Tampilkan postingan dengan label sapi 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sapi 4. Tampilkan semua postingan

Selasa, 30 April 2024

sapi 4


 



warga  Desa Pelemrejo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali mayoritas yaitu  petani yang 

memiliki usaha ternak sapi potong. Produksi ternak sapi sering kali terkendala masalah kesehatan 

ternak yang dapat menurunkan kualitas serta kuantitas daging sapi. Pengetahuan mengenai 

manajemen kesehatan sapi potong perlu diberikan kepada peternak untuk membantu meminimalisir 

kerugian yang terjadi akibat masalah kesehatan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberi  

pengetahuan kepada peternak mengenai manajemen kesehatan sapi potong. Metode kegiatan terdiri 

dari survei ke peternakan sapi potong, penyuluhan dan diskusi massal, serta pemberian bantuan obat-

obatan dan desinfektan ke peternak. Kunjungan ke peternakan di desa ini  menunjukkan bahwa 

terdapat sapi yang menunjukkan kekurusan, kondisi kandang kotor dengan area penyimpanan pakan 

yang tidak sesuai standar. Penyuluhan dan diskusi massal dengan cara penyampaian materi secara 

langsung mengenai identifikasi kondisi kesehatan sapi, program sanitasi kandang, program 

pemberian obat cacing teratur, penyakit yang sering ditemukan pada sapi potong, serta pengobatan 

yang dapat dilakukan oleh peternak. Obat-obatan dan desinfektan diberikan kepada peternak untuk 

membantu dalam mengaplikasikan manajemen kesehatan ternak yang telah dijelaskan melalui 

penyuluhan. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa peternak dapat mengikuti materi 

penyuluhan yang diberikan dan berperan serta aktif dalam proses diskusi yang dilakukan.  

Kesehatan ternak merupakan salah satu 

faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan 

usaha peternakan sapi potong. Penyakit yang 

menyerang ternak diketahui dapat menurunkan 

pembentukan daging serta produktivitas ternak 

karena gangguan penyerapan nutrisi , bahwa gangguan kesehatan hewan 

dapat merugikan peternak yang disebabkan oleh 

kematian ternak, biaya yang dikeluarkan untuk  

pengobatan, penurunan produksi, serta turunnya 

efisiensi pakan. Kerugian ini  menunjukkan 

bahwa tata laksana kesehatan ternak penting 

diterapkan dalam usaha peternakan.  

Desa Pelemrejo, Kecamatan Andong, 

Kabupaten Boyolali merupakan daerah 

pertanian yang juga menjadi lokasi peternakan 

sapi potong. Sapi potong dimanfaatkan sebagai 

sumber daging serta sumber pupuk bagi 

pertanian di daerah ini . Mayoritas ternak 

sapi potong di desa ini digunakan sebagai 

pendapatan cadangan sehingga aspek 

manajemen pemeliharaan secara keseluruhan 

belum memadai. Usaha peternakan di desa ini 

dijalankan menggunakan metode intensif 

dimana kandang sapi milik perorangan terletak 

di area rumah peternak. Salah satu permasalahan 

yang terjadi yaitu  belum adanya pelaksanaan 

manajemen kesehatan ternak yang baik oleh 

peternak. Rendahnya pelaksanaan manajemen 

kesehatan hewan berimbas kepada kerugian 

akibat adanya gangguan kesehatan ternak 

termasuk kerugian untuk pengobatan ternak oleh 

mantri atau dokter hewan, penurunan produksi, 

serta kematian ternak. Oleh karena itu, peternak 

memerlukan pemahaman mengenai tata laksana 

manajemen kesehatan ternak di Desa Pelemrejo.  

berhubungan erat dengan usaha pencegahan 

infeksi dari agen-agen infeksi melalui upaya 

menjaga biosekuriti dengan menjaga higienitas 

dan sanitasi kandang, manajemen pakan yang 

baik, dan peningkatan daya tahan tubuh ternak 

melalui pemberian obat cacing dan multivitamin 

 mengungkapkan bahwa biosekuriti 

melalui pelaksanaan higienitas dan sanitasi 

merupakan aspek penting untuk dijalankan di 

peternakan ada atau tidak adanya penyakit. 

bahwa secara 

umum terdapat dua jenis peternak dalam hal 

penerapan manajemen kesehatan ternak, yaitu 

peternak yang tidak menerapkan biosekuriti 

tanpa keinginan untuk menerapkan biosekuriti di 

masa depan, serta peternak yang hanya 

menjalankan dalam waktu singkat. Peternak di 

Desa Pelemrejo merupakan peternak yang belum 

menjalankan biosekuriti serta belum memiliki 

keinginan di masa depan yang disebabkan 

karena rendahnya pengetahuan mengenai hal 

ini  sehingga sering ditemukan ternak yang 

mengalami gangguan kesehatan. Tujuan 

pengabdian ini yaitu  untuk memberi  

pengetahuan kepada peternak dalam mengenati 

manajemen kesehatan ternak di Desa Pelemrejo, 

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali 

sehingga dapat meminimalisir kerugian akibat 

gangguan kesehatan ternak.  

