perekonomian
Banyaknya kasus manipulasi data keuangan yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti
Enron, Worldcom, Xerox dan lain-lain yang pada akhirnya bangkrut, menyebabkan profesi
akuntan publik banyak mendapat kritikan. Auditor dianggap ikut andil dalam memberikan
informasi yang salah, sehingga banyak pihak yang merasa dirugikan. Atas dasar banyaknya
kasus ini , maka AICPA (1988) mensyaratkan bahwa auditor harus mengemukakan
secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern) sampai setahun kemudian setelah pelaporan (Januarti, 2009). Masalah timbul
ketika banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang dibuat oleh auditor menyangkut
opini going concern . Beberapa penyebab antara lain, pertama masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern
yang muncul ketika auditor khawatir bahwa opini going concern yang dikeluarkan dapat
mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah.
Masalah kedua yang menyebabkan kegagalan audit adalah tidak terdapatnya prosedur
penetapan status going concern yang terstruktur Bagaimanapun juga
hampir tidak ada panduan yang jelas atau penelitian yang sudah dapat dijadikan acuan
pemilihan tipe opini going concern yang harus dipilih
sebab pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah ,menguji bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan
perusahaan (rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktifitas, rasio leverage), ukuran
perusahaan, dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa rasio likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya
secara signifikan berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern. Meskipun
penelitian-penelitian tentang kualitas audit maupun going concern opinion telah banyak
dilakukan tetapi penelitian yang berhubungan dengan kedua variabel ini masih terbatas.
selanjutnya yang meneliti tentang pengaruh
kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan terhadap opini
audit going concern menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi
keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit
going concern.
Auditor–client tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara kantor
akuntan publik (KAP) dengan auditee yang sama. Kecemasan akan kehilangan sejumlah fee
yang cukup besar akan menimbulkan keraguan bagi auditor untuk menyatakan opini audit
going concern. Dengan demikian independensi auditor akan terpengaruh dengan lamanya
hubungan dengan auditee yang sama
tidak menemukan bukti adanya hubungan opini audit going concern dengan auditor client
tenure.
Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah sebab berkaitan
erat dengan reputasi auditor.
mengatakan bahwa reputasi Kantor Akuntan Publik tidak berpengaruh terhadap opini audit,
hal ini disebab kan ketika sebuah Kantor Akuntan Publik sudah memiliki reputasi yang baik
maka ia akan berusaha mempertahankan reputasinya ini , sehingga mereka akan selalu
bersikap objektif terhadap pekerjaannya, apabila memang perusahaan ini mengalami
keraguan akan kelangsungan hidupnya maka opini yang akan diterimanya adalah opini
audit going concern, tanpa memandang apakah auditornya tergolong dalam big four firms
atau bukan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan ,
penelitiannya yang menyatakan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan for assessing
going concern sebab KAP besar cenderung untuk independen dalam masalah going concern
sebab berusaha untuk menjaga reputasi dirinya. menyatakan bahwa
perusahaan audit skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan
kerusakan reputasi dibandingkan pada perusahaan audit skala kecil. Perusahaan audit besar
juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada sebab mereka lebih
kuat menghadapi risiko proses pengadilan.
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor yang mau
mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan
pelaporan perusahaan. Perusahaan memakai pergantian auditor untuk menghindari
penerimaan opini going concern dengan dua cara , yaitu : (1) perusahaan dapat
mengancam melakukan pergantian auditor. Kekhawatiran untuk diganti mungkin dapat
mengikis independensi auditor, sehingga tidak mengungkapkan masalah going concern.
Argumen ini disebut ancaman pergantian auditor. (2) bahkan ketika auditor ini
independen, perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung
memberikan opini going concern, atau sebaliknya akan menunjuk auditor yang cenderung
memberikan opini going concern. Argumen ini disebut opinion shopping,
menemukan bukti banyaknya perusahaan yang melakukan penggantian auditor ketika auditor
mengeluarkan opini going concern. tidak menemukan bukti
adanya hubungan opinion shopping berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern.
Perusahaan besar lebih banyak menawarkan fee audit tinggi daripada yang ditawarkan
oleh perusahaan kecil Dalam kaitannya mengenai kehilangan fee
audit yang signifikan ini , sehingga auditor mungkin ragu untuk mengeluarkan opini audit
going concern pada perusahaan besar.
bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil,
sebab auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan kesulitan kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil. dalam penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laporan audit pada
perusahaan yang gulung tikar, memberikan bukti empiris bahwa ada hubungan negatif antara
ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going concern.,melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan
bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih
cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. menguji
pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu
tipe opini audit yang telah diterima perusahaan
Penelitian ini mereplikasi penelitian . Variabel yang
dipakai dalam penelitian ini memakai variabel seperti pada penelitian ,yaitu kondisi keuangan, ukuran perusahaan, opini audit tahun sebelumya,
auditor client tenure dan kualitas auditor. Selain itu, peneliti juga menambahkan variabel
independen lain yang tidak dipertimbangkan ,dalam
penelitiannya, yaitu opinion shopping.
