sapi 6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bangsa, umur, jenis kelaminpada sapi potong
Peranakan Ongole (PO), Simmental PO (SimPO) dan Limousin PO (LimPO) terhadap kualitas fisik, kimia
dan profil asam lemak daging.Sebanyak 180 ekor sapi dibagi menjadi 60 ekor PO, 60 ekor SimPO, 60
ekor LimPO, setiap bangsa dibagi menurut jenis kelamin masing-masing 30 ekor, dan setiap jenis kelamin
dikelompok lagi sesuai tingkatan umur (1,5-2,0 tahun); (2,5-3,0 tahun); (>4,0 tahun) yang masing-masing
10 ekor. Variabel yang diambil meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, kualitas fisik dan
kimia otot Longissimus dorsi (LD). Data dianalisa menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial 3x3x2 pada bangsa, umur dan jenis kelamin dan apabila terdapat data yang berbeda nyata diuji
lanjut menggunakan Duncan’s new multiple range test. Hasil menunjukkan bahwa bangsa dan umur
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas. Jenis
kelamin berpengaruh nyata (P<0,05) pada bobot potong dan bobot karkas. Umur dan jenis kelamin
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan lemak. Interaksi terjadi antara umur dan jenis kelamin
terhadap bobot potong, bobot karkas dan kadar air. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bangsa
sapi LimPO menghasilkan bobot hidup dan bobot karkas lebih tinggi dibanding PO dan SimPO,
sedangkan sapi PO mempunyai kualitas kimia daging lebih baik dibanding sapi SimPO dan LimPO.
Indonesia memiliki keanekaragaman
bangsa sapi, antara lain sapi PO, SimPO,
dan LimPO. Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) merupakan daerah terdekat dari pusat
populasi sapi PO yaitu wilayah Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Kedekatan
antara wilayah ini menyebabkan sapi-sapi
silangan PO banyak dijumpai di DIY. Daging
sapi masih menjadi pilihan masyarakat
karena nilai gizi yang lengkap. Daging sapi
memiliki kandungan protein 18,8%, air 66%,
dan lemak 14% , Konsumen saat ini lebih selektif
memilih daging yang dikonsumsinya.
Kandungan nutrien daging yaitu protein,
lemak, asam lemak tak jenuh dan kolesterol
akan menentukan pilihan konsumen.
Kandungan nutrient yang bagus diharapkan
mampu mencegah timbulnya penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner
dan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Perbedaan bangsa ternak akan
berpengaruh terhadap produksi daging sapi.
Bangsa dengan tipe besar akan lebih
berdaging (lean) dan mempunyai banyak
protein, proporsi tulang lebih tinggi dan
lemak lebih rendah dari pada ternak tipe kecil
,Proporsi komponen karkas
dapat dipengaruhi oleh umur ternak.
Pertumbuhan ternak paling cepat adalah
pada waktu pedet sampai umur dua tahun,
kemudian pada umur empat tahun mulai
berkurang dan setelahnya pertumbuhan
mulai konstan ,
bahwa kelompok umur ternak yang lebih tua
mempunyai bobot lemak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ternak muda.
Komponen lain yang dapat mempengaruhi
proporsi karkas adalah jenis kelamin.
Klasifikasi jenis kelamin (sex-class)
berpengaruh nyata terhadap terhadap bobot
karkas, luas urat daging mata rusuk, tebal
lemak punggung rusuk ke-12 dan persentase
lemak ginjal, pelvis dan jantung (Harapin,
2006). Sapi jantan akan mempunyai
pertumbuhan yang lebih cepat dari pada sapi
betina karena adanya hormon androgen
Komposisi kimia daging secara umum
dapat diestimasi, antara lain kadar: air,
protein, lemak, karbohidrat, substansi substansi non-protein yang larut, termasuk
substansi nitrogenous dan substansi
anorganik berbeda antara bangsa, umur dan
jenis kelamin, kadar air semakin tua ternak
relatif menurun sebaliknya kadar lemaknya
naik semakin bertambah umurnya. Air dalam
daging segar sebagai komponen kimia
terbesar mempengaruhi kualitas daging
terutama jus daging (juiceness), keempukan
(tenderness), warna dan citarasa ,
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh bangsa, umur, serta
jenis kelamin terhadap kualitas daging sapi
potong dan mengetahui interaksi bangsa,
umur, serta jenis kelamin pada sapi potong.
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk menentukan pemilihan
bangsa, jenis kelamin dan umur yang
memiliki kualitas daging sapi terutama
mengenai komposisi kimia daging, asam
lemak, dan kolesterol yang baik pada sapi
PO, SimPO dan LimPO.
Materi dan Metode
Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 180 ekor jantan dan
betina dari sapi PO, SimPO, LimPO, yang
dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu umur
0,0 – 2,0 tahun; 2,5 – 3,0 tahun; dan lebih
dari 4,0 tahun. Alat yang digunakan adalah
timbangan sapi hidup merk FKH berbobot
maksimal 1.000 kg dengan ketelitian 1 kg.
Data yang amati meliputi Bangsa, Jenis
kelamin, Umur, Bobot badan dan Bobot
karkas. Sapi yang memenuhi kriteria diambil
sampel daging pada bagian Longissimus
Dorsi (LD) sebanyak 300 g, diikumpulkan
sampai semua materi variabel perlakuan
terpenuhi dan disimpan pada suhu –18°
C
baru digunakan untuk uji fisik dan Kimia.
analisa data menggunakan rancangan acak
lengkap pola faktorial 3x3x2 untuk performan
sapi yaitu bangsa sapi, umur, jenis dan
kelamin apabila terdapat data yang berbeda
nyata diuji lanjut menggunakan duncan’s
new multiple range test.
