Rabu, 12 Juli 2023
yang tanpa malu berbicara soal moralitas sembari jari-jemarinya
mencengkeram leher. Inilah kisah anak-anak sebuah negeri yang
terus berupaya merebut kedigdayaan. Kisah tentang Indonesia,
negeri kita, dalam mewujudkan dongeng tentang negeri yang
berdaulat dan rakyatnya sejahtera.
Kretek adalah temuan seorang kreatif dari Kabupaten Kudus
bernama Haji Djamhari. Kisahnya, Haji Djamhari yang menderita
penyakit bengek mengoleskan minyak cengkeh sebagai langkah pengobatan. Lantaran merasa kondisinya membaik, maka ia memotong
cengkeh menjadi bagian kecil-kecil dan mencampur dengan racikan
tembakau.
Kretek… kretek… kretek… Haji Djamhari berhasil, bengek tak kambuh
lagi. Dan lebih dari itu, ia berhasil memadukan dua komoditas penting
hingga terciptalah sebuah produk asli Indonesia bernama kretek.
Wujud kretek asli sebagaimana
masa awal penemuan. Dengan
klobot (daun jagung yang dikeringkan) racikan tembakau dan
cengkeh dibungkus.
Supaya mendapatkan hasil
lintingan yang baik dibutuhkan
keterampilan tangan pengrajinnya.
Kretek jenis ini berciri khas konus dengan ujung isap lebih kecil
daripada ujung bakar. Diproduksi
dengan alat pelinting sederhana
yang mulai digunakan sejak 1913
bersamaan dengan pemanfaatan
kertas khusus sebagai pembungkus. Kretek jenis ini pula yang
pertama kali diproduksi secara
massal.
Kretek yang diproduksi
dengan menggunakan mesin
modern. Kretek jenis ini telah
menggunakan filter, berbentuk
silindris dari ujung isap sampai
ujung bakar. Termasuk jenis
sigaret kretek mesin adalah
mild yang bentuknya kecil-kecil.
Pertama kali digunakan pada
1974 sekaligus menandai bangkitnya industri rokok nasional.
Nicotiana tabacum atau lebih dikenal sebagai tembakau merupakan
salah satu bahan pokok pembuat kretek. Tanaman ini ditemukan oleh
Christopher Columbus di San Salvador, Kepulauan Bahama. Wilayah
yang dikiranya sebagai tempat asal rempah maka dari itu disebut
Indies (Indian). Di sini Columbus bertemu suku Lucayan, dan untuk pertama kalinya bertemu ritus menikmati tembakau.
Kelak, para pelaut Eropa membawa tembakau ke belahan dunia lainnya termasuk Nusantara. Beberapa literatur yang mengungkap hal ini
berpendapat bahwa bangsa Portugislah yang pertama kali mengenalkan tembakau di Nusantara sekitar tahun 1600. Istilah “tembakau” untuk menyebut tanaman ini dirujuk dari bahasa Portugis, “tobacco” atau
“tumbacco”. Sedangkan kata “rokok” diperkirakan berasal dari bahasa
Belanda “ro’ken”.
Penggunaan tembakau oleh penduduk pribumi pertama kali
lewat persentuhan dengan kebiasaan menginang. Aktivitas yang
awalnya hanya menggunakan bahan baku sirih dan pinang lalu ditambahkan daun tembakau, kapur, dan gambir.
Pada awal abad XVII Belanda mulai menanam secara besar-besaran
tembakau di Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok. Perhitungan tanaman
ini akan menjadi komoditas berharga terbukti benar adanya. Laporan
P. De Kat Angelino dalam Voorstenlandsche Tabaksenquete (1929)
mengungkapkan bahwa meskipun tembakau bukan tanaman asli Indonesia, sejak diperkenalkan sudah memiliki pertalian khusus dengan
tanah di Indonesia. Tembakau tak hanya menjadi komoditas utama
pemerintah kolonial, tetapi juga telah mengubah kehidupan sosial
ekonomi masyarakat bumiputera.
Di era sistem Tanam Paksa yang diberlakukan Gubernur Hindia
Belanda Johannes van den Bosch sejak 1830, tembakau menjadi
salah satu tanaman ekspor yang wajib ditanam penduduk bumiputera.
Belanda mendapatkan keuntungan yang berlimpah dari penerapan
Tanam Paksa. Pendapatan yang diperoleh dari tembakau saja yang
mulanya senilai 180.000 gulden, meningkat menjadi 1.200.000 gulden
pada 1840, dan masih meningkat lagi menjadi 2.300.000 gulden pada
1845.
Seorang penulis berkebangsaan Belanda seperti dikutip oleh
J.S. Furnivall dalam Netherlands India: A Study of Plural Economy
menyebut perubahan yang diakibatkan pemberlakuan sistem Tanam
Paksa ini terjadi tiba-tiba dan mendalam, seperti keajaiban:
“Jawa melimpahkan kekayaan demi kekayaan atas negeri Belanda
seperti tongkat tukang sihir.”
Cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah tumbuhan asli Indonesia,
dan hanya bisa tumbuh serta berkembang baik di negeri kita.
Rempah berbentuk seperti kuku ini telah dikenal luas sejak
ribuan tahun lalu. Orang China mengenal sebagai rempah kuku (tianghang), orang Barat menyebut dengan cloves dari kata claw merujuk
bentuk cengkeh yang menyerupai cakar.