2. Landasan Teori
. Teori agensi
Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti dibidang
akuntansi keuangan , Masalah agensi timbul sebab adanya konflik kepentingan
antara principal dan agen. bahwa hubungan agensi merupakan hubungan kontrak antara prinsipal
dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai
dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih
bayak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang
diandingkan pemegang saham. Oleh sebab itu, manajer berkewajiban memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui pengungkapan informasi seperti
laporan keuangan.
Prinsipal dan agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional, memiliki
kepentingan masing-masing dan bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di
dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi
keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan ini . sebab perbedaan
kepentingan ini masing-masing pihak berusaha memperbesar keuntungan bagi dirinya
sendiri. Informasi keuangan dan laporan keuangan yang disampaikan terkadang tidak sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris
atau asimetris informasi (information asymetryc). Untuk meminimaliasasi adanya asimetri
informasi diperlukan adanya pihak ketiga yang independen sebagai mediator hubungan
antara prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini merfungsi untuk memonitor perikaku manajer
(agen) apakah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal.
Terkait dengan kondisi keuangan perusahaan yang dalam penelitian ini diproksikan
dengan financial distress, merupakan salah satu tanda yang akan menjadi perhatian auditor
dalam memberikan opini going concern kepada perusahaan. semakin buruk kondisi keuangan
suatu perusahaan kemungkinan untuk mendapat opini going concern akan semakin besar.
Agen sebagai pengelola perusahaan tidak ingin dinilai buruk oleh prinsipal terkait dengan
penerimaan opini going concern. Oleh sebab itu agen akan selalu berusaha menjaga kondisi
keuangan perusahaan pada tingkat yang baik.
Kaitanya terhadap ukuran perusahaan yaitu, semakin besar perusahaan maka sistem
dan manajemen yang dilakukan akan semakin baik, dimana manajer bertanggung jawab atas
perkembangan perusahaan. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diproksikan dengan total
aset yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan akan menjadi suatu tolak ukur tertentu
bagi auditor dalam menjalankan proses auditnya. Aset menunjukkan aktiva yang dipakai
untuk aktivitas operasional perusahaan. Dengan adanya peningkatan aset yang diikuti
peningkatan hasil operasi maka perusahaan akan dapat mempertahankan keberlangsungan
hidupnya. Oleh sebab itu perusahaan besar akan cenderung tidak memperoleh opini going
concern.
Shareholders selaku pemilik perusahaan (prinsipal) akan selalu memantau kinerja
manajernya (agen). Salah satu cara yang dilakukan oleh prinsipal untuk menilai kinerja
agennya adalah melalui audit yang dilakukan oleh auditor yang profesional dan independen.
Semakin lama auditor melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama, dikhawatirkan
independensi auditor ini akan berkurang, akibatnya opini yang diberikan oleh auditor
ini akan bias. Maka semakin lama auditor ini melakukan perikatan audit dengan
auditee yang sama, akan membuuat auditor semakin sulit untuk memberikan opini going
concern.
Menurut teori agensi, agen biasanya memakai pergantian auditor untuk
menghindari penerimaan opini audit going concern dalam Januarti (2009). Hal
ini merupakan tindakan oportunis dari agen sebab pergantian auditor setiap tahunnya akan
menyebabkan auditor harus berusaha memahami bisnis klien untuk pertama kalinya. Audit
yang dilakukan pertama kali kepada suatu klien akan membuat hal yang harus diketahui
auditor terhadap klien menjadi semakin banyak. Berbeda jika audit ini adalah audit
untuk yang kesekian kalinya terhadap klien yang sama. Oleh sebab itu opinion shopping
yang dilakukan oleh agen akan cenderung mengakibatkan perusahaan untuk tidak menerima
opini audit going concern.
Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka
agen selaku pihak yang mengelola perusahaan akan berusaha melakukan perbaikan terhadap
manajemen perusahaan agar di tahun mendatang tidak lagi mendapat opini going concern.
Apabila auditor tahun selanjutnya tidak melihat adanya perbaikan yang dilakukan oleh manajer
akibat penerimaan opini going concern tahun sebelumnya, maka kemungkinan perusahaan
untuk menerima opini going concern kembali akan semakin besar. Hal ini disebab kan, opini
audit tahun sebelumnya akan menjadi pertimbangan kembali untuk memberikan opini audit
pada tahun berjalan.
