sapi 3
Peternakan sapi perah di negara kita
sebagian besar dilakukan oleh anggota
masyarakat di pedesaan secara perorangan yang
bergabung dalam suatu koperasi. Koperasi
Serba Usaha (KSU) Tunas Setia Baru berada di
Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan, Jawa
Timur, dengan jumlah populasi sapi perah yang
dimiliki anggotanya 1.326 ekor induk sapi, per-
September 2018. Permasalahan pada usaha
ternak sapi perah pada umumnya adalah
rendahnya efisiensi reproduksi yang disebabkan
oleh gangguan reproduksi. Data laporan kasus
gangguan reproduksi sapi perah di KSU Tunas
Setia Baru yang cukup banyak adalah
hipofungsi ovarium.
Data global gangguan reproduksi pada sapi
dan kerbau tahun 2002-2017, kasus hipofungsi
ovarium menempati persentase kedua terbanyak
(12%) setelah sub-estrus (42,1%) (Yániz et al.,
2008). Sedangkan di beberapa wilayah yang
lain kasus hipofungsi ovarium menempati
persentase teringgi diantara kasus gangguan
reproduksi yang lain meskippun dengan angka
yang berbeda-beda, yaitu di Lithuania 15,87%
(Juodžentytė dan Žilaitis, 2018), di Sulawesi
62,1% , dan di Jawa
Timur sebesar 6,28% ,
Pada kasus hipofungsi ovarium tidak ada
folikel mapupun korpus luteum, sehingga pada
pemeriksaan per rektal permukaan ovarium
licin. Sapi yang mengalami hipofungsi ovarium
tidak menunjukkan tanda-tanda birahi
(anestrus) dalam waktu yang lama. Secara
endokrinoligis kasus hipofungsi terutama terjadi
akibat kekurangan nutrisi, sehingga kelenjar
hipofisa anterior tidak mampu mensekresikan
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan
pembentukan folikel di ovarium. Penanganan
pada keadaan hipofungsi ovarium dapat
dilakukan dengan memperbaiki kualitas pakan
dan pemberian pengobatan dengan hormon
antara lain dengan hormon gonadotropin
Hormon gonadotropin yang banyak
dipergunakan oleh para praktisi adalah
Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG)
dan human Chorionic Gonadrotopin (hCG).
Kedua hormon tersebut merupakan hormon
glikoprotein, terdiri dari subunit α dan β. Sub
unit α pada PMSG dan hCG adalah sama,
namun sub unit β yang menimbulkan perbedaan
sifat aktivitasnya. Hormon PMSG berfungsi
seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH)
yang merangsang pertumbuhan folikel sampai
matang sehingga menimbulkan gejala birahi,
dengan sedikit sifat Luteinizing Hormon (LH)
yang berfungsi menyebabkan ovulasi pada
folikel yang telah matang , sedangkan
hormon hCG bekerja seperti Luteinizing
Hormon (LH) (Cole, 2009).
Laporan kasus ini membahas pengobatan
hipofungsi ovarium menggunakan dosis yang
sama hormon PMSG dikombinasikan dengan
hormon hCG dengan dosis yang berbeda.
Koperasi Serba Usaha (KSU) Tunas Setia
Baru Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur, terletak di lereng sebelah barat
pegunungan Tengger di ketinggian 400-2000
meter. Wilayah kerja KSU Tunas Setia Baru
meliputi 10 desa, yang secara secara geografis
berada pada 7° 53' 30.51" LS dan 112° 48'
41.90" BT.
Diagnosis
Laporan kasus menggunakan 10 ekor
ternak sapi perah Peranakan Friesian Holstein
(PFH), dengan kriteria: pernah beranak, tidak
menunjukkan gejala estrus lebih dari 60 hari
setelah melahirkan terakhir (Hafez dan Hafez,
2000a), skor kondisi tubuh (Body Condition
Score, BCS) 3 atau kurang (skala 1–5).
Diagnosis dengan pemeriksaan palpasi rektal
untuk memastikan bahwa kondisi ovarium halus
tanpa ada folikel maupun korpus luteum.