Komoditas bernama cengkeh ini (bersama pala) yang menjadi sumber
penjajahan Nusantara oleh para penjelajah dan penakluk dari China,
Arab, dan Eropa. Kolonialisme Asia sesungguhnya dimulai dari pencarian, penemuan, dan penguasaan tanaman eksotik dari Kepulauan
Maluku ini. Selama berabad-abad komoditas berharga diperebutkan
oleh bangsa-bangsa asing.
KH Agus Salim, salah seorang “pendiri bangsa”,
mengebal-ngebulkan kreteknya dalam
sebuah perjamuan di istana Buckingham
ketika penobatan Elizabeth II sebagai
ratu Inggris. Aroma yang khas tercium
di ruang perjamuan sehingga
memancing salah seorang
hadirin bertanya, “Tuan sedang
menghisap apa itu?”
The Grand Oldman, begitu julukan
Agus Salim, langsung menjawab,
“Inilah yang membuat nenek
moyang Anda sekian abad lalu
datang dan kemudian menjajah
negeri kami.”
Agus Salim berkata jitu karena
kretek memang tak lain adalah
cengkeh (Syzygium aromaticum),
tanaman rempah legendaris yang
menjadi sumber kolonialisme Eropa
atas Asia, termasuk Indonesia,
negeri kepulauan asal tanaman ini.
Puntung Rokok Rara Mendut
Kisah tentang Rara Mendut diperkirakan terjadi pada 1627, saat utusan Sultan
Agung yang bernama Tumenggung Wiraguna berhasil menumpas pemberontakan
Pati. Sebagai imbalan atas keberhasilan ini Sultan Agung menghadiahkan Rara
Mendut kepada Tumenggung Wiraguna. Ia menolak dan akibatnya harus membayar
pajak setiap harinya, yang dipenuhi dengan memperdagangkan tembakau sompok
dari Imogori, daun klobot, bumbu-bumbu, dan wur. Begini alasan Rara Mendut
tentang larismanis dagangannya, “Tentu saja, karena rokok itu bekas kena bibirku
dan telah leceh dengan air ludahku yang manis dan harum.”
Kebiasaan Pangeran Diponegoro
Mengunyah sirih adalah salah satu dari sedikit kebiasaan Pangeran Diponegoro.
Sehari-hari ia biasa terus-menerus memamah sirih, sehingga ia dapat menghitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah seracikan kapur, daun
sirih, dan pinang. Pangeran juga mengisap rokok jawa, sigaret tebal yang dilinting dengan tangan sendiri, sejenis cerutu yang terbuat dari tembakau lokal yang
dibungkus daun jagung.
Sebagai Teman Perjamuan
“Sekembalinya ke mesjid, Modin dan Bodin menggelar tikar dan meletakkan di
atasnya pelita, kulit jagung dan tembakau, menyan madu sebesar biji kemiri, pisau
untuk mengirisnya serta sebuah kendi. ‘Ayo, mari kita merokok dan minum seadanya!’ Para tamu mencabik kulit jagung, merapikannya dengan pisau, menaruh
tembakau dan kemenyan lalu melintingnya.”
- Nukilan Serat Centhini
Sebagai Simbol Pergerakan Nasional
“Kopinya bukan kopi saringan, tetapi kopi tubruk sebab kopi ini katanya nationaal,
gulanya gula jawa. Susu tidak dipakai sebab tidak nationaal. Rokoknya kelobot.
Selamatan nationaal ini terus (berlangsung-ed.) sampai pagi hari.”
Abdul Rivai dalam Bintang Timoer, 3 Oktober 1927
Upacara tanam tembakau di Temanggung,
Jawa Tengah. Upacara ini diselenggarakan
sebagai penghormatan kepada Ki Ageng
Makukuhan yang telah memperkenalkan
tembakau di wilayah Gunung Sindoro,
Sumbing, dan Prau. Konon, setelah berkata,
“Iki tambaku! (ini obat dariku!)” Ia
mengobati orang sakit dengan mengibasngibaskan daun tembakau ke tubuh si
pasien. Begitulah asalmula “mbako”
dipercaya berasal dari kata “tambaku”.
“… kreativitas dari para leluhur dan para penduduk Indonesia luar
biasa. Tembakau dicampur dengan klembak, tembakau dicampur
dengan cengkeh, menjadi rokok klembak, menjadi rokok cengkeh dan
ini suatu kreativitas luar biasa. Dari segi kebudayaan harganya sangat
tinggi kreativitas semacam ini. Ini menunjukkan daya adaptasi bangsa
Indonesia yang ternyata bangsa yang tidak asli, bahasanya tidak asli,
tanaman tidak asli, mulai dari padi sampai irigasi, mentok, itik, semua
tidak asli, sapi tidak asli, tetapi toh bisa diadaptasi dengan kreatif.
Rokok kretek. Rokok kretek itu sekarang dalam masa krismon bisa
bertahan dengan baik karena cengkehnya dari dalam negeri, kertasnya
dari dalam negeri, tembakau dalam negeri, saosnya dalam negeri, lalu
konsumennya yang terbesar dalam negeri, sehingga akhirnya menjadi suatu kekuatan ekonomi yang baik. Tentu saja sebagai seniman
dan budayawan saya sangat menghargai, sangat mempertimbangkan
sekali proses pembangunan. Maka saya menganggap bahwa survival
dari rokok kretek ini membantu kekuatan pembangunan Indonesia.”
