Tampilkan postingan dengan label rokok 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rokok 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Juli 2023

rokok 1


Sejak dahulu kala negeri ini diperebutkan bangsa-bangsa asing 
yang tanpa malu berbicara soal moralitas sembari jari-jemarinya 
mencengkeram leher. Inilah kisah anak-anak sebuah negeri yang 
terus berupaya merebut kedigdayaan. Kisah tentang Indonesia, 
negeri kita, dalam mewujudkan dongeng tentang negeri yang 
berdaulat dan rakyatnya sejahtera.
Kretek adalah temuan seorang kreatif dari Kabupaten Kudus 
bernama Haji Djamhari. Kisahnya, Haji Djamhari yang menderita 
penyakit bengek mengoleskan minyak cengkeh sebagai langkah peng￾obatan. Lantaran merasa kondisinya membaik, maka ia memotong 
cengkeh menjadi bagian kecil-kecil dan mencampur dengan racikan 
tembakau. 
Kretek… kretek… kretek… Haji Djamhari berhasil, bengek tak kambuh 
lagi. Dan lebih dari itu, ia berhasil memadukan dua komoditas penting 
hingga terciptalah sebuah produk asli Indonesia bernama kretek.
Wujud kretek asli sebagaimana 
masa awal penemuan. Dengan 
klobot (daun jagung yang diker￾ingkan) racikan tembakau dan 
cengkeh dibungkus. 
Supaya mendapatkan hasil 
lintingan yang baik dibutuhkan 
keterampilan tangan pengrajin￾nya.
Kretek jenis ini berciri khas ko￾nus dengan ujung isap lebih kecil 
daripada ujung bakar. Diproduksi 
dengan alat pelinting sederhana 
yang mulai digunakan sejak 1913 
bersamaan dengan pemanfaatan 
kertas khusus sebagai pembung￾kus. Kretek jenis ini pula yang 
pertama kali diproduksi secara 
massal.
Kretek yang diproduksi 
dengan menggunakan mesin 
modern. Kretek jenis ini telah 
menggunakan filter, berbentuk 
silindris dari ujung isap sampai 
ujung bakar. Termasuk jenis 
sigaret kretek mesin adalah 
mild yang bentuknya kecil-kecil. 
Pertama kali digunakan pada 
1974 sekaligus menandai bang￾kitnya industri rokok nasional.
Nicotiana tabacum atau lebih dikenal sebagai tembakau merupakan 
salah satu bahan pokok pembuat kretek. Tanaman ini ditemukan oleh 
Christopher Columbus di San Salvador, Kepulauan Bahama. Wilayah 
yang dikiranya sebagai tempat asal rempah maka dari itu disebut 
Indies (Indian). Di sini Columbus bertemu suku Lucayan, dan untuk per￾tama kalinya bertemu ritus menikmati tembakau. 
Kelak, para pelaut Eropa membawa tembakau ke belahan dunia lain￾nya termasuk Nusantara. Beberapa literatur yang mengungkap hal ini 
berpendapat bahwa bangsa Portugislah yang pertama kali mengenal￾kan tembakau di Nusantara sekitar tahun 1600. Istilah “tembakau” un￾tuk menyebut tanaman ini dirujuk dari bahasa Portugis, “tobacco” atau 
“tumbacco”. Sedangkan kata “rokok” diperkirakan berasal dari bahasa 
Belanda “ro’ken”. 
Penggunaan tembakau oleh penduduk pribumi pertama kali 
lewat persentuhan dengan kebiasaan menginang. Aktivitas yang 
awalnya hanya menggunakan bahan baku sirih dan pinang lalu ditam￾bahkan daun tembakau, kapur, dan gambir.
Pada awal abad XVII Belanda mulai menanam secara besar-besaran 
tembakau di Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok. Perhitungan tanaman 
ini akan menjadi komoditas berharga terbukti benar adanya. Laporan 
P. De Kat Angelino dalam Voorstenlandsche Tabaksenquete (1929) 
mengungkapkan bahwa meskipun tembakau bukan tanaman asli In￾donesia, sejak diperkenalkan sudah memiliki pertalian khusus dengan 
tanah di Indonesia. Tembakau tak hanya menjadi komoditas utama 
pemerintah kolonial, tetapi juga telah mengubah kehidupan sosial 
ekonomi masyarakat bumiputera. 
Di era sistem Tanam Paksa yang diberlakukan Gubernur Hindia 
Belanda Johannes van den Bosch sejak 1830, tembakau menjadi 
salah satu tanaman ekspor yang wajib ditanam penduduk bumiputera. 
Belanda mendapatkan keuntungan yang berlimpah dari penerapan 
Tanam Paksa. Pendapatan yang diperoleh dari tembakau saja yang 
mulanya senilai 180.000 gulden, meningkat menjadi 1.200.000 gulden 
pada 1840, dan masih meningkat lagi menjadi 2.300.000 gulden pada 
1845. 
Seorang penulis berkebangsaan Belanda seperti dikutip oleh 
J.S. Furnivall dalam Netherlands India: A Study of Plural Economy
menyebut perubahan yang diakibatkan pemberlakuan sistem Tanam 
Paksa ini terjadi tiba-tiba dan mendalam, seperti keajaiban: 
“Jawa melimpahkan kekayaan demi kekayaan atas negeri Belanda 
seperti tongkat tukang sihir.”
Cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah tumbuhan asli Indonesia, 
dan hanya bisa tumbuh serta berkembang baik di negeri kita.
Rempah berbentuk seperti kuku ini telah dikenal luas sejak
ribuan tahun lalu. Orang China mengenal sebagai rempah kuku (tiang￾hang), orang Barat menyebut dengan cloves dari kata claw merujuk 
bentuk cengkeh yang menyerupai cakar.
Komoditas bernama cengkeh ini (bersama pala) yang menjadi sumber 
penjajahan Nusantara oleh para penjelajah dan penakluk dari China, 
Arab, dan Eropa. Kolonialisme Asia sesungguhnya dimulai dari pen￾carian, penemuan, dan penguasaan tanaman eksotik dari Kepulauan 
Maluku ini. Selama berabad-abad komoditas berharga diperebutkan 
oleh bangsa-bangsa asing.

KH Agus Salim, salah seorang “pendiri bangsa”, 
mengebal-ngebulkan kreteknya dalam 
sebuah perjamuan di istana Buckingham 
ketika penobatan Elizabeth II sebagai
ratu Inggris. Aroma yang khas tercium 
di ruang perjamuan sehingga 
memancing salah seorang
hadirin bertanya, “Tuan sedang 
menghisap apa itu?” 
The Grand Oldman, begitu julukan 
Agus Salim, langsung menjawab, 
“Inilah yang membuat nenek
moyang Anda sekian abad lalu 
datang dan kemudian menjajah 
negeri kami.”
Agus Salim berkata jitu karena 
kretek memang tak lain adalah 
cengkeh (Syzygium aromaticum), 
tanaman rempah legendaris yang 
menjadi sumber kolonialisme Eropa 
atas Asia, termasuk Indonesia, 
negeri kepulauan asal tanaman ini.
Puntung Rokok Rara Mendut
Kisah tentang Rara Mendut diperkirakan terjadi pada 1627, saat utusan Sultan 
Agung yang bernama Tumenggung Wiraguna berhasil menumpas pemberontakan 
Pati. Sebagai imbalan atas keberhasilan ini Sultan Agung menghadiahkan Rara 
Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Ia menolak dan akibatnya harus membayar 
pajak setiap harinya, yang dipenuhi dengan memperdagangkan tembakau sompok 
dari Imogori, daun klobot, bumbu-bumbu, dan wur. Begini alasan Rara Mendut 
tentang larismanis dagangannya, “Tentu saja, karena rokok itu bekas kena bibirku 
dan telah leceh dengan air ludahku yang manis dan harum.” 
Kebiasaan Pangeran Diponegoro
Mengunyah sirih adalah salah satu dari sedikit kebiasaan Pangeran Diponegoro. 
Sehari-hari ia biasa terus-menerus memamah sirih, sehingga ia dapat menghi￾tung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah seracikan kapur, daun 
sirih, dan pinang. Pangeran juga mengisap rokok jawa, sigaret tebal yang dilin￾ting dengan tangan sendiri, sejenis cerutu yang terbuat dari tembakau lokal yang 
dibungkus daun jagung. 
Sebagai Teman Perjamuan
“Sekembalinya ke mesjid, Modin dan Bodin menggelar tikar dan meletakkan di 
atasnya pelita, kulit jagung dan tembakau, menyan madu sebesar biji kemiri, pisau 
untuk mengirisnya serta sebuah kendi. ‘Ayo, mari kita merokok dan minum se￾adanya!’ Para tamu mencabik kulit jagung, merapikannya dengan pisau, menaruh 
tembakau dan kemenyan lalu melintingnya.” 
- Nukilan Serat Centhini
Sebagai Simbol Pergerakan Nasional
“Kopinya bukan kopi saringan, tetapi kopi tubruk sebab kopi ini katanya nationaal, 
gulanya gula jawa. Susu tidak dipakai sebab tidak nationaal. Rokoknya kelobot. 
Selamatan nationaal ini terus (berlangsung-ed.) sampai pagi hari.”
Abdul Rivai dalam Bintang Timoer, 3 Oktober 1927
Upacara tanam tembakau di Temanggung, 
Jawa Tengah. Upacara ini diselenggarakan 
sebagai penghormatan kepada Ki Ageng 
Makukuhan yang telah memperkenalkan 
tembakau di wilayah Gunung Sindoro, 
Sumbing, dan Prau. Konon, setelah berkata, 
“Iki tambaku! (ini obat dariku!)” Ia 
mengobati orang sakit dengan mengibas￾ngibaskan daun tembakau ke tubuh si 
pasien. Begitulah asalmula “mbako” 
dipercaya berasal dari kata “tambaku”.

