Rabu, 13 September 2023
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh Tim Pengkajian,
maka dapat diuraikan beberapa butir kesimpulan sebagai
berikut:
a) Bahwa jajaran keimigrasian telah siap dalam mengimplementasikan kebijakan bebas visa terlihat dengan usaha yang
dilakukan berupa: sosialisasi dan peningkatan pengawasan
di semua wilayah kerja; melakukan kerja sama dengan
instansi terkait dalam hal pengawasan orang asing sampai
tingkat RT/RW dan membentuk sekretariat tim PORA;
melakukan peningkatan kompetenasi SDM, sarpras, dan
intelijen; memperkuat sistem perlintasan orang asing
mulai dari bandar udara, pos lintas batas dan pelabuhan
laut, namun memang masih terdapat kekurangan atau
belum maksimalnya kinerja UPT keimigrasian dalam
mengimplementasikan kebijakan bebas visa ini .
b) Adapun manfaat dengan adanya kebijakan bebas visa, dari
sudut pandang Imigrasi, secara signifikan belum terlihatini didasari bahwa ada negara-negara penerima bebas
visa yang termasuk negara bergejolak, negara-negara yang
secara ekonomi, sosial, dan politik belum baik, serta ada
negara yang termasuk negara bermasalah sehingga dalam
sejumlah masalah penyalahgunaan bebas visa dipakai
untuk keperluan bekerja. Di samping itu asas resiprokal
dan manfaat yang menjadi amanat UU No. 6 Tahun 2011
tentang Keimigrasian tidak diberlakukan bagi WNI yang
berkunjung ke negara-negara penerima bebas visa. Data
dari Ditjen Imigrasi menunjukan bahwa terdapat 66
negara yang dianggap belum mendukung secara maksimal
(efektif) dan ada 10 negara dianggap tidak efektif,
sehingga azas manfaat sebagaimana dimaksud pasal 43
UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian belum secara
signifikan memberikan keuntungan bagi pemerintah
Indonesia. Namun ada kemudahan dalam hal administrasi
keimigrasian seperti tidak memerlukan peneraan stiker
VOA bagi orang asing; mempercepat antrian (kurang dari
1 menit) karena tidak memerlukan VOA; memudahkan
input data ke BCM. sedang dari sisi pariwisata: bahwa
kebijakan bebas visa memudahkan bagi orang asing
untuk datang ke wilayah NKRI dari tempat-tempat yang
telah ditentukan berdasar keputusan presiden serta
adanya peningkatan devisa negara melalui pariwisata,
dan terwujudnya peningkatan kesejahteraan warga ,
walaupun ini memerlukan kajian lebih lanjut;
c) Beberapa kendala yang memicu belum maksimalnya
implementasi bebas visa antara lain adalah: (1) Dari
sisi pengawasan belum dapat mendeteksi secara pasti kemanfaatan bebas visa dalam peningkatan pariwisata;
(2) Dari sisi keamanan (security) mengingat luasnya
wilayah kerja maka kemungkinan akan meningkatkan
potensi pelanggaran orang asing yang masuk terutama
yang termasuk kategori negara rawan; (3) Dari sisi sumber
daya: SDM yang kurang sebanding antara pengawasan dan
tingginya perlintasan orang asing yang masuk karena BV
dan kurangnya pengetahuan intelijen petugas imigrasi; (4)
Dari sisi Sarana-prasarana: Kurangnya sarana-prasarana
yang modern; dan (5) Dari sisi komunikasi: kurangnya
koordinasi dengan instansi terkait.
Sejarah Keimigrasian
a. Zaman Penjajahan
Kekayaan sumber daya alam, khususnya
sebagai penghasil komoditas perkebunan yang
diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah
negara kita yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia
Belanda menarik berbagai negara asing untuk
turut serta mengembangkan bisnis perdagangan
komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus
kedatangan warga asing ke wilayah Hindia Belanda,
pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk
kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921
kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi
immigratie dients (dinas imigrasi).Dinas imigrasi
pada masa pemerintahan penjajahan Hindia
Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang
dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan
afdeling-afdeling(bagian) seperti afdeling visa dan
afdeling lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar
immigratie diperluas. Tenaga-tenaga berpengalaman
serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat.
Tidak sedikit di antaranya adalah tenaga-tenaga
kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten).
Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan
para pejabat Belanda. Kebijakan keimigrasian yang
ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah
politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui
kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka
seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk,
tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud
utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi ”pintu
terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor
dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan
ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia
Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat
dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi
dan menekan penduduk pribumi. Walaupun terus
berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di
berbagai daerah), namun struktur organisasi dinas
imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya
lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/
atau keluar negeri pada saat itu. Bidang keimigrasian
yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda
hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan
tinggal orang; (b) bidang kependudukan orang asing;
dan (c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur
ketiga bidang ini , peraturan pemerintah yang
dipakai adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings
Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).
b. Era Revolusi Kemerdekaan
Era kolonialisasi Hindia Belanda mulai berakhir
bersamaan dengan masuknya Jepang ke wilayah
negara kita pada tahun 1942. Namun pada masa
pendudukan Jepang hampir tidak ada perubahan
yang mendasar dalam peraturan keimigrasian.
Dengan kata lain, selama pendudukan Jepang,
produk hukum keimigrasian Hindia Belanda
masih dipakai . Eksistensi pentingnya peraturan
keimigrasian mencapai momentumnya pada saat
negara kita memproklamirkan kemerdekaanya pada 17
Agustus 1945.Ada 4 (empat) peristiwa penting pasca
proklamasi kemerdekaan Republik negara kita yang
terkait dengan keimigrasian, yaitu: (1) Repatriasi APWI
dan serdadu Jepang; dalam peristiwa ini ditandai
dengan pengangkutan ex APWI dan pelucutan
serta pengangkutan serdadu Jepang di Jawa Tengah
khususnya, di pulau Jawa dan negara kita umumnya yang ditangani oleh Panitia Oeroesan Pengangkoetan
Djepang (POPDA); (2) Kegiatan barter, pembelian
senjata dan pesawat terbang; pada masa Revolusi
Kemerdekaan para pejuang sering bepergian ke luar
negeri, misal masuk ke Singapore dan Malaysia, masih
tanpa paspor; (3) Perjuangan Diplomasi; diawali
dengan penyelenggaraan Inter Asian Conference di
New Delhi. Dalam kesempatan itu Kementerian Luar
Negeri negara kita akhirnya berhasil mengeluarkan
”Surat Keterangan dianggap sebagai paspor” sebagai
dokumen perjalanan antar negara yang pertama setelah
kemerdekaan bagi misi pemerintah negara kita yang sah
dalam konferensi ini . Delegasi negara kita yang
dipimpin oleh H. Agus Salim ikut memperkenalkan
”Paspor Diplomatik” pemerintah negara kita kepada
dunia Internasional; dan (4) Keimigrasian di Aceh;
Aceh sebagai satu-satunya wilayah negara kita yang
tidak pernah diduduki Belanda, sejak tahun 1945
telah mendirikan kantor imigrasi di lima kota dan
terus beroperasi selama masa revolusi kemerdekaan.
Pendirian kantor imigrasi di Aceh sejak tahun 1945
adalah oleh Amirudin. Peristiwa cukup penting pada
masa ini, Jawatan Imigrasi yang sejak semula di bawah
Departemen Kehakiman, pada tahun 1947 pernah
beralih menjadi di bawah kekuasaan Departemen
Luar Negeri. Selain itu, untuk mengatasi kevakuman
hukum, peraturan perundang-undangan keimigrasian
produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut
dan digantikan dengan produk hukum yang selaras dengan jiwa kemerdekaan. Selama masa revolusi
kemerdekaan ada dua produk hukum Hindia Belanda
yang terkait dengan keimigrasian dicabut, yaitu (a)
Toelatings Besluit (1916) diubah menjadi Penetapan
Ijin Masuk (PIM) yang dimasukkan dalam Lembaran
Negara Nomor 330 Tahun 1949, dan (b) Toelatings
Ordonnantie (1917) diubah menjadi Ordonansi Ijin
Masuk (OIM) dalam Lembaran Negara Nomor 331
Tahun 1949. Selama masa revolusi kemerdekaan
lembaga keimigrasian masih memakai struktur
organisasi dan tata kerja dinas imigrasi (Immigratie
Dients) peninggalan Hindia Belanda.
c. Era Republik negara kita Serikat (RIS)
Era Republik negara kita Serikat merupakan momen
puncak dari sejarah panjang perjalanan pembentukan
lembaga keimigrasian di Indonesia. Di era inilah dinas
imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan
kepada pemerintah negara kita pada tanggal 26
Januari 1950. Struktur organisasi dan tata kerja serta
beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda
terkait keimigrasian masih dipergunakan sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa
Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama
kalinya dipegang oleh putra pribumi, yaitu Mr. H.J
Adiwinata. Struktur organisasi jawatan imigrasi
meneruskan struktur immigratie dients yang lama,
sedang susunan jawatan imigrasi masih sederhana
dan berada dalam koordinasi Menteri Kehakiman, baik operasional-taktis, administratif, maupun
organisatoris. Pada permulaan tahun 1950, sebagai
bangsa yang baru merdeka dan masih dalam suasana
pergolakan, tentunya sarana dan prasarana penunjang
jawatan imigrasi pada saat itu masih sangat terbatas dan
sederhana. Kesulitan yang dirasakan sangat mendasar
adalah masih sangat sedikitnya putra pribumi yang
memahami tugas dan fungsi keimigrasian. Untuk itu,
sebagai bagian dari periode transisi, jawatan imigrasi
masih memakai pegawai berkebangsaan Belanda.
