Tampilkan postingan dengan label UMKM 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UMKM 1. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Oktober 2025

UMKM 1


  

 


MKM secara signifikan menyumbang ekonomi suatu negara, baik dari

sisi penyerapan tenaga kerjanya maupun dalam pertumbuhan dan

perkembangan ekonominya. Dalam perkembangannya, UMKM

mengalami permasalahan. Permasalahan UMKM ini  antara lain

diatasi melalui program kemitraan yang saling membantu antara UMKM,

atau antara UMKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di

luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha.

Namun demikian, implikasi dari hubungan kemitraan dalam organisasi,

tentunya tidak terlepas dari adanya permasalahan.

Berdasarkan hal ini , maka perumusan masalah penelitian ini

dapat diringkas dalam pertanyaan umum sebagai berikut :

1. Bagaimanakah struktur hubungan antar unsur yang saling

mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour

Mills, dengan memakai  model Systems Archetype ?

2. Bagaimanakah leverage dari masing-masing model Systems Archetype

dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills?

Sedangkan tujuan penelitian ini yaitu  : menganalisis struktur

hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi pada UMKM Mitra PT.

ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, dengan memakai  model

Systems Archetype; dan menganalisis leverage dari masing-masing

model Systems Archetype dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi

Bogasari Flour Mills.

Penelitian ini memakai   kerangka teori kemitraan dari Riane

Eisler dan Alfonso Montuori (1998), yang menitikberatkan pada

pendekatan sistem, dengan mempertimbangkan adanya pengaruh

lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi. Stephen M. Dent

(2006), memperkenalkan teori Partnership Relationship Management,

yang mengemukakan adanya 4 (empat) keuntungan yang diperoleh bila

memakai  pola kemitraan dan aliansi, yaitu : Keterbukaan (openness);

Kreativitas (creativity); Kecepatan (agility); dan Kelenturan (resiliency).

Dalam penelitian ini dengan melihat berbagai aspek kemitraan maka

sebagai acuan untuk menentukan perspektif dalam menganalisa UMKM

Mitra, yaitu : a) Informasi Usaha, b) Kompetensi Usaha, dan c) Akses

Usaha.

 vii

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu  system

dynamics. Teknik pem odelan yang digunakan yaitu  sistem archetypes.

Sistem archetypes merupakan kombinasi umpan balik Reinforcing dan

Balancing yang umum terjadi, terdiri dari dua atau lebih umpan balik.

Terdapat 8 (delapan) model archetypes, namun dalam penelitian  ini

hanya memilih beberapa model archetypes. Hal ini dengan pertimbangan

berdasarkan kondisi temuan penelitian di lapangan, dianalisis melalui

tahapan : berdasarkan pengalaman (story line); identifikasi variabel-

variabel kunci; grafik Behaviour Over Time; dan struktur causal loop

diagram (CLD); diperoleh hasil 3 (tiga) pemodelan archetype yang sesuai,

yaitu : Success to the Successful, Limit to Success, dan Growth and

Under Investment.

Hasil analisis terhadap struktur hubungan antar unsur yang saling

mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour

Mills, dengan pemodelan Systems Archetype, yaitu  sebagai berikut : (a)

Success to the Successful. Perspektif : Informasi Usaha. Struktur dasar :

pelatihan ketrampilan; permodalan; dan promosi usaha. (b) Limit to

Success. Perspektif : Kompetensi Usaha. Struktur Dasar :

keberlangsungan produksi; monitoring dan evaluasi; peningkatan omset

usaha; dan pemberian insentif. (c) Growth and Under Investment.

Perspektif : Akses Usaha. Struktur Dasar : pengembangan pasar;

mempertahankan hubungan; dan hubungan emosional.

Sedangkan leverage dari masing-masing model Systems Archetype

pada UMKM Mitra PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, yaitu : (a)

Leverage dalam model Success to the Successful. Strategi yang mungkin

dilakukan bagi UMKM  Non Mitra yaitu  dengan memperluas sumber

daya yang terbatas, yaitu melakukan kemitraan dengan PT ISM Tbk,

Divisi Bogasari Flour Mills. (b) Leverage dalam model Limit to Success.

Strategi yang mungkin dilakukan bagi PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour

Mills dengan UMKM Mitra yaitu  dengan mengantisipasi unsur

keterbatasan yang akan datang, dan memonitor serta mengelola sistem

untuk mengurangi dampak keterbatasan atau mengubah sistem sehingga

tidak bergantung pada sumber daya, tunggal terbatas. (c) Leverage dalam

model Growth and Under Investment. Strategi yang diambil yaitu 

meningkatkan kapasitas produksi yang ditanggung bersama oleh UMKM

Mitra produk sejenis yang tergabung dalam Paguyuban. Paguyuban yang

terbentuk memiliki standar kinerja yang mendukung peningkatan

kapasitas produksi.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu : kemitraan yang dilakukan oleh

UMKM dengan PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills ini merupakan

suatu investasi – bukan cost – dan dapat menghasilkan win-win solution

atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan keamanan

berusaha serta keserasian dengan lingkungan. Kemitraan yang dilakukan

berdasarkan prinsip-prinsip : komitmen, trust, transparansi, dan akuntabel,

antara pihak-pihak yang bermitra dan dikembangkan secara rasional.

Prinsip-prinsip ini  sesuai dengan azas kekeluargaan sebagaimana

amanah dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (1), yaitu Perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

  


i banyak negara di dunia, pembangunan dan pertumbuhan Usaha 

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu motor 

penggerak yang krusial bagi pertumbuhan ekonomi. Salah satu 

karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan laju 

pertumbuhan yang tinggi di negara-negara Asia Timur dan Tenggara 

seperti Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan, yaitu  kinerja UMKM 

mereka yang sangat efisien, produktif, dan memiliki tingkat daya saing 

yang tinggi. UMKM di negara-negara ini  sangat responsif terhadap 

kebijakan-kebijakan pemerintahnya dalam pembangunan sektor swasta 

dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor.  Di 

beberapa negara di kawasan Afrika, perkembangan dan pertumbuhan 

UMKM, sekarang diakui sangat penting untuk menaikkan output agregat 

dan kesempatan kerja.1 

UMKM secara signifikan menyumbang ekonomi suatu negara, baik 

dari sisi penyerapan tenaga kerjanya maupun dalam pertumbuhan dan 

perkembangan ekonominya (Hallberg, 1999; Floyd dan McManus, 2005; 

Enterprise Ireland, 2007; European Commission, 2008).2 Di negara Uni 

Eropa, dari 99,8 % UMKM di negara ini  menyumbang 56 % GDP, 

dan menyerap tenaga kerja 67 % (European Commission, 2008).3 Ledwith 

(2004), berdasarkan penelitiannya menunjukkan bahwa 25 % UMKM di 

Irlandia, memperbaiki strategi UMKM-nya untuk meningkatkan 

                                                 

1

 

produksinya, 14 % UMKM-nya melakukan inovasi dalam mengembangkan 

UMKM. Namun demikian, tidaklah mudah melakukan inovasi dalam 

UMKM (O’Regan et.all., 2006),4 karena usaha kecil hanya mempunyai 

ruang inovasi yang terbatas; modal yang terbatas; pengetahuan dan 

ketrampilan yang terbatas; dan jumlah penjualan yang terbatas 

dibandingkan dengan biaya inovasi (Roger, 2004).5 Sehingga, yaitu  hal 

yang penting untuk menyisihkan sebagian modalnya untuk melakukan 

inovasi, bila UMKM akan meningkatkan kinerja  UMKM. 

Di Indonesia, dilihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak 

yang terdapat di semua sektor ekonomi dan kontribusinya yang besar 

terhadap kesempatan kerja dan pendapatan, UMKM mempunyai peran 

yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional. Keberadaan 

UMKM telah teruji pada masa terjadinya krisis ekonomi yang menerpa 

perekonomian Indonesia tahun 1998 dan 2008, dimana krisis ini  

dapat memporakporandakan dunia usaha khususnya dunia usaha besar. 

Namun UMKM yang kurang mendapat perhatian pada masa-masa lalu 

justru lebih mampu bertahan dan berkembang. UMKM cukup fleksibel dan 

dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah 

permintaan pasar. UMKM juga cukup terdiversifikasi dan memberikan 

konstribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. 

Disamping itu kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto 

(PDB) Indonesia juga terus meningkat setiap tahunnya. Data BPS 

menunjukkan, pada 2009, komposisi PDB nasional tersusun dari UKM 

sebesar 53,32 persen, kemudian usaha besar 41,00 persen, dan sektor 

pemerintah 5,68 persen. Sebagai perbandingan, survei yang pernah 

dilakukan Citibank mendapatkan angka kontribusi sektor UKM terhadap 

PDB 2009 mencapai 55,56 persen. Riset Citibank selama periode 2005-

2008 juga menunjukkan, jumlah unit UKM mengalami pertumbuhan rata-

rata sekitar 8,16 persen per tahun. Adapun jumlah pelaku UMKM pada 

                                                 

4

 

 

Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan 

jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM. Pada tahun 2009 

jumlah pekerja di sektor UMKM tercatat sekitar 96 juta orang atau  

97,30 % dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini 

meningkat sebesar 15,10 % dibandingkan tahun 2005. Kontribusi 

penyerapan tenaga kerja pada usaha mikro sebanyak 91,03 %; usaha 

kecil sebanyak 3,56 %; dan usaha menengah sebanyak 2,71 %. 

Tingkat kemampuan UMKM Indonesia untuk bersaing di era 

perdagangan bebas dunia (GATT/WTO, 2010 atau 2020) sangat 

ditentukan oleh dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Dukungan 

sepenuhnya tidak berarti pemerintah melakukan intervensi langsung di 

semua aspek bisnis UMKM, melainkan dalam bentuk menciptakan 

  

 - 4 - 

 

suatu lingkungan berusaha yang kondusif sehingga UMKM mampu 

mencapai kinerja secara optimal. 

Namun dalam perkembangannya, UMKM mengalami 

permasalahan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Jafar Hafsah6, 

menemukan berbagai permasalahan krusial yang dihadapi UMKM,  

yaitu :  

1. Faktor Internal 

a. Kurangnya Permodalan 

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk 

mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan 

UMKM, oleh karena pada umumnya UMKM merupakan usaha 

perorangan atau organisasi yang sifatnya tertutup, yang 

mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat 

terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga 

keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara 

administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat 

dipenuhi. 

 

b. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas 

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan 

merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan 

SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun 

pengetahuan dan ketrampilannya sangat berpengaruh terhadap 

manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha ini  

sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan 

keterbatasan SDM-nya, unit usaha ini  relatif sulit untuk 

mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan 

daya saing produk yang dihasilkannya.  

 

c. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar 

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha 

keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan 

kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk 

yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai 

kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar 

yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta di dukung 

dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan 

promosi yang baik. 

 

 

2. Faktor Eksternal 

a. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif 

Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan 

UMKM, meskipun dari tahun ketahun terus disempurnakan, 

namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat 

antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat 

antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-

pengusaha besar.  

 

b. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha 

Kurangnya informasi  yang berhubungan dengan kemajuan ilmu 

pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana 

yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang 

mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. 

 

c. Implikasi Otonomi Daerah 

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang 

Pemerintah Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi 

untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan 

sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil 

dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan 

pada UMKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan 

menurunkan daya saing UMKM. 

Disamping itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang 

menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar 

daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah ini . 

 

d. Implikasi Perdagangan Bebas 

Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 

2003 dan APEC tahun 2020 berimplikasi luas terhadap UMKM 

untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau 

tidak mau UMKM dituntut untuk melakukan proses produksi 

dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk 

yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar 

kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 

14.000), dan isu Hak Azasi Manusia (HAM), serta isu 

ketenagakerjaan. Isu ini sering dipergunakan secara tidak fair 

oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for 

Trade).Untuk itu maka diharapkan UMKM perlu mempersiapkan 

agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif 

maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. 