“… kreativitas dari para leluhur dan para penduduk Indonesia luar 
biasa. Tembakau dicampur dengan klembak, tembakau dicampur 
dengan cengkeh, menjadi rokok klembak, menjadi rokok cengkeh dan 
ini suatu kreativitas luar biasa. Dari segi kebudayaan harganya sangat 
tinggi kreativitas semacam ini. Ini menunjukkan daya adaptasi bangsa 
Indonesia yang ternyata bangsa yang tidak asli, bahasanya tidak asli, 
tanaman tidak asli, mulai dari padi sampai irigasi, mentok, itik, semua 
tidak asli, sapi tidak asli, tetapi toh bisa diadaptasi dengan kreatif. 
Rokok kretek. Rokok kretek itu sekarang dalam masa krismon bisa 
bertahan dengan baik karena cengkehnya dari dalam negeri, kertasnya 
dari dalam negeri, tembakau dalam negeri, saosnya dalam negeri, lalu 
konsumennya yang terbesar dalam negeri, sehingga akhirnya men￾jadi suatu kekuatan ekonomi yang baik. Tentu saja sebagai seniman 
dan budayawan saya sangat menghargai, sangat mempertimbangkan 
sekali proses pembangunan. Maka saya menganggap bahwa survival 
dari rokok kretek ini membantu kekuatan pembangunan Indonesia.”
Kretek adalah buah kreativitas anak bangsa yang berkembang 

menjadi industri digdaya. Di era awal industri kretek harus berhadapan 

dengan peraturan perpajakan pemerintah kolonial yang tinggi, rumit, 

dan diskriminatif. Keadaan ini menumbuhkan pemikiran nasionalisme 

ekonomi para pelaku usaha kretek, sebuah upaya untuk mendorong 

terciptanya kemandirian dan demokrasi ekonomi yang memperjuang￾kan kesamaan perlakuan dalam usaha. Nasionalisme ekonomi dengan 

nasionalisme politik yang bertujuan mewujudkan kemerdekaan bangsa 

Indonesia. Dari masa ke masa industri kretek tak luput dari hadangan krisis 

ekonomi yang memporak-porandakan perekonomian nasional namun 

ketangguhan industri kretek selalu teruji. Inilah warisan sejarah dan 

budaya yang bukan hanya berharga, tetapi juga menjaga martabat kita 

sebagai bangsa. Seperempat abad sejak penemuan kretek oleh Haji Djamhari kretek 

akhirnya menjelma industri besar yang dirintis Nitisemito di Kudus 

pada awal 1900-an. Dia sempat berganti-ganti merek untuk produk 

kreteknya, dari Kodok Mangan Ulo, Soempil, Djeroek hingga selan￾jutnya mantap menggunakan merek Tjap Bal Tiga pada 1916.

Saking terkenal nama Nitisemito yang mendapat julukan sebagai 

“Raja Kretek” ini, namanya disebut Sukarno dalam pidato 1 Juni 1945.

Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Nitisemito, Liem Seng Tee 

mendirikan pabrik Dji Sam Soe dan Sampoerna di Surabaya.

Setelahnya, pada dekade tahun 1930-an berdiri pabrik Nojorono

yang didirikan oleh Ko Djee Song dan Tan Djing Thay.

Pabrik Nojorono ini membuat inovasi rokok tahan air yang sangat

populer bagi masyarakat yang berprofesi sebagai pelaut dan nelayan.

Ada pula H.A. Ma’roef mendirikan pabrik Djambu Bol dan Mc. Wartono 

mendirikan pabrik Sukun. 

Pada pertengahan 1950-an, ketika produksi kretek mulai berkembang 

pesat menjadi industri raksasa modern dengan munculnya beberapa 

pabrik baru, antara lain, oleh Oei Wie Gwan mendirikan pabrik Djarum 

di Kudus dan Tjoa Ing Hwie mendirikan pabrik Gudang Garam di Kediri.

Di samping itu terdapat pabrik rokok yang berskala industri rumah 

tangga yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Nitisemito

Mendirikan pabrik Tjap Bal Tiga pada 1900-an

Liem Seng Tee

Mendirikan pabrik Sampoerna pada 1913

Ong Hok Liong

Mendirikan pabrik Bentoel pada 1930

Ko Djee Song & Tan Djing Thay

Mendirikan pabrik Nojorono pada 1932

H.A. Ma’roef

Mendirikan pabrik Djambu Bol pada 1937

Mc. Wartono

Mendirikan pabrik Sukun pada 1949

Oei Wie Gwan

Mendirikan pabrik Djarum pada 1950

Tjoa Ing Hwie

Mendirikan pabrik Gudang Garam pada 1958
Tembakau merupakan jenis tanaman semusim yang hanya bisa di￾tanam sesuai dengan masa tanamnya. Selain itu keberhasilan panen 

tembakau sangat bergantung iklim. Hal ini menyebabkan total produksi 

nasional tembakau berfluktuasi. Kala iklim berpihak kepada petani 

saat musim tanam, panen melimpah dan grade tinggi didapatkan.

Sebaliknya, kadangkala iklim tak bisa ditebak, meskipun tetap bisa 

panen namun tembakau dengan grade terbaik akan sulit diperoleh. 

Meski demikian, pabrikan akan tetap membeli tembakau petani supaya 

produksi bisa berjalan. 

Dalam budidaya tembakau melibatkan tiga pihak yakni petani, pabri￾kan, dan pemerintah (diwakilkan Dinas Perkebunan). Tiga pihak itu 

akan berembuk untuk menentukan kebutuhan tembakau tahunan dari 

jenis dan daerah tanam, perkiraan awal musim tanam dan harga beli 

tembakau oleh pabrikan.
Sebagian besar pengusahaan pertanian tembakau di Indonesia

dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dalam bentuk 

perkebunan rakyat. Dilihat dari status pengusahaannya, perkebunan 

rakyat merajai budidaya tanaman ini dengan persentase 97,43 persen, 

sedangkan perkebunan negara hanya 2,57 persen, dan tidak ada peng￾usahaan tembakau yang dilakukan oleh perusahaan swasta.
Sebelum Panen

1. Petani penggarap

2. Penyedia bibit

3. Juru tanam

4. Juru rawat (pemupukan & pemberantasan hama)

Selama Panen

1. Tenaga petik, memetik daun tembakau

2. Juru masak, penyedia makanan selama musim panen

3. Juru taksir, menghitung hasil panen dan kebutuhan biaya 

pekerja

4. Pengrajin keranjang

5. Tenaga/pemilik alat transportasi

Sesudah Panen

1. Tenaga perajang daun

2. Tenaga pengasapan/pengeringan daun

3. Tenaga/pemilik alat transportasi

4. Blandang/perantara

5. Pedagang kecil & besar

6. Grader
Tembakau Voor Oogst (VO) adalah tembakau yang ditanam di penghu￾jung musim penghujan atau awal musim kemarau. Tembakau jenis ini 

akan dipanen di penghujung musim kemarau. Karakteristik daun lebih 

bertekstur kasar dan tebal. Dimanfaatkan sebagai bahan baku utama 

sigaret. Daerah yang identik dengan tembakau VO adalah Temanggung, 

Muntilan, Boyolali, Karangjati, Bojonegoro, Kraksaan, dan Madura.
Tembakau Na Oogst (NO) adalah tembakau yang ditanam penghujung 

musim kemarau atau awal musim hujan. Tembakau jenis ini akan 

dipanen pada penghujung musim penghujan. Daun terlihat lebih hijau, 

halus, dan tipis. Tembakau jenis ini dipakai sebagai bahan utama rokok 

cerutu. Sekarang market share tembakau NO Indonesia di pasar dunia 

masih terbesar dengan 34 persen. Dari market share sebesar itu tem￾bakau NO Jember menyumbang 25 persen permintaan dunia. Sisanya 

4 persen dari Klaten dan 5 persen dari Deli.
1. Bibit

Kemurnian dan baku mutu bibit yang ditanam mempunyai pengaruh 

terhadap ciri, rasa dan aroma setiap jenis tembakau.

