Tampilkan postingan dengan label sengketa 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sengketa 1. Tampilkan semua postingan
Rabu, 13 September 2023
memakai prinsip wadī‘ah. Definisi Giro ialah tabungan dana yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaaan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan
pemindahbukuan. Dalam literatur fiqh, Ulama Mālikiyah, Syāfi‘iyah dan
Hanābilah (jumhur ulama) mendefinisikan wadī‘ah sebagai mewakilkan
orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu. Dasar hukum wadī‘ ah yaitu firman Allah dalam surat al-Nisā’ (4): 5 yang
bermaksud: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepadayang berhak menerimanya …” Dan sabda Nabi Muhammad s.a.w.
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Turmudhi dan al-Hākim
“Serahkanlah amanah orang yang mempercayai engkau, dan jangan
kamu mengkhianati orang yang mengkhianati engkau.“ berdasar
ayat dan hadith ini para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad
al-Wadī‘ah (tabungan) hukumnya boleh dan disunatkan, dalam rangka
saling menolong antara sesama manusia.
Wadī‘ah dalam pelaksanaannya di Bank Syariah, dilihat dari rukun
wadī‘ah, orang yang mengamanahkan (muwadi‘) yaitu nasabah, orang
yang diamanahkan barang (wādi‘) yaitu Bank. Objek yang diakadkan
(wadī‘ah ) yaitu sejumlah uang yang diberikan oleh muwādi‘ kepada
wādi‘.Sīghah ; Ījāb dan qabūl telah dilakukan pada saat pembukaan
akaun. Baik Bank (wādi‘) dan nasabah (muwadi‘) dinilai telah memenuhi
persyaratan pihak yang berakad seperti cakap hukum dan suka rela (ridā).
Objek yang disimpan juga yaitu milik mutlak si penitip atau suatu
barang yang mempunya identitas serta terukur. Sīghah , nasabah (muwadi‘)
jelas mengungkapkan niatnya untuk menyimpan uangnya sebagai giro
Wadī‘ahkepada Bank (wādi‘). Rukun dan syarat wadī‘ah ini sebagai mana
yang telah dijelaskan oleh Jumhur ulama fiqh mengatakan rukun alWadī‘ah ada tiga, yaitu: (a) orang yang berakad; (b) barang tabungan dan;
(c) Sīghah; ijāb dan qabūl, baik secara lafaz atau melalui tindakan. Syaratsyarat al-Wadī‘ahmenurut jumhur ulama, pihak-pihak yang melakukan
transaksi al-Wadī‘ah disyaratkan telah balig, berakal, dan cerdas karena
akad al-Wadī‘ah yaitu akad yang banyak mengandung risiko
penipuan. Syarat kedua akad al-Wadī‘ah yaitu bahwa barang tabungan
itu jelas dan boleh dikuasai (al-Qabḍ). Maksudnya, barang yang disimpan
itu boleh diketahui identitasnya dengan jelas dan boleh dikuasai untuk
dipelihara.Dalam kaitan dengan ini, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa
status al-Wadī‘ah di tangan orang yang menyimpan bersifat amanah,
bukan al-ḍamānah, sehingga seluruh kerusakan yang terjadi selama
penitipan barang tidak menjadi tanggungjawab orang yang diamanahkan,
kecuali kerusakan itu dilakukan secara sengaja atau atas kelalaian
orang yang diamanahkan. Namun para ulama fiqh juga membahas
kemungkinan perubahan sifat akad al-Wadī‘ah dari sifat amanah menjadi
sifat al-ḍamān (ganti rugi). Para ulama fiqh mengemukakan beberapa
kemungkinan tentang ini : a) barang itu tidak dipelihara oleh orang
yang menyimpan; b) barang tabungan itu disimpan oleh pihak kedua
kepada orang lain (pihak ketiga) yang bukan keluarga dekat dan bukan
pula menjadi tanggungjawabnya. c) barang tabungan itu dimanfaatkan
oleh orang yang diamanahkan. Dalam kaitan ini, para ulama fiqh sepakat
menyatakan bahwa jika orang diamanahkan barang itu memakai
barang tabungan dan sesudah itu barang ini lalu rusak,
maka orang yang diamanakan wajib membayar ganti rugi, sekalipun
kerusakan itu dipicu oleh faktor lain di luar kemampuannya.
Alasannya yaitu karena barang tabungan itu disimpan hanya untuk
dipelihara bukan untuk dipakai karena dengan memanfaatkan barang
tabungan al-Wadī‘ah boleh dianggap batal; d) orang yang diamanahkan
al-Wadī‘ah mengingkarinya. e) orang yang diamanahkan barang itu
mencampurkannya dengan harta pribadinya, sehingga sulit untuk
dipisahkan; f) orang yang diamanahkan melanggar syarat-syarat yang
telah ditentukan. g) barang tabungan dibawa berpergian (al-Safar).
Bank memberlakukan giro sebagai tabungan Wadī‘ahyad al-
ḍamānah artinya Bank bertanggungjawab dan sedia menanggung ganti
rugi atas uang yang dititipkan ini . Dana titipan ini dipakai oleh
Bank sebagai penerima tabungan selama dana ini mengendap
di Bank. Bank punya kewajiban untuk membayarnya setiap saat, jika
nasabah mengambil tabungan ini . Sebagai imbalan dari tabungan yang dimanfaatkan oleh Bank, nasabah menerima imbal jasa dari
pemanfaatan dana yang mengendap di Bank dalam bentuk bonus. Bonus
ini tidak boleh dijanjikan sebelumnya dan yaitu hak penuh Bank
untuk memberi nya atau tidak.
Produk penghimpunan dana, seperti Tabungan Ummat, Tabungan
Ummat Co-Branding, Tabungan Ummat Ukhuwah, Tabungan Ummat
B-Card di Bank Syariah, kesemua produk tabungan ini memakai
prinsip atau akad Wadī’ahyad al-ḍamānah. Definisi Tabungan ialah
tabungan dana pihak ketiga yang mana penyetoran dan pengeluarannya
dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Macam-macam jenis tabungan ini disesuaikan dengan jenis tabungan
yang diminati. Tabungan yang menerapkan prinsip akad wadīah mengikuti
prinsip-prinsip wadī‘ah yad al-ḍamānah seperti yang telah dijelaskan
diatas. Artinya tabungan ini tidak mendapatkan keuntungan karena ini
yaitu amanah dan dapat diambil kapan saja dengan memakai
buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM. Tabungan yang
berdasar akad wadī‘ah ini tidak mendapatkan keuntungan dari Bank
karena sifatnya amanah. Akan tetapi, Bank tidak dilarang jika ingin
memberi semacam bonus atau hadiah (ataya).
Tabungan Arafah, TabunganMuḍārabah , Tabungan fulinves,
Dana Pensiun kesemua produk ini memakai akad Muḍārabah
muṭlaqah, begitu juga produk Pensiun Khusus memakai akad muḍārabah
muqayyadah. Tabungan Arafah menerapkan akad muḍārabah mengikuti
prinsip-prinsip akad muḍārabah, antaranya sebagai berikut, pertama;
keuntungan dari dana yang dipakai mesti dibagi antara ṣāḥib
a-lm
āl(nasabah) dan muḍārib (Bank), kedua: adanya tempo masa
antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk
melakukan pensiun dengan pemutaran dana itu diperlukan waktu
yang cukup. TabunganMuḍārabah, Tabungan fulinves, Tabungan yaitu tabungan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu berdasar perjanjian nasabah penyimpan dengan
Bank. Bank menerapkan akad muḍārabah untuk dua jenis tabungan
di atas. Nasabah (deposan) bertindak sebagai ṣāḥib al-māl dan Bank
selaku muḍārib. Penerapan Muḍārabah terhadap tabungan dikarenakan
kesesuaian yang ada antara kedua-duanya. Misalnya seperti yang
dikemukakan di atas bahwa akad muḍārabah mensyaratkan adanya
tempo masa antara penyimpanan dan pengeluaran, agar dana itu dapat
diputarkan. Tempo masa ini yaitu salah satu sifat tabungan, bahkan
dalam tabungan ada pengaturan masa, seperti 30 hari, 90 hari dan
seterusnya. ProdukDana Pensiun pun memakai akad muḍārabah . Produk
Pensiun Khususmemakai akad muḍārabah muqayyadah, dana yang
disimpan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, sesuai dengan namanya
muḍārabah muqayyadah/specified muḍārabah yaitu terbalik dari
muḍārabah muṭlaqah.
Hukum muḍārabah dalam Islam dibolehkan, karena di dalamnya
ada unsur tolong menolong antara pakar dalam bisnis dan orang
yang ingin investasikan uangnya. Dasar hukum muḍārabahada dalam
Alquran surat al-Muzammil (73):20, yang bermaksud: “ ….Dan sebagian
mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah …” Dan berdasar hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Mājah, Nabi bersabda yang bermaksud: “Tiga
bentuk usaha yang mendapat berkah dari Allah, yaitu; menjualdengan
kredit, Muḍārabah , hasil keringat sendiri.