 

e. Sifat Produk dengan Lifetime Pendek 

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau 

karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan 

dengan lifetime yang pendek.  

 

  

 - 6 - 

 

f. Terbatasnya Akses Pasar  

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang 

dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar 

nasional maupun internasional. 

  

Disamping itu, berdasarkan hasil survey The Asia Foundation 

(2000) terhadap UMKM di 10 (sepuluh) kota di Indonesia menunjukkan 

adanya permasalahan, yaitu : a). Adanya keluhan tentang akses 

pendanaan (49 %); b). Adanya keluhan tentang birokrasi (55 %);        

c). Terbebani pungutan kredit (52 %); dan d). Terbebani pungutan izin    

(33 %).  

Masalah UMKM kesulitan memperoleh akses pendanaan dari 

bank, karena UMKM mendapat perlakuan diskriminatif yang 

menyangkut status hukum sebagai usaha perorangan7. Perlakuan 

diskriminatif untuk mendapat hak yang sama dengan pengusaha besar 

dapat dilihat dari tidak adanya hak mendapat suku bunga premium 

yang murah. Dalam hal agunan, UMKM tidak mampu menembus sistem 

perbankan dengan pola personnel guarantee sehingga agunan yang 

dipersyaratkan pihak bank kepada UMKM mengandung prosedur 

berbelit-belit dan berlebihan.        

Berdasarkan data dari BPS, UMKM memiliki beberapa kelemahan 

dan permasalahan, yaitu 8 : 

a. Kurangnya Permodalan; 

b. Kesulitan dalam pemasaran; 

c. Persaingan usaha yang ketat; 

d. Kesulitan bahan baku; 

e. Kurang teknis produksi dan keahlian; 

f. Kurangnya ketrampilan manajerial (SDM); 

g. Kurangnya pengetahuan dalam masalah manajemen, termasuk 

dalam keuangan dan akuntansi. 

 

 

 

Diilhami oleh berbagai temuan tentang permasalahan yang 

dihadapi UMKM ini , penelitian disertasi ini dimaksudkan untuk 

mengkaji permasalahan dalam UMKM Mitra, yaitu : a). Kurangnya 

ketrampilan;  b). Kurangnya permodalan; c). Kesulitan dalam Promosi 

Usaha; d). Kesulitan Bahan Baku.     

Permasalahan UMKM ini  antara lain diatasi melalui  program 

kemitraan yang saling membantu antara UMKM, atau antara UMKM 

dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk 

menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga 

untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih 

efisien. Dengan demikian UMKM akan mempunyai kekuatan dalam 

bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar 

negeri.   

Kemitraan antar organisasi secara berkelanjutan dalam UMKM 

yaitu  penting (Cyert dan March, 1992).9 UMKM seringkali bermitra 

dengan organisasi lain (sesama UMKM atau Usaha Besar) sebagai 

upaya untuk meningkatkan kinerja UMKM-nya (Astley dan Van de Ven, 

1983;10 Nooteboom, 200011). Bentuk kemitraan ini  bisa berupa : 

joint ventures, aliansi strategi, ataupun bentuk kemitraan lainnya, yang 

terpenting dari adanya kerjasama ini  dapat meningkatkan peran 

UMKM.12 

Upaya peningkatan peran UMKM melalui pola kemitraan, diatur 

dalam Keppres RI, No. 127 tahun 2001, tentang UMKM dan Kemitraan, 

yang menyebutkan bahwa perlu adanya jenis usaha yang dicadangkan 

untuk usaha kecil dan kesempatan terbuka bagi kinerja usaha 

menengah atau besar dengan syarat kemitraan. Kemitraan yaitu  

                                                 

9

kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan 

usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha 

menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling 

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 

Perlunya kemitraan UMKM juga diungkapkan oleh Presiden Susilo 

Bambang Yudhoyono, yang menegaskan bahwa kalangan usaha besar 

dan BUMN harus meningkatkan kemitraan dengan pelaku UMKM dan 

Koperasi untuk menekan ketimpangan usaha di dalam negeri yang kini 

masih terjadi.13 Presiden menilai pola kemitraan yaitu  cara optimal 

untuk mengatasi ketimpangan di dunia usaha nasional. Sektor usaha 

skala besar masih mendominasi karena kemampuan kapitalisnya yang 

tinggi. Hal ini diperparah dengan tidak seimbangnya mata rantai usaha 

hilir dan hulu serta tingkat produktivitas koperasi dan UMKM yang relatif 

rendah. Selain pengusaha besar dan BUMN, Presiden meminta 

Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi kemitraan antara koperasi dan 

UMKM setempat untuk menggarap potensi ekonomi daerah dengan 

investor.  

Gagasan kemitraan antara UMKM dengan usaha besar telah 

dilakukan oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM) Tbk, Divisi Bogasari 

Flour Mills. Perusahaan besar yang bergerak di bidang tepung terigu ini, 

sejak tahun 1981 telah merintis program kemitraan usaha dengan UMKM. 

Upaya PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills ini merupakan wujud dari 

pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Bogasari (Bogasari Social 

Responsibilities) yang diterapkan melalui Pancabakti Bogasari, yang 

terdiri dari (1) membangun sumber daya manusia (building human 

resources),  (2) memelihara lingkungan (protecting the environment),     

(3) mendorong pengelolaan perusahaan yang bersih dan sehat 

(encouraging good corporate governance), (4) melakukan upaya kajian 

soliditas sosial (assessing socialcohesion), dan (5) memperkuat ekonomi 

(strengthening economies). Tujuan dari program kemitraan usaha dengan 

UMKM ini, yaitu  memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi 

                                                 


 

melalui kegiatan kemitraan dengan memakai  prinsip “tumbuh 

bersama”. Jumlah pengusaha kecil yang berada dalam naungan PT ISM 

Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills,  mencapai puluhan ribu orang dan hampir 

semuanya mendapat bantuan dan binaan dari kelompok Bogasari. 

Adapun bantuan yang diberikan, tidak melulu berupa dana, tetapi 

penyuluhan, latihan, dan konsultasi yang bertujuan memperkuat posisi 

pengusaha kecil ini . Bagi PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, 

pedagang kecil merupakan jaringan usaha yang penting yang selama ini 

telah berperan menjadikan Bogasari besar seperti saat ini. Untuk 

membina dan membantu pengusaha kecil ini  secara rutin Bogasari 

melalui Kelompok Wacana Mitra, lembaga khusus yang khusus 

memperhatikan UMKM ini terjun langsung untuk memberikan latihan dan 

penyuluhan baik tentang bagaimana mengelola usaha kecil, etika bisnis, 

administrasi keuangan, kualitas produk, dan pengetahuan lainnya. 

Indikasi adanya kaitan erat antara peningkatan kinerja UMKM 

melalui kemitraan UMKM dengan industri besar tampak sangat jelas.  

Jonathan Levin dan Steven Tadelis (2002)14, berdasarkan hasil risetnya 

tentang cost and benefit partnership organization, menyimpulkan bahwa 

organisasi yang melakukan kemitraan memperoleh beberapa hal sebagai 

berikut : 

a. Dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya 

b. Dapat meningkatkan profitnya secara maksimum 

c. Kemitraan cenderung dapat meningkatkan kinerja sumber daya 

manusia yang ada     

d. Organisasi yang bermitra dapat saling mengontrol kualitas produk 

yang dihasilkan 

 

Hubungan kemitraan yang efektif memotivasi setiap individu yang 

bermitra untuk memperoleh tujuan yang harmonis dan menjaga 

kepentingan masing-masing. Namun demikian, implikasi dari hubungan 

kemitraan dalam organisasi, tentunya tidak terlepas dari adanya 

permasalahan. Beberapa riset menyimpulkan permasalahan kegagalan 

                                                 


UMKM Mitra yang terjadi antara lain : instansi pembina UMKM biasanya 

yaitu  birokrat/profesional, bukan entrepreneur, pola binaan tidak 

menyeluruh, terpotong, umumnya pelatihan saja dan tidak 

berkesinambungan15.  

Permasalahan ini  diasumsikan dapat juga ditemukan dalam 

UMKM Mitra PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills. 

Untuk menelaah lebih lanjut mengenai permasalahan ini , dalam 

disertasi ini meneliti tentang Sistem Kemitraan pada Usaha Mikro Kecil 

Menengah (UMKM) – Usaha Besar dengan Pemodelan Systems 

Archetype (Studi Kasus UMKM Mitra PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, 

Divisi Bogasari Flour Mills). 

 

B. Perumusan Masalah 

Perumusan masalah penelitian ini dapat diringkas dalam pertanyaan 

umum sebagai berikut : 

1. Bagaimanakah struktur hubungan antar unsur yang saling 

mempengaruhi pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour 

Mills, dengan memakai  model Systems Archetype ?    

2. Bagaimanakah leverage dari masing-masing model Systems Archetype 

dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills? 

 

C. Tujuan Penelitian 

1. Menganalisis struktur hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi 

pada UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, dengan  

memakai  model Systems Archetype. 

2. Menganalisis leverage dari masing-masing model Systems Archetype  

dalam UMKM Mitra PT. ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills. 

   

                                                 

15

 Franciscus Welirang, Pola-pola Kemitraan Dalam Pengembangan Usaha Ekonomi 

Skala Kecil, Menengah, dan Besar, (Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi 

Daerah melalui Sinergitas Pengembangan Kawasan, Bappenas, Jakarta : 2002) 

  

 - 11 - 

 

D. Signifikansi Penelitian 

Beberapa penelitian tentang kemitraan dalam UMKM telah 

dilakukan, baik oleh lembaga kajian maupun para ilmuwan. Akan tetapi, 

pada umumnya hasilnya masih bersifat parsial. Beberapa penelitian 

ini  antara lain sebagai berikut :  

 

TabelI.2 : Beberapa Hasil Penelitian tentang Kemitraan UMKM 

 

NO PENELITI JUDUL PENELITIAN 

1 Afri Adnan 

 

Rancangan Pola Kemitraan antara PT. SP 

dan Industri Kecil di Sumatra Barat 

(1998)16 

2 Bank Indonesia Kajian Pola Pembiayaan dalam Hubungan 

Kemitraan antara UMKM dan Usaha 

Besar17 

3 Kojo Saffu and John 

H. Walker; dan Robert  

Strategic Value and Electronic Commerce 

Adoption among Small and Medium-Sized 

Enterprises in a Transitional Economy18 

4 Lee Li and Gongming 

Qian 

Partnership or self-reliance : prescriptions 

for small and medium -sized enterprises19 

5 Mandy Mok Kim Man  The Relationship Between Distinctive 

Capabilities, Innovativeness, Strategy 

Types, and The Performance of Small and 

Medium-Size Enterprises (SMEs) of 

Malaysian Manufacturing Sector 

(November, 2009)20 

6 William C. McDowell; 

Michael L. Harris; dan 

Lixuan Zhang 

Relational Orientation and Performance in 

Micro Businesses and Small and Medium-

Sized Enterprises : An Examination of 

Interorganizational Relationships21 

 

                                                 

16

 

Penelitian UMKM Mitra yang masih parsial sulit dijadikan dasar untuk 

menemukan berbagai leverage yang efektif bagi Kemitraan UMKM. 

Sementara itu, penelitian dengan memakai  pendekatan systems 

thinking, dipercaya mampu menjawab persoalan bisnis secara utuh. 