2. Tanah

Tembakau adalah jenis tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan baik 

di sembarang tempat. Kesesuaian jenis dan sifat tanah dengan bibit 

tembakau merupakan faktor utama yang menentukan kualitas.

3. Nutrisi

Tanaman tembakau membutuhkan dukungan nutrisi berupa pupuk 

dengan takaran pas. Selain itu, diperlukan perawatan tanaman dari 

hama dan penyakit dengan obat-obatan yang tepat guna sebagai

penunjang.

4. Iklim

Ketepatan iklim saat menanam tembakau akan memberikan

kuantitas dan kualitas hasil panen. Berubahnya siklus iklim

belakangan ini mengacaukan pula tatanan lama budidaya tembakau 

yang dikenal petani. Pemerintah dan pabrikan menyiasati ini dengan 

membangun kerjasama dengan lembaga riset cuaca.

Grading adalah proses menilai mutu tembakau. Secara umum, tujuan 

grading untuk mengelompokkan daun tembakau berdasarkan kualitas. 

Pengelompokan ini bertujuan agar pabrik rokok mendapatkan 

tembakau yang seragam posisi daunnya, seragam mutunya dan 

seragam warna tembakaunya.

Secara khusus, grading bertujuan untuk mempermudah penentuan 

komposisi campuran (blend) dalam rokok. Sehingga hal itu akan 

menghasilkan rasa yang konsisten. 

Sistem grading tembakau dengan pengeringan sinar matahari pada 

umumnya memiliki empat digit penilaian. 

Digit 1: menentukan posisi daun tembakau

Digit 2: menentukan kualitas tembakau

Digit 3: menentukan warna tembakau

Digit 4: menentukan faktor

Proses grading sangat panjang dan berliku. Tak banyak yang bisa 

melakukannya. Hanya sedikit orang yang mempunyai kemampuan 

khusus ini. Biasanya mereka adalah orang yang sudah lama bergelut 

dengan dunia tembakau. Dalam menentukan posisi daun tembakau, 

ada beberapa posisi seperti daun bawah, daun bawah tengah, daun 

tengah atas, daun atas, dan daun pucuk. Tiap posisi memiliki ciri-ciri 

sendiri agar bisa disebut sebagai daun yang baik. 
Grade Kualitas

A Paling Rendah

B Paling Rendah

C Sedang

D Sedang

E Sedang

F Sedang

G Sedang

H Tinggi (terbaik)

I Tinggi (terbaik)
Pertanian tembakau tidak dapat dipisahkan dari industri kretek seba￾gai sektor hilir hampir seluruh produksi pertanian tembakau. Rantai 

produksi dalam produksi tembakau menunjukkan hanya batang dan 

biji tembakau yang tidak sampai ke industri kretek. Batang tembakau 

menjadi kayu bakar yang nisbi tidak bernilai ekonomis, sedangkan 

biji tembakau akan sampai ke persemaian untuk menjadi bibit yang 

diperjualbelikan di musim tanam berikutnya. Permintaan pabrik-pabrik 

rokok terhadap tembakau tidak semata ditentukan oleh volume, tetapi 

juga oleh jenis rokok yang diproduksi.
Pengusahaan tembakau memerlukan kerjakeras dalam membaca 

iklim yang sesuai untuk masa tanam, mengolah tanah, menyediakan 

bibit, merawat, memberantas hama, dan penanganan pascapanen 

hingga menyetor ke pedagang atau pabrik rokok.

Budidaya tanaman tembakau tidaklah mudah, berbekal

pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun selama ratusan 

tahun membuat tahap-tahap itu bisa dilalui dengan baik oleh para 

petani. Harga jual yang menguntungkan membuat makin terbukanya 

ruang perbaikan kesejahteraan dan keuntungan dari pertanian tem￾bakau. Faktor itu yang mengikat tenaga kerja pertanian tembakau 

dari tarikan kesempatan kerja lain. 

Salah satu daerah yang punya standar tinggi dalam penghasilan dari 

tembakau adalah Temanggung. Sekitar 50 persen dari luas daerah 

kabupaten ini merupakan dataran tinggi yang cocok untuk budidaya 

perkebunan tembakau. Menurut laporan terbaru Badan Pusat Statistik 

Kabupaten Temanggung terdapat 15.587,50 hektar lahan produksi yang 

menghasilkan 9.978,50 ton tembakau. Selain itu, ada 3.275 unit usaha 

industri pengolahan tembakau yang menyerap 24.175 orang tenaga 

kerja di kabupaten ini.
Budidaya tembakau di Indonesia selama lima tahun ke belakang

menunjukkan adanya peningkatan dari luas lahan dan produksi. 

Hal ini menunjukkan komoditi tembakau semakin diminati oleh petani. 

Semakin tingginya tingkat produktivitas per hektar lahan 

memungkinkan pendapatan petani dan pekerja 

pertanian tembakau pun semakin meningkat.

Sejak penemuan kegunaan baru cengkeh sebagai bahan baku rokok 

kretek, komoditas cengkeh kembali bersinar. Beberapa pabrik rokok 

kretek berdiri pada pertengahan dekade 50-an menyebabkan

permintaan cengkeh meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan itu,

pertanian cengkeh tak hanya diusahakan di Kepulauan Maluku tetapi 

juga di Sulawesi, Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, 

Papua dan beberapa tempat lain di Indonesia.
Pada 1970 luas lahan cengkeh telah mencapai 82.387 

hektar, dua dekade kemudian luas lahan cengkeh 

mencapai 724.986 pada 1990. Swasembada 

cengkeh dinyatakan tercapai pada 1991. Namun 

sayang, pengaturan tataniaga cengkeh oleh 

pemerintah dengan pembentukan Badan Penyangga 

dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) justru membuat 

komoditas ini terpuruk. Harga jatuh. Petani kecewa, 

sebagian lahan ditumpas dan sebagian lagi dibiarkan 

tak terpanen. Ketika BPPC dibubarkan, pada akhir 

Juni 1998, lahan cengkeh yang tersisa tercatat hanya 

428.000 hektar. Sekarang lahan cengkeh mencapai 

setengah juta hektar lahan, dan 96 persen dari total 

produksi nasional mengalir untuk menyokong 

kebutuhan industri kretek nasional.
Pembibitan

Cengkeh yang telah meletup akan segera jatuh. Dari polong inilah

tunas-tunas baru cengkeh tumbuh. Perawatan ekstra dilakukan di 

masa-masa awal. Bibit cengkeh diletakkan di bedeng supaya

mempermudah perawatan. Asupan air diberikan secara teratur, dan 

kala musim kemarau datang bibit cengkeh dikelilingi daun nyiur

supaya dapat terhindar dari sengatan sinar matahari secara

berlebih. Jika masa ini telah lewat perawatannya lebih sederhana. 

Pohon cengkeh cukup ditanam dengan jarak tertentu, rumput liar

dibersihkan secara teratur, dan daun-daun yang berguguran akan

menjadi pupuk alami yang menyuburkan.

Perawatan

Tanaman cengkeh mempunyai karakteristik unik dengan penyesuaian 

tumbuh-kembangnya dari faktor iklim, jenis tanah, dan yang terbaik 

terkena angin laut. Itulah yang menyebabkan karakteristik tanaman 

ini meskipun jenisnya sama akan memberikan hasil yang berbeda di 

setiap tempat. Cengkeh mulai belajar berbuah di usia lima sampai

tujuh tahun. Ketika usia telah menginjak sepuluh tahun cengkeh

dengan rutin memberikan peruntungan. 

Di Sulawesi pohon cengkeh tak bisa tumbuh besar, dan jika usianya 

telah berumur kuantitas bunga menurun, sehingga perlu dilakukan 

peremajaan. Di tanah asalnya, Kepulauan Maluku, pohon cengkeh bisa 

berbunga baik hingga puluhan tahun. Tercatat pohon cengkeh tertua, 

‘Cengkeh Apo’, berusia sekitar 450 tahun dan berdiameter 

mencapai 300 sentimeter.
Panen

Para petani melakukan proses memetik cengkeh (bagugur) dengan 

memutus gagang tepat di bagian terakhir daun. 