Hasil dan Pembahasan
Bobot potong, bobot karkas dan
persentase karkas
Pada Tabel 1 diketahui bahwa rerata
bobot potong paling besar dimiliki oleh
bangsa sapi LimPO dengan: 471,32±65,55
kg, SIMPO: 458,68±63,12 kg dan PO:
428,67±61,76 kg. Berdasarkan analisa
statistik diketahui bahwa variabel bobot
potong pada faktor bangsa sapi berbeda
sangat nyata yaitu (P<0,01). rerata bobot potong sapi
SIMPO dan LimPO adalah 540,71 - 541,63
kg. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ilham
(2012) yang menyatakan bahwa bobot
potong bangsa sapi PO lebih rendah
dibanding bangsa sapi silangan SimPO
maupun Brahman cross ,
rerata bobot potong sapi PO 395,66 - 442,83
kg sedangkan Soeparno (2005) menyatakan
bahwa faktor genetik dan lingkungan
mempengaruhi laju petumbuhan dan
komposisi tubuh yang meliputi distribusi
berat, dan komposisi kimia komponen
karkas. Variasi fenotip yaitu penampilan
performan suatu individu ternak pedaging
disebabkan oleh hereditas, lingkungan atau
interaksi keduanya.
Faktor jenis kelamin pada analisa
statistik menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01). Perbedaan jenis
kelamin bangsa sapi potong turut
memberikan andil pada perbedaan bobot
potongnya, bobot potong sapi jantan
487,18±52,93 kg sapi betina 418,60±59,04
kg. Hal ini disebabkan oleh hormon kelamin
jantan yang memicu pertumbuhan
lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan
dengan ternak betina. Perbedaan bobot
potong antara sapi jantan dan sapi betina
dikarenakan akumulasi proses pembentukan
otot yang dipengaruhi oleh kerja hormon
Faktor umur pada analisa statistik
menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05).
Umur 0,0-2,0 tahun bobot potong
458,68±63,12 kg; 2,5 – 3,0 tahun bobot
potong 457,17±75,60 kg dan umur >4,0
tahun bobot potong 463,13±42,12 kg. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Hafid dan
Priyanto (2006) menunjukkan bahwa rerata
bobot potong sapi BX heifer dan steer
cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya umur ternak. Perbedaan
bobot potong ini dikarenakan semakin
bertambahnya umur, sapi akan mengalami
pertumbuhan pada organ, depot lemak,
persentase otot dan tulang.
Berdasarkan uji analisa statistik
antara umur dan jenis kelamin terdapat
interaksi yang nyata (P<0,05).
rerata bobot potong sapi BX heifer dan steer
cenderung meningkat seiring bertambahnya
umur ternak. Hasil ini menunjukkan faktor
umur akan berpengaruh pada peningkatan
depot lemak serta peningkatan persentase
lainya misalnya otot dan tulang. Jenis
kelamin akan berpengaruh pada peranan
dari steroid hormon dari perbedaan jenis
kelamin. Hasil ini sesuai dengan penelitian
bahwa interaksi keduanya
terjadi akibat adanya testoteron atau
androgen yang dihasilkan oleh testis dan
menyebabkan pertumbuhan ternak jantan
lebih cepat dibandingkan ternak betina.
bahwa kastrasi mengubah sistem hormonal
ternak jantan sehingga memicu
perubahan komposisi tubuh dan karkas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
interaksi yang terjadi pada umur dan jenis
kelamin, pada proses pertumbuhan
kandungan hormone testoteron maupun
androgen mampu mempengaruhi bobot
potong.
Bobot karkas
Tabel 2 menunjukkan bobot karkas
terbesar dimiliki oleh bangsa. Hasil analisa
statistik menunjukkan bahwa faktor bangsa
dan jenis kelamin sapi berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap bobot karkas,. Sedangkan
faktor umur pada analisa statistik
menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05).
Umur 0,0 -2,0 tahun, bobot karkas
219,08±43,55 kg, umur 2,5 – 3,0 tahun,
bobot karkas 228,90±46,90 kg,dan umur
>4,0 tahun, bobot karkas 235,27±29,12 kg.
Budiarto (2010) menyatakan bahwa rerata
bobot karkas sapi PO 186,15 kg dan sapi
SimPO 219,10 kg, hasil tersebut tidak jauh
berbeda dengan data penelitian. Besarnya
bobot karkas sangat dipengaruhi kondisi
ternak sebelum dipotong, dan bobot kosong
tubuh ternak. Bobot karkas sapi PO:
209,60±34,78 kg, bobot karkas sapi SimPO
235,10±41,09 kg dan bobot karkas sapi
LimPO: 238,50 ± 40,92 kg. Aberle et al.
(1975) menyatakan bahwa bangsa sapi
SimPO maupun LimPO merupakan jenis sapi
silangan dari Bos Taurus yang termasuk tipe
besar dan memiliki bobot potong yang lebih
besar dibanding sapi PO.