Kretek adalah buah kreativitas anak bangsa yang berkembang
menjadi industri digdaya. Di era awal industri kretek harus berhadapan
dengan peraturan perpajakan pemerintah kolonial yang tinggi, rumit,
dan diskriminatif. Keadaan ini menumbuhkan pemikiran nasionalisme
ekonomi para pelaku usaha kretek, sebuah upaya untuk mendorong
terciptanya kemandirian dan demokrasi ekonomi yang memperjuangkan kesamaan perlakuan dalam usaha. Nasionalisme ekonomi dengan
nasionalisme politik yang bertujuan mewujudkan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Dari masa ke masa industri kretek tak luput dari hadangan krisis
ekonomi yang memporak-porandakan perekonomian nasional namun
ketangguhan industri kretek selalu teruji. Inilah warisan sejarah dan
budaya yang bukan hanya berharga, tetapi juga menjaga martabat kita
sebagai bangsa. Seperempat abad sejak penemuan kretek oleh Haji Djamhari kretek
akhirnya menjelma industri besar yang dirintis Nitisemito di Kudus
pada awal 1900-an. Dia sempat berganti-ganti merek untuk produk
kreteknya, dari Kodok Mangan Ulo, Soempil, Djeroek hingga selanjutnya mantap menggunakan merek Tjap Bal Tiga pada 1916.
Saking terkenal nama Nitisemito yang mendapat julukan sebagai
“Raja Kretek” ini, namanya disebut Sukarno dalam pidato 1 Juni 1945.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Nitisemito, Liem Seng Tee
mendirikan pabrik Dji Sam Soe dan Sampoerna di Surabaya.
Setelahnya, pada dekade tahun 1930-an berdiri pabrik Nojorono
yang didirikan oleh Ko Djee Song dan Tan Djing Thay.
Pabrik Nojorono ini membuat inovasi rokok tahan air yang sangat
populer bagi masyarakat yang berprofesi sebagai pelaut dan nelayan.
Ada pula H.A. Ma’roef mendirikan pabrik Djambu Bol dan Mc. Wartono
mendirikan pabrik Sukun.
Pada pertengahan 1950-an, ketika produksi kretek mulai berkembang
pesat menjadi industri raksasa modern dengan munculnya beberapa
pabrik baru, antara lain, oleh Oei Wie Gwan mendirikan pabrik Djarum
di Kudus dan Tjoa Ing Hwie mendirikan pabrik Gudang Garam di Kediri.
Di samping itu terdapat pabrik rokok yang berskala industri rumah
tangga yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Nitisemito
Mendirikan pabrik Tjap Bal Tiga pada 1900-an
Liem Seng Tee
Mendirikan pabrik Sampoerna pada 1913
Ong Hok Liong
Mendirikan pabrik Bentoel pada 1930
Ko Djee Song & Tan Djing Thay
Mendirikan pabrik Nojorono pada 1932
H.A. Ma’roef
Mendirikan pabrik Djambu Bol pada 1937
Mc. Wartono
Mendirikan pabrik Sukun pada 1949
Oei Wie Gwan
Mendirikan pabrik Djarum pada 1950
Tjoa Ing Hwie
Mendirikan pabrik Gudang Garam pada 1958
Tembakau merupakan jenis tanaman semusim yang hanya bisa ditanam sesuai dengan masa tanamnya. Selain itu keberhasilan panen
tembakau sangat bergantung iklim. Hal ini menyebabkan total produksi
nasional tembakau berfluktuasi. Kala iklim berpihak kepada petani
saat musim tanam, panen melimpah dan grade tinggi didapatkan.
Sebaliknya, kadangkala iklim tak bisa ditebak, meskipun tetap bisa
panen namun tembakau dengan grade terbaik akan sulit diperoleh.
Meski demikian, pabrikan akan tetap membeli tembakau petani supaya
produksi bisa berjalan.
Dalam budidaya tembakau melibatkan tiga pihak yakni petani, pabrikan, dan pemerintah (diwakilkan Dinas Perkebunan). Tiga pihak itu
akan berembuk untuk menentukan kebutuhan tembakau tahunan dari
jenis dan daerah tanam, perkiraan awal musim tanam dan harga beli
tembakau oleh pabrikan.
Sebagian besar pengusahaan pertanian tembakau di Indonesia
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dalam bentuk
perkebunan rakyat. Dilihat dari status pengusahaannya, perkebunan
rakyat merajai budidaya tanaman ini dengan persentase 97,43 persen,
sedangkan perkebunan negara hanya 2,57 persen, dan tidak ada pengusahaan tembakau yang dilakukan oleh perusahaan swasta.
Sebelum Panen
1. Petani penggarap
2. Penyedia bibit
3. Juru tanam
4. Juru rawat (pemupukan & pemberantasan hama)
Selama Panen
1. Tenaga petik, memetik daun tembakau
2. Juru masak, penyedia makanan selama musim panen
3. Juru taksir, menghitung hasil panen dan kebutuhan biaya
pekerja
4. Pengrajin keranjang
5. Tenaga/pemilik alat transportasi
Sesudah Panen
1. Tenaga perajang daun
2. Tenaga pengasapan/pengeringan daun
3. Tenaga/pemilik alat transportasi
4. Blandang/perantara
5. Pedagang kecil & besar
6. Grader
Tembakau Voor Oogst (VO) adalah tembakau yang ditanam di penghujung musim penghujan atau awal musim kemarau. Tembakau jenis ini
akan dipanen di penghujung musim kemarau. Karakteristik daun lebih
bertekstur kasar dan tebal. Dimanfaatkan sebagai bahan baku utama
sigaret. Daerah yang identik dengan tembakau VO adalah Temanggung,
Muntilan, Boyolali, Karangjati, Bojonegoro, Kraksaan, dan Madura.
