Tampilkan postingan dengan label tambang minyak 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tambang minyak 2. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Juli 2023

tambang minyak 2


rtens; 1 C/Menit atau 2 F/menit untuk alat uji abel. 
Selanjutnya pada kenaikan suhu teremtu setelah contoh mencapai suhu 
tertentu 17-28 C (30 - 50 F) dibawah flash point yang diperkirakan 
untuk alat uji Cleveland dan Pensky-Martens; 9 C (16F) dibawah titik 
nyala yang diperkirakan untuk alat uji Abel, nyala uji diarahkan pada 
permukaan cotoh untuk setiap kenaikan suhu 2 C (5F) untuk alat uji 
Cleveland dan Pensky Martens, dan setiap kenaikan suhu 0,5 C (1F) 
untuk alat uji Tag. Suhu paling rendah dimana uap minyak dalam 
campurannya dengan udara menyala, dicatat sebagai titik nyala.
Penentuan titik bakar yang hanya dapat dilakukan dengan alat 
uji Cleveland sebenarnya merupakan kelanjutan dari penentuan titik 
nyala. Kalau pemberian nyala uji setelah penentuan titik nyala 
mengakibatkan uap contoh akan menyala dan terbakar secara terus 
menerus (sekurang-kurangnya 5 detik), maka suhu pada saat ini dicatat 
sebagai titik bakar.
Semula uji titik nyala dimaksudkan untuk keamanan, untuk 
mengetahui sampai suhu berapa orang masih dapat bekerja dengan 
aman dengan sesuatu produk minyak bumi tanpa timbul bahaya 
kebakaran. Tetapi kemudian ternyata bahwa uji ini dapat juga 
digunakan untuk menunjukkan volatilitas relaitif produk minyak bumi.
5. Warna
Pemeriksaan warna (color) produk minyak bumi dapat 
dilakukan dengan menggunakan beberapa macam kolorimeter, antara 
lain dengan:
Tintometer Lovibond (IP 17/52), untuk menentukan warna 
semua produk minyak bumi baik yang diberi zat warna atau tidak, 
kecuali minyak hitam (black oils) dan bitumen.
Khromometer Saybolt (ASTM D 156-87) untuk menentukan 
warna minyak yang telah diolah seperti bensin motor dan bensin 
pesawat terbang yang tidak diberi zat warna, bahan bakar propulsi 
jet, nafta, kerosin, malam parafin dan minyak putih farmasi (gambar 
4-6).

Kolorimeter ASTM (ASTM D 1500-87), untuk produk minyak 
bumi seperti minyak pelumas, minyak pemanas, bahan bakar diesel dan 
malam parafin (gamabr 4-7).
Penentuan warna contoh pada dasarnya adalah sangat sederhana 
yaitu membandingkan warna contoh dengan warna baku, sampai 
diperoleh suatu kecocokan. Dalam kolorimeter ASTM dan tintometer 
Lovibond, tebal contoh tetap dan tertentu, sedangkan dalam 
khromometer saybolt tebal contoh berubah-ubah
Gambar 4-6. Khromometer Saybolt
Dalam menentukan warna dengan tintometer Lovibond ada dua 
macam metode; metode A yang menggunakan warna baku Lovibond 
dan metode B yang mengguankan gelas baku IP. Warna Saybolt 
harganya berkisar dari-16 (warna paling gelap) sampai +30 (warna 
paling terang) dengan interval satu satuan skala warna, dengan 
mengetahui tinggi contoh yang ada dalam tabung contoh dan lempeng 
warna baku yang digunakan (lempeng warna baku penuh dan lempeng 
warna baku setengah), maka dengan bantuan tabel dapatlah ditentukan 
warna contoh.
Warna ASTM berkisar dari 0 (warna paling terang) sampai 8 
(warna paling gelap) dengan interval setengah satuan skala warna. 
Warna ASTM sesuatu contoh ditentukan degan mebandingkan warna 
contoh dengan warna baku, sampai diperoleh warna yang cocok.
Apabila warna contoh terletak antara dua skala warna, misalnya antara 
5 dan 5,5 maka selalu dilaporkan warna yang lebih gelap dengan diberi 
imbuhan L sehingga untuk kasus ini warna contoh dilaporkan “warna 
ASTML 5,5”. Untuk contoh yang mempuntai warna ASTM lebih gelap 
dari warna 8 dilaporkan “warna ASTM D 8”. Untuk contoh yang 
warnanya lebih gelap dari warna 8, contohdapat dicampur dengan 
kerosin yang mempunyai warna Saybolt +21, dengan perbandingan 
15% volum contoh dam 85% volum kerosin. Untuk contoh yang 
diencerkan dengan kerosin, warna contoh dilaporkan dengan 
memberikan akhiran Dil, misalnya “warna ASTM L 6,5 Dil”.
Gambar 4-7. Kolorimeter ASTM
Warna dapat digunakan sebagai petunjuk tentang kesempurnaan 
dalam proses pengolahan. Warna produk yang mengalami diskolorisasi 
dapat disebabkan karena adanya dekomposisi termal yang disebabkan 
karena suhu pemanas yang terlampau tinggi atau karena berikutnya 
bahan yang berwarna gelap ke dalam sesuatu produk.
6. Viskositas Kinematis
Viskositas kinematis minyak bumi dan produknya dapat 
ditentukan dengan viskosimeter. Viskosimeter yang banyak digunakan 
adalah viskosimeter pipet yang bekerja berdasakan hokum poiseuille 
yang berlaku untuk cairan yang mengalir secara laminar dalam sebuah 
pipa yaitu:
𝑉 =
πœ‹π‘Ÿ
4
𝑑∆𝑃
8
𝐼
Dimana r adalah jari-jaring tabung kapiler, ∆𝑃 adalah beda 
tekanan antara ujung-ujung pipa kapiler,  adalah koefisien viskositas, t