Terapi Hormon
Hormon yang digunakan adalah preparat
hormon PG-600 (Intervet), preparat hormon
hCG Chorulon (MSD). Sepuluh sapi perah yang
mengalami hipofungsi ovarium disuntik PG-
600 dengan dosis 300 IU secara intramuskuler
pada saat diagnosa hipofungsi ovarium
ditegakkan. Selanjutnya 10 sapi perah hipofungsi
ovarium tersebut dibagi secara acak menjadi dua
kelompok sama banyak. Penyuntikan Chorulan
(hCG) dilakukan secara inramuskuler pada
waktu birahi bersamaan dengan saat inseminasi,
yaitu 300 IU pada kelompok pertama, dan 600
IU pada kelompok kedua. Respons birahi yang
diamati berupa persentase birahi, serta rentangan
dan rerata waktu terjadinya birahi dihitung
berdasarkan saat penyuntikan PG-600 sampai
dengan munculnya tanda birahi, diantara spai
perah yang mengalami hipofungsi ovarium.
Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan dilakukan dengan
menggunakan semen beku sapi perah PFH yang
diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari. Teknis pelaksanaan
dilakukan oleh inseminator, sesuai prosedur
operasional standar, semen beku post-thawing
dimasukkan pada posisi keempat menggunakan
laras inseminasi buatan. Respons yang diamati
adalah persentase kebuntingan diantara sapi-
sapi diberi perlakuan dan diinseminasi.
Semua sapi perah hipofungsi ovarium
(100%) mengalami birahi baik pada kelompok
pertama maupun kelompok kedua. Waktu
munculnya tanda-tanda birahi dihitung sejak
penyuntikan PG-600 pada kelompok pertama
pada rentangan 6 – 8, dengan rerata 6,8 ± 0.84,
sedangkan pada kelompok kedua pada
rentangan 6 – 7 dengan rerata 6,2 ± 0.45 hari.
Diagnosis kebuntingan yang dilakukan 60 hari
setelah inseminasi buatan menunjukkan bahwa
semua sapi perah PFH (100%) pada kedua
kelompok tersebut dinyatakan bunting (Tabel
1).
Tabel 1 Persentase birahi, rentangan dan rerata waktu munculnya birahi (hari), serta persentase
kebuntingan pada sapi perah yang mengalami hipofungsi ovarium setelah diberi pengobatan dengan
hormon gonadotropin.
Gonadotropin jumlah
sapi
birahi persentase
bunting PG-600 hCG persentase rentangan waktu rerata waktu
300 IU 100 IU 5 100 % (5/5) 6 – 8 6,8 ± 0.84 100 % (5/5)
300 IU 300 IU 5 100 % (5/5) 6 – 7 6,2 ± 0.45 100 % (5/5)
PG-600 disuntikkan intramuskuler saat sapi terdiagnosis hipofungsi ovarium; hCG disuntikkan
bersamaan dengan waktu inseminasi buatan; waktu birahi dihitung dari saat penyuntikan sampai
dengan pertama kali munculnya tanda birahi.
Gangguan reproduksi karena hipofungsi
ovarium dapat diobati dengan pemberian
preparat hormonal FSH-LH like dengan
penyuntikan preparat kombinasi FSH–LH atau
FSH–LH like seperti, PMSG dan hCG
(Hermadi, 2015). Pada penanganan kasus
hipofungsi pada sapi perah di KSU Tunas Setia
Baru menggunakan kombinasi PG-600
300IU dengan hCG 300IU atau kombinasi
PG-600 dan hCG 100IU terbukti dapat
mengaktifkan kembali ovarium pada 100%
(10/10), sehingga semuanya menunjukkan
respons birahi antara 6-8 hari setelah
penyuntikan PG-600, dan semua bunting pada
pemeriksaan per rektal 60 hari setelah
dilakukan inseminasi buatan. Hasil tersebut
lebih baik dibandingkan laporan-laporan
sebelumnya. Pengobatan hipofungsi ovarium
pada kerbau menggunakan PMSG saja
menghasilkan kebuntingan 58.33 % , Sedangkan pengobatan
hipofungsi ovarium pada sapi dan kerbau
dengan 180 IU PG-600 saja menghasilkan
angka birahi sebesar 90,8%, antara 3 – 9 hari
atau rata-rata 5 hari setelah penyuntikan PG-
600 ,
Preparat PG-600 mengandung 400 IU
hormon PMSG dan 200 IU hormon hCG.