Sesuai dengan terminologi muḍārabah menurut ulama fiqh: “Pemilik
modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk
diperdagangkan, sedang keuntungan dagang itu menjadi milik
bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama”. jika terjadi
kerugian dalam perdagangan itu, kerugian ini ditanggung sepenuhnya
oleh pemilik modal. Begitu pula pelaksanaannya di Bank Syariah padaproduk Tabungan Arafah, SimpanMuḍārabah, Tabungan fulinves, Dana
Pensiunkesemua produk ini memakai akadmuḍārabah . Nasabah
penyimpan dana (ṣāḥib al-māl) menyerahkan sebentuk modal (uang)
tunai yang diketahui jumlahnya kepada Bank (muḍārib) untuk dikelola
(diusahakan/kerja). Biasanya nasabah dalam produk-produk ini memakai
akad muḍārabah muṭlaqah yang mana nasabah menyerahkan sepenuhnya
pengelolaan kepada Bank tanpa ikatan atau syarat tertentu dalam
pengelolaan dananya. Keuntungan kedua-dua belah pihak disepakati di
awal dalam bentuk persen. Sesuai syarat muḍārabah yaitu tempo masa
yang jelas, Bank dalam ini mengikut kepada peraturan perBankan
secara umum mengenai tabungan, tempo masa juga disesuaikan dengan
produk yang ditawarkan, tidak dapat dikeluar oleh pemilik dana sebelum
tanggal yang ditentukan dalam akad (tanggal jatuh tempo). Khusus untuk
produk pensiun khusus Bank memakai muḍārabah muqayyadah yang
mana nasabah (ṣāḥib al-māl) membatasi Bank dalam jenis usaha, masa
atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si ṣāḥib a-lmāl dalam memasuki jenis dunia usaha.
Pihak nasabah/muḍārib dan Bank/muḍārib dinilai memiliki kemampuan
untuk diwakili dan mewakilkan.
Dengan demikian aplikasi akad muḍārabah dalam produk-produk
ini di atas telah sesuai dengan rukun dan syarat sebagaimana yang
jumhur ulama nyatakan bahwa rukun muḍārabah terdiri dari orang yang
berakad, modal, keuntungan, kerja. Manakala syarat-syarat muḍārabah
ialah mesti bersesuaian dengan rukun yang dikemukakan jumhur ulama
diatas, yaitu: 1) yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi
mestilahlah orang yang cakap bertindak secara dan cakap diangkat
sebagai wakil, karena pada satu sisi, posisi orang yang akan mengelola
modal yaitu wakil dari pemilik modal. Itulah sebabnya, syarat-syarat
seorang wakil juga berlaku bagi pengelola modal dalam akad muḍārabah
; 2) yang terkait dengan modal, disyaratkan: (a) berbentuk uang; (b) jelas jumlahnya; (c) tunai, dan; (d) diserahkan sepenuhnya kepada pedagang/
pengelola modal. 3) yang terkait dengan keuntungan, disyaratkan
bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing
diambilkan dari keuntungan dagang itu, seperti setengah, sepertiga. Jika
pembagian tidak jelas dan jika disyaratkan kerugian ditanggung bersama,
menurut ulama Hanafiyah menjadi fāsid (rusak).
Antara produk pembiayaan Bank Syariah, memakai akad murābaḥah,
musyārakah, muḍārabah, akan diuraikan berikut ini :
(1) Pengadaan Barang Modal Kerja dengan Prinsip Murābaḥah.
Persetujuan Prinsip Pemberian Fasilitas al-Murābaḥah untuk PT.
A. oleh Bank Syariah pada prinsipnya dapat menyetujui permohonan
dimaksud, dengan kondisi dan persyaratan sebagai berikut :
Fasilitas al-Murābaḥah:
Plafond : Rp. 300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah)
Kegunaan : Pembelian peralatan kamera, laser, dan P.A System
Harga Beli : Rp 300,000,000.-
Harga jual : Rp. 335,209,600.-
Tempo Masa : 12 bulan
Biaya administrasi : Rp. 4,500,000.-
Media Pengeluaran : Media Penarikan SPRP, TTUN dan Surat Sanggup
Pembayaran : berdasar jadwal angsuran
Pengikatan : Notaris
Jaminan :
Untuk menjamin fasilitas al-Murābaḥah ini, PT.A. memberi
jaminan sebagai berikut:
(1) SHGB No. 5300 dan 5301 atas nama Tuan A, berupa sebidang tanah
dan bangunan, luas tanah 155m2dan luas bangunan 385 m2 terletak
di Rukan Taman Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
(2) FEO, atas Cessie tagihan penjualan program Sinetron dari PT. A.
Sinema kepada Stasiun TV, yang dilampiri dengan Standing Intruction.
Persyaratan:
(1) PT. A. Menyerahkan bukti pembelian peralatan dari PT. B.
(2) PT. A wajib mengunakan rekening gironya di Bank Berkenaan untuk
aktivitas keuangan perusahaan khususnya aktivitas produksi Sinetron
dan Film.
(3) PT. A akan lebih dahulu menawarkan kerjasama kepada Bank dalam
hal rencana Produksi Sinetron dan Film tanpa mengurangi hak Bank
untuk melakukan penilaian atas kelayakannya.
(4) Segala perjanjian dan pengikatan dilakukan oleh Notaris yang
ditunjuk oleh Bank .
(5) Setiap keterlambatan pembayaran angsuran, dikenakan denda
sebesar 0,0006 perharinya.
Biaya-biaya:
Biaya Administrasi : Rp. 4,500,000.-
Biaya Notaris : Rp. 1,250,000.-
Biaya Asuransi : Rp. 2,400,000.-
Tabel Angsuran:
Nama Nasabah : PT. A.
Harga Beli : Rp. 3000,000,000.-
Harga Jual : Rp. 335,209,600.-
Tempo Masa : 12 Bulan
Sebagaimana yang diketahui, juga diakui pihak Bank bahwa akad
jual beli secara Murābaḥah yaitu asas pada kebanyakan muamalah
perbankan Islam pada hari ini yang paling aktif dipakai dalam kegiatan
muamalah, karena keuntungan atau sekurang-kurangnya pulangan yang
akan didapati itu yaitu terjamin.
Rukun dan Syarat akad jual beli Murābaḥah dan pelaksanaanya di
Bank:
(1) ‘Āqidayni: pihak orang yang berakad. Bank (kreditur) berkedudukan sebagai penjual dan nasabah (debitor) sebagai pembeli. Kedua-dua
pihak, baik Bank maupun nasabah dianggap telah memenuhi kriteria
cakap hukum dalam bertransaksi antara lain: telah dewasa (berusia
minimum 21 tahun), sehat jasmani dan rohani. Nasabah dibenarkan
di bawah umur 21 tahun dengan catatan harus ada seorang wali yang
menyertainya.
(2) Ījāb dan qabūl. Dalam Bank biasanya qabūl (lafaz penerimaan) yang
dilakukan oleh nasabah sebagai pembeli wujud terlebih dahulu
dariĪjāb (lafaz penawaran) yang dilakukan Bank sebagai penjual. Qabūl
dari nasabah diungkapkan dengan lisan dan tulisan berbentuk “Surat
PermohonanMurābaḥah“ yang ditujukan kepada pihak Bank. Surat
permohonan ini biasanya disertai dengan syarat administrasi lainnya
seperti, gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian
dan rencana penggunaan dana, jumlah keperluan dana dan jangka
masa penggunaan dana. Legalitas usaha: identitas diri, akta pendirian
usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan
(license). Laporan Keuangan, seperti timbangan dan laporan rugi
laba, data persediaan terakhir, data penjualan dan fotocopy rekening
Bank. Konsep kerelaan yang menjadi unsur utama dalam ījāb dan
qabūl yang dimaksud ialah tidak dalam keadaan dipaksa /terpaksa /
di bawah tekanan. Konsep kerelaan terlihat, yang mana Bank terlebih
dahulu memberi “Surat Persetujuan Fasilitas Pembiayaan” yang
berisikan harga beli, harga jual, tabel angsuran, jaminan, dan sejumlah
persyaratan sebagaimana yang terlampir di atas. Surat persetujuan
ini masih dapat dinegosiasikan lebih lanjut, sehingga mencapai kata
sepakat dan memenuhi kerelaan kedua belah pihak yang berakad.
sesudah tercapai kata sepakat barulah pihak Bank membuat “Surat
Perjanjian Kontrak” yang diikat oleh notaris yang ditunjuk oleh pihak
Bank. “Surat Perjanjian Kontrak”ini berisikan jabaran lebih detail
tentang “Surat Persetujuan Fasilitas Pembiayaan” dan persyaratan
lainya yang berkaitan dengan kontrak murābaḥah. Penandatanganan
“Surat Perjanjian Kontrak” dihadiri dan ditandatangani oleh pihak
Bank, notaris, nasabah dan ahli waris yang akan dimintai tandatangan
berkenaan dengan surat agunan atau jaminan. Proses Ījāb dan qabūl antara pihak Bank dan nasabah biasanya diselesaikan antara 1 (satu)
minggu hingga 2 (dua) bulan. Ījāb dan qabūl yang ditandai dengan
penandatanganan kontrak ini, menimbulkan hak dan kewajiban atas
masing-masing pihak secara timbal balik.