Tembakau Na Oogst (NO) adalah tembakau yang ditanam penghujung
musim kemarau atau awal musim hujan. Tembakau jenis ini akan
dipanen pada penghujung musim penghujan. Daun terlihat lebih hijau,
halus, dan tipis. Tembakau jenis ini dipakai sebagai bahan utama rokok
cerutu. Sekarang market share tembakau NO Indonesia di pasar dunia
masih terbesar dengan 34 persen. Dari market share sebesar itu tembakau NO Jember menyumbang 25 persen permintaan dunia. Sisanya
4 persen dari Klaten dan 5 persen dari Deli.
1. Bibit
Kemurnian dan baku mutu bibit yang ditanam mempunyai pengaruh
terhadap ciri, rasa dan aroma setiap jenis tembakau.
2. Tanah
Tembakau adalah jenis tanaman yang tidak dapat tumbuh dengan baik
di sembarang tempat. Kesesuaian jenis dan sifat tanah dengan bibit
tembakau merupakan faktor utama yang menentukan kualitas.
3. Nutrisi
Tanaman tembakau membutuhkan dukungan nutrisi berupa pupuk
dengan takaran pas. Selain itu, diperlukan perawatan tanaman dari
hama dan penyakit dengan obat-obatan yang tepat guna sebagai
penunjang.
4. Iklim
Ketepatan iklim saat menanam tembakau akan memberikan
kuantitas dan kualitas hasil panen. Berubahnya siklus iklim
belakangan ini mengacaukan pula tatanan lama budidaya tembakau
yang dikenal petani. Pemerintah dan pabrikan menyiasati ini dengan
membangun kerjasama dengan lembaga riset cuaca.
Grading adalah proses menilai mutu tembakau. Secara umum, tujuan
grading untuk mengelompokkan daun tembakau berdasarkan kualitas.
Pengelompokan ini bertujuan agar pabrik rokok mendapatkan
tembakau yang seragam posisi daunnya, seragam mutunya dan
seragam warna tembakaunya.
Secara khusus, grading bertujuan untuk mempermudah penentuan
komposisi campuran (blend) dalam rokok. Sehingga hal itu akan
menghasilkan rasa yang konsisten.
Sistem grading tembakau dengan pengeringan sinar matahari pada
umumnya memiliki empat digit penilaian.
Digit 1: menentukan posisi daun tembakau
Digit 2: menentukan kualitas tembakau
Digit 3: menentukan warna tembakau
Digit 4: menentukan faktor
Proses grading sangat panjang dan berliku. Tak banyak yang bisa
melakukannya. Hanya sedikit orang yang mempunyai kemampuan
khusus ini. Biasanya mereka adalah orang yang sudah lama bergelut
dengan dunia tembakau. Dalam menentukan posisi daun tembakau,
ada beberapa posisi seperti daun bawah, daun bawah tengah, daun
tengah atas, daun atas, dan daun pucuk. Tiap posisi memiliki ciri-ciri
sendiri agar bisa disebut sebagai daun yang baik.
Grade Kualitas
A Paling Rendah
B Paling Rendah
C Sedang
D Sedang
E Sedang
F Sedang
G Sedang
H Tinggi (terbaik)
I Tinggi (terbaik)
Pertanian tembakau tidak dapat dipisahkan dari industri kretek sebagai sektor hilir hampir seluruh produksi pertanian tembakau. Rantai
produksi dalam produksi tembakau menunjukkan hanya batang dan
biji tembakau yang tidak sampai ke industri kretek. Batang tembakau
menjadi kayu bakar yang nisbi tidak bernilai ekonomis, sedangkan
biji tembakau akan sampai ke persemaian untuk menjadi bibit yang
diperjualbelikan di musim tanam berikutnya. Permintaan pabrik-pabrik
rokok terhadap tembakau tidak semata ditentukan oleh volume, tetapi
juga oleh jenis rokok yang diproduksi.
Pengusahaan tembakau memerlukan kerjakeras dalam membaca
iklim yang sesuai untuk masa tanam, mengolah tanah, menyediakan
bibit, merawat, memberantas hama, dan penanganan pascapanen
hingga menyetor ke pedagang atau pabrik rokok.
Budidaya tanaman tembakau tidaklah mudah, berbekal
pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun selama ratusan
tahun membuat tahap-tahap itu bisa dilalui dengan baik oleh para
petani. Harga jual yang menguntungkan membuat makin terbukanya
ruang perbaikan kesejahteraan dan keuntungan dari pertanian tembakau. Faktor itu yang mengikat tenaga kerja pertanian tembakau
dari tarikan kesempatan kerja lain.
Salah satu daerah yang punya standar tinggi dalam penghasilan dari
tembakau adalah Temanggung. Sekitar 50 persen dari luas daerah
kabupaten ini merupakan dataran tinggi yang cocok untuk budidaya
perkebunan tembakau. Menurut laporan terbaru Badan Pusat Statistik
Kabupaten Temanggung terdapat 15.587,50 hektar lahan produksi yang
menghasilkan 9.978,50 ton tembakau. Selain itu, ada 3.275 unit usaha
industri pengolahan tembakau yang menyerap 24.175 orang tenaga
kerja di kabupaten ini.
Budidaya tembakau di Indonesia selama lima tahun ke belakang
menunjukkan adanya peningkatan dari luas lahan dan produksi.
