UMKM 1
MKM secara signifikan menyumbang ekonomi suatu negara, baik dari
sisi penyerapan tenaga kerjanya maupun dalam pertumbuhan dan
perkembangan ekonominya. Dalam perkembangannya, UMKM
mengalami permasalahan. Permasalahan UMKM ini antara lain
diatasi melalui program kemitraan yang saling membantu antara UMKM,
atau antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di
luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha.
Namun demikian, implikasi dari hubungan kemitraan dalam organisasi,
tentunya tidak terlepas dari adanya permasalahan.
Berdasarkan hal ini , maka perumusan masalah penelitian ini
dapat diringkas dalam pertanyaan umum sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur hubungan antar unsur yang saling
mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour
Mills, dengan memakai model Systems Archetype ?
2. Bagaimanakah leverage dari masing-masing model Systems Archetype
dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills?
Sedangkan tujuan penelitian ini yaitu : menganalisis struktur
hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi pada UMKM Mitra PT.
ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, dengan memakai model
Systems Archetype; dan menganalisis leverage dari masing-masing
model Systems Archetype dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi
Bogasari Flour Mills.
Penelitian ini memakai kerangka teori kemitraan dari Riane
Eisler dan Alfonso Montuori (1998), yang menitikberatkan pada
pendekatan sistem, dengan mempertimbangkan adanya pengaruh
lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi. Stephen M. Dent
(2006), memperkenalkan teori Partnership Relationship Management,
yang mengemukakan adanya 4 (empat) keuntungan yang diperoleh bila
memakai pola kemitraan dan aliansi, yaitu : Keterbukaan (openness);
Kreativitas (creativity); Kecepatan (agility); dan Kelenturan (resiliency).
Dalam penelitian ini dengan melihat berbagai aspek kemitraan maka
sebagai acuan untuk menentukan perspektif dalam menganalisa UMKM
Mitra, yaitu : a) Informasi Usaha, b) Kompetensi Usaha, dan c) Akses
Usaha.
vii
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu system
dynamics. Teknik pem odelan yang digunakan yaitu sistem archetypes.
Sistem archetypes merupakan kombinasi umpan balik Reinforcing dan
Balancing yang umum terjadi, terdiri dari dua atau lebih umpan balik.
Terdapat 8 (delapan) model archetypes, namun dalam penelitian ini
hanya memilih beberapa model archetypes. Hal ini dengan pertimbangan
berdasarkan kondisi temuan penelitian di lapangan, dianalisis melalui
tahapan : berdasarkan pengalaman (story line); identifikasi variabel-
variabel kunci; grafik Behaviour Over Time; dan struktur causal loop
diagram (CLD); diperoleh hasil 3 (tiga) pemodelan archetype yang sesuai,
yaitu : Success to the Successful, Limit to Success, dan Growth and
Under Investment.
Hasil analisis terhadap struktur hubungan antar unsur yang saling
mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour
Mills, dengan pemodelan Systems Archetype, yaitu sebagai berikut : (a)
Success to the Successful. Perspektif : Informasi Usaha. Struktur dasar :
pelatihan ketrampilan; permodalan; dan promosi usaha. (b) Limit to
Success. Perspektif : Kompetensi Usaha. Struktur Dasar :
keberlangsungan produksi; monitoring dan evaluasi; peningkatan omset
usaha; dan pemberian insentif. (c) Growth and Under Investment.
Perspektif : Akses Usaha. Struktur Dasar : pengembangan pasar;
mempertahankan hubungan; dan hubungan emosional.
Sedangkan leverage dari masing-masing model Systems Archetype
pada UMKM Mitra PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, yaitu : (a)
Leverage dalam model Success to the Successful. Strategi yang mungkin
dilakukan bagi UMKM Non Mitra yaitu dengan memperluas sumber
daya yang terbatas, yaitu melakukan kemitraan dengan PT ISM Tbk,
Divisi Bogasari Flour Mills. (b) Leverage dalam model Limit to Success.
Strategi yang mungkin dilakukan bagi PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour
Mills dengan UMKM Mitra yaitu dengan mengantisipasi unsur
keterbatasan yang akan datang, dan memonitor serta mengelola sistem
untuk mengurangi dampak keterbatasan atau mengubah sistem sehingga
tidak bergantung pada sumber daya, tunggal terbatas. (c) Leverage dalam
model Growth and Under Investment. Strategi yang diambil yaitu
meningkatkan kapasitas produksi yang ditanggung bersama oleh UMKM
Mitra produk sejenis yang tergabung dalam Paguyuban. Paguyuban yang
terbentuk memiliki standar kinerja yang mendukung peningkatan
kapasitas produksi.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu : kemitraan yang dilakukan oleh
UMKM dengan PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills ini merupakan
suatu investasi – bukan cost – dan dapat menghasilkan win-win solution
atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan keamanan
berusaha serta keserasian dengan lingkungan. Kemitraan yang dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip : komitmen, trust, transparansi, dan akuntabel,
antara pihak-pihak yang bermitra dan dikembangkan secara rasional.
Prinsip-prinsip ini sesuai dengan azas kekeluargaan sebagaimana
amanah dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (1), yaitu Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
i banyak negara di dunia, pembangunan dan pertumbuhan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu motor
penggerak yang krusial bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu
karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju
pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara
seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan, yaitu kinerja UMKM
mereka yang sangat efisien, produktif, dan memiliki tingkat daya saing
yang tinggi. UMKM di negara-negara ini sangat responsif terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintahnya dalam pembangunan sektor swasta
dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Di
beberapa negara di kawasan Afrika, perkembangan dan pertumbuhan
UMKM, sekarang diakui sangat penting untuk menaikkan output agregat
dan kesempatan kerja.1
UMKM secara signifikan menyumbang ekonomi suatu negara, baik
dari sisi penyerapan tenaga kerjanya maupun dalam pertumbuhan dan
perkembangan ekonominya (Hallberg, 1999; Floyd dan McManus, 2005;
Enterprise Ireland, 2007; European Commission, 2008).2 Di negara Uni
Eropa, dari 99,8 % UMKM di negara ini menyumbang 56 % GDP,
dan menyerap tenaga kerja 67 % (European Commission, 2008).3 Ledwith
(2004), berdasarkan penelitiannya menunjukkan bahwa 25 % UMKM di
Irlandia, memperbaiki strategi UMKM-nya untuk meningkatkan
1
produksinya, 14 % UMKM-nya melakukan inovasi dalam mengembangkan
UMKM. Namun demikian, tidaklah mudah melakukan inovasi dalam
UMKM (O’Regan et.all., 2006),4 karena usaha kecil hanya mempunyai
ruang inovasi yang terbatas; modal yang terbatas; pengetahuan dan
ketrampilan yang terbatas; dan jumlah penjualan yang terbatas
dibandingkan dengan biaya inovasi (Roger, 2004).5 Sehingga, yaitu hal
yang penting untuk menyisihkan sebagian modalnya untuk melakukan
inovasi, bila UMKM akan meningkatkan kinerja UMKM.
Di Indonesia, dilihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak
yang terdapat di semua sektor ekonomi dan kontribusinya yang besar
terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, UMKM mempunyai peran
yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Keberadaan
UMKM telah teruji pada masa terjadinya krisis ekonomi yang menerpa
perekonomian Indonesia tahun 1998 dan 2008, dimana krisis ini
dapat memporakporandakan dunia usaha khususnya dunia usaha besar.
Namun UMKM yang kurang mendapat perhatian pada masa-masa lalu
justru lebih mampu bertahan dan berkembang. UMKM cukup fleksibel dan
dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah
permintaan pasar. UMKM juga cukup terdiversifikasi dan memberikan
konstribusi penting dalam ekspor dan perdagangan.
Disamping itu kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Data BPS
menunjukkan, pada 2009, komposisi PDB nasional tersusun dari UKM
sebesar 53,32 persen, kemudian usaha besar 41,00 persen, dan sektor
pemerintah 5,68 persen. Sebagai perbandingan, survei yang pernah
dilakukan Citibank mendapatkan angka kontribusi sektor UKM terhadap
PDB 2009 mencapai 55,56 persen. Riset Citibank selama periode 2005-
2008 juga menunjukkan, jumlah unit UKM mengalami pertumbuhan rata-
rata sekitar 8,16 persen per tahun. Adapun jumlah pelaku UMKM pada
4
Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan
jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Pada tahun 2009
jumlah pekerja di sektor UMKM tercatat sekitar 96 juta orang atau
97,30 % dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini
meningkat sebesar 15,10 % dibandingkan tahun 2005. Kontribusi
penyerapan tenaga kerja pada usaha mikro sebanyak 91,03 %; usaha
kecil sebanyak 3,56 %; dan usaha menengah sebanyak 2,71 %.
Tingkat kemampuan UMKM Indonesia untuk bersaing di era
perdagangan bebas dunia (GATT/WTO, 2010 atau 2020) sangat
ditentukan oleh dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Dukungan
sepenuhnya tidak berarti pemerintah melakukan intervensi langsung di
semua aspek bisnis UMKM, melainkan dalam bentuk menciptakan
- 4 -
suatu lingkungan berusaha yang kondusif sehingga UMKM mampu
mencapai kinerja secara optimal.
Namun dalam perkembangannya, UMKM mengalami
permasalahan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Jafar Hafsah6,
menemukan berbagai permasalahan krusial yang dihadapi UMKM,
yaitu :
1. Faktor Internal
a. Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan
UMKM, oleh karena pada umumnya UMKM merupakan usaha
perorangan atau organisasi yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat
terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga
keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi.
b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan
SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan ketrampilannya sangat berpengaruh terhadap
manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha ini
sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan
keterbatasan SDM-nya, unit usaha ini relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan
daya saing produk yang dihasilkannya.
c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha
keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan
kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk
yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai
kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar
yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta di dukung
dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan
promosi yang baik.
2. Faktor Eksternal
a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan
UMKM, meskipun dari tahun ketahun terus disempurnakan,
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat
antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat
antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-
pengusaha besar.
b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana
yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang
mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
c. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintah Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi
untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan
sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil
dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan
pada UMKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan
menurunkan daya saing UMKM.
Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang
menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar
daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah ini .
d. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun
2003 dan APEC tahun 2020 berimplikasi luas terhadap UMKM
untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau
tidak mau UMKM dituntut untuk melakukan proses produksi
dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk
yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO
14.000), dan isu Hak Azasi Manusia (HAM), serta isu
ketenagakerjaan. Isu ini sering dipergunakan secara tidak fair
oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for
Trade).Untuk itu maka diharapkan UMKM perlu mempersiapkan
agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif
maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
e. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau
karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan
dengan lifetime yang pendek.