Dari 459 orang yang bekerja di jawatan imigrasi di
seluruh Indonesia, 160 orang adalah orang Belanda.
Peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai
dasar oleh jawatan imigrasi RIS adalah masih warisan
dari Pemerintah Hindia Belanda, yaitu: (a) Indische
Staatsregeling, (b) Toelatings Besluit, (c) Toelatings
Ordonnantie.Dalam masa yang relatif singkat,
jawatan imigrasi pada era Republik negara kita Serikat
telah menerbitkan 3 (tiga) produk hukum, yaitu (a)
Keputusan Menteri Kehakiman RIS Nomor JZ/239/12
tanggal 12 Juli 1950 yang mengatur mengenai pelaporan
penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila
mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara
resmi sebagai pelabuhan pendaratan, (b) UndangUndang Darurat RIS Nomor 40 Tahun 1950 tentang
Surat Perjalanan Republik Indonesia, dan (c) UndangUndang Darurat RIS Nomor 42 Tahun 1950 tentang
Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 77).
d. Era Demokrasi Parlementer
Periode krusial pada era Republik negara kita
Serikat berlanjut pada Era Demokrasi Parlementer,
yang salah satunya terkait dengan berakhirnya
kontrak kerja pegawai keturunan Belanda pada akhir
tahun 1952. Berakhirnya kontrak kerja mereka menjadi
persoalan penting karena pada saat itu pemerintah
negara kita sedang bergerak cepat mengembangkan
jawatan imigrasi. Pada periode 1950-1960 jawatan
imigrasi berusaha membuka kantor-kantor dan
kantor cabang imigrasi, serta penunjukan pelabuhanpelabuhan pendaratan yang baru.Pada dasawarsa
imigrasi tepatnya 26 Januari 1960, jawatan imigrasi
telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan
pembentukan Kantor Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta,
26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor cabang imigrasi,
1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di
luar negeri. Di bidang sumber daya manusia (SDM)
keimigrasian, pada bulan Januari 1960 jumlah total
pegawai jawatan imigrasi telah meningkat menjadi
1256 orang yang kesemuanya putra-putri Indonesia,
mencakup pejabat administratif dan pejabat teknis
keimigrasian. Di bidang pengaturan keimigrasian,
mulai periode ini pemerintah negara kita memiliki
kebebasan untuk mengubah kebijaksanaan opendeur
politiek imigrasi kolonial menjadi kebijaksanaan
yang sifatnya selektif atau saringan (selective policy).
Kebijakan selektif didasarkan pada perlindungan
kepentingan nasional dan lebih menekankan prinsip
pemberian perlindungan yang lebih besar kepada warga
negara Indonesia. Pendekatan yang dipergunakan
dan dilaksanakan secara simultan meliputi
pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
dan pendekatan keamanan (security approach).
Beberapa pengaturan keimigrasian antara lain yang
diterbitkan: (1) pengaturan lalu lintas keimigrasian,
yaitu pemeriksaan dokumen keimigrasian penumpang
dan crew kapal laut yang dari luar negeri dilakukan
di atas kapal selama pelayaran kapal, (2) Pengaturan
di bidang kependudukan orang asing, dengan
disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 9
Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing
(Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 812), (3) Pengaturan di
bidang pengawasan orang asing, dengan disahkannya
Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1953 tentang
Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun
1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor
463), (4) Pengaturan mengenai delik/perbuatan
pidana/peristiwa pidana/tindak pidana di bidang
keimigrasian, dengan disahkannya Undang-Undang
Darurat Nomor 8 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak
Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor
28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807), (5)
Pengaturan di bidang kewarganegaraan, pada periode
ini disahkan produk perundangan penting mengenai
kewarganegaraan yakni Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republiknegara kita Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai
Soal Dwikewarganegaraan (Lembaran Negara Tahun
1958 Nomor), (6) dan Undang-Undang Nomor 62
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
negara kita (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647), (7) Masalah
kewarganegaraan turunan Cina, (8) Pelaksanaan
Pendaftaran Orang Asing (POA). Selain itu pada era
ini, produk hukum yang terkait dengan keimigrasian
juga secara bertahap mulai dibenahi, seperti visa,
paspor dan surat jalan antar negara, penanganan tindak
pidana keimigrasian, pendaftaran orang asing, dan
kewarganegaraan. Salah satu produk hukum penting
yang dikeluarkan selama era Demokrasi Parlementer
adalah penggantian Paspor Regelings (1918) menjadi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1959 tentang Surat
Perjalanan Republik negara kita (Lembaran Negara
Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1799).
e. Era Orde Baru
Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang
sejak negara kita merdeka. Masa pemerintahan yang
cukup panjang ini turut memberikan kontribusi
besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian,
walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa
kali penggantian induk organisasi. Stabilitas politik
dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama
era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di negara kita untuk semakin berkembang dan profesional
dalam melayani warga . Pada era ini terjadi
beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan
pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya
membawa perubahan terhadap organisasi jajaran
imigrasi. Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan
kebijakan tentang Struktur Organisasi dan Pembagian
Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan
Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama
Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal
Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi.
Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan
sarana fisik di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi
yang luas. Pembangunan gedung kantor, rumah dinas,
pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan
tahun demi tahun. Di bidang SDM dan pembinaan
karier, sistem penempatan dan pembinaan karier
pegawai yang direkrut Direktorat Jenderal Imigrasi
yang zig zag, tidak terpaku di satu pos, diteruskan.
Sistem pembinaan karir di bidang imigrasi juga
terus disempurnakan dengan tetap mengedepankan
prinsip profesionalisme dan keadilan.Beban kerja
yang semakin meningkat dan kebutuhan akan
akurasi data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi
untuk segera menerapkan sistem komputerisasi
di bidang imigrasi. Pada awal tahun 1978 untuk
pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di
Direktorat Jenderal Imigrasi, sedang penggunaan
komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1 Januari 1979. Di bidang peraturan
perundangan keimigrasian pada masa Orde Baru,
dalam rangka mendukung program Pembangunan
Nasional Pemerintah, banyak produk regulasi
keimigrasian yang dibuat untuk mengefisienkan
pelayanan keimigrasian dan/atau untuk mendukung
berbagai sektor pembangunan, antara lain pengaturan
terkait: (1) pelayanan jasa keimigrasian, (2)
penyelesaian dokumen pendaratan di atas pesawat
jemaah haji 1974, (3) penyelesaian pemeriksaan
dokumen di pesawat garuda Jakarta-Tokyo, (4)
perbaikan kualitas cetak paspor, (5) pengaturan
masalah lintas batas, (6) pengaturan dispensasi
fasilitas keimigrasian, (7) penanganan TKI gelap di
daerah perbatasan, (8) pengaturan penyelenggaraan
umroh, (9) pengaturan masalah pencegahan dan
penangkalan, (10) pengaturan keimigrasian di sektor
ketenagakerjaan, (11) pengaturan visa tahun 1979, (12)
masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di
wilayah negara kita secara tidak sah, (13) penghapusan
exit permit bagi WNI. Di masa Orde Baru ini yang
tidak bisa dilupakan adalah lahirnya Undang-Undang
Keimigrasian baru yaitu Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara
Republik negara kita Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik negara kita Nomor 3474),
yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992.
Undang-Undang Keimigrasian ini selain merupakan
hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sebagian
merupakan peninggalan dari Pemerintah Hindia
Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi
peraturan perundang-undangan keimigrasian
yang tersebar dalam berbagai produk peraturan
perundangan keimigrasian sebelumnya hingga
berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 ini
diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
sebagai pelaksanaannya dalam: (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran
Negara Republik negara kita Tahun 1994 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik negara kita
Nomor 3561), (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan
Tindakan Keimigrasian (Lembaran Negara Republik
negara kita Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan Lembaran
Negara Republik negara kita Nomor 3562), (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin
Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran Negara
Republik negara kita Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik negara kita Nomor
3563), dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
1994 tentang Surat Pejalanan Republik negara kita
(Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 1994
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
negara kita Nomor 3572).f. Era Reformasi
Krisis ekonomi 1997 telah mengakhiri periode
panjang era Orde Baru dan memasuki era reformasi.
Aspirasi yang hidup dalam warga , menginginkan
komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi
Manusia (HAM), tegaknya hukum dan keadilan,
pemberantasan KKN dan demokratisasi, tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance),
transparansi, dan akuntabel terus didengungkan,
termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi
daerah.