(3) Barang dan Harga. Barang sebagaimana yang dipesan oleh nasabah
ialah termasuk barang yang tidak diharamkan, atau dengan
lain perkataan barang ini bermanfaat untuk membantu
memperlancar arus uang tunai (cash flow) jika nasabah penguna
dana memakai dananya untuk tujuan produktif, sebagaimana contoh
di atas. Dalam pelaksanaannya Bank menunjuk nasabah sebagai
wakilnya untuk membeli barang langsung kepada penjual yang
dipilih nasabah atau Bank sesudah nasabah mendapat pembiayaan
yang masuk melalui rekening gironya dari Bank. Jadi pihak Bank tidak
membeli barang ini dan mengirimnya secara langsung kepada
nasabah, tetapi nasabah itu sendiri yang menjadi wakil Bank untuk
membeli barang ini .
Berkaitan dengan harga, Bank dalam “Surat Persetujuan
FasilitasMurābaḥah“telah menjelaskan modal pembelian barang
(harga beli) berikut keuntungan yang diambil (harga jual) sebelum
disetujui oleh pembeli atau nasabah, dengan kata lain jual beli
mestilah disepakati mengenai harganya oleh kedua belah pihak.
Adapun Murābaḥah secara fiqh pembayarannya dapat dilakukan
secara tunai (naqdan)atau bithamanājil (tangguh tempo). Dalam
penerapannya di perBankan, Murābaḥah yang tunai (naqdan)
tidak ada, karena nasabah tidak akan datang ke Bank kecuali dia
mendapatkan kredit dan membayar secara angsuran dari pihak Bank.
Biasanya calon nasabah telah mengetahui harga barangnya secara
tunai. Bank akanmenentukan margin keuntungan yang diambilnya
dan lalu dengan menganalisis kemampuan nasabah membayar
kembali, Bank menentukan jangka masa pembayaran angsurannya.
Jika setuju, terjadilah akad kredit.
Dalam akad Murābaḥah di atas nampak penambahan syarat atau
pemasukan syarat-syarat dalam akad Murābaḥah antara lain: adanya biayabiaya yang dikenakan seperti biaya administrasi, asuransi serta notaris.
Selain itu juga Bank mewajibkan kepada nasabah untuk memberi
jaminan barang berharga atas pembiayaan yang diberikan. Bank juga
mengenakan denda kepada nasabah yang terlambat membayar.
Pembentukan sebuah akad yang ideal pada pandangan fiqh Islam
ialah akad penama yang memenuhi syarat-syaratnya. ini diperkuatkan
lagi oleh hadis ‘Ā’isyah yang melarang pengubahsuaian akad penama ini
melalui pintu syarat tambahan.Namun, dalam sejarah dan perkembangan
fiqh harus diakui bahwa akad penama dibenarkan, praktik ini terjadi
karena desakan pihak tertentu dalam warga Islam.Kebolehan
untuk mememasukkan syarat tambahan ini yaitu ada perselisihan
di kalangan ulama fiqh. Dua ekstrim dalam bentuk kebolehan ini ialah
membatasi kepada syarat-syarat tambahan yang dibenarkan oleh nash
syarak seperti yang difahami oleh golongan Hambali pada satu pihak
yang lain. Antara dua ekstrim ini yaitu pendapat kebanyakan ulama fiqh,
yaitu membenarkan syarat-syarat tambahan dalam akad jika syarat-syarat
ini selaras dengan maksud akad penama.Dalam perkembangan
moderen, undang-undang kontrak tidak menghiraukan larangan
ini . Suatu kontrak termasuk isi persetujuan (term and conditions)
dibenarkan dan diakui sekiranya dibuat melalui persetujuan bersama dan
tidak bertentangan dengan hukum dan dasar-dasar moral.
Dalam hal agunan (rahn), Islam mengakui pemberian agunan,
sebagaimana dalam kontrak hutang. Misalnya suatu harta yang bernilai
diletakkan untuk disimpan oleh pemberi hutang. Tujuannya yaitu
sebagai jaminan kepada jumlah hutang yang diberi. Sekiranya tempo
bayar baik hutang telah selesai dan si berhutang tidak mampu membayar,
pemegang harta tadi boleh dengan izin si berhutang menjual harta yang
diagunkan untuk menjelaskan jumlah hutang. Begitu pula dengan jual
beli yang melibatkan bayaran berangsur dan bertangguh. Penjual berhak
mensyaratkan kepada pembeli supaya mengemukakan suatu agunan.
Tujuannya supaya agunan ini dapat menjamin harga barang yang
masih belum dijelaskan. Sekiranya pembeli tidak mampu menjelaskan
harga barang yang dibeli, penjual boleh menuntut supaya agunan itu dijual
bagi menjelaskan harga barang yang gagal disempurnakan. Kesemuanya
ini yaitu jaminan yang diberikan oleh Islam kepada penjual, supaya
ada keyakinan dipihaknya untuk meneruskan aktivitas bisnis dalam
keadaan-keadan berisiko tinggi. Risiko tinggi di sini ialah kemungkinan
penjual tidak mendapat jumlah harga sepenuhnya, dipicu oleh sikap
pembeli yang tidak amanah. Agunan yang dikenakan kepada nasabah
oleh Bank sekitar antara 100%-120% kalau pun kurang dari itu, dapat
meminta jaminan kepercayaan kepada orang dengan memakai skim
kafālah.
Dalam hal denda atas terlambat membayar angsuran pinjaman
(khusus pada produk Murābaḥah saja), ini dibenarkan oleh sebagian
ulama, dan telah difatwakan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional). Denda
ini dikenakan jika nasabah ini mampu tetapi menunda
pembayaran, bukan dalam keadaan force majeur, sanksi ini atas
dasar ta’zir yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dan denda berupa
uang ini diperuntukkan untuk dana sosial.
(2) Pembiayaaan al-Muḍārabah
Persetujuan pemberian fasilitas pembiayaan muḍārabah kepada PT. A
untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan muḍārabah dari Bank, dengan
persyaratan sebagai berikut:
Fasilitas Muḍārabah :
Plafond : Rp.500,000,000.- (lima ratus juta rupiah)
Kegunaan : Produksi Sinetron “AD”
Objek Bagi hasil : Pendapatan yang diperoleh dari penjualan
Sinetron
Nisbah Bagi hasil : Nasabah (%) Bank Syariah
Bulan 1 : 96.15 3.85
Bulan III : 96.65 3.35
Bulan V : 97.25 2.75
Bulan VII : 97.65 2.35
Bulan IX : 98.25 1.75
Bulan X : 98.75 1.25
Tempo Masa : 10 bulan
Biaya Administrasi : 1 %
Media Penarikan : SPRP dan TTUN
Pembayaran : Sesuai tabel angsuran terlampir
Pengikatan : Notaris
Jaminan:
(1) Tanah luas 155 M2, dan Bangunan luas 85 M2 yang berlokasi di
Komplek R. –Jakarta Timur, Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) No.
5330 dan 5377 atas nama Tuan B
(2) Cessie atas tagihan penjualan sinetron dari PT A kepada RCTI, yang
dilampiri dengan Standing Instruction.
Persyaratan:
(1) PT. A harus menyerahkan Surat Perjanjian Asli dengan pihak PT RCTI
PT. A harus mengeluarkan Standing Instruction yang disetujui oleh
RCTI yang menerangkan bahwa pembayaran dari RCTI kepada PT. A
akan dipindahkan ke rekening PT. A di Bank .
(2) PT. A diwajibkan melakukan penutupan asuransi kebakaran untuk
Bpk. B
(3) PT. A akan memakai rekening gironya di Bank berkenan untuk
aktivitas keuangan perusahaan, khususnya aktivitas produksi sinetron
“AD”
(4) PT. A akan lebih dahulu menawarkan kerjasama kepada Bank dalam
hal rencana produksi lanjutan Sinetron “AD” maupun sinetron yang
lain tanpa mengurangi hak Bank untuk melakukan evaluasi (penilaian)
kelayakannya.
