Tampilkan postingan dengan label imigrasi 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label imigrasi 1. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 September 2023

imigrasi 1


Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian, 

maka dapat diuraikan beberapa butir kesimpulan sebagai 

berikut:

a) Bahwa jajaran keimigrasian telah siap dalam mengimple￾mentasikan kebijakan bebas visa terlihat dengan usaha  yang 

dilakukan berupa: sosialisasi dan peningkatan pengawasan 

di semua wilayah kerja; melakukan kerja sama dengan 

instansi terkait dalam hal pengawasan orang asing sampai 

tingkat RT/RW dan membentuk sekretariat tim PORA; 

melakukan peningkatan kompetenasi SDM, sarpras, dan 

intelijen; memperkuat sistem perlintasan orang asing 

mulai dari bandar udara, pos lintas batas dan pelabuhan 

laut, namun memang masih terdapat kekurangan atau 

belum maksimalnya kinerja UPT keimigrasian dalam 

mengimplementasikan kebijakan bebas visa ini .

b) Adapun manfaat dengan adanya kebijakan bebas visa, dari 

sudut pandang Imigrasi, secara signifikan belum terlihatini  didasari bahwa ada negara-negara penerima bebas 

visa yang termasuk negara bergejolak, negara-negara yang 

secara ekonomi, sosial, dan politik belum baik, serta ada 

negara yang termasuk negara bermasalah sehingga dalam 

sejumlah masalah  penyalahgunaan bebas visa dipakai  

untuk keperluan bekerja. Di samping itu asas resiprokal 

dan manfaat yang menjadi amanat UU No. 6 Tahun 2011 

tentang Keimigrasian tidak diberlakukan bagi WNI yang 

berkunjung ke negara-negara penerima bebas visa. Data 

dari Ditjen Imigrasi menunjukan bahwa terdapat 66 

negara yang dianggap belum mendukung secara maksimal 

(efektif) dan ada 10 negara dianggap tidak efektif, 

sehingga azas manfaat sebagaimana dimaksud pasal 43 

UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian belum secara 

signifikan memberikan keuntungan bagi pemerintah 

Indonesia. Namun ada kemudahan dalam hal administrasi 

keimigrasian seperti tidak memerlukan peneraan stiker 

VOA bagi orang asing; mempercepat antrian (kurang dari 

1 menit) karena tidak memerlukan VOA; memudahkan 

input data ke BCM. sedang  dari sisi pariwisata: bahwa 

kebijakan bebas visa memudahkan bagi orang asing 

untuk datang ke wilayah NKRI dari tempat-tempat yang 

telah ditentukan berdasar  keputusan presiden serta 

adanya peningkatan devisa negara melalui pariwisata, 

dan terwujudnya peningkatan kesejahteraan warga , 

walaupun ini memerlukan kajian lebih lanjut; 

c) Beberapa kendala yang memicu belum maksimalnya 

implementasi bebas visa antara lain adalah: (1) Dari 

sisi pengawasan belum dapat mendeteksi secara pasti kemanfaatan bebas visa dalam peningkatan pariwisata; 

(2) Dari sisi keamanan (security) mengingat luasnya 

wilayah kerja maka kemungkinan akan meningkatkan 

potensi pelanggaran orang asing yang masuk terutama 

yang termasuk kategori negara rawan; (3) Dari sisi sumber 

daya: SDM yang kurang sebanding antara pengawasan dan 

tingginya perlintasan orang asing yang masuk karena BV 

dan kurangnya pengetahuan intelijen petugas imigrasi; (4) 

Dari sisi Sarana-prasarana: Kurangnya sarana-prasarana 

yang modern; dan (5) Dari sisi komunikasi: kurangnya 

koordinasi dengan instansi terkait.