Kemampuan menjawab persoalan secara utuh disebabkan karena 

systems thinking dengan basis sistem dinamis mampu memotret dan 

menganalisis keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas 

lingkungan tertentu.27 

                                                 

 

 Untuk meminimalisir kelemahan karakteristik kemitraan organisasi, 

dan sekaligus mempertajam kemampuannya untuk menganalisis 

keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam UMKM Mitra, maka 

penelitian ini akan memakai  teori Kemitraan dengan memakai  

model systems archetype, sebagai alat ukur kinerja yang holistik dan 

integratif.      

 Penelitian dimulai dengan membangun proposisi yang menjelaskan 

hubungan antar unsur yang saling mempengaruhi. Proposisi yang 

dibangun ini dikembangkan berdasarkan teori dari penelitian-penelitian 

sebelumnya, menghasilkan proposisi teoritik. 

 Selanjutnya penelitian diarahkan untuk menguji proposisi teoritik 

yang dikembangkan ini  dengan dunia nyata (kenyataan yang terjadi 

pada UMKM Mitra PT ISM, Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills), dengan 

memakai  metode Systems Thinking. Kemudian proposisi teoritis 

maupun proposisi realitas yang ditemukan, dijelaskan dengan 

memakai  sistem dinamis dalam bentuk causal loop diagram dengan 

pemodelan Systems Archetype.  

  

E. Manfaat Penelitian 

1. Aspek Teoritis : hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah 

kajian Teori Organisasi khususnya tentang strategi organisasi 

dengan perspektif Kemitraan Usaha yang terdiri dari unsur-unsur : 

Informasi Usaha, Kompetensi Usaha, dan Akses Usaha.  

2. Aspek Metodologi : penelitian di bidang Ilmu Administrasi 

khususnya penerapan metode system dynamics dalam teori 

kemitraan masih sangat terbatas di Indonesia, sehingga hasil 

penelitian ini diharapkan mampu memperkaya perkembangan Ilmu 

Administrasi dengan memperluas wawasan perkembangan system 

dynamics dalam Ilmu Administrasi. 

3. Aspek Praktis : memberikan sumbangan pada pelaku kemitraan 

usaha, yaitu Usaha Besar, Usaha Menengah, dan UMKM, dalam 

model UMKM Mitra untuk memakai  pendekatan system 

  

 - 14 - 

 

dynamics sebagai cara untuk melihat permasalahan secara 

komprehensif. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat 

memberikan kontribusi pada PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour 

Mills dan UMKM Mitra untuk mencari unsur-unsur yang paling 

strategis dalam meningkatkan kinerja UMKM. 

  

 

 

 

 

lmu administrasi sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial 

keberadaannya termasuk kelompok applied sciences karena 

kemanfaatannya hanya ada apabila prinsip-prinsip, rumus-rumus, dan 

dalil-dalilnya diterapkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia1. 

Secara umum administrasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu 

administrasi negara (public administration) dan administrasi swasta 

(private administration)2. Administrasi negara berkenaan dengan 

pengelolaan kegiatan yang bersifat kenegaraan, yang tujuan utamanya 

yaitu  untuk memberikan pelayanan, meningkatkan kesejahteraan dan 

pemberdayaan rakyat. Administrasi swasta yang sering disebut sebagai 

administrasi niaga (private / business administration) merupakan 

pengelolaan kegiatan usaha yang bersifat bisnis dengan tujuan utama 

yaitu  mencari keuntungan, khususnya keuntungan finansial3.  

Prajudi Admosudirdjo4 menggolongkan spesialisasi ilmu administrasi 

bidang operasi dari organisasi yang diadministrasikan yaitu, administrasi 

negara, administrasi niaga, administrasi internasional dan administrasi 

sosial. 

 

 

Sukarno K5 dan Ibrahim Lubis6 membagi bidang administrasi atas 

tiga golongan besar dengan rincian sebagai berikut : 

1. Administrasi negara ialah administrasi yang berobyek kenegaraan 

terdiri dari : 

a. Administrasi sipil ialah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh 

departemen, jawatan, kantor kecamatan, dan kantor kelurahan 

atau seluruh kegiatan negara dikurangi kegiatan perusahaan 

negara dan kegiatan militer/TNI 

b. Administrasi kegiatan angkatan bersenjata yang terdiri dari 

administrasi angkatan udara, angkatan laut, angkatan darat dan 

angkatan kepolisian. 

 

2. Administrasi niaga ialah administrasi yang berobyek swasta 

perniagaan yaitu: 

a. Administrasi perusahaan ialah kegiatan-kegiatan dibidang 

produksi, transportasi, asuransi, perbankan dan lain-lain dibidang 

perusahaan swasta 

b. Administrasi sosial bukan perusahaan biasanya cenderung 

kearah usaha sosial seperti administrasi sosial sekolah swasta, 

rumah sakit swasta, yayasan, klub, dan lain-lain 

c. Administrasi internasional ialah administrasi yang bergerak 

dibidang internasional seperti yang dilakukan oleh PBB beserta 

cabang-cabangnya misalnya UNICEF, ILO, UNESCO, dan lain-

lain 

 

Ilmu administrasi bisnis memuat obyek materia dan obyek forma 

sebagaimana landasan filsafat ilmu kekhususannya yaitu administrasi, 

dimana konteksnya yaitu  bisnis7. Karakteristik ilmu administrasi bisnis 

menurut Jones8 cenderung akar filosofinya yaitu  pragmatisme, dimana 

tujuan dasarnya yaitu  membuat profit. 

 

                                                 

 

Sondang P. Siagian9 mendefinisikan administrasi niaga sebagai 

keseluruhan kegiatan organisasi, mulai dari produksi barang dan/atau jasa 

sampai tibanya barang atau jasa ini  di tangan konsumen. 

Berdasarkan berbagai pengertian ini  dapat ditarik kesimpulan 

bahwa administrasi bisnis yaitu  proses kerjasama dari kelompok orang 

yang terorganisir untuk menghasilkan barang dan jasa dengan tujuan 

mencapai keuntungan atau laba yang sebesar-besarnya. Bidang-bidang 

penelitian dalam ilmu administrasi bisnis biasanya berkisar pada strategi, 

efektivitas organisasi, teknologi, budaya, kinerja organisasi, 

pengembangan SDM, struktur organisasi, dan perubahan organisasi. 

Penelitian ini termasuk  dalam bidang pengembangan organisasi bisnis 

dengan salah satu school of thought-nya yaitu  kemitraan. Pemaparan 

lebih lanjut tentang teori organisasi, teori kemitraan, dan system 

dynamics, sebagaimana berikut.           

 

A. Teori Organisasi dan Perkembangannya   

 Karakteristik utama suatu organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, 

yaitu : Purposes, People, dan Plan10.  Sesuatu tidak disebut organisasi 

bila tidak memiliki tujuan (purposes), anggota (people), dan rencana 

(plan). Dalam aspek rencana terkandung semua ciri lainnya, seperti 

sistem, struktur, desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang 

untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai 

tujuan yang telah ditetapkan. Hampir semua definisi organisasi berbicara 

tentang ketiga hal ini  secara berkaitan.  Sebagaimana Mills dan Mills 

(2000)11, mendefinisikan organisasi sebagai : specific collectivities of 

people whose activities are coordinated and controlled in and for the 

achievement of defined goals. Sementara Chris Argyris (1973)12 

                                                 

 

mendefinisikan organisasi sebagai : grands strategies individuals create to 

achieve objectives that require the effort of many.       

 Stephen P. Robbins13 mendefinisikan organisasi secara lebih 

lengkap dan rinci, yaitu : An organization is a consciously coordinated 

social entity, with a relatively indentifiable boundary, that functions on a 

relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals. 

Definisi ini  merupakan acuan yang digunakan dalam penelitian 

disertasi ini, karena menjelaskan pengertian organisasi dengan lengkap.   

 Teori organisasi merupakan bagian dari studi organisasi, yang 

dibedakan menjadi 2 (dua) aspek, yaitu aspek material dan aspek 

manusia. Pada aspek material, pengaruh dari ilmu ekonomi, manajemen, 

teknik, dan sebagainya lebih mendominasi dan biasanya mampu 

memberikan penjelasan yang cukup memuaskan. Sedangkan pada aspek 

manusia, studi organisasi tidak hanya terdiri dari teori organisasi, 

melainkan terdiri dari 2 (dua) unsur, yaitu : teori organisasi dan perilaku 

organisasi, yang masing-masing merujuk pada aspek makro dan mikro14.   

 Perkembangan teori organisasi secara umum dapat dilihat melalui 

3 (tiga) fase, yaitu periode klasik, modern, dan post modern. Pada setiap 

fase, faktor lingkungan sangat mempengaruhi bagaimana manusia 

menyusun dan mengkonsep organisasi.  

  Aliran-aliran pemikiran pada masa klasik dapat dibagi kedalam 2 

(dua) kelompok besar, yaitu : aliran sosiologis (yang menekankan pada 

analisis organisasi dan implikasinya terhadap sistem sosial), dan aliran 

administrasi dan manajemen (yang menekankan pada analisis tentang 

masalah-masalah riil yang dihadapi pengelola organisasi). Tokoh-tokoh 

yang menonjol pada masa klasik ini, antara lain yaitu  : Emile Durkheim, 

Max Weber, dan Karl Marx pada aliran sosiologi. Sedangkan FW. Taylor, 

Henry Fayol, dan Chester Barnard pada aliran administrasi dan 

manajemen. 

                                                 

 

 Aliran-aliran pemikiran pada masa modern yaitu  teori sistem. 

Secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : teori sistem umum 

(general) dan teori sistem baru (soft system). Tokoh-tokohnya antara lain 

yaitu  : Ludwig von Bertalanffy dan Kenneth Boulding (teori sistem 

eneral) serta Chris Argyris, Donald Schon, Peter Senge, Humberto 

Maturana, dan Fransisco Valera (teori sistem baru). Perbedaan 

pendekatan sistem baru dibandingkan teori sistem umum yaitu  pada 

asumsi dasar tentang sistem itu sendiri. Teori sistem baru tidak lagi 

mengasumsikan bahwa sistem yaitu  sesuatu yang riil dan obyektif, 

tetapi sistem yaitu  pola pikir (Checkland : 1990)15.         

 Aliran-aliran pada masa post modern sangat beragam dan sulit 

untuk dikelompokkan dalam satu pendekatan yang sama. Mereka sendiri 

umumnya menolak untuk dikelompokkan dalam suatu kategori tertentu. 

Terdapat antara lain pendekatan arsitektur post modern, aliran teori 

sastra, pendekatan Marxis dan neo Marxis, dan kritik feminis. Tokoh-tokoh 

yang menonjol antara lain : Michel Foucault, Jacques Deridda, Mikhail 

Bakhtin, Jean Francois Lyotard, dan Richard Rorty. 

 Penelitian disertasi ini memakai  pendekatan  pemikiran klasik, 

khususnya aliran administrasi dan manajemen, karena sesuai dengan 

bidang studi yang diambil yaitu Ilmu Administrasi. Disamping itu penelitian 

ini juga memakai  pemikiran aliran modern yaitu teori sistem. 

Sebagaimana dikemukakan Senge (1990), bahwa  berpikir serba sistem 

(systems thinking) yaitu  suatu disiplin ilmu yang melihat sesuatu secara 

keseluruhan, dimana dengan kerangka ini kita diajak untuk melihat hal-hal 

yang ada (things) tidak secara terpisah, melainkan hubungan-hubungan 

antar berbagai hal ini  (interrelated). Kita diminta untuk melihat pada 

pola-pola perubahan, bukan gambar-gambar sekilas (snapshots) yang 

bersifat statis. 