Faktor jenis kelamin juga menunjukkan
pengaruh terhadap bobot karkas sapi jantan:
250,86±33,68 kg dan sapi betina
204,64±33,96 kg, bobot karkas sapi jantan
lebih berat dari pada sapi betina. Harapin
(2006) menyebutkan bahwa klasifikasi jenis
kelamin berpengaruh terhadap rerata bobot
karkas cow, heifer dan steer pada sapi (BX)
yaitu 128 kg, 129 kg, dan 119 kg. Soeparno
(2005) menyatakan bahwa faktor lain yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis
kelamin, hormon, dan genotip. Hafid (2002)
menyatakan bahwa testosteron atau
androgen merupakan suatu hormon steroid
yang dihasilkan oleh testis yang
menyebabkan pertumbuhan ternak jantan
lebih cepat dibandingkan betina terutama
setelah timbulnya pubertas.
Faktor umur menunjukkan semakin tua
umur sapi semakin berat bobot karkasnya.
bahwa umur
sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi bobot karkas termasuk di
dalamnya adalah rasio daging dan tulang,
kadar dan distribusi lemak serta kualitas
dagingnya, berkaitan erat dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan dalam bobot
persatuan waktu dan perubahan dalam
bentuk dan komposisi tubuh disebabkan laju
pertumbuhan yang berbeda.
Berdasarkan uji analisa statistik antara
umur dan jenis kelamin terdapat interaksi
yang nyata (P<0,05).
menyatakan, pertambahan bobot ternak
muda akan meningkat terus dengan laju
pertambahan yang tinggi sampai dicapai
pubertas dan akhirnya tidak terjadi
peningkatan bobot badan setelah mencapai
kedewasaan. Jika berat badan masih
meningkat, itu hanya disebabkan
penimbunan lemak di bawah kulit (subcutan)
dan lemak pada perut (abdomen) bukan
pertumbuhan tulang dan daging. Interaksi
keduanya diduga dikarenakan peningkatan
depot lemak serta peningkatan persentase
pertumbuhan otot pada pertambahan umur
dan peranan dari steroid hormon dari
perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan
pertumbuhan sapi jantan lebih cepat
dibandingkan sapi betina. Usmiati dan
komponen utama karkas terdiri atas jaringan
otot (daging) dan tulang di mana kecepatan
pertumbuhan tulang dan daging sapi akan
terjadi pada umur 1 – 3 tahun dan berhenti
pada umur 3 tahun. Kecepatan pertumbuhan
inilah yang akan mempengaruhi berat badan
sapi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ada interaksi yang terjadi pada umur dan
jenis kelamin, semakin bertambah umur sapi
maka bobot hidup dan bobot karkasnya akan
semakin tinggi. Jenis kelamin akan
berpengaruh pada produksi lemak di karkas
setelah terjadi pubertas, daging ternak betina
akan lebih mengandung lemak dibanding
dengan jantan.
Persentase karkas
Tabel 3. menunjukkan persentase
karkas terbesar dimiliki oleh bangsa sapi
SimPO. Sedangkan hasil statistik
menunjukkan bahwa faktor bangsa dan jenis
kelamin menghasilkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01). Hasil penelitian
persentase karkas sapi PO : 48,81±2,68%,
SIMPO 51,06±3,50% dan LimPO
50,42±2,88% lebih tinggi dibanding hasil
bahwa persentase karkas sapi PO 48,4%
dan sapi SimPO 49,06%. Data penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor bangsa
mempunyai pengaruh terhadap persentase
karkas. Soeparno (2005) menyatakan
perbedaan komposisi tubuh dan karkas di
antara bangsa ternak, terutama disebabkan
oleh perbedaan ukuran tubuh atau
perbedaan berat badan saat dewasa. Sapi
SimPO, LimPO termasuk tipe sapi potong
memiliki kemampuan dalam menghasilkan
karkas sedangkan sapi PO merupakan sapi
tipe kerja sehingga kurang bagus untuk
menghasilkan karkas. Bangsa ternak dapat
menghasilkan karkas dengan
karakteristiknya sendiri atau komposisi
karkas yang berbeda-beda.
Faktor jenis kelamin berpengaruh
sangat nyata terhadap persentase karkas
(P<0,01). Persentase karkas sapi jantan
51,40±3,50%, persentase karkas sapi betina:
48,79±3,07% Sapi jantan mempunyai
persentase karkas yang lebih besar
dibanding persentase karkas sapi betina.
menunjukkan bahwa rerata persentase
karkas sapi dara 54,65% dan jantan 55,01%
hasil ini tidak bebeda dengan penelitian yang
dilakukan yaitu rerata persentase karkas sapi
jantan adalah 51,40% pada sapi betina
48,79%.
bahwa bobot potong yang lebih tinggi dapat
mempengaruhi komposisi karkas. Karkas
juga dipengaruhi oleh faktor lain nonkarkas
berupa saluran reproduksi yang berbeda
antara sapi jantan dan betina. Sapi betina
memiliki saluran reproduksi sedangkan sapi
jantan tidak.
Komposisis kimia daging
Tabel 4 menunjukkan kadar air daging
sapi tertinggi dimiliki oleh bangsa sapi PO
dengan 72,28%, sedangkan kadar air pada
faktor umur menunjukkan semakin tua sapi
akan menurunkan nilai kadar air daging dan
pada perbedaan jenis kelamin sapi jantan
lebih tinggi dibanding sapi betina.