Hal ini menunjukkan komoditi tembakau semakin diminati oleh petani.
Semakin tingginya tingkat produktivitas per hektar lahan
memungkinkan pendapatan petani dan pekerja
pertanian tembakau pun semakin meningkat.
Sejak penemuan kegunaan baru cengkeh sebagai bahan baku rokok
kretek, komoditas cengkeh kembali bersinar. Beberapa pabrik rokok
kretek berdiri pada pertengahan dekade 50-an menyebabkan
permintaan cengkeh meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan itu,
pertanian cengkeh tak hanya diusahakan di Kepulauan Maluku tetapi
juga di Sulawesi, Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan,
Papua dan beberapa tempat lain di Indonesia.
Pada 1970 luas lahan cengkeh telah mencapai 82.387
hektar, dua dekade kemudian luas lahan cengkeh
mencapai 724.986 pada 1990. Swasembada
cengkeh dinyatakan tercapai pada 1991. Namun
sayang, pengaturan tataniaga cengkeh oleh
pemerintah dengan pembentukan Badan Penyangga
dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) justru membuat
komoditas ini terpuruk. Harga jatuh. Petani kecewa,
sebagian lahan ditumpas dan sebagian lagi dibiarkan
tak terpanen. Ketika BPPC dibubarkan, pada akhir
Juni 1998, lahan cengkeh yang tersisa tercatat hanya
428.000 hektar. Sekarang lahan cengkeh mencapai
setengah juta hektar lahan, dan 96 persen dari total
produksi nasional mengalir untuk menyokong
kebutuhan industri kretek nasional.
Pembibitan
Cengkeh yang telah meletup akan segera jatuh. Dari polong inilah
tunas-tunas baru cengkeh tumbuh. Perawatan ekstra dilakukan di
masa-masa awal. Bibit cengkeh diletakkan di bedeng supaya
mempermudah perawatan. Asupan air diberikan secara teratur, dan
kala musim kemarau datang bibit cengkeh dikelilingi daun nyiur
supaya dapat terhindar dari sengatan sinar matahari secara
berlebih. Jika masa ini telah lewat perawatannya lebih sederhana.
Pohon cengkeh cukup ditanam dengan jarak tertentu, rumput liar
dibersihkan secara teratur, dan daun-daun yang berguguran akan
menjadi pupuk alami yang menyuburkan.
Perawatan
Tanaman cengkeh mempunyai karakteristik unik dengan penyesuaian
tumbuh-kembangnya dari faktor iklim, jenis tanah, dan yang terbaik
terkena angin laut. Itulah yang menyebabkan karakteristik tanaman
ini meskipun jenisnya sama akan memberikan hasil yang berbeda di
setiap tempat. Cengkeh mulai belajar berbuah di usia lima sampai
tujuh tahun. Ketika usia telah menginjak sepuluh tahun cengkeh
dengan rutin memberikan peruntungan.
Di Sulawesi pohon cengkeh tak bisa tumbuh besar, dan jika usianya
telah berumur kuantitas bunga menurun, sehingga perlu dilakukan
peremajaan. Di tanah asalnya, Kepulauan Maluku, pohon cengkeh bisa
berbunga baik hingga puluhan tahun. Tercatat pohon cengkeh tertua,
‘Cengkeh Apo’, berusia sekitar 450 tahun dan berdiameter
mencapai 300 sentimeter.
Panen
Para petani melakukan proses memetik cengkeh (bagugur) dengan
memutus gagang tepat di bagian terakhir daun.
Patah
Pemetik cengkeh maupun keluarga petani akan berkumpul dalam satu
lingkaran untuk (bapata) patah cengkeh. Segera setelah proses panen
dilakukan, maka sore harinya berlangsung patah cengkeh. Jika terlalu
lama ditimbun membuat cengkeh dan gagang sulit dipisahkan.
Penjemuran
Kuncup cengkeh dijemur (bajemur) di bawah terik matahari, sampai
warna merah kecokelatan-cokelatan. Proses ini memerlukan waktu
sekitar empat hari. Bila panen datang saat musim hujan, cengkeh
perlu perawatan ekstra supaya tak rusak diserang jamur. Para petani
menyiasatinya dengan menutupi cengkeh yang sedang dijemur dengan
plastik atau mengeringkannya dengan cara pengasapan.
Per hektar lahan ditanami sekitar 140 - 150 pohon cengkeh.
Sebelum Panen
1. Perawatan tanaman
2. Pencegahan hama
Selama Panen
1. Tenaga petik, memanjat pohon untuk memetik bunga cengkeh
2. Juru masak, penyedia makanan selama musim panen
3. Juru taksir, menghitung jumlah panen cengkeh dan kebutuhan
biaya pekerja
4. Mandor, mengawasi proses panen
5. Tukang pungut, memungut ceceran bunga cengkeh yang jatuh
6. Juru bayar, bertugas membayar tenaga kerja
7. Tukang angkat, mengangkat hasil panen ke penampungan
Sesudah Panen
1. Tukang yang bertugas memisahkan cengkeh dengan gagang
2. Tukang jemur, bertugas menjemur atau proses pengeringan
cengkeh
3. Tenaga untuk menjual hasil cengkeh
Ketika berlangsung musim panen cengkeh. Para petani kewalahan
untuk melakukan proses panen. Sebab, untuk melakukan panen
diperlukan perhitungan waktu yang tepat. Cengkeh diupayakan terpetik
sebelum kuncup bunga meletup dan berubah menjadi polong (pembibitan), sehingga membutuhkan tenaga pemetik dari luar daerah. Dalam
sehari setiap pemetik bisa memanen 4-5 bakul cengkeh basah (4-5
kilogram cengkeh kering).