(5) Segala perjanjian dan pengikatan dilakukan oleh notaris yang ditunjuk
oleh Bank .
Biaya-biaya
Biaya Administrasi Rp. 5,000,000.-
Biaya Notaris Rp. 3,820,000.-
Biaya Asuransi Rp. 813,000.-
Tabel Droping dan Angsuran
A. Droping
Tabel 5.2 Droping Muḍārabah
Rekan kerjasama bisnis musyārakah, termasuk di dalamnya
kemitraan murābaḥah, pada awalnya dianggap sebagai tulang belakang
operasi perbankan syariah, namun dalam pelaksanaannya, jenis
pembiayaan bagi hasil hanya yaitu bagian kecil dari pembiayaan
yang diberikan oleh Bank-Bank Islam di seluruh dunia dengan beberapa
pengecualian.
Rukun dan syarat muḍārabah: serta aplikasinya dalam Bank Syariah:
(1) Orang yang berakad (‘Āqidayni), pihak-pihak yang dalam perjanjian
ini yaitu pemilik modal (ṣāhib al-māl) dan pengelola (muḍārib),
yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi. Orang yang
berakad haruslah orang yang cakap bertindak hukum, apalagi sebagai
pengelola uang, maka harus bertanggungjawab secara baik terhadap
modal ini . Kedua belah pihak yang berakad mestilah orang
dewasa minimum berumur 21 tahun, sehat jasmani dan rohani.
(2) Lafaz Ījāb (Penawaran) dan Qabūl (Penerimaan); Nasabah sebagai
pengelola (muḍārib) ialah pihak yang berinisiatif pertama kali untuk
menjadi pengelola, menerima (qabūl) dana dari pihak Bank. Nasabah
mengajukan keinginanya dengan ucapan lisan disertai permohonan
tertulis, Surat Permohonan muḍarabah dan syarat-syarat administrasi
lain seperti suatu perusahaan. Syarat administrasi ini akan
dianalisis oleh pihak Bank sebelum disetujui. sesudah disetujui oleh
pihak Bank, maka terbitlah “Surat Persetujuan Fasilitas Muḍārabah”
yang ditujukan untuk nasabah. Nasabah masih dapat bernegosiasi
dengan segala syarat-syarat yang diberikan pihak Bank, sebelum
penandatangan Surat Perjanjian Kontrak oleh kedua belah pihak,
disaksikan oleh notaris dan dihadiri oleh ahli waris. Unsur kerelaan
di sini wujud saat Bank memberi kesempatan kepada nasabah
untuk mempertimbangkan sekali lagi syarat–syarat dan ketentuan
lainnya sebagaimana yang terlampir dalam Surat Persetujuan Fasilitas
muḍārabah yang diberikan oleh Bank.
(3) Modal: modal yang diberikan Bank selalunya berupa uang, namun
tidak selamanya tunai, kadang kala juga diberikan secara berangsur
sesuai dengan permintaan nasabah yang akan memakai dana
ini . Dalam masalah nasabah mengambil modal secara berangsur
maka bagi hasil sesuai dengan dana yang diambil saja. Dalam Kontrak
juga tercantum nominal dana plafond dengan jelas yang akan
diberikan kepada nasabah. Modal yang dibiayai Bank yaitu 100 %
dari keseluruhan proyek nasabah.
(4) Keuntungan: Pembagian keuntungan ini jelas persentasenya
(nisbah) diketahui secara eksplisit sewaktu berkontrak dan penentuan
besar nisbah masing-masing pihak dilihat dari modal Bank,
keuntungan Nasabah dan Margin Bank saat itu. Bagian keuntungan
proporsional dari setiap pihak ini sebagai persentasi dari keuntungan.
Bankakan menanggung segala kerugian kecuali kerugian ini
dipicu karena kelalaian muḍārib atau nasabah. Jadwal dan waktu
pembagian hasil (keuntungan) yang diberikan nasabah kepada Bank,
disesuaikan dengan perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah
dari usahanya. Demikian pula pengembalian pokok dana ini
disesuaikan dengan perkiraan keuntungannya.
(5) Pekerjaan: kontribusi yang disediakan pengelola (nasabah) sebagai
ganti untuk modal yang disediakan oleh penyedia dana (Bank).
Pekerjaan ini yaitu yang menjadi objek bagi hasil. Seperti contoh
kontrak muḍārabah di atas yang menjadi objek bagi hasil ialah
pendapatan yang diperoleh dari penjualan Sinetron. Pelaksanaannya,
Bank tidak mencampuri pengurusan nasabah yang memperoleh
pembiayaan muḍārabah. Campur tangan dalam pengurusan usaha
nasabah biasanya dilakukan Bank, saat nasabah mengalami
kemerosotan dalam membayar atau menyimpan bagi hasilnya
kepada pihak Bank. Usaha yang dilakukan pengelola di atas dinilai
tidak menyalahi aturan dan ketentuan syariah. Pihak pengelola harus
mematuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank, jika syarat-syarat
itu tidak bertentangan dengan apa-apa yang ada dalam kontrak
muḍārabah..
Sebagaimana kontrakmurābahah, dalam kontrak muḍārabah
pihak Bank meminta jaminan dan mengajukan beberapa persyaratan
dan biaya administrasi, namun tidak mengenakan denda terlambat
membayar pokok angsuran dan tabungan bagi hasil. ini karena
kontrak muḍārabah bukan yaitu perjanjian hutang-piutang, tetapi
yaitu perjanjian kerja sama mengenai usaha bersama.
(3) Pembiayaan al-Musyārakah
Persetujuan Pemberian Fasilitas Pembiayaan al-Musyārakahatas
nama Perusahaan Pegadaian melalui Dirut (direktur utama), Bapak A.
Fasilitas al-Musyārakah:
Plafond : Rp. 150,000,000.-
Kegunaan : Modal kerja 2 Unit Usaha Pegadai
Syariah
Objek bagi hasil : Pendapatan Jasa Simpan Emas dan
bukan Emas Unit usaha Pegadaian
Syariah.
Modal Perum Pegadaian : Rp.660,000,000.-
Nisbah Bagi hasil : Bank : Perum Pegadaian 45.5% : 54%
(ditinjau kembali setiap 6 bulan)
Cara pembayaran : Bulanan
Keterangan : Nisbah tidak termasuk pembayaran
pokok
Tempo Masa : 12 (dua belas) Bulan
Biaya Administrasi : Rp. 7,500,000.- (proposional sesuai
realisasi dropping)
Media Penarikan : Surat Permohonan Realisasi
Pembiayaan dan TTUN
Pengikatan : Notaris
Jaminan
Jaminan atas Fasilitas ini, yaitu sbb :
Cessie piutang nasabah Unit Usaha Pegadaian Syariah
Persyaratan
(1) Dropping fasilitas pembiayaan ini dipakai untuk modal kerja unit
Pegadaian syariah
(2) 1 (satu) unit Pegadaian Syariah harus resmi beroperasi maksimal 2 bulan sesudah penandatangan Offering Letter, dan Unit Pegadaian
Syariah berikutnya resmi beroperasi selambat-lambatnya 3 bulan
sesudah Unit yang pertama beroperasi.
(3) Perusahaan pegadaian wajib menyerahkan bukti Tanda Terima Uang
Nasabah (TTUN) yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang.
(4) Segala transaksi yang berkaitan dengan pembiayaan ini wajib
disalurkan melalui Bank.
(5) Barang-barang yang yaitu objek gadai diasuransikan dengan
Banker’s Clause.
(6) jika kerugian usaha ditimbulkan akibat kelalaian Perusahaan
Pegadaian maka kerugian ini menjadi tangungjawab Perusahaan
Pegadaian.
(7) Perusahaan Pegadaian diwajibkan menyerahkan :
Laporan realisasi (bulanan):
(i) Penyaluran rahn kepada nasabah
(ii) Pendapatan jasa simpan
(iii) Kondisi dan kualitas rahn kepada nasabah
(iv) Posisi outstanding
- Laporan keuangan in-house secara lengkap per 3 bulan dari Unit
Usaha Pegadaian Syariah yang mendapat pembiayaan dari Bank
(1) Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan fasilitas pembiayaan ini
dibayar oleh Perusahaan Pegadaian
(2) Bank berhak melakukan auditing pada Unit Pegadaian Syariah
maupun dengan menunjuk auditor independent (bebas)
(3) jika terjadi perubahan pengurusan pada Perum Pegadaian, mesti
diberitahu kepada Bank
(4) Perusahaan Pegadaian wajib memakai jasa layanan perbankan
dan sumber dana dari Bank untuk mendukung Gadai Syariah (rahn) kecuali jika Bank tidak dapat menyediakan jasa layanan dan
sumber dana yang diputuskan oleh Perusahaan Pegadaian.
(5) Setiap 6 bulan dilakukan peninjauan ulang atas nisbah bagi hasil yang
disepakati kedua belah pihak.