Pengabdian warga  ini dilakukan 

selama bulan Februari – Maret 2020, dengan 

target peserta yaitu  peternak sapi potong di 

Desa Pelemrejo, Kecamatan Andong, 

Kabupaten Boyolali. Peserta terdiri dari 29 orang 

peternak yang telah melakukan aktivitas 

beternak sapi selama minimal 2 tahun. 

 

Informasi awal dan materi penyuluhan 

Untuk mendapatkan informasi materi 

penyuluhan, maka dilakukan survei dilakukan 

dua minggu sebelum melaksanakan penyuluhan 

dengan tujuan mengetahui tata laksana 

manajemen kesehatan ternak di peternakan sapi 

potong di Desa Pelemrejo, Kecamatan Andong, 

Kabupaten Boyolali. Kegiatan survei dilakukan 

dengan pengamatan langsung kondisi kandang 

dan hewan serta wawancara kepada peternak 

untuk mengetahui gejala penyakit yang sering 

muncul. Hasil survei menjadi dasar penyiapan 

materi penyuluhan serta penyiapan obat-obatan 

yang akan diberikan. Pemberian penyuluhan ini 

dilakukan satu kali melalui tatap muka secara 

langsung. Materi yang diberikan berdasar dari 

informasi yang sebelumnya telah diberikan oleh 

tim survei atau peternak, sehingga materi yang 

dipilihkan paling tidak mewakili kebutuhan 

peternakan. Ukuran evaluasinya yaitu  

kesadaran peternak untuk dapat memahami 

materi dan selanjutnya mampu untuk 

menggunakannya melalui contoh yang 

diberikan. 

dilaksanakan dalam pelaksanaan kegiatan 

pengabdian ini. Penyuluhan dilaksanakan 

dengan mengumpulkan seluruh peternak yang 

berjumlah 29 orang. Materi disampaikan secara 

langsung melalui ceramah dengan topik ciri-ciri 

hewan sehat dan sakit, faktor-faktor yang 

mempengaruhi kesehatan ternak, cara mencegah 

penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi 

kesehatan ternak (kualitas pakan, higienitas dan 

sanitasi kandang, daya tahan tubuh ternak),  

jenis-jenis penyakit serta penanganan, dan tata 

cara pemberian obat topikal dan obat cacing. 

Setelah penyampaian materi dilakukan diskusi 

bersama mengenai manajemen kesehatan ternak 

di desa ini . Selanjutnya peternak diberikan 

kebebasan untuk menentukan penggunaan 

metode terbaik sesuai dengan kondisinya 

masing-masing. Jadi pada intinya, penyuluhan 

ini yaitu  untuk menggugah kesadaran peternak 

akan Kesehatan ternak dan cara penanganannya. 

 

Pemberian obat-obatan dan desinfektan 

Pemberian obat-obatan disesuaikan 

dengan gejala penyakit yang sering terjadi di 

peternakan di Desa Pelemrejo. Adapun jenis 

obat-obatan yang diberikan yaitu antiseptik 

spray (Gusanex dan Limoxin LA), salep luka 

tetracycline (Ikacyline), obat cacing bolus 

(Albendazole), serta desinfektan (Benzaklin). 

Obat-obatan ini  merupakan obat luar yang 

dapat digunakan tanpa pengawasan dokter 

hewan pada kasus-kasus penyakit ringan 

sehingga dapat digunakan oleh peternak secara 

langsung pada saat terjadi kasus-kasus tertentu 

untuk mencegah kondisi yang semakin parah.  

Sapi potong di Desa Pelemrejo, 

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali 

berjumlah 30 ekor dengan tujuan pemeliharaan 

untuk penggemukan. Pemeliharaan dilakukan 

secara intensif dimana sapi dikandangkan 

sepanjang waktu dengan pemberian pakan 

sebanyak dua kali, pada pagi dan sore hari. Hasil 

survei menunjukkan bahwa terdapat 

permasalahan berupa tata letak kandang yang 

kurang baik, penyimpanan pakan yang terbuka 

dan berdekatan dengan area kotor, rendahnya 

pelaksanaan higiene dan sanitasi, tidak ada 

program pencegahan penyakit parasiter, dan sapi 

kurus. Kondisi kandang yang kurang baik 

terlihat pada seluruh kandang yang dimiliki oleh 

peternak. Kandang sapi potong di Desa 

Pelemrejo berlokasi di masing-masing rumah 

dari peternak ini . Kondisi kandang terlihat 

kotor dan belum ada saluran pembuangan 

limbah yang terpadu sehingga banyak kotoran 

yang menumpuk di sekitar kandang seperti yang 

terlihat pada Gambar 1.  