Sejarah Keimigrasian
a. Zaman Penjajahan
Kekayaan sumber daya alam, khususnya 
sebagai penghasil komoditas perkebunan yang 
diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah 
negara kita yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia 
Belanda menarik berbagai negara asing untuk 
turut serta mengembangkan bisnis perdagangan 
komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus 
kedatangan warga asing ke wilayah Hindia Belanda, 
pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk 
kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 
kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi 
immigratie dients (dinas imigrasi).Dinas imigrasi 
pada masa pemerintahan penjajahan Hindia 
Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang 
dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan 
afdeling-afdeling(bagian) seperti afdeling visa dan 
afdeling lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar 
immigratie diperluas. Tenaga-tenaga berpengalaman 
serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. 
Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga 
kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). 
Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan 
para pejabat Belanda. Kebijakan keimigrasian yang 
ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah 
politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui 
kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka 
seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, 
tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud 
utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi ”pintu 
terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor 
dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan 
ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia 
Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat 
dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi 
dan menekan penduduk pribumi. Walaupun terus 
berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di 
berbagai daerah), namun struktur organisasi dinas 
imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. ini  diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya 
lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/
atau keluar negeri pada saat itu. Bidang keimigrasian 
yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda 
hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan 
tinggal orang; (b) bidang kependudukan orang asing; 
dan (c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur 
ketiga bidang ini , peraturan pemerintah yang 
dipakai  adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings 
Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).
b. Era Revolusi Kemerdekaan
Era kolonialisasi Hindia Belanda mulai berakhir 
bersamaan dengan masuknya Jepang ke wilayah 
negara kita pada tahun 1942. Namun pada masa 
pendudukan Jepang hampir tidak ada perubahan 
yang mendasar dalam peraturan keimigrasian. 
Dengan kata lain, selama pendudukan Jepang, 
produk hukum keimigrasian Hindia Belanda 
masih dipakai . Eksistensi pentingnya peraturan 
keimigrasian mencapai momentumnya pada saat 
negara kita memproklamirkan kemerdekaanya pada 17 
Agustus 1945.Ada 4 (empat) peristiwa penting pasca 
proklamasi kemerdekaan Republik negara kita yang 
terkait dengan keimigrasian, yaitu: (1) Repatriasi APWI 
dan serdadu Jepang; dalam peristiwa ini ditandai 
dengan pengangkutan ex APWI dan pelucutan 
serta pengangkutan serdadu Jepang di Jawa Tengah 
khususnya, di pulau Jawa dan negara kita umumnya yang ditangani oleh Panitia Oeroesan Pengangkoetan 
Djepang (POPDA); (2) Kegiatan barter, pembelian 
senjata dan pesawat terbang; pada masa Revolusi 
Kemerdekaan para pejuang sering bepergian ke luar 
negeri, misal masuk ke Singapore dan Malaysia, masih 
tanpa paspor; (3) Perjuangan Diplomasi; diawali 
dengan penyelenggaraan Inter Asian Conference di 
New Delhi. Dalam kesempatan itu Kementerian Luar 
Negeri negara kita akhirnya berhasil mengeluarkan 
”Surat Keterangan dianggap sebagai paspor” sebagai 
dokumen perjalanan antar negara yang pertama setelah 
kemerdekaan bagi misi pemerintah negara kita yang sah 
dalam konferensi ini . Delegasi negara kita yang 
dipimpin oleh H. Agus Salim ikut memperkenalkan 
”Paspor Diplomatik” pemerintah negara kita kepada 
dunia Internasional; dan (4) Keimigrasian di Aceh; 
Aceh sebagai satu-satunya wilayah negara kita yang 
tidak pernah diduduki Belanda, sejak tahun 1945 
telah mendirikan kantor imigrasi di lima kota dan 
terus beroperasi selama masa revolusi kemerdekaan. 
Pendirian kantor imigrasi di Aceh sejak tahun 1945 
adalah oleh Amirudin. Peristiwa cukup penting pada 
masa ini, Jawatan Imigrasi yang sejak semula di bawah 
Departemen Kehakiman, pada tahun 1947 pernah 
beralih menjadi di bawah kekuasaan Departemen 
Luar Negeri. Selain itu, untuk mengatasi kevakuman 
hukum, peraturan perundang-undangan keimigrasian 
produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut 
dan digantikan dengan produk hukum yang selaras dengan jiwa kemerdekaan. Selama masa revolusi 
kemerdekaan ada dua produk hukum Hindia Belanda 
yang terkait dengan keimigrasian dicabut, yaitu (a) 
Toelatings Besluit (1916) diubah menjadi Penetapan 
Ijin Masuk (PIM) yang dimasukkan dalam Lembaran 
Negara Nomor 330 Tahun 1949, dan (b) Toelatings 
Ordonnantie (1917) diubah menjadi Ordonansi Ijin 
Masuk (OIM) dalam Lembaran Negara Nomor 331 
Tahun 1949. Selama masa revolusi kemerdekaan 
lembaga keimigrasian masih memakai  struktur 
organisasi dan tata kerja dinas imigrasi (Immigratie 
Dients) peninggalan Hindia Belanda.
c. Era Republik negara kita Serikat (RIS)
Era Republik negara kita Serikat merupakan momen 
puncak dari sejarah panjang perjalanan pembentukan 
lembaga keimigrasian di Indonesia. Di era inilah dinas 
imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan 
kepada pemerintah negara kita pada tanggal 26 
Januari 1950. Struktur organisasi dan tata kerja serta 
beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda 
terkait keimigrasian masih dipergunakan sepanjang 
tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa 
Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama 
kalinya dipegang oleh putra pribumi, yaitu Mr. H.J 
Adiwinata. Struktur organisasi jawatan imigrasi 
meneruskan struktur immigratie dients yang lama, 
sedang  susunan jawatan imigrasi masih sederhana 
dan berada dalam koordinasi Menteri Kehakiman, baik operasional-taktis, administratif, maupun 
organisatoris. Pada permulaan tahun 1950, sebagai 
bangsa yang baru merdeka dan masih dalam suasana 
pergolakan, tentunya sarana dan prasarana penunjang 
jawatan imigrasi pada saat itu masih sangat terbatas dan 
sederhana. Kesulitan yang dirasakan sangat mendasar 
adalah masih sangat sedikitnya putra pribumi yang 
memahami tugas dan fungsi keimigrasian. Untuk itu, 
sebagai bagian dari periode transisi, jawatan imigrasi 
masih memakai  pegawai berkebangsaan Belanda. 
Dari 459 orang yang bekerja di jawatan imigrasi di 
seluruh Indonesia, 160 orang adalah orang Belanda. 
Peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai 
dasar oleh jawatan imigrasi RIS adalah masih warisan 
dari Pemerintah Hindia Belanda, yaitu: (a) Indische 
Staatsregeling, (b) Toelatings Besluit, (c) Toelatings 
Ordonnantie.Dalam masa yang relatif singkat, 
jawatan imigrasi pada era Republik negara kita Serikat 
telah menerbitkan 3 (tiga) produk hukum, yaitu (a) 
Keputusan Menteri Kehakiman RIS Nomor JZ/239/12 
tanggal 12 Juli 1950 yang mengatur mengenai pelaporan 
penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila 
mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara 
resmi sebagai pelabuhan pendaratan, (b) Undang￾Undang Darurat RIS Nomor 40 Tahun 1950 tentang 
Surat Perjalanan Republik Indonesia, dan (c) Undang￾Undang Darurat RIS Nomor 42 Tahun 1950 tentang 
Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, 
Tambahan Lembaran Negara Nomor 77).
d. Era Demokrasi Parlementer
Periode krusial pada era Republik negara kita 
Serikat berlanjut pada Era Demokrasi Parlementer, 
yang salah satunya terkait dengan berakhirnya 
kontrak kerja pegawai keturunan Belanda pada akhir 
tahun 1952. Berakhirnya kontrak kerja mereka menjadi 
persoalan penting karena pada saat itu pemerintah 
negara kita sedang bergerak cepat mengembangkan 
jawatan imigrasi. Pada periode 1950-1960 jawatan 
imigrasi berusaha membuka kantor-kantor dan 
kantor cabang imigrasi, serta penunjukan pelabuhan￾pelabuhan pendaratan yang baru.Pada dasawarsa 
imigrasi tepatnya 26 Januari 1960, jawatan imigrasi 
telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan 
pembentukan Kantor Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta, 
26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor cabang imigrasi, 
1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di 
luar negeri. Di bidang sumber daya manusia (SDM) 
keimigrasian, pada bulan Januari 1960 jumlah total 
pegawai jawatan imigrasi telah meningkat menjadi 
1256 orang yang kesemuanya putra-putri Indonesia, 
mencakup pejabat administratif dan pejabat teknis 
keimigrasian. Di bidang pengaturan keimigrasian, 
mulai periode ini pemerintah negara kita memiliki 
kebebasan untuk mengubah kebijaksanaan opendeur 
politiek imigrasi kolonial menjadi kebijaksanaan 
yang sifatnya selektif atau saringan (selective policy). 
Kebijakan selektif didasarkan pada perlindungan 
kepentingan nasional dan lebih menekankan prinsip
pemberian perlindungan yang lebih besar kepada warga 
negara Indonesia. Pendekatan yang dipergunakan 
dan dilaksanakan secara simultan meliputi 
pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) 
dan pendekatan keamanan (security approach). 
Beberapa pengaturan keimigrasian antara lain yang 
diterbitkan: (1) pengaturan lalu lintas keimigrasian, 
yaitu pemeriksaan dokumen keimigrasian penumpang 
dan crew kapal laut yang dari luar negeri dilakukan 
di atas kapal selama pelayaran kapal, (2) Pengaturan 
di bidang kependudukan orang asing, dengan 
disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 9 
Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing 
(Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan 
Lembaran Negara Nomor 812), (3) Pengaturan di 
bidang pengawasan orang asing, dengan disahkannya 
Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1953 tentang 
Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 
1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
463), (4) Pengaturan mengenai delik/perbuatan 
pidana/peristiwa pidana/tindak pidana di bidang 
keimigrasian, dengan disahkannya Undang-Undang 
Darurat Nomor 8 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak 
Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 
28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807), (5) 
Pengaturan di bidang kewarganegaraan, pada periode 
ini disahkan produk perundangan penting mengenai 
kewarganegaraan yakni Undang-Undang Nomor 2 
Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republiknegara kita Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai 
Soal Dwikewarganegaraan (Lembaran Negara Tahun 
1958 Nomor), (6) dan Undang-Undang Nomor 62 
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik 
negara kita (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113, 
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647), (7) Masalah 
kewarganegaraan turunan Cina, (8) Pelaksanaan 
Pendaftaran Orang Asing (POA). Selain itu pada era 
ini, produk hukum yang terkait dengan keimigrasian 
juga secara bertahap mulai dibenahi, seperti visa, 
paspor dan surat jalan antar negara, penanganan tindak 
pidana keimigrasian, pendaftaran orang asing, dan 
kewarganegaraan. Salah satu produk hukum penting 
yang dikeluarkan selama era Demokrasi Parlementer 
adalah penggantian Paspor Regelings (1918) menjadi 
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1959 tentang Surat 
Perjalanan Republik negara kita (Lembaran Negara 
Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara 
Nomor 1799).
e. Era Orde Baru
Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang 
sejak negara kita merdeka. Masa pemerintahan yang 
cukup panjang ini  turut memberikan kontribusi 
besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian, 
walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa 
kali penggantian induk organisasi. Stabilitas politik 
dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama 
era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di negara kita untuk semakin berkembang dan profesional 
dalam melayani warga . Pada era ini terjadi 
beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan 
pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya 
membawa perubahan terhadap organisasi jajaran 
imigrasi. Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan 
kebijakan tentang Struktur Organisasi dan Pembagian 
Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan 
Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama 
Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal 
Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi. 
Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan 
sarana fisik di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi 
yang luas. Pembangunan gedung kantor, rumah dinas, 
pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan 
tahun demi tahun. Di bidang SDM dan pembinaan 
karier, sistem penempatan dan pembinaan karier 
pegawai yang direkrut Direktorat Jenderal Imigrasi 
yang zig zag, tidak terpaku di satu pos, diteruskan. 
Sistem pembinaan karir di bidang imigrasi juga 
terus disempurnakan dengan tetap mengedepankan 
prinsip profesionalisme dan keadilan.Beban kerja 
yang semakin meningkat dan kebutuhan akan 
akurasi data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi 
untuk segera menerapkan sistem komputerisasi 
di bidang imigrasi. Pada awal tahun 1978 untuk 
pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di 
Direktorat Jenderal Imigrasi, sedang  penggunaan 
komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1 Januari 1979. Di bidang peraturan 
perundangan keimigrasian pada masa Orde Baru, 
dalam rangka mendukung program Pembangunan 
