurun 

terhadap rangsangan.

B. Tahap Eksitasi 

 Tahap eksitasi berlangsung selama 3 – 7 

hari, mulai mengalami fotofobi sehingga 

hewan akan bersembunyi di kolong 

tempat tidur, dibawah meja atau kursi. 

Anjing terlihat gelisah, adanya gerakan 

halusinasi dimana anjing bersikap seolah–

olah akan mencaplok serangga yang 

terbang di udara. Sering mengunyah 

benda di sekitarnya seperti lidi, kawat, 

kerikil, jeruji kandang, dan benda lainnya 

yang tidak sewajarnya atau yang dikenal 

dengan istilah pika. Bila dikandangkan 

anjing akan berjalan mondar-mandir 

sambil menggeram. Perilaku anjing akan 

berkembang semakin sensitif, beringas 

dan akan menyerang semua obyek yang 

bergerak. Seringkali mulutnya berdarah 

akibat giginya tanggal atau akibat 

mengunyah benda keras dan tajam.

 Pada tahap ini mulai terjadi paralisis otot 

laring dan faring yang menyebabkan 

perubahan suara menyalak anjing, 

suaranya akan berubah menjadi parau. 

Juga terjadi kekejangan otot menelan 

sehingga akan terjadi hipersalivasi, 

frekuensi nafas berubah cepat, air liur 

berbuih kadang disertai darah dari luka di 

gusi atau mulutnya.

C. Tahap Paralisis

 Tahap ini berlangsung sangat singkat 

sehingga gejalanya tidak diketahui, terjadi 

kelumpuhan otot pengunyah sehingga 

rahang tampak menggantung. Suaranya 

sering seperti tersedak akibat kelumpuhan 

otot tenggorokan. Terjadi paralisis kaki 

belakang sehingga saat jalan kaki belakang 

diseret.

Dikenal ada  2 tipe rabies pada hewan 

yaitu:

A. Tipe Ganas

 Tipe ganas bila  didominasi tahap 

eksitasi dimana anjing akan terlihat 

beringas serta akan menyerang semua 

benda yang bergerak. 

B. Tipe Dumb (Tenang)

 Tipe tenang bila  hewan yang terinfeksi 

rabies setelah gejala prodormal langsung 

masuk ke tahap paralisis.


PENCEGAHAN RABIES PADA MANUSIA

Pencegahan penularan rabies pada manusia 

adalah dengan memberikan tatalaksana luka 

gigitan hewan penular rabies, sebagai berikut:

. Pencucian luka

Pencucian luka dengan menggunakan sabun 

merupakan hal yang sangat penting dan harus 

segera dilakukan setelah terjadi pajanan 

(jilatan, cakaran atau gigitan) terhadap HPR 

untuk membunuh virus rabies yang berada di 

sekitar luka gigitan. Seperti telah dipaparkan 

dalam sifat virus rabies dimana virus dapat 

diinaktivasi dengan sabun karena selubung 

luar yang terdiri dari lipid akan larut oleh 

sabun.

Pencucian luka dilakukan sesegera mungkin 

dengan sabun dibawah air mengalir selama 

kurang lebih 15 menit. Pencucian luka 

tidak menggunakan peralatan karena 

dikhawatirkan dapat menimbulkan luka baru 

dimana virus akan semakin masuk ke dalam.

Pencucian luka dapat dilakukan oleh 

penderita atau keluarga penderita kemudian 

diberikan antiseptic. Setelah itu penderita 

luka gigitan HPR segera dibawa ke puskesmas 

atau rumah sakit yang menjadi Rabies Center 

untuk mendapatkan tatalaksana selanjutnya.

. Pemberian Antiseptik

Setelah dilakukan pencucian luka sebaiknya 

diberikan antiseptik untuk membunuh virus 

rabies yang masih tersisa di sekitar luka 

gigitan.

Antiseptik yang dapat diberikan diantaranya 

povidon iodine, alkohol 70%, dan zat 

antiseptik lainnya.

7.3. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Dan

Serum Anti Rabies (SAR)

Tujuan pemberian vaksin anti rabies adalah 

untuk membangkitkan sistem imunitas 

dalam tubuh terhadap virus rabies dan 

diharapkan antibodi yang terbentuk akan 

menetralisasi virus rabies. Namun bila virus 

rabies telah mencapai susunan saraf pusat 

pemberian vaksin anti rabies ini tidak akan 

memberikan manfaat lagi.