Patah

Pemetik cengkeh maupun keluarga petani akan berkumpul dalam satu 

lingkaran untuk (bapata) patah cengkeh. Segera setelah proses panen 

dilakukan, maka sore harinya berlangsung patah cengkeh. Jika terlalu 

lama ditimbun membuat cengkeh dan gagang sulit dipisahkan.

Penjemuran

Kuncup cengkeh dijemur (bajemur) di bawah terik matahari, sampai 

warna merah kecokelatan-cokelatan. Proses ini memerlukan waktu 

sekitar empat hari. Bila panen datang saat musim hujan, cengkeh 

perlu perawatan ekstra supaya tak rusak diserang jamur. Para petani 

menyiasatinya dengan menutupi cengkeh yang sedang dijemur dengan 

plastik atau mengeringkannya dengan cara pengasapan. 

Per hektar lahan ditanami sekitar 140 - 150 pohon cengkeh.  
Sebelum Panen

1. Perawatan tanaman

2. Pencegahan hama

Selama Panen

1. Tenaga petik, memanjat pohon untuk memetik bunga cengkeh

2. Juru masak, penyedia makanan selama musim panen

3. Juru taksir, menghitung jumlah panen cengkeh dan kebutuhan 

biaya pekerja

4. Mandor, mengawasi proses panen

5. Tukang pungut, memungut ceceran bunga cengkeh yang jatuh

6. Juru bayar, bertugas membayar tenaga kerja

7. Tukang angkat, mengangkat hasil panen ke penampungan

Sesudah Panen

1. Tukang yang bertugas memisahkan cengkeh dengan gagang

2. Tukang jemur, bertugas menjemur atau proses pengeringan 

cengkeh

3. Tenaga untuk menjual hasil cengkeh

Ketika berlangsung musim panen cengkeh. Para petani kewalahan 

untuk melakukan proses panen. Sebab, untuk melakukan panen 

diperlukan perhitungan waktu yang tepat. Cengkeh diupayakan terpetik 

sebelum kuncup bunga meletup dan berubah menjadi polong (pembibi￾tan), sehingga membutuhkan tenaga pemetik dari luar daerah. Dalam 

sehari setiap pemetik bisa memanen 4-5 bakul cengkeh basah (4-5 

kilogram cengkeh kering).
Sistem Upah

Setiap harinya pekerja petik cengkeh mendapatkan upah Rp 100 ribu - 

Rp 150 ribu dengan makan tiga kali sehari, kopi/teh,

rokok satu bungkus dan penginapan ditanggung pemilik lahan. 

Sistem Liter

Dengan sistem ini setiap pekerja petik dibayar dengan perhitungan 

hasil panen. Per liter cengkeh ditukar pemelik lahan dengan Rp 5.000. 

Kebutuhan makan, kopi/teh, rokok, dan penginapan ditanggung 

pemilik lahan. 

Sistem Bagi Hasil (Pica Tinga)

Sistem ini digunakan apabila pemilik lahan tidak mempunyai dana 

untuk proses panen atau terletak jauh dari rumah. Proses panen

diserahkan ke tetangga atau kerabat, dengan hasil panen nantinya 

dibagi sama rata antara pemilik lahan dan pemetik.
.
Pertanian cengkeh memang tak secara langsung masuk dalam

kalkulasi perhitungan pendapatan negara. Namun komoditas ini secara 

riil menjadi penggerak roda perekomian masyarakat. Sejak penghapu￾san Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) harga cengkeh 

meningkat setiap tahunnya. Saat ini harga per kilogram cengkeh diban￾drol hingga Rp 140.000 per kilogram.

Petani cengkeh menyiasati rentan tanam hingga berbunga sebagai 

tabungan pendidikan. Saat seorang anak lahir mereka menanam 

pohon cengkeh. Dalam waktu lima hingga tujuh tahun, saat anak-anak 

mereka mulai bersekolah, pohon cengkeh telah menghasilkan. Dari 

hasil pertanian cengkeh petani membayar biaya pendidikan anak-anak. 

Komoditas ini sekarang menyokong sekitar lima juta Daun digunakan untuk berbagai ramuan tradisional. Batang dimanfaat￾kan sebagai balok kayu bahan bangunan. Cengkeh digunakan sebagai 

bumbu masak, campuran bahan penghilang rasa nyeri, dan selebihnya 

sebesar 96 persen dari total produksi nasional dimanfaatkan untuk 

menunjang industri kretek. Kini gagang pun berharga untuk pemenu￾han produksi rokok kretek. 

Daftar Harga Tahun 2013

Daun Rp 3.000 - Rp 5.000 per kg

Gagang Rp 6.000 - 8.000 per kg

Cengkeh Rp 130.000 - Rp 150.000 per kgpetani dan tenaga 

kerja pertanian cengkeh di Indonesia.

Daun digunakan untuk berbagai ramuan tradisional. Batang dimanfaat￾kan sebagai balok kayu bahan bangunan. Cengkeh digunakan sebagai 

bumbu masak, campuran bahan penghilang rasa nyeri, dan selebihnya 

sebesar 96 persen dari total produksi nasional dimanfaatkan untuk 

menunjang industri kretek. Kini gagang pun berharga untuk pemenu￾han produksi rokok kretek. 

Daftar Harga Tahun 2013

Daun Rp 3.000 - Rp 5.000 per kg

Gagang Rp 6.000 - 8.000 per kg

Cengkeh Rp 130.000 - Rp 150.000 per kg
Komoditas pertanian ini sebagian besarnya ditanam di Wilayah Indone￾sia Timur, utamanya di Kepulauan Maluku, Sulawesi, dan baru-baru ini 

mengembangkan budidaya komoditas endemik Nusantara ini, Papua. 

Data Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukkan terjadi peningkatan 

signifikan, baik dari segi luas lahan, produksi nasional dan produktifi￾tas lahan. Perkebunan cengkeh masih berpeluang besar untuk dikem￾bangkan secara lebih masif untuk menciptakan lapangan pekerjaan 

yang luas, mengingat harga komoditi selalu meningkat sejak dibubar￾kannya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) terhitung 1 

Juni 1998.
Industri kretek merupakan salah satu industri yang pertama kali lahir 

di negeri ini. Dan selama lebih satu abad lamanya, industri ini tetap 

bertahan melewati berbagai gejolak krisis perekonomian dunia. Secara 

teoritik, industri dengan muatan impor yang tinggi akan mudah goyah 

saat terjadi krisis ekonomi. Ini terbukti ketika krisis ekonomi kawasan 

(Asia Timur dan Tenggara) pada paruh kedua 1990-an, mengakibatkan 

kemerosotan nilai tukar rupiah yang anjlok sampai 800 persen.

Sehingga banyak industri besar yang bermuatan impor tinggi benar￾benar goyah, bahkan sebagian ambruk. Hal sebaliknya terjadi pada 

industri kretek yang memang bermuatan impor sangat rendah yakni 

hanya sekitar 4 persen. 

Karakter industri kretek kebal terhadap gejolak pasar internasional

menjadikannya lebih mampu meredam guncangan pada keseluruhan 

mata rantai produksi dan pemasarannya, termasuk berbagai industri 

yang terkait mulai dari hilir sampai ke hulu.

Permintaan pabrik-pabrik rokok terhadap bahan baku (tembakau dan 

cengkeh) tidak semata ditentukan oleh volume semata tetapi juga oleh 

jenis rokok yang diproduksi. Dalam produksi rokok kretek baik tangan 

maupun mesin, memanfaatkan bahan baku yang sebagian besar dari 

hasil kerja rakyat Indonesia. 

Sigaret kretek tangan (SKT) diolah dengan keterampilan tangan para 

pengrajin kretek. Pengolahan dengan mekanisme tradisional ini men￾empatkan industri kretek sebagai industri padat karya yang menyerap 

banyak tenaga kerja di sekitar lokasi pabrik. Sebagian besar tenaga 

pengrajin kretek tangan merupakan perempuan.

Sigaret kretek mesin (SKM) dibikin dengan menggunakan mesin 

modern. Pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1974 yang 

membuat kretek mampu bersaing dengan perusahaan rokok 

multinasional asing dari segi kualitas. 

Sigaret putih mesin (SPM) merupakan produksi pabrikan asing. 

Bahan bakunya hanya terkandung tembakau tanpa ada 

tambahan cengkeh.
Tenaga kerja di pabrik rokok kretek menyerap lebih banyak pekerja 

perempuan sehingga mempunyai nilai tambah bagi perekenomian di 

tingkat keluarga. 

Perbandingan antara pekerja perempuan dan laki-laki, 4 berbanding 1.