- 6 -
f. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang
dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar
nasional maupun internasional.
Disamping itu, berdasarkan hasil survey The Asia Foundation
(2000) terhadap UMKM di 10 (sepuluh) kota di Indonesia menunjukkan
adanya permasalahan, yaitu : a). Adanya keluhan tentang akses
pendanaan (49 %); b). Adanya keluhan tentang birokrasi (55 %);
c). Terbebani pungutan kredit (52 %); dan d). Terbebani pungutan izin
(33 %).
Masalah UMKM kesulitan memperoleh akses pendanaan dari
bank, karena UMKM mendapat perlakuan diskriminatif yang
menyangkut status hukum sebagai usaha perorangan7. Perlakuan
diskriminatif untuk mendapat hak yang sama dengan pengusaha besar
dapat dilihat dari tidak adanya hak mendapat suku bunga premium
yang murah. Dalam hal agunan, UMKM tidak mampu menembus sistem
perbankan dengan pola personnel guarantee sehingga agunan yang
dipersyaratkan pihak bank kepada UMKM mengandung prosedur
berbelit-belit dan berlebihan.
Berdasarkan data dari BPS, UMKM memiliki beberapa kelemahan
dan permasalahan, yaitu 8 :
a. Kurangnya Permodalan;
b. Kesulitan dalam pemasaran;
c. Persaingan usaha yang ketat;
d. Kesulitan bahan baku;
e. Kurang teknis produksi dan keahlian;
f. Kurangnya ketrampilan manajerial (SDM);
g. Kurangnya pengetahuan dalam masalah manajemen, termasuk
dalam keuangan dan akuntansi.
Diilhami oleh berbagai temuan tentang permasalahan yang
dihadapi UMKM ini , penelitian disertasi ini dimaksudkan untuk
mengkaji permasalahan dalam UMKM Mitra, yaitu : a). Kurangnya
ketrampilan; b). Kurangnya permodalan; c). Kesulitan dalam Promosi
Usaha; d). Kesulitan Bahan Baku.
Permasalahan UMKM ini antara lain diatasi melalui program
kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM
dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga
untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih
efisien. Dengan demikian UMKM akan mempunyai kekuatan dalam
bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar
negeri.
Kemitraan antar organisasi secara berkelanjutan dalam UMKM
yaitu penting (Cyert dan March, 1992).9 UMKM seringkali bermitra
dengan organisasi lain (sesama UMKM atau Usaha Besar) sebagai
upaya untuk meningkatkan kinerja UMKM-nya (Astley dan Van de Ven,
1983;10 Nooteboom, 200011). Bentuk kemitraan ini bisa berupa :
joint ventures, aliansi strategi, ataupun bentuk kemitraan lainnya, yang
terpenting dari adanya kerjasama ini dapat meningkatkan peran
UMKM.12
Upaya peningkatan peran UMKM melalui pola kemitraan, diatur
dalam Keppres RI, No. 127 tahun 2001, tentang UMKM dan Kemitraan,
yang menyebutkan bahwa perlu adanya jenis usaha yang dicadangkan
untuk usaha kecil dan kesempatan terbuka bagi kinerja usaha
menengah atau besar dengan syarat kemitraan. Kemitraan yaitu
9
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan
usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Perlunya kemitraan UMKM juga diungkapkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, yang menegaskan bahwa kalangan usaha besar
dan BUMN harus meningkatkan kemitraan dengan pelaku UMKM dan
Koperasi untuk menekan ketimpangan usaha di dalam negeri yang kini
masih terjadi.13 Presiden menilai pola kemitraan yaitu cara optimal
untuk mengatasi ketimpangan di dunia usaha nasional. Sektor usaha
skala besar masih mendominasi karena kemampuan kapitalisnya yang
tinggi. Hal ini diperparah dengan tidak seimbangnya mata rantai usaha
hilir dan hulu serta tingkat produktivitas koperasi dan UMKM yang relatif
rendah. Selain pengusaha besar dan BUMN, Presiden meminta
Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi kemitraan antara koperasi dan
UMKM setempat untuk menggarap potensi ekonomi daerah dengan
investor.
Gagasan kemitraan antara UMKM dengan usaha besar telah
dilakukan oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) Tbk, Divisi Bogasari
Flour Mills. Perusahaan besar yang bergerak di bidang tepung terigu ini,
sejak tahun 1981 telah merintis program kemitraan usaha dengan UMKM.
Upaya PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills ini merupakan wujud dari
pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Bogasari (Bogasari Social
Responsibilities) yang diterapkan melalui Pancabakti Bogasari, yang
terdiri dari (1) membangun sumber daya manusia (building human
resources), (2) memelihara lingkungan (protecting the environment),
(3) mendorong pengelolaan perusahaan yang bersih dan sehat
(encouraging good corporate governance), (4) melakukan upaya kajian
soliditas sosial (assessing socialcohesion), dan (5) memperkuat ekonomi
(strengthening economies). Tujuan dari program kemitraan usaha dengan
UMKM ini, yaitu memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi
melalui kegiatan kemitraan dengan memakai prinsip “tumbuh
bersama”. Jumlah pengusaha kecil yang berada dalam naungan PT ISM
Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, mencapai puluhan ribu orang dan hampir
semuanya mendapat bantuan dan binaan dari kelompok Bogasari.
Adapun bantuan yang diberikan, tidak melulu berupa dana, tetapi
penyuluhan, latihan, dan konsultasi yang bertujuan memperkuat posisi
pengusaha kecil ini . Bagi PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills,
pedagang kecil merupakan jaringan usaha yang penting yang selama ini
telah berperan menjadikan Bogasari besar seperti saat ini. Untuk
membina dan membantu pengusaha kecil ini secara rutin Bogasari
melalui Kelompok Wacana Mitra, lembaga khusus yang khusus
memperhatikan UMKM ini terjun langsung untuk memberikan latihan dan
penyuluhan baik tentang bagaimana mengelola usaha kecil, etika bisnis,
administrasi keuangan, kualitas produk, dan pengetahuan lainnya.
Indikasi adanya kaitan erat antara peningkatan kinerja UMKM
melalui kemitraan UMKM dengan industri besar tampak sangat jelas.
Jonathan Levin dan Steven Tadelis (2002)14, berdasarkan hasil risetnya
tentang cost and benefit partnership organization, menyimpulkan bahwa
organisasi yang melakukan kemitraan memperoleh beberapa hal sebagai
berikut :
a. Dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya
b. Dapat meningkatkan profitnya secara maksimum
c. Kemitraan cenderung dapat meningkatkan kinerja sumber daya
manusia yang ada
d. Organisasi yang bermitra dapat saling mengontrol kualitas produk
yang dihasilkan
Hubungan kemitraan yang efektif memotivasi setiap individu yang
bermitra untuk memperoleh tujuan yang harmonis dan menjaga
kepentingan masing-masing. Namun demikian, implikasi dari hubungan
kemitraan dalam organisasi, tentunya tidak terlepas dari adanya
permasalahan. Beberapa riset menyimpulkan permasalahan kegagalan
UMKM Mitra yang terjadi antara lain : instansi pembina UMKM biasanya
yaitu birokrat/profesional, bukan entrepreneur, pola binaan tidak
menyeluruh, terpotong, umumnya pelatihan saja dan tidak
berkesinambungan15.
Permasalahan ini diasumsikan dapat juga ditemukan dalam
UMKM Mitra PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills.
Untuk menelaah lebih lanjut mengenai permasalahan ini , dalam
disertasi ini meneliti tentang Sistem Kemitraan pada Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) – Usaha Besar dengan Pemodelan Systems
Archetype (Studi Kasus UMKM Mitra PT. Indofood Sukses Makmur Tbk,
Divisi Bogasari Flour Mills).
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini dapat diringkas dalam pertanyaan
umum sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur hubungan antar unsur yang saling
mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour
Mills, dengan memakai model Systems Archetype ?
2. Bagaimanakah leverage dari masing-masing model Systems Archetype
dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis struktur hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi
pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, dengan
memakai model Systems Archetype.
2. Menganalisis leverage dari masing-masing model Systems Archetype
dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills.
15
Franciscus Welirang, Pola-pola Kemitraan Dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Skala Kecil, Menengah, dan Besar, (Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi
Daerah melalui Sinergitas Pengembangan Kawasan, Bappenas, Jakarta : 2002)
- 11 -
D. Signifikansi Penelitian
Beberapa penelitian tentang kemitraan dalam UMKM telah
dilakukan, baik oleh lembaga kajian maupun para ilmuwan. Akan tetapi,
pada umumnya hasilnya masih bersifat parsial. Beberapa penelitian
ini antara lain sebagai berikut :
TabelI.2 : Beberapa Hasil Penelitian tentang Kemitraan UMKM
NO PENELITI JUDUL PENELITIAN
1 Afri Adnan
Rancangan Pola Kemitraan antara PT. SP
dan Industri Kecil di Sumatra Barat
(1998)16
2 Bank Indonesia Kajian Pola Pembiayaan dalam Hubungan
Kemitraan antara UMKM dan Usaha
Besar17
3 Kojo Saffu and John
H. Walker; dan Robert
Strategic Value and Electronic Commerce
Adoption among Small and Medium-Sized
Enterprises in a Transitional Economy18
4 Lee Li and Gongming
Qian
Partnership or self-reliance : prescriptions
for small and medium -sized enterprises19
5 Mandy Mok Kim Man The Relationship Between Distinctive
Capabilities, Innovativeness, Strategy
Types, and The Performance of Small and
Medium-Size Enterprises (SMEs) of
Malaysian Manufacturing Sector
(November, 2009)20
6 William C. McDowell;
Michael L. Harris; dan
Lixuan Zhang
Relational Orientation and Performance in
Micro Businesses and Small and Medium-
Sized Enterprises : An Examination of
Interorganizational Relationships21
16
Penelitian UMKM Mitra yang masih parsial sulit dijadikan dasar untuk
menemukan berbagai leverage yang efektif bagi Kemitraan UMKM.
Sementara itu, penelitian dengan memakai pendekatan systems
thinking, dipercaya mampu menjawab persoalan bisnis secara utuh.
Kemampuan menjawab persoalan secara utuh disebabkan karena
systems thinking dengan basis sistem dinamis mampu memotret dan
menganalisis keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas
lingkungan tertentu.27
Untuk meminimalisir kelemahan karakteristik kemitraan organisasi,
dan sekaligus mempertajam kemampuannya untuk menganalisis
keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam UMKM Mitra, maka
penelitian ini akan memakai teori Kemitraan dengan memakai
model systems archetype, sebagai alat ukur kinerja yang holistik dan
integratif.