Nasional Pemerintah, banyak produk regulasi 
keimigrasian yang dibuat untuk mengefisienkan 
pelayanan keimigrasian dan/atau untuk mendukung 
berbagai sektor pembangunan, antara lain pengaturan 
terkait: (1) pelayanan jasa keimigrasian, (2) 
penyelesaian dokumen pendaratan di atas pesawat 
jemaah haji 1974, (3) penyelesaian pemeriksaan 
dokumen di pesawat garuda Jakarta-Tokyo, (4) 
perbaikan kualitas cetak paspor, (5) pengaturan 
masalah lintas batas, (6) pengaturan dispensasi 
fasilitas keimigrasian, (7) penanganan TKI gelap di 
daerah perbatasan, (8) pengaturan penyelenggaraan 
umroh, (9) pengaturan masalah pencegahan dan 
penangkalan, (10) pengaturan keimigrasian di sektor 
ketenagakerjaan, (11) pengaturan visa tahun 1979, (12) 
masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di 
wilayah negara kita secara tidak sah, (13) penghapusan 
exit permit bagi WNI. Di masa Orde Baru ini yang 
tidak bisa dilupakan adalah lahirnya Undang-Undang 
Keimigrasian baru yaitu Undang-Undang Nomor 9 
Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara 
Republik negara kita Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan 
Lembaran Negara Republik negara kita Nomor 3474), 
yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992. 
Undang-Undang Keimigrasian ini selain merupakan 
hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sebagian 
merupakan peninggalan dari Pemerintah Hindia 
Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi 
peraturan perundang-undangan keimigrasian 
yang tersebar dalam berbagai produk peraturan 
perundangan keimigrasian sebelumnya hingga 
berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992. 
Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 ini 
diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah 
sebagai pelaksanaannya dalam: (1) Peraturan 
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara 
Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran 
Negara Republik negara kita Tahun 1994 Nomor 53, 
Tambahan Lembaran Negara Republik negara kita 
Nomor 3561), (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 
Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan 
Tindakan Keimigrasian (Lembaran Negara Republik 
negara kita Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan Lembaran 
Negara Republik negara kita Nomor 3562), (3) Peraturan 
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin 
Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran Negara 
Republik negara kita Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan 
Lembaran Negara Republik negara kita Nomor 
3563), dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 
1994 tentang Surat Pejalanan Republik negara kita 
(Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 1994 
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik 
negara kita Nomor 3572).f. Era Reformasi
Krisis ekonomi 1997 telah mengakhiri periode 
panjang era Orde Baru dan memasuki era reformasi. 
Aspirasi yang hidup dalam warga , menginginkan 
komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi 
Manusia (HAM), tegaknya hukum dan keadilan, 
pemberantasan KKN dan demokratisasi, tata 
kelola pemerintahan yang baik (good governance), 
transparansi, dan akuntabel terus didengungkan, 
termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi 
daerah.
Sementara itu globalisasi informasi membuat 
dunia menyatu tanpa batas, mendorong negara￾negara maju (WTO) untuk menjadikan dunia 
berfungsi sebagai sebuah pasar bebas mulai 
tahun 2000, serta mengutamakan perlindungan 
dan penegakan HAM serta demokratisasi. Arus 
globalisasi juga memicu  semakin sempitnya 
batas-batas wilayah suatu negara (bordeless 
countries) dan mendorong semakin meningkatnya 
intensitas lalulintas orang antarnegara. ini  telah 
menimbulkan berbagai permasalahan di berbagai 
negara termasuk negara kita yang letak geografisnya 
sangat strategis, yang pada gilirannya berpengaruh 
pada kehidupan warga  negara kita serta bidang 
tugas keimigrasian. Dalam operasional di lapangan 
ditemukan beberapa permasalahan menyangkut 
orang asing yang memerlukan penanganan lebih 
lanjut. Lingkungan strategis global maupun domestik berkembang demikian cepat, sehingga menuntut 
semua perangkat birokrasi pemerintahan, termasuk 
keimigrasian di negara kita untuk cepat tanggap dan 
responsif terhadap dinamika ini . Sebagai contoh, 
implementasi kerja sama ekonomi regional telah 
mempermudah lalu lintas perjalanan warga negara 
negara kita maupun warga negara asing untuk keluar 
atau masuk ke wilayah Indonesia. Lonjakan perjalanan 
keluar atau masuk ke wilayah negara kita tentu 
membutuhkan sistem manajamen dan pelayanan yang 
semakin handal dan akurat. Tugas keimigrasian saat 
ini semakin berat seiring dengan semakin maraknya 
masalah terorisme dan pelarian para pelaku tindak 
pidana ke luar negeri. Untuk mengatasi dinamika 
lingkungan strategis yang bergerak semakin cepat, 
bidang keimigrasian dituntut mengantispasi dengan 
berbagai peraturan perundang-undangan dan sarana￾prasarana yang semakin canggih. Peraturan dan 
kebijakan keimigrasan juga harus responsif terhadap 
pergeseran tuntutan paradigma fungsi keimigrasian. 
Jika sebelumnya paradigma fungsi keimigrasian 
dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 
1992 lebih menekankan efisiensi pelayanan untuk 
mendukung isu pasar bebas yang bersifat global, 
namun kurang memperhatikan fungsi penegakan 
hukum dan fungsi sekuriti, mulai pada era ini harus 
diimbangi dengan fungsi keamanan dan penegakan 
hukumDalam menghadapi masalah dan perkembangan dalam 
dan luar negeri ini , Direktorat Jenderal Imigrasi pada 
Era Reformasi ini telah melakukan beberapa program kerja 
sebagai berikut:
a. Penyempurnaan Peraturan Perundang￾Undangan
Pemerintah memperbaharui Undang-Undang 
Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. ini  
berdasar  beberapa perkembangan yang perlu 
diantisipasi, yakni: (1) Letak geografis wilayah 
negara kita (kompleksitas permasalahan antar 
negara), (2) Perjanjian internasional/konvensi 
internasional yang berdampak terhadap pelaksanaan 
fungsi keimigrasian, (3) Meningkatnya kejahatan 
internasional dan transnasional, (4) Pengaturan 
mengenai deteni dan batas waktu terdeteni belum 
dilakukan secara komprehensif, (5) Pendekatan 
sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan 
universal dengan memanfaatkan teknologi informasi 
dan komunikasi yang modern, (6) Penempatan struktur 
kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai 
unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal 
Imigrasi, (7) Perubahan sistem kewarganegaraan 
berdasar  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, (8) 
Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik 
(resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang 
asing, (9) Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan dokumen 
perjalanan secara internasional, (10) Penegakan 
hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan 
pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum 
terhadap tindak pidana penyelundupan manusia, 
(11) Memperluas subyek pelaku tindak pidana 
Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang 
perseorangan tetapi juga korporasi serta penjamin 
masuknya orang asing ke wilayah negara kita yang 
melanggar ketentuan keimigrasian, (12) Penerapan 
sanksi pidana yg lebih berat terhadap orang asing yang 
melanggar peraturan di bidang keimigrasian karena 
selama ini belum menimbulkan efek jera.
Suasana kerja proses penyelesaian penerbitan 
paspor di seksi lalu lintas keimigrasian (Lantaskim) 
kantor imigrasi. Usulan untuk memperbarui Undang￾Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian￾pun segera dimasukan dalam Program Legislasi 
Nasional (Prolegnas) untuk dibahas oleh lembaga 
legistlatif (DPR). Setelah melalui pembahasan yang 
cukup panjang dengan Komisi III DPR, akhirnya 
Rancangan Undang-Undang Keimigrasian yang baru 
disetujui dan diusulkan untuk disahkan menjadi 
Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR tanggal 
7 April 2011. lalu pada tanggal 5 Mei 2011, 
Presiden Republik negara kita mengesahkan Undang￾Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, 
yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran 
Negara Republik negara kita Nomor 5126.
b. Kelembagaan
Sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah dan 
perkembangan yang terjadi di beberapa negara, maka 
tugas keimigrasian di daerah provinsi, kota/kabupaten 
maupun di negara yang bersangkutan terus mengalami 
peningkatan sejalan dengan karakteristik dinamika 
kehidupan warga . Untuk mengantisipasi 
fenomena demikian Direktorat Jenderal Imigrasi telah 
membuat langkah kebijakan: (1) Pembentukan kantor￾kantor imigrasi di daerah, (2) Peningkatan kelas 
beberapa kantor imigrasi, (3) Pembentukan direktorat 
intelijen, (4) Pembentukan rumah detensi imigrasi, 
(5) Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan (6) 
Pembentukan atase/konsul imigrasi pada perwakilan 
RI di Guangzhou-RRC.
Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang 
tersebar di daerah dan di luar negeri sampai dengan 
saat ini adalah sebagai berikut:
1) 115 kantor imigrasi, yang terdiri dari terdiri dari:
a) 7 kantor imigrasi kelas I khusus di: Soekarno￾Hatta, Batam, Ngurah Rai, Jakarta Barat, 
Jakarta Selatan, Medan, dan Surabaya.
b) 38 kantor imigrasi kelas I di: Ambon, 
Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, 
Bandung, Banjarmasin, Bengkulu, Denpasar, 
Gorontalo, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jambi, Jayapura, Kendari 
Kupang, Makassar, Malang, Manado, 
Mataram, Padang, Palangkaraya, Palembang, 
Palu, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Polonia, 
Pontianak, Samarinda, Semarang, Serang, 
Surakarta, Tangerang, Tanjung Pinang, 
Tanjung Perak, Tanjung Priok, Ternate, 
Yogyakarta.
c) 60 kantor imigrasi kelas II di: Atambua, 
Bagan Siapi Api, Belakang Padang, Belawan, 
Bengkalis, Biak, Bitung, Blitar, Bogor, Bukit 
Tinggi, Cilacap, Cilegon, Cirebon, Depok, 
Dumai, Entikong, Jember, Karawang, Kota 
Baru, Kuala Tungkal, Langsa, Lhokseumawe, 
Madiun, Mamuju, Manokwari, Maumere, 
Merauke, Meulaboh, Muara Enim, Nunukan, 
Pare-Pare, Pati, Pemalang, Pematang Siantar, 
Polewali Mandar, Ranai, Sabang, Sambas, 
Sampit, Sanggau, Selat Panjang, Siak, Sibolga, 
Singaraja, Singkawang, Sorong, Sukabumi, 
Sumabawa Besar, Tahuna, Tanjung Balai 
Asahan, Tanjung Balai Karimun, Tanjung 
Pandan, Tanjung Uban, Tarakan, Tasikmalaya, 
Tembaga Pura, Tembilahan, Tobelo, Tual, dan 
Wonosobo.
d) 10 kantor imigrasi kelas III di: Bekasi, Dabo 
Singkep, Kalianda, Tarempa, Kota Bumi, 
Pamekasan, Kediri, Tanjung Redep, Takengon, 
dan Labuan Bajo2) 13 rumah detensi imigrasi di: Tanjung Pinang, 
Balikpapan, Denpasar, DKI Jakarta, Kupang, 
Makassar, Manado, Medan, Pekanbaru, Pontianak, 
Semarang, Surabaya, dan Jayapura.
3) 33 tempat pemeriksaan imigrasi:
a) Bandar udara di: Sultan Iskandar Muda 
Banda Aceh, Maimun Saleh Sabang, Binaka 
Sibolga, Polonia Medan, Minangkabau 
Padang, Fatmawati Soekarno Bengkulu, 
Kijang Tanjung Pinang, Sultan Syarif Kasim 
II Pekanbaru, Hang Nadim Batam, Sultan 
Mahmud Badaruddin II Palembang, Belitung 
Tanjung Pandan, Pangkal Pinang, Soekarno￾Hatta Jakarta, Halim Perdana Kusuma Jakarta, 
Husein Sastranegara Bandung, Ahmad 
Yani Semarang, Adi Sumarmo Surakarta, 
Adi Sucipto Yogyakarta, Juanda Surabaya, 
Supadio Pontianak, Sepinggan Balikpapan, 
Tarakan, Sam Ratulangi Manado, Hasanuddin 
Makassar, Ngurah Rai Bali, Selaparang 
Mataram, El Tari Kupang, Pattimura Ambon, 
Sentani Jayapura, Jeffman Sorong, Frans 
Kaisiepo Biak, Mopah Merauke, dan Timika 
Tembagapura.
b) Pelabuhan laut di: Sabang, Malahayati Aceh, 
Krueng Raya Aceh, Lhokseumawe, Kuala 
Langsa Aceh, Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli 
Sibolga, Teluk NibungTanjung Balai Asahan, 
Kuala Tanjung Tanjung Balai Asahan, Teluk Bayur Padang, Yos Sudarso Dumai, Pekanbaru, 
Bagan Siapiapi, Bengkalis, Tembilahan, Selat 
Panjang, Sungai Guntung Tembilahan, Kuala 
Enok Tembilahan, Sri Bintan Pura Tanjung 
Pinang, Sri Baintan Tanjung Pinang, Tanjung 
Uban, Bandar Bentan Telani Lagoi Tanjung 
Uban, Bandar Seri Udana Lobam Tanjung 
Uban, Tanjung Balai Karimun, Belakang 
Padang, Nongsa Terminal Bahari Batam, 
Kabil Batam, Marina Teluk Senimba Batam, 
Batam Centre Batam, Citra Tritunas Batam, 
Batu Ampar Batam, Sekupang Batam, Ranai, 
Tarempa, Pulau Baai Bengkulu, Panjang 
Lampung, Palembang, Pangkal Balam Pangkal 
Pinang, Tanjung Kelian Bangka Belitung, 
Tanjung Gudang Bangka Belitung, Tanjung 
Pandan, Jambi, Kuala Tungkal, Tanjung 
Priok Jakarta, Cirebon, Ciwandan Cilegon, 
Tanjung Mas Semarang, Cilacap, Tanjung 
Perak Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, 
Besuki, Panarukan, Banyuwangi, Pontianak, 
Singkawang, Pemangkat Singkawang, Sintete 
Singkawang, Tri Sakti Banjarmasin, Kota Baru, 
Sampit, Balikpapan, Samarinda, Tarakan, 
Nunukan, Manado, Marore, Miangas, 
Tahuna, itung, Pantoloan Palu, Soekarno￾Hatta Makassar, Pare-Pare, Kendari, Buleleng 
Bali, Benoa Bali, Padang Bai Bali, Benete Mataram, Lembar Mataram, Tenau Kupang, 
Maumere, Ambon, Ternate, Tual, Jayapura, 
Biak, Merauke, Amamapare Tembagapura, 
Sorong, Siak Sri Indrapura Siak.
4) 79 pos lintas batas, di provinsi: Kalimantan 
Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, 
Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
5) 19 atase/konsul imigrasi pada Perwakilan RI di: 
Bangkok, Beijing, Berlin, Den Haag, Kuala Lumpur 
Malaysia, Singapura, Tokyo, Davao, Hongkong, 
Jeddah, Los Angeles, Penang, Sydney, Taipei, 
Johor, Dili, Guang Zhou, Kuching, dan Tawao.
c. Ketatalaksanaan
Hasil-hasil yang telah dicapai di bidang 
ketatalaksanaan sampai tahun 2003 adalah: (1) 
Pengolahan data kedatangan dan keberangkatan 
WNI/WNA di Direktorat Jenderal Imigrasi yang telah 
terekam dikirim dari tempat pemeriksaan imigrasi 
dengan sistem inteligent character recognation (ICR), 
(2) Perekaman dan penyimpanan data keimigrasian 
melalui electronic filing system, (3) Penyusunan 
pola umum kriteria klasifikasi kantor imigrasi, (4) 
Perencanaan SIMKIM, standarisasi pola umum 
bangunan UPT imigrasi dan standarisasi pelayanan 
imigrasi.
d. Sumber Daya Manusia