 Sebagaimana dikemukakan pada Bab 1, bahwa penelitian disertasi 

ini difokuskan pada UMKM Mitra, yang dikategorikan sebagai organisasi 

                                                 


 

bisnis kecil, karena bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa kepada 

konsumen, serta memperoleh profit. Dalam menjalankan usahanya, 

organisasi bisnis dapat dibedakan dari bentuk-bentuk kepemilikannya, 

yaitu : 16 

1. Usaha Perseorangan 

• Usaha perseorangan merupakan bentuk perusahaan yang dimiliki 

dan dikelola oleh satu orang. Bentuk kepemilikan perseorangan ini 

merupakan bentuk yang paling sederhana. 

2. Kemitraan 

• Kemitraan yaitu  kerjasama antara dua orang atau lebih yang 

bersama-sama memiliki perusahaan dengan tujuan menghasilkan 

laba. Dalam kemitraan, mitra pemilik berbagi harta, kewajiban, dan 

laba sesuai dengan kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan 

sebelumnya.    

3. Perseroan 

• Perseroan yaitu  bentuk yang paling rumit dari ketiga bentuk 

kepemilikan yang ada. Perseroan merupakan badan hukum 

tersendiri yang terpisah dari pemiliknya dan dapat berperan dalam 

bisnis, membuat kontrak, menggugat dan digugat, dan membayar 

pajak. The Supreme Court, mendefinisikan perseroan sebagai 

bentuk buatan, tidak terlihat, tidak berwujud, dan keberadaannya 

hanya ditentukan oleh hukum. Karena keberadaan perseroan 

terpisah dari pemiliknya, maka pemegang saham dapat menjual 

saham tanpa mempengaruhi kesinambungannya. 

 

Dalam penelitian disertasi ini, sebagai obyek penelitiannya yaitu  

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang melakukan kemitraan dengan 

perusahaan besar.  Dengan pertimbangan bahwa UMKM yang bermitra 

dapat memperoleh banyak manfaat dalam menjalankan usahanya,  antara 

                                                 


lain  : lebih mudah dan murah pendiriannya, ketrampilan dan kemampuan 

masing-masing anggota kemitraan saling melengkapi, serta dapat 

memperluas kumpulan modal yang tersedia untuk suatu bisnis. 

Disamping itu, karena lingkungan bisnis UMKM yaitu  lingkungan yang 

dinamis, maka UMKM melalui kemitraan juga menjadi pertimbangan. 

Teori tentang kemitraan dapat diuraikan sebagai berikut. 

 

B. Teori Kemitraan  

Kemitraan yaitu  kerjasama antara dua orang atau lebih, yang 

bersama-sama memiliki perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba. 

Dalam kemitraan, mitra pemilik berbagi harta, kewajiban, dan laba sesuai 

dengan kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan sebelumnya.   

Teori tentang pentingnya kemitraan organisasi (partnership 

organization) dikemukakan oleh Riane Eisler dan Alfonso Montuori 

(1998).17 Dikatakan lebih lanjut, bahwa strategi kemitraan organisasi 

merupakan bagian dari pendekatan sistem, yang telah 

mempertimbangkan adanya pengaruh lingkungan organisasi dalam 

pertumbuhan organisasi. Dalam perkembangannya, suatu organisasi 

untuk tetap tumbuh dan berkembang, harus memperhitungkan adanya 

kompleksitas lingkungan. Dimana dalam hal ini organisasi yang dominan 

(dominanator template) justru akan ditinggalkan, karena lingkungan 

menuntut adanya kemitraan organisasi. Pada masa sekarang (pola baru), 

untuk mengelola konflik yang muncul dalam organisasi lebih diutamakan 

memakai  pendekatan sistem kemitraan daripada pendekatan 

dominan. Model kemitraan dalam organisasi membutuhkan persyaratan 

sebagai berikut : 

1. Adanya struktur organisasi yang sederhana (flat) dan sedikit hirarki. 

2. Merubah peranan manager, dari “the cop” menjadi peran fasilitator 

dan suportif. 

3. Merubah pengertian “power”, dari “power over” menjadi “power 

to/with”. 

                                                 

 

 - 22 -  

 

4. Adanya teamwork 

5. Adanya keanekaragaman produk (diversity product) 

6. Adanya kesamaan gender (gender-balance) 

7. Adanya kreativitas dan jiwa kewiraswastaan (creativity and 

entrepreneurship) 

 

Bentuk perusahaan kecil yang dapat dengan mudah didirikan ialah 

usaha bersama atau partnership. Perusahaan ini dikelola oleh dua orang 

atau lebih dengan tujuan mendapatkan laba. Dalam partnership pelaku 

bisnis tidak lagi terlibat seorang diri dalam menjalankan perusahaan. Ada 

orang lain yang membantu dalam pengelolaan dan pengoperasian 

perusahaan yang memiliki kecakapan di bidang tertentu dalam 

mengoperasikan perusahaan.  

Machfoedz (2004)18 mengemukakan tentang faktor positif dan 

negatif dari usaha bersama, yaitu : 

1. Faktor Positif 

 Mudah Didirikan 

 Mendirikan usaha patungan diperlukan adanya partner yang 

sependapat dalam mewujudkan bentuk usaha yang disetujui 

bersama kemudian dinyatakan dalam perjanjian tertulis untuk 

dijadikan dasar pembagian kewajiban dan hak masing-masing. 

 

 Ketersediaan Modal 

 Karena partnership merupakan usaha patungan yang didirikan 

secara bersama-sama oleh para pengelolanya, usaha ini lebih 

mudah dalam mendapatkan modal. Kemampuan finansial partner 

juga mendukung peningkatan kemampuan untuk mendapatkan 

biaya yang lebih besar.    

 

 Keanekaragaman Kecakapan dan Keahlian  

 Usaha patungan yang ideal sekaligus membawa orang-orang 

yang mempunyai latar belakang berbeda sehingga saling 

melengkapi antara yang satu dengan yang lain. Perpaduan 

kecakapan dan keahlian untuk menentukan tujuan, mengelola 

pengaturan perusahaan, dan memecahkan persoalan dapat 

membantu keberhasilan usaha.  

 

 

 

 Keluwesan 

 Para partner usaha aktif dalam mengelola perusahaan sehingga 

bentuk perusahaan ini dapat dengan cepat mengantisipasi 

perubahan lingkungan usaha. 

 

2. Faktor Negatif 

 Ketidakterbatasan Kewajiban 

 Setiap usaha patungan mempunyai tanggung jawab yang tidak 

terbatas atas utang perusahaan. Sebenarnya, partner yang 

manapun dapat melaksanakan kewajiban seorang diri atas utang 

semua partner dan keputusan hukum, tanpa memandang 

siapapun di antara mereka yang menjadi penyebab. Seperti 

halnya pada usaha mandiri, kegagalan perusahaan dapat 

disebabkan oleh kerugian atas aset pribadi partner secara umum.   

 

 Berpotensi terjadi Konflik antar Partner 

 Setiap partner merupakan wakil perusahaan dalam usaha 

patungan. Dengan demikian seorang partner dapat melakukan 

suatu tindakan untuk perusahaan. Pertanggungjawaban bersama 

ini dapat menjadi kendala hubungan di antara para partner yang 

jika tidak teratasi dapat menjadi penyebab berakhirnya kerjasama.  

 

 Pembagian Laba 

 Mereka yang terlibat dalam usaha patungan harus membagi laba, 

meskipun dengan jumlah pembagian yang tidak sama. 

Pengambilan keputusan pembagian keuntungan secara adil dapat 

menjadi permasalahan apabila jumlah kontribusi mereka 

bervariasi dalam volumenya sehingga pembagiannya menjadi 

lebih sulit.  

 Sebaliknya, faktor pembagian laba dapat termasuk faktor positif, 

jika setiap partner memberikan kontribusi modal berupa waktu, 

kecakapan, keahlian, dan finansial dalam volume yang sama 

sehingga formula pembagian keuntungan akan lebih mudah.   

 

Kemitraan yang positif dibangun dari adanya saling percaya (trust) 

untuk bekerjasama. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Phil Harkins 19 

bahwa : 

• Kemitraan dibangun berdasarkan hubungan kerjasama, dan 

kerjasama dibangun berdasarkan rasa saling percaya di antara 

pihak-pihak yang bermitra 

• Kepercayaan (trust) yaitu  fungsi dari komunikasi 

• Jadi kemitraan yang gagal yaitu  karena rusaknya kepercayaan 

                                                 

19

 

Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, dan Syafril Syafar20,  

mengadakan penelitian tentang Strategi Kemitraan PT. INKA dan Industri 

Kecil Menengah yang diteliti dengan memakai  AHP dan SWOT. Hasil 

penelitiannya yaitu  sebagai berikut : (1) Penilaian kinerja dari model 

kemitraan terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu: efektivitas, 

profesionalitas, pembinaan, pengawasan, modal, potensi pengembangan, 

dan prosedur birokrasi. (2) Bobot kriteria: efektivitas 0.354, profesionalitas 

0.24, prosedur birokrasi 0.159, pembinaan 0.104, pengawasan 0.068, 

potensi pengembangan 0.045, dan modal 0.031. Disamping itu juga 

mengusulkan Model 2 (usulan) yang merupakan model kemitraan dengan 

memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM 

berdasarkan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan 

Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri. 

                                                 


Lead Indonesia bekerjasama dengan labsosio-fisip-ui, melakukan 

penelitian tentang Kemitraan Korporasi-Stakeholders (2005)21, yang 

menyimpulkan bahwa kemitraan (partnership) antara korporasi dengan 

stakeholder menjadi suatu keharusan dalam lingkungan bisnis yang 

berubah. Pola konvensional business as usual telah menghasilkan 

keadaan negatif seperti terdesaknya kepentingan publik (enlightened 

common interests), kelangkaan barang jasa publik, dan pencemaran 

lingkungan. Demikian pula berbagai dinamika sosial yang muncul seperti 

reformasi, demokratisasi dan desentralisasi menghasilkan stakeholders 

dan masyarakat yang semakin kiritis. Mereka berupaya meningkatkan 

taraf hidupnya serta memposisikan diri sebagai subyek dan mitra yang 

setara. Dalam hal ini, korporasi perlu menginternalisasi masalah eksternal 

perusahaan secara terencana sehingga dapat mencegah kekagetan dan 

krisis yang dapat mengancamkeberlangsungan kegiatan dan keberadaan 

korporasi. Kemitraan dapat menghasilkan solusi antara argumen yang 

menekankan market atau profit (the business of business is business yang 

memprioritaskan shareholders) dengan argumen moral (atau Corporate 

Social Responsibility atau CSR yang memperhatikan stakeholders). 

Dalam hal ini stakeholders termasuk lingkungan yang "diam" (silent 

stakeholders atau flora dan fauna). Dengan kata lain, kemitraan 

merupakan suatu investasi - bukan cost - dan dapat menghasilkan win-win 

solution atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan 

keamanan berusaha serta keserasian dengan lingkungan. 

Stephen M. Dent (2006)22 memperkenalkan teori Partnership 

Relationship Management, dimana dikatakan bahwa pada abad 21 ini, 

untuk dapat tumbuh dan berkembang dan adanya tuntutan konsumen 

akan pelayanan yang cepat, suatu organisasi membentuk kemitraan dan 

                                                 


strategi aliansi (partnerships and strategic alliances) baik secara internal 

maupun eksternal. Dalam hal ini diperlukan kreativitas dalam 

mengkombinasikan budaya kerja organisasi yang mengarah pada pola 

kemitraan. Ada empat keuntungan yang diperoleh bila memakai  pola 

kemitraan dan aliansi, yaitu :  

1. Keterbukaan (openness) 

2. Kreativitas (creativity) 

3. Kecepatan (agility) 

4. Kelenturan (resiliency)        

 

Kemitraan organisasi diperlukan sebagai strategi pengembangan 

organisasi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Disamping itu, 

suatu organisasi agar tetap tumbuh dan berkembang, perlu bermitra 

dengan organisasi lain sehingga dapat menghasilkan kualitas dan 

kuantitas produk yang maksimum. 