Berdasarkan perhitungan statistik
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kadar air yang nyata (P<0,05) pada
perbedaan jenis kelamin, sedangkan
perbedaan bangsa dan umur tidak memberi
perbedaan yang signifikan pada kadar air di
dalam daging.
menyatakan rerata kadar air sapi PO adalah
76,80% sedangkan untuk persilangan 76,85
hasil ini hampir sama dengan penelitian yang
dilakukan Suwignyo (2003) bahwa kadar air
daging ternak relatif sama walaupun
diberikan perlakukan pakan yang berbeda.
bahwa kadar
air dalam daging dipengaruhi oleh jenis
ternak, umur, kelamin, pakan serta lokasi
dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh.
Pada hasil penelitian ini kadar air daging sapi
jantan menunjukkan lebih tinggi daripada
sapi betina. Hal ini disebabkan oleh
kandungan lemak intramuskular pada sapi
jantan lebih sedikit dibandingkan sapi
betina,rendahnya lemak intramuskuler
tersebut menyebabkan kadar air di dalam
daging menjadi lebih tinggi.
() menyebutkan bahwa adanya
perbedaan kadar air daging dapat
dipengaruhi oleh lemak intramuscular, bila
kadar air daging meningkat maka kadar
lemak akan menurun.
Tabel 5 menunjukkan bangsa sapi
paling tinggi kadar proteinnya adalah bangsa
sapi SimPO walaupun selisih perbedaannya
sangat kecil dengan bagsa sapi lain, kadar
protein sapi SimPO: 21,46±0,85%, sapi
LIMPO: 21,37±0,83% dan sapi PO:
21,33±0,88% sedangkan menurut jenis
kelamin sapi betina: 21,45±0,95% lebih tinggi
dibanding sapi jantan: 21,32±0,73% dan
semakin bertambahnya umur sapi kadar
proteinnya tidak bertambah umur 0,0-2,0
tahun 21,52±0,59%, umur 2,5-3,0 tahun
21,37±1,02% dan umur >4,0 tahun
21,26±0,88%. Hasil analisa statistik
menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata, pada faktor bangsa,
jenis kelamin, dan umur ternak.
bahwa sapi-sapi tropis
cenderung mempunyai kadar protein yang
sama. Kadar protein daging tidak
dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin
ternak, sedangkan kadar lemak daging
dipengaruhi oleh umur. Protein daging
berperan dalam pengikatan air sehingga
pada daging dengan kadar protein yang
tinggi memiliki daya ikat air yang tinggi juga
(Lawrie, 2003). Beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar protein dalam daging
adalah temperatur dan pakan yang diberikan
pada ternak. Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
pada bangsa sapi, umur sapi maupun jenis
kelamin sapi.
Tabel 6 menunjukkan bahwa bangsa
sapi LimPO memiliki kadar lemak:
4,41±1,67% yang paling tinggi dibandingkan
dengan bangsa sapi SimPO: 4,18±1,25%
maupun PO: 3,95±1,35%. Sapi yang memiliki
kadar lemak yang tinggi adalah sapi yang
berjenis kelamin betina: 4,21±1,54% sapi
jantan: 3,44±0,74%. Lemak sapi tidak
mengalami banyak perubahan pada
pertambahan umur. Hasil analisa
menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin dan
umur memberikan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak daging
sapi. Penelitian ini menunjukkan, kadar air
pada daging lebih banyak pada kelompok
sapi jantan dibandingkan sapi betina.
semakin tinggi kandungan lemak, maka
semakin rendah kadar airnya. Faktor yang
dapat memperngaruhi kadar lemak daging
adalah bangsa, umur, spesies, lokasi otot,
dan pangan.
bahwa perlemakan sapi di daerah tropis
biasanya hanya pada lemak subkutan,
omental dan mesenterik sehingga variasi
lemak di dalam daging relatif sama. Jenis
kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju
pertumbuhan, ternak jantan biasanya tumbuh
lebih cepat dibandingkan betina pada umur
yang sama. Steroid kelamin terlibat dalam
pengaturan pertumbuhan terutama
bertanggungjawab atas perbedaan
komposisi tubuh antar jenis kelamin
Berdasarkan Tabel 7 dan 8 diperoleh
perbandingan asam lemak tidak jenuh dan
asam lemak jenuh pada bangsa sapi PO
63,19 : 19,45; sapi SimPO 66,43 : 25,66;
dan sapi LimPO 62,33 : 18,38. Nilai asam
lemak jenuh lebih kecil dibanding asam
lemak tidak jenuh dengan sapi PO
menempati perbandingan terbaik antara sapi
SimPO dan LimPO.
menyatakan bahwa tiap
bangsa mempunyai kadar asam lemak yang
berbeda antara lain karena faktor genetik.
menyatakan bahwa asam
lemak tidak jenuh seperti asam oleat
mempunyai pengaruh hipokolesterolemik
(merendahkan kolesterol), sehingga dalam
jumlah sedang tidak dianggap sebagai asam
lemak yang tidak diinginkan.