Sistem Upah
Setiap harinya pekerja petik cengkeh mendapatkan upah Rp 100 ribu -
Rp 150 ribu dengan makan tiga kali sehari, kopi/teh,
rokok satu bungkus dan penginapan ditanggung pemilik lahan.
Sistem Liter
Dengan sistem ini setiap pekerja petik dibayar dengan perhitungan
hasil panen. Per liter cengkeh ditukar pemelik lahan dengan Rp 5.000.
Kebutuhan makan, kopi/teh, rokok, dan penginapan ditanggung
pemilik lahan.
Sistem Bagi Hasil (Pica Tinga)
Sistem ini digunakan apabila pemilik lahan tidak mempunyai dana
untuk proses panen atau terletak jauh dari rumah. Proses panen
diserahkan ke tetangga atau kerabat, dengan hasil panen nantinya
dibagi sama rata antara pemilik lahan dan pemetik.
.
Pertanian cengkeh memang tak secara langsung masuk dalam
kalkulasi perhitungan pendapatan negara. Namun komoditas ini secara
riil menjadi penggerak roda perekomian masyarakat. Sejak penghapusan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) harga cengkeh
meningkat setiap tahunnya. Saat ini harga per kilogram cengkeh dibandrol hingga Rp 140.000 per kilogram.
Petani cengkeh menyiasati rentan tanam hingga berbunga sebagai
tabungan pendidikan. Saat seorang anak lahir mereka menanam
pohon cengkeh. Dalam waktu lima hingga tujuh tahun, saat anak-anak
mereka mulai bersekolah, pohon cengkeh telah menghasilkan. Dari
hasil pertanian cengkeh petani membayar biaya pendidikan anak-anak.
Komoditas ini sekarang menyokong sekitar lima juta Daun digunakan untuk berbagai ramuan tradisional. Batang dimanfaatkan sebagai balok kayu bahan bangunan. Cengkeh digunakan sebagai
bumbu masak, campuran bahan penghilang rasa nyeri, dan selebihnya
sebesar 96 persen dari total produksi nasional dimanfaatkan untuk
menunjang industri kretek. Kini gagang pun berharga untuk pemenuhan produksi rokok kretek.
Daftar Harga Tahun 2013
Daun Rp 3.000 - Rp 5.000 per kg
Gagang Rp 6.000 - 8.000 per kg
Cengkeh Rp 130.000 - Rp 150.000 per kgpetani dan tenaga
kerja pertanian cengkeh di Indonesia.
Daun digunakan untuk berbagai ramuan tradisional. Batang dimanfaatkan sebagai balok kayu bahan bangunan. Cengkeh digunakan sebagai
bumbu masak, campuran bahan penghilang rasa nyeri, dan selebihnya
sebesar 96 persen dari total produksi nasional dimanfaatkan untuk
menunjang industri kretek. Kini gagang pun berharga untuk pemenuhan produksi rokok kretek.
Daftar Harga Tahun 2013
Daun Rp 3.000 - Rp 5.000 per kg
Gagang Rp 6.000 - 8.000 per kg
Cengkeh Rp 130.000 - Rp 150.000 per kg
Komoditas pertanian ini sebagian besarnya ditanam di Wilayah Indonesia Timur, utamanya di Kepulauan Maluku, Sulawesi, dan baru-baru ini
mengembangkan budidaya komoditas endemik Nusantara ini, Papua.
Data Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukkan terjadi peningkatan
signifikan, baik dari segi luas lahan, produksi nasional dan produktifitas lahan. Perkebunan cengkeh masih berpeluang besar untuk dikembangkan secara lebih masif untuk menciptakan lapangan pekerjaan
yang luas, mengingat harga komoditi selalu meningkat sejak dibubarkannya Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) terhitung 1
Juni 1998.
Industri kretek merupakan salah satu industri yang pertama kali lahir
di negeri ini. Dan selama lebih satu abad lamanya, industri ini tetap
bertahan melewati berbagai gejolak krisis perekonomian dunia. Secara
teoritik, industri dengan muatan impor yang tinggi akan mudah goyah
saat terjadi krisis ekonomi. Ini terbukti ketika krisis ekonomi kawasan
(Asia Timur dan Tenggara) pada paruh kedua 1990-an, mengakibatkan
kemerosotan nilai tukar rupiah yang anjlok sampai 800 persen.
Sehingga banyak industri besar yang bermuatan impor tinggi benarbenar goyah, bahkan sebagian ambruk. Hal sebaliknya terjadi pada
industri kretek yang memang bermuatan impor sangat rendah yakni
hanya sekitar 4 persen.
Karakter industri kretek kebal terhadap gejolak pasar internasional
menjadikannya lebih mampu meredam guncangan pada keseluruhan
mata rantai produksi dan pemasarannya, termasuk berbagai industri
yang terkait mulai dari hilir sampai ke hulu.
Permintaan pabrik-pabrik rokok terhadap bahan baku (tembakau dan
cengkeh) tidak semata ditentukan oleh volume semata tetapi juga oleh
jenis rokok yang diproduksi. Dalam produksi rokok kretek baik tangan
maupun mesin, memanfaatkan bahan baku yang sebagian besar dari
hasil kerja rakyat Indonesia.