adalah waktu alir, I adalah panjang pipa kapiler dan V adalah volum 
cairan yang mengalir.
Ada bermacam-macam viskosimeter tipe pipet yang dapat 
digunakan untuk menentukan viskositas kinematis, baik untuk produk 
minyak yang tembus pandang (transparan) maupun tidak (ASTM D 
445-79) untuk menjamin agar aliran cairan dalam pipa kapiler 
viskosimeter laminer, harus digunakan viskosimeter yang mempunyai 
ukuran pipa kapiler sedemikian sehingga waktu alir lebih dari 200 
detik. Pada dasarnya pengukuran viskositas kinematis produk minyak 
mempunyai volum tertentu melalui pipa kapiler viskosimeter pada suhu 
tertentu. Selanjutnya viskositas kinematis contoh dapat dihitung dengan 
persamaan:
V = C t
Dimana v adalah viskositas kinematis dalam sentistoke, t 
adalah waktu alir dalam detik danC adalah onstante viskosimeter. 
Apabila konstante viskosimeter pipet belum diketahui, maka perlu 
dilakukan kalibrasi dengan menggunakan cairan beku. Beberapa 
macam viscometer tipe pipet yang biasa digunakan antara lain ialah 
viskosimeter Cannon-Fenske, Zeitfuchs, ubbelohde dan Fitz Simons.
Disamping viskosimeter tipe pipet diatas, viskositas minyak 
bumi dan produknya pernah ditentukan dengan menggunakan 
viskosimeter Saybolt (ASTM D 88), namun uji ini sekarang sudah 
tidak lagi digunakan, kekentalan Saybolt adalah waktu alir dalam 
detik, yang diperlukan untuk mengalirkan sebanyak 60 cc dari suatu 
tebaung viskosimeter pada suhu tetap melalui lubang (orifice) yang 
telah dikalibrasi yang terdapat ada dasar tabung viskosimeter. Ada 
dua macam viskosimeter Saybolt, yaitu viskosimeter Saybolt 
universal dan viskosimeter saybolt Furol, yang berbeda dalam 
ukuran lubang pada dasar tabung viskosimeter. Viskosimeter saybolt
furol terutama digunakan untuk menentukan viskositas mintak berat. 
Hubungan secara pendekatam antara kekentalan Saybolt universa 
dengan saybolt furol terutama digunakan untuk menentukan antara 
kekentalan Saybolt universal dengan Saybolt Furol kira-kira adalah 
sebagai berikut:
Kekentalan Saybolt Universal = 10 x kekentalan Saybolt Furol
Kekentalan minyak pelumas biasanya dinyatakan dalam 
kekntalan Saybolt universal pada suhu 100, 130 atau 210 F, sedang 
kekentalan minyak bakar biasanya dinyatakan dalam kekentalan 
Saybolt Furol pada 122 atau 210 F.
Hubungan antara kekentalan kinematic dengan kekentalan 
Saybolt universal menurut US Bureau of Standards adalah sebagai 
berikut:
𝐊𝐞𝐀𝐞𝐧𝐭𝐚π₯𝐚𝐧 𝐀𝐒𝐧𝐞𝐦𝐚𝐭𝐒𝐜, 𝐜𝐬 = 𝟎, πŸπŸπŸ— 𝐭 −
πŸπŸ’πŸ—, πŸ•
𝒕
Dimana t adalah kekentalan Saybolt Universal, dalam detik.
7. Titik Asap
Titik asap (smoke point) didefinisikan sebagai tinggi nyala 
maksimum dalam minimeter dimana kerosin terbakar tanpa timbul asap 
apabila ditentukan dalam alat uji baku pada kondisi tertentu (IP 57). Di 
samping dikenakan kepada kerosin, uji titik asap juga dikenakan kepada 
bahan bakar jet (ASTM D 1132-90). Titik asap ditentukan dengan cara 
membakar contoh kerosin atau bakar jet dalam lampu titik asap. Nyala 
dibesarkan dengan jalan menaikkan sumbu sampai timbul asap, 
kemudian nyala dikecilkan sampai asap tetap hilang. Tinggi nyala 
dalam keadaan terakhir ini dalam millimeter adalah titik asap contoh. 
Asap terutama disebabkan oleh adanya senyawa aromat dalam bahan 
minyak.
Kepentingan smoke point dalam praktek ialah untuk 
menentukan kualitas kerosin yang penggunaan utamanya ialah sebagai
bahan bakar lampu penerangan. Kerosin yang baik harus mempunyai 
titik asap yang tinggi, sehingga nyala api bahan bakar kerosin ini dapat 
dibesarkan dengan kecenderungan untuk memberikan asap yang kecil.
8. Korosi Lempeng Tembaga
Uji korosi lempeng tembaga (ASTM D 130-88; IP 154/86) 
dimaksudkan untuk mengetahui sifat korosi bensin pesawat terbang, 
bahan bakar turbin penerbangan, bensin mobil, bensin alam dan 
senyawa hidrokarbon yang mempunyai RVP kurang dari 18 psi (124 
kPa), bahan bakar traktor pertanian, pelarut, kerosin, bahan bakar
distilat, minyak pelumas dan produk minyak bumi lainnya terhadap 
lempeng tembaga.
Uji ini dilakukan dengan merendam lempeng tembaa yang telah 
dipolis di dalam contoh yang akan diuji, dan selanjutnya dipanaskan 
pada suhu tertentu dan lama waktu tertentu tergantung pada jenis 
contoh. Pada akhir pemanasan, lempeg tembaga diambil, dicuci dan 
kemudian dibandingkan dengan baku korosi lempeng tembaga ASTM 
(ASTM Copper Strip Corrosion Standard). Hasil uji korosi lempeng 
tembaga selanjutnya dinyatakan dengan nilai: 1 a, b ; 2 a, b, c, d, e; 3 a, 
b dan 4 a, b, c.
Korosi produk minyak bumi terhadap sebagai macam logam 
disebabkan oleh senyawa belerang korosif yang terdapat dalam produk 
minyak bumi. Tidak semua senyawa belerang yang terdapat dalam 
fraksi minyak bumi bersifat korosif.
Khusus untuk elpiji, uji korosi lempeng tembaga digunakan 
metode uji baku ASTM D 1838-89, yang pada dasarnya sama dengan 
metode uji korosi lempeng tembaha ASTM D 130.
9. Sisa Karbon
Ada dua macam cara sisa karbon, yaitu: uji sisa karbon 
Conradson (ASTM D 189-88; IP 13/82) dan uji sisa karbon 
Ramsbottom (ASTM D 524-88; IP 14/82). Kedua cara uji ini 
dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan pembentukan kokas 
produk minyak bumi yang sukar menguap.
Sisa karbon Conradson (Conradson carbon residu-CCR) adalah 
sisa karbon yang tertinggal setelah produk minyak bumi dikenakan 
pirolisis yaitu pemanasan tanpa berkontak dengan udara. Uji ini 
umumnya dikenakan kepada produk minyak bumi yang relatif kurang 
volatile yang sebagian akan terurai pada distilasi tekanan atmosferik, 
seperti bahan bakar solar, minyak gas, minyak bakar dan minyak 
pelumas. Sisa karbon sesungguhnya bukan seluruhnya karbon, tetapi 
kokas yang masih dapat diubah lebih lanjut degan jalan pirolisis. Sisa 
karbon conradson ditentukan dengan jalan memanaskan dengan kuat 
contoh minyak yang telah diketahui beratnya dalam krus tanpa 
berkontak dengan udara selama waktu tertentu. Pada akhir pemanasan, 
krus yang mengandung residu karbon didinginkan dalam eksikator dan 