Sebagian besar pekerja perempuan bertugas sebagai tenaga pelinting 

dan penggunting Sigaret Kretek Tangan. Pekerja pabrik rokok kretek 

di Indonesia terdapat sekitar 600.000 jiwa. Dengan perbandingan itu, 

maka diperkirakan jumlah pekerja perempuan 492.00Produksi rokok secara nasional mempunyai tren meningkat setiap 

tahunnya. Total produksi rokok mencapai 341 miliar batang dengan 

nilai rupiah yang bergulir di industri ini mencapai Rp 233 triliun. Nilai 

sebesar itu atau sekitar 15 persen dari total pendapatan negara per 

tahun ini, sebagian besarnya bergulir sebagai pendapatan masyarakat 

dari sektor hulu sampai hilir industri.0 jiwa

dan pekerja laki-laki 108.000 jiwa.
Produksi rokok secara nasional mempunyai tren meningkat setiap 

tahunnya. Total produksi rokok mencapai 341 miliar batang dengan 

nilai rupiah yang bergulir di industri ini mencapai Rp 233 triliun. Nilai 

sebesar itu atau sekitar 15 persen dari total pendapatan negara per 

tahun ini, sebagian besarnya bergulir sebagai pendapatan masyarakat 

dari sektor hulu sampai hilir industri.
Data produksi rokok di Indonesia menempatkan kretek sebagai

industri yang berada di atas angin dengan menguasai pangsa pasar 

dalam negeri. Dominasi ini ditunjukkan data tahun 2013, dengan kretek 

menguasai pangsa pasar sebesar 93,85 persen, sedangkan 6,15 

persennya diisi oleh rokok putih.
Selain menyerap banyak tenaga kerja, industri kretek juga memberi 

sumbangan cukai terbesar.

Perbandingan persentase dari industri kretek sekitar 96 persen dari 

total pendapatan cukai negara.

Total setoran cukai yang diberikan industri kretek sebesar 

Rp 101,2 triliun.

Setoran cukai industri kretek ini karakteristik meningkat 

dan melebihi angka proyeksi setiap tahunnya.

Keberadaan industri kretek mempunyai nilai vital tak hanya 

secara budaya dan politik nasional, selain itu pula menjadi sumber 

penghidupan bagi berjuta-juta rakyat yang pekerjaannya terintegrasi 

dengan industri ini. Industri kretek pula yang memberikan 

pemasukan negara melalui cukai sebesar Rp 101,2 triliun pada 2013, 

dan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 110 triliun pada 2014. 

Total pendapatan negara yang diberikan industri kretek baik melalui 

PPh dan pajak di daerah sebesar Rp 150 triliun.
Berawal dari Surgeon General, sebuah lembaga penelitian keseha￾tan modern di Amerika Serikat yang berupaya mengaitkan konsumsi 

nikotin tembakau dengan kesehatan, mempublikasikan wacana yang 

menyatakan nikotin pada tembakau memicu ketergantungan membuka 

celah untuk mewujudkan niat pengambilalihan bisnis nikotin. 

Persekutuan perusahaan-perusahaan farmasi dunia, lembaga 

kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat dibentuk, dan genderang 

perang antitembakau ditabuh dengan kedok isu kesehatan.

Melalui sokongan dana yang diberikan industri farmasi, persekutuan 

ini berhasil memasukkan agenda ke kerangka kebijakan internasional 

dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Upaya mendorong negara￾negara di dunia untuk memberlakukan kebijakan sesuai kerangka 

rezim kesehatan, tanpa lagi mempedulikan peran sosial, ekonomi, 

politik dan budaya. Tujuan utamanya adalah memuluskan jalan 

mengganti pemanfaatan nikotin alami dari tembakau dengan produk￾produk rekayasa nikotin yang telah dikantongi hak patennya.

Upaya pengambilalihan bisnis miliaran dollar ini terjadi di berbagai 

negara, termasuk di Indonesia. Aliran dana dari lembaga gerakan 

antitembakau internasional pun mengalir deras ke lembaga kesehatan, 

organisasi kemasyarakatan dan lembaga keagamaan. Produk budaya 

khas negeri kita yang bernama kretek tak luput menjadi sasaran bidik.
Nikotin (C10H14N2) merupakan zat yang identik dan secara alamiah 

terkandung dalam tembakau. Tumbuhan ini terdapat beberapa jenis di 

dunia. Tanaman yang berasal dari Meksiko diberi nama latin Nicotiana 

tabaccum, sedangkan Nicotiana rustica nama yang diberikan untuk 

tembakau yang berasal dari Amerika Latin. Di Indonesia juga terdapat 

jenis tembakau yang ditemui di Papua yang dikenal dengan Nicotiana 

suaveolens. Sayangnya, tembakau asal Papua ini kalah populer dari 

dua jenis tembakau lainnya.

Pada zat nikotin ini kemudian diketahui oleh para ahli farmakologi dan 

ilmuwan kesehatan mempunyai banyak manfaat. Nikotin digunakan 

pula sebagai obat untuk aneka terapi dan pengobatan. Penelitian￾penelitian lain menyebutkan pemanfaatan nikotin bisa meringankan 

nyeri, gelisah dan depresi. Selain itu pula dapat meningkatkan 

konsentrasi bagi penyandang kelainan hiperaktivitas dan lemah dalam 

pemusatan perhatian serta membantu meringankan penderita 

skizofrenia akut, sindroma tourette, parkinson dan alzheimer.

Daun tembakau memiliki kandungan nikotin yang bervariasi. 

Standarnya berkisar 0,5 - 3,5 persen per 100 gram tembakau

Kembang Kol

Satu kembang kol mengandung 

3,8 gram nikotin. 

Terong

Satu buah terong mengandung 

10 gram nikotin.

Kentang

Satu kentang jenis “pulp” mengandung 

15,3 gram nikotin. 

Di bagian kulitnya mengandung 

4,8 gram. 

Tomat

Satu tomat mengandung 

42,8 gram nikotin. 

Saat matang, tomat mengandung 

4,1 gram nikotin.

Nicotine replacement therapy (NRT) merupakan produk yang dikeluarkan peru￾sahaan farmasi multinasional sebagai pengganti asupan nikotin dari tembakau. 

Dalam perang pengendalian tembakau dunia selama ini terintegrasi 

dengan produk NRT sebagai solusi. 

Produk ini diberi label telah melewati uji klinis sesuai takaran bisa membantu 

orang berhenti merokok serta dinyatakan lebih sehat daripada nikotin dalam 

kandungan tembakau. Itulah alasan yang menyebabkan industri farmasi gencar 

melakukan kampanye dan memberikan pendanaan bagi pembatasan tembakau. 

Di satu sisi program pengendalian tembakau didorong untuk diterapkan namun di 

sisi lain industri farmasi telah siap memasukkan produk sebagai langkah penanga￾nan. Munculnya NRT sebagai obat penghenti merokok hanya modus perusahaan 

farmasi untuk merebut pasar nikotin.


Koyo nikotin

Permen karet nikotin

Permen nikotin

Tablet nikotin

Alat hirup (inhaler) nikotin

Alat semprot (sprayer) nikotin

Bupropion (Zyban)
Digunakan dengan cara menempelkan pada kulit. 

Koyo akan melepaskan nikotin yang diserap tubuh 

melalui kulit. 

Digunakan dengan cara dikunyah laiknya permen 

karet. Produk ini tersedia dengan kekuatan 2 mg 

dan 4 mg. 

Permen nikotin sama seperti permen karet nikotin. 

Fungsinya meresapkan nikotin ke dalam aliran

darah melalui indera perasa. 

Serupa dengan permen dan permen karet nikotin. 

Digunakan dengan cara dihirup. 

Alat semprot berkandungan nikotin digunakan den￾gan menyemprotkan ke mulut. 

Jenis obat tidak mengandung nikotin, diedarkan 

dengan penawaran mampu membuat orang 

berhenti merokok


Glaxo Holdings (Inggris)

Merck (Amerika)

Hoffman La Roche (Swiss)

Smith Kline Beckman (Amerika)

Ciba-Geigy (Swiss)

Pfizer

Hoechst AG (Jerman)

American Home Products (Amerika)

Eli Lilly (Amerika)

Upjohn (Amerika)

Squibb (Amerika)

Johnson & Johnson (Amerika)

Sandoz (Swiss)

Bristol Myers

Beecham Group (Inggris)

Bayer A.G. (Jerman)

Syntex (Amerika)

Warner Lambert (Amerika)
Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).

Tetap sebagai Merck & Co.Inc.

Juga dikenal sebagai Roche Holding AG.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Novartis International AG.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Sanofi SA berkedudukan 

di Prancis.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc.

Sebelumnya juga dikenal sebagai Wyeth.