. Opini Auditor
Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan
keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran dalam semua hal yang meterial, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas,
dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat
auditor (opini audit) merupakan bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama
dari laporan audit. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga
auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan
yang diauditnya. Terdapat lima jenis pendapat auditor yaitu:
1. pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion).
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified opinion with
explanatory languege)
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
5. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
. Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (). Going concern adalah salah satu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan
keuangan, Merupakan tanggungjawab auditor untuk menentukan
kelayakan laporan keuangan memakai dasar going concern serta menyampaikan bahwa
penggunaan dasar going concern oleh perusahaan adalah layak diungkapkan serta memadai
dalam laporan keuangan,
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak
terbukti adanya informasi yang menunjukan hal berlawanan (contrary information). Biasanya
informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup
satuan usaha dalah berhubungan dengan ketidakmampuan setuan usaha dalam memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo tampa melakukan penjualan sebagian besar aktiva pada
pahak luar melalui bisnis biasa, restruturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari
luar dan kegiatan serupa lainya ,
Hampir tidak ada panduan yang jelas atau hasil penelitian yang dapat dijadikan
pemilihan tipe Going Concern Report yang harus dipilih. sebab pemberian status going
Concern bukanlah suatu tugas yang mudah , Jika auditor menyimpulkan
keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar
tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam
laporan keuangan. PSA 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjirkan peryataan tidak
memberikan pendapat sebab adanya kesangsian atas kelangsungan hidup.
. Prosedur Audit Laporan Keuangan Perusahaan
Dalam melakukan audit laporan keuangan perusahan terdapat beberapa prosedur yang
harus dilakukan oleh seorang auditor. Berikut adalah prosedur yang harus dilakukan seorang
auditor dalam menilai suatu laporan keuangan , yaitu: Inspeksi, Pengamatan
(obsevation), Permintaan keterangan (enquiry), Konfirmasi, Penelusuran (tracing),
Pemeriksaan bukti pendukung (vouching), Penghitungan (counting), Scanning, Pelaksanaan
ulang (reperfoming) dan Teknik audit berbantuan computer.
. Kondisi Keuangan
Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas keuangan
perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Media yang dapat dipakai untuk
menilai kondisi keuangan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri atas neraca,
perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Kondisi
keuangan perusahaan menggambarkan kesehatan perusahaan sesungguhnya (Ramadhany,
2004). Menurut Mc Keown (1991) semakin memburuk atau terganggunya kondisi keuangan
suatu perusahaan maka semakin besar kemingkinan perusahaan menerima opini audit going
concern. Sebaliknya perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, auditor
tidak pernah memberikan opini audit going concern.
Sampai dengan saat ini, Z score model masih banyak dipakai oleh para praktisi,
peneliti, serta akademis dibidang akuntansi dibandingkan model prediksi kebangkrutan
lainnya (Altman, 1993) dalam Fanny dan Saputra (2005). Hasil penelitian yang dikembangkan
Altman, yaitu:
1 2 3 4 999 5 Z = 1.2Z +1.4Z + 3.3Z + 0.6Z + 0. Z (2.1)
Dimana:
Z1 = working capital/ total asset
Z2 = retained earnings/ total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/ total asset
Z4 = market capitalization/ book value of debt
Z5 = sales/ total asset
Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi
yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi
kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang go public
melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaanperusahaan di sektor swasta.
Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang dipakai
menjadi:
1 2 3 4 988 5 Z'= 0.717Z + 0.874Z + 3.107Z + 0.420Z +0. Z (2.2)
Dimana:
Z1 = working capital/ total asset
Z2 = retained earnings/ total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/ total asset
Z4 = book value of equity/ book value of debt
Z5 = sales/ total asset. (Edward I Altman, 1983)
Z score yang dikembangkan Altman ini selain dapat dipakai untuk menentukan
kecenderungan kebangkrutan juga dapat dipakai sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja
keuangan perusahaan. Hal yang menarik mengenai Z Score adalah keandalannya sebagai
alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun seandainya
perusahaan sangat makmur, bila Z Score mulai turun dengan tajam, menunjukkan adanya
indikasi bahwa perusahaan harus waspada terhadap kebangkrutan. Atau, bila perusahaan
baru saja survive, Z Score bisa dipakai untuk membantu mengevaluasi dampak yang telah
diperhitungkan dari perubahan upaya-upaya manajemen perusahaan.