ditimbang, dan sisa yang tertinggal dihitung sebagai persentase dari
contoh mula-mula dan dilaporkan sebagai sisa karbon conradson. Alat 
uji sisa karbon Conradson dapat dilihat pada gambar 4-8.
Sisa karbon Ramsbottom (Ramsbottom carbon residue) adalah 
sisa karbon yang tertinggal setelah contoh bahan minyak yang sukar 
menguap yang ditempatkan dakam bola gelas khusus yang mempunyai 
lubang pipa kapiler dipanaskan dalam dapur koking logam (metal 
coking furnace) pada suhu sekitar 550 C.
Sisa karbon conradson dan ramsbottom keduanya digunakans 
ebagai petujk mengenai kecenderungan produk minyak bumi untuk 
memberikan deposit kokas. Adanya alkil nitrat dalam bahan bakar 
diesel, seperti amil nitrat, heksil nitrat dan oktil nitrat akan memberikan 
sisa karbon conradson dan ramsbottom yang lebih tinggi dari pada 
apabila dalam bahan bakar diesel tersebut tidak ditambah aditif.
Gambar 4-8. Alat uji sisa karbon conradson
10. Titik Kabut
Titik kabut (cloud point) adalah suhu tertinggi di mana Kristal 
malam parafin akan terlihat sebagai kabut pada dasar tabung uji apabila 
mnyak didinginkan pada kondisi tertentu (ASTM D 2500 – 88). Uji ini 
hanya dapat dikenakan kepada produk minyak bumi yang tembus
pandang pada ketebelan 38 mm (1 1/2in) dan dengan titik kabut kurang 
dari 49 C (120F). Titik kabut ditentukan dengan jalan mendinginkan 
contoh minyak dan setiap penurunan suhu yang merupakan kelipatan 1
C (2F) diamati apakah pada dasa tabung uji terbentuk kabut. Suhu di 
mana pada daasar tabung uji mulai terbentuk kabut Kristal malam 
paarafin, dicatat sebagai titik kabut contoh. Susunan alat uji titik kabut, 
dapat dilihat pada gambar 4-9.
Gambar 4-9. Alat uji titik kabut
Titik kabut dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai 
kandungan relative malam parafin dalam produk minyak bumi.
11. Titik Tuang
Titik tuang (pour point) adalah suhu terendah dimana minyak 
bumi dan produknya masih dapat dituang atau mengalir apabila 
didinginkan pada kondisi tertentu (ASTM D 97-87). Uji titik tuang 
daoat dikenakan dengan jalan mendinginkan contoh dan setiap 
penurunan suhu yang merupakan kelipatan 3C (5F) dilakukan uji sifat 
alir contoh. Suhu tertinggi dimana contoh tidak dapat mengalir, dicatat 
sebagai titik padat (solid point). Selanjutnya sesuai dengan definisi, titik 
tuang diperoleh dengan menambah 3C (5F) kepada titik padat.
Alat uji titik tuang pada dasarnya sama dengan alat uji titik kabut, 
perbedaanya adalah pada kedudukan thermometer contoh. Seperti halnya 
dengan titik kabut, titik tuang dapat juga digunakan sebagai petunjuk 
mengenai besarnya kandungan malam relative dalam minyak bumi dan 
produknya, disaping itu titik tuang juga menunjukkan suhu terendah di mana 
minyak bumi dan produknya masih dapat di pompa.
12. Angka Oktan
Kecenderungan bensin untuk memberikan ketukan dalam mesin 
dinyatakan dengan angka oktan (octane number). Untuk menentukan angka 
oktan bensin, digunakan bahan bakar pembanding (referece fuels) n-heptan, 
iso-oktan (2,24 trimetil pentan) dan TEL. N-heptan yang mempunyai 
kecenderungan yang besar untuk mengetuk diberi angkta oktan 0, dan iso￾oktan yang kecenderungannya untuk mengetuk kecil diberi angka oktan 
100. Untuk bensin dengan angka oktan di atas 100, sebagai bahan bakar 
pembanding digunakan iso-oktan dan TEL. Nilai angka oktan iso-oktan 
yang ditambah TEL dapat dilihat pada tabel 4-1 di bawah ini. Karena skala 
angka oktan hanya sampai 100, dank arena bensin penerbangan yang 
dikembangkan sejak tahun 1935 mempunyai angka oktan di atas 100, maka 
diperlukan skala angka kinerja (performance number). Angka kinerja suatu 
bahan bakar adalah perbandingan antara daya yang ditimbulkan oleh bahan 
bakar tersebut dengan daya yang ditimbulkann oleh bahan bakar 
permbanding dalam sebuah mesin.
Untuk menentukan angka oktan bensin digunakan mesin uji baku 
CFR (Co-operative Fuel Research Committee) ASTM. Bensin premium 
dikatakan mempunyai angka oktan 88 berarti bahwa bensin tersebut 
mempunyai karakteristik ketukan (knocking characteristics) dalam meisn uji 
baku CFR ASTM yang sama dengan karakteristik ketukan campuran antara 
88% volum iso-oktan dalam campuranya dengan n-heptan.
Dewasa ini ada 3 macam metode uji angkta oktan bahan bakar 
bensin yaitu:
1. Metode riset (ASTM D 2699-88a) yang berlaku untuk bensin 
motor
2. Metode motor (ASTM D 2700-88a) yang berlaku untuk bensin 
motor dan bensin penerbangan.
3. Metode supercharge (ASTM D 909-86) yang berlaku untuk bensin 
penerbangan.
Untuk menentukan angka oktan bensin digunakna mesin uji 
baku CFR (Co-operative fuel research committee). Di dalam metode 
riset, digunakan mesin uji silinder tunggal yang mempunyai kecepetan 
mesin 600 rpm, suhu udara masuk 125 F, suhu jaket 212 F dan 
perbandingan campuran untuk ketukan maksimum. Selanjutnya di 
dalam metode motor, digunakan mesin uji silinder tunggal dengan 
kecepatan perputaran mesin 900 rpm, suhu udara masuk 100v F, suhu 
jaket 212 F dan perbandingan campuran untuk ketukan maksimum. 
Akhirnya di dalam metode supercharge, digunakan mesin uji silinder 
tunggal dengan kecepatan perputaran mesin 1800 rpm dan suhu 
pendinginan 375 F. mesin uji tersebut di atas mempunyai 
perbandingan kompresi yang dapat diubah-ubah.
13. Belerang dalam Produk Minyak Bumi
Ada beberapa macam cara untuk menentukan kandungan 
belerang dalam produk minyak bumi, yaitu: metode bom umum 
(general bomb method) ASTM D 129-64, metode lampu (lamp method) 
ASTM D 1266-87 metode suhu tinggi (hight temperature method) 
ASTM 1552-88 dan spektrometri sinar X (X-ray spectrometry) ASTM 
D 2622-87.
Di dalam mtode lampu, contoh produk minyak bumi ringan 
sepeti bensin, nafta atau kerosin dibakar dalam sistem tertutup dengan 
menggunakn lampu da;a, atmosfer buatan yang terdiri dari 70% karbon 
dioksid dan 30% oksigen untuk mencegah terbentuknya nitrogen oksid. 
Oksid belerang yang terbentuk selanjutnya diserap dan dioksidasi