Kotoran sapi seringkali dijadikan tempat 

perkembangbiakan lalat serta pertumbuhan 

parasit. Selain itu, penumpukan kotoran juga 

meningkatkan kemungkinan terjadinya 

kontaminasi feses pada pakan. Melalui siklus 

hidupnya, parasit akan melepaskan telur atau 

larvanya melaui feses, sehingga penumpukan 

feses di kandang meningkatkan kemungkinan 

terjadinya penyebaran parasit ,

Penanganan feses yang kurang baik diketahui 

dapat menjadi media hidup untuk telur cacing 

pathogen seperti Strongylus sp, Fasciola sp., 

Paramphistomum, Moniezia sp, Toxocara 

vitulorum, dan Strongyloides spp. 

Mayoritas kandang tidak memiliki gudang 

pakan untuk penyimpanan pakan yang 

menyebabkan tingginya kontaminasi. Pakan 

diletakkan di area terbuka di sekitar kandang 

yang tertutup atap, namun alas pakan tidak dibeli 

lapisan khusus dan berdekatan dengan area 

aliran air (Gambar 2). Pakan merupakan faktor 

penting dalam produksi ternak karena 

merupakan sumber nutrisi yang berperan dalam 

pertumbuhan, reproduksi, dan pemeliharaan 

tubuh ,Kondisi penyimpanan 

pakan yang kurang baik menyebabkan pakan 

ini  rawan cemaran mikrobia seperti kapang 

dari famili Fusarium sp., Aspergilus sp., Mucor 

sp., dan Penicillium sp.,. Kapang 

ini  dapat ditemukan pada berbagai jenis 

pakan sapi seperti jagung, konsentrat, rumput, 

daun jagung, dedak padi, serta jerami padi ,

 Selain kapang, pakan yang tidak 

disimpan dengan baik juga rentang terhadap 

cemaran bakteri maupun telur atau larva cacing 

yang terbawa dari aliran air kotor sehingga dapat 

meningkatkan resiko terjadinya penyakit pada 

ternak. 

Penyakit yang berhubungan dengan 

kontaminasi pakan dari kotoran yaitu  cacingan. 

Kasus cacingan dapat dicegah melalui 

pemberian obat cacing yang teratur, namun di 

Desa Pelemrejo, tidak ada program pemberian 

obat cacing yang teratur oleh peternak. Penyakit 

cacingan dapat menyebabkan kerusakan vili-vili 

usus yang berimbas ke penurunan penyerapan 

nutrisi makanan . Pemberian obat cacing 

merupakan salah satu upaya yang penting untuk 

memutus siklus hidup parasit ,

Pemberian obat cacing untuk pencegahan umum 

diberikan secara berkala setiap 3-6 bulan sekali 

meskipun hewan tidak menunjukan gejala 

cacingan . Hewan yang telah 

terinvestasi cacing, maka pengobatan diulang 

dalam waktu kurang dari satu bulan. Salah satu 

ciri-ciri adanya cacingan yaitu  kekurusan yang 

terlihat pada beberapa sapi di Desa Pelemrejo 

(Gambar 3). Rendahnya pengetahuan peternak 

mengenai gejala cacingan, penularan parasit 

cacing, pengendalian dan pengobatan 

merupakan salah satu permasalahan pada usaha 

peternakan sapi potong di Desa Pelemrejo. 

Survey yang dilakukan menemukan 

beberapa gejala penyakit yang sering muncul 

pada sapi di Desa Pelemrejo. Gejala-gejala yang 

sering terlihat yaitu  kelukaan pada kaki, adanya 

belatung pada luka, sapi kurus, lesu, lemah, 

diare, kembung, dan nafsu makan turun. 

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa 

peternak masih belum memahami membedakan 

sapi sakit dan sehat pada gejala awal sehingga 

biasanya penanganan dilakukan jika gejala 

sudah mulai parah. Gejala-gejala  yang 

diutarakan di atas mengarah ke beberapa 

penyakit seperti miasis atau adanya belatung 

pada luka terbuka karena kontaminasi telur lalat, 

cacingan dengan gejala kekurusan, lemah, lesu, 

tidak nafsu makan, diare dan mata berair serta 

bloat yang merupakan penyakit metabolik akibat 

kandungan pakan yang tidak seimbang 

Penyakit-penyakit ini  dapat dihindari 

dengan cara menjaga higienitas serta sanitasi 

kandang. Berdasarkan hasil survei ini , 

dapat diketahui bahwa permasalahan utama 

dalam manajemen kesehatan sapi potong di Desa 

Pelemrejo, Kecamatan Andong, Kabupaten 

Boyolali yaitu  kondisi kandang yang kotor 

dikarenakan rendahnya penerapan higientias dan 

sanitasi kandang, penyimpanan pakan yang tidak 

sesuai, tidak adanya program pengendalian 

parasit yang sesuai, dan kurangnya pemahaman 

peternak dalam mendeteksi sapi sakit sedini 

mungkin,. Permasalahan ini dirangkum dan 

digunakan sebagai materi dalam penyampaian 

penyuluhan manajemen tatalaksana kesehatan 

sapi potong. 