Pregnant Mare Serum Gonadotropin
mempunyai aktifitas sebagai FSH dan sedikit
LH. Fungsi utama FSH adalah stimulasi
pertumbuhan dan pematangan folikel de graaf
di dalam ovarium , Pada penanganan kasus ini,
pemakaian kombinasi PG-600 dengan hCG
mampu menginduksi aktivasi ovarium sapi
yang mengalami hipufungsi. Hormon PMSG
yang terkandung dalam PG-600 berfungsi
menginisiasi pertumbuhan folikel pada
ovarium. Sedangkan fungsi Luteinizing
Hormone (LH) yang terkandung dalam PG-600
dan hCG berperan pada proses androgenesis
yang terjadi pada folikel dengan merubah
cholesterol menjadi testosterone. Testosteron
yang terbentuk akan berdifusi masuk ke dalam
sel granulosa untuk diubah oleh FSH menjadi
estrogen melalui proses aromatisasi yang
melibatkan enzim aromatase. Adanya estrogen
menyebabkan pertumbuhan folikel muda
menjadi matang sampai terjadi birahi yang
diikuti ovulasi. Hormon estrogen juga
menyebabkan sapi menunjukkan tanda-tanda
birahi ,
Secara fisiologis fungsi FSH (dalam PG-
600) menstimulir pematangan folikel yang
menghasilkan hormon estrogen. Hormon
estrogen tersebut menyebabkan munculnya
tanda-tanda birahi, yaitu peningkatan
vaskularisasi ke organ reproduksi betina dan
menimbulkan perilaku birahi. Ketika folikel
telah matang, hormon estrogen mencapai kadar
tertinggi yang kemudian memicu hipofisa
anterior untuk melepaskan LH yang
menyebabkan terjadinya ovulasi Hormon hCG yang disuntikkan
setelah penyuntikan PG-600 bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas induksi ovulasi.
Hormon hCG mempunyai aktifitas seperti LH
yang dapat merangsang sel-sel granulosa
dan sel-sel teka pada folikel yang matang
mengalami ovulasi (Siregar et al., 2004).
Kebuntingan hasil inseminasi buatan tidak
hanya karena aktivasi kembali ovarium sampai
dengan terjadinya ovulasi, terdapat beberapa
faktor lain yaitu kualitas semen, penanganan
semen, deteksi birahi, ketepatan waktu
inseminasi dan
keterampilan inseminator dalam mendeposisikan
semen ke dalam organ reproduksi sapi (,). Pada penanganan kasus ini faktor-faktor
lain tersebut adalah sama diantara semua sapi
perah objek pada laporan kasus ini. Setelah
ovulasi, kadar hormon estrogen menurun
drastic, sel-sel pada jaringan sisa ovulasi
mengalami luteinasi oleh LH membentuk
korpus luteum yang menghasilkan hormon
progesterone. Sekresi LH yang terus menerus
penting untuk mempertahankan CL dan sekresi
progesteron untuk kelanjutan kebuntingan
pada sapi
Pemberian kombinasi hormon PMSG
dengan hCG dapat menimbulkan birahi dan
kebuntingan pada sapi perah 100% (10/10)
yang mengalami hipofungsi ovarium di KSU
Tunas Setia Baru Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan.
Dalam menjalankan perekonomian
negara, banyak aspek yang berperan dalam
meningkatkan komoditas negara. Aspek-
aspek tersebut antara lain dalam bidang
Perkebunan, Pertanian, Perikanan,
Perdagangan, dan yang tidak kalah
pentingnya adalah di bidang Peternakan.
banyak hewan yang dapat diternakkan
salah satunya adalah sapi. Sapi memiliki
manfaat yang cukup banyak untuk
kehidupan manusia seperti bisa digunakan
untuk bahan makanan, diperah susunya,
dan kulitnya bisa digunakan untuk
kerajinan. Tetapi, sapi rentan pada
penyakit, hal itu membuat kerugian yang
cukup besar bagi para peternak sapi.