Asam lemak esensial pada tubuh
digunakan untuk menjaga bagian struktural
dari membran sel dan untuk membuat
bahan-bahan seperti hormon yang disebut
eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur
tekanan darah, proses pembekuan darah,
lemak dalam darah dan respon imun
terhadap luka dan infeksi, dan risiko kanker
Uji kadar kolesterol daging, terhadap
bangsa sapi potong adalah PO 19,152
mg/100g, SimPO 37,289 mg/100g dan
LimPO 32,724 mg/100g. Hasil ini
menunjukkan bahwa kadar kolesterol pada
sapi PO lebih baik dari pada sapi SimPO dan
sapi LimPO. Sapi yang dilakukan pengujian
adalah sapi yang berumur 2,5 tahun pada
jenis kelamin jantan.
menyatakan bahwa kandungan kolesterol
daging di antara daging sapi dapat berbeda
yang dipengaruhi oleh bangsa ternak, umur
ternak serta kandungan marbling.
() menyataan bahwa otot yang memiliki
marbling lebih banyak mempunyai
kandungan kolesterol yang lebih tinggi pula.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa bangsa dan umur sapi berpengaruh
terhadap bobot potong, bobot karkas dan
persentase karkas tetapi tidak berpengaruh
terhadap komposisi kimia daging. Jenis
kelamin berpengaruh terhadap bobot potong,
bobot karkas dan komposisi kimia daging.
Interaksi hanya terjadi antara jenis kelamin
dan umur pada bobot potong, bobot karkas.
Berdasarkan komposisi kimia daging, bangsa
Peranakan Ongole (PO) lebih baik dibanding
bangsa silangannya (SimPO dan LimPO)
karena memiliki kadar kolesterol yang lebih
rendah. Bangsa sapi PO memiliki
perbandingan asam lemak tidak jenuh :
asam lemak jenuh tinggi dibanding pada sapi
SimPO dan LimPO.
Dinas Peternakan Kabupaten Tanah
Laut yang merupakan Lembaga
Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan
memiliki tugas di bidang Pembinaan hewan
ternak khususnya dalam penyiapan pakan
ternak dan melayani kesehatan hewan dalam
rangka mendukung dan mewujudkan
swasembada pangan nasional. Kepala Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Tanah Laut, Suharyo
mengatakan bahwa populasi ternak sapi di
Tanah Laut hingga Maret 2018 berjumlah
kurang lebih 80 ribu ekor, sedangkan jumlah
sapi Bali yang lebih dominan di ternak oleh
masyarakat Tanah Laut yakni kurang lebih
50 ribu. Dari jumlah ternak sapi yang cukup
banyak tersebut maka dibutuhkan suatu
pengelolaan sistem pembinaan sapi yang
tepat dan akurat.
Saat ini Dinas Peternakan Kabupaten
Tanah Laut belum memilki sistem tentang
data masyarakat veternier atau peternak
hewan, Jika di amati secara langsung,
pendataan yang dilakukan di dinas tersebut
masih dilakukan secara manual dan tidak
akurat hasil yang diperoleh. Kondisi
tersebut akhirnya menghambat proses
pengelolaan data yang akan dibuat, dengan
demikian diperlukan suatu program untuk
memudahkan dalam sistem pengelolaan
pembinaan sapi. Sistem yang dibuat
diharapkan dapat digunakan untuk
menangani pengolahan tentang data
pembinaan peternak sapi seperti data
pelayanan kesehatan sapi , data masuk dan
keluar sapi, data inseminasi buatan(kawin
silang), data kebuntingan sapi, data
perkembangan sapi serta data kematian sapi
ternak. Dari sistem yang dibuat maka
diharapkan dapat memudahkan pihak dinas
peternakan dalam meinput data pembinaan
sapi serta proses pencarian sebuah data
dapat dilakukan lebih cepat dan akurat.
Metodologi yang digunakan dalam
pembuatan sistem ini adalah metode
waterfall, bahasa pemrogramannya adalah
Delphi 7 dan MySQL sebagai databasenya.
Dengan adanya Implementasi Sistem
Informasi Data Pembinaan Sapi Pada Dinas
Peternakan Kabupaten Tanah Laut maka
diharapkan dapat lebih mudah dalam
pendataan pembinaan sapi serta informasi
yang diperlukan dapat diperoleh secara cepat
dan akurat.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka rumusan masalah yang dapat dibuat
pada penelitian ini yaitu “Bagaimana
membuat Implementasi Sistem Informasi
Data Pembinaan Sapi Pada Dinas
Peternakan Kabupaten Tanah Laut”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuat Implementasi Sistem Informasi
Data Pembinaan Sapi Pada Dinas
Peternakan Kabupaten Tanah Laut, sehingga
menghasilkan sistem yang dapat mengetahui
pendataan secara otomatis serta penyajian
data dan informasi yang diperlukan
perusahaan secara cepat dan akurat.
Target Luaran yang diharapkan
dengan adanya Implementasi Sistem
Informasi Data Pembinaan Sapi Pada Dinas
Peternakan Kabupaten Tanah Laut adalah :
Publikasi ilmiah dalam jurnal Technologia
Fakultas Teknologi Informasi (UNISKA)
MAB Banjarmasin (JITFTI).
Arsitektur Model Sistem
Untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi pada sistem yang dijalankan saat ini,
maka dibentuk sebuah sistem yang tentunya
memiliki keunggulan, sistem tersebut
digambarkan dengan diagram. Dengan
diagram ini diharapkan akan mempermudah
pemahaman terhadap hasil analisa, sehingga
apabila terjadi kesalahan dapat diketahui
sedini mungkin.
Diagram konteks merupakan
tingkatan tertinggi di dalam diagram aliran
data dan hanya memuat satu proses,
menunjukkan sistem secara keseluruhan.