Penyuluhan massal secara langsung 

dilakukan di Kantor Kepala Desa Pelemrejo, 

Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali 

(Gambar 4). Sebanyak 29 peserta yang 

merupakan peternak dan perangkat desa 

mengikuti kegiatan ini. Materi yang 

disampaikan melalui ceramah yaitu  ciri sapi 

sehat dan sakit yang dapat dilihat melalui 

tingkah laku abnormal seperti mata sayu, 

penurunan nafsu makan, kenaikan frekuensi 

nafas, suara nafas keras, lemas, lesu, dan adanya 

leleran berlebihan di hidung. Materi ini 

disampaikan untuk memberi  wawasan 

kepada peternak dalam mengetahui kondisi 

kesehatan sapi berdasarkan pengamatan. 

Identifikasi adanya gangguan kesehatan hewan 

sedini mungkin memiliki segi positif dalam 

mengurangi biaya penanganan penyakit, 

meningkatkan angka kesembuhan, dan 

mengurangi kematian sehingga mengurangi 

kerugian peternak ,

Materi selanjutnya yaitu faktor-faktor 

yang mempengaruhi kesehatan ternak yaitu 

kualitas pakan, ketahanan imunitas hewan, serta 

kondisi dan kebersihan lingkungan kandang. 

Kualitas pakan terdiri dari kandungan nutrisi 

yang seimbang, jumlah cukup, dan bebas dari zat 

kimia berbahaya dengan penekanan untuk 

mencegah pencemaran melalui penyimpanan 

yang baik. Peternak diberikan wawasan untuk 

mengenai pakan yang baik bagi sapi serta 

penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi 

terjadinya kontaminasi dengan cara menyimpan 

pakan di dalam gudang pakan tersendiri yang 

jauh dari aliran kotoran.  

Penerapan higienitas dan sanitasi kandang 

terdiri dari: pembersihan kandang teratur 

menggunakan desinfektan minimal 2 minggu 

sekali, menjaga kebersihan peternak baik saat 

akan masuk maupun keluar kandang, serta 

menjaga kebersihan hewan ternak dengan 

mencegah adanya lalat ataupun kotoran yang 

menumpuk di sekitarnya. Peningkatan daya 

tahan tubuh hewan dapat ditingkatkan melalui 

pemberian obat cacing yang teratur serta 

pemberian multivitamin. Dalam penyuluhan ini 

turut disampaikan cara-cara pencegahan 

penyakit cacing melalui pemberian obat cacing 

yang sesuai setiap 3-6 bulan untuk upaya 

pencegahan penularan dan pemutusan siklus 

hidup cacing. Obat cacing diberikan secara per-

oral atau melalui mulut dan dapat menggunakan 

obat berspektrum luas seperti Albendazole. 

Selain itu, peternak diberi pemahaman mengenai 

pentingnya multivitamin dalam menjaga 

kesehatan ternak. Multivitamin umumnya dapat 

diberikan secara berkala melalui suntikan atau 

peroral namun harus di bawah pengawasan 

dokter hewan maupun mantri hewan.  

Materi selanjutnya yaitu  penyakit-

penyakit yang sering ditemukan pada sapi 

potong. Penyakit-penyakit ini  terdiri dari 

pink eye, anthraks, cacingan, bloat, septichaemia 

epizootica, brucellosis, dan scabies. Setelah 

penyampaian materi, dilakukan diskusi. Dalam 

diskusi, peternak aktif memberi  pertanyaan 

serta tanggapan dari materi yang telah 

disampaikan atau mengenai pertanyaan yang 

disampaikan oleh peternak lain. Berdasarkan 

diskusi diketahui, peternak banyak yang 

menanyakan mengenai pengobatan yang dapat 

dilakukan pada ternak yang mengalami 

gangguan kesehatan seperti kelukaan, sapi 

lemas, dan pencegahan cacingan. Berdasarkan 

pertanyaan ini , dijelaskan pengobatan yang 

dapat diberikan oleh peternak seperti pemberian 

obat-obatan topikal untuk luka berupa antiseptik 

spray dan salep, pemberian tambahan vitamin 

bagi sapi-sapi yang lemas, dan pemberian obat 

cacing berkala untuk mencegah kasus cacingan. 