Pada era globalisasi ini diperkirakan pelanggaran 

keimigrasian akan meningkat dan lebih canggih 

sebagai ekses meningkatnya jumlah dan frekuensi 

lalulintas orang antarnegara. Keberadaan dan kegiatan 

orang asing di wilayah Indonesiaakan semakin 

meningkat. Untuk itu Direktorat Jenderal Imigrasi 

memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang lebih 

berkualitas, profesional, memiliki etos kerja yang 

baik, berdedikasi tinggi dan bermoral. Implementasi 

kebijakan pengembangan SDM yang bersinergi dengan 

penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, 

antara lain dilakukan dengan penyelenggaraan: (1) 

Pembukaan kembali Akademi Imigrasi Tahun 2000, 

(2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis Keimigrasian, dan 

(3) Pendidikan dan Latihan Penjenjangan. Selain itu 

program pendidikan luar negeri bagi pejabat/pegawai 

imigrasi mulai dilaksanakan yang bersifat akademis 

yaitu Strata S-2 (Magister/Master) dan Strata S-3 

(Doktoral/PhD), maupun shortcourse (diklat singkat), 

antara lain di negara Australia, Taiwan, Jepang, 

dan Korea Selatan. Untuk dalam negeri juga telah 

dikembangkan program pendidikan beasiswa bekerja 

sama dengan perguruan tinggi negeri antara lain 

Universitas negara kita dan Universitas Padjajaran. Ini 

tidak termasuk dengan peningkatan kapasitas pegawai 

imigrasi secara personal yang bersifat swadaya dengan 

menempuh pendidikan baik Strata S-1 maupun 

pascasarjana di beberapa perguruan tinggi terkemuka seperti Universitas Diponegoro, Universitas Sumatera 

Utara, Universitas Udayana, Universitas Sebelas Maret, 

dan lainnya.

e. Sarana dan Prasarana

Program pengembangan sarana dan prasarana 

yang difokuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi 

antara lain: (1) Pembangunan fisik gedung kantor￾kantor Imigrasi di daerah, (2) Pembangunan fisik 

rumah detensi imigrasi, (3) Peningkatan fasilitas 

pos lintas batas di daerah-daerah perbatasan 

antarnegara, (4) Pengadaan fasilitas visa on arrival/

visa kunjungan saat kedatangan di beberapa bandara 

internasional, (5) Pengadaan full inteligent character 

recognation (ICR) di beberapa unit pelaksana teknis 

yang membawahi tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), 

(6) Pengadaan electronic filing system di Direktorat 

Jenderal Imigrasi, (7) Perencanaan pembangunan 

sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIM), 

(8) Pembangunan laboratorium forensik di Direktorat 

Jenderal Imigrasi, (9) Pengadaan alat EDISON untuk 

mengetahui spesifikasi paspor kebangsaan seluruh 

negara, (10) Pengadaan alat untuk mendeteksi 

dokumen palsu, (11) Rencana pembangunan border 

management information system dan alert system

bekerja sama dengan Department of Imigration and 

Multi Cultural and Indigeneous Affairs (DIMIA) dan 

International Organization for Migration (IOM).f. Pengaturan Keimigrasian

Pada era reformasi Direktorat Jenderal Imigrasi 

telah melakukan beberapa pengaturan mengenai 

masalah keimigrasian antara lain: (1) Pengaturan bebas 

visa secara resiprokal, dan pengaturan Visa On Arrival

(VOA), (2) Pengaturan visa khusus bagi turis lanjut 

usia (Lansia), (3) Pengaturan fasilitas APEC Business 

Travel Card (ABTC), (4) pengawasan, penangkalan dan 

penindakan orang asing, (5) visa stiker, (6) kerja sama 

keimigrasian baik di dalam negerimaupun di luar 

negeri, (7) pendeportasian imigran ilegal, (8) masalah  

pemalsuan paspor untuk TKI, (9) pencegahan dan 

penangkalan, (10) Clearence House (CH), yaitu forum 

koordinasi dengan anggota terdiri dari instansi yang 

menangani orang asing untuk melakukan penelitian 

dalam rangka memberikan persetujuan visa bagi 

negara-negara tertentu yang dikategorikan sebagai 

negara rawan dari sisi ipoleksosbudhankamnas serta 

keimigrasian.

2. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah serta 

Divisi Keimigrasian Kementerian Hukum Dan HAM

 Tugas Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan 

HAM

Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan 

tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak 

Asasi Manusia dalam wilayah Provinsi berdasar  kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan 

ketentuan peraturan perundang-undangan.26

 Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan 

HAM

Dalam melaksanakan tugas, Kantor Wilayah 

menyelenggarakan fungsi:

a. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian 

program, dan pelaporan;

b. Pelaksanaan pelayanan di bidang administrasi 

hukum umum, hak kekayaan intelektual, dan 

pemberian informasi hukum;

c. Pelaksanaan fasilitasi perancangan produk 

hukum daerah, pengembangan budaya hukum 

dan penyuluhan hukum, serta konsultasi dan 

bantuan hukum;

d. Pengkoordinasian pelaksanaan operasional 

Unit Pelayanan Teknis di lingkungan 

Kementerian Hukum dan HAM di bidang 

keimigrasian dan bidang pewarga an;

e. Penguatan dan pelayanan hak asasi manusia 

dalam rangka mewujudkan penghormatan, 

pemenuhan, pemajuan, perlindungan, dan 

penegakan hak asasi manusia;f. Pengembangan budaya hukum dan pemberian 

informasi hukum, penyuluhan hukum, dan 

diseminasi hak asasi manusia; dan

g. Pelaksanaan urusan administrasi di ling￾kungan Kantor Wilayah.27

 Tugas dan Fungsi Divisi Keimigrasian28

Divisi Keimigrasian bertugas melaksanakan seba￾gian tugas Direktorat Jenderal Imigrasi di wilayah. 

Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:

a. pembinaan dan pengendalian pelaksanaan 

tugas teknis di bidang lalu lintas keimigrasian, 

izin tinggal, dan status keimigrasian serta 

penindakan keimigrasian dan rumah detensi 

imigrasi;

b. pelaksanaan kerja sama, pemantauan, eva￾luasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan 

tugas teknis di bidang lalu lintas keimigrasian, 

izin tinggal, dan status keimigrasian serta 

penindakan keimigrasian dan rumah detensi 

imigrasi;

c. penyusunan rencana, program, kegiatan,dan 

anggaran di lingkungan Divisi Keimigrasian; 

dan

d. pengkoordinasian perencanaan dan pelak￾sanaan pengelolaan sumber daya manusia,sarana dan prasarana, serta administrasi 

keuangan di lingkungan Unit Pelaksana 

Teknis Imigrasi berkoordinasi dengan Divisi 

Administrasi.

3. Identitas Responden

Telah disinggung dalam bagian Metode Penelitian, 

bahwa Populasi sasaran penelitian berpendekatan 

kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian ini adalah para 

Pejabat Keimigrasian. sedang  Sampel penelitian adalah 

Kepala Divisi Imigrasi kanwil, KaUPT/Kakanim, pejabat 

Keimigrasian di Kanim, dan TPI. Responden penelitian ini 

ditentukan secara purposive dalam lingkup Kanwil, Divisi 

Imigrasi, UPT Imigrasi. 

Berikut ini disajikan Tabel 1 tentang Persebaran 

Responden Menurut Kantor Wilayah yang terpilih.

4. Deskripsi Wilayah Kajian

. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera 

Utara

. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan 

memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 (seratus 

dua puluh satu) orang yang terdiri dari: Struktural: 

7 orang dan Non Struktural: 104 orang.

Keadaan ini dapat dilihat dalam bentuk 

matrik sebagai berikut:

1.2. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM 

Kepulauan Riau

1.2.1. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam30

Seiring dengan pertumbuhan Pulau Batam 

sebagai kawasan industri, pariwisata dan 

perdagangan, Kantor Imigrasi Batam telah 

berkembang menjadi kantor dengan aktifitas 

kerja yang cukup tinggi setiap harinya. Padahal 

pada awalnya, tahun 1971 Kantor Imigrasi Batam 

masih merupakan sebuah Pos Pendaratan di 

Pelabuhan Batu Ampar, yang berada dalam ruang 

lingkup koordinasi Kantor Direktorat Jenderal 

Imigrasi Belakang Padang. lalu dalam 

perkembangannya dibentuk Kantor Direktorat 

Jenderal Imigrasi Sekupang berdasar  Surat 

Keputusan Menteri Kehakiman No. J.S.4/4/21 

Tahun 1979 tanggal 12 Mei 1979. Kantor Direktorat 

Jenderal Imigrasi Sekupang ini  diresmikan 

pada tanggal 7 April 1980 yang lalu akan 

berkembang sesuai dengan kemajuan derap 

pembangunan kota Batam sebagai suatu daerah 

yang dirancang khusus sebagai wilayah relokasi 

industri sekaligus merupakan pintu gerbang 

negara kita di daerah segitiga Singapura-Johor-Riau 

(Sijori). berdasar  Surat Keputusan Menteri 

Kehakiman RI Nomor: M.03-PR.07.04 Tahun 

1991 tanggal 15 April 1991, wilayah kerja Kantor 

Imigrasi Sekupang meliputi Kota Batam 

dikurangi Kecamatan Belakang Padang. Karena 

gedung Kantor Imigrasi Sekupang yang terletak 

di Sekupang kondisi bangunannya sudah tidak 

memadai lagi, maka dilakukan perpindahan kantor 

ke gedung baru di Batam Centre yang lalu 

diresmikan pada tanggal 30 April 1994. Pada 

saat itu Kantor Imigrasi Sekupang membawahi 5 

(lima) Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) dengan 

wilayah kerjanya yang mencakup Pulau Batam, 

Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang 

Baru.

Karena semakin pesatnya pelaksanaan 

pembangunan di Pulau batam dan sekitarnya, 

maka berdasar  Surat Keputusan Menteri 

Kehakiman RI Nomor M.04-PR.07.04 Tahun 1995 

tanggal 7 Agustus 1995, Kantor Imigrasi Sekupang 

penamaannya berubah menjadi Kantor Imigrasi 

Batam dengan wilayah kerja yang meliputi Kota 

Batam (dikurangi Kecamatan Belakang Padang) 

yang juga meliputi Pulau Rempang, Pulau Galang, 

Pulau Galang Baru dan sekitarnya. Kantor Imigrasi 

Batan merupakan Kantor Imigrasi dengan 

klasifikasi Kelas I dan wilayah kerjanya sama dan 

disesuaikan dengan wilayah kerja Otorita Batam. Luas Wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam jika 

diperinci adalah sebagai berikut:

1. Pulau Batam : 415 km

2. Pulau Rempag : 165,83 km

3. Pulau Galang : 80 km

4. Pulau Galang Baru : 32 km

Jika dijumlah keseluruhannya, maka total luas 

wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam seluruhnya 

adalah 715 km. Luas ini  adalah 110% dari 

luas negara tetangga Singapura yang merupakan 

negara kota yang interaksinya paling banyak 

dengan Pulau Batam.

Saat ini ada lima TPI di wilayah kerja Kantor 

Imigrasi Batam, yaitu:

1. TPI Pelabuhan Udara Hang Nadim.

2. TPI Pelabuhan Laut Batu Ampar.

3. TPI Pelabuhan Laut Sekupang.

4. TPI Pelabuhan Laut Nongsa Pura.

5. TPI Pelabuhan Laut Marina Teluk Senimba.

Pada tanggal 8 Agustus 2003 telah 

dioperasikan Pelabuhan Laut (terminal ferry) 

baru di dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi 

Batam, yakni Pelabuhan Batam Centre. Sedianya 

TPI baru ini adalah pindahan dari Terminal Ferry 

penumpang di Batu Ampar. ini  merupakan 

realisasi pengembangan Pelabuhan Batu Ampar 

sebagaimana yang telah direncanakan oleh
Otorita Batam. Pelabuhan Batu Ampar diperluas 

dengan tujuan untuk dijadikan pelabuhan 

internasional khusus kontainer dan general cargo. 

Secara resmi pelabuhan Batam Centre belum 

ditetapkan sebagai TPI, namun demikian saat ini 

telah dioperasikan dan tengah diusulkan ke Kantor 

Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi 

Manusia Riau agar Terminal Ferry Internasional 

Batam Centre dapat ditetapkan sebagai TPI yang 

baru dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam. 

Apabila ini   disetujui maka ada 6 TPI yang 

berada di dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi 

Batam.

Kantor Imigrasi Batam termasuk salah satu 

Kantor Imigrasi yang mengalami perkembangan 

yang sangat pesat, karena kedudukannya signifikan 

dengan pola pengembangan dan pembangunan 

Pulau Batam. Oleh karena itu dalam rangka untuk 

lebih memacu pengembangan kawasan terpadu 

Kepulauan Riau telah dilakukan pengaturan 

keimigrasian sesuai dengan perkembangan 

keadaan dan kebutuhan suatu daerah industri 

dan wilayah usaha (”bonded warehouse”). Kantor 

Imigrasi Batam menjadi salah satu Kantor Imigrasi 

yang melaksanakan kebijakan khusus di bidang 

keimigrasian, sesuai dengan Surat Keputusan 

Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02.IL.01.10 

TAHUN 1998 tentang Penetapan Seluruh Kawasan 

Industri Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Belakang Padang, Pulau Bintan, 

dan Pulau Karimun Sebagai Kawasan Berstatus 

Khusus di Bidang Keimigrasian.

Kebijakan ini  dikeluarkan dalam 

rangka menyesuaikan dengan perkembangan 

pembangunan di wilayah Pulau Batam yang 

tingkat interaksi dan hubungan dengan orang 

asing sangat tinggi untuk mendorong masuknya 

investasi dari luar negeri. Oleh karena itu terdapat 

beberapa fasilitas kemudahan bagi orang asing 

yang akan berkunjung ke wilayah ini . Dengan 

diberlakukannya keputusan Menteri Kehakiman 

Nomor: M.02.1L.01.10 Tahun 1998 ini , maka 

bagi para pengusaha dan pekerja asing yang 

melakukan kegiatan parsial-kondisional yakni 

kegiatan yang bersifat kerja sementara di wilayah 

Otorita batam dapat memakai  fasilitas 

keimigrasian berupa Visa Saat Kedatangan (Visa 

on Arrival) dan Visa Kunjungan Beberapa kali 

Perjalanan (VKUBP). 

Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam 

merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di 

Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum 

dan HAM Kepulauan Riau, yang mempunyai tugas 

melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi 

Kementerian Hukum dan HAM RI di bidang 

keimigrasian khususnya di wilayah Kepulauan 

Riau.Untuk melaksanakan tugas ini  Kantor 

Imigrasi Kelas I Khusus Batam mempunyai fungsi:

a) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang 

informasi dan sarana komunikasi keimigrasian

b) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang 

lalu lintas keimigrasian

c) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang 

status keimigrasian

d) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang 

pengawasan dan penindakan keimigrasian

e) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang 

pendaratan dan izin masuk keimigrasian

1.3. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali

1.3.1. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai31

Pemberian nama Kantor Imigrasi Ngurah 

Rai adalah mengikuti atau menyesuaikan dengan 

nama Bandara Udara Ngurah Rai, yang diabadikan 

dari nama seorang Pahlawan pejuang yang secara 

gigih melawan penjajah Belanda bernama “Ngurah 

Rai”. Kantor Imigrasi Ngurah Rai pada awalnya 

yaitu sekitar tahun 1969 merupakan Kantor Resort/

Pos Pendaratan di Pelabuhan Udara Ngurah Rai 

dan berada dibawah tanggung jawab Kepala 

Kantor Daerah Imigrasi Denpasar. Kantor Resort 

Daerah Imigrasi Ngurah Rai pada waktu itu belum 

mempunyai gedung kantor, lalu pihak 

Perum Angkasa Pura meminjamkan sebuah rumah 

yang terletak di Jalan Kemayoran No. 1. Rumah 

ini  difungsikan sebagai kantor dan sekaligus 

rumah atau mess yang dihuni oleh kurang lebih 

5 (lima) orang pegawai tata usaha dan sekaligus 

untuk “standby” jika ada pesawat non schedule

yang datang tiba-tiba. berdasar  keputusan 

Menteri Kehakiman R.I. No. M.01.PR.07.04 

Tahun 1983 Kantor Resort Imigrasi Ngurah Rai 

dipisahkan dari Kantor Imigrasi Denpasar dan 

dibentuk menjadi Kantor Imigrasi Kelas II Ngurah Rai dengan wilayah kerja Pelabuhan Udara Ngurah 

Rai dan Kecamatan Kuta diresmikan pada tanggal 

26 November 1983. Kantor Imigrasi Ngurah Rai 

memiliki wilayah kerja 1 (satu) kabupaten dan 

3 (tiga) kecamatan yaitu Kabupaten Badung, 

Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta Selatan, 

dan Kecamatan Kuta Tengah.