Pemberian vaksin anti rabies dan serum anti 

rabies perlu dipertimbangkan kondisi hewan 

pada saat pajanan terjadi, hasil observasi 

hewan, hasil pemeriksaan laboratorium 

spesimen otak hewan, serta kondisi luka 

yang ditimbulkan, 

Keterangan Flowchart :

1. Luka risiko tinggi

yang dimaksud dengan luka risiko tinggi 

adalah jilatan/luka pada mukosa, luka di atas 

daerah bahu (leher, muka dan kepala), luka 

pada jari tangan dan jari kaki, luka di area 

genitalia, luka yang lebar/dalam, atau luka 

multiple (multiple wound).

2. Luka risiko rendah

Yang dimaksud luka risiko rendah adalah 

jilatan pada kulit terbuka atau cakaran/

gigitan yang menimbulkan luka lecet 

(ekskoriasi) di area badan, tangan dan kaki.

3. Observasi hewan

Kandangkan atau ikat hewan yang melakukan 

gigitan dan lakukan pengamatan selama 14 

hari.

4. Hentikan pemberian Vaksin Anti Rabies bila :

• hasil observasi hewan menunjukkan 

hewan sehat, 

• hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 

spesimen otak hewan menunjukkan hasil 

negatif.


7.4. Kategori Pajanan dan Rekomendasi 

Tatalaksana menurut WHO

Ka

te

go

ri

Jenis Kontak (dengan 

hewan peliharaan 

tersangka atau konfirmasi 

rabies, hewan liar atau 

hewan yang tidak dapat 

diobservasi)

Rekomendasi Tatalaksana

I • Menyentuh atau 

memberi makan hewan

Jilatan pada kulit utuh

Lakukan pencucian luka

Tidak diberikan vaksin atau 

serum

II • Menggigit kulit terbuka

Luka goresan kecil atau 

lecet tanpa perdarahan

Lakukan pencucian luka dan 

perawatan luka 

Segera berikan vaksin anti 

rabies. Hentikan pemberian 

vaksin bila hasil observasi 

selama 10 hari hewan sehat 

atau jika hasil pemeriksaan 

laboratorium terhadap 

hewan negatif dengan 

teknik pemeriksaan yang 

memadai.

III • Gigitan atau cakaran 

yang menimbulkan luka 

transdermal baik satu 

atau banyak, jilatan 

pada kulit yang rusak.

Kontaminasi selaput 

lendir dengan air liur 

karena jilatan dari 

hewan

Terpapar dengan 

kelelawar

Lakukan pencucian luka dan 

perawatan luka 

Segera berikan vaksin dan 

serum anti rabies. Hentikan 

pemberian vaksin bila hasil 

observasi selama 10 hari 

hewan sehat atau jika hasil 

pemeriksaan laboratorium 

terhadap hewan negatif 

dengan teknik pemeriksaan 

yang memadai.

Sumber: www.who-rabies-bulletin.org/About_Rabies/ Prevention_ 

Humans.aspx



VAKSIN ANTI RABIES (VAR)

. Post Exposure Prophylaxis (PEP)

Untuk vaksin :

A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV 

(Verorab®)

 Kemasan :

 Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam 

vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam 

syringe.

 Cara Pemberian (Metode Zagreb) :

 Disuntikkan secara intramuscular (IM) 

di daerah lengan atas (deltoid) atau di 

wilayah paha anterolateral (anak-anak 

umur di bawah 1 tahun).

Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian 

Dosis Cara 

Pemberian

Waktu Pemberian

Anak Dewasa

0,5 ml 0,5 ml IM. • Hari ke 0, 2 dosis 

(lengan atas kanan 

dan kiri atau paha 

kanan dan kiri untuk 

anak < 1 tahun)

Hari ke – 7 ( 1 dosis)

Hari ke - 21 (1 dosis)


B. Purified Chick Embriyo Cell-culture 

Vaccine/PCECV (Rabipur®)

Dosis Cara 

Pemberian

Waktu Pemberian

1 ml IM. • Hari ke 0    (2 dosis) 

(lengan atas kanan dan 

kiri atau paha kanan dan 

kiri untuk anak < 1 tahun)

Hari ke 7    (1 dosis)

Hari ke 21  (1 dosis)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam 

pemberian VAR, diantaranya :

1. Jenis Vaksin Anti Rabies

 Dalam pemberian VAR lengkap tidak 

direkomendasikan memberikan VAR 

dengan jenis yang berbeda atau 

mengkombinasikan kedua jenis VAR yang 

beredar. Harus diberikan VAR lengkap 

dengan satu jenis VAR saja Purivied Vero 

Rabies Vaccine (PVRV) saja atau Purified 

Chick Embriyo Cell-culture Vaccine (PCECV) 

saja.