(6) Pembiayaan ini tunduk dan terikat pada perjanjian kerjasama
Perusahaan Pegadaian dan Bank
Rukun dan Syarat Musyārakah serta aplikasinya pada Bank:
(1) Pihak yang berkontrak (āqidayni): Pihak yang berakad, perwakilan
Bank dan nasabah sama-sama cakap hukum. Bank dan Nasabah
yaitu rekan kerja, keduanya sama-sama menjadi wakil dalam
pengelolaan harta.
(2) Ījāb dan qabūl (ṣīghah): Sebagaimana Ījāb dan qabūl yang dilakukan
pada akad muḍārabah dan murābaḥah, di Bank, prosudur permohonan
atau kesediaan (qabūl) nasabah untuk mendapatkan pembiayaan
atau modal hampir sama. Selain ini , perlu memperhatikan
unsur kerelaan dalam sebuah kontrak, yakni dengan memberi
tempo kepada nasabah untuk meninjau ulang segala persyaratan
yang diajukan pihak Bank kepada nasabah, sebelum Surat Perjanjian
Kontrak disetujui dan ditandatangani kedua belah pihak.
(3) Objek kesepakatan (modal dan kerja). Modal yang diberikan
Bank kepada nasabah tidak selamanya tunai, bergantung dengan
permintaan dari nasabah yang akanmengelola dana ini .
Modal yang diberikan selalu berbentuk uang. Sebagaimana yang
tercantum di atas, yang menjadi modal pihak Bank ialah sebesar Rp.
1,550,000,000.- ( Plafond ), Sebagaimana tafsiran barang modal dalam
akad berarti objek ataupun proyek yang akan dibiayai oleh ketentuan
dalam perjanjian ini, yaitu modal kerja 2 (dua) unit usaha Pegadaian
Syariah. Modal pihak nasabah Perusahaan Pegadaian Syariah Rp.
660,000,000.-. Kerja, penglibatan para rekan kerja dalam pekerjaan
Musyārakah yaitu sebuah undang-undang dasar, Bank mempunyai
kewenangan pada unit Pegadaian Syariah maupun dengan menunjuk
auditor independen.Syarat-syarat lainnya: Keuntungan yang diperoleh nanti dari hasil
usaha mesti diketahui dengan jelas, dan disepakati diawal perjanjian.
Nisbah bagi hasil pihak Bank 4.5 %, Perusahaan Pegadaian 54.5%.
Tempo masa pembayaran dan cara pembayaran atau pemberian bagi
hasil dari nasabah ke Bank yaitu disesuaikan berdasar karakter
usaha pengelola (nasabah), biasanya nasabah diminta untuk membayar
saat jatuh tempo dan dimasukkan ke rekeningnya di Bank. Bagi hasil ini
diperoleh dari usaha bersih dari pendapatan jasa simpan emas dan bukan
emas unit usaha pegadaian syariah sesudah dikurangi dengan pajak (jika
ada), biaya-biaya dan zakat sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh
para pihak. Segala kerugian yang terjadi akibat kelalaian, kecurangan atau
kerugian yang yaitu tindakan kesengajaan atas Pengelolaan Barang
Modal harus ditangung oleh Bank kecuali yang diakibatkan oleh keadaan
kahar (force majeure) maka akan ditanggung bersama oleh para pihak
secara proposional sesuai dengan komposisi nisbah .
Pada produk pembiayaan, Bank memakai akad-akad muamalah
Islam antara lain :1) bay‘ murābaḥah 2) muḍārabah, 3) musyārakah .
Dalam praktek pembiayaan dengan memakai konsep syariah ini
diatas Bank, telah memperhatikan Teori Akad (kontrak) ke-Islaman seperti:
1. Asas-asas kontrak yang berazaskan kebebasan (al-ḥurriyah), kesetaraan
atau kesamaan (al-musāwamah), keadilan (al-‘adl), kerelaan (al-riḍā),
kejujuran (al-ṣidq), tertulis (al-kitābah). 2. Unsur-unsur kontrak (rukun
dan syarat) sebagaimana yang dijelaskan oleh mayoritas ulama .Pertama
:ṣīghah (formula) ījāb dan qabūl yang diwujudkan dengan lisan, tulisan,
namun dengan wujudṣīghah dengan isyarat tidak terjadi pada Bank.
Syarat dalam ījāb dan qabūl itu sendiri ialah jelas menunjukkan maksud
kedua belah pihak, selaras, juga muttasil (menyambung, connected), satu
majelis akad meski bukan fisik yang terpenting ialah pihak yang berakad
menumpukan perhatiannya kepada kontrak. Kedua: ‘āqidayni: pihak yang
berakad atau pelaku kontrak, disyaratkan harus mukalaf (akil baligh, berakal, dewasa , cakap hukum). Mengenai batasan umur pelaku untuk
keabsahan kontrak diserahkan kepada ‘urf atau peraturan perundangan
yang tentunya dapat menjamin kemaslahatan para pihak. Ketiga: ma’qūd
‘alayh, sesuatu yang menjadi objek kontrak harus memenuhi 4 syarat
, objek harus sudah ada secara kongkrit saat kontrak dilangsungkan
atau diperkirakan akan ada pada masa akan datang, barang yaitu
objek kontrak yang sah, harta yang dimiliki serta halal dimanfaatkan,
dapat diserahkan walau tidak diserahkan sesaat , mu‘ayyan jelas, dapat
ditentukan dan diketahui oleh kedua belah pihak. Keempat: Mauḍū’ al-
‘aqd atau akibat hukum kontrak yaitu salah satu bagian penting
yang mesti ada pada setiap kontrak, akibat hukum setiap kontrak berbedabeda, seperti dalam kontrak jual beli, akibat hukumnya ialah pemindahan
pemilikan benda dengan imbalan.
Sesuai dengan teori akad muamalah Islam, akad atau kontrak yang
sah (ṣaḥīḥ) yaitu jika kontrak ini telah memenuhi rukun dan syarat
kontrak, akad yang sah mempunyai akibat hukum yang mengikat bagi
para pihak yang melakukan. Bank senantiasa berusaha mengaplikasikan
dalam produk pembiayaannya seperti bay‘ murābaḥah, muḍārabah,
musyārakah sesuai dengan rukun dan syarat kontrak masing-masing,
supaya kontrak-kontrak ini memenuhi kategori kontrak yang ṣāḥīḥ.
Dalam akad murāaḥah, muḍārabah, musyārakah di Bank ada
penambahan syarat-syarat dalam akad antara lain: adanya biayabiaya yang dikenakan seperti biaya administrasi, asuransi serta notaris.
Selain itu juga Bank mewajibkan kepada nasabah untuk memberi
jaminan barang berharga atas pembiayaan yang diberikan. Bank
juga mengenakan denda kepada nasabah yang terlambat membayar
angsuran. Selain penambahan syarat, agunan (rahn) juga diminta pihak
Bank kepada nasabah. Dalam penambahan syarat , kebanyakan ulama
fiqh, membenarkan syarat-syarat tambahan dalam akad jika syarat-syarat ini selaras dengan maksud akad penama. Dalam perkembangan
moderen, hukum kontrak tidak menghiraukan larangan ini .Suatu
kontrak termasuk isi persetujuan (term and conditions) dibenarkan
dan diakui sekiranya dibuat melalui persetujuan bersama dan tidak
bertentangan dengan hukum dan dasar-dasar moral. Dalam hal agunan
(rahn), Islam mengakui pemberian agunan, sebagaimana dalam kontrak
hutang, begitu pula dengan jual beli yang melibatkan bayaran berangsur
dan bertangguh. Penjual berhak mensyaratkan kepada pembeli supaya
mengemukakan suatu agunan. Tujuannya supaya agunan ini dapat
menjamin harga barang yang masih belum dijelaskan. Sekiranya pembeli
tidak mampu melunaskan harga barang yang dibeli, penjual boleh
menuntut supaya agunan itu dijual untuk menganti harga barang yang
gagal disempurnakan.Kesemuanya ini yaitu jaminan yang diberikan
oleh Islam kepada penjual, supaya ada keyakinan dipihaknya untuk
meneruskan aktivitas bisnis pada keadaan-keadan berisiko tinggi.Risiko
tinggi di sini ialah kemungkinan penjual tidak mendapat jumlah harga
sepenuhnya, dipicu oleh sikap pembeli yang tidak amanah. Agunan
yang dikenakan kepada nasabah oleh Bank berkisar antara 100%-120%
kalau pun kurang dari jumlah itu, dapat meminta jaminan kepercayaan
kepada orang dengan memakai skim kafālah.