Rangkaian selanjutnya dalam kegiatan 

pengabdian ini yaitu  pemberian bantuan berupa 

obat-obatan kepada peternak (Gambar 5). Obat-

obatan yang diberikan berupa obat-obatan luar 

yang dapat digunakan oleh peternak tanpa 

pengawasan dokter hewan. Obat-obatan ini 

diberikan berdasarkan dari hasil survei mengenai 

kebutuhan peternak di daerah ini. Obat-obatan 

ini terdiri dari antiseptik spray Gusanex dan 

Limoxin LA, salep luka Ikacycline, serta obat 

cacing Albendazole bolus. Obat-obatan yang 

diberikan dijelaskan lebih lanjut mengenai 

aplikasi penggunaannya. Antiseptik spray 

berfungsi untuk mengurangi infeksi serta 

mencegah miasis pada luka yang ada di tubuh 

maupun ekstremitas sapi dengan cara 

membunuh larva lalat. Obat ini diaplikasikan 

langsung ke daerah kulit yang luka dengan cara 

disemprot sehingga peternak dapat melakukan 

pengobatan dengan mudah. Antiseptik spray 

ini  tidak dapat digunakan di aera sensitif 

yang dekat dengan mukosa, seperti sekitar mata, 

dubur, maupun vulva. Pengobatan kelukaan 

untuk area ini  dapat menggunakan salep 

luka yang juga diberikan pada kegiatan ini. Obat 

cacing yang diberikan yaitu  Albendazole yang 

memiliki efektivitas yang tinggi dalam 

mengeleminasi berbagai macam cacing patogen 

pada sapi. Selain obat-obatan, untuk mendukung 

penerapan higienitas dan sanitasi kandang, 

desinfektan (Benziklin) juga diberikan pada 

pengabdian ini. Desinfektan ini memiliki tingkat 

efektivitas yang tinggi untuk membunuh 

mikrobia yang sering mengkontaminasi 

kandang. Diharapkan dari kegiatan ini, 

pengetahuan peternak mengenai tata laksana 

manajemen kesehatan ternak meningkat serta 

adanya penerapan manajemen kesehatan ternak 

di Desa Pelemrejo.  

Kegiatan pengabdian ini berjalan dengan 

lancar dengan partisipasi aktif peternak dalam 

proses survei hingga diskusi massal. Kegiatan ini 

diharapkan dapat memberi  pengetahuan 

mengenai manajemen kesehatan dan sekaligus 

menggugah kesadaran peternak tentang arti 

kesehatan di peternakan sapi potong. 

Harapannya yaitu  apabila peternak 

melaksanakan manajemen kesehatan seperti 

yang disampaikan maka peternak dapat 

mengurangi kerugian akibat gangguan kesehatan 

ternak.  

 Sapi bali (Bibossondaicus) merupakan sumber daya genetik asli Indonesia yang 

merupakan hasil domestikasi banteng (Bibosbanteng) yang terjadi pada 3500 tahun SM. Sapi 

bali mempunyai ciri rambut yang khas. Pada usia pedet, sapi bali mempunyai warna merah bata baik pedet jantan maupun pedet betina, sedangkan setelah dewasa sapi jantan berubah 

warna menjadi hitam. Tanda-tanda sapi murni, yaitu kaki di bawah persendian tarsal dan 

karpal, bagian pantat dan pada paha bagian dalam berwarna putih , Pulau Bali 

merupakan pusat perkembangan sekaligus pusat pembibitan sapi bali, dan hingga kini sapi 

bali telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Lampung, Bengkulu, Kalimantan, 

Sulawesi, NTB dan NTT.

Sapi bali memiliki beberapa keunggulan daya adaptasi tinggi pada daerah dataran tinggi, 

berbukit dan dataran rendah dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah 

dan memiliki daya adaptasi pada lingkungan yang kurang baik 

 menunjukkan bahwa sapi bali berpotensi dan cocok untuk dikembangkan 

pada kondisi lapang di Indonesia pada umumnya ,

Sapi bali memiliki beberapa keunggulan di antaranya dari segi kemampuan bertahan di 

lingkungan karena sapi bali dari segi reproduksi mempunyai fertilitas dan conception rate 

(CR) yang sangat baik ,Upaya peningkatan mutu genetik ternak 

sapi bali melalui persilangan telah dilakukan di Indonesia sejak lama, tetapi secara umum 

kurang berhasil ,

Sapi bali dara merupakan sapi bali betina yang berusia 6-18 bulan. Sapi dara umumnya 

dipilih untuk dijadikan calon induk dalam pengembangbiakan sapi bali. Dari banyaknya 

keunggulan yang dimiliki sapi bali perlu dilestarikan. Salah satu upaya untuk melestarikan 

sapi bali adalah dengan menjaga kesehatan melalui pencegahan atau penanggulangan 

penyakit. Untuk menyimpulkan suatu hasil pemeriksaan klinis, hasil yang diperoleh harus 

dibandingkan dengan nilai standar normal. Hingga saat ini laporan penelitian yang khusus 

membahas standar normal sapi bali belum banyak dilaporkan, khususnya pada sapi bali dara 

(umur 6-18 bulan). Penelitian iniakan menginvetarisasi profil status praesen sapi bali dara.