Kemitraan organisasi juga diperlukan bagi organisasi agar terhindar 

dari krisis pertumbuhan organisasi. Karena pada masa ini, tidak mungkin 

suatu organisasi akan tumbuh dan berkembang sendiri secara dominan, 

tanpa bermitra dengan organisasi lain. Bila organisasi tetap memakai  

pendekatan dominan, akan tertinggal oleh pesaingnya yang telah 

memakai  strategi kemitraan. 

Zimmerer dan Scarborough (2005)23, menyatakan tentang faktor-

faktor kelebihan kemitraan, yaitu : 

1. Mudah pendiriannya 

Seperti juga usaha perseorangan, kemitraan juga mudah dan 

murah pendiriannya. Pemilik harus memperoleh perizinan bisnis 

dan menyerahkan formulir-formulir yang tidak terlalu banyak. 

 

2. Keterampilan yang saling melengkapi 

Dalam kemitraan yang berhasil, keterampilan dan kemampuan 

masing-masing anggota kemitraan saling melengkapi satu sama 

lain, sehingga memperkuat landasan manajemen perusahaan. 

 

 

 

                                                 

23

 Thomas W. Zimmerer dan Norman M. Scarborough, Essentials of Entrepreneurship 

and Small Business Management, (New Jersey : Prentice Hall, 2005)  

 

  

 

 

 - 27 -  

 

3. Pembagian laba 

Tidak ada pembatasan mengenai cara para anggota kemitraan 

membagi laba perusahaan sejauh konsisten dengan anggaran 

dasar kemitraan dan tidak melanggar hak anggota yang mana pun. 

 

4. Pengumpulan  modal yang lebih besar  

Bentuk kepemilikan kemitraan secara nyata memperluas kumpulan 

modal yang tersedia untuk suatu bisnis. 

 

5. Kemampuan menarik anggota-mitra, terbatas  

Apabila para mitra berbagi dalam memiliki, mengoperasikan, dan 

mengelola suatu bisnis, mereka umumnya yaitu  mitra aktif. Mitra 

aktif memiliki kewajiban tidak terbatas dan biasanya memiliki peran 

aktif di perusahaan. 

 

6. Tidak banyak Peraturan Pemerintah 

Bentuk operasi kemitraan tidak banyak dibebani oleh peraturan-

peraturan pemerintah. 

 

7. Keluwesan 

Kemitraan biasanya dapat bereaksi cepat terhadap situasi pasar 

yang berubah, sebab tidak ada organisasi raksasa yang dapat 

bergerak cepat memberi tanggapan kreatif terhadap peluang-

peluang baru. 

 

8. Pajak 

Kemitraan tidak terkena pajak pemerintah. Kemitraan dinilai 

langsung dari laba dan rugi yang dihasilkan; pendapatan bersih 

atau kerugian langsung masuk ke dalam pendapatan pribadi 

anggota kemitraan, dan anggota kemitraanlah yang membayar 

pajak penghasilan sesuai dengan biaya laba yang diterimanya. 

Kemitraan terhindar dari kelemahan pajak ganda sehubungan 

dengan bentuk kepemilikan perseroan. 

  

Sedangkan kelemahan kemitraan, yaitu  : 

1. Kewajiban yang terbatas pada minimal seorang anggota kemitraan 

Paling sedikit seorang anggota dari setiap kemitraan haruslah 

seorang mitra aktif. Mitra aktif memiliki kewajiban pribadi tak 

terbatas, meskipun seringkali dialah anggota kemitraan yang 

memiliki kekayaan pribadi paling sedikit.  

 

2. Akumulasi modal 

Meskipun bentuk kepemilikan kemitraan lebih baik dibandingkan 

usaha perseorangan dalam menarik modal, tetapi umumnya tidak 

seefektif bentuk kepemilikan perseroan. 

 

  

 

 

 - 28 -  

 

3. Kesulitan menyingkirkan anggota kemitraan tanpa membubarkan 

kemitraan 

Kebanyakan anggaran dasar kemitraan membatasi cara anggota 

boleh melepas saham dalam bisnis itu. Umum terjadi bahwa 

anggota kemitraan disyaratkan untuk menjual sahamnya kepada 

anggota lain. Bila anggota kemitraan mengundurkan diri kemitraan 

akan bubar, kecuali ada keterangan khusus yang mengatur proses 

perubahan ini dengan lancar. 

 

4. Kurangnya kesinambungan 

Bila seorang anggota kemitraan meninggal, keruwetan muncul. 

Saham anggota seringkali tidak dapat dialihkan kepada ahli 

warisnya, karena anggota lain mungkin tidak menginginkan 

bermitra dengan orang yang mewarisi saham anggota kemitraan 

yang meninggal. 

 

5. Potensi konflik pribadi dan wewenang 

Tidak peduli bagaimana cocoknya mitra, ketidakcocokan dalam 

kerjasama tidak dapat dihindari. Kuncinya yaitu  adanya 

mekanisme seperti perjanjian kerjasama dan komunikasi terbuka 

untuk mengendalikan hal itu.  

 

 Kemitraan menurut Franciscus Welirang (2002)24 yaitu  sikap 

menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan kerjasama yang 

solid (kokoh dan mendalam), berjangka panjang, saling percaya, dan 

dalam kedudukan yang setara.  Sehingga dapat dikatakan, bahwa dasar 

dari kemitraan, yaitu  : 

1.  Bersifat Bisnis 

2. Saling membutuhkan 

3. Saling percaya 

4. Sukarela 

5. Disiplin 

6. Saling menguntungkan 

7. Accountable 

8. Saling memperkuat 

 

 

 

 

Sustainabilitas sebuah kemitraan hanya akan terjadi apabila 

sejumlah faktor kunci diperhatikan secara sungguh-sungguh, yaitu 25: 

1. Kepercayaan dan kesungguhan untuk berhasil yang tinggi di antara 

mereka yang bermitra (trust, faith, and passion);  

2. Ekseskusi yang konsisten dan kontinyu, dalam arti kata tidak mudah 

menyerah atau mudah mengganti-ganti pendekatan setiap 

menemukan berbagai kendala teknis; 

3. Secara periodik melakukan proses ”Plan-Do-Check”  terhadap manfaat 

aliansi ditinjau dari kacamata masing-masing organisasi yang bermitra 

secara transparan, tidak perlu ditutup-tutupi terhadap berbagai 

kekecewaan yang timbul (tentu saja untuk dikomunikasikan dan dicari 

jalan keluarnya); 

4. Selalu melakukan inovasi ”rumah tumbuh” yang tidak berkesudahan 

karena kebutuhan masyarakat yang selalu bertambah dari waktu ke 

waktu; dan 

5. Proses penyelenggaraan kemitraan yang menjunjung nilai-nilai 

profesional dan etika yang tinggi. 

   

 

• Strategi Pengembangan Kemitraan 

Dalam mengembangkan kemitraan usaha dimasa depan dan untuk 

mempersiapkan pelaku bisnis skala UMKM dapat bersaing di era 

globalisasi maka diperlukan beberapa strategi unggulan, perubahan 

perilaku, dan sistem organisasi sebagai fondasi perkembangan kemitraan 

secara lebih mendasar. Konsep operasional dari strategi ini selayaknya 

dapat dilakukan secara simultan oleh semua pelaku kemitraan termasuk 

lembaga pemerintah sebagai instansi pembina. Berkaitan dengan hal 

ini , menurut Hafsah26 terdapat beberapa strategi yang perlu 

                                                 

 

dilaksanakan agar kebijaksanaan dalam kemitraan dapat diwujudkan. 

Strategi ini  antara lain, yaitu  : 

 

1. Mengembangkan usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat. 

Upaya yang dilakukan : 

• Pembinaan secara intensif dibidang manajemen usaha 

• Penyediaan fasilitas sumber dana murah 

• Pengembangan fungsi kelompok tani, kelompok pengrajin, dan 

kelompok lainnya menjadi suatu unit usaha yang kooperatif 

• Memberikan peluang usaha yang seluas-luasnya kepada 

pengusaha skala UMKM 

• Pembinaan kualitas hasil produksi atau jasa yang dihasilkan oleh 

UMKM dengan mengikuti standar mutu yang berlaku 

• Penyediaan informasi teknologi, informasi pasar yang mudah 

dijangkau 

 

2. Memacu penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan 

peraturan pemerintah tentang kemitraan. 

Penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan peraturan 

pemerintah tentang kemitraan ini menjadi sangat penting dalam 

mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan koperasi. 

Upaya yang dilakukan : 

• Sosialisasi Undang-Undang tentang Usaha Kecil dan Peraturan 

Pemerintah melalui berbagai kesempatan seperti : seminar, diskusi, 

media massa dan lainnya 

• Menyiapkan perangkat operasional berupa petunjuk teknis 

pelaksanaan 

• Menyiapkan sumber daya manusia yang bertugas memberikan 

informasi dan penjelasan tentang peraturan pemerintah 

• Memonitor dan mengevaluasi sejauhmana pelaksanaan kemitraan 

ini  serta mengetahui kendala yang dihadapi dalam 

pelaksanaan. 

  

 

 

 - 31 -  

 

 

3. Memantapkan kelembagaan kemitraan. 

Strategi ini dimaksudkan untuk mewujudkan kelembagaan kemitraan 

usaha kedua belah pihak yang harus dibangun dan dipersiapkan 

melalui proses terencana dan berkelanjutan. Upaya yang dilakukan : 

• Pengembangan pola-pola kemitraan yang mudah 

diimplementasikan 

• Menyiapkan pedoman pembinaan kemitraan usaha yang dapat 

dijadikan sebagai bahan acuan bagi instansi pembina dan pelaku 

kemitraan   

• Mengembangkan konsultan pelayanan kemitraan yang dapat 

menghubungkan antara UMKM dengan Usaha Besar 

• Pengembangan pola pembinaan kemitraan melalui beberapa 

tahapan berikut : 

 Melakukan identifikasi potensi masalah dan peluang 

 Melakukan pendekatan kepada pengusaha 

 Merumuskan kegiatan pembinaan 

 Mengadakan temu usaha dan konsultasi yang teratur dan 

konsisten sehingga dapat terlaksana kemitraan dengan 

prinsip bisnis dan sinergi yang saling menguntungkan 

 

4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia.  

Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kemitraan sangat 

ditentukan oleh factor kemampuan sumberdaya manusianya terutama 

dalam menerapkan strategi bisnis yang telah ditetapkan. Kemampuan 

para pelaku bisnis untuk menguasai teknologi, manajemen, informasi 

pasar dan lain sebagainya. Upaya yang dilakukan : 

• Peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan melalui perbaikan, 

penyesuaian kurikulum dan silabus, menata kelembagaan, 

penyediaan sarana-prasarana yang cukup memadai, dan 

peningkatan kualitas SDM tenaga pengajar, serta meningkatkan 

manajemen pengolahannya 

  

 

 

 - 32 -  

 

• Pengembangan lembaga inkubator dan magang dengan 

penerapan kurikulum terpadu yang dapat diterapkan dan berada 

dalam dunia nyata usaha 

• Meningkatkan ketrampilan dan kemampuan, tenaga penyuluh, 

pendamping, fasilitator melalui pelatihan khusus dan studi banding 

diberbagai wilayah     

 

5. Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi. 

Pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi, 

standarisasi, akreditasi merupakan langkah yang tidak terpisahkan dari 

upaya untuk mengembangkan kemitraan. Peran utama dari teknologi 

semakin nyata terlihat jelas bila dikaitkan dengan peningkatan produksi 

dan produktivitas, sedangkan penerapan standarisasi dan akreditasi 

akan menjamin peningkatan kualitas, kuantitas dan harga.  