Tetap sebagai Eli Lilly and Company.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc., setelah merger 

dengan Pharmacia yang kemudian dibeli Pfizer Inc., 

pada Juli 2002.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Bristol-Myers Squibb.

Tetap sebagai Johnson & Johnson.

Sekarang Novartis International AG. 

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Bristol-Myers Squibb.

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).

Tetap sebagai Bayer AG.

Terintegrasi dengan Hoffman La Roche (Holding 

Roche AG) 

Setelah melalui serangkaian proses merger dan 

akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc

Sindikasi perusahaan farmasi mengeluarkan dana sangat besar untuk 

mendukung gerakan antitembakau. Robert Wood Johnson Foundation 

(RWJF) yang memiliki saham senilai tiga miliar dolar di perusahaan 

farmasi Johnson & Johnson mengucurkan dana sebesar 450 juta dolar 

untuk proyek antitembakau. Di antaranya 10 juta dolar untuk kampanye 

menaikkan harga cukai rokok dan 99 juta dollar untuk melobi kebija￾kan Pemerintah AS agar memperluas kawasan bebas rokok. 

Secara khusus sindikasi perusahaan farmasi dunia membentuk aktor￾aktor internasional untuk mendukung dan menjalankan strategi untuk 

memenangkan perang antitembakau termasuk di antaranya pelibatan 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Deklarasi pembentukan konsorsium Industri Swa-Pengobatan Dunia 

(WSMI) dihasilkan dari International Conference on Primary Health Care

di Kazakhstan pada September 1978. WSMI menjalin kerjasama dan 

mendapat sokongan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), World 

Medical Association (WMA), International Phramaceutical Federation 

(FIP), dan International Council of Nurses (ICN). 

Otoritas kesehatan dunia menjadikan WSMI sebagai organisasi yang 

bertanggungjawab dalam pengadaan obat-obatan untuk swa-pen￾gobatan. WSMI pula yang mengatur, memantau peredaran, memberi 

legalitas dan izin atas produk obat-obatan tanpa resep yang dibuat 

oleh industri farmasi dunia. Terutama pengaturan kualitas bahan baku 

(ingredients).

Peran WSMI dalam perang antitembakau adalah dengan memberikan 

kewenangan digunakannya nicotine replacement therapy (NRT) tanpa 

resep dokter. NRT direkomendasikan untuk dijual bebas agar setiap 

orang yang hendak berhenti merokok mudah mengakses tanpa perlu 

mendapat tindakan medis.
IFPMA yang beranggotakan industri farmasi di seluruh dunia berdiri 

pada 1968 di Jenewa, Swiss. Federasi bergerak di bidang penelitian 

obat-obatan industri farmasi, bioteknologi dan vaksin.

Selain itu juga aktif melakukan kampanye kesehatan dan 

merangkul pemerintah, NGO, dan organisasi masyarakat sipil yang 

bergerak di bidang kesehatan. Misi yang dilancarkan adalah 

mengadvokasi kebijakan yang mendorong penemuan obat-obatan yang 

bisa meningkatkan kesehatan penduduk dunia. 

Setiap kebijakan kesehatan dunia akan selalu diintegrasikan dengan 

perusahaan-perusahaan farmasi di bawah naungan IFPMA,

termasuk pula distribusi nicotine replacement therapy (NRT).

Sesuai dengan rekomendasi WHO, produk-produk NRT harus 

didistribusikan ke semua negara di dunia untuk 

menurunkan jumlah perokok.

Dalam salah satu klausul laporan tahunan WHO (WHO Report on the 

Global Tobacco Epidemic) di masing-masing negara, ada satu 

pertanyaan tentang penjualan NRT. Isi pertanyaan tersebut ialah 

“Does the national/federal health insurance or the national 

health service cover the cost of this product?”

Dalam rancangan rezim kesehatan dunia distribusi nicotine 

replacement therapy (NRT) akan dibebankan pada negara untuk 

membantu memusnahkan tembakau.
Framework Convention Alliance (FCA) merupakan lembaga yang 

menaungi 350 NGO di lebih dari 100 negara untuk saling bertukar 

infomasi terkait aktivitas antitembakau internasional. Lembaga ini 

didukung ahli-ahli di bidang kesehatan dan perdagangan yang 

memperkuat argumentasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 

untuk segera mengesahkan peraturan internasional 

pengendalian tembakau. 

Keterlibatan FCA tidak berhenti sampai disahkannya Framework 

Convention on Tobacco Control (FCTC). FCA pula yang getol 

mengkampanyekan supaya negara-negara di dunia meratifikasi/

mengaksesi FCTC sebagai standar minimal pengaturan tembakau. 

Di setiap negera terdapat kepanjangan tangan FCA yang bertugas 

mempengaruhi berbagai kalangan serta mendorong adopsi FCTC 

dalam undang-undang nasionalnya masing-masing.
Bloomberg Initiative adalah program filantropis yang dilakukan oleh 

pengusaha media dan layanan data keuangan berbasis di Amerika 

Serikat, Michael Bloomberg. Ia mendonasikan uangnya sebesar 125 

juta dolar AS (2006) dan 250 juta dolar (2008) untuk mendanai perang 

antitembakau. Kegiatannya fokus pada kebijakan pengendalian 

tembakau terutama di negara berkembang dan miskin.

Negara yang menjadi sasaran utama Bloomberg Initiative adalah 

Indonesia, China, Bangladesh, India, dan Rusia. Negara berkembang 

yang juga menjadi sasaran ialah seperti Mesir, Thailand, Filipina, dan 

Brazil. Sejak tahun 2007, gerakan filiantropis ini sudah memberi 

bantuan untuk 500 program dalam Bloomberg Initiative to Reduce 

Tobacco Use Grants. 

Namun dana filantropis Bloomberg Initiative tidak murni sumbangan. 

Michael Bloomberg nyatanya memiliki hubungan khusus dengan 

industri farmasi melalui karib sekaligus penasihatnya, William R. 

Brody, salah satu direktur di Novartis.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah organisasi pemegang otori￾tas tertinggi kesehatan dunia. Namun lantaran sokongan dana yang 

diberikan industri farmasi menjadikan organisasi ini tidak semata￾mata bertindak demi meningkatkan taraf kesehatan penduduk dunia. 

Kerjasama antara WHO dan perusahaan farmasi melahirkan kebijakan 

liberalisasi kesehatan modern. 

Organisasi Kesehatan Dunia ini telah menjadi kepanjangan tangan 

perusahaan-perusahaan farmasi multinasional. Inilah suatu era baru 

dalam industri kesehatan dimana kebijakan kesehatan telah beralih 

tangan dari dokter atau ilmuwan kesehatan ke perusahaan obat. 

Dalam menyikapi perkara tembakau organisasi ini telah menjalankan 

serangkaian aktivitas yang menempatkan WHO sebagai pembela seka￾ligus ujung tombak indutri farmasi dalam perang antitembakau. 

Sampai sekarang WHO getol menyerukan tembakau menjadi penyebab 

berbagai penyakit degeratif serta mendorong pemberlakuan kebija￾kan kontrol tembakau di berbagai negara. Meskipun tindakan tersebut 

justru menyangkal penelitan yang dinamai Monica Study, penelitian 

terlama dan terbesar di 21 negara dan selama 10 tahun yang didanai 

WHO. Hasil studi yang diumumkan dalam The European Congress of 

Cardiology in Vienna pada Agustus 1998 mengungkapkan kegagalan 

penilitian mengungkap kaitan antara serangan jantung dengan faktor 

risiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol yang tinggi.

Pola aliran dana dari perusahaan multinasional farmasi untuk 

kampanye antitembakau dilakukan dengan sistematis. Alur pembagian 

dana dari perusahaan farmasi ditampung dan dikelola oleh WHO dan 

yayasan atau lembaga antitembakau internasional. Selanjutnya mereka 

merangkul lembaga riset, pemerintah, universitas, NGO, dan kelompok 

masyarakat sipil di tingkat negara sebagai kepanjangan tangan misi 

pemberantasan produk tembakau.
Dalam perang perebutan industri nikotin rezim kesehatan dunia men￾jadikan perusahaan rokok sebagai kambing hitam. Penelitian dibiayai 

industri farmasi dalam rangka meletakkan citra buruk terhadap produk 

tembakau. Penelitian Surgeon General menyatakan konsumsi rokok 

yang awalnya sebagai kebiasaan (habituating) kemudian diubah men￾jadi ketagihan (addiction). Frasa ini berhasil membuat banyak pihak 

memberikan dukungan terhadap perang antitembakau. Penelitian￾penelitian lanjutan pun dilakukan dengan argumentasi yang terkesan 

ilmiah bahwa tembakau memperburuk kesehatan diri dan orang lain, 

menghabiskan anggaran belanja sehari-hari, menambah beban biaya 

kesehatan sampai penyebab kematian utama di dunia.