Sementara itu globalisasi informasi membuat
dunia menyatu tanpa batas, mendorong negaranegara maju (WTO) untuk menjadikan dunia
berfungsi sebagai sebuah pasar bebas mulai
tahun 2000, serta mengutamakan perlindungan
dan penegakan HAM serta demokratisasi. Arus
globalisasi juga memicu semakin sempitnya
batas-batas wilayah suatu negara (bordeless
countries) dan mendorong semakin meningkatnya
intensitas lalulintas orang antarnegara. ini telah
menimbulkan berbagai permasalahan di berbagai
negara termasuk negara kita yang letak geografisnya
sangat strategis, yang pada gilirannya berpengaruh
pada kehidupan warga negara kita serta bidang
tugas keimigrasian. Dalam operasional di lapangan
ditemukan beberapa permasalahan menyangkut
orang asing yang memerlukan penanganan lebih
lanjut. Lingkungan strategis global maupun domestik berkembang demikian cepat, sehingga menuntut
semua perangkat birokrasi pemerintahan, termasuk
keimigrasian di negara kita untuk cepat tanggap dan
responsif terhadap dinamika ini . Sebagai contoh,
implementasi kerja sama ekonomi regional telah
mempermudah lalu lintas perjalanan warga negara
negara kita maupun warga negara asing untuk keluar
atau masuk ke wilayah Indonesia. Lonjakan perjalanan
keluar atau masuk ke wilayah negara kita tentu
membutuhkan sistem manajamen dan pelayanan yang
semakin handal dan akurat. Tugas keimigrasian saat
ini semakin berat seiring dengan semakin maraknya
masalah terorisme dan pelarian para pelaku tindak
pidana ke luar negeri. Untuk mengatasi dinamika
lingkungan strategis yang bergerak semakin cepat,
bidang keimigrasian dituntut mengantispasi dengan
berbagai peraturan perundang-undangan dan saranaprasarana yang semakin canggih. Peraturan dan
kebijakan keimigrasan juga harus responsif terhadap
pergeseran tuntutan paradigma fungsi keimigrasian.
Jika sebelumnya paradigma fungsi keimigrasian
dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1992 lebih menekankan efisiensi pelayanan untuk
mendukung isu pasar bebas yang bersifat global,
namun kurang memperhatikan fungsi penegakan
hukum dan fungsi sekuriti, mulai pada era ini harus
diimbangi dengan fungsi keamanan dan penegakan
hukumDalam menghadapi masalah dan perkembangan dalam
dan luar negeri ini , Direktorat Jenderal Imigrasi pada
Era Reformasi ini telah melakukan beberapa program kerja
sebagai berikut:
a. Penyempurnaan Peraturan PerundangUndangan
Pemerintah memperbaharui Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. ini
berdasar beberapa perkembangan yang perlu
diantisipasi, yakni: (1) Letak geografis wilayah
negara kita (kompleksitas permasalahan antar
negara), (2) Perjanjian internasional/konvensi
internasional yang berdampak terhadap pelaksanaan
fungsi keimigrasian, (3) Meningkatnya kejahatan
internasional dan transnasional, (4) Pengaturan
mengenai deteni dan batas waktu terdeteni belum
dilakukan secara komprehensif, (5) Pendekatan
sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan
universal dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi yang modern, (6) Penempatan struktur
kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai
unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal
Imigrasi, (7) Perubahan sistem kewarganegaraan
berdasar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, (8)
Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik
(resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang
asing, (9) Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan dokumen
perjalanan secara internasional, (10) Penegakan
hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan
pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum
terhadap tindak pidana penyelundupan manusia,
(11) Memperluas subyek pelaku tindak pidana
Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang
perseorangan tetapi juga korporasi serta penjamin
masuknya orang asing ke wilayah negara kita yang
melanggar ketentuan keimigrasian, (12) Penerapan
sanksi pidana yg lebih berat terhadap orang asing yang
melanggar peraturan di bidang keimigrasian karena
selama ini belum menimbulkan efek jera.
Suasana kerja proses penyelesaian penerbitan
paspor di seksi lalu lintas keimigrasian (Lantaskim)
kantor imigrasi. Usulan untuk memperbarui UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasianpun segera dimasukan dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) untuk dibahas oleh lembaga
legistlatif (DPR). Setelah melalui pembahasan yang
cukup panjang dengan Komisi III DPR, akhirnya
Rancangan Undang-Undang Keimigrasian yang baru
disetujui dan diusulkan untuk disahkan menjadi
Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR tanggal
7 April 2011. lalu pada tanggal 5 Mei 2011,
Presiden Republik negara kita mengesahkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik negara kita Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran
Negara Republik negara kita Nomor 5126.
b. Kelembagaan
Sebagai dampak pelaksanaan otonomi daerah dan
perkembangan yang terjadi di beberapa negara, maka
tugas keimigrasian di daerah provinsi, kota/kabupaten
maupun di negara yang bersangkutan terus mengalami
peningkatan sejalan dengan karakteristik dinamika
kehidupan warga . Untuk mengantisipasi
fenomena demikian Direktorat Jenderal Imigrasi telah
membuat langkah kebijakan: (1) Pembentukan kantorkantor imigrasi di daerah, (2) Peningkatan kelas
beberapa kantor imigrasi, (3) Pembentukan direktorat
intelijen, (4) Pembentukan rumah detensi imigrasi,
(5) Penambahan tempat pemeriksaan imigrasi, dan (6)
Pembentukan atase/konsul imigrasi pada perwakilan
RI di Guangzhou-RRC.
Adapun jumlah kelembagaan imigrasi yang
tersebar di daerah dan di luar negeri sampai dengan
saat ini adalah sebagai berikut:
1) 115 kantor imigrasi, yang terdiri dari terdiri dari:
a) 7 kantor imigrasi kelas I khusus di: SoekarnoHatta, Batam, Ngurah Rai, Jakarta Barat,
Jakarta Selatan, Medan, dan Surabaya.
b) 38 kantor imigrasi kelas I di: Ambon,
Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung,
Bandung, Banjarmasin, Bengkulu, Denpasar,
Gorontalo, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jambi, Jayapura, Kendari
Kupang, Makassar, Malang, Manado,
Mataram, Padang, Palangkaraya, Palembang,
Palu, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Polonia,
Pontianak, Samarinda, Semarang, Serang,
Surakarta, Tangerang, Tanjung Pinang,
Tanjung Perak, Tanjung Priok, Ternate,
Yogyakarta.
c) 60 kantor imigrasi kelas II di: Atambua,
Bagan Siapi Api, Belakang Padang, Belawan,
Bengkalis, Biak, Bitung, Blitar, Bogor, Bukit
Tinggi, Cilacap, Cilegon, Cirebon, Depok,
Dumai, Entikong, Jember, Karawang, Kota
Baru, Kuala Tungkal, Langsa, Lhokseumawe,
Madiun, Mamuju, Manokwari, Maumere,
Merauke, Meulaboh, Muara Enim, Nunukan,
Pare-Pare, Pati, Pemalang, Pematang Siantar,
Polewali Mandar, Ranai, Sabang, Sambas,
Sampit, Sanggau, Selat Panjang, Siak, Sibolga,
Singaraja, Singkawang, Sorong, Sukabumi,
Sumabawa Besar, Tahuna, Tanjung Balai
Asahan, Tanjung Balai Karimun, Tanjung
Pandan, Tanjung Uban, Tarakan, Tasikmalaya,
Tembaga Pura, Tembilahan, Tobelo, Tual, dan
Wonosobo.
d) 10 kantor imigrasi kelas III di: Bekasi, Dabo
Singkep, Kalianda, Tarempa, Kota Bumi,
Pamekasan, Kediri, Tanjung Redep, Takengon,
dan Labuan Bajo2) 13 rumah detensi imigrasi di: Tanjung Pinang,
Balikpapan, Denpasar, DKI Jakarta, Kupang,
Makassar, Manado, Medan, Pekanbaru, Pontianak,
Semarang, Surabaya, dan Jayapura.
3) 33 tempat pemeriksaan imigrasi:
a) Bandar udara di: Sultan Iskandar Muda
Banda Aceh, Maimun Saleh Sabang, Binaka
Sibolga, Polonia Medan, Minangkabau
Padang, Fatmawati Soekarno Bengkulu,
Kijang Tanjung Pinang, Sultan Syarif Kasim
II Pekanbaru, Hang Nadim Batam, Sultan
Mahmud Badaruddin II Palembang, Belitung
Tanjung Pandan, Pangkal Pinang, SoekarnoHatta Jakarta, Halim Perdana Kusuma Jakarta,
Husein Sastranegara Bandung, Ahmad
Yani Semarang, Adi Sumarmo Surakarta,
Adi Sucipto Yogyakarta, Juanda Surabaya,
Supadio Pontianak, Sepinggan Balikpapan,
Tarakan, Sam Ratulangi Manado, Hasanuddin
Makassar, Ngurah Rai Bali, Selaparang
Mataram, El Tari Kupang, Pattimura Ambon,
Sentani Jayapura, Jeffman Sorong, Frans
Kaisiepo Biak, Mopah Merauke, dan Timika
Tembagapura.