Kontrak bay‘ bithamanājil, dalam perbankan syariah banyak yang
telah meniadakannya lagi, karena dianggap hampir sama dengan
produk murābaḥah dalam pelaksanaannya, murābaḥah secara fiqh
pembayarannya dapat dilakukan lewat naqdan (tunai) atau bithaman ājil
(tangguh tempo). Dalam penerapannya di perbankan, murābaḥahyang
naqdan tidak ada. Yang ada yaitu murābaḥah yang pembayarannya
diangsurkan. Jadi, sebenarnya produk pembiayaan murābaḥah secara
fiqh yaitu murābaḥah yang bay‘ bithamanājil. Sebenarnya, secara fiqh
kedua-dua produk ini sama saja. Kalau tidak dihapuskan dirasa ada
pembaziran dalam penggunaan produk. Untuk Kontrak Salam sangat jarang sekali dipakai oleh nasabah, sekalipun Bank telah menyediakan
skim ini .
Pihak yang menjadi nasabah dalam kegiatan penyaluran dana antara
lain yaitu perorangan, perusahaan, koperasi dan yayasan. Tempo masa
proses akad diselesaikan biasanya antara satu hingga dua minggu. Dalam
Perjanjian (kontrak) ini , ada klausula penyelesaian sengketa
diselesaikan oleh BASYARNAS.
Produk jasa Bank yang memakai akad Wakālah, Ujrah, Ḥawālah,
Kafālah, Qardh,Rahn, Wadī‘ah Amānah, Sarf,
Surat Kredit (LC): Instrumen surat kredit yang diterbitkan oleh Bank
akan membantu memperlancar transaksi perdagangan (eksport-import)
antara negara karena surat kredit berperan sebagai penghubung,
pengambilalihan risiko bagi masing-masing pihak terkait sehingga
mereka. Pindahan: Pindahan dapat dilakukan di dalam maupun luar negeri.
Transaksi uang antara Bank baik dalam negeri maupun luar negeri untuk
kepentingan nasabah maupun pihak Bank sendiri. Inkaso: Inkaso yaitu
proses penagihan warkat-warkat Bank yang dilakukan oleh Bank-Bank yang berada di luar wilayah kliring untuk penyelesaian transaksi antara
nasabah mereka. Pembayaran Gaji: yaitu jasa yang disediakan
untuk memberi kemudahan kepada perusahaan atau institusi lainnya
dalam membayar gaji kepada pekerjanya.
Produk LC, Pindahan, Inkaso, Pembayaran Gaji memakai akad
wakālah , Rukun wakālah , a) Bank bertindak sebagai pihak yang mewakili
(wakil), b) Nasabah pihak yang mewakilkan (muwakil), c) Objek/urusan/
tugas yang diserahkan (taukīl) yaitu LC, Pindahan, Inkaso, Pembayaran
Gaji, d) adanya akad (kesepakatan) kedua belah pihak.
Dalam akad ini boleh juga dicantumkan kesepakatan tentang
bentuk, jenis dan masa pelaksanaan tugas yang diwakili, sehingga dalam
ini dapat saja ditentukan besarnya upah (fee) atas pelaksanaan
tugas oleh pihak yang mewakili (wakil) sehubungan dengan permintaan
dari pihak yang mewakilkan (muwakkil). jika pihak Bank telah
menjalankan instruksi ini sesuai dengan batas-batas umum dan
prinsip perbankan yang berlaku, maka jika penagihan tidak berhasil,
atau pengiriman uang tidak sampai kepada pihak penerima, maka pihak
Bank tidak dapat dituntut tanggung jawabnya. Namun biasanya pihak
Bank akan membantu secara moral untuk menelusuri permasalahannya
sehingga diperoleh informasi yang tepat dan memuaskan nasabah. Untuk
itu nasabah akan dikenakan biaya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan
oleh Bank dalam menelusuri permasalahan yang timbul atas pelaksanaan.
Anjak Piutang perpindahan piutang nasabah ke Bank. Nasabah
meminta Bank membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul baik
dari jual beli maupun transaksi lainnya yang halal. Atas bantuan Bank
untuk menjelaskan hutang nasabah terlebih dahulu, Bank dapat meminta
jasa pada nasabah, yang besarnya dengan mempertimbangkan faktor
risiko bila hutang ini tidak tertagih.Anjak piutang memakai akad Hawālah, dengan memperhatikan
rukun dan syarat, yang memindahkan piutang (muhal), nasabah yang
berpiutang (muhil), ada yang menerima perpindahan piutang Bank (muhal
‘alayh), bukti-bukti hutang piutang antara muhaldan muhil, perjanjian
antara nasabah dan Bank. Jumlah piutang yang akan dipindahkan jelas
jumlahnya. Perpindahan piutang diketahui dan disepakati oleh muhil dan
Bank, jangka waktu penagihan piutang disepakati antara muhil dan Bank.
Jaminan Bank : Jaminan Bank yaitu surat jaminan yang diterbitkan
oleh Bank untuk menjamin pihak ketiga atas permintaan nasabah
sehubungan dengan transaksi ataupun kontrak yang telah mereka
sepakati sebelumnya. Pemberian jaminan ini pada umumnya disyaratkan
oleh pihak ketiga terhadap rekan kerjanya, yang bertujuan untuk
mendapatkan kepastian dilaksanakannya isi kontrak sesuai yang telah
disepakati. jika terjadi ingkar janji oleh rakan kerjanya, berdasar
surat jaminan Bank (Bank garansi).
Jaminan Bank memakai akad kafālah, rukun dan syarat umum
kafālah: kontrak/perjanjian, batas waktu yang jelas, pihak yang dijamin
(nasabah), pihak yang terjamin (pemilik proyek), pihak yang menjamin
(Bank), klausula-klausula pengajuan klaim, batas waktu pengajuan klaim.
Kafālah yang diberikan oleh Bank sangat mendukung transaksi
bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait, karena dapat memberi
rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis maupun proyek-proyek
yang sedang mereka kerjakan sehingga proyek-proyek ini dapat
diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah disetujui. Secara umum
dapat disimpulkan bahwa kafālah memberi manfaat bagi : Pihak yang
dijamin (nasabah), bahwa dengan kafālah yang diberikan oleh Bank,
nasabah dapat mendapatkan/mengerjakan proyek dari pihak ketiga,
karena biasanya pemilik proyek menentukan syarat-syarat tertentu dalam
mengerjakan proyek yang mereka miliki. Pihak yang terjamin (pemilik proyek), bahwa dengan kafālah yang diberikan oleh Bank, pemilik proyek
mendapat jaminan bahwa proyek yang akan dikerjakan oleh nasabah tadi
akan diselesaikan sesuai dengan tempo masa yang telah ditentukan,
karena kafālah yaitu pengambilalihan risiko oleh Bank apabila
nasabah ingkar janji melaksanakan kewajibannya. Pihak menjamin (Bank),
bahwa dengan kafālah yang diterbitkan olah Bank, maka pihak Bank
akan memperoleh bayaran yang diperhitungkan dari nilai dan risiko yang
ditanggung oleh Bank atas kafālah yang diberikan.
Dana Talangan: Produk perBankan ini untuk nasabah yang
memerlukan dana untuk keperluan mendesak dengan kriteria tertentu
dan bukan untuk tujuan konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan
dalam tempo masa tertentu dan dapat dikembalikan sekaligus atau
diansur.
Dana Talangan memakai akad qardh, rukun qardh serta
syaratnya: Peminjam (Nasabah), Pemberi pinjaman (Bank), dana (qardh),
serah terima (‚ijābqabūl). Dana yang dipakai ada manfaatnya,
kesepakatan kedua belah pihak. qardh dikategorikan dalam ‘aqd tatawu
atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial. Jadi
qardh yaitu semata-mata produk Bank yang ada dalam fungsinya untuk
menjalankan kegiatan sosial.
Gadai : Rahn dipakai sebagai alternatif pegadaian, yang bersifat
membantu nasabah dalam keperluan yang mendesak. Nasabah
menyerahkan barang yang akan digadaikan pada Bank. Spesifikasi
“barang“ ditetapkan dalam kebijakan internal Bank. Begitu pula dengan
tempo masa gadai. Sementara Bank hanya mengenakan biaya administrasi
satu kali diawal permohonan.
Rukun dan syarat gadai, rahin (nasabah) menyerahkan barang
(marhūn) untuk digadaikan, Murtahin (Bank) membayar pada nasabah.
Pada saat jatuh tempo nasabah menebus barang yang digadaikan atau hutangnya (marhūn bih), ada akad ‚ijābqabūl antara keduaduanya. Nasabah memenuhi syarat cakap hukum, nasabah mampu
mengembalikan pinjaman, barang yang digadaikan bebas dari ikatan/
syarat tertentu, barang yang digadaikan jelas milik nasabah.