dengan larutan hidrogen peroksid. Akhirnya belerang dalam penyerap 
ditentukan dengan jalan titrasi asidimetri dengan menggunakan larutan 
natrium hidroksi baku atau secara gravimetric dengan jalan diendapkan 
sebagai barium sulfat. Dengan cara yang lain contoh yang dapat dibakar 
dalam udara dan belerang yang diubah sebagai silfat.
Untuk produk minyak bumi yang lebih berat yang tidak dapat 
dibakar dalam lampu yang bersumbu, dapat dipakai metode bom umum 
atau metode suhu tinggi. Di dalam metode bom umum, contoh yang 
sukar menguap, seperti minyak pelumas dan gemuk, dioksidasi di 
dalam bom yang berisi oksigen di bawah tekanan. Belerang dalam 
contoh, akan ditentkan secara gravimteri sebagai hatrium sulfat. Di 
dalam metode suhu tinggi yang berlaku untuk contoh yang mempunyai 
titik dididh di atas 177 C (350 F), contoh dibakar dalam arus oksigen 
pada suhu yang cukup tinggi sehingga sekitar 97% dari belerang dalam 
contoh akan berubah menjadi belerang oksid. Produk hasil pembakran 
slenjutnya dilewatkan suatu penyeerap yang berisi larutan kalium yodid 
asam dan indicator amilum. Warna biru lemah akan terjadi dalam lautan 
penyerap dengan penambahan lautan kalium yodat baku. Pada saaat 
pembakaran berlangsung, warna biru akan hilang dan diperlukan lebih 
banyak larutan yodat. Dengan mengetahui banyaknya larutan yodat 
baku yang diperlukan, dapatlah ditentukan kadnungan belerang dalam 
contoh. Di samping menggunakan larutan baku yodat, kandungan 
belerang dapat juga ditentukan dengan detector inframerah.
14. Uji Produk Minyak Bumi Lainnya
Karena jenis uji yang dikenakan kepada produk-produk minyak 
bumi sangat banyak, sehingga tidak mungkin bajwa semua jenis uji 
produk minyak bumi dibicarakan disini. Untuk itu maka pada 
pembicaraan mengenai produk minyak bumi pada bab V, khususnya 
untuk produk-produk tertentu akan disinggung secara sepintas 
mengenai uji-uji yang diperlukan. Misalnya uji angka kauri butanol 
akan disinggung pada pembicaraan tentang nafta atau solven; uji angka 
cetan dan indeks diesel, akan disinggung pada pembicaraan tentang 
bahan bakar diesel, uji kemuluran atau duktifitas (ductility). Uji 
penetrasi dan uji titik pelunakan bola dan cincin, akan dibicaarkan pada 
aspal dan sererusnys.
Kira-kira serratus lima puluh tahun yang lampau, satus-satunya 
produk minyak bumi yang dihasilkan oleh kilang minyak adalah 
kerosin yang digunkan sebagai bahan bakar lampu penerangan. Tetapi
dewasa ini sehubungan dengan kemajuan zaman dan kemajuan 
teknologi produk minyak bumi telah menjadi puluhan jenisnya, belum 
termasuk produk petrokimia yang dihasilkan oleh industry-industri 
petrokimia. Produk kimia bumi yang dihasilkan oleh kilang minyak 
untuk dipasarkan haruslah memenuhi spesidikasi pemasaran. 
Spesifikasi pemasaran produk minyak bumi untuk berbagai Negara 
pada umumnya tidaklah sama, kecuali untuk bensin penerangan dan 
bahan bakar jert, dimana spesifikasinya disesuaikan dengan spesifikasi 
nternasional yang diikeluarkan oleh DERD. Spesifikasi pemasaran 
adalah batas-batas sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh produk-produk 
minyak bumi yang ada di pasaran. Spesifikasi ini sebenarnya adalah 
hasol komproimi antara sifat kinerja produk minyak bumi dengan 
kemampuan kilang minyak untuk menghasilkan produk dar minyak 
mentah yang tersedia. Untuk Indonesia. Spesfikasi produk bahan 
minyak ditetapkan sesuai dengan kepurusan Direktur Jendral Minyak 
dan Gas Bumi yang semuanya dapat dilihat pada lampiran.
Ada beberapa maacm cara penggolongan produk jadi yang 
dihasilkan oleh kilang minyak. Diantaranya produk jadi kilang minyak 
dapat dibagi menjadi: produk bahan bakar minyak (BBM) dan produk 
bukan bahan bahar minyak (BBBM). Teramasuk produk BBM ialah:
bensin penerbangan, bensin motor, bahan bakar jet, kerosin, solar 
minyak diesel dan minyak bakar. Sedangkan uanh yermasuk produk 
BBBM ialah: elpiji (liquefied petroleum gases – LPG), pelarut, minyak 
pelumas, gemuk, aspal, malam parafin, hitam karbon (carbon black)
dan kokas.
Berbagai jenis produk migas yang diproduksi Pertamina dan 
diperdagangkan di Indonesia untuk berbagai keperluan seperti : rumah 
tangga, bahan bakar kenderaan bermotor, bahan bakar pesawat udara, 
industri dan perkapalan diantaranya sebagai berikut :
 LPG (Liquified Petroleum Gases)
 Premium, Pertamax & Pertamax plus (Motor Gasolines)
 Avgas 100/130 (Aviation Gasoline)
 Avtur (Aviation Turbine Fuel)
 Minyak Solar (High Speed Diesel Oil)
 Minyak Diesel (Industrial Diesel Fuel)
 Minyak Bakar (Fuel Oil)
 Berbagai jenis Minyak Pelumas (Lubricating Oils)
 Berbagai jenis Pelarut (Petroleum Solvents)
 Asphalt atau Bitumen (Petroleum Asphalts)
Penggolongan yang lain aialah bahwa produk jadi kilang 
minyak dapat dibagi menjadi:
1. Produk volatile-elpiji (LPG) dan bensin alam.
2. Minyak ringan-ringan motor, bensin penerbangan, bahan bakar 
turbin penerbangan, pelarut, bahan bakar traktor dan kerosin.
3. Distilat-solar, minyak diesel dan minyak gas.
4. Minyak pelumas meliputi berbagai jenis minyak pelumas.
5. Gemuk meliputi bergabagi jenis gemuk.
6. Malam meliputi malam parafin, malam Kristal mikro (micro 
crystalline wax) dan petrolatum.
7. Residu mintak bakar, kokas petroleum, aspal, hitam karbon dan 
lain-lain.
8. Produk khusus hidrokarbon, bahan kimia, aspal, hitam karbon dan 
lain-lain.
Pada pembicaraaan produk minyak bumi ini terutama 
ditekankan kepada produk jadi kilang yang ada di Indonesia.
5.1 LPG (ELPIJI)
LPG (Liquified Petroleum Gases) sebagian besar dapat 
dihasilkan dari pemanfaatan gas-gas hasil pengolahan minyak bumi 
atau kilang BBM. LPG dapat juga dihasilkan dari gas alam setelah 
melalui proses pemurnian kotoran dan memanfaatkan gas propan dan 
butan hasil samping kilang gas alam atau LNG (Liquified Natural 
Gases) plant. Komponen LPG sebagian besar adalah merupakan 
senyawa hidrokarbon dengan komposisi utama propan (C3H8) dan butan 
(C4H10) yang dicairkan dengan tekan sedang dan suhu ambien. Pada 
saat berfase gas, LPG lebih berat dari udara dengan densitas ± 2 kali
densitas udara dengan nilai pembakaran ± 11.900 kcal/kg dan tekanan 
dalam tabung berkisar antra 5.0 ~ 6.2 kg/cm2
. Pada dasarnya LPG 
sebenarnya tidak berbau dan tidak berwarna, namun untuk keamanan 
dalam pemakaiannya, maka ditambahkan sejumlah kecil ethyl 
merkaptan (C2H5-SH) yang mempunyai bau menyengat. Hal ini 
dimaksudkan untuk mengetahui apabila suatu ketika terjadi kebocoran 
pada saat pemakaian.
5.1.1 Penggunaan LPG
LPG digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya :
 Rumah tangga, dalam kemasan tabung 3 dan 12 kg
 Industri, dalam kemasan tabung 50 kg atau lebih
Selain sebagai bahan baku LPG, Gas bumidigunakan juga 
sebagai bahan bakar kenderaan bermotor yang lebih dikenal dengan 
sebutan Bahan Bakar Gas (BBG), sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 
1930. International Gas Union, melaporkan bahwa terdapat sekitar 40 
negara dan lebih dari setengah juta kendaraan yang telah menggunakan 
BBG. Dari sekian banyak negara tersebut, Italia adalah negara pertama 
yang menggunakan BBG, sementara negara lain adalah Argentina,
Jepang, Rusia, Slandia Baru dan Amerika Serikat.