Penelitian dimulai dengan membangun proposisi yang menjelaskan
hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi. Proposisi yang
dibangun ini dikembangkan berdasarkan teori dari penelitian-penelitian
sebelumnya, menghasilkan proposisi teoritik.
Selanjutnya penelitian diarahkan untuk menguji proposisi teoritik
yang dikembangkan ini dengan dunia nyata (kenyataan yang terjadi
pada UMKM Mitra PT ISM, Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills), dengan
memakai metode Systems Thinking. Kemudian proposisi teoritis
maupun proposisi realitas yang ditemukan, dijelaskan dengan
memakai sistem dinamis dalam bentuk causal loop diagram dengan
pemodelan Systems Archetype.
E. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis : hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah
kajian Teori Organisasi khususnya tentang strategi organisasi
dengan perspektif Kemitraan Usaha yang terdiri dari unsur-unsur :
Informasi Usaha, Kompetensi Usaha, dan Akses Usaha.
2. Aspek Metodologi : penelitian di bidang Ilmu Administrasi
khususnya penerapan metode system dynamics dalam teori
kemitraan masih sangat terbatas di Indonesia, sehingga hasil
penelitian ini diharapkan mampu memperkaya perkembangan Ilmu
Administrasi dengan memperluas wawasan perkembangan system
dynamics dalam Ilmu Administrasi.
3. Aspek Praktis : memberikan sumbangan pada pelaku kemitraan
usaha, yaitu Usaha Besar, Usaha Menengah, dan UMKM, dalam
model UMKM Mitra untuk memakai pendekatan system
- 14 -
dynamics sebagai cara untuk melihat permasalahan secara
komprehensif. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour
Mills dan UMKM Mitra untuk mencari unsur-unsur yang paling
strategis dalam meningkatkan kinerja UMKM.
lmu administrasi sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial
keberadaannya termasuk kelompok applied sciences karena
kemanfaatannya hanya ada apabila prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan
dalil-dalilnya diterapkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia1.
Secara umum administrasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
administrasi negara (public administration) dan administrasi swasta
(private administration)2. Administrasi negara berkenaan dengan
pengelolaan kegiatan yang bersifat kenegaraan, yang tujuan utamanya
yaitu untuk memberikan pelayanan, meningkatkan kesejahteraan dan
pemberdayaan rakyat. Administrasi swasta yang sering disebut sebagai
administrasi niaga (private / business administration) merupakan
pengelolaan kegiatan usaha yang bersifat bisnis dengan tujuan utama
yaitu mencari keuntungan, khususnya keuntungan finansial3.
Prajudi Admosudirdjo4 menggolongkan spesialisasi ilmu administrasi
bidang operasi dari organisasi yang diadministrasikan yaitu, administrasi
negara, administrasi niaga, administrasi internasional dan administrasi
sosial.
Sukarno K5 dan Ibrahim Lubis6 membagi bidang administrasi atas
tiga golongan besar dengan rincian sebagai berikut :
1. Administrasi negara ialah administrasi yang berobyek kenegaraan
terdiri dari :
a. Administrasi sipil ialah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
departemen, jawatan, kantor kecamatan, dan kantor kelurahan
atau seluruh kegiatan negara dikurangi kegiatan perusahaan
negara dan kegiatan militer/TNI
b. Administrasi kegiatan angkatan bersenjata yang terdiri dari
administrasi angkatan udara, angkatan laut, angkatan darat dan
angkatan kepolisian.
2. Administrasi niaga ialah administrasi yang berobyek swasta
perniagaan yaitu:
a. Administrasi perusahaan ialah kegiatan-kegiatan dibidang
produksi, transportasi, asuransi, perbankan dan lain-lain dibidang
perusahaan swasta
b. Administrasi sosial bukan perusahaan biasanya cenderung
kearah usaha sosial seperti administrasi sosial sekolah swasta,
rumah sakit swasta, yayasan, klub, dan lain-lain
c. Administrasi internasional ialah administrasi yang bergerak
dibidang internasional seperti yang dilakukan oleh PBB beserta
cabang-cabangnya misalnya UNICEF, ILO, UNESCO, dan lain-
lain
Ilmu administrasi bisnis memuat obyek materia dan obyek forma
sebagaimana landasan filsafat ilmu kekhususannya yaitu administrasi,
dimana konteksnya yaitu bisnis7. Karakteristik ilmu administrasi bisnis
menurut Jones8 cenderung akar filosofinya yaitu pragmatisme, dimana
tujuan dasarnya yaitu membuat profit.
Sondang P. Siagian9 mendefinisikan administrasi niaga sebagai
keseluruhan kegiatan organisasi, mulai dari produksi barang dan/atau jasa
sampai tibanya barang atau jasa ini di tangan konsumen.
Berdasarkan berbagai pengertian ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa administrasi bisnis yaitu proses kerjasama dari kelompok orang
yang terorganisir untuk menghasilkan barang dan jasa dengan tujuan
mencapai keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya. Bidang-bidang
penelitian dalam ilmu administrasi bisnis biasanya berkisar pada strategi,
efektivitas organisasi, teknologi, budaya, kinerja organisasi,
pengembangan SDM, struktur organisasi, dan perubahan organisasi.
Penelitian ini termasuk dalam bidang pengembangan organisasi bisnis
dengan salah satu school of thought-nya yaitu kemitraan. Pemaparan
lebih lanjut tentang teori organisasi, teori kemitraan, dan system
dynamics, sebagaimana berikut.
A. Teori Organisasi dan Perkembangannya
Karakteristik utama suatu organisasi dapat diringkas sebagai 3-P,
yaitu : Purposes, People, dan Plan10. Sesuatu tidak disebut organisasi
bila tidak memiliki tujuan (purposes), anggota (people), dan rencana
(plan). Dalam aspek rencana terkandung semua ciri lainnya, seperti
sistem, struktur, desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang
untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai
tujuan yang telah ditetapkan. Hampir semua definisi organisasi berbicara
tentang ketiga hal ini secara berkaitan. Sebagaimana Mills dan Mills
(2000)11, mendefinisikan organisasi sebagai : specific collectivities of
people whose activities are coordinated and controlled in and for the
achievement of defined goals. Sementara Chris Argyris (1973)12
mendefinisikan organisasi sebagai : grands strategies individuals create to
achieve objectives that require the effort of many.
Stephen P. Robbins13 mendefinisikan organisasi secara lebih
lengkap dan rinci, yaitu : An organization is a consciously coordinated
social entity, with a relatively indentifiable boundary, that functions on a
relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals.
Definisi ini merupakan acuan yang digunakan dalam penelitian
disertasi ini, karena menjelaskan pengertian organisasi dengan lengkap.
Teori organisasi merupakan bagian dari studi organisasi, yang
dibedakan menjadi 2 (dua) aspek, yaitu aspek material dan aspek
manusia. Pada aspek material, pengaruh dari ilmu ekonomi, manajemen,
teknik, dan sebagainya lebih mendominasi dan biasanya mampu
memberikan penjelasan yang cukup memuaskan. Sedangkan pada aspek
manusia, studi organisasi tidak hanya terdiri dari teori organisasi,
melainkan terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu : teori organisasi dan perilaku
organisasi, yang masing-masing merujuk pada aspek makro dan mikro14.
Perkembangan teori organisasi secara umum dapat dilihat melalui
3 (tiga) fase, yaitu periode klasik, modern, dan post modern. Pada setiap
fase, faktor lingkungan sangat mempengaruhi bagaimana manusia
menyusun dan mengkonsep organisasi.
Aliran-aliran pemikiran pada masa klasik dapat dibagi kedalam 2
(dua) kelompok besar, yaitu : aliran sosiologis (yang menekankan pada
analisis organisasi dan implikasinya terhadap sistem sosial), dan aliran
administrasi dan manajemen (yang menekankan pada analisis tentang
masalah-masalah riil yang dihadapi pengelola organisasi). Tokoh-tokoh
yang menonjol pada masa klasik ini, antara lain yaitu : Emile Durkheim,
Max Weber, dan Karl Marx pada aliran sosiologi. Sedangkan FW. Taylor,
Henry Fayol, dan Chester Barnard pada aliran administrasi dan
manajemen.
Aliran-aliran pemikiran pada masa modern yaitu teori sistem.
Secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : teori sistem umum
(general) dan teori sistem baru (soft system). Tokoh-tokohnya antara lain
yaitu : Ludwig von Bertalanffy dan Kenneth Boulding (teori sistem
eneral) serta Chris Argyris, Donald Schon, Peter Senge, Humberto
Maturana, dan Fransisco Valera (teori sistem baru). Perbedaan
pendekatan sistem baru dibandingkan teori sistem umum yaitu pada
asumsi dasar tentang sistem itu sendiri. Teori sistem baru tidak lagi
mengasumsikan bahwa sistem yaitu sesuatu yang riil dan obyektif,
tetapi sistem yaitu pola pikir (Checkland : 1990)15.
Aliran-aliran pada masa post modern sangat beragam dan sulit
untuk dikelompokkan dalam satu pendekatan yang sama. Mereka sendiri
umumnya menolak untuk dikelompokkan dalam suatu kategori tertentu.
Terdapat antara lain pendekatan arsitektur post modern, aliran teori
sastra, pendekatan Marxis dan neo Marxis, dan kritik feminis. Tokoh-tokoh
yang menonjol antara lain : Michel Foucault, Jacques Deridda, Mikhail
Bakhtin, Jean Francois Lyotard, dan Richard Rorty.
Penelitian disertasi ini memakai pendekatan pemikiran klasik,
khususnya aliran administrasi dan manajemen, karena sesuai dengan
bidang studi yang diambil yaitu Ilmu Administrasi. Disamping itu penelitian
ini juga memakai pemikiran aliran modern yaitu teori sistem.
Sebagaimana dikemukakan Senge (1990), bahwa berpikir serba sistem
(systems thinking) yaitu suatu disiplin ilmu yang melihat sesuatu secara
keseluruhan, dimana dengan kerangka ini kita diajak untuk melihat hal-hal
yang ada (things) tidak secara terpisah, melainkan hubungan-hubungan
antar berbagai hal ini (interrelated). Kita diminta untuk melihat pada
pola-pola perubahan, bukan gambar-gambar sekilas (snapshots) yang
bersifat statis.
Sebagaimana dikemukakan pada Bab 1, bahwa penelitian disertasi
ini difokuskan pada UMKM Mitra, yang dikategorikan sebagai organisasi
bisnis kecil, karena bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa kepada
konsumen, serta memperoleh profit. Dalam menjalankan usahanya,
organisasi bisnis dapat dibedakan dari bentuk-bentuk kepemilikannya,
yaitu : 16
1. Usaha Perseorangan
• Usaha perseorangan merupakan bentuk perusahaan yang dimiliki
dan dikelola oleh satu orang. Bentuk kepemilikan perseorangan ini
merupakan bentuk yang paling sederhana.