Dalam memelihara sapi, penyakit
merupakan salah satu resiko yang harus
dihadapi. Misalnya, seekor sapi yang
mengidap penyakit tertentu yang dapat
merusak produksi susu sapi. Ada pula
penyakit sapi yang dapat mengakibatkan
keguguran pada kehamilan bahkan sampai
ada yang menyebabkan kematian pada
sapi, apalagi jika penyakit tersebut sangat
menular. Tentu saja hal ini tidak dapat
dibiarkan dan harus diambil tindakan-
tindakan untuk pengendalian, baik itu
berupa tindakan pencegahan maupun
pengobatan. Menurut laporan tahuanan
Dinas Peternakan Jawa Timur tahun 2010
tercatat 3,905 kasus penyakit BEF (Bovine
Emerald Fever) terjadi di daerah Jawa
Timur. BEF adalah suatu penyakit viral
pada sapi dan kerbau yang ditandai dengan
terjadinya demam tinggi, rasa sakit otot,
dan kepincangan. Data tersebut didapat
dari beberapa rumah sakit hewan yang ada
di wilayah Jawa Timur yang kemudian
dikumpulkan oleh Dinas Peternakan Jawa
Timur. Oleh karena itu, agar kasus
penyakit BEF dan jenis-jenis penyakit
yang lain tidak bertambah kasusnya, perlu
dilakukan tindakan yang cepat dalam
penanganannya.
Teknologi komputer yang sudah
semakin canggih merambah ke segala
bidang, dan semuanya itu ditujukan bagi
kemudahan dalam beraktifitas. Saat ini
jenis pemanfaatannya semakin
berkembang dari hanya sekedar mesin
ketik dan alat hitung biasa, saat ini
dimanfaatkan untuk membantu dalam
pekerjaan di beberapa bidang lain selain
berbasis komputer. Salah satu contohnya
adalah mendiagnosa penyakit dengan
menggunakan Sistem Pakar. Sistem Pakar
itu mampu meniru kerja seorang pakar
dalam melakukan diagnosa penyakit
khususnya pada hewan sapi. Karena
sifatnya hanya meniru kecerdasan seorang
dokter hewan, maka kemampuan Sistem
Pakar ini tidak dapat menyamai dokter
hewan yang sebenarnya. Oleh karena itu
dengan penggunaan Sistem Pakar
Penentuan Jenis Penyakit Pada Hewan
Sapi dapat membantu dokter hewan untuk
mengetahui penyakit sapi secara cepat dan
tepat.
sistem pakar adalah suatu program
komputer cerdas yang menggunakan
knowledge (pengetahuan) dan prosedur
inferensi untuk menyelesaikan masalah
yang cukup sulit sehingga membutuhkan
seorang yang ahli untuk
menyelesaikannya. Selain itu sistem pakar
juga merupakan suatu sistem komputer
yang menyamai (emulates) kemampuan
pengambilan keputusan dari seorang
pakar. Istilah emulates berarti bahwa
sistem pakar diharapkan dapat bekerja
dalam semua hal seperti seorang pakar.
Forward chaining adalah suatu
metode dari mesin inferensi untuk
memulai penalaran atau pelacakan suatu
data dari fakta-fakta yang ada menuju
suatu kesimpulan (Arhami, 2005). Dalam
metode ini, data yang digunakan untuk
menentukan aturan mana yang akan
dijalankan, kemudian aturan tersebut
dijalankan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat alur dari metode forward chaining
seperti pada gambar 1
Dependency diagram di dalam
sistem pakar berfungsi untuk menunjukan
hubungan atau ketergantungan antara
inputan pertanyaan, rules, nilai dan
rekomendasi yang dibuat oleh prototype
sistem berbasis pengetahuan (Dologite,
1993). Contoh dari dependency diagram
dapat di lihat pada gambar
HEWAN SAPI
Sapi adalah hewan ternak
terpenting sebagai sumber daging, susu,
tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi
menghasilkan sekitar 50% (45%-55%)
kebutuhan daging didunia, 95% kebutuhan
susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi
berasal dari famili Bovidae. Seperti halnya
bison, banteng, kerbau (Buballus), kerbau
afrika (syncherus), dan anoa.
Tubuh sapi tersusun dari sel-sel
yaitu bagian tubuh terkecil yang hidup dan
berkembang secara dinamis dengan cara
pembelahan. Sel-sel ini melalui proses
pembelahan yang berkelanjutan berangsur-
angsur berkembang dan mengelompok
menjadi kumpulan sel dengan fungsi yang
khusus.