Proses tersebut diberi nomor nol. Semua
entitas eksternal yang ditunjukkan oleh
diagram konteks berikut aliran-aliran data
utama menuju dan dari sistem. Diagram
tersebut tidak memuat penyimpangan data
dan tampak sederhana untuk diciptakan,
begitu entitas-entitas eksternal, serta aliran
data-aliran data menuju dan dari sistem
diketahui menganalisis dari wawancara
dengan user dan sebagai hasil analisis
dokumen.
Data Flow Diagram adalah suatu
model logika data atau proses yang dibuat
untuk menggambarkan dari mana asal data
dan ke mana tujuan data yang keluar dari
sistem, di mana data tersimpan, proses apa
yang menghasilkan data tersebut dan
interaksi antara data tersimpan dan proses
yang dikenakan pada data tersebut.
Implementasi Sistem
Pada implementasi sistem ini
dilatampilkan semua tampilan interface
seluruh halaman pada aplikasi,
Dengan adanya Implementasi
Sistem Informasi Data Pembinaan Sapi
Pada Dinas Peternakan Kabupaten
Tanah Laut ini maka pihak dinas
peternakan (Disnak) lebih mudah dalam
pengolahan data sapi serta pencarian
sebuah data lebih cepat dan akurat
dalam pembinaan peternak sapi,
pelayanan hewan dalam program
inseminasi buatan, data kebuntingan
sapi, data perkembangan sapi serta data
kematian sapi ternak maupun kesehatan
hewan.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampung
adalah instansi yang bergerak dibidang pengolahan dan
pengembangan hewan yang ada di Provinsi Lampung.
Pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Lampung monitoring perkembangan sapi dilakukan
dengan mengelola data penilaian tumbuh kembang sapi.
Data yang digunakan dalam monitoring perkembangan
sapi adalah dokumen yang didalamnya terdapat isi atau
spesifikasi yang terdiri dari beberapa sapi dalam
peternakan, yang termasuk dalam spesifikasi sapi yaitu
No. Eartg, nama sapi, jenis kelamin, tanggal lahir, berat
badan, tinggi pundak, lebar dada dan panjang badan.
Pendataan dan penilaian itu dilakukan dengan
penulisan di lembaran kertas dan kemudian diarsipkan.
Agar monitoring perkembangan sapi menjadi lebih baik,
cepat, dan terintegritas maka dibutuhkan sebuah sistem
informasi. Pengembangan sistem informasi monitoring
sapi ini dimaksudkan untuk membantu pegawai atau
Kelompok Jabatan Fungsional dalam proses pengolahan
data perkembanganan sapi, khususnya dalam penilaian
tumbuh kembang sapi pada saat di Lokasi Uji
Perfomance, serta menghasilkan keluaran atau
infromasi akurat berupa Laporan Perkembangan Sapi
dan Laporan Keseluruhan yang akan diserahkan pada
Kepala Dinas. Aplikasi monitoring perkembangan sapi
yang dikembangkan dilengkapi dengan informasi
spesifikasi sapi pada form perkembangan sapi yang
secara otomatis tervalidasi berdasar SNI tumbuh
kembang sapi pada sistem.
Sistem pengolahan data merupakan kumpulan dari sub–
sub yang saling berhubungan satu sama lain dengan
tujuan untuk mengolah data yang berkaitan dengan
masalah menjadi sistem informasi yang diperlukan untuk
membantu dalam pengambilan keputusan. Dalam
pengambilan keputusan organisasi dapat memanfaatkan
teknologi yang ada atau melalui sistem tertentu ,Sistem informasi terdiri dari satuan
komponen yang saling berhubungan yang
mengumpulkan (atau mendapatkan kembali),
memproses, menyimpan, dan mendistribusikan
informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan
kendali dalam suatu organsasi , Hal
ini sangat dibutuhkan dalam organisasi dalam
menjalankan pengelolaan informasi yang dibutuhkan,
salah satunya pada proses monitoring. Monitoring
merupakan langkah untuk mengkaji apakah kegiatan
yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana,
mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung
dapat diatasi, melakukan penilaian apakah pola kerja dan
manajemen yang digunakan sudah tepat untuk mencapai
tujuan, mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan
untuk memperoleh ukuran kemajuan ,
Begitu juga pada Balai Pembibitan Ternak dan Pakan
(BPTP) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Lampung yang merupakan instansi daerah bergerak
dalam bidang pengolahan dan pengembangan beberapa
jenis hewan yang ada diseluruh Lampung membutuhkan
monitoring dan pengolahan data. Salah satunya pada
monitoring perkembangan sapi.
Data perkembangan sapi adalah beberapa dokumen yang
didalamnya terdapat isi atau spesifikasi yang terdiri dari
beberapa sapi dalam peternakan, yang termasuk dalam
spesifikasi sapi yaitu No. Eartg, nama sapi, jenis
kelamin, tanggal lahir, berat badan, tinggi pundak, lebar
dada dan panjang badan. Pendataan dan penilaian
itu dilakukan dengan penulisan di lembaran kertas
dan kemudian diarsipkan. Dengan cara itu maka
akan dibutuhkan waktu yang lama dalam pengolahan
data dan penilaian tumbuh kembang sapi. Agar
monitoring perkembangan sapi menjadi lebih baik,
cepat, dan terintegritas dari semua pegawai yang ada
khususnya Kelompok Jabatan Fungsional yang
memegang peran penting dalam pengolahan data
perkembangan sapi di lokasi uji perfomance maka
dibutuhkan sebuah sistem informasi yang dapat
memonitoring dan mengelola data perkembangan sapi
agar menghasilkan informasi yang tepat waktu, akurat
dalam pembuatan dan penyerahan laporan tumbuh
kembang sapi yang akan diserahkan pada kepala dinas.