2. Kontraindikasi

 Mengingat pentingnya pencegahan rabies, 

semua kontraindikasi adalah sekunder 

bila ada  kasus tersangka/kontaminasi 

dengan virus rabies.

3. Reaksi Alergi

 Hati-hati terhadap penderita yang alergi 

terhadap streptomisin dan/atau neomisin 

(ada  dalam vaksin)

4. Interaksi Obat

 Kortikosteroid dan obat-obatan 

imunosupresif dapat menyebabkan 

kegagalan vaksinasi/ imunisasi. Pada 

kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan 

antibodi serologis.

5. Efek Samping

 Efek samping yang terjadi seperti 

kemerahan dan indurasi ringan pada 

tempat bekas suntikan. Jarang terjadi 

demam.

6. Penyimpanan

 Vaksin Anti Rabies disimpan di lemari 

pendingin dengan suhu antara 2 – 8 C.

7. Waktu Kadaluarsa

 Dalam pemberian vaksin anti rabies perlu 

diperhatikan waktu kadaluarsa. Perlu 

diperhatikan apakah ada perubahan 

bentuk dan warna dari vaksin.


Tatalaksana Kasus Gigitan Yang Memiliki 

Riwayat Pemberian VAR Lengkap

Pada saat pemberian VAR perlu ditelusuri 

apakah penderita luka gigitan pernah 

mendapatkan vaksin anti rabies secara 

lengkap sebelumnya. Bila penderita pernah 

mendapatkan vaksin anti rabies dengan 

PVRV/PCECV lengkap 1 kuur dalam kurun 

waktu 3 bulan maka tidak perlu divaksinasi 

lagi, sedangkan bila jangka waktu 3 bulan 

– 12 bulan cukup mendapatkan vaksin 

sebanyak 1 dosis. Sedangkan bila lebih dari 

12 bulan maka dianggap sebagai kasus baru.

No. Waktu digigit Tatalaksana

1 < 3 bulan Tidak perlu vaksinasi

2 3 bulan – 12 bulan Vaksinasi 1 dosis

3 >12 bulan Vaksinasi lengkap

8.3. Pre Exposure Prophylaxis (PrEP)

Pemberian kekebalan kepada orang-orang 

yang memiliki risiko tinggi terinfeksi rabies, 

diantaranya adalah :

• Petugas kesehatan (dokter/perawat) yang 

menangani kasus luka gigitan hewan 

penular rabies/penderita rabies.

• Dokter hewan

• Teknisi yang berhubungan dengan hewan 

berisiko

Dosis dan waktu pemberian

A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV 

(Verorab®)

Dosis Cara Pemberian Waktu Pemberian

0,5 ml IM. pada lengan atas 

(musculus deltoid)

Hari ke – 0    (1 dosis)

Hari ke – 7   (1 dosis)

Hari ke – 21 (1 dosis)

atau 28

B. Purified Chick Embriyo Cell-culture Vaccine/

PCECV (Rabipur®)

Dosis Cara 

Pemberian

Waktu Pemberian

1 ml IM. • Hari ke 0    (1 dosis)

Hari ke 7    (1 dosis)

Hari ke 21  (1 dosis)

    atau 28


SERUM ANTI RABIES (SAR)

Pemberian serum anti rabies terutama 

untuk luka risiko tinggi atau luka kategori III yang 

disebabkan oleh hewan yang terindikasi tinggi 

rabies.

Tujuan pemberian serum anti rabies adalah 

untuk memberikan kekebalan pasif dalam 7 hari 

pertama dimana pada masa itu belum terbentuk 

imunitas terhadap virus rabies. ada  dua jenis 

serum anti rabies, yaitu :

. Serum Homolog (Human Rabies 

Immunoglobulin/ HRIG)

Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU)

Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian :

Dosis Cara Pemberian Waktu 

Pemberian

Anak Dewasa

20 IU/

kg BB

20 IU/kg 

BB

infiltrasi di sekitar 

luka sebanyak 

mungkin, sisanya 

disuntikkan secara 

intramuscular.

Bersamaan 

dengan 

pemberian 

VAR hari ke-0

Keterangan : Pemberian serum homolog tidak memerlukan 

pemeriksaan skin test terhadap penderita 

sebelumnya.