Aktivitas keimigrasian Kantor Imigrasi 

Ngurah Rai terfokus pada pelayanan seperti 

dalam hal pemberian Surat Perjalanan Republik 

Indonesia, pemberian dan perpanjangan Izin 

Tinggal bagi orang asing yang dari tahun ke tahun 

menunjukan peningkatan yang cukup signifikan. 

Selain kegiatan pelayanan keimigrasian, aspek 

penegakan hukum di Kantor Imigrasi Ngurah 

Rai selama ini berjalan cukup baik. ini  dapat 

dilihat dari intensitas tindakan keimigrasian dan 

jumlah orang asing yang di karantina pada Kantor 

Imigrasi Ngurah Rai selama kurun waktu 3 (tiga) 

tahun terakhir ini relatif cukup tinggi. Kesemuanya 

itu tidak terlepas dari peran serta personil Kantor 

Imigrasi Ngurah Rai dalam melaksanakan tugas 

keimigrasian serta koordinasi dengan instansi 

yang terkait dalam Sistem Pengawasan Orang 

Asing (SIPORA) yang selama ini berjalan dengan 

baik.

Kantor Imigrasi Ngurah Rai memiliki 1 

(satu) Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yaitu 

TPI Bandara Udara Ngurah Rai. Bandara Udara Ngurah Rai adalah merupakan salah satu bandara 

Internasional yang terbesar ketiga setelah Bandara 

Udara Soekarno Hatta (Jakarta) dan Bandara 

Juanda (Surabaya), dimana bandar udara ini 

terkenal akan aktivitas lalu lintas orang asing yang 

akan berkunjung ke pulau Bali. Pulau bali dengan 

segala keindahan alamnya telah dikenal oleh 

para wisatawan di seluruh dunia dimana jumlah 

wisatawan mancanegara yang datang ke pulau ini 

dari tahun ke tahun relatif cukup signifikan.

Sektor pariwisata di pulau Bali memberikan 

kontribusi terbesar bagi pemasukan devisa negara. 

Volume lalu lintas orang keluar masuk wilayah 

negara kita melalui TPI Udara Ngurah Rai, baik 

itu angka keberangkatan maupun kedatangan, 

terutama warga negara asing dari tahun ke tahun 

relatif cukup tinggi. Pada umumnya kebanyakan 

orang asing datang ke pulau Bali dengan tujuan 

wisataakan tetapi tidak sedikit juga orang asing 

yang datang ke pulau ini untuk melakukan 

kegiatan bisnis maupun bekerja.

 Selajutnya berdasar  Surat Keputusan 

Menteri Kehakiman No. M.14.PR.07.04 Tahun 

2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri 

Kehakiman Republik negara kita No. M.03-

PR.07.04 Tahun 1991 tentang Organisasi dan Tata 

Kerja Kantor Imigrasi, menaikan kelas Kantor 

Imigrasi Ngurah Rai dari semula Kantor Imigrasi 

Kelas I menjadi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus.Seiring dengan perkembangan dan keadaan 

potensi wilayah kerja ini , Kantor Imigrasi 

Ngurah Rai senantiasa mengembangkan segala 

sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan 

tugas dan fungsi keimigrasian dalam rangka 

mewujudkan good immigration services baik itu 

terhadap warga negara negara kita maupun warga 

negara asing dengan tetap mengedepankan aspek 

keamanan dan penegakan hukum.

1.3.2. Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar32

Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar yang 

memiliki Wilayah Kerja yang cukup luas 

mencakup 5 kabupaten dan 1 kota madya memiliki 

tugas untuk membentuk Tim Pengawasan Orang 

Asing (PORA) di setiap Kabupaten / Kota. 

Pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing 

(PORA) merupakan Amanat Undang-Undang No. 

6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan 

Pemerintah No. 31 Tahun 2013 yang salah satu 

pasalnya memberikan kewenangan kepada Kantor 

Imigrasi untuk mengeluarkan Surat Keputusan 

Tim PORA. Untuk itu Kantor Imigrasi Kelas I 

Denpasar telah membentuk Tim Pengawasan 

Orang Asing (PORA) yang tertuang didalam DIPA Tahun Anggaran 2016 dan Kalender Kerja Tahun 

2016 Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar.

Pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing 

(PORA) dilakukan untuk:

1. Mengimplementasikan Tema dari Direktorat 

Jenderal Imigrasi Tahun 2016 yaitu 

“PENEGAKAN HUKUM ( GAKKUM )”

2. Untuk saling memberikan informasi tentang 

Keberadaan dan kegiatan orang asing, 

khususnya yang berada di wilayah Kabupaten 

Klungkung.

Mengutip pendapat Kepala Kantor Imigrasi 

Kelas I Denpasar, Fery Monang Sihite, SH, MH 

terkait dengan adanya pemberlakuan Kebijakan 

Nasional Bebas Visa Kunjungan Wisata (BVKW) 

dan warga  Ekonomi ASEAN (MEA), tentu 

harus didukung oleh seluruh lembaga pemerintah 

dan warga  demi membuka kesempatan bagi 

orang asing untuk memberikan azas manfaat bagi 

Indonesia. Namun disatu sisi soal keamanan tidak 

boleh diabaikan mengingat konsekuensi sebagai 

daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan 

seperti Bali tentu sisi pengawasan dan penegakan 

hukum Keimigrasian mutlak diperlukan. 

Pelayanan Keimigrasian di Bali ada tiga kantor 

pelayanan dan satu Rumah Detensi, jadi kantor 

pelayanan Keimigrasian ini , meliputi Kantor 

Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Kantor Imigrasi 
Kelas II Singaraja mewilayahi Jembrana, Buleleng 

dan Karangasem dan Kantor Imigrasi Kelas I 

Denpasar yang mewilayahi, Denpasar, Gianyar, 

Bangli, Tabanan dan Klungkung. Terkait dengan 

pengawasan, izin tinggal masuk maupun izin 

tinggal bertolak itu menjadi kewenangan Imigrasi 

Ngurah Rai, kalau izin tinggal keimigrasian 

pelayanan paspor menjadi kewenangan dimasing￾masing Imigrasi. 

Terkait dengan pengawasan dan penegakan 

hukum, prinsipnya secara normatif orang asing 

yang akan melakukan kegiatan di Bali harus 

sesuai dengan izin tinggal yang diberikan. Kalau 

tidak sesuai itulah yang diberikan teguran, 

jikalau teguran tidak diindahkan, maka diberikan 

pemahaman dan tindakan sanksi Keimigrasian. 

Tindakan sanksi Keimigrasian ada beberapa 

macam, ada yang sifatnya sanksi administratif dan 

sifatnya sanksi projustisia. Sanksi administrasi 

yang dikenakan berupa deportasi. Sanksi ini 

juga ada degradasinya atau tingkatanya, kalau 

pelanggaranya berat dimasukan dalam daftar 

penangkaran, namun ada pelanggaran yang 

diselesaikan dengan administratif dan ada juga 

lewat Pengadilan. Pengawasan WNA yang ada 

di wilayah Imigrasi Denpasar, selama ini sudah 

berkoordinasi dengan baik melibatkan pihak￾pihak Keamanan seperti Kepolisian, Kesbangpol, 

Polsek-Polsek, Disnaker, Pemda dan warga , bahkan pihaknya pun mengaku punya tim PORA 

(Pengawasan Orang Asing).33

Berkenaan dengan deportasi, data yang 

ada di wilayah Imigrasi Denpasar selama 2015 

menunjukan sebanyak 109 WNA terkena 

deportasi, sedang  pada Februari 2016 terdapat 

2 orang yang dideportasi. 

1.4. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM 

Kalimantan Barat

1.4.1. Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak34

Imigrasi sebagai pintu gerbang pertama 

masuknya warga asing ke wilayah negara kita turut 

serta menjaga kedaulatan Republik Indonesia. 

Kesatuan geopolitik negara kita dengan doktrin 

wawasan nusantara menjadikan kedudukan 

imigrasi begitu penting dan dominan sebagai 

institusi pertama yang menentukan arus masuk 

dan mobilitas manusia dari seluruh penjuru dunia. 

Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak merupakan 

salah satu Unit Pelaksana Teknis dimana tugas 

pokoknya adalah melaksanakan sebagian tugas 

pokok dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM 

dibidang keimigrasian diwilayah kerjanya. sedang  Fungsi Kantor Imigrasi Kelas I 

Pontianak yaitu:

1) Melaksanakan tugas pokok keimigrasian 

dibidang informasi dan sarana komunikasi 

keimigrasian.

2) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang 

lalulintas keimigrasian.

3) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang 

status keimigrasian.

4) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang 

pengawasan dan penindakan keimigrasian.

Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak yang 

dibangun pertama kali pada tahun 1986 berlokasi 

di Jalan Letjen Sutoyo No.122, Pontianak.lalu 

dibangun kembali pada tahun 2011 diatas lahan 

seluas 2.532 m² dengan luas bangunan 1.275 m² 

meliputi area depan 902 m² dan belakang 373 m². 

Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak 

meliputi Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, 

Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Landak, 

Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong 

Utara serta memiliki 2 Tempat Pemeriksaan 

Imigrasi (TPI) yaitu di Bandara Internasional 

Supadio Pontianak dan Pelabuhan Dwikora. Pada 

TPI Bandara Internasional Supadio Pontianak 

yang berlokasi di Kabupaten Kubu Raya melayani 

tiap orang yang akan keluar dan masuk ke wilayah 

negara kita dengan tujuan Malaysia serta Singapura. sedang  TPI Pelabuhan Dwikora melayani 

clereance crew. Dengan 4 orang personil pelayanan 

di TPI Bandara Internasional Supadio Pontianak, 

serta 3 orang di TPI Pelabuhan Dwikora siap 

melayani serta menjaga kedaulatan Republik 

Indonesia. Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak 

juga memiliki Pos Imigrasi yang terletak di 

Kabupaten Ketapang yang dibangun sejak tahun 

2007. Jumlah Pegawai Kantor Imigrasi Kelas I 

Pontianak sebanyak 58 orang dengan rincian 38 

orang pria dan 20 orang wanita.Dengan sumber 

daya manusia yang ada Kantor Imigrasi Kelas I 

Pontianak siap melayani warga  Kalimantan 

Barat khususnya Kota Pontianak dan sekitarnya. 

Usia Imigrasi negara kita saat ini telah sampai 

yang ke 62 tahun, serangkaian pencapaian yang 

didapat hingga saat ini, telah terbangunnya 

sistem aplikasi berbasis teknologi informasi 

dan komunikasi untuk mendukung pelayanan 

keimigrasian. Pembangunan sistem informasi 

manajemen keimigrasian atau (SIMKIM) pertama 

kali dibentuk pada tahun 2007 dan akan terus 

berkembang hingga saat ini. warga  dapat 

secara luas menikmati terselenggaranya SIMKIM 

ini, melalui penerapan sistem E-Office yaitu 

sistem penerbitan Dokumen Perjalanan Republik 

Indonesia, penerapan E-Paspor serta permohonan 

Visa secara on-line.Pelayanan berbasis IT ini memungkinkan 

warga  untuk membuat permohonan dan 

mengurus paspor serta mengajukan visa secara 

online dimana pun dia berada melalui website 

www.imigrasi.go.id. Dan sekarang dalam rangka 

optimalisasi pelayanan sebaik-baiknya kepada 

warga  dan seiring dengan intensitas 

pelayanan yang semakin meningkat, maka pada 

tahun 2002 saat kepemimpinan Bapak Sutiyadi 

(alm) mulai dirintis usaha  untuk memiliki gedung 

yang lebih layak dan memadai dalam rangka 

memberikan kenyamanan baik bagi pegawai yang 

melayani, maupun bagi warga  yang dilayani.

lalu pada tahun anggaran 2005 saat 

kepemimpinan Bapak Muslim Mashudi,mulailah 

dibangun tahap-1 pembangunan gedung baru 

berupa pengadaan tanah dan pematangan lahan 

serta pondasi bangunan. Bangunan gedung dua 

lantai dengan luas bangunan keseluruhan 1.404 

m² berdiri diatas lahan seluas 5960 m² yang 

merupakan tanah milik kantor Imigrasi Kelas I 

Pontianak. Anggaran proyek untuk pembangunan 

gedung kantor Imigrasi Kelas I Pontianak ini  

telah diajukan melalui PRADUP tahun 2005/2006 

sebesar Rp.6.577.000.000,- (Enam milyar lima 

ratus tujuh puluh tujuh juta rupiah) dan terealisasi 

pada tahun 2005, hingga pada tanggal 23 Februari 

2007 diresmikanlah gedung baru ini  oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bapak 

Hamid Awaludin.

Dengan layanan ini warga  tidak perlu 

mengantri, cukup mengisi form isian dan 

mencantumkan softcopy surat identitas diri 

serta persyaratan pendukung lain. ini  akan 

menyingkat waktu pemohon, bebas dari antrian 

serta bebas calo. Untuk mengimplementasikan 

rencana aksi pencegahan dan pemberantasan 

korupsi, dilingkungan Kantor Imigrasi telah 

dilakukan tonggak kemudahan bagi warga  

diantaranya penerbitan paspor 4 hari kerja setelah 

photo dan wawancara yang bebas dari pungutan 

liar, menertibkan biro jasa, menyediakan layanan 

pengaduan melalui email kanim_pontianak@

imigrasi.go.id dan SMS Centre 081256301001 

serta seluruh pejabat struktural dan fungsional 

telah menandatangani Pakta Integritas yang 

menandakan kesungguhan seluruh pegawai 

Kantor Imigrasi dalam mendukung rencana 

aksi ini . Dokumen Perjalanan Republik 

negara kita atau Paspor adalah dokumen resmi yang 

dikeluarkan oleh pemerintah Republik negara kita 

yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku 

untuk melakukan perjalanan ke luar negeri atau 

masuk wilayah Negara Republik Indonesia.1.4.2. Kantor Imigrasi Kelas II Entikong35

Pada tahun 1980 Pos Lintas Batas Entikong 

mulai dibuka di bawah kendali Kanim Pontianak. 

berdasar  Kep. Menkeh RI No. M.01.PW.09.02-

TH.1989 ditentukan sebagai pintu keluar masuk 

antar negara melalui darat dan berfungsi sebagai 

tempat perlintasan keimigrasian bagi penduduk 

wilayah perbatasan pemegang Pas Lintas Batas 

(PLB) dan tempat perlintasan keimigrasian bagi 

pemegang paspor WNI atau WNA, status beralih 

di bawah kendali Kanim Sanggau. Pada tanggal 

01 April 1992 diresmikan menjadi Kanim kelas 

III. Lalu berdasar  Kep. Menkeh RI. No. M. 06-

PW.09.02 Tahun 1995 menjadi TPI, dan berubah 

menjadi Kanim kelas II berdasar  Kep. Menkeh 

dan HAM RI. No. M.05.PR.07.04 Tahun 2004. 