Materi

Sasaran populasi dalam penelitian ini adalah sapi bali dara sehat secara klinis. Jumlah 

sampel adalah sebanyak 20 ekor. Sapi yang dipakai sebagai sampel adalah sapi bali dara (6-

18 bulan) yang dipelihara di sentra pembibitan sapi bali di Desa Sobangan, Kecamatan 

Mengwi, Kabupaten Badung.

Metode Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan inspeksi, palpasi, auskultasi dan

pengukuran terhadap sapi bali dara. Sampel yang akan dipakai berjumlah 20 ekor, dengan

kisaran umur 6-12 bulan terdiri dari 10 ekor dan 12-18 bulan terdiri dari 10ekor. Pengambilan 

sampel dilakukan pada pagi (06.00-08.00), siang (12.00-14.00), dan sore hari (16.00-18.00).

Data yang akan diambil berupa temperatur tubuh ditentukan dengan menggunakan 

termometer melalui rectum sapi bali dara. Pengukuran suhu dilakukan dengan memasukkan 

termometer ke dalam rectum sapi. Pengukuran dilakukan selama tiga menit. Penghitungan 

diulang sebanyak tiga kali.

Frekuensi pulsus ditentukan dengan melakukan palpasi pada arteri coccygeal yang 

berlokasi di daerah ventral pangkal ekor. Pulsus dihitung selama satu menit untuk 

menentukan frekuensi pulsus per menit. Penghitungan diulang sebanyak tiga kali.

Penentuan frekuensi nafas dihitung dengan merasakan aliran udara nafas masuk dan 

keluar hidung. Pemeriksaan dilakukan dengan merasakan hembusan nafas sapi, dengan cara 

meletakkan punggung tangan di depan lubang hidung sapi selama satu menit. Jumlah 

hembusan dalam satu menit dihitung untuk menentukan frekuensi respirasi per menit. 

Penentuan frekuensi respirasi diusahakan pada saat hewan dalam keadaan tenang. 

Penghitungan diulang sebanyak tiga kali.

Pengukuran frekuensi detak jantung dilakukan dengan mendengarkan jumlah detak

jantung pada daerah intercostae 2-5 sinister dengan menggunakan stetoskop. Penghitungan 

diulang sebanyak tiga kali.


Hasil pengamatan dan pemeriksaan status praesen sapi bali dara di sentra pembibitan

sapi bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada usia 6–18 bulan

disajikan dalam Tabel 1. 

Keterangan: SB : Simpangan Baku ; Huruf yang berbeda antar baris pada setiap umur menunjukkan 

berbeda nyata dengan selang kepercayaan 95%

Hasil pengukuran temperatur tubuh sapi bali dara pada pagi, siang, dan sore hari. 

Temperatur tubuh sapi bali dara mengalami peningkatan setelah pukul 08.00 wita dan 

temperatur tubuh tertinggi ada pada pukul 12.00-14.00 wita, serta mengalami penurunan pada 

pukul 16.00-18.00 wita. Peningkatan temperatur tubuh sapi dara 1,05°C terjadi karena adanya 

aktivitas fisik yang terjadi setelah pukul 08.00 wita. Hal ini bahwa secara fisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1,5°C 

pada saat setelah makan, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika hewan banyak 

beraktivitas fisik.Selain itu, peningkatan temperatur tubuh juga disebabkan oleh suhu 

lingkungan ,  bahwa perubahan 

suhu rektal itu  sejalan dengan perubahan suhu udara yang semakin meningkat. temperatur tubuh hewan domestikasi dipengaruhi oleh kondisi 

lingkungan. Peningkatan temperatur tubuh dapat juga terjadi karena adanya peningkatan 

aktivitas metabolisme dalam tubuh yang terjadi pada siang dan sore hari 

Temperatur tubuh (Gambar 1) pada kelompok sapi bali dara usia 6-12 bulan tidak

berbeda nyata (P>0,05) dengan temperature tubuh kelompok sapi bali dara usia 12-18 bulan

pada pemeriksaan pagi, siang, dan sore hari.