Sementara itu untuk Indonesia, BBG baru resmi dipasarkan oleh 
Pertamina pada tanggal 01 April 1989. Badan Pengkajian dan 
Penerapan Teknologi (BPPT) telah menguji dan menyatakan lain darat 
penggunaan BBG untuk kendaraan bermotor. Tangki berkapasitas 60 
liter dapat diisi dengan BBG 20 liter setara Premium. BBG memiliki 
berbagai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar lain pada sektor 
transportasi, selain lebih murah juga lebih aman, lebih irit dan 
menjadikan mesin lebih awet. Oleh sebab itu BBG menjadi bahan bakar 
yang makin diminati konsumen dimasa depan, karena sekaligus 
menjaga kebersihan lingkungan.
5.1.2 Spesifikasi LPG
Spesifikasi LPG yang berlaku di wilayah Negara Republik 
Indonesia, secara lengkap disajikan pada tabel 5.1.
Spesifikasi dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang 
menetapkan batas-batas kualitas suatu produk yang melibatkan empat 
pihak yaitu konsumen, produsen, masyarakat umum dan Pemerintah. 
Spesifikasi produk LPG yang dipasarkan Pertamina ditentukan oleh 
berbagai aspek teknis, ekonomi dan kebijaksanaan Pemerintah yang 
ditetapkan melalui peraturan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi 
atau Dirjen Migas yang berkedudukan di Jakarta.
Seperti yang terlihat dalam tabel 3 diatas, setiap butir 
karakteristik diuji dengan metode uji ASTM (American Society for 
Testing and Materials). Metode uji ASTM digunakan sebagai metode 
baku untuk pengujian produk Migas dihampir semua negara, oleh 
karena itu dapat disimpulkan bahwa spesifikasi LPG di Indonesia 
berlaku juga dibeberapa negara dibelahan dunia. Karakteristik yang 
terdapat dalam spesifikasi LPG mencakup beberapa aspek teknis,
diantaranya :
 Harus cukup bersih dan tidak menimbulkan korosi pada logam 
yang bersentuhan dengan bahan bakar.
 Tidak boleh mengandung komponen yang tidak mudah menguap 
atau tidak terbakar sempurna.
 Tidak boleh terlalu mudah menguap sehingga jika dipakai sebagai 
bahan bakar kenderaan bermotor tidak mengalami pendidihan
didalam pompa atau saluran bahan bakar, sehingga menimbulkan 
gangguan aliran seperti sumbatan uap (vapour lock) yang 
memacetkan mesin.
5.2 MOTOR GASOLINES
Motor gasolines yang biasa disingkat dengan sebutan Mogas 
atau lazim disebut bensin adalah suatu bahan bakar yang dipergunakan 
untuk mesin kendaraan dengan penyalaan busi (spark ignation engine).
Mogas adalah salah satu produk minyak bumi yang merupakan 
senyawa komplek hidrokarbon dengan trayek didih berkisar antara 38 ~ 
205°C atau rentang atom karbon berkisar antara C4 ~ C12. Mogas paling 
banyak digunakan sebagai sumber energi dan dalam sektor transportasi 
merupakan sektor yang sangat vital.
5.2.1 Klasifikasi 
Seiring dengan perkembangan teknologi, industri kendaraan 
bermotor banyak mengalami berbagai perubahan yang bertujuan untuk 
mendapatkan efisiensi pembakaran, unjuk kerja yang optimal dan 
hemat bahan bakar serta umur mesin yang lebih panjang. Untuk 
mewujutkan impian dimaksud, mutlak dilakukan perbaikan terhadap 
perbandingan kompresi (compression ratio) dari mesin, namun semakin 
tinggi perbandingan kompresi maka diperlukan semakin tinggi mutu 
pembakaran (ignation quality) dari bahan bakar yang dinyatakan 
dengan angka oktan (octane number). Penjelasan yang berkaitan 
dengan perbandingan kompresi disajikan pada gambar 1.
Gambar 5.1. Perbandingan kompresi
Angka oktan merupakan salah satu sifat yang sangat penting 
dari mogas. Angka oktan sangat erat hubungannya dengan penomena
pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar mesin. Berdasarkan 
angka oktan, mogas diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang 
disajikan pada tabel 5.2. berikut ini.
Tabel 5.2. Klasifikasi Mogas
Premium 88 adalah bensin berwarna kekuningan yang jernih.
Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna yang sengaja 
ditambahkan (yellow dye). Penggunaan premium 88 umumnya adalah 
untuk kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin 
dengan system 2 atau 4 langkah seperti : mobil, sepeda motor, motor 
tempel, mesin pemotong rumput dll. Bahan bakar ini sering juga disebut 
motor gasoline atau petrol.
Pertamax dan Pertamax plus adalah bensin yang diproduksi 
dari komponen pilihan jenis HOMC (High Octane Mogas Component)
yang berkualitas tinggi. Diformulasikan secara khusus tanpa 
menambahkan aditive timbal atau timah hitam dan sengaja 
dikembangkan untuk memenuhi tuntutan industri otomotif yang mampu 
melayani mesin yang mempunyai perbandingan kompresi tinggi 
maupun tuntutan dunia akan bahan bakar yang lebih bersahabat 
terhadap lingkungan dan lebih aman terhadap kesehatan manusia.
Pertamax dan Pertamax plus dikembangkan melaui proses 
pengolahan secara khusus untuk memperoleh angka oktan yang tinggi. 
Pertamax mempunyai angka oktan 92 dan diberi zat pewarna biru (blue 
dye), sementara pertamax plus mempunyai angka oktan lebih tinggi 
yaitu 95 dan diberi zat pewarna merah (red dye). Kedua jenis mogas ini 
direkomendasikan untuk kendaraan dengan klep gas buang dan 
dudukannya terbuat dari metal keras (hardened exaust valve and seats)
dan tidak dianjurkan digunakan untuk kendaraan model lama atau 
produksi dibawah tahun 1992 yang masih memerlukan timbal untuk 
melindungi dudukan klep pada mesin terhadap keausan yang 
berlebihan.
5.2.2 Spesifikasi 
Spesifikasi dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang 
menetapkan batas-batas kualitas suatu produk yang ditetapkan secara 
resmi oleh pemerintah dengan memperhatikan kepentingan nasional 
secara menyeluruh, termasuk pihak produsen, konsumen dan
masyarakat umum. Pada dasarnya spesifikasi mogas menentukan batas￾batas kualitas untuk 3 kelompok sifat utama mogas yang digunakan 
sebagai bahan bakar, yaitu :
 Sifat pembakaran (ignation quality)
 Sifat penguapan (volatility)
 Sifat kebersihan dan stabilitas (corrosivity & stability)
5.2.3 Sifat Pembakaran
Satu-satunya cara untuk mengukur sifat pembakaran adalah 
dengan angka oktan atau knock rating yang diperiksa menggunakan 
mesin CFR jenis F-1 yang mengacu pada ASTM D-2699. Mesin CFR 
(Cooperative Fuel Research) untuk pertama kali diperkenalkan pada 
tahun 1930 di Amerika Serikat. Angka oktan dinyatakan sebagai 
persentase iso octane dalam campuran antara iso octane dan normal 
heptane, yang dalam kondisi pemeriksaan memberikan intensitas 
ketukan (knock intensity) yang sama dengan sampel yang sedang 
diperiksa.
Iso octane dan normal heptane disebut sebagai bahan bakar 
pembanding utama (primary reference fuel), untuk iso octane (2,2,4 
trimetil pentane) memiliki nilai oktan 100 sedangkan normal heptane
adalah 0. 
Apabila suatu mesin kendaraan menggunakan bahan bakar yang 
angka oktannya tidak sesuai dengan spesifikasi, akibatnya terjadi 
pembakaran yang tidak sempurna dan mengkasilkan suatu bunyi 
letupan yang dikenal sebagai knock atau detonasi. Detonasi dapat pelan 
kedengarannya, namun terkadang sangat keras seperti bunyi pukulan 
martil pada dinding silinder mesin sehingga pada akhirnya mesin
kehilangan daya, pemborosan bahan bakar serta terjadi kerusakan pada 
mesin. Spesifikasi angka oktan mogas jenis Premium 88, disajikan pada 
tabel 5.3. berikut ini.