Kanim kelas II Entikong membawahi 2 

wilayah kecamatan yaitu kecamatan Entikong dan 

kecamatan Sekayam. Saat ini jumlah SDM yang 

ada berjumlah 47 orang dengan rincian sebagai 

berikut, 31 orang di Kanim (13 struktural dan 18 

JFU); 15 orang di TPI (2 pejabat imigrasi dan 13 

JFU); dan untuk Pos lintas Batas Segumon 1 orang










Peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan 
kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan 
keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia. 
Oleh karena itu, penyelenggaraan lalu-lintas orang keluar￾masuk wilayah Negara Kesatuan Republik negara kita 
(NKRI) harus dilakukan secara konsisten. Kondisi ini  
mengharuskan jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi mengambil 
langkah-langkah untuk mengantisipasinya melalui berbagai 
pengembangan penggunaan teknologi informasi. Undang￾Undang Keimigrasian menyebutkan bahwa yang dimaksud 
keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk 
dan keluar Wilayah negara kita serta pengawasannya dalam 
rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara (pasal 1 angka (1) 
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian). 
Dari batasan ini mengisyaratkan adanya dua kelompok tugas 
yang dilaksanakan institusi keimigrasian yaitu pelayanan 
terhadap lalu lintas orang dan pengawasan terhadap orang  
asing. Kedua tugas inilah yang harus diselenggarakan oleh 
institusi keimigrasian dengan harapan pelaksanaan tugas 
dimaksud tetap berada dalam kerangka kepentingan nasional. 
Operasionalisasi tugas pelayanan diisyaratkan tidak hanya 
terbatas bagi Warga Negara negara kita saja, tetapi juga terhadap 
Warga Negara Asing. Dalam praktiknya jenis pelayanan ini 
akan meliputi pelayanan pemberian dokumen perjalanan, 
dokumen keimigrasian dan lain sebagainya. Sedang bidang 
pengawasan, secara inklusif sebagaimana batasan tentang 
keimigrasian, pengawasan dilakukan terhadap orang asing baik 
yang menyangkut keberadaan maupun aktivitasnya. Terkait 
dengan pengawasan sebagai bentuk pelaksanaan penegakan 
hukum keimigrasian, salah satu esensi pokok yang perlu kita 
pahami bahwa eksistensi dan aktivitas orang asing itu mesti 
memberikan nilai positif bagi pelaksanaan pembangunan 
bangsa. Menuju ke arah itulah tugas pengawasan itu terus 
diselenggarakan dan dikembangkan baik strategi maupun 
metodenya. Sejalan dengan perkembangan warga  dunia 
dimana batas-batas negara semakin kabur atau yang lazim 
disebut borderless world, kunjungan antar negara sudah lazim 
dilakukan. Frekuensinya pun cepat. Ratusan ribu hingga jutaan 
orang asing setiap tahunnya. 
Setidaknya ada tiga (3) tahap pemberlakuan pemberian 
fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) yang ditetapkan 
melalui peraturan Presiden. Tahap pertama, Peraturan Presiden 
Nomor 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan yang 
ditandangani Presiden pada 9 Juni 2015. Ada 30 negara yang 
mendapatkan fasilitas BVKS. Tiga bulan lalu, kebijakan 
BVKS tahap II mulai diberlakukan dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2015 tentang Perubahan atas 
Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2015. Dalam Perpres yang 
ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 18 September 2015 itu, 
jumlah negara penerima fasilitas BVKS meningkat menjadi 75. 
Dan tahap III melalui Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2016, 
jumlah negara penerima fasilitas BVK meningkat menjadi 169 
negara. berdasar  Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015 
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 
2015 tentang Bebas Visa kunjungan, disebutkan bahwa bagi 
orang asing warga negara dari negara tertentu untuk masuk ke 
wilayah Negara Republik negara kita dibebaskan dari kewajiban 
memiliki visa kunjungan dengan memperhatikan asas timbal 
balik (resiprokal) dan manfaat. Izin tinggal kunjungan 
diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat 
diperpanjang masa berlakunya atau dialih statuskan menjadi 
izin tinggal lainnya (pasal 6 angka (4) Perpres No. 104 Tahun 
2015). Izin diberikan bagi orang asing dalam rangka tugas 
pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, wisata, bisnis, 
keluarga, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara 
lain (pasal 6 angka (2), lihat juga pasal 38 UU Keimigrasian). 
Pada kondisi dunia saat ini, dimana perjalanan mengelilingi 
belahan bumi manapun menjadi sangat mudah dan memiliki 
frekuensi yang tinggi, maka bandara dan pelabuhan dapat 
dikatakan sebagai perbatasan dan tempat pemeriksaan 
keimigrasian yang menjadi ujung tombak keluar-masuknya 
orang asing di wilayah NKRI. Mengelola kedua tempat ini  
di abad ini adalah sebuah tugas yang lebih kompleks dan 
menantang dibandingkan sebelumnya. Manajemen sumber 
daya manusia adalah sebuah faktor yang amat penting untuk menunjang tugas dan fungsi keimigrasian. Merekrut orang￾orang yang mampu saja mungkin tidak akan cukup. Mereka 
haruslah orang-orang yang berdedikasi, dengan sebuah 
pemahaman yang jelas akan tujuan dan signifikansi dari tugas 
mereka. Tanpa personel yang terlatih secara profesional, 
harmonisasi dari standar dan kerjasama antar negara, maka 
kejahatan terorganisir akan terus memanfaatkan kekeroposan 
keamanan pintu keluar-masuk negara dan petugas keamanan 
pintu keluar-masuk negara yang termotivasi dengan buruk dan 
tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai. 
Kebijakan bebas visa diharapkan akan berdampak positif 
bagi perkembangan pariwisata tanah air. Perkembangan 
industri kerajinan daerah juga sangat menopang keberadaan 
negara kita sebagai salah satu daerah kunjungan wisata dunia. 
ini   juga secara tidak langsung mempengaruhi 
perkembangan perekonomian daerah ini  yang akhirnya 
juga berarti menunjang perekonomian nasional pada 
umumnya.
Selain merupakan daerah kunjungan wisata, negara kita 
juga menarik bagi para investor asing untuk menanamkan 
modalnya di Indonesia. Para investor asing ini  memang 
diberikan kesempatan sebesar-besarnya oleh pemerintah 
dalam rangka usaha pemerintah untuk memperbaiki 
perekonomian negara. Sejalan dengan waktu, keluar masuknya 
warga negara asing ke negara kita semakin banyak. Hal lain yang 
merupakan dampak positif dari banyaknya orang asing yang 
masuk ke wilayah negara kita adalah masuknya devisa negara 
yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara di 
samping pendapatan yang didapat dari penjualan hasil bumi. Setiap warga negara asing yang berkunjung ke negara kita pun 
masing-masing memiliki tujuan tertentu, mulai dari kegiatan 
sosial budaya hingga urusan pemerintahan. Dengan adanya 
kebijakan bebas visa atau Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) 
itu, Menurut Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya akan 
meningkatkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara 
sebanyak 1 juta per tahun dan pemasukan devisa sebesar 1 
miliar dollar.1
 Pasal 8 angka (1) Undang-Undang Keimigrasian 
menentukan syarat utama bagi setiap orang yang masuk atau 
keluar wilayah negara kita adalah harus memiliki dokumen 
perjalanan yang sah dan masih berlaku. Dokumen Perjalanan 
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang 
berwenang dari suatu negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau 
organisasi internasional lainnya untuk melakukan perjalanan 
antarnegara yang memuat identitas pemegangnya. Setiap orang 
asing wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku untuk 
dapat masuk ke wilayah negara kita dan memenuhi persyaratan 
yang ditentukan, setelah itu mendapatkan Tanda Masuk (pasal 
10). Izin Masuk adalah yang diterakan pada visa atau surat 
perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah negara kita 
yang diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan 
imigrasi. Masa berlakunya izin masuk itu disesuaikan dengan 
jenis visa yang dimilikinya.
Keluar masuknya orang asing ke negara kita tentu memba￾wa dampak, baik berupa dampak positif maupun negatif. Kedatangan mereka ke negara kita membawa misi tersendiri 
yang bersifat personal dan kelompok atau organisasi. Di 
samping dampak positif, hal lain yang timbul adalah dampak 
negatif dari kedatangan orang asing. Dipahami bahwa 
globalisasi juga dapat memberikan dimensi baru yang negatif 
di berbagai dimensi kehidupan, antara lain dengan munculnya 
kejahatan yang berskala internasional yang memiliki jaringan 
yang mendunia seperti penjualan manusia, penjualan wanita 
dan anak-anak, prostitusi, kejahatan komputer, keuangan, 
perbankan, pencucian uang serta narkotika. Izin masuk 
yang diberikan kepada orang asing untuk memasuki wilayah 
negara negara kita terkadang disalahgunakan oleh pemegang 
izin ini  sehingga banyak terjadi masalah  pelanggaran izin 
keimigrasian. 
Situasi perkembangan global mengharuskan negara kita 
semakin terbuka baik dalam arti fisik dan nonfisik. Namun 
keterbukaan ini  harus selalu sungguh-sungguh 
memperhatikan secara seimbang antara peningkatan 
pembangunan ekonomi dan ketahanan nasional. Peran 
keimigrasian sebagai fasilitator dalam kerangka pembangunan 
ekonomi, yang dilakukan melalui harmonisasi dan sinkronisasi 
peraturan di bidang keimigrasian, tidak akan ada artinya 
apabila peran imigrasi meninggalkan konsep politik saringan 
dalam memberikan kemudahan izin. Aspek pelayanan 
dan pengawasan tidak pula terlepas dari geografis wilayah 
negara kita yang terdiri atas pulau-pulau yang mempunyai 
jarak yang dekat, bahkan berbatasan langsung dengan negara 
tetangga, yang pelaksanaan fungsi keimigrasian di sepanjang 
garis perbatasan merupakan kewenangan instansi imigrasi. Pada tempat tertentu sepanjang garis perbatasan terdapat lalu 
lintas tradisional masuk dan keluar warga negara negara kita dan 
warga negara tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan 
dan memudahkan pengawasan dapat diatur perjanjian lintas 
batas dan diusaha kan perluasan Tempat Pemeriksaan Imigrasi. 
Menteri Hukum Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. pada 
sambutannya dalam Rapat Kerja Kementerian (Mei 2006) 
menyatakan beberapa pokok pikiran, yang salah satunya 
adalah mengenai perubahan sistem ekonomi dan politik 
yang semakin terbuka secara makro. Artinya, ada interaksi 
sosial yang semakin dinamis. Arus orang masuk tidak bisa 
dibendung karena kita memerlukan wisatawan, bahkan 
mereka kita undang karena kita memerlukan investasi. 
Jadi interaksi lalu lintas orang luar dan orang dalam tidak 
punya batas lagi. Artinya terjadi perubahan tuntutan dalam 
warga , karena orang-orang keluar masuk secara leluasa, 
maka terjadi departened or the standard of living. Standardisasi 
terutama dibidang pelayanan. Melalui standardisasi inilah, 
warga  mulai menuntut adanya perlakuan yang sama. 
Standardisasi pelayanan dilihat melalui dua aspek yaitu dari 
segi durasi dan dari kualitas pelayanan. Oleh karena itu harus 
ada ikhtiar dan usaha untuk memperbaiki kinerja pelayanan 
di Departemen Hukum dan HAM (sekarang Kementerian 
Hukum dan HAM-penulis).2
 Mobilitas dan keberadaan orang asing yang melakukan beragam kegiatan di wilayah hukum 
negara kita perlu mendapat perhatian semua pihak. Karena itu, 
koordinasi antar instansi terkait dalam rangka menyamakan 
persepsi dalam hal pengawasan kegiatan orang asing di daerah 
sesuai dengan bidang tugas masing-masing mutlak dilakukan. 
Dengan adanya kebijakan bebas visa bagi orang asing, maka 
ada permasalahan yang perlu dikaji, bagaimanakah usaha  
jajaran keimigrasian dalam mengimplementasikan kebijakan 
bebas visa ini ; dampak yang terjadi; serta kendala apa 
yang dihadapi. Untuk itu Pusat Pengkajian dan Pengembangan 
Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan 
HAM Kementerian Hukum dan HAM R.I. yang memiliki 
tugas dibidang penelitian dan pengembangan kebijakan 
berusaha untuk mencari dan menemukan jalan keluar melalui 
pengkajian ini, sebagai input untuk disampaikan kepada 
pimpinan Kementerian (stakeholder).
Jika kebijakan itu diartikan sebagai semua langkah program 
yang ditujukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan 
dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel yang berperan 
bagi tercapainya efektivitas dan kualitas pelayanan, maka 
kebijakan ini  tentunya ditujukan untuk menciptakan 
iklim, suasana serta kerangka pengambilan keputusan secara 
menyeluruh