Untuk menghitung Z Score dapat dilakukan dengan menghitung angka-angka kelima
rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dengan cara mengalikan angka-angka ini
dengan koefisien yang diturunkan Altman, kemudian hasilnya dijumlahkan . Penelitian yang dilakukan Altman untuk perusahaan yang bangkrut
dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang dipakai untuk memprediksi
kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance
yaitu daerah nilai Z, dimana dikategorikan sebagai berikut:
Ukuran Perusahaan
menyatakan bahwa auditor lebih sering
mengeluarkan modifikasi opini audit going concern pada perusahaan yang lebih kecil. Hal
ini dimungkinkan sebab auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat
menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang
lebih kecil. menyatakan bahwa perusahaan besar lebih banyak
menawarkan fee audit yang tinggi daripada yang ditawarkan oleh perusahaan kecil, dalam
kaitannya ini auditor dapat meragukan pengeluaran opini audit going concern pada
perusahaan besar. Jadi, tingkat independensi auditor menjadi turun sebab adanya fee tinggi
yang ditawarkan perusahaan yang lebih besar. Namun, tidak semua auditor bertindak demikian.
mengatakan ketika sebuah Kantor
Akuntan Publik sudah memiliki reputasi yang baik, maka ia akan berusaha mempertahankan
reputasinya itu dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa merusak reputasinya ini ,
sehingga mereka akan selalu bersikap objektif terhadap pekerjaannya, apabila memang
perusahaan ini mengalami kerugian akan kelangsungan hidupnya maka opini yang akan
diterimanya adalah opini audit going concern, tanpa memandang apakah ukuran perusahaan
ini besar atau tidak. menemukan
bahwa ada hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan opini audit going
concern. Semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kecil kemungkinan menerima opini
audit going concern. Demikian pula pada penelitian
yang menemukan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan penerimaan
opini going concern.
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasar total aset yang dimiliki
perusahaan. Variabel ukuran perusahaan diukur melalui logaritma dari total aktiva perusahaan
. Aset menunjukkan aktiva yang dipakai untuk aktivitas
operasional perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin
menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan
Opinion Shopping
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor yang
mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai
tujuan pelaporan perusahaan. Perusahaan biasanya memakai pergantian auditor untuk
menghindari penerimaan opini going concern. Auditee yang di audit oleh KAP baru mungkin
lebih puas dengan beberapa pertimbangan. Pertama perusahaan cenderung untuk mengganti
auditor adalah bahwa mereka tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dari auditor
sebelumnya atau mereka mempunyai beberapa jenis perselisihan dengan auditor sebelumnya.
Oleh sebab itu, perusahaan mengganti auditor dalam tiga tahun yang lalu dengan harapan
akan mengalami suatu peningkatan dalam kepuasan klien. Kedua perikatan audit yang baru,
ada ketidakyakinan management klien terhadap kualitas pelayanan yang disediakan dari
KAP. Akibatnya, ada dorongan yang kuat dari KAP untuk memprioritaskan pelayanan klien
dalam tahun-tahun pertama setelah memperoleh klien baru Klienklien baru
mungkin mendapatkan perhatian khusus, dan mereka mungkin menikmati perspektif dan
pandangan yang berbeda yang diberikan oleh auditor baru.
. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan
dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan
bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Mutchler
(1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opinin audit
going concern, dengan memakai discriminant analysis yang memasukan tipe opini
audit tahun sebelumnnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi, yaitu 89,9%. Apabila
tahun sebelumnya perusahaan mendapat opini audit going concern, maka tahun berikutnya
kemungkinan auditor memberi opini audit going concern akan lebih besar
. Auditor Client Tenure
Auditor client tenure merupakan jumlah tahun dimana KAP melakukan perikatan audit
dengan auditee yang sama. Perikatan audit yang lama akan menjadikan auditor kehilangan
independensinya, sehingga kemungkinan untuk memberikan opini going concern akan sulit.
Untuk tetap menjaga independensinya beberapa Negara menetapkan peraturan mengenai
rotasi KAP. Cadburry Commitee (1992) di Inggris merekomendasikan rotasi terhadap auditor
yang mengaudit, bukan terhadap KAP. AICPA dan SEC mensyaratkan rotasi auditor setelah
9 tahun ,Di Indonesia peraturan mengharuskan adanya pergantian
Kantor Akuntan Publik 5 tahun dan auditor 3 tahun yang mengaudit sebuah perusahaan
secara berturut-turut.