Langkah-langkah ini secara telak mengukuhkan kemenangan industri 

farmasi atas perang antitembakau. Keberhasilan ini sejalan dengan 

makin tingginya angka penjualan nicotine replacement therapy (NRT). 

Produk NRT telah menghasilkan untung dengan penualan di Eropa, 

Belgia (28,5 juta USD), Spanyol (9,7 juta USD), Prancis (9,1 juta USD), 

Italia (5 juta USD), dan Irlandia (2,2 juta USD).
Komponen kenaikan pajak bagi produk tembakau adalah salah satu 

agenda global yang meski diberlakukan. Dengan kenaikan produk 

harga tembakau di pasaran memberi tempat bagi industri farmasi lebih 

kompetitif bagi produk-produk NRT untuk bersaing merebut pasar 

nikotin.
Pelarangan merokok secara umum berfungsi untuk memberi tekanan 

secara psikologis terhadap konsumen tembakau. 

Kampanye yang menitiktekankan dengan menyebar informasi bahwa 

rokok adalah pembunuh paling utama bagi individu dan orang-orang di 

sekitarnya (perokok pasif). Kampanye ini berhasil memposisikan para 

perokok layaknya kriminal yang mengunakan barang terlarang 

sehingga harus dikenakan sanksi sosial dan ruang geraknya dibatasi.
Di titik akhir perang antitembakau adalah 

memfokuskan tindakan 

merokok tidak hanya sebagai masalah kesehatan 

individu tapi juga menyangkut kesehatan publik.

Pemprakarsa perubahan paradigma kesehatan di￾dorong oleh sindikasi “The Drug Trusts” yang terdiri 

dari 18 perusahaan farmasi multinasional. 

Setelahnya penggalangan dukungan disebarkan ke 

seluruh penjuru dunia dengan program Global Health

(Kesehatan Global). Pewacanaan Kesehatan Global 

secara khusus menguntungkan industri farmasi, 

peraturan internasional didorong untuk menggurangi 

konsumsi tembakau sekaligus memasukkan produk 

terapi pengganti nikotin sebagai langkah solutif 

pemberhentian kecanduan nikotin.
Kekuatan gerakan antitembakau internasional semakin bertumbuh 

sejak adanya hubungan kemitraan antara WHO dan perusahaan 

farmasi multinasional. Momentum itu terjadi saat acara World Eco￾nomic Forum di Davos, Swiss pada tanggal 30 Januari 1999. Direktur 

Jenderal WHO, Gro Harlem Brundtland, mengumumkan proyek kemi￾traan antara WHO dan perusahaan farmasi multinasional Pharmacia & 

Upjohn, Novartis, dan Glaxo Wellcome untuk pengembangan nicotine 

replacement therapy (NRT).

Brundtland secara terang-terangan mendeklarasikan kampanye 

antitembakau telah menemukan solusi penyelesaiannya.

Dia mengklaim dengan terapi dari obat-obatan NRT yang dibuat 

perusahaan farmasi, para perokok di dunia akan semakin berkurang 

secara drastis.

Konsekuensi kemitraan ini berbuntut panjang karena perusahaan 

farmasi diberi wewenang menjual produk obat-obatan NRT secara be￾bas tanpa resep dokter. Selain itu, perusahaan farmasi juga dilindungi 

sepenuhnya oleh WHO untuk mempromosikan produk NRT ke seluruh 

penjuru dunia. Langkah ini memantapkan langkah industri farmasi 

dalam upaya pengendalian tembakau di dunia.
Dengan sukacita saya umumkan lahirnya kemitraan baru hari ini. 

Kita baru saja membentuk Proyek Kemitraan untuk kawasan Eropa 

kita, dengan tujuan mengurangi kematian dan penyakit yang 

disebabkan tembakau di kalangan para perokok… Tiga perusahaan 

farmasi besar telah bergabung dalam kemitraan ini: Glaxo Wellcome, 

Novartis serta Pharmacia dan Upjohn. Mereka semua menghasilkan 

produk-produk untuk menangani ketergantungan terhadap tembakau.”

Gro Harlem Brundtland, Direktur Jenderal WHO, pidato pada World Economic 

Forum, Davos, Swiss, 30 Januari 1999.

“Dukungan yang diberikan Pharmacia dan perusahaan-perusahaan 

(farmasi) lain yang berkomitmen sangatlah berharga dalam membantu 

kita mencapai tujuan. Gabungan sumberdaya mereka memungkinkan 

kita memperkuat dan memperluas kepemimpinan global kita guna 

meningkatkan jumlah organisasi maupun perorangan yang terlibat 

dalam perang melawan tembakau. Bersama-sama, kita dapat 

mendorong perubahan social, politik dan ekonomi yang diperlukan 

untuk mengurangi penggunaan maupun persinggungan dengan 

tembakau di seluruh dunia.”

Thomas Houston, M.D. Direktur, Science and Publik Health Advovacy, American 

Medical Association Koordinator Program SmokeLess States dari Robert Wood 

Johnson Foundation; Komite Eksekutif, Konferensi Dunia tentang tembakau ATAU 

Kesehatan, 6-10 Agustus 2000. Dikutip dalam siaran pers Pharmacia, 

7 Agustus 2000.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day) diluncurkan 

oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hampir bersamaan dengan 

momentum laporan penelitian Surgeon General tentang zat nikotin 

yang bisa membuat kecanduan (addiction) pada 1988. Hari Tanpa 

Tembakau Sedunia mengusung tema yang berbeda setiap tahunnya 

serta diselenggarakan oleh berbagai pekerja kesehatan di masing￾masing negara. Di hari ini para pekerja dan penyokong kesehatan 

publik di seluruh dunia memberikan kesempatan kepada perokok 

bertobat, setelah sebelumnya label penjahat dilekatkan 

kepada para perokok. 
Proyek Prakarsa Bebas Tembakau (Tobacco Free Initiative) yang di￾luncurkan WHO pada bulan Juli 1998 merupakan panduan kongkrit 

perubahaan kebiakan WHO di bawah kendali Gro Harlem Brundtland 

dengan meletakkan tembakau bukan dalam kerangka sosial, ekonomi 

namun sebagai masalah hubungan individual yang menimbulkan 

masalah bagi kesehatan manusia. Perkara ini bertemu momentumnya 

ketika ditemukan istilah perokok pasif (second-hand smokers) seba￾gai legitimasi kampanye antitembakau supaya perkara antitembakau 

masuk ke dalam ranah kesehatan publik.

Tobacco Free Initiative disokong pendanaan sebesar 75 persen dari 

dana perusahaan farmasi multinasional yaitu: Pharmacia Upjohn yang 

menjual permen karet nikotin, koyo transdermal, semprot hidung, obat 

hirup; Novartis yang menjual koyo habitrol; dan Glaxowelcome 

yang menjual zyban.

Setidaknya ada tiga keuntungan yang diperoleh pihak antitembakau 

seperti yang diungkapkan Gabriel Mahal, S.H, advokat & Pengamat 

Prakarsa Bebas Tembakau yakni: pertama, melalui proyek prakarsa 

ini industri tembakau dapat dibunuh, paling tidak dapat dihambat 

perkembangannya; kedua, ada saat yang bersamaan industri farmasi 

dapat leluasa mempromosikan produk abat-obatan NRT, ketiga men￾dapatkan dukungan dari oraganisasi kesehatan duna melalui kebijakan 

dan regulasi yang mematikan industri tembakau dan menghidupkan 

industri farmasi yang menghasilkan produk obat-obatan NRT. Dengan 

dukungan WHO ini kehendak industri farmasi dapat dilakukan secara 

global dan menerobos batas-batas kedaulatan suatu negara.
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah suatu bentuk 

hukum internasional dalam pengendalian tembakau, yang mempunyai 

kekuatan mengikat secara hukum (internationally legally 

binding instrument). Pakta ini dikembangkan untuk merespon 

persoalan tembakau. Konsolidasi berbagai NGO di berbagai negara 

yang berada di bawah Framework Convention Alliance (FCA) berhasil 

mendorong FCTC sebagai pakta pertama yang dikerjakan di bawah 

WHO, serta salah satu pakta perjanjian yang paling cepat disahkan 

dalam sejarah Perserikatan Bangsa-bangsa.
Dalam peraturan hukum FCTC memuat istilah seperti pengendalian, 

pengontrolan, dan pengamanan produk tembakau. Sasarannya FCTC 

adalah membentuk agenda global bagi regulasi tembakau, dengan 

tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian 

konsumsi, dan kemudian menfasilitasi akses dan jangkauan 

pengobatan ketergantungan tembakau dengan menggunakan 

produk farmasi.