Di bidang Teknologi, upaya yang dilakukan : 

• Mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan, agar 

senantiasa menemukan dan menghasilkan teknologi yang dapat 

diaplikasikan 

• Pengembangan teknologi pengolahan, penyimpanan, pengemasan 

dan distribusi agar tercipta jaringan dari hulu ke hilir yang efisien 

sehingga menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi 

• Adanya sosialisasi kepada pelaku bisnis mengenai perkembangan 

teknologi 

• Tersedianya tenaga SDM sebagai penyuluh, mediator dan 

fasilitator baik disiapkan oleh pemerintah maupun masyarakat, 

swasta, dan LSM  

Di bidang Standarisasi dan Akreditasi, upaya yang dilakukan : 

• Perumusan standar untuk hasil pertanian, komoditi industri dan 

perdagangan dan pedoman pembinaan mutu melalui penyusunan 

pedoman dan standar nasional berdasarkan sistem jaminan mutu 

yang berkembang secara internasional seperti ISO-9000, ISO-

14000, dan lainnya 

  

 

 

 - 33 -  

 

• Pengembangan dan akreditasi lembaga pengawasan mutu melalui 

pengadaan laboratorium penguji dan pengawasan terhadap 

lembaga-lembaga sertifikasi (lembaga sertifikasi sistem mutu, 

produk/jasa, dan personil) 

• Sosialisasi standarisasi agar masyarakat mengerti akan mutu 

produk sehingga terjamin hubungannya dengan kesehatan dan 

kelestarian lingkungan 

• Mempermudah birokrasi pengajuan standarisasi dan akreditasi 

yang diajukan oleh setiap pelaku bisnis. 

 

6. Membangun akses pasar dan informasi pasar. 

Akses pasar dan informasi pasar merupakan dua hal yang penting 

yang saling berkait dan mutlak harus dikuasasi oleh pelaku kemitraan. 

Tanpa akses pasar yang baik sangatlah mustahil untuk mendapatkan 

nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Sebaliknya tanpa informasi 

pasar yang jelas dan akurat mengenai jumlah, kualitas dan harga dari 

suatu barang pasti akan menimbulkan distorsi yang mungkin saja 

dapat menimbulkan perselisihan bagi pelaku kemitraan.  

Upaya yang dilakukan : 

• Pengembangan pasar internasional melalui promosi, penyebaran 

informasi, temu usaha di tingkat internasional 

• Pengembangan pasar domestic 

• Pengembangan informasi produk 

 

7. Mendorong pengembangan investasi dan permodalan. 

Kurangnya investasi dan modal menyebabkan lemahnya posisi tawar 

khususnya bagi UMKM. Strategi yang dilakukan dalam mendorong 

pengembangan investasi dan permodalan yang seyogyanya ditujukan 

untuk keberpihakan pemerintah kepada UMKM. Dengan keberpihakan 

ini diharapkan akan meningkatkan posisi tawar dari sebagian besar 

UMKM. Upaya yang dilakukan : 

  

 

 

 - 34 -  

 

• Menyediakan informasi potensi dan peluang usaha yang diperlukan 

dalam pengembangan investasi oleh palku kemitraan 

• Pemanfaatan dan pengembangan secara optimal sumber-sumber 

permodalan melalui penyempurnaan peraturan dan kebijakan 

• Memperluas sumber pendanaan berupa kredit perbankan, lembaga 

keuangan non Bank, modal ventura, dana dari penyisihan 

keuntungan BUMN dengan bunga terjangkau dan prosedur yang 

sederhana 

• Sosialisasi informasi mengenai permodalan kepada para pelaku 

bisnis  

 

8. Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan. 

Peran aparatur pemerintah dan produk-produk kebijakannya sangat 

strategis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk 

keberhasilan kemitraan. Keberpihakan pemerintah pada upaya-upaya 

untuk menumbuhkembangkan kemitraan merupakan suatu wujud 

pelayanan yang harus dilakukan konsisten dan berkesinambungan. 

Upaya yang dilakukan : 

• Meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan menjadi profesional 

sesuai dengan fungsi dan tugasnya sehingga menjadi aparat yang 

handal, efisien, dan berwibawa 

• Menciptakan lembaga pemerintahan yang ramping dan efisien 

sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat melayani dengan efektif 

masyarakat terutama dunia usaha 

• Mengubah mental sebagian aparat yang mempunyai kebiasaan 

dilayani menjadi pelayanan yang prima  

 

Dalam lingkungan yang dinamis, organisasi dapat tetap 

berkembang  bila organisasi melakukan kemitraan (partnership) (Nadler, 

1992; Pasternak dan Viscio, 1998; Brown dan Eisenhardt, 1977; 

D’Aveni, 1994; Davidow dan Malone, 1994; Nadler dan Tushman, 1997; 

McCann dan Selsky, 2004). Kemitraan yang efektif dapat memotivasi 

  

 

 

 - 35 -  

 

pihak-pihak yang bermitra untuk mencapai tujuan organisasi yang 

harmonis dan menjaga kepentingan masing-masing. 

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa karena lingkungan 

bisnis UMKM yaitu  lingkungan yang dinamis, maka UMKM melalui 

kemitraan juga menjadi pertimbangan. Hal-hal mengenai UMKM, yaitu 

berbagai pengertian dan kriteria UMKM, pemberdayaan UMKM, jenis-

jenis UMKM, masalah-masalah yang terjadi dalam UMKM, serta 

pengertian dan kriteria UMKM Mitra, dapat dijelaskan dalam beberapa 

teori tentang UMKM sebagai berikut.     

 

C. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)  

UMKM memiliki 3 (tiga) peran penting dalam sistem perekonomian di 

suatu negara (Griffin dan Ebert : 1996), yaitu : pencipta lapangan kerja, 

sumber inovasi, dan pendukung usaha besar. Kenyataan di berbagai 

negara, menunjukkan bahwa banyak lapangan kerja baru justru diciptakan 

oleh UMKM daripada usaha besar. Disamping itu, sebagian inovasi juga 

muncul dari hasil UMKM.   

Terdapat beberapa pengertian dan kriteria UMKM di beberapa 

negara atau lembaga asing, sebagai berikut 27 : 

1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu : 

a).  Medium Enterprise, dengan kriteria : 

1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang 

2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta 

3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta 

b).  Small Enterprise, dengan kriteria : 

1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang 

2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta 

3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta 

c). Micro Enterprise, dengan kriteria : 

1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang 

                                                 

2

 

2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu 

3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu 

2.  Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 

30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive 

asset) di bawah SG $ 15 juta. 

3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki 

jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 

orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. 

Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu : 

a).  Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang 

atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu 

b). Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 

orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M 

$ 2,5 juta. 

4.  Jepang, membagi UKM sebagai berikut : 

a) Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan 

maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah 

US$2,5 juta. 

b) Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang 

atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu 

c) Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau 

jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu 

d) Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau 

jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu 

5.  Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di 

bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta. 

6.  European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu : 

a) Medium-sized Enterprise, dengan kriteria : 

1) Jumlah karyawan kurang dari 250 orang 

2) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta 

3) Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta 

b) Small-sized Enterprise, dengan kriteria : 

1) Jumlah karyawan kurang dari 50 orang 

2) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta 

3) Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta 

  

 

 

 - 37 -  

 

c) Micro-sized Enterprise, dengan kriteria : 

1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang 

2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta 

3. Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta 

7. Asian Development Bank membedakan karakteristik antara usaha 

mikro “survival” (sekedar untuk menyambung hidup) dengan usaha 

mikro “viable” (yang bisa diandalkan untuk kehidupan sehari-hari).  

• Usaha bersifat survival ini sering disebut sebagai usaha subsisten 

atau untuk memenuhi kehidupan sehari-hari (konsumsi). Pelaku 

usaha di sektor ini dituntut untuk menghasilkan profit yang cepat. 

Aktivitas ini sering hanya merupakan aktivitas perdagangan 

musiman untuk mendukung pendapatan keluarga ataupun dirinya. 

Dalam sektor ini, seringkali ketrampilan yang diperlukan sangat 

sedikit dan hampir tidak ada hambatan untuk memasuki sektor 

usaha mikro ini, bahkan sering terlalu banyak pelaku usaha berada 

disini. Pendapatan bersih yang mereka peroleh biasanya hanya 

untuk menambal biaya keperluan membeli kebutuhan pokok saja.  

• Sementara itu, usaha mikro viable dilakukan oleh pengusaha yang 

menjadikan hasil usahanya sebagai penghasilan utama 

keluarganya, sehingga sudah berorientasi profit. Pengalaman dan 

ketrampilan yang cukup diperlukan agar bisa memasuki pasar 

sektor ini. Sebagian keuntungan akan diinvestasikan kembali pada 

perusahaan, sehingga memungkinkan terjadinya ekspansi usaha 

dan meningkatnya potensi pertumbuhan28. 

 

Berdasarkan pada tingkat pertumbuhan usaha, produk pembiayaan 

yang diperlukan mungkin saja berbeda-beda dalam hal besar, frekuensi 

dan jatuh tempo kredit. Menurut USAID Micro Enterprise Stock Taking 

Report,29 perkembangan usaha mikro terdiri dari tiga level, yaitu :                 

a) formasi usaha; b) ekspansi usaha; dan c) transformasi usaha. Pada 

tahap pembentukan/formasi awal, keperluan akan modal biasanya 

sedang. Kebutuhan untuk memulai usaha dipenuhi oleh modal sendiri dari 

tabungan pribadi. Setelah usaha mulai berjalan, modal kerja dipenuhi dari 

cash flow usaha dan laba ditahan. Namun, ketika usaha berkembang, 

                                                 

 

sumberdaya internal semakin tidak mencukupi. Pada level transformasi, 

permintaan akan modal meliputi perubahan-perubahan dalam area :        

a) cara berproduksi dan peningkatan produktivitas; b) peningkatan 

pendapatan dari penjualan yang cukup untuk mendukung bertambahnya 

pegawai baru; c) hubungan antara pemilik usaha dengan karyawannya;   

d) peningkatan asset, serta peningkatan spesialisasi. 

Dalam hubungannya dengan tingkat pertumbuhan usaha, Dietmar 

(2000)30 mengklasifikasikan kredit mikro ke dalam tiga tahapan berbeda. 

Pertama, usaha mikro perlu pembiayaan bibit (seed financing), untuk 

menterjemahkan ide menjadi produk prototipe, serta pengembangan 

rencana bisnis agar menjadi usaha yang mantap. Setelah ide ditetapkan, 

selanjutnya diperlukan pembiayaan awal sebelum melakukan produksi 

dan menjualnya. Setelah usaha mikro telah mencapai titik impas, atau 

mulai mendapatkan profit, maka pembiayaan untuk ekspansi mulai 

diperlukan, misalnya untuk perluasan fasilitas produk, diversifikasi produk, 

ekspansi pasar, serta tambahan modal kerja. 

Ghobadian dan Gallear (1997)31  mengidentifikasi perbedaan antara 

usaha kecil dan usaha besar, sebagai berikut : 

• Processes 

Usaha kecil memerlukan sistem perencanaan dan pengawasan, 

informal evaluasi, dan pembuatan laporan yang mudah 

• Procedures 

Usaha kecil memiliki standar nilai di bawah rata-rata dalam hal 

pembuatan keputusan yang ideal 

• Structure 

Usaha kecil memiliki standar nilai dibawah rata-rata dalam hal  

spesialisasi pekerjaan, tetapi mendapat nilai tinggi dalam hal 

inovasi produk   

• People 

Adanya resiko kegagalan tinggi dalam usaha kecil, sebagian besar 

orang lebih memilih adanya penggunaan teknologi dalam 

usahanya.    

 

 

Efektivitas UMKM dapat tercapai melalui berbagai kriteria. Muller 

dan Turner (2007)32  menyarankan adanya tujuh sukses kriteria efektivitas 

UMKM, yaitu : a) budget; b) schedule; c) quality standards;                          

d) specification; e)  apreciation by users; f) apreciation by stakeholders;    

g) apreciation by  project personnel.  