2. Kemitraan
• Kemitraan yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih yang
bersama-sama memiliki perusahaan dengan tujuan menghasilkan
laba. Dalam kemitraan, mitra pemilik berbagi harta, kewajiban, dan
laba sesuai dengan kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
3. Perseroan
• Perseroan yaitu bentuk yang paling rumit dari ketiga bentuk
kepemilikan yang ada. Perseroan merupakan badan hukum
tersendiri yang terpisah dari pemiliknya dan dapat berperan dalam
bisnis, membuat kontrak, menggugat dan digugat, dan membayar
pajak. The Supreme Court, mendefinisikan perseroan sebagai
bentuk buatan, tidak terlihat, tidak berwujud, dan keberadaannya
hanya ditentukan oleh hukum. Karena keberadaan perseroan
terpisah dari pemiliknya, maka pemegang saham dapat menjual
saham tanpa mempengaruhi kesinambungannya.
Dalam penelitian disertasi ini, sebagai obyek penelitiannya yaitu
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang melakukan kemitraan dengan
perusahaan besar. Dengan pertimbangan bahwa UMKM yang bermitra
dapat memperoleh banyak manfaat dalam menjalankan usahanya, antara
lain : lebih mudah dan murah pendiriannya, ketrampilan dan kemampuan
masing-masing anggota kemitraan saling melengkapi, serta dapat
memperluas kumpulan modal yang tersedia untuk suatu bisnis.
Disamping itu, karena lingkungan bisnis UMKM yaitu lingkungan yang
dinamis, maka UMKM melalui kemitraan juga menjadi pertimbangan.
Teori tentang kemitraan dapat diuraikan sebagai berikut.
B. Teori Kemitraan
Kemitraan yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih, yang
bersama-sama memiliki perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba.
Dalam kemitraan, mitra pemilik berbagi harta, kewajiban, dan laba sesuai
dengan kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Teori tentang pentingnya kemitraan organisasi (partnership
organization) dikemukakan oleh Riane Eisler dan Alfonso Montuori
(1998).17 Dikatakan lebih lanjut, bahwa strategi kemitraan organisasi
merupakan bagian dari pendekatan sistem, yang telah
mempertimbangkan adanya pengaruh lingkungan organisasi dalam
pertumbuhan organisasi. Dalam perkembangannya, suatu organisasi
untuk tetap tumbuh dan berkembang, harus memperhitungkan adanya
kompleksitas lingkungan. Dimana dalam hal ini organisasi yang dominan
(dominanator template) justru akan ditinggalkan, karena lingkungan
menuntut adanya kemitraan organisasi. Pada masa sekarang (pola baru),
untuk mengelola konflik yang muncul dalam organisasi lebih diutamakan
memakai pendekatan sistem kemitraan daripada pendekatan
dominan. Model kemitraan dalam organisasi membutuhkan persyaratan
sebagai berikut :
1. Adanya struktur organisasi yang sederhana (flat) dan sedikit hirarki.
2. Merubah peranan manager, dari “the cop” menjadi peran fasilitator
dan suportif.
3. Merubah pengertian “power”, dari “power over” menjadi “power
to/with”.
- 22 -
4. Adanya teamwork
5. Adanya keanekaragaman produk (diversity product)
6. Adanya kesamaan gender (gender-balance)
7. Adanya kreativitas dan jiwa kewiraswastaan (creativity and
entrepreneurship)
Bentuk perusahaan kecil yang dapat dengan mudah didirikan ialah
usaha bersama atau partnership. Perusahaan ini dikelola oleh dua orang
atau lebih dengan tujuan mendapatkan laba. Dalam partnership pelaku
bisnis tidak lagi terlibat seorang diri dalam menjalankan perusahaan. Ada
orang lain yang membantu dalam pengelolaan dan pengoperasian
perusahaan yang memiliki kecakapan di bidang tertentu dalam
mengoperasikan perusahaan.
Machfoedz (2004)18 mengemukakan tentang faktor positif dan
negatif dari usaha bersama, yaitu :
1. Faktor Positif
Mudah Didirikan
Mendirikan usaha patungan diperlukan adanya partner yang
sependapat dalam mewujudkan bentuk usaha yang disetujui
bersama kemudian dinyatakan dalam perjanjian tertulis untuk
dijadikan dasar pembagian kewajiban dan hak masing-masing.
Ketersediaan Modal
Karena partnership merupakan usaha patungan yang didirikan
secara bersama-sama oleh para pengelolanya, usaha ini lebih
mudah dalam mendapatkan modal. Kemampuan finansial partner
juga mendukung peningkatan kemampuan untuk mendapatkan
biaya yang lebih besar.
Keanekaragaman Kecakapan dan Keahlian
Usaha patungan yang ideal sekaligus membawa orang-orang
yang mempunyai latar belakang berbeda sehingga saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lain. Perpaduan
kecakapan dan keahlian untuk menentukan tujuan, mengelola
pengaturan perusahaan, dan memecahkan persoalan dapat
membantu keberhasilan usaha.
Keluwesan
Para partner usaha aktif dalam mengelola perusahaan sehingga
bentuk perusahaan ini dapat dengan cepat mengantisipasi
perubahan lingkungan usaha.
2. Faktor Negatif
Ketidakterbatasan Kewajiban
Setiap usaha patungan mempunyai tanggung jawab yang tidak
terbatas atas utang perusahaan. Sebenarnya, partner yang
manapun dapat melaksanakan kewajiban seorang diri atas utang
semua partner dan keputusan hukum, tanpa memandang
siapapun di antara mereka yang menjadi penyebab. Seperti
halnya pada usaha mandiri, kegagalan perusahaan dapat
disebabkan oleh kerugian atas aset pribadi partner secara umum.
Berpotensi terjadi Konflik antar Partner
Setiap partner merupakan wakil perusahaan dalam usaha
patungan. Dengan demikian seorang partner dapat melakukan
suatu tindakan untuk perusahaan. Pertanggungjawaban bersama
ini dapat menjadi kendala hubungan di antara para partner yang
jika tidak teratasi dapat menjadi penyebab berakhirnya kerjasama.
Pembagian Laba
Mereka yang terlibat dalam usaha patungan harus membagi laba,
meskipun dengan jumlah pembagian yang tidak sama.
Pengambilan keputusan pembagian keuntungan secara adil dapat
menjadi permasalahan apabila jumlah kontribusi mereka
bervariasi dalam volumenya sehingga pembagiannya menjadi
lebih sulit.
Sebaliknya, faktor pembagian laba dapat termasuk faktor positif,
jika setiap partner memberikan kontribusi modal berupa waktu,
kecakapan, keahlian, dan finansial dalam volume yang sama
sehingga formula pembagian keuntungan akan lebih mudah.
Kemitraan yang positif dibangun dari adanya saling percaya (trust)
untuk bekerjasama. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Phil Harkins 19
bahwa :
• Kemitraan dibangun berdasarkan hubungan kerjasama, dan
kerjasama dibangun berdasarkan rasa saling percaya di antara
pihak-pihak yang bermitra
• Kepercayaan (trust) yaitu fungsi dari komunikasi
• Jadi kemitraan yang gagal yaitu karena rusaknya kepercayaan
19
Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, dan Syafril Syafar20,
mengadakan penelitian tentang Strategi Kemitraan PT. INKA dan Industri
Kecil Menengah yang diteliti dengan memakai AHP dan SWOT. Hasil
penelitiannya yaitu sebagai berikut : (1) Penilaian kinerja dari model
kemitraan terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu: efektivitas,
profesionalitas, pembinaan, pengawasan, modal, potensi pengembangan,
dan prosedur birokrasi. (2) Bobot kriteria: efektivitas 0.354, profesionalitas
0.24, prosedur birokrasi 0.159, pembinaan 0.104, pengawasan 0.068,
potensi pengembangan 0.045, dan modal 0.031. Disamping itu juga
mengusulkan Model 2 (usulan) yang merupakan model kemitraan dengan
memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM
berdasarkan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan
Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri.
Lead Indonesia bekerjasama dengan labsosio-fisip-ui, melakukan
penelitian tentang Kemitraan Korporasi-Stakeholders (2005)21, yang
menyimpulkan bahwa kemitraan (partnership) antara korporasi dengan
stakeholder menjadi suatu keharusan dalam lingkungan bisnis yang
berubah. Pola konvensional business as usual telah menghasilkan
keadaan negatif seperti terdesaknya kepentingan publik (enlightened
common interests), kelangkaan barang jasa publik, dan pencemaran
lingkungan. Demikian pula berbagai dinamika sosial yang muncul seperti
reformasi, demokratisasi dan desentralisasi menghasilkan stakeholders
dan masyarakat yang semakin kiritis. Mereka berupaya meningkatkan
taraf hidupnya serta memposisikan diri sebagai subyek dan mitra yang
setara. Dalam hal ini, korporasi perlu menginternalisasi masalah eksternal
perusahaan secara terencana sehingga dapat mencegah kekagetan dan
krisis yang dapat mengancamkeberlangsungan kegiatan dan keberadaan
korporasi. Kemitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang
menekankan market atau profit (the business of business is business yang
memprioritaskan shareholders) dengan argumen moral (atau Corporate
Social Responsibility atau CSR yang memperhatikan stakeholders).
Dalam hal ini stakeholders termasuk lingkungan yang "diam" (silent
stakeholders atau flora dan fauna). Dengan kata lain, kemitraan
merupakan suatu investasi - bukan cost - dan dapat menghasilkan win-win
solution atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan
keamanan berusaha serta keserasian dengan lingkungan.
Stephen M. Dent (2006)22 memperkenalkan teori Partnership
Relationship Management, dimana dikatakan bahwa pada abad 21 ini,
untuk dapat tumbuh dan berkembang dan adanya tuntutan konsumen
akan pelayanan yang cepat, suatu organisasi membentuk kemitraan dan
strategi aliansi (partnerships and strategic alliances) baik secara internal
maupun eksternal. Dalam hal ini diperlukan kreativitas dalam
mengkombinasikan budaya kerja organisasi yang mengarah pada pola
kemitraan. Ada empat keuntungan yang diperoleh bila memakai pola
kemitraan dan aliansi, yaitu :
1. Keterbukaan (openness)
2. Kreativitas (creativity)
3. Kecepatan (agility)
4. Kelenturan (resiliency)
Kemitraan organisasi diperlukan sebagai strategi pengembangan
organisasi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Disamping itu,
suatu organisasi agar tetap tumbuh dan berkembang, perlu bermitra
dengan organisasi lain sehingga dapat menghasilkan kualitas dan
kuantitas produk yang maksimum.