5.2.4 Sifat Penguapan
Aspek kedua yang penting dalam menjamin kelancaran kerja 
mesin adalah sifat kemudahan menguap atau volatilitas. Mogas yang 
terlalu mudah menguap, mungkin sudah terlanjur menguap dalam 
pompa bahan bakar, saluran bahan bakar atau karburator. Jika terlalu 
banyak menguap, aliran bahan bakar kemesin berkurang sehingga daya 
mesin juga berkurang, bunyi mesin menjadi kasar, bahkan mesin dapat 
mati sama sekali. Kondisi seperti ini disebut sebagai vapor lock atau 
sumbatan uap. Untuk mengukur kecenderungan keadaan ini dilakukan 
analisa tekanan uap (Reid Vapor Pressure) metode ASTM D-323.

Spesifikasi yang berkaitan dengan sifat penguapan mogas jenis 
Pertamax, secara lengkap disajikan pada tabel 5.4.

Sebaliknya, jika yang menguap tidak cukup banyak, mesin akan 
sulit dihidupkan pada waktu cuaca dingin dan akan memerlukan waktu 
yang cukup lama untuk pemanasan dan mencapai suhu operasi normal. 
Oleh karena itu volatilitas mogas diatur dengan rapi melalui batasan￾batasan kurva distilasinya yang ditentukan dengan metode ASTM D-86.
5.2.5 Sifat Kebersihan & Stabilitas
Dua kelompok sifat yang telah dibicarakan terdahulu, yaitu sifat 
pembakaran dan penguapan, sangat erat kaitannya dengan unjuk kerja 
mogas sebagai bahan bakar. Kelompok ketiga lebih berkaitan dengan 
kebersihan dan stabilitas selama transportasi dan penimbunan. Artinya

mogas harus tidak mnengandung bahan-bahan yang tidak dikehendaki 
seperti getah (gum) dan senyawa pengotor lainnya. Disamping itu 
mogas juga harus cukup stabil sehingga tidak berubah selama 
penyimpanan, tidak mengalami penurunan mutu atau degradasi serta 
tidak bereaksi dengan udara dan logam atau bahan lain.
 Getah (gum)
Getah mogas adalah residu keras dan bergetah yang tersisa bila 
mogas diuapkan. Kadar getah yang sudah ada (existent gum) didalam 
mogas ditentukan dengan metode penguapan yang mengacu pada 
ASTM D-381. Sejumlah mogas ditaruh didalam beaker glas dipanaskan 
pada suhu 160 ± 5°C dan disemprot dengan udara bertekanan yang 
terkendali. Getah yang tersisa menunjukkan besarnya kandungan getah 
yang ada pada mogas. Batas maksimum yang diizinkan menurut 
spesifikasi yang ditentukan oleh Dirjen Migas sebesar 4 mg/100 ml 
mogas. Spesifikasi yang berkaitan dengan sifat kebersihan dan stabilitas 
untuk mogas jenis Pertamax plus secara lengkap, disajikan pada tabel 
5.5. berikut ini.

 Stabilitas Oksidasi 
Kecenderungan mogas membentuk getah karena teroksidasi 
oleh udara selama penyimpanan, mulai dimasukkan dalam spesifikasi 
mogas sejak tahun 1970-an. Tolok ukur yang digunakan adalah uji 
periode induksi (induction period) yang mengacu pada metode ASTM 
D-525.
Sejumlah mogas dipanaskan dalam bejana tekan pada suhu 
100°C dengan oksigen pada tekanan awal 100 ± 2 psi. Setelah beberapa 
waktu, maka tekanan oksigen akan berkurang. Waktu yang diperlukan 
untuk menurunkan tekanan oksigen tersebut, disebut sebagai periode 
induksi.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa mogas yang 
mempunyai periode induksi minimum 480 menit, cukup tahan untuk 
penyimpanan selama 6 bulan. Oksidasi yang terjadi mengakibatkan 
terjadi penguraian aditif yang ditambahkan yang diikuti penurunan 
angka oktan serta terjadi perubahan warna, walaupun perubahan 
warna tersebut tidak berpengaruh pada mesin, namun berpengaruh 
dalam pemasaran.
 Kadar Belerang
Kadar belerang didalam mogas sudah lama menjadi perhatian,
namun baru dapat ditetapkan batas maksimumnya pada tahun 1970,
yaitu sebesar 0.15 %wt. Kemudian dengan dikembangkannya bensin 
tanpa timbal, ditetapkan maksimum 0.10 %wt. Penentuan batas kadar 
belerang ini sangat penting, yaitu untuk melindungi mesin dari keausan 
dan korosi pada sistem gas buang serta untuk mencegah kerusakan atau 
penurunan mutu dari minyak pelumas. Kadar belerang dalam mogas 
dapat ditentukan dengan metode lampu (sulfur lamp) yang mengacu 
pada metode ASTM D-1266 atau metode spektografi sinar X yang 
mengacu pada metode ASTM D-2622..
 Korosi
Untuk menjamin agar mogas tidak menimbulkan korosi pada 
bagian-bagian mesin yang terbuat dari tembaga, sudah sejak lama 
ditetapkan cara pengujian dengan lempeng tembaga yang mengacu pada 
metode ASTM D-130.
Bila lempeng tembaga standar direndam didalam sampel mogas 
pada suhu 50°C atau 122°F selama 3 jam, warna lempeng tembaga 
tidak boleh lebih jelek dari warna standar ASTM No. 1. Mogas juga

menimbulkan korosi terhadap logam selain tembaga, namun sampai 
sekarang belum ada metode baku untuk menentukan daya korosi 
terhadap logam-logam dimaksud