J. Rodney Turner, Ann Ledwith, dan John Kelly33 (2008), 

mengemukakan adanya enam kriteria keberhasilan UMKM, yaitu :  

a) clear goals and objectives 

b) senior management support 

c) planning, monitoring, and control  

d) resource allocation 

e) risk management 

f) client consultation   

 

Tabel berikut yaitu  korelasi antara faktor-faktor sukses usaha dengan 

keberhasilan pekerjaan. 

 


Di Indonesia, yaitu  tidak mudah untuk memberikan batasan 

pengusaha mikro, kecil dan menengah yang dapat diterima oleh semua 

pihak. Beberapa perkembangan kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah 

(UMKM), diantaranya yaitu  : 

 

1. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 

(Kemenegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil 

(UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), yaitu  entitas usaha yang memiliki 

kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah 

dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling 

banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) 

merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki 

kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 - Rp 10.000.000.000, 

tidak termasuk tanah dan bangunan. 

 

2. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan 

kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang 

memiliki jumlah tenaga kerja 5 - 19 orang, sedangkan usaha 

menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 -  

99 orang. Perusahaan-perusahaan dengan jumlah tenaga kerja di atas 

99 orang, masuk dalam kategori usaha besar. 

 

3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 

tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan 

  

 

 

 - 41 -  

 

atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang 

mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 

600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di 

luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badan usaha 

(Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri 

rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, 

penambang, pedagang barang dan jasa) 

 

Berbagai kriteria UMKM ini  tidak dapat dijadikan acuan lagi 

sejak ditetapkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha 

Mikro, Kecil, dan Menengah, pada tanggal 4 Juli 2008. Definisi UMKM 

yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi 

di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang dimaksud dengan Usaha 

Mikro (UMI) yaitu  usaha produktif milik orang perorangan dan/atau 

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria UMI sebagaimana yang 

diatur dalam UU ini . Usaha Kecil (UK) yaitu  usaha ekonomi 

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau 

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan 

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik 

langsung maupun tidak langsung, dari Usaha Menengah (UM) atau Usaha 

Besar (UB) yang memenuhi kriteria UK sebagaimana dimaksud dalam UU 

ini . Sedangkan Usaha Menengah (UM) yaitu  usaha ekonomi 

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau 

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan 

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik 

langsung maupun tidak langsung, dari UMI, UK, atau UB yang memenuhi 

kriteria UM sebagaimana dimaksud dalam UU ini 34.        

Selanjutnya, dalam UU ini , kriteria yang digunakan untuk 

mendefinisikan UMKM yaitu  nilai kekayaan bersih atau nilai asset tidak 

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan 

                                                 


tahunan35. Dalam kriteria ini, yang disebut dengan Usaha Kecil yaitu  

entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih 

dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling 

banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah 

dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan 

lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling 

banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 

Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah yaitu  entitas 

usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih 

dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling 

banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk 

tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan 

tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) 

sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar 

rupiah). 

Secara ringkas kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah yaitu  

sebagai berikut:  


 

Dalam kriteria-kriteria UMKM ini , nilai nominalnya dapat dirubah 

sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan 

Peraturan Presiden.  

 

1. Pemberdayaan UMKM 

Pemberdayaan UMKM merupakan bagian elementer dalam 

penanggulangan kemiskinan, karena disinilah kunci pemutus mata rantai 

kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan 

pendapatan masyarakat.  

Dalam upaya pemberdayaan UMKM, terdapat empat langkah 

strategis, yaitu36: 

a. Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan 

UMKM yang mencakup aspek regulasi dan perlindungan usaha.  

b. Menciptakan sistem penjaminan (guarantee financial system) untuk 

mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro.  

c. Menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical 

assistance and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan 

status dan kapasitas usaha.  

d. Melakukan penataan dan penguatan kelembagaan keuangan mikro 

untuk memperluas jangkauan pelayanan keuangan kepada usaha 

mikro secara cepat, tepat, mudah, dan sistematis. 

 

Langkah-langkah ini , kemudian dijabarkan dalam berbagai kebijakan 

dan program dengan tetap mengedepankan pada perlunya kerjasama 

antar pelaku terkait, baik pemerintah, usaha besar, lembaga keuangan, 

kalangan akademisi, maupun para pelaku UMKM sendiri. Hal ini 

mengingat kunci keberhasilan pemberdayaan UMKM terletak pada 

berfungsinya kerjasama dan kemitraan antara UMKM dengan usaha 

besar secara adil, proporsional, dan sistematis. 

 

Pendapat lain dikemukakan oleh M. Idris Arief37 tentang perlunya 

usaha-usaha untuk lebih mengembangkan sektor UMKM, antara lain: 

                                                 

 

a. Peningkatan peluang untuk akses terhadap faktor produksi, 

termasuk di dalamnya modal dan sumber daya alam termasuk 

tempat usaha. 

b. Perlu bantuan pemasaran hasil produksinya, antara lain informasi 

yang cukup memadai mengenai harga, jenis produksi, mutu, 

daerah pemasaran, dan lain-lain. 

c. Perlu adanya peraturan (regulasi) untuk melindungi mereka sebab 

mereka selalu dalam posisi lemah, sehingga tercipta rasa aman 

dan tenteram dalam melaksanakan usahanya. 

d. Perlu dipikirkan berdirinya bank yang khusus menangani sektor ini 

karena mereka kesulitan mengakses kredit melalui bank-bank 

konvensional. 

 

World Bank38 memberikan petunjuk tentang prinsip dasar strategi 

pengembangan UMKM, yaitu : 

a.  Menciptakan lapangan usaha. 

 Faktor utama keberhasilan pengembangan strategi UMKM yaitu  

penyiapan lingkungan usaha yang dapat membantu UMKM 

berkompetisi dalam lapangan usaha yang sama, baik produk 

maupun jasanya. Untuk membangun lapangan usaha ini , 

pemerintah perlu mengevaluasi kembali pendanaan dan manfaat 

regulasi yang berlaku dan hambatan pengembangan UMKM. Selain 

itu pemerintah juga dituntut untuk melaksanakan regulasi yang 

dibutuhkan UMKM secara fleksibel dan menerapkan kebijakan 

kompetisi dan proteksi barang untuk membuka peluang pasar bagi 

IMKM. 

b.  Menentukan kebijakan pengeluaran publik dengan memanfaatkan 

sumber daya publik secara efektif. 

 Pemerintah perlu mendesain suatu strategi yang jelas dan 

terkoordinasi bagi pengembangan UMKM yang tepat dan adil serta 

efisien memisahkan tujuan-tujuan kebijakan ini . Kebijakan 

pengeluaran publik perlu diarahkan pada target sumber daya dan 

jasa yang diminati oleh pasar dan ada justifikasi yang jelas atau 

pertimbangan keadilan bagi penggunaan sumber daya publik 

                                                 

ini . Dengan memakai  metodologi keuangan mikro dan 

opersionalisasi pelayanan maka perkembangan UMKM dapat 

dinilai berdasarkan kriteria kinerja, efektivitas biaya, kelanggengan 

keuangan dan dampak pelayanannya kepada publik.  

c. Mendorong keterlibatan swasta dalam menyediakan layanan 

keuangan dan layanan lainnya. 

 Di beberapa negara berkembang, UMKM tidak mempunyai akses 

terhadap institusi atau lembaga yang dapat membantu UMKM 

sesuai dengan kebutuhan UMKM ini . Untuk itu pemerintah 

perlu memastikan bahwa UMKM memiliki akses yang besar 

terhadap institusi atau lembaga bantuan ini  dalam rangka 

mengembangkan UMKM. Oleh karenanya pemerintah perlu 

berusaha untuk mengembangkan pasar yang dikelola swasta yang 

layanannya sesuai dengan kebutuhan UMKM yang mendorong 

pengembangan pasar baik dari segi penawaran dan permintaan 

(supply and demand).   

 

Strategi pengembangan UMKM, dapat didasarkan pada sumber 

daya internal yang dimiliki (resource-based strategy)39. Strategi ini  

memanfaatkan sumber daya lokal yang superior untuk menciptakan 

kemampuan inti dalam menciptakan nilai tambah (value added) untuk 

mencapai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Akibatnya, 

perusahaan kecil tidak lagi tergantung pada kekuatan pasar seperti 

monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam strategi ini, UMKM mengarah 

pada keterampilan khusus yang secara internal bisa menciptakan produk 

inti yang unggul untuk memperbesar pangsa pasar. 

 

 

Hasil penelitian dari KBI Bandar Lampung bekerjasama dengan 

Universitas Lampung yang mengidentifikasi kendala pengembangan 

UMKM di Provinsi Lampung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut40 : 

a. Peran yang telah dijalankan oleh lembaga-lembaga (baik Lembaga 

keuangan maupun non keuangan) dalam pengembangan UMKM 

yaitu  dalam bentuk upaya-upaya sebagai berikut : 

1) membantu UMKM di bidang kredit/pembiayaan 

2) pelatihan dan bimbingan manajerial, teknis 

3) memfasilitasi UMKM dengan perangkat perizinan usaha 

4) membantu akses pasar dengan mengikutsertakan pengusaha 

UMKM dalam kegiatan pameran baik regional, nasional 

maupun internasional 

5) studi banding ke perusahaan-perusahaan sejenis di wilayah 

lain di Indonesia. 

 

b. Prioritas kegiatan dalam rangka meningkatkan kinerja UMKM di 

Provinsi Lampung berdasarkan hasil analisis faktor yaitu  pada 

faktor :  

1) Kebijakan, 

2) Kemudahan Pengurusan Perizinan Usaha,  

3) Pelatihan Manajemen dan Teknis,  

4) Bimbingan dan Konsultasi Manajemen dan Teknis,  

5) Keringanan Pajak dan  

6) Ketersediaan Dana. 

 

c.  Kendala pengembangan UMKM di Provinsi Lampung yaitu  : 

1) Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia dalam 

pengembangan UMKM 

2) Perbedaan harapan dan persepsi antara pengusaha UMKM 

dengan lembaga-lembaga terkait dalam hal mengakses dana 

pinjaman UMKM 

3) Ketersediaan sistim Informasi yang terkait dengan 

pengembangan UMKM masih minim, seperti : informasi 

Pelayanan Minimnya bantuan akses pasar bagi pengusaha 

UMKM yang ingin memanfaatkan peluang pasar nasional 

maupun internasional  

4) Produk dari sektor pengolahan umumnya belum memiliki 

sertifikasi standar mutu. 

5) Kontinyuitas pasokan bahan baku dan harga bahan baku yang 

tidak stabil. 

6) Kurangnya koordinasi antar dinas/instansi pembina UMKM 

secara terprogram dan terjadwal. 

 

                                                 

40

    Bank Indonesia, Pengembangan UMKM 

 

  

 

 

 - 47 -  

 

Sedangkan rekomendasi yang diberikan bagi pengembangan UMKM 

sebagai berikut :  

a.  Terkait dengan Perizinan, sebaiknya pemerintah /instansi terkait 

dapat mempermudah birokrasi perizinan melalui sistem pelayanan 

satu atap, memperingan biaya pengurusan izin usaha, serta 

menyediakan sistim informasi perijinan (jenis-jenis perijinan, 

prosedur dan syarat pengajuan perijinan usaha termasuk biaya 

administrasi perijinan). 

 

b.  Terkait dengan Pelatihan, sebaiknya lembaga keuangan dan non 

keuangan bekerjasama dengan Perguruan Tinggi memberikan 

peningkatan 

pengetahuan dan skills pengusaha UMKM dalam kegiatan 

pelatihan manajemen dan teknis dalam rangka meningkatkan 

kualitas sumber daya manusia UMKM. 