Deposit Box: yaitu jasa penyimpanan (wadī‘ah) yang
mana Bank hanya menyediakan fasilitas simpanan, mengatur sistem
administrasi untuk masuk dan ke luar ruang fasilitas, sedang kunci
diserahkan kepada nasabah sehingga Bank tidak dapat akses mengetahui
isi dari simpanan ini . Bank akan membebankan bayaran kepada
nasabah atas penggunaan fasilitas kotak simpanan ini dan sekaligus
bertanggungjawab atas pengamanan ruangan berikut fasilitasnya.
Kotak simpanan memakai akad Wadī‘ah al-Amānah, rukun syaratnya:
pihak yang menyimpan (nasabah), pihak yang menerima simpanan
(Bank), objek/barang yang disimpan, kesepakatan (akad). Sesuai dengan
prinsip Wadī‘ahal-Amānah, barang yang disimpan kepada Bank tidak
diperkenankan untuk dimanfaatkan atau dikelola, karena kontrak atau
akadnya yaitu simpanan murni, dan simpanan ini akan diambil
kembali oleh nasabah sebagaimana kondisi bentuk dan kriteria semula
pada saat disimpan. Atas pemberian jasa simpanan ini Bank mendapat
upah (fee) sebagai balas jasa atas usaha menjaga barang ini .
Jual-beli Mata Uang Asing: yaitu transaksi pertukaran baik
antara emas dan perak maupun pertukaran mata uang asing dengan
domestik dan sebaliknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jual-beli uang
asing (ṣarf) yaitu jasa yang diberikan oleh Bank kepada nasabahnya
untuk melakukan transaksi mata uang asing menurut prinsip-prinsip ṣarf
yang dibenarkan secara syariah.
Jual beli mata uang asing ini memakai akad ṣarf, dalam transaksi
pertukaran atau jual beli ini mengacu kepada prinsip-prinsip rukun
dan syarat; Transaksi tunai, Akad, Objek atau barang yang dijual belikan, pihak yang berakad (penjual dan pembeli), jika yang ditukarkan ini
yaitu mata uang yang sama, maka jumlah atau kuantitasnya mesti sama
juga.
Di Bank jual beli mata uang asing hanya dilakukan untuk keperluan
dan pemenuhan regulasi yang disyaratkan oleh Bank Sentral atau Bank
Indonesia. Transaksi jual beli mata uang asing tidak untuk keperluan
spekulasi dan sejenisnya, yang mana pada umumnya bertujuan untuk
melipatgandakan uang tanpa memahami arti, fungsi dan peranan uang
dalam kaedah ekonomi Islam.
5.2.2. Format Akad/Kontrak Pembiayaan
(1) Format akad Murābaḥah, Perjanjian Pembiayaan Murābaḥah
Dalam perjanjian pembiayaan al-Murābaḥah , mengacu kepada
rukun dan syarat akad murābaḥah ditambah dengan peraturan
mengikut kebijakan Bank dan peraturan perikatan/kontrak dengan
memperhatikan prinsip keadilan bagi kedua belah pihak, akad ini
bertujuan untuk menjaga kepentingan kedua dalam berakad.
Format akad memuat antara lain: Menjelaskan pihak-pihak
yang berakad: Bank dan nasabah, kedua belah pihak dinilai cakap
hukum dan ridha dalam bertransaksi. Mengenai Objek akad, dalam
format akad dijelaskan di salah satu pasalnya mengenai penggunaan
pembiayaan, nasabah mesti memakai fasilitas pembiayaan
untuk membeli barang-barang dengan harga sebagaimana dijelaskan
dalam lampiran yang berasal dari distributor/pemilik barang yang
telah dipilih dan ditunjuk oleh nasabah yang telah dikuasakan oleh
Bank untuk membeli barang-barang ini , untuk kepentingan
dan atas nama nasabah. Jika fasilitas pembiayaan akan dipakai
untuk kepentingan lain, maka harus mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Bank. Nominal fasilitas pembiayaan murābaḥah
dan Pembayaran dan tempo masa fasilitas pembiayaan, jumlah pokok
yang diterima atau yang dibayar ditambah margin keuntungan jual
beli yang ditetapkan oleh Bank. Sebelum format akad ini dibuat
telah disepakati terlebih dahulu antara nasabah dan Bank akan
bertransaksi murābaḥah dengan‚ijāb qabūl dilakukan baik dengan
lisan maupun tulisan antara keduanya. Dibuatnya format akad ini
biasanya supaya kontrak yang telah dibuat mempunyai pengesahan
atau mempunyai kekuatan hukum dalam suatu negara, terlebih lagi
kontrak dalam suatu perbankan mestilah dibuat secermat mungkin
karena menyangkut dana umat. Namun sah atau tidaknya suatu
kontrak tidaklah selalu mesti mendapat pengesahan negara, asalkan
telah mengikut rukun dan syarat kontrak muamalah dianggap sah di
sisi hukum Islam.
Pada awal format akad halaman pertama selalu tertulis ayat
Bismillāh al-Rahmān al-rahīm juga cuplikan terjemahan surat alMā’idah: 1. Ditulisnya ayat suci al-Quran ini yaitu untuk
mengingatkan kedua belah pihak untuk sentiasa memegang prinsip
syariah dalam menjalankan akad yang dibuat.
Dalam format akad ini juga diatur mengenai: Realisasi
Pembiayaan atau bagaimana cara nasabah yang ingin mengambil
dana pembiayaan dari Bank sesudah mendapat persetujuan.
Pengutamaan Pembayaran Pernyataan artinya nasabah harus
mendahulukan membayar hutang kepada Bank dari kewajiban
membayar hutang kepada yang lain. Jaminan, Pajak-pajak, Hukum
yang Mengatur ialah ketentuan hukum Indonesia, dan arbitrase, jika
terjadi perselisihan akan diserahkan ke BASYARNAS.
(2) Format akad Istisna‘, Perjanjian Pembiayaan Istisna‘ Fomat akad
mengikut dan memperhatikan syarat dan rukun akad Istisna‘ ditambah dengan peraturan-peraturan Bank dan peraturan perikatan/kontrak
di Indonesia secara umum yang memperhatikan prinsip keadilan.
Format akad menjelaskan pihak-pihak yang berakad Bank/Sāni‘, (profil
perusahaan dan alamat syarikat), begitu pula Nasabah/Mustaṣni‘
(Identitas, profil perusahaan, alamat syarikat jika ajukan pembiayaan
atas nama perusahaan). Objek akad, Masnu‘ yaitu barang pesanan
yang menjadi objek akad ini yang dipesan oleh Mustaṣni‘/Bank
yaitu berupa kebun kelapa sawit misalnya yang telah mengeluarkan
hasil dan telah mendapat sertifikat dari Instansi Pemerintah yang
berwenang dengan harga dan spesifikasi yang telah ditentukan.
Harga jual, Harga Masnū‘ berdasar akad, harga ini belum
termasuk biaya-biaya yang timbul sebagaimana diatur berdasar
akad ini. Tata cara pembayaran Masnu‘: * Mustasni‘ membayar harga
Masnu‘ kepada Sāni‘ secara angsuran dengan tata cara sebagaimana
dirinci. Pembayaran harga Masnū‘ dilakukan dengan cara pindahan.
Sāni‘ membuat pembukuan pembukuan terhadap pembiayaan atas
nama Mustasni‘ dan melakukan pencatatan atas pembayaran dan
segala tagihan yang harus dibayar oleh Mustasni‘kepada Sāni‘. Ījāb
qabūl telah dilaksanakan sebelum penandatanganan format akad ini.
Peraturan tambahan lainnya yang diatur dalam format akad
Istisna‘, jika Mustasni‘ memiliki hutang atau kewajiban kepada
kreditur lainnya maka Mustasni‘ harus mendahulukan membayar
hutangnya kepada Bank. Bank/Sāni‘ akan mengenakan denda
yang akan ditentukan dan diberitahukan lalu , atas setiap
keterlambatan pembayaran sesuai jadwal sebagaimana yang telah
diatur. Jaminan, untuk menjamin tetapnya pembayaran kewajiban
tepat pada waktunya menurut akad ini, Mustasni‘ dengan ini
menyerahkan Masnū‘ sebagai jaminan dan untuk itu para pihak
membuat akta pengikatan dan penyerahan jaminan menurut
peraturan yang berlaku disertai penyerahan dokumen asli dari
jaminan kepada Sāni‘.Pemberian Kuasa dan Kewenangan Pembatasan tindakan
Mustasni‘, Peristiwa ingkar janji Asuransi, Perselisihan, Pilihan Hukum
dan Domisili serta Pengawasan.