b) Pelabuhan laut di: Sabang, Malahayati Aceh,
Krueng Raya Aceh, Lhokseumawe, Kuala
Langsa Aceh, Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli
Sibolga, Teluk NibungTanjung Balai Asahan,
Kuala Tanjung Tanjung Balai Asahan, Teluk Bayur Padang, Yos Sudarso Dumai, Pekanbaru,
Bagan Siapiapi, Bengkalis, Tembilahan, Selat
Panjang, Sungai Guntung Tembilahan, Kuala
Enok Tembilahan, Sri Bintan Pura Tanjung
Pinang, Sri Baintan Tanjung Pinang, Tanjung
Uban, Bandar Bentan Telani Lagoi Tanjung
Uban, Bandar Seri Udana Lobam Tanjung
Uban, Tanjung Balai Karimun, Belakang
Padang, Nongsa Terminal Bahari Batam,
Kabil Batam, Marina Teluk Senimba Batam,
Batam Centre Batam, Citra Tritunas Batam,
Batu Ampar Batam, Sekupang Batam, Ranai,
Tarempa, Pulau Baai Bengkulu, Panjang
Lampung, Palembang, Pangkal Balam Pangkal
Pinang, Tanjung Kelian Bangka Belitung,
Tanjung Gudang Bangka Belitung, Tanjung
Pandan, Jambi, Kuala Tungkal, Tanjung
Priok Jakarta, Cirebon, Ciwandan Cilegon,
Tanjung Mas Semarang, Cilacap, Tanjung
Perak Surabaya, Pasuruan, Probolinggo,
Besuki, Panarukan, Banyuwangi, Pontianak,
Singkawang, Pemangkat Singkawang, Sintete
Singkawang, Tri Sakti Banjarmasin, Kota Baru,
Sampit, Balikpapan, Samarinda, Tarakan,
Nunukan, Manado, Marore, Miangas,
Tahuna, itung, Pantoloan Palu, SoekarnoHatta Makassar, Pare-Pare, Kendari, Buleleng
Bali, Benoa Bali, Padang Bai Bali, Benete Mataram, Lembar Mataram, Tenau Kupang,
Maumere, Ambon, Ternate, Tual, Jayapura,
Biak, Merauke, Amamapare Tembagapura,
Sorong, Siak Sri Indrapura Siak.
4) 79 pos lintas batas, di provinsi: Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau,
Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
5) 19 atase/konsul imigrasi pada Perwakilan RI di:
Bangkok, Beijing, Berlin, Den Haag, Kuala Lumpur
Malaysia, Singapura, Tokyo, Davao, Hongkong,
Jeddah, Los Angeles, Penang, Sydney, Taipei,
Johor, Dili, Guang Zhou, Kuching, dan Tawao.
c. Ketatalaksanaan
Hasil-hasil yang telah dicapai di bidang
ketatalaksanaan sampai tahun 2003 adalah: (1)
Pengolahan data kedatangan dan keberangkatan
WNI/WNA di Direktorat Jenderal Imigrasi yang telah
terekam dikirim dari tempat pemeriksaan imigrasi
dengan sistem inteligent character recognation (ICR),
(2) Perekaman dan penyimpanan data keimigrasian
melalui electronic filing system, (3) Penyusunan
pola umum kriteria klasifikasi kantor imigrasi, (4)
Perencanaan SIMKIM, standarisasi pola umum
bangunan UPT imigrasi dan standarisasi pelayanan
imigrasi.
d. Sumber Daya Manusia
Pada era globalisasi ini diperkirakan pelanggaran
keimigrasian akan meningkat dan lebih canggih
sebagai ekses meningkatnya jumlah dan frekuensi
lalulintas orang antarnegara. Keberadaan dan kegiatan
orang asing di wilayah Indonesiaakan semakin
meningkat. Untuk itu Direktorat Jenderal Imigrasi
memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang lebih
berkualitas, profesional, memiliki etos kerja yang
baik, berdedikasi tinggi dan bermoral. Implementasi
kebijakan pengembangan SDM yang bersinergi dengan
penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan,
antara lain dilakukan dengan penyelenggaraan: (1)
Pembukaan kembali Akademi Imigrasi Tahun 2000,
(2) Pendidikan dan Pelatihan Teknis Keimigrasian, dan
(3) Pendidikan dan Latihan Penjenjangan. Selain itu
program pendidikan luar negeri bagi pejabat/pegawai
imigrasi mulai dilaksanakan yang bersifat akademis
yaitu Strata S-2 (Magister/Master) dan Strata S-3
(Doktoral/PhD), maupun shortcourse (diklat singkat),
antara lain di negara Australia, Taiwan, Jepang,
dan Korea Selatan. Untuk dalam negeri juga telah
dikembangkan program pendidikan beasiswa bekerja
sama dengan perguruan tinggi negeri antara lain
Universitas negara kita dan Universitas Padjajaran. Ini
tidak termasuk dengan peningkatan kapasitas pegawai
imigrasi secara personal yang bersifat swadaya dengan
menempuh pendidikan baik Strata S-1 maupun
pascasarjana di beberapa perguruan tinggi terkemuka seperti Universitas Diponegoro, Universitas Sumatera
Utara, Universitas Udayana, Universitas Sebelas Maret,
dan lainnya.
e. Sarana dan Prasarana
Program pengembangan sarana dan prasarana
yang difokuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi
antara lain: (1) Pembangunan fisik gedung kantorkantor Imigrasi di daerah, (2) Pembangunan fisik
rumah detensi imigrasi, (3) Peningkatan fasilitas
pos lintas batas di daerah-daerah perbatasan
antarnegara, (4) Pengadaan fasilitas visa on arrival/
visa kunjungan saat kedatangan di beberapa bandara
internasional, (5) Pengadaan full inteligent character
recognation (ICR) di beberapa unit pelaksana teknis
yang membawahi tempat pemeriksaan imigrasi (TPI),
(6) Pengadaan electronic filing system di Direktorat
Jenderal Imigrasi, (7) Perencanaan pembangunan
sistem informasi manajemen keimigrasian (SIMKIM),
(8) Pembangunan laboratorium forensik di Direktorat
Jenderal Imigrasi, (9) Pengadaan alat EDISON untuk
mengetahui spesifikasi paspor kebangsaan seluruh
negara, (10) Pengadaan alat untuk mendeteksi
dokumen palsu, (11) Rencana pembangunan border
management information system dan alert system
bekerja sama dengan Department of Imigration and
Multi Cultural and Indigeneous Affairs (DIMIA) dan
International Organization for Migration (IOM).f. Pengaturan Keimigrasian
Pada era reformasi Direktorat Jenderal Imigrasi
telah melakukan beberapa pengaturan mengenai
masalah keimigrasian antara lain: (1) Pengaturan bebas
visa secara resiprokal, dan pengaturan Visa On Arrival
(VOA), (2) Pengaturan visa khusus bagi turis lanjut
usia (Lansia), (3) Pengaturan fasilitas APEC Business
Travel Card (ABTC), (4) pengawasan, penangkalan dan
penindakan orang asing, (5) visa stiker, (6) kerja sama
keimigrasian baik di dalam negerimaupun di luar
negeri, (7) pendeportasian imigran ilegal, (8) masalah
pemalsuan paspor untuk TKI, (9) pencegahan dan
penangkalan, (10) Clearence House (CH), yaitu forum
koordinasi dengan anggota terdiri dari instansi yang
menangani orang asing untuk melakukan penelitian
dalam rangka memberikan persetujuan visa bagi
negara-negara tertentu yang dikategorikan sebagai
negara rawan dari sisi ipoleksosbudhankamnas serta
keimigrasian.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah serta
Divisi Keimigrasian Kementerian Hukum Dan HAM
Tugas Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan
HAM
Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan
tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia dalam wilayah Provinsi berdasar kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.26
Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan
HAM
Dalam melaksanakan tugas, Kantor Wilayah
menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkoordinasian perencanaan, pengendalian
program, dan pelaporan;
b. Pelaksanaan pelayanan di bidang administrasi
hukum umum, hak kekayaan intelektual, dan
pemberian informasi hukum;
c. Pelaksanaan fasilitasi perancangan produk
hukum daerah, pengembangan budaya hukum
dan penyuluhan hukum, serta konsultasi dan
bantuan hukum;
d. Pengkoordinasian pelaksanaan operasional
Unit Pelayanan Teknis di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM di bidang
keimigrasian dan bidang pewarga an;
e. Penguatan dan pelayanan hak asasi manusia
dalam rangka mewujudkan penghormatan,
pemenuhan, pemajuan, perlindungan, dan
penegakan hak asasi manusia;f. Pengembangan budaya hukum dan pemberian
informasi hukum, penyuluhan hukum, dan
diseminasi hak asasi manusia; dan
g. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Kantor Wilayah.27
Tugas dan Fungsi Divisi Keimigrasian28
Divisi Keimigrasian bertugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Imigrasi di wilayah.
Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
a. pembinaan dan pengendalian pelaksanaan
tugas teknis di bidang lalu lintas keimigrasian,
izin tinggal, dan status keimigrasian serta
penindakan keimigrasian dan rumah detensi
imigrasi;
b. pelaksanaan kerja sama, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
tugas teknis di bidang lalu lintas keimigrasian,
izin tinggal, dan status keimigrasian serta
penindakan keimigrasian dan rumah detensi
imigrasi;
c. penyusunan rencana, program, kegiatan,dan
anggaran di lingkungan Divisi Keimigrasian;
dan
d. pengkoordinasian perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia,sarana dan prasarana, serta administrasi
keuangan di lingkungan Unit Pelaksana
Teknis Imigrasi berkoordinasi dengan Divisi
Administrasi.