Sigaret kretek tangan (SKT) diolah dengan keterampilan tangan para
pengrajin kretek. Pengolahan dengan mekanisme tradisional ini menempatkan industri kretek sebagai industri padat karya yang menyerap
banyak tenaga kerja di sekitar lokasi pabrik. Sebagian besar tenaga
pengrajin kretek tangan merupakan perempuan.
Sigaret kretek mesin (SKM) dibikin dengan menggunakan mesin
modern. Pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1974 yang
membuat kretek mampu bersaing dengan perusahaan rokok
multinasional asing dari segi kualitas.
Sigaret putih mesin (SPM) merupakan produksi pabrikan asing.
Bahan bakunya hanya terkandung tembakau tanpa ada
tambahan cengkeh.
Tenaga kerja di pabrik rokok kretek menyerap lebih banyak pekerja
perempuan sehingga mempunyai nilai tambah bagi perekenomian di
tingkat keluarga.
Perbandingan antara pekerja perempuan dan laki-laki, 4 berbanding 1.
Sebagian besar pekerja perempuan bertugas sebagai tenaga pelinting
dan penggunting Sigaret Kretek Tangan. Pekerja pabrik rokok kretek
di Indonesia terdapat sekitar 600.000 jiwa. Dengan perbandingan itu,
maka diperkirakan jumlah pekerja perempuan 492.00Produksi rokok secara nasional mempunyai tren meningkat setiap
tahunnya. Total produksi rokok mencapai 341 miliar batang dengan
nilai rupiah yang bergulir di industri ini mencapai Rp 233 triliun. Nilai
sebesar itu atau sekitar 15 persen dari total pendapatan negara per
tahun ini, sebagian besarnya bergulir sebagai pendapatan masyarakat
dari sektor hulu sampai hilir industri.0 jiwa
dan pekerja laki-laki 108.000 jiwa.
Produksi rokok secara nasional mempunyai tren meningkat setiap
tahunnya. Total produksi rokok mencapai 341 miliar batang dengan
nilai rupiah yang bergulir di industri ini mencapai Rp 233 triliun. Nilai
sebesar itu atau sekitar 15 persen dari total pendapatan negara per
tahun ini, sebagian besarnya bergulir sebagai pendapatan masyarakat
dari sektor hulu sampai hilir industri.
Data produksi rokok di Indonesia menempatkan kretek sebagai
industri yang berada di atas angin dengan menguasai pangsa pasar
dalam negeri. Dominasi ini ditunjukkan data tahun 2013, dengan kretek
menguasai pangsa pasar sebesar 93,85 persen, sedangkan 6,15
persennya diisi oleh rokok putih.
Selain menyerap banyak tenaga kerja, industri kretek juga memberi
sumbangan cukai terbesar.
Perbandingan persentase dari industri kretek sekitar 96 persen dari
total pendapatan cukai negara.
Total setoran cukai yang diberikan industri kretek sebesar
Rp 101,2 triliun.
Setoran cukai industri kretek ini karakteristik meningkat
dan melebihi angka proyeksi setiap tahunnya.
Keberadaan industri kretek mempunyai nilai vital tak hanya
secara budaya dan politik nasional, selain itu pula menjadi sumber
penghidupan bagi berjuta-juta rakyat yang pekerjaannya terintegrasi
dengan industri ini. Industri kretek pula yang memberikan
pemasukan negara melalui cukai sebesar Rp 101,2 triliun pada 2013,
dan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 110 triliun pada 2014.
Total pendapatan negara yang diberikan industri kretek baik melalui
PPh dan pajak di daerah sebesar Rp 150 triliun.
Berawal dari Surgeon General, sebuah lembaga penelitian kesehatan modern di Amerika Serikat yang berupaya mengaitkan konsumsi
nikotin tembakau dengan kesehatan, mempublikasikan wacana yang
menyatakan nikotin pada tembakau memicu ketergantungan membuka
celah untuk mewujudkan niat pengambilalihan bisnis nikotin.
Persekutuan perusahaan-perusahaan farmasi dunia, lembaga
kesehatan dan lembaga swadaya masyarakat dibentuk, dan genderang
perang antitembakau ditabuh dengan kedok isu kesehatan.
Melalui sokongan dana yang diberikan industri farmasi, persekutuan
ini berhasil memasukkan agenda ke kerangka kebijakan internasional
dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Upaya mendorong negaranegara di dunia untuk memberlakukan kebijakan sesuai kerangka
rezim kesehatan, tanpa lagi mempedulikan peran sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Tujuan utamanya adalah memuluskan jalan
mengganti pemanfaatan nikotin alami dari tembakau dengan produkproduk rekayasa nikotin yang telah dikantongi hak patennya.
Upaya pengambilalihan bisnis miliaran dollar ini terjadi di berbagai
negara, termasuk di Indonesia. Aliran dana dari lembaga gerakan
antitembakau internasional pun mengalir deras ke lembaga kesehatan,
organisasi kemasyarakatan dan lembaga keagamaan. Produk budaya
khas negeri kita yang bernama kretek tak luput menjadi sasaran bidik.
Nikotin (C10H14N2) merupakan zat yang identik dan secara alamiah
terkandung dalam tembakau. Tumbuhan ini terdapat beberapa jenis di
dunia. Tanaman yang berasal dari Meksiko diberi nama latin Nicotiana
tabaccum, sedangkan Nicotiana rustica nama yang diberikan untuk
tembakau yang berasal dari Amerika Latin. Di Indonesia juga terdapat
jenis tembakau yang ditemui di Papua yang dikenal dengan Nicotiana
suaveolens. Sayangnya, tembakau asal Papua ini kalah populer dari
dua jenis tembakau lainnya.