Frekuensi pulsus sapi bali dara mengalami peningkatan setelah pukul 08.00 wita dan 

frekuensi pulsus tertinggi ada pada pukul 12.00-14.00 wita, serta mengalami penurunan pada 

pukul 16.00-18.00 wita.  

Berdasarkan pembagian umur, frekuensi pulsus sapi bali dara usia 6-12 bulan nyata lebih 

besar (P<0,05) dibandingkan dengan frekuensi pulsus sapi bali dara usia 12-18 bulan pada 

pemeriksaan pagi, siang dan sore hari (Gambar 2). Peningkatan frekuensi pulsus pada sapi 

bali dara disebabkan karena adanya aktivitas fisik. Variasi pulsus dipengaruhi oleh faktor 

umur, ukuran tubuh,kondisi lingkungan, waktu pengukuran, aktifitas  makan, dan terkejut.

Frekuensi respirasi sapi bali dara mengalami peningkatan setelah pukul 08.00 wita dan 

frekuensi respirasi tertinggi ada pada pukul 12.00-14.00 wita, serta mengalami penurunan 

pada pukul 16.00-18.00 wita. Berdasarkan pembagian umur, frekuensi respirasi sapi bali dara 

usia 6-12 bulan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) dengan frekuensi respirasi 

sapi bali dara usia 12-18 bulan pada pemeriksaan pagi, siang, dan sore hari (Gambar 3).

 

Peningkatan frekuensi respirasi terjadi karena adanya mekanisme pembuangan

panastubuh untuk menjaga suhu tubuh dan adanya peningkatan aktivitas metabolisme. Hal ini

 bahwa perubahan frekuensi

pernafasan sejalan dengan peningkatan suhu udara, hal itu  menyebabkan ternak

 

meningkatkan frekuensi pernafasan untuk melepaskan panas.  bahwa peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi pada ternak untuk

menjaga keseimbangan panas tubuh saat mengalami cekaman panas tubuh dari hasil

metabolism pakan dan cuaca lingkungan.

Frekuensi detak jantung sapi bali dara mengalami peningkatan setelah pukul 08.00 wita

dan frekuensi detak jantung tertinggi ada pada pukul 12.00-14.00 wita, serta mengalami

penurunan pada pukul 16.00-18.00 wita. 

Peningkatan frekuensi detak jantung pada sapi bali dara terjadi pada siang hari karena

adanya akfivitas fisik dan kondisi lingkungan. Peningkatan detak jantung itu  merupakan

upaya peningkatan fungsi jantung untuk mendistribusikan hasil metabolism pakan yang 

dikonsumsi maupun karena aktivitas makan itu sendiri . bahwa faktor yang memengaruhi frekuensi detak

jantung antara lain ukuran tubuh, umur, aktivitas tubuh, stres, lingkungan, dan kesehatan.

meningkatnya frekuensi detak jantung adalah untuk

mempercepat pengaliran darah yang berfungsi sebagai transportasioksigen dan panas.

Status praesen yang meliputi temperature tubuh, frekuen sipulsus, frekuensi respirasi, 

dan frekuensi detak jantung mengalami peningkatan yang nyata pada siang hari. Hal ini

terjadi karena adanya aktivitas sapi bali dara setelah pemeriksaan pagi pukul 08.00 wita. 

Peningkatan suhu lingkungan menyebabkan peningkatan temperature tubuh. Untuk

menguragi panas tubuh, sapi bali meningkatkan pembuangan panas tubuh melalui evaporasi

sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi respirasi. Peningkatan laju respirasi dilakukan

ternak agar suhu tubuhnya tidak terus menerus naik .Peningkatan

temperature tubuh juga dapat mempengaruhi peningkatan frekuensi detak jantung untuk

 

mempercepat pelepasan panas hasil metabolism tubuh melalui sirkulasi perifer . Penurunan yang nyata status praesenter jadi pada sore hari karena mengikuti

penurunan suhu lingkungan. Temperatur tubuh sapi bali dara tidak mengalami penurunan

pada pemeriksaan sore. Hal ini terjadi karena pada sore hari masih ada aktivitas metabolisme 

yang terjadi di dalam tubuh ternak 

  



Kegiatan pemotongan kuku pada sapi bertujuan untuk 

mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran 

pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah 

deteksi dini laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi 

pada kuku , Kuku harus mendapat perhatian 

terutama pada ternak yang selalu berada di dalam kandang. 

bahwa lingkungan yang lembab 

dan kotor akan mempermudah timbulnya luka pada 

interdigiti yang akan menyebabkan masuknya kuman. Kuku 

sapi yang tidak dipotong merupakan faktor penyebab 

terjadinya penyakit pada kuku. Kuku yang panjang juga 

dapat menyebabkan kelainan pada bagian kaki.  Setiap bagian kuku sangat penting untuk 

menunjang peforma dari hewan itu , sehingga sekecil 

apapun gangguan yang dialami oleh bagian tertentu akan 

memengaruhi kesehatan hewan. 