(3) Format akad Musyārakah, Perjanjian Pembiayaan Musyārakah
Rukun dan Syarat musyārakah yang diatur dalam format akad
musyārakah antara lain ; Pernyataan ijāb an qabūl telah dinyatakan
oleh para pihak Nasabah dan Bank secara eksplisit secara lisan dan
tulisan melalui korespondensi atau dengan memakai caracara komunikasi moderen lainnya, pelaksanaanya nasabah telah
mengajukkan permohonan pembiayaan secara musyarakah dan
Bank dengan surat tawaran telah menyetujui untuk memberi
fasilitas pembiayaan secara musyārakah dengan syarat-syarat yang
diatur dalam perjanjian. Pihak-pihak yang berkontrak Bank dan
nasabah danggap telah cakap hukum, kompeten dalam memberi
atau diberikan kekuasaan perwakilan, setiap rekan kerja telah siap
dalam menyediakan dana ataupun pekerjaan, setiap rekan kerja
mempunyai hak untuk mengatur aset musyārakah dan memberi
wewenang kepada rekan kerja yang lain untuk mengelola aset.
Seperti yang tertulis dalam format akad.Ruang lingkup, untuk
maksud pengelolaan barang Bank memberi kuasa kepada nasabah
untuk melakukan segala tindakan-tindakan yang diperlukan dalam
pengelolaan dan penggunaan barang modal sehingga memperoleh
keuntungan dan manfaat bagi para pihak. Objek akad (modal, kerja,
keuntungan dan kerugian), diatur dalam format akad : Para pihak
telah saling setuju bahwa dana keseluruhan yang diperlukan untuk
pengadaan barang modal dalam penjanjian ini yaitu sejumlah Rp.
1,550,000,000 (satu miliar lima ratus lima puluh juta rupiah) modal
berupa uang tunai. Selain modal dari Bank sebesar Rp1,550,000,000.-
modal dari nasabah pun disebutkan sebesar Rp 660,000,000.-
. Kerja; pada dasarnya penglibatan para rekan kerja dalam pekerjaanyaitu dasar pelaksanaan musyārakah , akan tetapi kesamaan
jumlah kerja bukanlah yaitu syarat. Nasabah: nasabah selama
dalam jangka waktu musyarakah atau selama masih ada jumlah yang
terhutang berdasar fasilitas pembiayaan musyārakah , nasabah
akan selalu memenuhi seluruh kewajiban-kewajibannya sebagai
berikut:- nasabah wajib melakukan kegiatan usaha berdasar
peraturan dan perundangan yang berlaku dengan cara seefektif
dan seefisien mungkin dan dengan melaksanakan usaha yang
etis dan benar. Nasabah wajib menyerahkan timbangan laba rugi
yang telah diaudit oleh akuntan publik berlisensi yang disetujui
oleh Bank. Selain itu nasabah mesti menyerahkan laporan bulanan
mengenai pengelolaan barang modal. Nasabah wajib mengizinkan
Bank dan wakil-wakilnya seperti pekerja, akuntan dan konsultan
untuk memeriksa seluruh fasilitas-fasilitas kegiatan pembukuan dan
catatan nasabah termasuk dokumen yang berkaitan dengan fasilitas
pembiayaan musyārakah. Selama tempo masa musyārakah , nasabah
wajib untuk memperoleh persetujuan tertulis sebelumnya dari Bank
dalam hal terjadi atau dilakukan hal-hal sebagaimana diuraikan
dibawah ini: penggabungan, akuisisi, penjualan aset, pembebanan
aset, penanggungan hutang, memberi fasilitas pinjaman kepada
pihak lain, mengubah susunan pengurus, memperoleh hutang dari
pihak lain. Nampaknya dalam pengaturan kerja ada aturan yang
sangat lengkap yang diberikan oleh Bank kepada nasabah penerima
pembiayaan.Keuntungan; para pihak setuju untuk membagi hasil
usaha bersih dari pendapatan jasa tabungan emas dan non emas
unit usaha pegadaian syariah sesudah dikurangi dengan pajak (jika
ada), biaya-biaya dan zakat sesuai dengan nisbah yang disepakati
oleh para pihak. Untuk maksud pembagian hasil usaha, para pihak
setuju untuk menentukan nisbah sebagai berikut : Bank sebesar
45.5% dan nasabah sebesar 54.5% yang dibayarkan pada setiap bulan dan nisbah bagi hasil ini akan ditinjau kembali setiap enan
bulan. Segala kerugian yang terjadi akibat kelalaian, kecurangan atau
kerugian yang yaitu tindakan kesengajaan atas pengelolaan
barang modal mesti ditanggung oleh Bank kecuali yang diakibatkan
oleh keadaaan kahar maka akan ditanggung bersama oleh para
bihak secara proposional sesuai dengan komposisi nisbah. Sumber
pembayaran kembali dari pengelolaan barang modal.pembagian
hasil pada waktu yang disepakati para pihak.
Ketentuan lain diatur dalam akad ini: Jaminan, pada dasarnya,
dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan. Namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, Bank dapat meminta jaminan.
Arbitrase, sengketa yang timbul dari atau dengan cara apapun ada
hubungan dengan perjanjian ini yang tidak dapat diselesaikan secara
damai, akan diserahkan penyelesaiannya kepada Badan Arbitrase
Syariah Nasional. Perjanjian ini dan pelaksanaanya akan berlaku
undang-undang negara republik Indonesia, biaya-biaya yang muncul
sehubungan dengan perjanjian ini harus menjadi tanggungjawab
rekan kerja usaha seluruhnya.
(4) Format akad Murābahah, Perjanjian Pembiayaan Murābahah:
muḍārabah
Rukun dan syarat muḍārabahyang diatur dalam format
akadmuḍārabah: Pihak yang berakad Bank/ṣāḥib al-māl dan
Pengelola/muḍārib dinilai telah cakap hukum. Ījāb danqabūl dilakukan
oleh duanya secara tertulis, melalui korespondensi, dan cara-cara
komunikasi moderen. Modal, Bank, dengan ini setuju memberi
pembiayaan sampai sejumlah Rp500,000,000.- (lima ratus juta
rupiah) ini secara sekaligus atau bertahap. Pembiayaan ini
yaitu modal tunai yang diserahkan Bank kepada nasabah untuk
dikelola dalam usahanya memproduksi sebuah sinetron.Keuntungan muḍārabah yaitu jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Bagi hasil: yaitu pembagian pendapatan yang disetujui antara Bank
dan Muḍārib yang dibagikan sesuai dengan nisbah yang disepakati
bersama. Muḍārib dan Bank sepakat untuk menentukan nisbah
pendapatan sebagaimana diatur sebagai berikut : Bulan pertama:
96.15% (sembilan puluh enam koma lima belas persen)untuk nasabah
dan 3.85% (tiga koma delapan puluh lima persen) untuk Bank. Bulan
ketiga: 96.65% (sembilan puluh enam koma enam puluh lima persen)
untuk nasabah dan 3.35% (tiga koma tiga puluh lima persen) untuk
Bank dan seterusnya hingga bulan berakhirnya kerjasama. Objek
bagi hasil: pendapatan yang diperoleh dari penjualan sinetron. Dalam
hal kerugian Bank akan menanggung kerugian yang timbul, kecuali
yang dipicu kelalaian muḍārib, atau yang dipicu karena
pelanggaran atas syarat syarat perjanjian. Bankakan menerima dan
mengakui kerugian ini sesudah menerima, menilai kembali dan
menyampaikan hasil penilaiannya secara tertulis kepada muḍārib.
Bank akan menanggung kerugian maksimun sebesar pembiayaan
yang diberikan pada muḍārib. Pembayaran kembali, muḍārib wajib
mengembalikan seluruh jumlah pembiayaan pokok dan bagian
pendapatan yang menjadi bagian Bank sampai dengan selesai.
Dalam hal muḍārib terlambat menjelaskan pembayaran pokok sesuai
dengan jadwal harus dilaksanakan dalam masa berikutnya. Kegiatan
usaha, Kewajiban muḍārib, muḍārib wajib melakukan hal-hal sebagai
berikut, *memberi pemberitahuan pendahuluan sekiranya
ada perubahan yang menyangkut muḍārib maupun usahanya, *
mengelola semua kekayaan miliknya bebas dan bersih dari segala
beban jaminan kecuali bagi kepentingan Bank, *mengelola secara
benar suatu pembukuan tersendiri, *mengirim ke Bank setiap
keterangan, bahan-bahan atau dokumen-dokumen yang diminta
kepada muḍārib . *melaksanakan usaha-usahanya tanpa menyimpangdari prinsip-prinsip syariat. Pelanggaran atas syarat-syarat perjanjian,
muḍārib dianggap melanggar syarat-syarat perjanjian jika terbukti
melanggar salah satu perkara: *jika muḍārib memakai pinjaman
diluar keperluan dan kepentingan pinjaman, *jika muḍārib melakukan
pengalihan usahanya dengan cara apapun termasuk penggabungan,
konsolidasi ataupun akuisisi dengan pihak lain, *jika muḍārib tidak
Langganan:
Postingan (Atom)