SIFAT-SIFAT FISIS MINYAK BUMI
Di dalam bab ini akan dibahas mengenai beberapa sifat-sifat 
fisis minyak bumi yang frasis-frasisnya, yang sanagat berguna dalam 
perhitungan-perthiungan. Buku yang lengkap yang membahas 
mengenai hal ini ialah Technical Data Book Petroleum Refining yang 
diterbitkan oleh American Petroleum Institute, Division of Refining,
Washington D.C. dan Data Book on Hydrocarbons Karangan J.B. 
Maxwel, yang diterbitkan oleh Robert Krieger Publishing Company, 
Huntington New York.
1. TITIK DIIDH RERATA FRAKSI MINYAK BUMI
Banyak sifat-sifat fisis senyawa hidrokarbon murni yang dapat 
dikorelasikan dnegan berat jenis (specific gravity) dan titik didih 
normal. Korelasi ini juga dapat dikenakan pada fraksi minyak bumi 
yang terdiri dari sejumlah besar senyawa-senyawa hidrokarbon, yang 
biasanya mempunyai titik didih yang berbeda-beda.
Berat jenis fraksi minyak bumi dengan mudah dapat ditentukan 
dalam laboratorium, sedangkan titik didih rerata yang segera dapat 
diperoleh dari data distilasi ASTM adalah titik didih rerata volumetric, 
TDRV (volumetric average boiling point, VABP). Watsn dan Nelson 
menunjukkan bahwa banyak sifat-sifat fisis fraksi minyak bumi yang 
tidak dapat dikorelasikan dengantitik didih rerata volumetric, tetapi 
hanya dapat dikorelasikan dengan titik didih rerata volumetriis, tetapi 
hanya dapat dikorelasikan dengn titik didih rerata fraksi minyak bumi 
yang lain, seperti titik didih rerata molal, TDRM (molal average boiling 
point, MABP), titik didih rerata kubis (cubic avarge boiling point, 
CABP), titik didih rerata berat, TDRB (weight average boiling point, 
WABP) dan titik didih rerata tengahan, TDRT (mean average boiling 
point, MeABP).
Adapun berbagai macam titik didih rerata tersebut diatas dapat 
didefinisikan sebagai berikut:
𝑇𝐷𝑅𝑉 =
𝑑10+ 𝑑30+ 𝑑50+ 𝑑70 + 𝑑90
5
𝑇𝐷𝑅𝑀 = 𝑋1
𝑑1 + π‘₯2
𝑑2 + π‘₯3
𝑑3+. ..
𝑇𝐷𝑅𝐾 = (𝑣1
𝑑1
1
3 + 𝑣2
𝑑2
1
3 + 𝑣3
𝑑3
1
3 + ….

𝑇𝐷𝑅𝑇 =
𝑇𝐷𝑅𝑀+𝑇𝐷𝑅𝐾
2
Dimana: 𝑑10,𝑑30,𝑑50, …. = suhu pada 10%, 30%, 50% distilasi …
𝑋1
, 𝑋2
, 𝑋3 … = fraksi mola fraksi 1,2,3 …
𝑑1
,𝑑2
,𝑑3
, ….. = titik didih tengahan fraksi 1,2,3,…
𝑀1
, π‘Š2
, π‘Š3
, .. = fraksi berat fraksi 1,2,3,…
𝑉1
, 𝑉2
, 𝑉3
, ….. = fraksi volum fraksi 1,2,3, ….
Karena titik didih rerata molalm rerata berat dan rerata kubis 
sukar untuk ditentukan dalam laboratorium, maka Watson dan Nelson 
mencari cara bagaimana memperoleh hubungan antara titik didih – titk 
didih rerata tersebut dengan titik didih rerata volumetric, seperti terlihat 
pada gambar 6-1. Dari grafik tersebut akan diperoleh suku koreksi yang 
harus ditambahkan kepada titik didih rerata volumetric untuk 
mendapatkan titik didih rerata yang diinginkan, berdasarkan lereng 
distilasi Engler 10-90% dan titik didih rerata volumetris.

Contoh 1:
Sebuah contoh bensin mempunyai suhu pada 10, 30, 50. 70 dan 
90% distilasi ASTM masing-amasing 148, 200, 244, 294 dan 352 F. 
Tentukan titik didih rerata volumetric, molal, berat, kubis dan tengahan 
contoh.
Jawaban:
Titik didh rerata volumteris TCRV =
148 + 200 + 244 + 294 + 352
5
= 248 𝐹
Lereng distilasi ASTM 10 -90% = 352−148
80
= 2,55𝐹/%
Dari gambar 6.1, diperoleh koreksi untuk titik didih rerata molal 
TDRM, titik didih rerata berat TDRM, titik didih rerata kubis TDRK 
dan titik didih rerata tengahan TDRT masing-masing adalah 27 7, -6
dan -17F.
Sehingga titik didih rerata molal TDRM = 248 – 27 = 221 𝐹
Titik didih rerata berat TDRB = 248 + 7 = 255 𝐹
Titik didih rerata kubis TDRK = 248 – 6 = 242𝐹
Titik didih rerata tengahan TDRT = 248 – 17 = 213F
2. FAKTOR KARAKTERISASI
Berdasarkan pengamatan-pengamatan fraksionasi minyak￾minyak mentah, Watson, Nelson dan Murphy mendapatkan bahwa jenis 
setiap fraksi kira-kira sebadning dengan akar pangkat tiga titik didihnya 
dalam skla absolut pada tekanan 1 atmosfir. Factor perbandingan 
tersebut yang merupakan indeks tingkat kaparafinan bahan minyak 
disebut factor karakteristik U.O.P atau factor Watson yang diberi 
simbol K. Sehingga dapatlah dituliskan bahwa:
𝐾 =
 π‘‡π΅
3
𝑆
Dimana S adalah berat jenis pada 60/60 𝐹 dan TB adalah titik 
didih rerata tengahan TDRT, TB mula-mula oelh Watson didefinisikan 
sebagai titik didih rerata molal TDRM, namun dalam perkembangannya 
TB ini kemudian berubah menajdi titik didih rerata kubis TDRK, dan 
akhirnya menjadi titik didih rerata tengahan TDRT.
Untuk senyawa hidrokarbon murni, terlihat adanya perbedaan 
harga K yang menyolok antara senyawaa hidrokarbon parafin, naften