Pemotongan kuku berpengaruh terhadap kejadian footrot 

dan cukup bermakna, artinya kalau kuku tidak pernah 

dipotong maka kejadian footrot akan semakin besar . biasanya , kuku kaki depan lebih lebar dan 

bidang tumpu cenderung bulat dibandingkan kuku kaki 

belakang yang lebih sempit dengan bidang tumpu lebih 

oval. Kuku kaki depan sapi selain menopang badan juga 

sebagai peredam getaran saat berjalan 

Tujuan penulisan ini adalah menjelaskan cara perawatan 

dan pemotongan kuku pada kaki sapi perah melalui studi 

kasus di Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara 

(rumah pemotongan hewan ) Lembang Jawa Barat. 


rumah pemotongan hewan menerapkan perawatan kuku induk sapi 

setiap 4-6 bulan sekali. Pemotongan dan perawatan kuku 

dilaksanakan sebelum kuku sapi terlalu panjang agar tidak 

terjadi kelainan dan kerusakan pada kuku induk sapi. 

Peternak memeriksa kuku pada saat pemerahan pagi, 

kemudian melaporkan kepada Petugas Administrasi Daerah 

(PAD) di Tempat Pengumpulan Susu (TPS). sesudah  itu, 

PAD melaporkan laporan dari peternak kepada Petugas 

Potong Kuku rumah pemotongan hewan . Persiapan hewan dilakukan sesaat 

sebelum dilakukan pemotongan kuku. Petugas potong kuku 

melakukan pemeriksaan secara inspeksi. Ternak yang 

terlihat memiliki kuku panjang langsung dilakukan 

pemotongan kuku. Proses pemotongan kuku di rumah pemotongan hewan  

dilakukan dengan posisi sapi dalam kondisi berdiri karena 


jumlah petugas potong kuku sangat terbatas.   

Alat-alat yang digunakan adalah pisau, palu, kikir, dan 

rennet. Rennet digunakan untuk merapikan kaki bagian sole 

yang menebal ,Pemotongan 

pada bagian axial wall dan abaxial wall dilakukan terlebih 

dahulu pada kaki kanan depan, sesudah  itu kaki kanan 

belakang, kaki kiri belakang, dan terakhir kaki kiri depan 

atau sebaliknya memakai  pisau seperti pada Gambar 1. 

Pemotongan kuku sapi dilakukan sampai batas white line. 

 

Gambar 1. Skema alur proses pemotongan kuku kaki sapi: (a) 

Kaki kanan depan, (b) Kaki kanan belakang, (c) Kaki kiri 

belakang, (d) Kaki kiri depan 

 

Pemotongan pada bagian sole kaki sapi memakai  

rennet dengan cara menggangkat kaki sapi satu persatu 

dengan arah sama seperti pemotongan kuku bagian axial 

wall dan abaxial wall. Pemotongan pada bagian sole 

dilakukan secara hati-hati agar tidak terlalu dalam dan 

sampai melukai pembuluh darah (Gambar 2). 

 

Gambar 2. Proses pemotongan (a), pengikiran (b), dan pemotongan 

kuku kaki sapi pada bagian sole (c). 

Pemotongan pada bagian sole dilakukan secara hati-hati 

agar tidak terlalu dalam dan sampai melukai pembuluh 

darah yang terdapat pada bagian kaki sapi. Hasil kuku yang 

telah dirapikan dapat dilihat pada Gambar 3.  

 

Gambar 3 Kuku sapi yang telah dirapikan 

Hal-hal yang memengaruhi kesehatan kuku adalah sistem 

pemeliharaan, alas kandang, kebersihan kandang, pakan, 

dan program pemotongan kuku. 

pemotongan kuku sapi dapat dilakukan dengan merobohkan 

sapi terlebih dahulu memakai  tali, kandang jepit, atau 

menambatkan kaki sapi pada tiang. Proses pemotongan 

kuku sapi dengan cara itu  memerlukan minimal 3-4 

petugas kesehatan hewan. Kemudian kuku sapi dipotong 

memakai  pisau potong kuku sapi (kame gata) atau 

memakai  gerinda tangan.  


Pemotongan kuku pada induk sapi di rumah pemotongan hewan 

telah dilakukan sesuai dengan rekomendasi instansi 

pemerintah yaitu dengan jangka waktu 4-6 bulan sekali. 

Prosedur pemotongan kuku di rumah pemotongan hewan  diawali dengan 

pelaporan oleh peternak kepada petugas. Pemotongan kuku 

dilakukan dalam posisi sapi berdiri diawali dari bagian axial 

dan abaxial wall kemudian dilanjutkan di bagian sole.