PENYAKIT SAPI
Penyakit pada sapi biasanya dipicu
eleh beberapa penyebab diantaranya
bakteri, virus, parasit dan jamur. Selain itu
kelainan pada saat lahir juga merupakan
penyakit yang tidak bisa dihindari. Contoh
penyakit yang disebabkan oleh bakteri :
1. Aktinobasilosis
Aktinobasilosis adalah penyakit
bakterial pada sapi, babi, kuda, dan
domba yang sering menyerang
jaringan lunak dan kelenjar getah
bening. Jaringan utama yang terserang
pada sapi adalah lidah dengan
pembentukan nanah dan radang
granuloma (jenis peradangan yang
membentuk benjolan akibat adanya
reaksi selular makrofag terhadap
infeksi yang tejadi).
2. Antraks
Penyakit Antraks bersifat menular
akut dan perakut. Penyakit ini dapat
menyerang semua jenis hewan
berdarah panas bahkan manusia.
Penyakit ini dapat menyebabkan
angka kematian tinggi.
3. Dermatofilosis
Dermatofilosis atau Kutaneus
Streptotrikosis adalah radang kulit
(dermatitis) yang ditandai dengan
pembentukan kudis yang tebal.
Penyakit ini banyak dijumpai di
negara-negara tropis, terutama di saat
musim hujan dan merupakan penyakit
zoonosis.
FLOWCHART
Pada gambar 3. dapat dijelaskan
bahwa diagram alir sistem untuk proses
inference engine menggambarkan proses
penelusuran untuk menentukan kesimpulan
yang tepat. Inference engine akan menerima
respon data yang berasal dari jawaban user
umum, kemudian melakukan proses terhadap
basis pengetahuan yang sesuai. Metode yang
digunakan adalah runut maju (forward
chaining).
DEPENDENCY DIAGRAM
Dependency diagram digunakan
untuk menentukan hubungan antara faktor-
faktor penting yang mempengaruhi dalam
pemberian suatu rekomendasi minat dan
bakat. Dependency diagram juga berisi
aturan-aturan dan jawaban yang digunakan
untuk memudahkan pada saat proses
verifikasi. Dependency diagram dapat
dilihat pada Gambar 4.
Kesimpulan yang dapat diambil
dari hasil implementasi dan Evaluasi pada
bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi Sistem Pakar Dalam
Penentuan Jenis Penyakit Pada Hewan
Sapi dapat memberikan informasi
mengenai penyakit sapi tersebut dan
cara pengobatan maupun
penanggulangannya.
2. Penerapan sistem ini juga
menghasilkan informasi berupa
laporan tentang jenis-jenis penyakit
sapi apa saja yang menyerang sapi
dalam kurun waktu tertentu.
3. Sistem ini dapat mendiagnosa
penyakit sapi dengan menggunakan
metode forward chaining, dimana
metode ini melakukan pelacakan atau
penalaran suatu data dari fakta-fakta
yang ada sehingga mendapatkan
sebuah kesimpulan.
Dalam pengembangan aplikasi
sistem pakar dalam penentuan jenis
penyakit pada hewan sapi dapat diajukan
saran, yaitu penambahan jenis sapi yang
ada di seluruh dunia, agar aplikasi ini
dapat digunakan pada semua jenis sapi
yang ada.
Desa Susut merupakan daerah dataran tinggi, terletak 4km arah selatan dari kota kecamatan
susut dan 10 km arah barat kota Kabupaten Bangli, dengan luas wilayah 4,83 km2, dengan
sebagian besar lahan digunakan untuk kegiatan pertanian, yakni seluas 216 Ha (0,45%). Desa Susut
Bangli yang meliputi 9 Banjar/Pekraman. Kesembilan banjar ini adalah Banjar Pukuh, Banjar
Penatahn, Banjar Penglumbaran, Banjar lebah, Banjar Juwuk Bali, Banjar Manuk, Banjar Tangkas,
Banjar Susut Kaja dan Banjar Susut Kelod. Masyrakat Desa Susut menggantungkan hidup dari
sktor pertanian, selain itu dari sektor peternakan dengan jenis ternak peliharaan seperti; sapi, babi,
unggas dan lain-lain. Sistema berusaha ternak yang dilakukan masyrakat masih bersifat tradicional,
karena usaha ini diposisikan sebagai usaha sambilan (http:/desasusut.wordpress.com).