Kemitraan organisasi juga diperlukan bagi organisasi agar terhindar
dari krisis pertumbuhan organisasi. Karena pada masa ini, tidak mungkin
suatu organisasi akan tumbuh dan berkembang sendiri secara dominan,
tanpa bermitra dengan organisasi lain. Bila organisasi tetap memakai
pendekatan dominan, akan tertinggal oleh pesaingnya yang telah
memakai strategi kemitraan.
Zimmerer dan Scarborough (2005)23, menyatakan tentang faktor-
faktor kelebihan kemitraan, yaitu :
1. Mudah pendiriannya
Seperti juga usaha perseorangan, kemitraan juga mudah dan
murah pendiriannya. Pemilik harus memperoleh perizinan bisnis
dan menyerahkan formulir-formulir yang tidak terlalu banyak.
2. Keterampilan yang saling melengkapi
Dalam kemitraan yang berhasil, keterampilan dan kemampuan
masing-masing anggota kemitraan saling melengkapi satu sama
lain, sehingga memperkuat landasan manajemen perusahaan.
23
Thomas W. Zimmerer dan Norman M. Scarborough, Essentials of Entrepreneurship
and Small Business Management, (New Jersey : Prentice Hall, 2005)
- 27 -
3. Pembagian laba
Tidak ada pembatasan mengenai cara para anggota kemitraan
membagi laba perusahaan sejauh konsisten dengan anggaran
dasar kemitraan dan tidak melanggar hak anggota yang mana pun.
4. Pengumpulan modal yang lebih besar
Bentuk kepemilikan kemitraan secara nyata memperluas kumpulan
modal yang tersedia untuk suatu bisnis.
5. Kemampuan menarik anggota-mitra, terbatas
Apabila para mitra berbagi dalam memiliki, mengoperasikan, dan
mengelola suatu bisnis, mereka umumnya yaitu mitra aktif. Mitra
aktif memiliki kewajiban tidak terbatas dan biasanya memiliki peran
aktif di perusahaan.
6. Tidak banyak Peraturan Pemerintah
Bentuk operasi kemitraan tidak banyak dibebani oleh peraturan-
peraturan pemerintah.
7. Keluwesan
Kemitraan biasanya dapat bereaksi cepat terhadap situasi pasar
yang berubah, sebab tidak ada organisasi raksasa yang dapat
bergerak cepat memberi tanggapan kreatif terhadap peluang-
peluang baru.
8. Pajak
Kemitraan tidak terkena pajak pemerintah. Kemitraan dinilai
langsung dari laba dan rugi yang dihasilkan; pendapatan bersih
atau kerugian langsung masuk ke dalam pendapatan pribadi
anggota kemitraan, dan anggota kemitraanlah yang membayar
pajak penghasilan sesuai dengan biaya laba yang diterimanya.
Kemitraan terhindar dari kelemahan pajak ganda sehubungan
dengan bentuk kepemilikan perseroan.
Sedangkan kelemahan kemitraan, yaitu :
1. Kewajiban yang terbatas pada minimal seorang anggota kemitraan
Paling sedikit seorang anggota dari setiap kemitraan haruslah
seorang mitra aktif. Mitra aktif memiliki kewajiban pribadi tak
terbatas, meskipun seringkali dialah anggota kemitraan yang
memiliki kekayaan pribadi paling sedikit.
2. Akumulasi modal
Meskipun bentuk kepemilikan kemitraan lebih baik dibandingkan
usaha perseorangan dalam menarik modal, tetapi umumnya tidak
seefektif bentuk kepemilikan perseroan.
- 28 -
3. Kesulitan menyingkirkan anggota kemitraan tanpa membubarkan
kemitraan
Kebanyakan anggaran dasar kemitraan membatasi cara anggota
boleh melepas saham dalam bisnis itu. Umum terjadi bahwa
anggota kemitraan disyaratkan untuk menjual sahamnya kepada
anggota lain. Bila anggota kemitraan mengundurkan diri kemitraan
akan bubar, kecuali ada keterangan khusus yang mengatur proses
perubahan ini dengan lancar.
4. Kurangnya kesinambungan
Bila seorang anggota kemitraan meninggal, keruwetan muncul.
Saham anggota seringkali tidak dapat dialihkan kepada ahli
warisnya, karena anggota lain mungkin tidak menginginkan
bermitra dengan orang yang mewarisi saham anggota kemitraan
yang meninggal.
5. Potensi konflik pribadi dan wewenang
Tidak peduli bagaimana cocoknya mitra, ketidakcocokan dalam
kerjasama tidak dapat dihindari. Kuncinya yaitu adanya
mekanisme seperti perjanjian kerjasama dan komunikasi terbuka
untuk mengendalikan hal itu.
Kemitraan menurut Franciscus Welirang (2002)24 yaitu sikap
menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerjasama yang
solid (kokoh dan mendalam), berjangka panjang, saling percaya, dan
dalam kedudukan yang setara. Sehingga dapat dikatakan, bahwa dasar
dari kemitraan, yaitu :
1. Bersifat Bisnis
2. Saling membutuhkan
3. Saling percaya
4. Sukarela
5. Disiplin
6. Saling menguntungkan
7. Accountable
8. Saling memperkuat
Sustainabilitas sebuah kemitraan hanya akan terjadi apabila
sejumlah faktor kunci diperhatikan secara sungguh-sungguh, yaitu 25:
1. Kepercayaan dan kesungguhan untuk berhasil yang tinggi di antara
mereka yang bermitra (trust, faith, and passion);
2. Ekseskusi yang konsisten dan kontinyu, dalam arti kata tidak mudah
menyerah atau mudah mengganti-ganti pendekatan setiap
menemukan berbagai kendala teknis;
3. Secara periodik melakukan proses ”Plan-Do-Check” terhadap manfaat
aliansi ditinjau dari kacamata masing-masing organisasi yang bermitra
secara transparan, tidak perlu ditutup-tutupi terhadap berbagai
kekecewaan yang timbul (tentu saja untuk dikomunikasikan dan dicari
jalan keluarnya);
4. Selalu melakukan inovasi ”rumah tumbuh” yang tidak berkesudahan
karena kebutuhan masyarakat yang selalu bertambah dari waktu ke
waktu; dan
5. Proses penyelenggaraan kemitraan yang menjunjung nilai-nilai
profesional dan etika yang tinggi.
• Strategi Pengembangan Kemitraan
Dalam mengembangkan kemitraan usaha dimasa depan dan untuk
mempersiapkan pelaku bisnis skala UMKM dapat bersaing di era
globalisasi maka diperlukan beberapa strategi unggulan, perubahan
perilaku, dan sistem organisasi sebagai fondasi perkembangan kemitraan
secara lebih mendasar. Konsep operasional dari strategi ini selayaknya
dapat dilakukan secara simultan oleh semua pelaku kemitraan termasuk
lembaga pemerintah sebagai instansi pembina. Berkaitan dengan hal
ini , menurut Hafsah26 terdapat beberapa strategi yang perlu
dilaksanakan agar kebijaksanaan dalam kemitraan dapat diwujudkan.
Strategi ini antara lain, yaitu :
1. Mengembangkan usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat.
Upaya yang dilakukan :
• Pembinaan secara intensif dibidang manajemen usaha
• Penyediaan fasilitas sumber dana murah
• Pengembangan fungsi kelompok tani, kelompok pengrajin, dan
kelompok lainnya menjadi suatu unit usaha yang kooperatif
• Memberikan peluang usaha yang seluas-luasnya kepada
pengusaha skala UMKM
• Pembinaan kualitas hasil produksi atau jasa yang dihasilkan oleh
UMKM dengan mengikuti standar mutu yang berlaku
• Penyediaan informasi teknologi, informasi pasar yang mudah
dijangkau
2. Memacu penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan
peraturan pemerintah tentang kemitraan.
Penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan peraturan
pemerintah tentang kemitraan ini menjadi sangat penting dalam
mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan koperasi.
Upaya yang dilakukan :
• Sosialisasi Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Peraturan
Pemerintah melalui berbagai kesempatan seperti : seminar, diskusi,
media massa dan lainnya
• Menyiapkan perangkat operasional berupa petunjuk teknis
pelaksanaan
• Menyiapkan sumber daya manusia yang bertugas memberikan
informasi dan penjelasan tentang peraturan pemerintah
• Memonitor dan mengevaluasi sejauhmana pelaksanaan kemitraan
ini serta mengetahui kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan.
- 31 -
3. Memantapkan kelembagaan kemitraan.
Strategi ini dimaksudkan untuk mewujudkan kelembagaan kemitraan
usaha kedua belah pihak yang harus dibangun dan dipersiapkan
melalui proses terencana dan berkelanjutan. Upaya yang dilakukan :
• Pengembangan pola-pola kemitraan yang mudah
diimplementasikan
• Menyiapkan pedoman pembinaan kemitraan usaha yang dapat
dijadikan sebagai bahan acuan bagi instansi pembina dan pelaku
kemitraan
• Mengembangkan konsultan pelayanan kemitraan yang dapat
menghubungkan antara UMKM dengan Usaha Besar
• Pengembangan pola pembinaan kemitraan melalui beberapa
tahapan berikut :
Melakukan identifikasi potensi masalah dan peluang
Melakukan pendekatan kepada pengusaha
Merumuskan kegiatan pembinaan
Mengadakan temu usaha dan konsultasi yang teratur dan
konsisten sehingga dapat terlaksana kemitraan dengan
prinsip bisnis dan sinergi yang saling menguntungkan
4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia.
Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kemitraan sangat
ditentukan oleh factor kemampuan sumberdaya manusianya terutama
dalam menerapkan strategi bisnis yang telah ditetapkan. Kemampuan
para pelaku bisnis untuk menguasai teknologi, manajemen, informasi
pasar dan lain sebagainya. Upaya yang dilakukan :
• Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan melalui perbaikan,
penyesuaian kurikulum dan silabus, menata kelembagaan,
penyediaan sarana-prasarana yang cukup memadai, dan
peningkatan kualitas SDM tenaga pengajar, serta meningkatkan
manajemen pengolahannya
- 32 -
• Pengembangan lembaga inkubator dan magang dengan
penerapan kurikulum terpadu yang dapat diterapkan dan berada
dalam dunia nyata usaha
• Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan, tenaga penyuluh,
pendamping, fasilitator melalui pelatihan khusus dan studi banding
diberbagai wilayah
5. Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi.
Pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi,
standarisasi, akreditasi merupakan langkah yang tidak terpisahkan dari
upaya untuk mengembangkan kemitraan. Peran utama dari teknologi
semakin nyata terlihat jelas bila dikaitkan dengan peningkatan produksi
dan produktivitas, sedangkan penerapan standarisasi dan akreditasi
akan menjamin peningkatan kualitas, kuantitas dan harga.
Di bidang Teknologi, upaya yang dilakukan :
• Mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan, agar
senantiasa menemukan dan menghasilkan teknologi yang dapat
diaplikasikan
• Pengembangan teknologi pengolahan, penyimpanan, pengemasan
dan distribusi agar tercipta jaringan dari hulu ke hilir yang efisien
sehingga menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi
• Adanya sosialisasi kepada pelaku bisnis mengenai perkembangan
teknologi
• Tersedianya tenaga SDM sebagai penyuluh, mediator dan
fasilitator baik disiapkan oleh pemerintah maupun masyarakat,
swasta, dan LSM
Di bidang Standarisasi dan Akreditasi, upaya yang dilakukan :
• Perumusan standar untuk hasil pertanian, komoditi industri dan
perdagangan dan pedoman pembinaan mutu melalui penyusunan
pedoman dan standar nasional berdasarkan sistem jaminan mutu
yang berkembang secara internasional seperti ISO-9000, ISO-
14000, dan lainnya
- 33 -
• Pengembangan dan akreditasi lembaga pengawasan mutu melalui
pengadaan laboratorium penguji dan pengawasan terhadap
lembaga-lembaga sertifikasi (lembaga sertifikasi sistem mutu,
produk/jasa, dan personil)
• Sosialisasi standarisasi agar masyarakat mengerti akan mutu
produk sehingga terjamin hubungannya dengan kesehatan dan
kelestarian lingkungan
• Mempermudah birokrasi pengajuan standarisasi dan akreditasi
yang diajukan oleh setiap pelaku bisnis.
6. Membangun akses pasar dan informasi pasar.
Akses pasar dan informasi pasar merupakan dua hal yang penting
yang saling berkait dan mutlak harus dikuasasi oleh pelaku kemitraan.
Tanpa akses pasar yang baik sangatlah mustahil untuk mendapatkan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Sebaliknya tanpa informasi
pasar yang jelas dan akurat mengenai jumlah, kualitas dan harga dari
suatu barang pasti akan menimbulkan distorsi yang mungkin saja
dapat menimbulkan perselisihan bagi pelaku kemitraan.
Upaya yang dilakukan :
• Pengembangan pasar internasional melalui promosi, penyebaran
informasi, temu usaha di tingkat internasional
• Pengembangan pasar domestic
• Pengembangan informasi produk
7. Mendorong pengembangan investasi dan permodalan.
Kurangnya investasi dan modal menyebabkan lemahnya posisi tawar
khususnya bagi UMKM. Strategi yang dilakukan dalam mendorong
pengembangan investasi dan permodalan yang seyogyanya ditujukan
untuk keberpihakan pemerintah kepada UMKM. Dengan keberpihakan
ini diharapkan akan meningkatkan posisi tawar dari sebagian besar
UMKM. Upaya yang dilakukan :
- 34 -
• Menyediakan informasi potensi dan peluang usaha yang diperlukan
dalam pengembangan investasi oleh palku kemitraan
• Pemanfaatan dan pengembangan secara optimal sumber-sumber
permodalan melalui penyempurnaan peraturan dan kebijakan
• Memperluas sumber pendanaan berupa kredit perbankan, lembaga
keuangan non Bank, modal ventura, dana dari penyisihan
keuntungan BUMN dengan bunga terjangkau dan prosedur yang
sederhana
• Sosialisasi informasi mengenai permodalan kepada para pelaku
bisnis
8. Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan.
Peran aparatur pemerintah dan produk-produk kebijakannya sangat
strategis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
keberhasilan kemitraan. Keberpihakan pemerintah pada upaya-upaya
untuk menumbuhkembangkan kemitraan merupakan suatu wujud
pelayanan yang harus dilakukan konsisten dan berkesinambungan.
Upaya yang dilakukan :
• Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan menjadi profesional
sesuai dengan fungsi dan tugasnya sehingga menjadi aparat yang
handal, efisien, dan berwibawa
• Menciptakan lembaga pemerintahan yang ramping dan efisien
sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat melayani dengan efektif
masyarakat terutama dunia usaha
• Mengubah mental sebagian aparat yang mempunyai kebiasaan
dilayani menjadi pelayanan yang prima
Dalam lingkungan yang dinamis, organisasi dapat tetap
berkembang bila organisasi melakukan kemitraan (partnership) (Nadler,
1992; Pasternak dan Viscio, 1998; Brown dan Eisenhardt, 1977;
D’Aveni, 1994; Davidow dan Malone, 1994; Nadler dan Tushman, 1997;
McCann dan Selsky, 2004). Kemitraan yang efektif dapat memotivasi
- 35 -
pihak-pihak yang bermitra untuk mencapai tujuan organisasi yang
harmonis dan menjaga kepentingan masing-masing.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa karena lingkungan
bisnis UMKM yaitu lingkungan yang dinamis, maka UMKM melalui
kemitraan juga menjadi pertimbangan. Hal-hal mengenai UMKM, yaitu
berbagai pengertian dan kriteria UMKM, pemberdayaan UMKM, jenis-
jenis UMKM, masalah-masalah yang terjadi dalam UMKM, serta
pengertian dan kriteria UMKM Mitra, dapat dijelaskan dalam beberapa
teori tentang UMKM sebagai berikut.
C. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
UMKM memiliki 3 (tiga) peran penting dalam sistem perekonomian di
suatu negara (Griffin dan Ebert : 1996), yaitu : pencipta lapangan kerja,
sumber inovasi, dan pendukung usaha besar. Kenyataan di berbagai
negara, menunjukkan bahwa banyak lapangan kerja baru justru diciptakan
oleh UMKM daripada usaha besar. Disamping itu, sebagian inovasi juga
muncul dari hasil UMKM.
Terdapat beberapa pengertian dan kriteria UMKM di beberapa
negara atau lembaga asing, sebagai berikut 27 :
1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a). Medium Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
b). Small Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
c). Micro Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal
30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive
asset) di bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki
jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75
orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta.
Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a). Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang
atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
b). Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75
orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M
$ 2,5 juta.
4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
a) Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan
maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah
US$2,5 juta.
b) Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang
atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu
c) Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau
jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu
d) Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau
jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu
5. Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di
bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta.
6. European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
a) Medium-sized Enterprise, dengan kriteria :
1) Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
2) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
3) Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta
b) Small-sized Enterprise, dengan kriteria :
1) Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
2) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta
3) Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta
- 37 -
c) Micro-sized Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta
7. Asian Development Bank membedakan karakteristik antara usaha
mikro “survival” (sekedar untuk menyambung hidup) dengan usaha
mikro “viable” (yang bisa diandalkan untuk kehidupan sehari-hari).
• Usaha bersifat survival ini sering disebut sebagai usaha subsisten
atau untuk memenuhi kehidupan sehari-hari (konsumsi). Pelaku
usaha di sektor ini dituntut untuk menghasilkan profit yang cepat.
Aktivitas ini sering hanya merupakan aktivitas perdagangan
musiman untuk mendukung pendapatan keluarga ataupun dirinya.
Dalam sektor ini, seringkali ketrampilan yang diperlukan sangat
sedikit dan hampir tidak ada hambatan untuk memasuki sektor
usaha mikro ini, bahkan sering terlalu banyak pelaku usaha berada
disini. Pendapatan bersih yang mereka peroleh biasanya hanya
untuk menambal biaya keperluan membeli kebutuhan pokok saja.
• Sementara itu, usaha mikro viable dilakukan oleh pengusaha yang
menjadikan hasil usahanya sebagai penghasilan utama
keluarganya, sehingga sudah berorientasi profit. Pengalaman dan
ketrampilan yang cukup diperlukan agar bisa memasuki pasar
sektor ini. Sebagian keuntungan akan diinvestasikan kembali pada
perusahaan, sehingga memungkinkan terjadinya ekspansi usaha
dan meningkatnya potensi pertumbuhan28.
Berdasarkan pada tingkat pertumbuhan usaha, produk pembiayaan
yang diperlukan mungkin saja berbeda-beda dalam hal besar, frekuensi
dan jatuh tempo kredit. Menurut USAID Micro Enterprise Stock Taking
Report,29 perkembangan usaha mikro terdiri dari tiga level, yaitu :
a) formasi usaha; b) ekspansi usaha; dan c) transformasi usaha. Pada
tahap pembentukan/formasi awal, keperluan akan modal biasanya
sedang. Kebutuhan untuk memulai usaha dipenuhi oleh modal sendiri dari
tabungan pribadi. Setelah usaha mulai berjalan, modal kerja dipenuhi dari
cash flow usaha dan laba ditahan. Namun, ketika usaha berkembang,
sumberdaya internal semakin tidak mencukupi. Pada level transformasi,
permintaan akan modal meliputi perubahan-perubahan dalam area :
a) cara berproduksi dan peningkatan produktivitas; b) peningkatan
pendapatan dari penjualan yang cukup untuk mendukung bertambahnya
pegawai baru; c) hubungan antara pemilik usaha dengan karyawannya;
d) peningkatan asset, serta peningkatan spesialisasi.
Dalam hubungannya dengan tingkat pertumbuhan usaha, Dietmar
(2000)30 mengklasifikasikan kredit mikro ke dalam tiga tahapan berbeda.
Pertama, usaha mikro perlu pembiayaan bibit (seed financing), untuk
menterjemahkan ide menjadi produk prototipe, serta pengembangan
rencana bisnis agar menjadi usaha yang mantap. Setelah ide ditetapkan,
selanjutnya diperlukan pembiayaan awal sebelum melakukan produksi
dan menjualnya. Setelah usaha mikro telah mencapai titik impas, atau
mulai mendapatkan profit, maka pembiayaan untuk ekspansi mulai
diperlukan, misalnya untuk perluasan fasilitas produk, diversifikasi produk,
ekspansi pasar, serta tambahan modal kerja.
Ghobadian dan Gallear (1997)31 mengidentifikasi perbedaan antara
usaha kecil dan usaha besar, sebagai berikut :
• Processes
Usaha kecil memerlukan sistem perencanaan dan pengawasan,
informal evaluasi, dan pembuatan laporan yang mudah
• Procedures
Usaha kecil memiliki standar nilai di bawah rata-rata dalam hal
pembuatan keputusan yang ideal
• Structure
Usaha kecil memiliki standar nilai dibawah rata-rata dalam hal
spesialisasi pekerjaan, tetapi mendapat nilai tinggi dalam hal
inovasi produk
• People
Adanya resiko kegagalan tinggi dalam usaha kecil, sebagian besar
orang lebih memilih adanya penggunaan teknologi dalam
usahanya.