. Reputasi Auditor
bahwa klien
biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan
yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas
yang lebih tinggi sebab auditor ini memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan
kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. menunjukkan bahwa kualitas auditor meningkat sejalan dengan besarnya Kantor
Akuntan Publik ini . mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit
akan mempertinggi skala Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien
dalam memilih Kantor Akuntan Publik. Ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas
auditor. Economies of scale KAP yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk
mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP ini .
menggolongkan reputasi Kantor
Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan non big six firms untuk melihat tingkat
independensi serta kecenderungan sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya
audit yang diterimanya. Mutchler (1986) dalam Fanny dan Saputra (2005) memakai
proksi skala Kantor Akuntan Publik untuk variabel reputasi Kantor Akuntan Publik untuk
melihat kecenderungan opini audit yang diberikan kepada perusahaan yang bermasalah.
berdasar penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering dipakai untuk
menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan memakai skala Kantor Akuntan
Publik. McKinley et al. (1985) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh
big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga nama besar ini , mereka
menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka.
. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pikir yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
.Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan manufaktur.
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going
concern pada perusahaan manufaktur.
H3 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan manufaktur.
H4 : Auditor client tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
H5 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
H6 : Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern
pada perusahaan manufaktur.
3. Metode Analisis
3.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif dipakai untuk menggambarkan variabel-variabel dalam
penelitian, yang mencakup nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum dan standar deviasi.
LLebih lanjut, analisis deskriptif ini tidak bertujuan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 1998).
3.2. Analisis Regresi Statistik Inferensial
Analisis satatistik inferensial dipakai untuk pengujian hipotesis yang diajukan.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini memakai analisis multivariate dengan
memakai regresi logistik (logistic-regresion), yang variabel bebasnya merupakan
kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Regresi logistik adalah regresi yang
dipakai untuk menguji sejauhmana probibalitas terjadinya variabel dependen dapat
diprediksi dengan variabel independen. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan
lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006). Regresi
logistik juga mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel dependen tidak memerlukan
homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya. Model regresi logistik yang
dipakai untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
H6 : Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan manufaktur.
3. Metode Analisis
. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif dipakai untuk menggambarkan variabel-variabel
dalam penelitian, yang mencakup nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum
dan standar deviasi. Lebih lanjut, analisis deskriptif ini tidak bertujuan untuk
pengujian hipotesis .
. Analisis Regresi Statistik Inferensial
Analisis satatistik inferensial dipakai untuk pengujian hipotesis yang
diajukan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini memakai analisis
multivariate dengan memakai regresi logistik (logistic-regresion), yang
variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal).
Regresi logistik adalah regresi yang dipakai untuk menguji sejauhmana
probibalitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel
independen. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji
normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006). Regresi
logistik juga mengabaikan heteroscedacity, artinya variabel dependen tidak
memerlukan homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya. Model
regresi logistik yang dipakai untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut:
GC = α + β1bankrupt − β 2 size + β 3PO − β 4 ACT − β 5OS + β 6REPUT
GC = opini going concern
α = konstanta
Bankrupt = prediksi kebangkrutan memakai revised Altman
Size = ukuran perusahaan
PO = opini tahun sebelumnya
ACT = auditor client tenure, jumlah tahun KAP yang sama mengaudit
auditee yang sama
OS = opinion shopping
REPUT = reputasi auditor
e = kesalahan residual
GC = opini going concern
a = konstanta
Bankrupt = prediksi kebangkrutan memakai revised Altman
Size = ukuran perusahaan
PO = opini tahun sebelumnya
ACT = auditor client tenure, jumlah tahun KAP yang sama mengaudit auditee yang
Objek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) periode 2006 sampai dengan 2009. Pemilihan sampel dalam penelitian
ini diambil dengan memakai metode purposive sampling, maka didapatlah sampel
sebanyak 28 perusahaan dengan periode penelitian selama 4 tahun sehingga data polling
sejumlah 112. Penentuan sampel dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Dari 28 perusahaan yang terpilih menjadi sampel penelitian ini dapat dipaparkan
pada Tabel 4.2 sesuai dengan nama perusahaan berikut kode listing di BEI berdasar urutan
alfabetis kode.
Statistik deskriptif berfungsi utuk mengetahui karakteristik sampel yang dipakai
dalam penelitian. Tabel 4.3 menampilkan hasil pengujian karakteristik deskriptif untuk
variabel independen dalam penelitian.
Hasil pengujian menunjukan jumlah sampel penelitian sebanyak 112, merupakan
perusahaan manufaktur yang listing di BEI selama periode 2006-2009 dan memenuhi kriteria
yang ditetapkan.
Variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan rasio prediksi model
Z score Altmant menunjukan bahwa nilai Z score minimum dihasilkan adalah sebesar -14,14
dimiliki oleh PT. Ades Waters Indonesia pada tahun 2006. sedangkan nilai Z score maksimum
adalah 24,38 sebesar yang dimiiki oleh PT. Sepatu Bata tahun 2008. Rata-rata Z score adalah
-0,00 yang menunjukan bahwa perusahaan dalam kondisi kebangkrutan.
Varibel ukuran perusahaan diproksikan dengan lntotal aktiva diperoleh nilai minimum
sebesar 10,87 dan nilai maksimum sebesar 13,60 Adapun nilai rata-rata (mean) dari variabel
ini sebesar 12,09 dengan standar deviasi sebesar 0,57.
Variabel auditor client tenure (ACT) menunjukan nilai terkecil (minimum) 1,00 dan
nilai terbesar (maximum) 6,00. Hal ini menunjukan bahwa 112 perusahaan yang diteliti
minimal KAP melakukan perikatan audit terhadap suatu perusahaan yaitu selama 1 tahun
dan maksimal selama 6 tahun. Adapun rata-rata (mean) KAP melakukan perikatan terhadap
perusahaan yaitu 3,33 tahun dengan standar deviasi 1,56.
Penilaian terhadap kualitas auditor (REPUT) diproksikan dengan perusahaan yang
memakai jasa auditor yang tergabung dalam big four. Nilai terkecil (minimum) sebesar
0, sedangkan nilai terbesarnya (maximum) 1,00. Sedangkan nilai rata-rata (mean) sebesar
0,44 dengan standar deviasi sebesar 0,498.
Pada variabel opini audit tahun sebelumnya (PO) diperoleh nilai terkecil (minimum)
sebesar 0,00. hal ini berarti 112 perusahaan nilai minimum untuk variabel opini audit tahun
sebelumnya diproksikan dengan perusahaan yang tidak memperoleh opini audit going
concern pada tahun sebelumnya (0). Sedangkan nilai terbesar (maximum) diproksikan dengan
perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya (1). Adapun
nilai rata-rata (mean) dari variabel ini asalah sebesar 0,06 dengan standar deviasi sebesar
0,243.
Pada variabel opinion shopping (OS) diperoleh nilai terkecil (minimum) sebesar 0,00.
Hal ini berarti dari 112 perusaaan nilai terkecil untuk variabel opinion shopping diproksikan
dengan perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Sedangkan nilai terbesar
(maximum) diproksikan dengan perusahaan yang melakukan pergantian auditor ketika
mendapatkan opini audit going concern. Adapunnilai rata-rata (mean) variabel ini adalah
0,13 dengan standar deviasi 0,33.
. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan memakai model regresi logistik.
Regresi logistik adalah regresi yang dipakai untuk menguji apakah probabilitas terjadinya
variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya (Ghozali, 2006). Regresi logistik
dipakai untuk menguji hubungan antara kondisi keuangan, opinion shopping, ukuran
perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, auditor client tenure dan reputasi auditor dengan
penerimaan opini audit going concern.
. Menguji Kelayakan Model Regresi
Analisi pertama yang dilakukan adalah menilaikelayakan regresi logistik dilakukan
dengan memakai Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test statistic. Jika nilai Hosmer
and lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau kurang dari 0,05, maka Ho ditolak,
yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara model dengan nilai observasinya.
Jika nilai Hosmer and lemeshow’s goodness of fit test lebih besar dari 0,05 maka Ho tidak
dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dengan kata lain
model dapat diterima sebab sesuai dengan data observasiny a
Tabel 4.4 menunjukan angka signifikan 0,621 yang berarti lebih besar dari 0,005
(>0,005). Hal ini menunjukan bahwa Ho tidak dapat ditolak (diterima), model regresi layak
dipakai .
.Pengujian Keseluruhan Model (overall model fit)
Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit). Pengujian
dilakukan untuk mengetahui apakah model fit dengan data baik sebelum maupun sesudah
dilakukan penambahan variabel independen kedalam model. Pengujian dilakukan dengan
membendingkan nilai antara -2 log likehood (-2LL) awal (Block 0 = Begining Block) dengan
nilai -2 Log Likelihood (-2LL) akhir (Block 1 : Method = Enter). Adaanya pengurangan
nilai antara -2LL. Awal dengan -2LL pada langkah berikutnya menunjukan bahwa model fit
dengan data (Ghozali, 2006).
Hipotesis untuk menilai model fit adalah sebagai berikut:
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data.
HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data.