3. Identitas Responden
Telah disinggung dalam bagian Metode Penelitian,
bahwa Populasi sasaran penelitian berpendekatan
kualitatif dan kuantitatif dalam penelitian ini adalah para
Pejabat Keimigrasian. sedang Sampel penelitian adalah
Kepala Divisi Imigrasi kanwil, KaUPT/Kakanim, pejabat
Keimigrasian di Kanim, dan TPI. Responden penelitian ini
ditentukan secara purposive dalam lingkup Kanwil, Divisi
Imigrasi, UPT Imigrasi.
Berikut ini disajikan Tabel 1 tentang Persebaran
Responden Menurut Kantor Wilayah yang terpilih.
4. Deskripsi Wilayah Kajian
. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera
Utara
. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan
memiliki jumlah pegawai sebanyak 121 (seratus
dua puluh satu) orang yang terdiri dari: Struktural:
7 orang dan Non Struktural: 104 orang.
Keadaan ini dapat dilihat dalam bentuk
matrik sebagai berikut:
1.2. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
Kepulauan Riau
1.2.1. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam30
Seiring dengan pertumbuhan Pulau Batam
sebagai kawasan industri, pariwisata dan
perdagangan, Kantor Imigrasi Batam telah
berkembang menjadi kantor dengan aktifitas
kerja yang cukup tinggi setiap harinya. Padahal
pada awalnya, tahun 1971 Kantor Imigrasi Batam
masih merupakan sebuah Pos Pendaratan di
Pelabuhan Batu Ampar, yang berada dalam ruang
lingkup koordinasi Kantor Direktorat Jenderal
Imigrasi Belakang Padang. lalu dalam
perkembangannya dibentuk Kantor Direktorat
Jenderal Imigrasi Sekupang berdasar Surat
Keputusan Menteri Kehakiman No. J.S.4/4/21
Tahun 1979 tanggal 12 Mei 1979. Kantor Direktorat
Jenderal Imigrasi Sekupang ini diresmikan
pada tanggal 7 April 1980 yang lalu akan
berkembang sesuai dengan kemajuan derap
pembangunan kota Batam sebagai suatu daerah
yang dirancang khusus sebagai wilayah relokasi
industri sekaligus merupakan pintu gerbang
negara kita di daerah segitiga Singapura-Johor-Riau
(Sijori). berdasar Surat Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor: M.03-PR.07.04 Tahun
1991 tanggal 15 April 1991, wilayah kerja Kantor
Imigrasi Sekupang meliputi Kota Batam
dikurangi Kecamatan Belakang Padang. Karena
gedung Kantor Imigrasi Sekupang yang terletak
di Sekupang kondisi bangunannya sudah tidak
memadai lagi, maka dilakukan perpindahan kantor
ke gedung baru di Batam Centre yang lalu
diresmikan pada tanggal 30 April 1994. Pada
saat itu Kantor Imigrasi Sekupang membawahi 5
(lima) Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) dengan
wilayah kerjanya yang mencakup Pulau Batam,
Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang
Baru.
Karena semakin pesatnya pelaksanaan
pembangunan di Pulau batam dan sekitarnya,
maka berdasar Surat Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.04-PR.07.04 Tahun 1995
tanggal 7 Agustus 1995, Kantor Imigrasi Sekupang
penamaannya berubah menjadi Kantor Imigrasi
Batam dengan wilayah kerja yang meliputi Kota
Batam (dikurangi Kecamatan Belakang Padang)
yang juga meliputi Pulau Rempang, Pulau Galang,
Pulau Galang Baru dan sekitarnya. Kantor Imigrasi
Batan merupakan Kantor Imigrasi dengan
klasifikasi Kelas I dan wilayah kerjanya sama dan
disesuaikan dengan wilayah kerja Otorita Batam. Luas Wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam jika
diperinci adalah sebagai berikut:
1. Pulau Batam : 415 km
2. Pulau Rempag : 165,83 km
3. Pulau Galang : 80 km
4. Pulau Galang Baru : 32 km
Jika dijumlah keseluruhannya, maka total luas
wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam seluruhnya
adalah 715 km. Luas ini adalah 110% dari
luas negara tetangga Singapura yang merupakan
negara kota yang interaksinya paling banyak
dengan Pulau Batam.
Saat ini ada lima TPI di wilayah kerja Kantor
Imigrasi Batam, yaitu:
1. TPI Pelabuhan Udara Hang Nadim.
2. TPI Pelabuhan Laut Batu Ampar.
3. TPI Pelabuhan Laut Sekupang.
4. TPI Pelabuhan Laut Nongsa Pura.
5. TPI Pelabuhan Laut Marina Teluk Senimba.
Pada tanggal 8 Agustus 2003 telah
dioperasikan Pelabuhan Laut (terminal ferry)
baru di dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi
Batam, yakni Pelabuhan Batam Centre. Sedianya
TPI baru ini adalah pindahan dari Terminal Ferry
penumpang di Batu Ampar. ini merupakan
realisasi pengembangan Pelabuhan Batu Ampar
sebagaimana yang telah direncanakan oleh
Otorita Batam. Pelabuhan Batu Ampar diperluas
dengan tujuan untuk dijadikan pelabuhan
internasional khusus kontainer dan general cargo.
Secara resmi pelabuhan Batam Centre belum
ditetapkan sebagai TPI, namun demikian saat ini
telah dioperasikan dan tengah diusulkan ke Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Riau agar Terminal Ferry Internasional
Batam Centre dapat ditetapkan sebagai TPI yang
baru dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi Batam.
Apabila ini disetujui maka ada 6 TPI yang
berada di dalam wilayah kerja Kantor Imigrasi
Batam.
Kantor Imigrasi Batam termasuk salah satu
Kantor Imigrasi yang mengalami perkembangan
yang sangat pesat, karena kedudukannya signifikan
dengan pola pengembangan dan pembangunan
Pulau Batam. Oleh karena itu dalam rangka untuk
lebih memacu pengembangan kawasan terpadu
Kepulauan Riau telah dilakukan pengaturan
keimigrasian sesuai dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan suatu daerah industri
dan wilayah usaha (”bonded warehouse”). Kantor
Imigrasi Batam menjadi salah satu Kantor Imigrasi
yang melaksanakan kebijakan khusus di bidang
keimigrasian, sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02.IL.01.10
TAHUN 1998 tentang Penetapan Seluruh Kawasan
Industri Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Belakang Padang, Pulau Bintan,
dan Pulau Karimun Sebagai Kawasan Berstatus
Khusus di Bidang Keimigrasian.
Kebijakan ini dikeluarkan dalam
rangka menyesuaikan dengan perkembangan
pembangunan di wilayah Pulau Batam yang
tingkat interaksi dan hubungan dengan orang
asing sangat tinggi untuk mendorong masuknya
investasi dari luar negeri. Oleh karena itu terdapat
beberapa fasilitas kemudahan bagi orang asing
yang akan berkunjung ke wilayah ini . Dengan
diberlakukannya keputusan Menteri Kehakiman
Nomor: M.02.1L.01.10 Tahun 1998 ini , maka
bagi para pengusaha dan pekerja asing yang
melakukan kegiatan parsial-kondisional yakni
kegiatan yang bersifat kerja sementara di wilayah
Otorita batam dapat memakai fasilitas
keimigrasian berupa Visa Saat Kedatangan (Visa
on Arrival) dan Visa Kunjungan Beberapa kali
Perjalanan (VKUBP).
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Kepulauan Riau, yang mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi
Kementerian Hukum dan HAM RI di bidang
keimigrasian khususnya di wilayah Kepulauan
Riau.Untuk melaksanakan tugas ini Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Batam mempunyai fungsi:
a) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang
informasi dan sarana komunikasi keimigrasian
b) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang
lalu lintas keimigrasian
c) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang
status keimigrasian
d) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang
pengawasan dan penindakan keimigrasian
e) Melaksanakan tugas keimigrasian di bidang
pendaratan dan izin masuk keimigrasian
1.3. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bali
1.3.1. Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai31
Pemberian nama Kantor Imigrasi Ngurah
Rai adalah mengikuti atau menyesuaikan dengan
nama Bandara Udara Ngurah Rai, yang diabadikan
dari nama seorang Pahlawan pejuang yang secara
gigih melawan penjajah Belanda bernama “Ngurah
Rai”. Kantor Imigrasi Ngurah Rai pada awalnya
yaitu sekitar tahun 1969 merupakan Kantor Resort/
Pos Pendaratan di Pelabuhan Udara Ngurah Rai
dan berada dibawah tanggung jawab Kepala
Kantor Daerah Imigrasi Denpasar. Kantor Resort
Daerah Imigrasi Ngurah Rai pada waktu itu belum
mempunyai gedung kantor, lalu pihak
Perum Angkasa Pura meminjamkan sebuah rumah
yang terletak di Jalan Kemayoran No. 1. Rumah
ini difungsikan sebagai kantor dan sekaligus
rumah atau mess yang dihuni oleh kurang lebih
5 (lima) orang pegawai tata usaha dan sekaligus
untuk “standby” jika ada pesawat non schedule
yang datang tiba-tiba. berdasar keputusan
Menteri Kehakiman R.I. No. M.01.PR.07.04
Tahun 1983 Kantor Resort Imigrasi Ngurah Rai
dipisahkan dari Kantor Imigrasi Denpasar dan
dibentuk menjadi Kantor Imigrasi Kelas II Ngurah Rai dengan wilayah kerja Pelabuhan Udara Ngurah
Rai dan Kecamatan Kuta diresmikan pada tanggal
26 November 1983. Kantor Imigrasi Ngurah Rai
memiliki wilayah kerja 1 (satu) kabupaten dan
3 (tiga) kecamatan yaitu Kabupaten Badung,
Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Kuta Selatan,
dan Kecamatan Kuta Tengah.