Analisis kebutuhan perangkat lunak adalah proses
mendapatkan informasi, model, spesifikasi sistem yang
diinginkan pengguna , Analisis
kebutuhan sistem perangkat lunak menentukan apa yang
harus dilakukan sistem dan mendefinisikan batasan
batasan operasi dan implementasinya agar dapat
mengomunikasikan secara tepat semua fungsi yang
diberikan ,Analisis kebutuhan yang
jelas dan benar sesuai dengan apa yang diinginkan
pengguna akan membantu dalam pengembangan dan
pembuatan perangkat lunak. Analisis kebutuhan sistem
dapat diklasifikasikan sebagai persyaratan fungsional
dan non-fungsional atau sebagai persyaratan domain
yang mewakili dari sistem ini sendiri ,
a) Analisis Kebutuhan Fungsional
Analisis kebutuhan fungsional merupakan pernyataan
layanan yang harus diberikan kepada sistem agar dapat
melakukan keperilakuannya dalam bereaksi terhadap
masukan tertentu dan pada situasi tertentu . Kebutuhan fungsional harus dapat
mengilustrasikan secara terperinci fitur-fitur yang ada
pada sistem yang dikembangkan. Berikut ini adalah
analisis kebutuhan fungsional sistem informasi
monitoring perkembangan sapi :
1. Sistem mampu melakukan penginputan data sapi.
Kelompok Jabatan Fungsional menginputkan
spesifikasi sapi, meliputi : kode kelompok, nama
kelopmpok, alamat,nama sapi, no eartg, jenis
kelamin, tanggal lahir, berat badan, tinggi pundak,
lebar dada dan panjang badan pada form data sapi.
2. Sistem mampu melakukan penilaian tumbuh
kembang sapi.
Untuk melakukan penilaian tumbuh kembang sapi
Kelompok Jabatan Fungsional menginputkan no
eartg, nama sapi, jenis kelamin, tanggal lahir, berat
badan, tinggi pundak, lebar dada dan panjang badan
pada form penilaian.
3. Sistem mampu menampilkan laporan perkembangan
sapi.
Kelompok Jabatan Fungsional melakukan penilaian
pada form laporan hasil perkembangan sapi
bedasarkan standar SNI dan diproses menjadi laporan
perkembangan sapi yang akan diserahkan ke Kepala
BPTP dan Kepala Dinas.
b) Analisis Kebutuhan Non-Fungsional
Untuk persyaratan non-fungsional lebih mengarah
kepada batasan layanan atau fungsi yang diberikan
sistem . Dokumen kebutuhan
non-fungsional ini mencakup batasan waktu, proses
pengembangan dan standarisasi keluaran sebuah sistem.
Berikut ini adalah analisis kebutuhan non-fungsional
sistem informasi monitoring perkembangan sapi yang
akan dikembangkan :
1. Operational
Menggunakan sistem operasi Microsoft Windows 10,
bahasa Pemrograman PHP, tools editor dengan
Adobe Dreamweaver dan database MySql
2. Keamanan
Sistem Aplikasi dan data base dilengkapi dengan
password.
3. Informasi
Form laporan hasil yang terdapat pada dashboard
menampilkan perkembangan sapi yang sudah
dilakukan penilaian oleh Kelompok Jabatan
Fungsional.
Perancangan Sistem
Dalam penelitian ini rancangan sistem digambarkan
dengan Data Flow Diagram (DFD). DFD atau DAD
(Diagram Arus Data) memperlihatkan gambaran tentang
masukanproses-keluaran dari suatu sistem/perangkat
lunak, yaitu obyek-obyek data mengalir ke dalam
perangkat lunak, kemudian ditransformasi oleh elemen-
elemen pemrosesan, dan obyek-obyek data hasilnya akan
mengalir keluar dari sistem/perangkat lunak ,DFD pada penelitian ini terlihat pada gambar 1,
dimulai dari Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) yang
menginputkan data daerah (kabupaten, kecamatan dan
desa) pada tabel daerah di dalam proses 1.0,
menginputkan data kelompok (nama kelompok dan
alamat) dalam proses 2.0, menginputkan data sapi
(nomor eartgh, nama sapi, tanggal lahir, jenis kelamin,
nomor pejantan, nama pejantan, nomor betina dan nama
betina) dalam proses 3.0, menginputkan spesifikasi sapi
(tanggal pencatatan, umur sapi, berat badan, tinggi
pundak, lebar dada dan panjang badan). Kemudian
dicetak berbentuk laporan perkembangan sapi yang
diterima oleh Kepala Balai Pembibitan Terrnak dan
Pakan, serta laporan keseluruhan (laporan perkembangan
sapi berdasar kelas, berdasar kelompok petrnak
dan grafik) yang diterima oleh Kepala Dinas.
. Implementasi Sistem
Pada tahap implementasi dilakukan coding berdasar
dari perancangan dan analisa kebutuhan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pada penelitian ini implementasi
coding dengan menggunakan bahasa Pemrograman PHP,
tools editor dengan Adobe Dreamweaver dan database
MySql. Tampilan menu utama hasil darim implementasi
sistem monitoring perkembangan sapi terlihat pada
gambar 2.