1) pelatihan pembukuan /administrasi dan pengelolaan keuangan 

2) pelatihan manajerial (aspek pemasaran dan produksi) 

3) pelatihan kewirausahaan 

4) pelatihan etika bisnis 

5) pelatihan sertifikasi mutu produk  

 

c.  Terkait dengan Bimbingan dan Konsultasi, sebaiknya Lembaga 

Perbankan agar lebih aktif melakukan upaya pembinaan dalam 

bentuk bimbingan dan konsultasi manajemen dan teknis melalui 

pembentukan unit layanan konsultasi UMKM bagi mitra 

binaan/debiturnya. 

 

d.  Terkait dengan perpajakan, untuk jangka panjang, agar pemerintah 

mempertimbangkan penurunan pembebanan pajak penghasilan 

usaha bagi UMKM, secara proporsional berdasarkan skala usaha, 

serta mengadakan sistem informasi layanan pajak (oleh Kantor 

Pelayanan Pajak), yang mudah diakses oleh pengusaha UMKM. 

 

e.  Terkait dengan Pendanaan Usaha UMKM, sebaiknya Lembaga 

Keuangan diharapkan menyediakan alokasi dana kredit yang lebih 

besar bagi UMKM, dan mempermudah persyaratan kredit, serta 

menerapkan suku bunga yang rendah. Khusus untuk usaha mikro 

(yang relatif sulit memenuhi persyaratan agunan) dapat diberikan 

kredit secara kolektif kepada kelompok usaha, dengan agunan 

menjadi tanggungjawab bersama (tanggung renteng). Lebih lanjut, 

khususnya lembaga keuangan bank melakukan evaluasi atas 

plafon kredit yang diberikan kepada usaha mikro untuk dapat 

meningkatkan ketangguhan usaha mereka dengan tetap 

memperhatikan prinsip “Prudential Banking”. 

 

 

  

 

 

 - 48 -  

 

f.  Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk dapat menunjang 

pengembangan UMKM yaitu  : 

1) Instansi terkait perlu menyediakan data base (Direktori) sistem 

informasi pengembangan UMKM, misalnya oleh BPS), 

2) Sistem informasi prosedur pengajuan kredit/pembiayaan (oleh 

masingmasing Lembaga Keuangan dan Non Keuangan),  

3) Daya dukung pemerintah dalam meningkatan akses pasar 

UMKM melalui promosi dengan lebih sering mengikutsertakan 

pada pameran di tingkat regional, nasional, dan internasional 

dengan memperhatikan kesesuaian antara jenis produk yang 

dipamerkan dan lokasi pameran serta calon pembeli (buyer).  

4) Melakukan koordinasi antar lembaga-lembaga yang terkait 

dalam pengembangan UMKM secara terprogram dan terjadwal. 

 

Di sisi lain, filosofi pemberdayaan UMKM menurut Djoko Retnadi41 

meliputi : 

a.  Masyarakat yang pendapatannya menengah kecil (low middle 

income), dimana masyarakatnya masih memiliki akses kepada jasa 

keuangan komersial dengan berbagai produk pinjaman, simpanan, 

dan jasa lainnya. 

 

b. Masyarakat miskin, tetapi masih memiliki usaha secara ekonomis 

(economically active poor), dimana masyarakatnya sebagian besar 

sudah memiliki akses kepada jasa keuangan komersial karena sudah 

memiliki usaha berkelanjutan, kiemampuan kewirausahaan, dan 

kemampuan manajerial. Kelompok ini sudah memanfaatkan produk 

perbankan, walau masih sangat sederhana, hanya sebagian kecil 

yang belum mengenal jasa perbankan. 

 

c. Masyarakat sangat miskin (extremely poor), dimana masyarakat ini 

sama sekali belum tersentuh oleh perbankan. Kegiatan simpan pinjam 

biasanya dilakukan dengan lembaga-lembaga informal yang ada 

seperti rentenir, pengijon, dan pelepas uang lainnya dengan bunga 

yang sangat tinggi, akibatnya usaha mikro menjadi tidak berkembang.  

 

Strategi pemberdayaan UMKM yang telah diupayakan selama ini 

dapat diklasifikasikan dalam aspek utama sebagai berikut :42 

                                                 


a. Aspek manajerial, yang meliputi : peningkatan produktivitas, omset, 

tingkat utilitasi, atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan 

pemasaran; dan pengembangan sumber daya manusia 

 

b. Aspek permodalan, yang meliputi : bantuan modal (penyisihan 1 – 5 

% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi 

usaha kecil minimum 20 % dari portofolio kredit bank) dan kemudahan 

kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP, KCK, Kredit Mini/Midi, dan KKU) 

 

c. Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar, baik lewat 

sistem Bapak-Anak Angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward 

linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, 

maupun subkontrak 

 

d. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah 

berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri 

Kecil), atau SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh 

UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri) 

 

e. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB 

(Kelompok Usaha Bersama) dan KOPKINKRA (Koperasi Industri Kecil 

dan Kerajinan) 

 

 

2. Jenis-jenis UMKM 

Terdapat berbagai macam jenis UMKM di Indonesia yang secara 

garis besar dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, sebagai 

berikut 43: 

a. Usaha Perdagangan 

• Keagenan : agen koran/majalah, sepatu, pakaian, dan lein-lain 

• Pengecer : minyak, kebutuhan pokok, buah-buahan, dan lain-

lain 

• Ekspor/Impor : produk lokal dan internasional 

• Sektor informal : pengumpul barang bekas, pedagang kaki lima, 

dan lain-lain 

b. Usaha Pertanian 

• Perkebunan : pembibitan dan kebun buah-buahan, sayur-

sayuran, dan lain-lain 

                                                 


 

• Peternakan : ternak ayam petelur, susu sapi, dan lain-lain 

• Perikanan : darat/laut seperti tambak udang, kolam ikan, dan 

lain-lain 

c. Usaha Industri 

• Industri makanan/minuman; Pertambangan; Pengrajin; 

Konveksi; dan lain-lain 

d. Usaha Jasa 

• Jasa konsultan; Perbengkelan; Restoran; Jasa Konstruksi; Jasa 

Transportasi; Jasa Telekomunikasi; Jasa Pendidikan; dan lain-

lain. 

 

3. Masalah-masalah dalam UMKM 

 Sejumlah persoalan yang umum terjadi dalam perkembangan 

UMKM, antara lain yaitu 44 : keterbatasan modal kerja maupun investasi; 

kesulitan-kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan pengadaan bahan 

baku serta input lainnya; keterbatasan akses ke informasi mengenai 

peluang pasar, dan lainnya; keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi 

(kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi; biaya transportasi dan 

energy yang tinggi; keterbatasan komunikasi; biaya tinggi akibat prosedur 

administrasi dan birokrasi yang kompleks; dan ketidakpastian akibat 

peraturan-peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang 

tidak jelas atau tak menentu arahnya. 

 Survey BPS (2005), terhadap UMI dan UK di industri manufaktur 

menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar 

dari responden yaitu  keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran. 

Walaupun banyak skim kredit khusus bagi pengusaha kecil, sebagian 

besar dari responden tidak pernah mendapatkan kredit dari bank atau 

lembaga-lembaga keuangan lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya 

pada uang/tabungan mereka sendiri, uang/bantuan dari sudara/kenalan 

atau dari sumber-sumber informal untuk mendanai kegiatan produksi 

                                                 


 

mereka. Alasannya bisa bermacam-macam, yaitu : ada yang tidak pernah 

dengan atau menyadari adanya skim-skim khusus ini , ada yang 

pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak 

untuk didanai atau mengundurkan diri karena prosedur administrasi yang 

berbelit-belit, atau tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan termasuk 

penyediaan jaminan, atau ada banyak pengusaha kecil yang dari awalnya 

memang tidak berkeinginan meminjam dari lembaga-lembaga keuangan 

formal.       

 Dalam hal pemasaran, UMKM pada umumnya tidak punya sumber-

sumber daya untuk mencari, mengembangkan, atau memperluas pasar-

pasar mereka sendiri. Sebaliknya, mereka sangat tergantung pada mitra 

dagang mereka (misalnya : pedagang keliling, pengumpul, atau trading 

house) untuk memasarkan produk-produk mereka, atau tergantung pada 

konsumen yang dating langsung ke tempat-tempat produksi mereka atau, 

walaupun presentasenya kecil sekali, melalui keterkaitan produksi dengan 

UB lewat sistem subcontracting.       

 Ina Primiana45 berpendapat bahwa beberapa hal yang menjadi 

pokok permasalahan bagi UMKM yaitu  permodalan dan pemasaran. 

Permasalahan dalam hal permodalan, yaitu : 

• Kesulitan akses ke Bank dikarenakan ketidakmampuan dalam hal 

menyediakan persyaratan bagi bankable. Sebetulnya Bank 

Indonesia telah membentuk P3UKM yang membantu UMKM agar 

dapat mudah akses ke Bank. Tetapi kenyataannya tidak semua 

UMKM dapat memenuhi persyaratan collateral. Artinya masih lebih 

banyak UMKM yang belum terjaring. 

• Ketidaktahuan UMKM terhadap cara memperoleh dana dari 

sumber-sumber lain selain perbankan, yang dapat menjadi 

alternative pembiayaan. 

                                                 


 

• Tidak tersedianya modal pada saat pesanan datang. Artinya 

mereka membutuhkan dana cepat untuk memenuhi pesanan. Hal 

ini tidak dimungkinkan bila melalui perbankan, karena waktu yang 

dibutuhkan sejak pengajuan hingga dana cair bisa mencapai 2-3 

bulan, belum lagi bila pengajuan kreditnya ditolak yang bisa 

menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. 

Biasanya mereka mencari jalan agar dapat memperoleh dana 

cepat yaitu dengan meminjam sesame pengusaha atau rentenir.      

  

Permasalahan yang terkait dengan pemasaran, yaitu : 

• Sulitnya akses pasar dikarenakan keterbatasan-keterbatasan 

antara lain : membaca selera pasar, mengenal pesaing dan 

produknya, memposisikan produknya di pasar, mengenal 

kelemahan produknya di antara produk pesaing. 

• Keterbatasan SDM. Dalam UMKM pada umumnya pemilik masih 

melakukan semua kegiatan sendiri atau dibantu beberapa pegawai 

seperti produksi, atau pengawasan produksi, sehingga mencari 

pasar menjadi terbengkelai. 

• Standarisasi produk lemah, hal ini menyebabkan pesanan 

dikembalikan (retur) karena kualitas produk yang dihasilkan 

spesifikasinya tidak sesuai dengan pada saat pesan. 

• Hilangnya kepercayaan pelanggan akibat ketidakmampuannya 

memenuhi permintaan dalam jumlah besar, antara lain, 

dikarenakan tidak tersedianya dana untuk memenuhi permintaan 

ini .   

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 - 53 -  

 

4. UMKM Mitra 

UMKM Mitra merupakan Usaha Kecil yang mendapatkan pinjaman 

dari Program Kemitraan46. Telah cukup banyak upaya pembinaan yang 

dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan 

UMKM (Tabel II.3). Namun demikian, upaya pembinaan UMKM sering 

tumpang tindih dan dilakukan sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi 

mengenai usaha kecil ini pada gilirannya menyebabkan pembinaan 

UMKM masih terkotak-kotak (sector oriented), dimana masing-masing 

instansi Pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya 

sendiri-sendiri. Akibatnya terjadi dua hal : (1) Ketidakefektifan arah 

pembinaan; (2) tidak adanya indikator keberhasilan yang seragam, karena 

masing-masing instansi Pembina berupaya mengejar target dan sasaran 

sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri.47      

Pembinaan oleh pengusaha besar