Berikut ditampilkan hasil pengujian keseluruhan model baik sebelum maupun
sesudah dilakukan penambahan variabel independen :
Dari tabel 4.5 dan 4.6 diketahui bahwa nilai -2 LL awal adalah sebesar 91,866 dan nilai
-2 LL akhir adalah sebesar 37,393. Hal ini menunjukkan adanya pengurangan nilai -2LL awal
terhadap nilai -2LL tahap selanjutnya yang mengindikasikan bahwa model fit dengan data,
oleh sebab itu H0 diterima.
Koefisien determinasi dipakai untuk mengetahui seberapa besar variabilitas
variabel-variabel independen mampu memperjelas variabilitas variabel dependen. Besarnya
nilai koefesien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R
Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi
berganda (Ghozali, 2006). Nilai ini didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square
dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke R Square dapat dilihat pada tabel berikut:
Dilihat dari hasil output pengolahan data, nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,688
yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen
adalah sebesar 68,8%, sedangkan sisanya sebesar 31,2% dijelaskan oleh variabel-variabel lain
di luar model penelitian. Atau secara bersama-sama variasi variabel bebas (kondisi keuangan,
ukuran perusahaan, opinion shopping, auditor client tenure, opini audit sebelumnya dan
reputasi auditor) dapat menjelaskan variasi variabel going concern sebesar 68,8%.
. Matriks klasifikasi
Matriks klasifikasi menunjukan kekuatan prredikasi dari model regresi, untuk
mempredikasi penerimaan opini going concern pada perusahaan.
Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan
menerima opini audit going concern adalah sebesar 75,0%. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan memakai model regresi yang dipakai , terdapat sebanyak 12 laporan keuangan
yang diberi opini audit going concern dari total 16 laporan keuangan yang seharusnya diberi
opini audit going concern. Kekuatan prediksi model perusahaan yang tidak menerima opini
audit going concern adalah sebesar 97,9%, yang berarti bahwa dengan model regresi yang
dipakai ada sebanyak 94 laporan keuangan yang tidak diberi opini audit going concern
dari total 96 laporan keuangan yang seharusnya tidak diberi opini audit going concern.
.Menguji Koefisien Regresi
Pengujian koefisien regresi dapat diilakukan dengan regresi logistik yang
hasilnya terdapat pada tabel berikut
Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model berikut :
. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat tabel hasil uji
koefisien logistik pada kolom signifikan dibandingkan dengan nilai signifikansi (α) yang
dipakai , yaitu 0,05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05, maka HA diterima, jika
tingkat signifikan > 0,05, maka HA tidak dapat diterima.
H1
: Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh positif terhadap penerimaan opini
audit going concern pada perusahaan manufaktur
Kondisi keuangan pada tabel 4.9 menunjukkan koefisien negatif sebesar 0,842 dengan
tingkat signifikansi 0,004 dibawah tingkat signifikan penelitian sebesar 0,05. Artinya H1
berhasil diterima, dengan demikian kondisi keuangan berpengaruh terhadap penerimaan
opini audit going concern pada perusahaan.
H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
Ukuran perusahaan pada tabel 4.9 menunjukkan koefisien positif sebesar 0,536 dengan
tingkat signifikansi 0,493 yang berarti H2 ditolak. Dengan demikian ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
H3
: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini
audit going concern pada perusahaan manufaktur.
Opini audit tahun sebelumnya pada tabel 4.9 menunjukan koefisiensi positif sebesar
2,351 dengan tingkat signifikansi 0,028 yang berarti H3
diterima. Dengan demikian opini audi
sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
H4
: Auditor client tenure berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
Auditor client tenure pada tabel 4.9 menunjukan koefisien negatif sebesar 0,168 dengan
tingkat signifikansi 0,630 yang berarti H4
ditolak. Dengan demikian audit client tenure tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
H5 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern
Opinion shopping pada tabel 4.9 menunjukan koefisiensi positif sebesar 0,540 dengan
tingkat signifikansi 0,720 yang berarti H5
ditolak. Dengan demikian opinion shopping tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
H6 : Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going
concern pada perusahaan manufaktur.
Reputasi auditor pada tabel 4.9 menunjukan koefisien positif sebesar 0,379 dengan
tingkat signifikansi 0,755 yang berarti H6
ditolak. Dengan demikian reputasi auditor tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
4.3 Interpretasi Hasil
Penelitian ini merupakan studi mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
penerimaan opini audit going concern. Penelitian ini mengamati 6 variabel penelitian yaitu
kondisi keuangan perusahaan, ukuran perusahaan, opini audit sebelumnya, auditor client
tenure, opinion shopping dan reputasi auditor.
Ringkasan hasil pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Pengaruh Kondisi Keuangan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
berdasar hasil penelitian pada tabel 4.9 kondisi keuangan perusahaan berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini terlihat dari hasil uji regresi logistik
yang menunjukkan tingkat signifikansi 0,004 yang berada dibawah 0,05 (5%) dan arah
koefisiensinya negatif 0,842 . Dengan demikian, maka dalam penelitian ini hipotesis ke 1
diterima, yaitu kondisi keuangan berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern.