Langkah awal dalam melakukan penilaian tumbuh
kembang sapi terlebih dahulu melakukan penginputan
data daerah, yaitu pengguna harus masuk kedalam menu
daerah dengan menginputkan nama kabupaten. Tahap
kedua dalam pengisian data daerah adalah pengguna
harus menginputkan nama kecamatan, dengan cara
mamilih nama kabupaten kemudian menginputkan nama
kecamatan. Kemudian untuk tahap terakhir dalam
pengisian nama daerah yaitu pengguna menginputkan
nama desa dengan terlebih dahulu memilih nama
kabupaten dan nama kecamatan. sesudah itu
menambahkan nama desa yang akan masuk kedalam
daftar nama desa yang terdapat pada bagian form sebelah
kanan. Pada tabel desa terdapat kolom optoin yang berisi
tombol edit untuk mengubah nama desan dan tombol
hapus untuk menghapus nama desa seperti terlihat pada
gamabar 3.
Gambar 3. Menginputkan Data Daerah
sesudah menyelesaikan langkah pertama, pengguna
melanjutkan langkah kedua yaitu dengan menginputkan
nama kelompok dengan cara memilih nama kabupaten,
nama kecamatan, nama desa yang telah diinputkan
sebelumnya kemudian mengisikan nama kelompok
seperti pada gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Menginputkan Data Kelompok
sesudah mengisi data daerah dan mengisi data kelompok,
maka langkah selanjutnya pengguna dapat menginputkan
data peternak dan data sapi. Untuk menginputkan data
peternak, pengguna dapat menginputkan nama peternak
beserta mengisi alamat yang sudah terdaftar pada data
daerah saat penginputan tahap awal pada tombol tambah
peternak. sesudah masuk pada tombol tambah peternak
maka akan muncul form sepetri pada gambar 5.
Gambar 5. Mengisi Data Peternak
sesudah menginputkan data peternak langkah selanjutnya
yaitu mengisi data sapi. Tahap pengisian data sapi yaitu,
pada saat sesudah melakukan input data peternak dan data
peternak masuk dalam tabel peternak pada kolom option
tabel peternak terdapat tombol lihat sapi. Pengguna
masuk dalam tombol lihat sapi kemudian menginputkan
data sapi seperti gambar 6 berikut ini.
sesudah pengguna menginputkan data sapi pada tabel
sapi yang terdapat pada bagian kanan form sapi, maka
pengguna masuk dalam tombol perkembangan sapi yang
dapat pada kolom tabel data sapi seperti gambar 7
dibawah ini.
sesudah itu pengguna menginputkan spesifikasi sapi
seperti gambar lanjutan. Kemudian sesudah pengguna
menginputkan spesifikasi sapi maka data spesifikasi
masuk dalam tabel perkembangan sapi. Pada tabel
perkembangan sapi terdapat tombol print perkembangan
sapi untuk hasil output penilaian sapi. Untuk laporan,
pada sistem informasi monitoring perkembangan sapi ini
terdapat laporan perkembangan sapi berdasar
kelompok ternak, berdasar kelas sapi dan grafik
perbandingan data sapi.
Pada Grafik perbandingan data sapi terdiri dari grafik
perbandingan data perkembangan sapi berdasar
sapi/kelas, jenis kelamin, peternak dan kabupaten.
. Pengujian Sistem
Sistem Informasi yang telah dikembangkan, sebelum
digunakan oleh pengguna maka harus bebas dari
beberapa kesalahan - kesalahan. Oleh karena itu, aplikasi
harus diuji terlebih dahulu agar dapat menemukan
kesalahan – kesalahan. Pada penelitian ini menggunakan
metode pengujian black box testing. Black box testing
berfokus pada spesifikasi fungsional dari perangkat
lunak . Tester dapat
mendefinisikan kumpulan kondisi input dan melakukan
pengujian terhadap spesifikasi fungsional yang telah
ditentukan pada tahap analisa. Pengujian black box dapat
dilihat pada tabel 1 dibawah ini :
berdasar pembahasan yang telah diuraikan maka
dapat disimpulkan :
1. Untuk mempermudah dalam memonitoring data
perkembangan sapi kelompok jabatan fungsional
dapat menginputkan data daerah, data kelompok
dan data peternak serta spesifikasi sapi pada form
perkembangan sapi yang secara otomatis tervalidasi
berdasar SNI tumbuh kembang sapi pada sistem.
Kemudian Kelompok Jabatan Fungsional dapat
mencetak laporan data perkembangan sapi
berdasar kelas, kelompok ternak dan grafik pada
form laporan. Sehingga laporan perkembangan sapi
dapat dihasilkan menjadi informasi yang lebih
akurat.
2. berdasar identifikasi masalah dan analisis
kebutuhan, sistem mampu menginputkan data sapi,
melakukan penilaian tumbuh kembang sapi, dan
mampu menampilkan laporan tumbuh kembang sapi
berupa laporan berdasar kelas, laporan
berdasar kelompok ternak dan grafik.
3. berdasar hasil pengujian black box testing
sistem telah dapat digunakan karena hasil pengujian
menunjukan fungsi-fungsi pada sistem telah berjalan
sesuai dengan fungsional sistem yang telah
ditetapkan.