Gambar 3. Teknik Suntikan

. Serum Heterolog

Serum heterolog yang digunkan merupakan 

serum yang berasal dari serum kuda yaitu 

Equine Rabies Immunoglobulin (ERIG).

Tabel Dosis, Cara dan Waktu Pemberian :

Dosis Cara Pemberian Waktu 

Pemberian

Anak Dewasa

40 IU/

kg BB

40 IU/kg 

BB

infiltrasi di sekitar 

luka sebanyak 

mungkin, sisanya 

disuntikkan secara 

intramuscular di 

regio gluteal

Bersamaan 

dengan 

pemberian 

VAR hari ke-0



Keterangan :

1. Harus dilakukan pemeriksaan skin test 

terhadap penderita sebelum pemakaian. 

2. Cara melakukan skin test : 

• Pasien dalam posisi duduk

• Ukur tekanan darah, frekuensi nadi dan 

frekuensi nafas.

• Lakukan pengenceran serum anti 

rabies dengan NaCl 0,9% dengan 

perbandingan 1:10. 

• Suntikkan 0,1 ml, secara intrakutan 

di wilayah lengan kiri bawah bagian 

dalam.

3. Hasil skin test dibaca setelah 15 menit 

penyuntikan. Hasil skin test dinyatakan 

positif bila  ada  salah satu tanda 

berikut :

• menunjukkan adanya indurasi > 10 

mm dengan atau tanpa erythema, 

atau indurasi 5 – 10 mm dengan reaksi 

kemerahan dengan diameter >20 mm.

• Adanya peningkatan atau penurunan 

tekanan darah, sinkope, sesak, palpitasi, 

dll.

4. Tidak boleh diberikan secara intravena 

sehingga saat penyuntikkan harus 

dilakukan secara hati-hati.

5. Lokasi pemberian serum anti rabies harus 

kontralateral terhadap pemberian vaksin 

anti rabies. 

6. Penyuntikkan serum anti rabies harus 

dibawah pengawasan tenaga medis/

dokter. 


PENANGANAN PENDERITA RABIES

1. Penderita tersangka rabies segera dirujuk ke 

rumah sakit

2. Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan 

cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%. Kalau 

perlu berikan antikonvulsan dan sebaiknya 

penderita difiksasi selama di perjalanan. 

Waspadai tindak-tanduk penderita yang 

tidak rasional dan kadang-kadang maniakal 

disertai saat-saat responsif.

3. Di rumah sakit penderita dirawat di ruang 

isolasi.

4. Tindakan medis dan pemberian obat-

obatan simptomatis dan suportif termasuk 

antibiotika bila diperlukan.

5. Untuk menghindari adanya kemungkinan 

penularan dari penderita, maka sewaktu 

menangani penderita rabies handaknya 

dokter dan paramedis memakai sarung 

tangan, kacamata (goggle) dan masker 

serta melakukan fiksasi penderita di tempat 

tidurnya.

6. Jika petugas medis atau paramedis yang 

merawat penderita rabies, belum pernah 

mendapatkan vaksin anti rabies dan tidak 

memakai alat pelindung diri kemudian 

terkena muntahan atau saliva dari penderita 

pada kulit terbuka atau mukosa mulut/

mata maka disarankan untuk mendapatkan 

tatalaksana pencegahan rabies.


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Penyakit ini dalam waktu 3 – 5 hari dapat 

menyebabkan kematian sejak timbulnya gejala, 

sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang 

belum sempat dilakukan. Pada kasus dengan 

perjalanan penyakit yang agak lama, misalnya 

gejala paralisis yang dominan dan mengaburkan 

diagnosis maka pemeriksaan laboratorium sangat 

membantu dalam menegakkan diagnosis.

Virus rabies dapat diisolasi dari air liur, 

konjungtiva, cairan serebrospinal dan urin 

penderita. Walaupun demikian isolasi virus 

kadang-kadang tidak berhasil didapatkan dari 

jaringan otak dan bahan ini  setelah 1 – 4 

hari sakit. Hal ini berhubungan dengan adanya 

neutralizing antibodies.

Pemeriksaan Fluorescent Antibodies Test 

(FAT) dapat menunjukkan antigen virus di 

jaringan otak, air liur, kerokan mukosa, cairan 

serebrospinal, urin, kulit dan usap kornea. FAT ini 

juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk. 

Dilakukan pemeriksaan isolasi virus.

Serum neutralizing antibodies pada kasus 

yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk sampai 

hari kesepuluh pengobatan, tetapi setelah itu titer 

akan meningkat dengan cepat. 