Hal ini menunjukkanbahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan maka semakin
kecil kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern. Seorang auditor
akan sangat memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dalam menerbitkan opini audit
going concern. Perusahaan yang tidak mempunyai permasalahan yang serius kemungkinan
besar tidak akan menerima opini audit going concern. Berbeda dengan perusahaan yang
mengalami permasalahan keuangan secara terus-menerus yang mengakibatkan nilai rasio Z
Score rendahsehingga akan berpeluang besar untuk menerima opini audit going concern.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang memproksikan kondisi
keuangan dengan 4 model prediksi kebangkrutan. Hasil ini juga selaras dengan penelitian
memakai model Z Score Revised Altman.
. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
Hasil pengujian atas variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan Log total
aset, pada tabel 4.9 menunjukkan koefisien regresi negatif sebesar 0,536 dengan tingkat
signifikansi 0,493 (lebih besar dari 5%). sebab tingkat signifikansi lebih besar dari α=5%
maka hipotesis ke 2 tidak berhasil didukung. Penelitian ini gagal membuktikan adanya
pengaruh ukuran perusahan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian
yang tidak
menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan. Namun,
tanda dari nilai koefisien regresinya telah sesuai dengan hipotesis yang diajukan (negatif).
Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini terjadi sebab pertumbuhan aktiva
tidak diikuti dengan kemampuan auditee untuk meningkatkan saldonya
. Pengaruh Opini Audit Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Going Concern
Berdasar hasil penelitian pada tabel 4.9 opini audit tahun sebelumnya (PO) cenderung
meningkatkan penerimaaan opini audit going concern. Pada tabel terlihat nilai signifikansinya
sebesar 0,028 lebih kecil dari 0,05 (5%) dan arah koefisiennya positif sebesar 2,351. Dengan
kata lain dalam penelitian ini hipotesis ke 3 yaitu opini audit sebelumnya berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa opini audit sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern. Auditor dalam memberikan opini audit
going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang diterima perusahaan
sebelumnya, mengingat untuk memperbaiki kinerja perusahaan dibutuhkan waktu yang
relatif lama. Temuan dalam penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ramadhany (2004) mengenai “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress
di BEI” yang menyatakan bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini senada dengan penelitian yang menemukan bukti bahwa
opini audit tahun sebelumnya signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern pada
periode berjalan.
. Pengaruh Auditor Client Tenure terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
Pada tabel 4.9 pengujian terhadap variabel auditor client tenure (ACT) menemukan
bukti empiris yang menunjukkan audit client tenure berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit audit going concern oleh auditor. Hal ini terlihat dari hasil uji regresi logistik yang
menunjukkan tingkat signifikansi 0,630 yang berada diatas 0,05 (5%) dan arah koefisiensinya
negatif. 0,168 Dengan demikian, maka dalam penelitian ini hipotesis ke 4 diterima, yaitu
auditor client tenure tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa auditor client tenure tidak mempengaruhi auditor
dalam memberikan opini audit going concern.
Walaupun suatu KAP melakukan perikatan audit dengan auditee yang sama dalam
jangka waktu yang cukup lama, tetapi hal itu tidak mempengaruhi auditor dalam memberikan
opini audit. sebab profesi auditor adalah profesi yang menjunjung tinggi nilai objektifitas
(Mulyadi, 2001), dan lamanya perikatan tidak mempengaruhi suatu auditor dalam memberikan
opini audit going concern kepada perusahaan yang memang benar-benar harus menerima
opini audit ini
. Pengaruh Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
Pada tabel 4.9 pengujian terhadap variabel opinion shopping menemukan bukti
empiris yang menunjukkan opinion shopping tidak berpengaruh terhadap penerimaan
opini audit audit going concern oleh auditor. Hal ini terlihat dari hasil uji regresi logistik
yang menunjukkan tingkat signifikansi 0,720 yang berada jauh diatas 0,05 (5%) dan arah
koefisiensinya negatif 0,540. Dengan demikian, maka dalam penelitian ini hipotesis ke 4
diterima, yaitu opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going
concern. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa opinion shopping tidak mempengaruhi
auditor dalam memberikan opini audit going concern.
Dalam januarti (2007) auditee yang menerima opini audit going concern tidak akan
melakukan pergantian auditor. Jadi auditee akan cenderung menerima opini audit going
concern apabila berganti auditor (tetap mempertahankan auditor)