dan aromat, seperti terlihat pada tabel 6.1. Apabila 𝐾1𝐾2𝐾3 dan 
seterusnya adalah factor karakterisasi senyawa hidrokarbon 1, 2, 3 dan 
setertusnya, maka factor karakterisasi campuran senyawa hidrokarbon 
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
𝐾 = 𝐾1π‘Š1 + 𝐾1π‘Š1 + 𝐾1π‘Š1 +
Dimana 𝑀1𝑀2𝑀3 dst adalah fraksi berat senyawa hidrokarbon 
1,2,3 dst. Ternyata bahwa factor karakterisasi mempunyai pernan yang 
sangat penting untuk fraksi minyak bumi langsung (straight run 
fractions) karena factor tersebut dapat dikorelasikan dengan sifat fisis 
dan sifat fraksi. Untuk fraksi minyak bumi yang mengandung senyawa 
hidrokaron olefin, diolefin dan aromat yaitu yang berasal dari proses 
rengkahan ataupun proses sintesis yang lain, factor karakterisasi 
Watson tidak dapat dikorelasikan secara baik dengan sifat-sifat fisis dan 
sifat termal fraksi.
Contoh 2
Apabila bensin pada contoh 1 di atas mempunyai berat kenis 
pada 60/60 F 0,7350, maka tentuka factor karakterisasi bensin tersebut.
Jawaban
Menurut definisi factor karakterisasi, maka factor karakterisasi 
bensin tersebut ialah
𝐾 =
 460+221 3
0,735
= 11,97

Untuk fraksi minyak bumi berat, sukar untuk mendapatkan 
harga titik rerata tengahan TDRT dari percobaan distilasi atmosferis, 
yang akan digunakan untuk mengjitung factor karakterisasi Watson K. 
untuk fraksi yang demikian, dengan mengetahui berat jenisnya dan 
berapa molekulnya, dengan pertolongan gambar 6.2, dapatlah 
ditentukan factor karakterisasi Watson. Sedangkan berat molekulnya 
dapat ditentukan dari kekentalannya pada 100 π‘‘π‘Žπ‘› 210F, dengan 
gambar 6.3.
Contoh 3
Tentukan factor karakterisasi Watson dan berat molekul fraksi 
minyak bumi yang mempunyai berat jenis pada 60/60𝐹 sebesar 0,749 
dan sifat distilasi ASTM D 86 sebagai berikut:
Distilasi, persen volum 10 30 50 70 90
Suhu 𝐹 149 230 282 325 371
Jawaban:
Lereng distilasi Engler 10-90% = (371 – 149)/80 = 2,78
Titik didh rerata fraksi = (149 + 230 + 282 + 325 + 371)/5 = 271F
Dari gambar 6.1, diperoleh suku koreksi terhadap titik didih 
rerata volumetric sebesar -19 𝐹, sehingga titik didih rerata tengahan 
fraksi tersebut adalah 271 – 19 = 252 𝐹. Dengan menghubungkan titik 
ini dengan skala berat jenis pada gambar 6.2, maka diperoleh berat 
molekul dan factor karakterisasi fraksi yaitu masing-masing 113 dan
11,9.
Contoh 4
Tentukan berat molekul dan factor karakterisasi Watson fraksi 
minyak bumi yang mempunyai gravitas API 22,5 dan viskositas 
kinematris pada 100 dan 210 F masing-masing sebesar 55,1 dan 5,87 
cs.

Jawaban:
Dari gambar 6.3, diperoleh berat molekul fraksi minyak bumi 
347. Dengan menggunakan harga berat molekul ini dan gravitas API, 
diperoleh factor karakterisasi Wason 11,6.
3. PANAS JENIS
Panas jenis adalah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 
satu satuan berat bahan sebesar satu derajat. Satuan panas jenis yag 
biasa dipergunakan adalah kalori/gram ( C) dalam sistem cgs dan 
BTU/lb ( F) dalam sistem inggris. Harga numeric panas jenis adalah 
sama dalam kedua sistem satuan diatas untuk sesuatu bahan. Panas jenis 
pada tekanan tetap harganya lebih tinggi dari pada panas jenis pada 
volum tetap. Panas jenis pada tekanan tetap lebih banyak digunakan 
dari pada panas jenis pada volum tetap.
Panas jenis minyak bumi dan fraksi-fraksinya mempunyai 
korelasi dengan suhu, gravitasi API dan factor karakteristik K menurut 
pesamaan sebagai berikut:
Cp = [ 0,355 + (1280)(  API) 10−6 + (503 + 1,17 ( API)10−6
t] x 
(0,05K + 0,41)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa untuk fraksi minyak 
bumi yang mempunyai harga K dan API gravity tertentu, panas jenis 
merupakan fungsi linier dari suhu. Untuk mempermudah perhitungan, 
maka dibuat grafik dalam gambar 6.4 dibawah berdasarkan persamaan 
diatas untuk fraksi minyak bumi dengan factor karakteristik K = 11,8. 
Dalam gambar tersebut juga disediakan grafik untuk menentukan factor 
koreksi minyak bumi yang mempuntyai factor karakterisasi yang lain 
dari 11,8.
Karena hubungan antara panas jenis dengan suhu adalah linier 
maka panas jenis rerata antara suhu 𝑑1 π‘‘π‘Žπ‘› 𝑑2
, merupakan panas jenis 
rerata aritmatik sehingga:
𝐢𝑝 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = 𝐢𝑝 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž =
𝐢𝑝
𝑑1 + 𝐢𝑝
𝑑2
2
Menurut Watson dan Fallon, panas jenis uap minyak bumi 
mempuntai korelasi dengan suhu dan factor karakterisasi K menurut 
persamaan sebagai berikut:
𝐢𝑝 = 0,045𝐾 − 0,233 + 0,44 + 0,017𝐾 10−3
𝑑 − (0,153)10−6
𝑑
2
Sehingga uap minyak bumi yang mempunyai factor 
karakterisasi tertentu, panas jenisnya merupakan fungsi kuadrat dari 
suhunya. Untuk memudahkan penggunaan persamaan terakhir ini telah 
pula dibuat grafik seperti terlihat pada gambar 6.5.
Panas jenis rerata uap minyak uap dapat ditentukan dengan 
rumus pendekatan sebagai berikut:
𝐢𝑝 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = 1
6
 (𝐢𝑝1 + 4𝐢𝑝 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž + 𝐢𝑝2)
Dimana: 𝐢𝑝1 = π‘π‘Žπ‘›π‘Žπ‘  𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 π‘’π‘Žπ‘ π‘šπ‘–π‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑑1
𝐢𝑝2 = π‘π‘Žπ‘›π‘Žπ‘  𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 π‘’π‘Žπ‘ π‘šπ‘–π‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑑2
𝐢𝑝𝑑 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = π‘π‘Žπ‘›π‘Žπ‘  𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž 𝑠𝑒𝑕𝑒 π‘Ÿπ‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž, π‘¦π‘Žπ‘–π‘‘π‘’ π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž
1
2
(𝑑1 + 𝑑2)