Aktivitas keimigrasian Kantor Imigrasi
Ngurah Rai terfokus pada pelayanan seperti
dalam hal pemberian Surat Perjalanan Republik
Indonesia, pemberian dan perpanjangan Izin
Tinggal bagi orang asing yang dari tahun ke tahun
menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.
Selain kegiatan pelayanan keimigrasian, aspek
penegakan hukum di Kantor Imigrasi Ngurah
Rai selama ini berjalan cukup baik. ini dapat
dilihat dari intensitas tindakan keimigrasian dan
jumlah orang asing yang di karantina pada Kantor
Imigrasi Ngurah Rai selama kurun waktu 3 (tiga)
tahun terakhir ini relatif cukup tinggi. Kesemuanya
itu tidak terlepas dari peran serta personil Kantor
Imigrasi Ngurah Rai dalam melaksanakan tugas
keimigrasian serta koordinasi dengan instansi
yang terkait dalam Sistem Pengawasan Orang
Asing (SIPORA) yang selama ini berjalan dengan
baik.
Kantor Imigrasi Ngurah Rai memiliki 1
(satu) Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yaitu
TPI Bandara Udara Ngurah Rai. Bandara Udara Ngurah Rai adalah merupakan salah satu bandara
Internasional yang terbesar ketiga setelah Bandara
Udara Soekarno Hatta (Jakarta) dan Bandara
Juanda (Surabaya), dimana bandar udara ini
terkenal akan aktivitas lalu lintas orang asing yang
akan berkunjung ke pulau Bali. Pulau bali dengan
segala keindahan alamnya telah dikenal oleh
para wisatawan di seluruh dunia dimana jumlah
wisatawan mancanegara yang datang ke pulau ini
dari tahun ke tahun relatif cukup signifikan.
Sektor pariwisata di pulau Bali memberikan
kontribusi terbesar bagi pemasukan devisa negara.
Volume lalu lintas orang keluar masuk wilayah
negara kita melalui TPI Udara Ngurah Rai, baik
itu angka keberangkatan maupun kedatangan,
terutama warga negara asing dari tahun ke tahun
relatif cukup tinggi. Pada umumnya kebanyakan
orang asing datang ke pulau Bali dengan tujuan
wisataakan tetapi tidak sedikit juga orang asing
yang datang ke pulau ini untuk melakukan
kegiatan bisnis maupun bekerja.
Selajutnya berdasar Surat Keputusan
Menteri Kehakiman No. M.14.PR.07.04 Tahun
2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Kehakiman Republik negara kita No. M.03-
PR.07.04 Tahun 1991 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Imigrasi, menaikan kelas Kantor
Imigrasi Ngurah Rai dari semula Kantor Imigrasi
Kelas I menjadi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus.Seiring dengan perkembangan dan keadaan
potensi wilayah kerja ini , Kantor Imigrasi
Ngurah Rai senantiasa mengembangkan segala
sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan
tugas dan fungsi keimigrasian dalam rangka
mewujudkan good immigration services baik itu
terhadap warga negara negara kita maupun warga
negara asing dengan tetap mengedepankan aspek
keamanan dan penegakan hukum.
1.3.2. Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar32
Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar yang
memiliki Wilayah Kerja yang cukup luas
mencakup 5 kabupaten dan 1 kota madya memiliki
tugas untuk membentuk Tim Pengawasan Orang
Asing (PORA) di setiap Kabupaten / Kota.
Pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing
(PORA) merupakan Amanat Undang-Undang No.
6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Peraturan
Pemerintah No. 31 Tahun 2013 yang salah satu
pasalnya memberikan kewenangan kepada Kantor
Imigrasi untuk mengeluarkan Surat Keputusan
Tim PORA. Untuk itu Kantor Imigrasi Kelas I
Denpasar telah membentuk Tim Pengawasan
Orang Asing (PORA) yang tertuang didalam DIPA Tahun Anggaran 2016 dan Kalender Kerja Tahun
2016 Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar.
Pembentukan Tim Pengawasan Orang Asing
(PORA) dilakukan untuk:
1. Mengimplementasikan Tema dari Direktorat
Jenderal Imigrasi Tahun 2016 yaitu
“PENEGAKAN HUKUM ( GAKKUM )”
2. Untuk saling memberikan informasi tentang
Keberadaan dan kegiatan orang asing,
khususnya yang berada di wilayah Kabupaten
Klungkung.
Mengutip pendapat Kepala Kantor Imigrasi
Kelas I Denpasar, Fery Monang Sihite, SH, MH
terkait dengan adanya pemberlakuan Kebijakan
Nasional Bebas Visa Kunjungan Wisata (BVKW)
dan warga Ekonomi ASEAN (MEA), tentu
harus didukung oleh seluruh lembaga pemerintah
dan warga demi membuka kesempatan bagi
orang asing untuk memberikan azas manfaat bagi
Indonesia. Namun disatu sisi soal keamanan tidak
boleh diabaikan mengingat konsekuensi sebagai
daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan
seperti Bali tentu sisi pengawasan dan penegakan
hukum Keimigrasian mutlak diperlukan.
Pelayanan Keimigrasian di Bali ada tiga kantor
pelayanan dan satu Rumah Detensi, jadi kantor
pelayanan Keimigrasian ini , meliputi Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Kantor Imigrasi
Kelas II Singaraja mewilayahi Jembrana, Buleleng
dan Karangasem dan Kantor Imigrasi Kelas I
Denpasar yang mewilayahi, Denpasar, Gianyar,
Bangli, Tabanan dan Klungkung. Terkait dengan
pengawasan, izin tinggal masuk maupun izin
tinggal bertolak itu menjadi kewenangan Imigrasi
Ngurah Rai, kalau izin tinggal keimigrasian
pelayanan paspor menjadi kewenangan dimasingmasing Imigrasi.
Terkait dengan pengawasan dan penegakan
hukum, prinsipnya secara normatif orang asing
yang akan melakukan kegiatan di Bali harus
sesuai dengan izin tinggal yang diberikan. Kalau
tidak sesuai itulah yang diberikan teguran,
jikalau teguran tidak diindahkan, maka diberikan
pemahaman dan tindakan sanksi Keimigrasian.
Tindakan sanksi Keimigrasian ada beberapa
macam, ada yang sifatnya sanksi administratif dan
sifatnya sanksi projustisia. Sanksi administrasi
yang dikenakan berupa deportasi. Sanksi ini
juga ada degradasinya atau tingkatanya, kalau
pelanggaranya berat dimasukan dalam daftar
penangkaran, namun ada pelanggaran yang
diselesaikan dengan administratif dan ada juga
lewat Pengadilan. Pengawasan WNA yang ada
di wilayah Imigrasi Denpasar, selama ini sudah
berkoordinasi dengan baik melibatkan pihakpihak Keamanan seperti Kepolisian, Kesbangpol,
Polsek-Polsek, Disnaker, Pemda dan warga , bahkan pihaknya pun mengaku punya tim PORA
(Pengawasan Orang Asing).33
Berkenaan dengan deportasi, data yang
ada di wilayah Imigrasi Denpasar selama 2015
menunjukan sebanyak 109 WNA terkena
deportasi, sedang pada Februari 2016 terdapat
2 orang yang dideportasi.
1.4. Kanwil Kementerian Hukum dan HAM
Kalimantan Barat
1.4.1. Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak34
Imigrasi sebagai pintu gerbang pertama
masuknya warga asing ke wilayah negara kita turut
serta menjaga kedaulatan Republik Indonesia.
Kesatuan geopolitik negara kita dengan doktrin
wawasan nusantara menjadikan kedudukan
imigrasi begitu penting dan dominan sebagai
institusi pertama yang menentukan arus masuk
dan mobilitas manusia dari seluruh penjuru dunia.
Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak merupakan
salah satu Unit Pelaksana Teknis dimana tugas
pokoknya adalah melaksanakan sebagian tugas
pokok dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM
dibidang keimigrasian diwilayah kerjanya. sedang Fungsi Kantor Imigrasi Kelas I
Pontianak yaitu:
1) Melaksanakan tugas pokok keimigrasian
dibidang informasi dan sarana komunikasi
keimigrasian.
2) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang
lalulintas keimigrasian.
3) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang
status keimigrasian.
4) Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang
pengawasan dan penindakan keimigrasian.
Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak yang
dibangun pertama kali pada tahun 1986 berlokasi
di Jalan Letjen Sutoyo No.122, Pontianak.lalu
dibangun kembali pada tahun 2011 diatas lahan
seluas 2.532 m² dengan luas bangunan 1.275 m²
meliputi area depan 902 m² dan belakang 373 m².
Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak
meliputi Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Landak,
Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong
Utara serta memiliki 2 Tempat Pemeriksaan
Imigrasi (TPI) yaitu di Bandara Internasional
Supadio Pontianak dan Pelabuhan Dwikora. Pada
TPI Bandara Internasional Supadio Pontianak
yang berlokasi di Kabupaten Kubu Raya melayani
tiap orang yang akan keluar dan masuk ke wilayah
negara kita dengan tujuan Malaysia serta Singapura. sedang TPI Pelabuhan Dwikora melayani
clereance crew. Dengan 4 orang personil pelayanan
di TPI Bandara Internasional Supadio Pontianak,
serta 3 orang di TPI Pelabuhan Dwikora siap
melayani serta menjaga kedaulatan Republik
Indonesia. Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak
juga memiliki Pos Imigrasi yang terletak di
Kabupaten Ketapang yang dibangun sejak tahun
2007. Jumlah Pegawai Kantor Imigrasi Kelas I
Pontianak sebanyak 58 orang dengan rincian 38
orang pria dan 20 orang wanita.Dengan sumber
daya manusia yang ada Kantor Imigrasi Kelas I
Pontianak siap melayani warga Kalimantan
Barat khususnya Kota Pontianak dan sekitarnya.
Usia Imigrasi negara kita saat ini telah sampai
yang ke 62 tahun, serangkaian pencapaian yang
didapat hingga saat ini, telah terbangunnya
sistem aplikasi berbasis teknologi informasi
dan komunikasi untuk mendukung pelayanan
keimigrasian. Pembangunan sistem informasi
manajemen keimigrasian atau (SIMKIM) pertama
kali dibentuk pada tahun 2007 dan akan terus
berkembang hingga saat ini. warga dapat
secara luas menikmati terselenggaranya SIMKIM
ini, melalui penerapan sistem E-Office yaitu
sistem penerbitan Dokumen Perjalanan Republik
Indonesia, penerapan E-Paspor serta permohonan
Visa secara on-line.Pelayanan berbasis IT ini memungkinkan
warga untuk membuat permohonan dan
mengurus paspor serta mengajukan visa secara
online dimana pun dia berada melalui website
www.imigrasi.go.id. Dan sekarang dalam rangka
optimalisasi pelayanan sebaik-baiknya kepada
warga dan seiring dengan intensitas
pelayanan yang semakin meningkat, maka pada
tahun 2002 saat kepemimpinan Bapak Sutiyadi
(alm) mulai dirintis usaha untuk memiliki gedung
yang lebih layak dan memadai dalam rangka
memberikan kenyamanan baik bagi pegawai yang
melayani, maupun bagi warga yang dilayani.
lalu pada tahun anggaran 2005 saat
kepemimpinan Bapak Muslim Mashudi,mulailah
dibangun tahap-1 pembangunan gedung baru
berupa pengadaan tanah dan pematangan lahan
serta pondasi bangunan. Bangunan gedung dua
lantai dengan luas bangunan keseluruhan 1.404
m² berdiri diatas lahan seluas 5960 m² yang
merupakan tanah milik kantor Imigrasi Kelas I
Pontianak. Anggaran proyek untuk pembangunan
gedung kantor Imigrasi Kelas I Pontianak ini
telah diajukan melalui PRADUP tahun 2005/2006
sebesar Rp.6.577.000.000,- (Enam milyar lima
ratus tujuh puluh tujuh juta rupiah) dan terealisasi
pada tahun 2005, hingga pada tanggal 23 Februari
2007 diresmikanlah gedung baru ini oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bapak
Hamid Awaludin.
Dengan layanan ini warga tidak perlu
mengantri, cukup mengisi form isian dan
mencantumkan softcopy surat identitas diri
serta persyaratan pendukung lain. ini akan
menyingkat waktu pemohon, bebas dari antrian
serta bebas calo. Untuk mengimplementasikan
rencana aksi pencegahan dan pemberantasan
korupsi, dilingkungan Kantor Imigrasi telah
dilakukan tonggak kemudahan bagi warga
diantaranya penerbitan paspor 4 hari kerja setelah
photo dan wawancara yang bebas dari pungutan
liar, menertibkan biro jasa, menyediakan layanan
pengaduan melalui email kanim_pontianak@
imigrasi.go.id dan SMS Centre 081256301001
serta seluruh pejabat struktural dan fungsional
telah menandatangani Pakta Integritas yang
menandakan kesungguhan seluruh pegawai
Kantor Imigrasi dalam mendukung rencana
aksi ini . Dokumen Perjalanan Republik
negara kita atau Paspor adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintah Republik negara kita
yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku
untuk melakukan perjalanan ke luar negeri atau
masuk wilayah Negara Republik Indonesia.1.4.2. Kantor Imigrasi Kelas II Entikong35
Pada tahun 1980 Pos Lintas Batas Entikong
mulai dibuka di bawah kendali Kanim Pontianak.
berdasar Kep. Menkeh RI No. M.01.PW.09.02-
TH.1989 ditentukan sebagai pintu keluar masuk
antar negara melalui darat dan berfungsi sebagai
tempat perlintasan keimigrasian bagi penduduk
wilayah perbatasan pemegang Pas Lintas Batas
(PLB) dan tempat perlintasan keimigrasian bagi
pemegang paspor WNI atau WNA, status beralih
di bawah kendali Kanim Sanggau. Pada tanggal
01 April 1992 diresmikan menjadi Kanim kelas
III. Lalu berdasar Kep. Menkeh RI. No. M. 06-
PW.09.02 Tahun 1995 menjadi TPI, dan berubah
menjadi Kanim kelas II berdasar Kep. Menkeh
dan HAM RI. No. M.05.PR.07.04 Tahun 2004.
Kanim kelas II Entikong membawahi 2
wilayah kecamatan yaitu kecamatan Entikong dan
kecamatan Sekayam. Saat ini jumlah SDM yang
ada berjumlah 47 orang dengan rincian sebagai
berikut, 31 orang di Kanim (13 struktural dan 18
JFU); 15 orang di TPI (2 pejabat imigrasi dan 13
JFU); dan untuk Pos lintas Batas Segumon 1 orang
Peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan
kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan
keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, penyelenggaraan lalu-lintas orang keluarmasuk wilayah Negara Kesatuan Republik negara kita
(NKRI) harus dilakukan secara konsisten. Kondisi ini
mengharuskan jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi mengambil
langkah-langkah untuk mengantisipasinya melalui berbagai
pengembangan penggunaan teknologi informasi. UndangUndang Keimigrasian menyebutkan bahwa yang dimaksud
keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk
dan keluar Wilayah negara kita serta pengawasannya dalam
rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara (pasal 1 angka (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian).
Dari batasan ini mengisyaratkan adanya dua kelompok tugas
yang dilaksanakan institusi keimigrasian yaitu pelayanan
terhadap lalu lintas orang dan pengawasan terhadap orang
asing. Kedua tugas inilah yang harus diselenggarakan oleh
institusi keimigrasian dengan harapan pelaksanaan tugas
dimaksud tetap berada dalam kerangka kepentingan nasional.
Operasionalisasi tugas pelayanan diisyaratkan tidak hanya
terbatas bagi Warga Negara negara kita saja, tetapi juga terhadap
Warga Negara Asing. Dalam praktiknya jenis pelayanan ini
akan meliputi pelayanan pemberian dokumen perjalanan,
dokumen keimigrasian dan lain sebagainya. Sedang bidang
pengawasan, secara inklusif sebagaimana batasan tentang
keimigrasian, pengawasan dilakukan terhadap orang asing baik
yang menyangkut keberadaan maupun aktivitasnya. Terkait
dengan pengawasan sebagai bentuk pelaksanaan penegakan
hukum keimigrasian, salah satu esensi pokok yang perlu kita
pahami bahwa eksistensi dan aktivitas orang asing itu mesti
memberikan nilai positif bagi pelaksanaan pembangunan
bangsa. Menuju ke arah itulah tugas pengawasan itu terus
diselenggarakan dan dikembangkan baik strategi maupun
metodenya. Sejalan dengan perkembangan warga dunia
dimana batas-batas negara semakin kabur atau yang lazim
disebut borderless world, kunjungan antar negara sudah lazim
dilakukan. Frekuensinya pun cepat. Ratusan ribu hingga jutaan
orang asing setiap tahunnya.
Setidaknya ada tiga (3) tahap pemberlakuan pemberian
fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) yang ditetapkan
melalui peraturan Presiden. Tahap pertama, Peraturan Presiden
Nomor 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan yang
ditandangani Presiden pada 9 Juni 2015. Ada 30 negara yang
mendapatkan fasilitas BVKS. Tiga bulan lalu, kebijakan
BVKS tahap II mulai diberlakukan dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2015. Dalam Perpres yang
ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 18 September 2015 itu,
jumlah negara penerima fasilitas BVKS meningkat menjadi 75.