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan peternakan di negara kita adalah upaya
dalam pencukupan kebutuhan protein hewani, yang pada gilirannya hal ini akan berpengaruh pada
kecerdasan bangsa. Salah satu produk protein hewani adalah daging, yang dapat dihasilkan dari
berbagai komoditas ternak, baik dari ternak besar, ternak kecil, dan unggas. Ternak besar, terutama
sapi, berperan yang sangat besar dalam penyediaan daging. Daging sapi pada umumnya
dihasilkan dari sapi potong, seperti sapi bali, sapi madura, dan sapi peranakan ongole. Sapi potong
asli negara kita salah satunya adalah sapi Bali ,
Sapi Bali sudah dipelihara secara turun menurun oleh warga petani Bali sejak zaman
dahulu. Petani memeliharanya untuk membajak sawah dan tegalan, untuk menghasilkan pupuk
kandang yang berguna untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian. Sapi Bali juga dapat
dijadikan sumber pendapatan dengan mengembangbiakan ternak sapinya. Namun, Peternak sapi
bali di Desa Susut, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli baik itu kelompok ternak maupun peternak
individu masih banyak mengalami kendala dalam mengembangkan ternak sapi bali. Kendala yang
dihadapi antara lain dari aspek penyakit disamping karena managemen yang masih kurang
memadai. Masyarakat belum begitu menguasai masalah kesehatan dan pengetahuan tentang
beternak sapi yang baik sehingga terjadi penurunan produksi yang tentunya dapat mengakibatkan
terjadinya kerugian ekonomi yang cukup besar. Usaha-usaha untuk menjaga kesehatan hewan
ternak sangat diperlukan dan bahkan merupakan suatu keharusan karena dapat meningkatkan
perekonomian rakyat. Usaha menjaga kesehatan hewan ternak secara terpadu dapat dilakukan
dengan menerapkan manajemen kesehatan kelompok ternak ,
Tujuan kegiatan pengabdian ini yaitu memberikan informasi tentang kesehatan hewan
ternak terutama sapi bali, manajemen pemeliharaan ternak serta penanggulangan penyakit pada
hewan ternak sehingga dapat meningkatkan dan menekan angka kerugian ekonomi peternak sapi
Bali di Desa Susut, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli.
Realisasi Pemecahan Masalah
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di Simantri 268, Gapoktan Merta Shanti Desa Susut,
Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, salah satu cara pemecahan masalah yang dapat dilakukan
yaitu dengan meningkatkan penerapan manajemen pemeliharaan ternak sapi dan meningkatkan
kesehatan ternak sapi sehingga warga di desa ini tidak mengalami kerugian. Peningkatan
manajemen pemeliharaan ternak sapi dan kesehatan ternak sapi dapat dilakukan dengan melakukan
pelayanan kesehatan.
Khalayak Sasaran Strategis
Sasaran kegiatan pengabdian yaitu ternak sapi yang berada di Simantri 268, Gapoktan Merta Shanti
Desa Susut, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli dengan pemberianberupa pelayanan kesehatan
berupa pemberian vitamin, obat cacing, spraying (Butox) dan penanganan luka terhadap sapi yang
sakit.
Metode dan Lokasi Kegiatan
Kegiatan pengabdian ini dilakukan dalam bentuk pelayanan kesehatan ternak sapi di Simantri 268,
Gapoktan Merta Shanti Desa Susut, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli berupa pemberian obat
cacing dan vitamin, spraying terhadap ternak yang sehat dan melakukan pengobatan terhadap
ternak yang sakit, serta diskusi dengan peternak tentang arti penting memelihara kesehatan ternak.
Pelaksanaan kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pelayanan dan sosialisasi tentang
kesehatan hewan ternak, manajemen pemeliharaan ternak serta penanggulangan penyakit pada
hewan ternak sehingga dapat meningkatkan produksi ternak dan menekan angka kerugian ekonomi
peternak sapi Bali. Jumlah hewan sapi yang dilayani pada pelaksanaan ini sebanyak 24 ekor sapi.
Pelayanan kesehatan hewan ternak berupa pemberian vitamin (24 ekor), obat cacing (20 ekor),
spraying butox (24 ekor) serta pemberian injeksi ivomec (2 ekor) bagi hewan yang mengalami
gatal-gatal pada kulit. Pemberian vitamin pada hewan ternak sangat penting mengingat kesehatan
dan kelangsungan hidup ternak bahkan pada kebanyakan mahluk hidup tidak lepas dari keberadaan
vitamin di dalam tubuh. Beberapa fungsi vitamin pada ternak antara lain yaitu untuk
mempertahankan serta meningkatkan kekuatan tubuh serta berperan untuk meningkatkan kesehatan
ternak terutama saat berproduksi. Vitamin yang diberikan pada pelayanan kesehatan ini yaitu
vitamin neurotropin. Selain pemberian vitamin, hewan juga diberikan obat cacing piperazine.