12 Mei 1995

25 Mei 1996

25 Mei 1999

25-29 Oktober 1999

27-29 Maret 2000

20 Mei 2000

12-13 Oktober 2000

16-21 Oktober 2000

21 Mei 2003

16-22 Juni 2003

30 Juni 2003

21-24 Juni 2004

29 Juni 2004

29 November 2004

31 Januari – 4 Februarai 2005

27 Februari 2005

Keterangan

World Health Assembly (WHA) meminta Direktur Jenderal WHO 

untuk mempertimbangkan kelayakan instrumen pengembangan 

internasional tentang pengendalian tembakau

WHA meminta Direktur Jenderal WHO untuk memulai pengem￾bangan kerangka konvensi pengendalian tembakau 

WHA memutuskan untuk membentuk sebuah badan nego￾siasi antar pemerintah untuk merancang dan menegosiasikan 

kerangka konvensi pengendalian tembakau, dan kelompok kerja 

dari negara-negara anggota WHO untuk melakukan persiapan 

pekerjaan untuk badan negosiasi antarpemerintah

Pertemuan pertama kelompok kerja FCTC

Pertemuan Kedua kelompok kerja FCTC

Kelompok kerja FCTC melaporkan ke WHA tentang rancangan 

elemen untuk kerangka konvensi. WHA mennyetujui laporan itu 

sebagai dasar untuk memulai negosiasi oleh badan negosiasi 

antarpemerintah, dan meminta Direktur Jenderal WHO untuk 

mengadakan sesi negosiasi pertama

WHO melakukan dengar pendapat umum mengenai kerangka 

konvensi pengendalian tembakau 

Digelar pertemuan-pertemuan negosiasi antar badan negara 

sebanyak enam kali. 

WHA dengan suara bulat mengadopsi FCTC dan memutuskan 

untuk mendirikan sebuah kelompok kerja antarpemerintah. 

FCTC dibuka untuk ditandatangani di kantor pusat WHO – Jenewa

FCTC dibuka untuk ditandatangani di markas besar 

PBB – New York Pertemuan pertama kelompok kerja antarpe￾merintah dibuka.

FCTC ditutup untuk ditandatangani di markas besar PBB – New 

York.

Persyaratan untuk berlakunya FCTC terpenuhi dengan meleng￾kapi empat puluh instrumen ratifikasi, penerimaan, konfirmasi 

resmi atau aksesi. Armenia dan Ghana melengkapi instrumen 

mereka di markas besar PBB di New York pada hari ini.

Pertemuan kedua kelompok kerja antarpemerintah.

FCTC mulai berlaku, 90 hari setelah melengkapi empat puluh 

instrumen ratifikasi, penerimaan atau aksesi.


Sampai sekarang Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) 

telah ditandatangani oleh sekitar 177 negara, namun baru diratifikasi 

oleh 168 negara. Saat ini ada 9 negara yang menandatangani tapi 

belum mengesahkan FCTC ini. Negara tersebut di antaranya Argentina, 

Kuba, El Salvador, Ethiopia, Haiti, Maroko, Mozambique, Swiss dan 

Amerika Serikat. 

Patut digarisbawahi terdapat negara maju yang umumnya mendukung 

pengesahaan FCTC tetapi tidak meratifikasi FCTC. Amerika Serikat ada￾lah contoh nyata dari sikap mendua semacam ini. Sebagai pihak yang 

mendatangani FCTC, Amerika Serikat sampai sekarang belum meratifi￾kasi dalam peraturan nasionalnya. 

Belanda meskipun meratifikasi FCTC, bahkan memutuskan untuk 

mengabaikan 8 kewajiban dari 14 poin kewajiban FCTC. Pada tahun 

2010 misalnya, pemerintah Belanda melonggarkan kontrol tembakau. 

Pemerintah negeri tulip itu dengan tegas menganggap kalau merokok 

itu pilihan personal. Hal yang sama juga terjadi di Swiss. Banyak warga 

Swiss yang menolak larangan total merokok di tempat umum.

Pasal 1 – 2 Berisi definisi istilah yang digunakan dalam perjanjian serta hubungan antara 

 konvensi tersebut dengan perjanjian internasional lainnya.

Tujuan, prinsip, dan kewajiban umum

Pasal 3 – 5 Berisi tujuan perjanjian serta kewajiban umum peserta perjanjian.

Kebijakan kontrol tembakau melalui sisi permintaan

Pasal 6-7 Berisi kebijakan pajak dan harga, serta non-harga untukmengurangi 

 permintaan tembakau.

Pasal 8 Berisi perlindungan bagi perokok pasif dari asap rokok.

Pasal 9 – 10 Berisi peraturan tentang kandungan/komposisi produk tembakau kepada 

 negara dan publik.

Pasal 11 Berisi peraturan tentang kemasan dan label produk tembakau.

Pasal 12 Berisi peraturan tentang upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan 

 dampak rokok melalui pendidikan, pelatihan, dan komunikasi.

Pasal 13 Berisi pengaturan tentang iklan, promosi, dan sponsorship.

Pasal 14 Berisi kebijakan dan panduan bagi perokok untuk berhenti merokok 

 (smoking cessation).

Kebijakan kontrol tembakau melalui sisi penawaran

Pasal 15 Berisi provisi yang mengatur tentang perdagangan produk tembakau ilegal. 

Pasal 16 Berisi peraturan tentang penjualan produk tembakau kepada anak di bawah 

 umur.

Pasal 17 Berisi peraturan tentang pengendalian sisi suplai tembakau melalui kegiatan 

 ekonomi alternatif.

Perlindungan lingkungan

Pasal 18 Berisi peraturan tentang perlindungan lingkungan yang bebas rokok untuk 

 menunjang kesehatan masyarakat.

Kewajiban

Pasal 19 Berisi tentang kewajiban dan kompensasi.

Kerjasama ilmiah dan teknis serta komunikasi dan informasi

Pasal 20 – 22 Berisi peraturan tentang kerjasama ilmiah dan publikasi hasil riset serta pem

 bagian informasi. 

Institusi dan sumber keuangan

Pasal 23 – 25 Berisi penetapan secretariat dan Conference of the Parties (COP) serta

 hubungannya dengan organisasi inter-pemerintah lainnya. 

Pasal 26 Berisi sumber-sumber keuangan untuk mendukung kebijakan kontrol

 tembakau secara global.

Penyelesaian konflik

Pasal 27 Berisi tatacara penyelesaian konflik yang mungkin muncul dalam implementasi 

 kebijakan kontrol tembakau.

Pembentukan konvensi.

Pasal 28 – 29 Berisi peraturan tentang amandemen serta adopsi konvensi.

Aturan lainnya

Pasal 30 – 38 Berisi penjelasan dan tatacara tentang reservasi, penarikan diri,hak suara, 

protokol, penandatanganan, ratifikasi, teks asli, depository, serta efektivitas 

 perjanjia
Penolakan terhadap FCTC dilakukan juga oleh intelektual di berbagai negara, salah satunya 

Temba A Nolutshungu, Ahli Kebijakan Publik Afrika Selatan. Konsekuensi dari penerimaan FCTC 

akan berbuntut panjang, utamanya akan merenggut kebebasan seseorang untuk 

mendefinisikan sendiri makna “sehat”. 

“Jika kita tidak keberatan dengan FCTC, kita akan menghadapi 

konsekuensinya, dan sekali lagi kita akan menjalani hidup yang didikte, 

menjalani hidup berdasarkan apa yang diperintahkan, dan makan 

makanan yang diizinkan untuk dimakan,” kata Temba.

Pembacaan mengenai Framework Convention on Tobacco Control

(FCTC) akan merugikan kepentingan bangsa, telah ditengarai sejak 

awal, ketika sikap Indonesia menjadi negara yang menolak FCTC 

bersama Andorra, Dominika, Eritrea, Liechtenstein, Malawi, Monako, 

Somalia, Sudan Selatan dan Zimbabwe. Konvensi Wina pada tahun 

1980 yang mengatur kewenangan untuk menerima atau menolak se￾buah perjanjian internasional melekat pada kedaulatan negara. Dalam 

sistem hukum internasional tidak ada kewajiban bagi suatu negara 

untuk mengadopsi suatu perjanjian.
Keberadaan organisasi-organisasi antitembakau di Indonesia 

terintegrasi dengan rezim kesehatan internasional untuk memasukkan 

agenda tersembunyi dalam merebut pasar nikotin dari produk 

tembakau. Organisasi-organisasi ini menyebar dari lembaga 

kesehatan, NGO, lembaga keagamaan, dan lembaga-lembaga peneli￾tian.

Gera