Walaupun secara klinis gejalanya 

patognomonik namun Negri Bodies dengan 

pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif 

pada 10 – 20 kasus, terutama pada kasus-kasus 

yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat 

bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.

Saat ini teknik pemeriksaan untuk rabies 

yang cukup sensitif dan spesifik adalah teknik 

pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction).


. Surveilans Rabies

Definisi surveilans rabies menurut 

Depkes (2008) adalah kegiatan analisis 

secara sistematis penyakit rabies melalui 

pengumpulan data, pengolahan dan 

penyebaran informasi kepada pengambil 

keputusan untuk melakukan tindakan 

penanggulangan berdasarkan bukti (evidence 

base). 

Kegiatan surveilans rabies dilakukan secara 

terpadu antara sektor kesehatan manusia 

dan kesehatan hewan. Setiap kasus pajanan/

gigitan hewan yang berobat ke fasilitas 

kesehatan akan dikoordinasikan dengan 

petugas dinas untuk melakukan penilaian 

terhadap hewannya apakah terindikasi 

rabies atau tidak. 

Hasilnya akan diinformasikan kembali ke 

petugas kesehatan untuk menentukan 

tatalaksana pasien selanjutnya. Selain itu bila 

hewan terindikasi rabies maka harus segera 

dilakukan pencarian kasus gigitan lainnya 

untuk segera mendapatkan penanganan.


 Tujuan dari Surveilans Rabies

Tujuan dari penyelenggaraan kegiatan 

surveilans rabies di suatu wilayah adalah: 

1. mengetahui besaran masalah dan beban 

penyakit rabies di suatu wilayah;

2. memonitor trend / kecenderungan 

penyakit rabies di suatu wilayah, termasuk 

mendeteksi secara cepat terjadinya KLB;

3. memonitor penggunaan vaksin anti rabies 

mengingat tingginya biaya Post Exposure 

Prophylaxis (PEP); 

4. menentukan status wilayah dan identifikasi 

wilayah risiko tinggi terhadap rabies;

5. sebagai dasar dalam perencanaan dan 

evaluasi efektivitas program pengendalian 

rabies di suatu wilayah;

6. menyediakan suatu dasar untuk penelitian 

epidemiologi lebih lanjut.

Untuk tingkat Pusat (Kementerian 

Kesehatan), informasi yang dihasilkan dari 

kegiatan surveilans dapat menjadi dasar 

evaluasi kebijakan pengendalian rabies di 

tingkat nasional.


Alur Pelaporan dalam Kegiatan Surveilans 

Rabies

Kegiatan pelaporan untuk kegiatan surveilans 

rabies dilakukan secara berjenjang dimulai 

dari tingkat fasilitas kesehatan sampai ke 

Pusat. Di setiap tingkat ada  jejaring 

antara instansi yang menangani kasus rabies 

pada manusia dan kasus rabies pada hewan.

Format pencatatan dan pelaporan kasus 

gigitan hewan penular rabies dapat dilihat 

pada lampiran 1.

Gambar 4. Alur Pelaporan Surveilans Rabies

(sumber : Depkes, 2008, hal 78)

Masyarakat

Poskeswan Puskesmas Rumah Sakit

Disnak kab /kota Dinkes Kab /Kota

Disnak Prov Dinkes prov

Ditjen Peternakan Ditjen PP dan PL


Rumah Sakit Provinsi/Kabupaten/Kota dan 

Puskesmas (fasilitas kesehatan) yang ditetapkan 

oleh Pemerintah Daerah sebagai “Rabies Center” 

(Pusat Pelayanan Rabies) yang berfungsi sebagai:

1. Pusat Informasi tentang pengendalian/

pencegahan rabies.

2. Mempunyai tenaga kesehatan yang memiliki 

kemampuan :

 • Melakukan tatalaksana kasus GHPR sesuai 

SOP.

• Memberikan KIE tentang Rabies kepada 

pasien/keluarga/masyarakat.

3. Tersedia stok minimal 1 kuur VAR.

4. Memiliki fasilitas cold chain untuk 

penyimpanan vaksin.

5. Lokasi strategis dan mudah dijangkau 

(sebagai rujukan dari faskes2 sekitarnya); 

banyak kasus gigitan yg datang ke faskes tsb; 

• Letak lokasi strategis dan mudah dicapai.

• Segera melapor kepada Kepala Wilayah 

(perangkat desa, kecamatan) dan 

peternakan untuk penanganan pada hewan 

penular rabies.