Piperazine merupakan jenis obat cacing sapi yang paling banyak digunakan oleh para peternak.
Penggunaannya adalah dengan cara dilarutkan pada air minum atau pada ransum yang akan
diberikan dan dosisnya disesuaikan dengan berat badan sapi. Tujuan dari pemberian obat cacing ini
adalah untuk membasmi cacing yang ada dalam saluran cerna. Pemberian spraying butox
dilakukan untuk membasmi ektoparasit seperti kutu atau lalat yang menghinggapi tubuh sapi.
Butox merupakan insektisida dengan kandungan zat aktifnya adalah Deltametrin. Konsentrasi yang
digunakan adalah 1 permil, diperoleh dengan mengencerkan 1 ml butox ke dalam 1 liter air
kemudian disemprotkan ke seluruh tubuh sapi. Seperti yang kita ketahui bahwa gigitan kutu yang
ada pada tubuh sapi dapat menyebabkan terjadinya gatal-gatal dan luka. Lalat yang
menghinggapi tubuh sapi akan memperparah luka yg disebabkan oleh kutu ini dan dapat
menyebabkan terjadinya miasis atau adanya belatung pada daerah luka. Miasi adalah infestasi larva
lalat ke dalam jaringan hidup hewanbmaupun manusia. Beberapa jenis lalat telah diidentifikasi
sebagai penyebab penyakit ini, namun yang bersifat obligat parasite adalah Chrysomya bezziana.
Awal infestasi larva terjadi pada derah kulit yang luka, selanjutnya larva bergerak lebih dalam
menuju jaringan otot sehingga menyebabkan daerah luka semakin lebar. Kondisi ini
menyebabkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun, demam serta diikuti penuruan
bobot badan dan bahkan terjadi anemia (Wardhana dan Muharsini, 2005). Keberhasilan kegiatan
pengabdian ini dievaluasi melalui respon warga yang sangat baik. Para peternak sangat
antusias mengikuti kegiatan pengabdian ini dan mereka berharap kegiatan pengabdian ini dapat
dilakukan kembali di desa Susut dengan rutin. Hal hal yang mendorong kegiatan ini adalah adanya
respon dan antusias warga yang tinggi dalam mengikuti kegiatan ini karena mereka belum
memahami bagaimana cara memelihara kesehatan ternak mereka dengan baik sehingga mereka
sangat berharap kegiatan ini dapat dilakukan dengan rutin di daerah mereka.
Beberapa kendala yang kami hadapi selama pelaksanaan kegiatan pengabdian ini adalah
kurangnya pemahaman warga tentang cara memelihara kesehatan hewan dan ada beberapa
peternak yang tidak bisa hadir karena ada kegiatan upacara adat di desa ini namun
memberikan kepercayaan kepada ketua kelompok ternak, sehingga sebagian obat kami berikan ke
dokter hewan yang berada di UPT agar tidak terjadi penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh
peternak. Dan pada saat diskusi kami juga menyarankan kepada peternak agar menghubungi dokter
hewan terdekat atau dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap simantri ini bila
ada ternak yang sakit dan tidak mencoba menjadi dokter sendiri untuk ternaknya terutama
dalam pemberian obat injeksi. Selain itu juga kami jelaskan kepada petani untuk memberikan
pakan yang lebih banyak dan kualitas pakan ditingkatkan. Penambahan dedak/konsentrat pada
pakan, serta memberikan/menyediakan air secara ad libitum. Tapi sejauh ini kegiatan pengabdian
yang kami lakukan berjalan lancar dan sesuai rencana.
Pelayanan Kesehatan Hewan Pada Sapi Bali Di Desa Susut, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli
Jumlah hewan sapi yang dilayani pada pelaksanaan ini sebanyak 24 ekor sapi. Pelayanan kesehatan hewan
ternak berupa pemberian vitamin (24 ekor), obat cacing (20 ekor), spraying butox (24 ekor) serta pemberian
injeksi ivomec (2 ekor) bagi hewan yang mengalami gatal-gatal pada kulit.