Dan tahap III melalui Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2016,
jumlah negara penerima fasilitas BVK meningkat menjadi 169
negara. berdasar Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun
2015 tentang Bebas Visa kunjungan, disebutkan bahwa bagi
orang asing warga negara dari negara tertentu untuk masuk ke
wilayah Negara Republik negara kita dibebaskan dari kewajiban
memiliki visa kunjungan dengan memperhatikan asas timbal
balik (resiprokal) dan manfaat. Izin tinggal kunjungan
diberikan paling lama 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat
diperpanjang masa berlakunya atau dialih statuskan menjadi
izin tinggal lainnya (pasal 6 angka (4) Perpres No. 104 Tahun
2015). Izin diberikan bagi orang asing dalam rangka tugas
pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, wisata, bisnis,
keluarga, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara
lain (pasal 6 angka (2), lihat juga pasal 38 UU Keimigrasian).
Pada kondisi dunia saat ini, dimana perjalanan mengelilingi
belahan bumi manapun menjadi sangat mudah dan memiliki
frekuensi yang tinggi, maka bandara dan pelabuhan dapat
dikatakan sebagai perbatasan dan tempat pemeriksaan
keimigrasian yang menjadi ujung tombak keluar-masuknya
orang asing di wilayah NKRI. Mengelola kedua tempat ini
di abad ini adalah sebuah tugas yang lebih kompleks dan
menantang dibandingkan sebelumnya. Manajemen sumber
daya manusia adalah sebuah faktor yang amat penting untuk menunjang tugas dan fungsi keimigrasian. Merekrut orangorang yang mampu saja mungkin tidak akan cukup. Mereka
haruslah orang-orang yang berdedikasi, dengan sebuah
pemahaman yang jelas akan tujuan dan signifikansi dari tugas
mereka. Tanpa personel yang terlatih secara profesional,
harmonisasi dari standar dan kerjasama antar negara, maka
kejahatan terorganisir akan terus memanfaatkan kekeroposan
keamanan pintu keluar-masuk negara dan petugas keamanan
pintu keluar-masuk negara yang termotivasi dengan buruk dan
tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
Kebijakan bebas visa diharapkan akan berdampak positif
bagi perkembangan pariwisata tanah air. Perkembangan
industri kerajinan daerah juga sangat menopang keberadaan
negara kita sebagai salah satu daerah kunjungan wisata dunia.
ini juga secara tidak langsung mempengaruhi
perkembangan perekonomian daerah ini yang akhirnya
juga berarti menunjang perekonomian nasional pada
umumnya.
Selain merupakan daerah kunjungan wisata, negara kita
juga menarik bagi para investor asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia. Para investor asing ini memang
diberikan kesempatan sebesar-besarnya oleh pemerintah
dalam rangka usaha pemerintah untuk memperbaiki
perekonomian negara. Sejalan dengan waktu, keluar masuknya
warga negara asing ke negara kita semakin banyak. Hal lain yang
merupakan dampak positif dari banyaknya orang asing yang
masuk ke wilayah negara kita adalah masuknya devisa negara
yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara di
samping pendapatan yang didapat dari penjualan hasil bumi. Setiap warga negara asing yang berkunjung ke negara kita pun
masing-masing memiliki tujuan tertentu, mulai dari kegiatan
sosial budaya hingga urusan pemerintahan. Dengan adanya
kebijakan bebas visa atau Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)
itu, Menurut Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya akan
meningkatkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
sebanyak 1 juta per tahun dan pemasukan devisa sebesar 1
miliar dollar.1
Pasal 8 angka (1) Undang-Undang Keimigrasian
menentukan syarat utama bagi setiap orang yang masuk atau
keluar wilayah negara kita adalah harus memiliki dokumen
perjalanan yang sah dan masih berlaku. Dokumen Perjalanan
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang dari suatu negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau
organisasi internasional lainnya untuk melakukan perjalanan
antarnegara yang memuat identitas pemegangnya. Setiap orang
asing wajib memiliki Visa yang sah dan masih berlaku untuk
dapat masuk ke wilayah negara kita dan memenuhi persyaratan
yang ditentukan, setelah itu mendapatkan Tanda Masuk (pasal
10). Izin Masuk adalah yang diterakan pada visa atau surat
perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah negara kita
yang diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan
imigrasi. Masa berlakunya izin masuk itu disesuaikan dengan
jenis visa yang dimilikinya.
Keluar masuknya orang asing ke negara kita tentu membawa dampak, baik berupa dampak positif maupun negatif. Kedatangan mereka ke negara kita membawa misi tersendiri
yang bersifat personal dan kelompok atau organisasi. Di
samping dampak positif, hal lain yang timbul adalah dampak
negatif dari kedatangan orang asing. Dipahami bahwa
globalisasi juga dapat memberikan dimensi baru yang negatif
di berbagai dimensi kehidupan, antara lain dengan munculnya
kejahatan yang berskala internasional yang memiliki jaringan
yang mendunia seperti penjualan manusia, penjualan wanita
dan anak-anak, prostitusi, kejahatan komputer, keuangan,
perbankan, pencucian uang serta narkotika. Izin masuk
yang diberikan kepada orang asing untuk memasuki wilayah
negara negara kita terkadang disalahgunakan oleh pemegang
izin ini sehingga banyak terjadi masalah pelanggaran izin
keimigrasian.
Situasi perkembangan global mengharuskan negara kita
semakin terbuka baik dalam arti fisik dan nonfisik. Namun
keterbukaan ini harus selalu sungguh-sungguh
memperhatikan secara seimbang antara peningkatan
pembangunan ekonomi dan ketahanan nasional. Peran
keimigrasian sebagai fasilitator dalam kerangka pembangunan
ekonomi, yang dilakukan melalui harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan di bidang keimigrasian, tidak akan ada artinya
apabila peran imigrasi meninggalkan konsep politik saringan
dalam memberikan kemudahan izin. Aspek pelayanan
dan pengawasan tidak pula terlepas dari geografis wilayah
negara kita yang terdiri atas pulau-pulau yang mempunyai
jarak yang dekat, bahkan berbatasan langsung dengan negara
tetangga, yang pelaksanaan fungsi keimigrasian di sepanjang
garis perbatasan merupakan kewenangan instansi imigrasi. Pada tempat tertentu sepanjang garis perbatasan terdapat lalu
lintas tradisional masuk dan keluar warga negara negara kita dan
warga negara tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan
dan memudahkan pengawasan dapat diatur perjanjian lintas
batas dan diusaha kan perluasan Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Menteri Hukum Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. pada
sambutannya dalam Rapat Kerja Kementerian (Mei 2006)
menyatakan beberapa pokok pikiran, yang salah satunya
adalah mengenai perubahan sistem ekonomi dan politik
yang semakin terbuka secara makro. Artinya, ada interaksi
sosial yang semakin dinamis. Arus orang masuk tidak bisa
dibendung karena kita memerlukan wisatawan, bahkan
mereka kita undang karena kita memerlukan investasi.
Jadi interaksi lalu lintas orang luar dan orang dalam tidak
punya batas lagi. Artinya terjadi perubahan tuntutan dalam
warga , karena orang-orang keluar masuk secara leluasa,
maka terjadi departened or the standard of living. Standardisasi
terutama dibidang pelayanan. Melalui standardisasi inilah,
warga mulai menuntut adanya perlakuan yang sama.
Standardisasi pelayanan dilihat melalui dua aspek yaitu dari
segi durasi dan dari kualitas pelayanan. Oleh karena itu harus
ada ikhtiar dan usaha untuk memperbaiki kinerja pelayanan
di Departemen Hukum dan HAM (sekarang Kementerian
Hukum dan HAM-penulis).2
Mobilitas dan keberadaan orang asing yang melakukan beragam kegiatan di wilayah hukum
negara kita perlu mendapat perhatian semua pihak. Karena itu,
koordinasi antar instansi terkait dalam rangka menyamakan
persepsi dalam hal pengawasan kegiatan orang asing di daerah
sesuai dengan bidang tugas masing-masing mutlak dilakukan.
Dengan adanya kebijakan bebas visa bagi orang asing, maka
ada permasalahan yang perlu dikaji, bagaimanakah usaha
jajaran keimigrasian dalam mengimplementasikan kebijakan
bebas visa ini ; dampak yang terjadi; serta kendala apa
yang dihadapi. Untuk itu Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
HAM Kementerian Hukum dan HAM R.I. yang memiliki
tugas dibidang penelitian dan pengembangan kebijakan
berusaha untuk mencari dan menemukan jalan keluar melalui
pengkajian ini, sebagai input untuk disampaikan kepada
pimpinan Kementerian (stakeholder).
Jika kebijakan itu diartikan sebagai semua langkah program
yang ditujukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
dengan jalan mempengaruhi variabel-variabel yang berperan
bagi tercapainya efektivitas dan kualitas pelayanan, maka
kebijakan ini tentunya ditujukan untuk menciptakan
iklim, suasana serta kerangka pengambilan keputusan secara
menyeluruh