Efektivitas UMKM dapat tercapai melalui berbagai kriteria. Muller
dan Turner (2007)32 menyarankan adanya tujuh sukses kriteria efektivitas
UMKM, yaitu : a) budget; b) schedule; c) quality standards;
d) specification; e) apreciation by users; f) apreciation by stakeholders;
g) apreciation by project personnel.
J. Rodney Turner, Ann Ledwith, dan John Kelly33 (2008),
mengemukakan adanya enam kriteria keberhasilan UMKM, yaitu :
a) clear goals and objectives
b) senior management support
c) planning, monitoring, and control
d) resource allocation
e) risk management
f) client consultation
Tabel berikut yaitu korelasi antara faktor-faktor sukses usaha dengan
keberhasilan pekerjaan.
Di Indonesia, yaitu tidak mudah untuk memberikan batasan
pengusaha mikro, kecil dan menengah yang dapat diterima oleh semua
pihak. Beberapa perkembangan kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM), diantaranya yaitu :
1. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Kemenegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil
(UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), yaitu entitas usaha yang memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling
banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM)
merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki
kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 - Rp 10.000.000.000,
tidak termasuk tanah dan bangunan.
2. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan
kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 5 - 19 orang, sedangkan usaha
menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 -
99 orang. Perusahaan-perusahaan dengan jumlah tenaga kerja di atas
99 orang, masuk dalam kategori usaha besar.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994
tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan
- 41 -
atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang
mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp
600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di
luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badan usaha
(Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa)
Berbagai kriteria UMKM ini tidak dapat dijadikan acuan lagi
sejak ditetapkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah, pada tanggal 4 Juli 2008. Definisi UMKM
yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi
di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang dimaksud dengan Usaha
Mikro (UMI) yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria UMI sebagaimana yang
diatur dalam UU ini . Usaha Kecil (UK) yaitu usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik
langsung maupun tidak langsung, dari Usaha Menengah (UM) atau Usaha
Besar (UB) yang memenuhi kriteria UK sebagaimana dimaksud dalam UU
ini . Sedangkan Usaha Menengah (UM) yaitu usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik
langsung maupun tidak langsung, dari UMI, UK, atau UB yang memenuhi
kriteria UM sebagaimana dimaksud dalam UU ini 34.
Selanjutnya, dalam UU ini , kriteria yang digunakan untuk
mendefinisikan UMKM yaitu nilai kekayaan bersih atau nilai asset tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan
tahunan35. Dalam kriteria ini, yang disebut dengan Usaha Kecil yaitu
entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih
dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah yaitu entitas
usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih
dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
Secara ringkas kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah yaitu
sebagai berikut:
Dalam kriteria-kriteria UMKM ini , nilai nominalnya dapat dirubah
sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan
Peraturan Presiden.
1. Pemberdayaan UMKM
Pemberdayaan UMKM merupakan bagian elementer dalam
penanggulangan kemiskinan, karena disinilah kunci pemutus mata rantai
kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat.
Dalam upaya pemberdayaan UMKM, terdapat empat langkah
strategis, yaitu36:
a. Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan
UMKM yang mencakup aspek regulasi dan perlindungan usaha.
b. Menciptakan sistem penjaminan (guarantee financial system) untuk
mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro.
c. Menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical
assistance and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan
status dan kapasitas usaha.
d. Melakukan penataan dan penguatan kelembagaan keuangan mikro
untuk memperluas jangkauan pelayanan keuangan kepada usaha
mikro secara cepat, tepat, mudah, dan sistematis.
Langkah-langkah ini , kemudian dijabarkan dalam berbagai kebijakan
dan program dengan tetap mengedepankan pada perlunya kerjasama
antar pelaku terkait, baik pemerintah, usaha besar, lembaga keuangan,
kalangan akademisi, maupun para pelaku UMKM sendiri. Hal ini
mengingat kunci keberhasilan pemberdayaan UMKM terletak pada
berfungsinya kerjasama dan kemitraan antara UMKM dengan usaha
besar secara adil, proporsional, dan sistematis.
Pendapat lain dikemukakan oleh M. Idris Arief37 tentang perlunya
usaha-usaha untuk lebih mengembangkan sektor UMKM, antara lain:
a. Peningkatan peluang untuk akses terhadap faktor produksi,
termasuk di dalamnya modal dan sumber daya alam termasuk
tempat usaha.
b. Perlu bantuan pemasaran hasil produksinya, antara lain informasi
yang cukup memadai mengenai harga, jenis produksi, mutu,
daerah pemasaran, dan lain-lain.
c. Perlu adanya peraturan (regulasi) untuk melindungi mereka sebab
mereka selalu dalam posisi lemah, sehingga tercipta rasa aman
dan tenteram dalam melaksanakan usahanya.
d. Perlu dipikirkan berdirinya bank yang khusus menangani sektor ini
karena mereka kesulitan mengakses kredit melalui bank-bank
konvensional.
World Bank38 memberikan petunjuk tentang prinsip dasar strategi
pengembangan UMKM, yaitu :
a. Menciptakan lapangan usaha.
Faktor utama keberhasilan pengembangan strategi UMKM yaitu
penyiapan lingkungan usaha yang dapat membantu UMKM
berkompetisi dalam lapangan usaha yang sama, baik produk
maupun jasanya. Untuk membangun lapangan usaha ini ,
pemerintah perlu mengevaluasi kembali pendanaan dan manfaat
regulasi yang berlaku dan hambatan pengembangan UMKM. Selain
itu pemerintah juga dituntut untuk melaksanakan regulasi yang
dibutuhkan UMKM secara fleksibel dan menerapkan kebijakan
kompetisi dan proteksi barang untuk membuka peluang pasar bagi
IMKM.
b. Menentukan kebijakan pengeluaran publik dengan memanfaatkan
sumber daya publik secara efektif.
Pemerintah perlu mendesain suatu strategi yang jelas dan
terkoordinasi bagi pengembangan UMKM yang tepat dan adil serta
efisien memisahkan tujuan-tujuan kebijakan ini . Kebijakan
pengeluaran publik perlu diarahkan pada target sumber daya dan
jasa yang diminati oleh pasar dan ada justifikasi yang jelas atau
pertimbangan keadilan bagi penggunaan sumber daya publik
ini . Dengan memakai metodologi keuangan mikro dan
opersionalisasi pelayanan maka perkembangan UMKM dapat
dinilai berdasarkan kriteria kinerja, efektivitas biaya, kelanggengan
keuangan dan dampak pelayanannya kepada publik.
c. Mendorong keterlibatan swasta dalam menyediakan layanan
keuangan dan layanan lainnya.
Di beberapa negara berkembang, UMKM tidak mempunyai akses
terhadap institusi atau lembaga yang dapat membantu UMKM
sesuai dengan kebutuhan UMKM ini . Untuk itu pemerintah
perlu memastikan bahwa UMKM memiliki akses yang besar
terhadap institusi atau lembaga bantuan ini dalam rangka
mengembangkan UMKM. Oleh karenanya pemerintah perlu
berusaha untuk mengembangkan pasar yang dikelola swasta yang
layanannya sesuai dengan kebutuhan UMKM yang mendorong
pengembangan pasar baik dari segi penawaran dan permintaan
(supply and demand).
Strategi pengembangan UMKM, dapat didasarkan pada sumber
daya internal yang dimiliki (resource-based strategy)39. Strategi ini
memanfaatkan sumber daya lokal yang superior untuk menciptakan
kemampuan inti dalam menciptakan nilai tambah (value added) untuk
mencapai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Akibatnya,
perusahaan kecil tidak lagi tergantung pada kekuatan pasar seperti
monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam strategi ini, UMKM mengarah
pada keterampilan khusus yang secara internal bisa menciptakan produk
inti yang unggul untuk memperbesar pangsa pasar.
Hasil penelitian dari KBI Bandar Lampung bekerjasama dengan
Universitas Lampung yang mengidentifikasi kendala pengembangan
UMKM di Provinsi Lampung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut40 :
a. Peran yang telah dijalankan oleh lembaga-lembaga (baik Lembaga
keuangan maupun non keuangan) dalam pengembangan UMKM
yaitu dalam bentuk upaya-upaya sebagai berikut :
1) membantu UMKM di bidang kredit/pembiayaan
2) pelatihan dan bimbingan manajerial, teknis
3) memfasilitasi UMKM dengan perangkat perizinan usaha
4) membantu akses pasar dengan mengikutsertakan pengusaha
UMKM dalam kegiatan pameran baik regional, nasional
maupun internasional
5) studi banding ke perusahaan-perusahaan sejenis di wilayah
lain di Indonesia.
b. Prioritas kegiatan dalam rangka meningkatkan kinerja UMKM di
Provinsi Lampung berdasarkan hasil analisis faktor yaitu pada
faktor :
1) Kebijakan,
2) Kemudahan Pengurusan Perizinan Usaha,
3) Pelatihan Manajemen dan Teknis,
4) Bimbingan dan Konsultasi Manajemen dan Teknis,
5) Keringanan Pajak dan
6) Ketersediaan Dana.
c. Kendala pengembangan UMKM di Provinsi Lampung yaitu :
1) Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia dalam
pengembangan UMKM
2) Perbedaan harapan dan persepsi antara pengusaha UMKM
dengan lembaga-lembaga terkait dalam hal mengakses dana
pinjaman UMKM
3) Ketersediaan sistim Informasi yang terkait dengan
pengembangan UMKM masih minim, seperti : informasi
Pelayanan Minimnya bantuan akses pasar bagi pengusaha
UMKM yang ingin memanfaatkan peluang pasar nasional
maupun internasional
4) Produk dari sektor pengolahan umumnya belum memiliki
sertifikasi standar mutu.
5) Kontinyuitas pasokan bahan baku dan harga bahan baku yang
tidak stabil.
6) Kurangnya koordinasi antar dinas/instansi pembina UMKM
secara terprogram dan terjadwal.
40
Bank Indonesia, Pengembangan UMKM
- 47 -
Sedangkan rekomendasi yang diberikan bagi pengembangan UMKM
sebagai berikut :
a. Terkait dengan Perizinan, sebaiknya pemerintah /instansi terkait
dapat mempermudah birokrasi perizinan melalui sistem pelayanan
satu atap, memperingan biaya pengurusan izin usaha, serta
menyediakan sistim informasi perijinan (jenis-jenis perijinan,
prosedur dan syarat pengajuan perijinan usaha termasuk biaya
administrasi perijinan).
b. Terkait dengan Pelatihan, sebaiknya lembaga keuangan dan non
keuangan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi memberikan
peningkatan
pengetahuan dan skills pengusaha UMKM dalam kegiatan
pelatihan manajemen dan teknis dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia UMKM.
1) pelatihan pembukuan /administrasi dan pengelolaan keuangan
2) pelatihan manajerial (aspek pemasaran dan produksi)
3) pelatihan kewirausahaan
4) pelatihan etika bisnis
5) pelatihan sertifikasi mutu produk
c. Terkait dengan Bimbingan dan Konsultasi, sebaiknya Lembaga
Perbankan agar lebih aktif melakukan upaya pembinaan dalam
bentuk bimbingan dan konsultasi manajemen dan teknis melalui
pembentukan unit layanan konsultasi UMKM bagi mitra
binaan/debiturnya.
d. Terkait dengan perpajakan, untuk jangka panjang, agar pemerintah
mempertimbangkan penurunan pembebanan pajak penghasilan
usaha bagi UMKM, secara proporsional berdasarkan skala usaha,
serta mengadakan sistem informasi layanan pajak (oleh Kantor
Pelayanan Pajak), yang mudah diakses oleh pengusaha UMKM.
e. Terkait dengan Pendanaan Usaha UMKM, sebaiknya Lembaga
Keuangan diharapkan menyediakan alokasi dana kredit yang lebih
besar bagi UMKM, dan mempermudah persyaratan kredit, serta
menerapkan suku bunga yang rendah. Khusus untuk usaha mikro
(yang relatif sulit memenuhi persyaratan agunan) dapat diberikan
kredit secara kolektif kepada kelompok usaha, dengan agunan
menjadi tanggungjawab bersama (tanggung renteng). Lebih lanjut,
khususnya lembaga keuangan bank melakukan evaluasi atas
plafon kredit yang diberikan kepada usaha mikro untuk dapat
meningkatkan ketangguhan usaha mereka dengan tetap
memperhatikan prinsip “Prudential Banking”.
- 48 -
f. Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk dapat menunjang
pengembangan UMKM yaitu :
1) Instansi terkait perlu menyediakan data base (Direktori) sistem
informasi pengembangan UMKM, misalnya oleh BPS),
2) Sistem informasi prosedur pengajuan kredit/pembiayaan (oleh
masingmasing Lembaga Keuangan dan Non Keuangan),
3) Daya dukung pemerintah dalam meningkatan akses pasar
UMKM melalui promosi dengan lebih sering mengikutsertakan
pada pameran di tingkat regional, nasional, dan internasional
dengan memperhatikan kesesuaian antara jenis produk yang
dipamerkan dan lokasi pameran serta calon pembeli (buyer).
4) Melakukan koordinasi antar lembaga-lembaga yang terkait
dalam pengembangan UMKM secara terprogram dan terjadwal.
Di sisi lain, filosofi pemberdayaan UMKM menurut Djoko Retnadi41
meliputi :
a. Masyarakat yang pendapatannya menengah kecil (low middle
income), dimana masyarakatnya masih memiliki akses kepada jasa
keuangan komersial dengan berbagai produk pinjaman, simpanan,
dan jasa lainnya.
b. Masyarakat miskin, tetapi masih memiliki usaha secara ekonomis
(economically active poor), dimana masyarakatnya sebagian besar
sudah memiliki akses kepada jasa keuangan komersial karena sudah
memiliki usaha berkelanjutan, kiemampuan kewirausahaan, dan
kemampuan manajerial. Kelompok ini sudah memanfaatkan produk
perbankan, walau masih sangat sederhana, hanya sebagian kecil
yang belum mengenal jasa perbankan.
c. Masyarakat sangat miskin (extremely poor), dimana masyarakat ini
sama sekali belum tersentuh oleh perbankan. Kegiatan simpan pinjam
biasanya dilakukan dengan lembaga-lembaga informal yang ada
seperti rentenir, pengijon, dan pelepas uang lainnya dengan bunga
yang sangat tinggi, akibatnya usaha mikro menjadi tidak berkembang.
Strategi pemberdayaan UMKM yang telah diupayakan selama ini
dapat diklasifikasikan dalam aspek utama sebagai berikut :42
a. Aspek manajerial, yang meliputi : peningkatan produktivitas, omset,
tingkat utilitasi, atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan
pemasaran; dan pengembangan sumber daya manusia
b. Aspek permodalan, yang meliputi : bantuan modal (penyisihan 1 – 5
% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi
usaha kecil minimum 20 % dari portofolio kredit bank) dan kemudahan
kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, dan KKU)
c. Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar, baik lewat
sistem Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward
linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura,
maupun subkontrak
d. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah
berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri
Kecil), atau SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh
UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri)
e. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB
(Kelompok Usaha Bersama) dan KOPKINKRA (Koperasi Industri Kecil
dan Kerajinan)
2. Jenis-jenis UMKM
Terdapat berbagai macam jenis UMKM di Indonesia yang secara
garis besar dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, sebagai
berikut 43:
a. Usaha Perdagangan
• Keagenan : agen koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lein-lain
• Pengecer : minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-
lain
• Ekspor/Impor : produk lokal dan internasional
• Sektor informal : pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima,
dan lain-lain
b. Usaha Pertanian
• Perkebunan : pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-
sayuran, dan lain-lain
• Peternakan : ternak ayam petelur, susu sapi, dan lain-lain
• Perikanan : darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan
lain-lain
c. Usaha Industri
• Industri makanan/minuman; Pertambangan; Pengrajin;
Konveksi; dan lain-lain
d. Usaha Jasa
• Jasa konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa
Transportasi; Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan; dan lain-
lain.
3. Masalah-masalah dalam UMKM
Sejumlah persoalan yang umum terjadi dalam perkembangan
UMKM, antara lain yaitu 44 : keterbatasan modal kerja maupun investasi;
kesulitan-kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan pengadaan bahan
baku serta input lainnya; keterbatasan akses ke informasi mengenai
peluang pasar, dan lainnya; keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi
(kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi; biaya transportasi dan
energy yang tinggi; keterbatasan komunikasi; biaya tinggi akibat prosedur
administrasi dan birokrasi yang kompleks; dan ketidakpastian akibat
peraturan-peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang
tidak jelas atau tak menentu arahnya.
Survey BPS (2005), terhadap UMI dan UK di industri manufaktur
menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar
dari responden yaitu keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran.
Walaupun banyak skim kredit khusus bagi pengusaha kecil, sebagian
besar dari responden tidak pernah mendapatkan kredit dari bank atau
lembaga-lembaga keuangan lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya
pada uang/tabungan mereka sendiri, uang/bantuan dari sudara/kenalan
atau dari sumber-sumber informal untuk mendanai kegiatan produksi
mereka. Alasannya bisa bermacam-macam, yaitu : ada yang tidak pernah
dengan atau menyadari adanya skim-skim khusus ini , ada yang
pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak
untuk didanai atau mengundurkan diri karena prosedur administrasi yang
berbelit-belit, atau tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan termasuk
penyediaan jaminan, atau ada banyak pengusaha kecil yang dari awalnya
memang tidak berkeinginan meminjam dari lembaga-lembaga keuangan
formal.
Dalam hal pemasaran, UMKM pada umumnya tidak punya sumber-
sumber daya untuk mencari, mengembangkan, atau memperluas pasar-
pasar mereka sendiri. Sebaliknya, mereka sangat tergantung pada mitra
dagang mereka (misalnya : pedagang keliling, pengumpul, atau trading
house) untuk memasarkan produk-produk mereka, atau tergantung pada
konsumen yang dating langsung ke tempat-tempat produksi mereka atau,
walaupun presentasenya kecil sekali, melalui keterkaitan produksi dengan
UB lewat sistem subcontracting.
Ina Primiana45 berpendapat bahwa beberapa hal yang menjadi
pokok permasalahan bagi UMKM yaitu permodalan dan pemasaran.
Permasalahan dalam hal permodalan, yaitu :
• Kesulitan akses ke Bank dikarenakan ketidakmampuan dalam hal
menyediakan persyaratan bagi bankable. Sebetulnya Bank
Indonesia telah membentuk P3UKM yang membantu UMKM agar
dapat mudah akses ke Bank. Tetapi kenyataannya tidak semua
UMKM dapat memenuhi persyaratan collateral. Artinya masih lebih
banyak UMKM yang belum terjaring.
• Ketidaktahuan UMKM terhadap cara memperoleh dana dari
sumber-sumber lain selain perbankan, yang dapat menjadi
alternative pembiayaan.
• Tidak tersedianya modal pada saat pesanan datang. Artinya
mereka membutuhkan dana cepat untuk memenuhi pesanan. Hal
ini tidak dimungkinkan bila melalui perbankan, karena waktu yang
dibutuhkan sejak pengajuan hingga dana cair bisa mencapai 2-3
bulan, belum lagi bila pengajuan kreditnya ditolak yang bisa
menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan.
Biasanya mereka mencari jalan agar dapat memperoleh dana
cepat yaitu dengan meminjam sesame pengusaha atau rentenir.
Permasalahan yang terkait dengan pemasaran, yaitu :
• Sulitnya akses pasar dikarenakan keterbatasan-keterbatasan
antara lain : membaca selera pasar, mengenal pesaing dan
produknya, memposisikan produknya di pasar, mengenal
kelemahan produknya di antara produk pesaing.
• Keterbatasan SDM. Dalam UMKM pada umumnya pemilik masih
melakukan semua kegiatan sendiri atau dibantu beberapa pegawai
seperti produksi, atau pengawasan produksi, sehingga mencari
pasar menjadi terbengkelai.
• Standarisasi produk lemah, hal ini menyebabkan pesanan
dikembalikan (retur) karena kualitas produk yang dihasilkan
spesifikasinya tidak sesuai dengan pada saat pesan.
• Hilangnya kepercayaan pelanggan akibat ketidakmampuannya
memenuhi permintaan dalam jumlah besar, antara lain,
dikarenakan tidak tersedianya dana untuk memenuhi permintaan
ini .
- 53 -
4. UMKM Mitra
UMKM Mitra merupakan Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman
dari Program Kemitraan46. Telah cukup banyak upaya pembinaan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan
UMKM (Tabel II.3). Namun demikian, upaya pembinaan UMKM sering
tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi
mengenai usaha kecil ini pada gilirannya menyebabkan pembinaan
UMKM masih terkotak-kotak (sector oriented), dimana masing-masing
instansi Pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya
sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi dua hal : (1) Ketidakefektifan arah
pembinaan; (2) tidak adanya indikator keberhasilan yang seragam, karena
masing-masing instansi Pembina berupaya mengejar target dan sasaran
sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri.47
Pembinaan oleh pengusaha besar
.jpeg)