Pada zat nikotin ini kemudian diketahui oleh para ahli farmakologi dan
ilmuwan kesehatan mempunyai banyak manfaat. Nikotin digunakan
pula sebagai obat untuk aneka terapi dan pengobatan. Penelitianpenelitian lain menyebutkan pemanfaatan nikotin bisa meringankan
nyeri, gelisah dan depresi. Selain itu pula dapat meningkatkan
konsentrasi bagi penyandang kelainan hiperaktivitas dan lemah dalam
pemusatan perhatian serta membantu meringankan penderita
skizofrenia akut, sindroma tourette, parkinson dan alzheimer.
Daun tembakau memiliki kandungan nikotin yang bervariasi.
Standarnya berkisar 0,5 - 3,5 persen per 100 gram tembakau
Kembang Kol
Satu kembang kol mengandung
3,8 gram nikotin.
Terong
Satu buah terong mengandung
10 gram nikotin.
Kentang
Satu kentang jenis “pulp” mengandung
15,3 gram nikotin.
Di bagian kulitnya mengandung
4,8 gram.
Tomat
Satu tomat mengandung
42,8 gram nikotin.
Saat matang, tomat mengandung
4,1 gram nikotin.
Nicotine replacement therapy (NRT) merupakan produk yang dikeluarkan perusahaan farmasi multinasional sebagai pengganti asupan nikotin dari tembakau.
Dalam perang pengendalian tembakau dunia selama ini terintegrasi
dengan produk NRT sebagai solusi.
Produk ini diberi label telah melewati uji klinis sesuai takaran bisa membantu
orang berhenti merokok serta dinyatakan lebih sehat daripada nikotin dalam
kandungan tembakau. Itulah alasan yang menyebabkan industri farmasi gencar
melakukan kampanye dan memberikan pendanaan bagi pembatasan tembakau.
Di satu sisi program pengendalian tembakau didorong untuk diterapkan namun di
sisi lain industri farmasi telah siap memasukkan produk sebagai langkah penanganan. Munculnya NRT sebagai obat penghenti merokok hanya modus perusahaan
farmasi untuk merebut pasar nikotin.
Koyo nikotin
Permen karet nikotin
Permen nikotin
Tablet nikotin
Alat hirup (inhaler) nikotin
Alat semprot (sprayer) nikotin
Bupropion (Zyban)
Digunakan dengan cara menempelkan pada kulit.
Koyo akan melepaskan nikotin yang diserap tubuh
melalui kulit.
Digunakan dengan cara dikunyah laiknya permen
karet. Produk ini tersedia dengan kekuatan 2 mg
dan 4 mg.
Permen nikotin sama seperti permen karet nikotin.
Fungsinya meresapkan nikotin ke dalam aliran
darah melalui indera perasa.
Serupa dengan permen dan permen karet nikotin.
Digunakan dengan cara dihirup.
Alat semprot berkandungan nikotin digunakan dengan menyemprotkan ke mulut.
Jenis obat tidak mengandung nikotin, diedarkan
dengan penawaran mampu membuat orang
berhenti merokok
Glaxo Holdings (Inggris)
Merck (Amerika)
Hoffman La Roche (Swiss)
Smith Kline Beckman (Amerika)
Ciba-Geigy (Swiss)
Pfizer
Hoechst AG (Jerman)
American Home Products (Amerika)
Eli Lilly (Amerika)
Upjohn (Amerika)
Squibb (Amerika)
Johnson & Johnson (Amerika)
Sandoz (Swiss)
Bristol Myers
Beecham Group (Inggris)
Bayer A.G. (Jerman)
Syntex (Amerika)
Warner Lambert (Amerika)
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).
Tetap sebagai Merck & Co.Inc.
Juga dikenal sebagai Roche Holding AG.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Novartis International AG.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Sanofi SA berkedudukan
di Prancis.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc.
Sebelumnya juga dikenal sebagai Wyeth.
Tetap sebagai Eli Lilly and Company.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc., setelah merger
dengan Pharmacia yang kemudian dibeli Pfizer Inc.,
pada Juli 2002.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Bristol-Myers Squibb.
Tetap sebagai Johnson & Johnson.
Sekarang Novartis International AG.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Bristol-Myers Squibb.
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Glaxo Smith Kline (GSK).
Tetap sebagai Bayer AG.
Terintegrasi dengan Hoffman La Roche (Holding
Roche AG)
Setelah melalui serangkaian proses merger dan
akuisisi sekarang menjadi Pfizer Inc
Sindikasi perusahaan farmasi mengeluarkan dana sangat besar untuk
mendukung gerakan antitembakau. Robert Wood Johnson Foundation
(RWJF) yang memiliki saham senilai tiga miliar dolar di perusahaan
farmasi Johnson & Johnson mengucurkan dana sebesar 450 juta dolar
untuk proyek antitembakau. Di antaranya 10 juta dolar untuk kampanye
menaikkan harga cukai rokok dan 99 juta dollar untuk melobi kebijakan Pemerintah AS agar memperluas kawasan bebas rokok.
Secara khusus sindikasi perusahaan farmasi dunia membentuk aktoraktor internasional untuk mendukung dan menjalankan strategi untuk
memenangkan perang antitembakau termasuk di antaranya pelibatan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Deklarasi pembentukan konsorsium Industri Swa-Pengobatan Dunia
(WSMI) dihasilkan dari International Conference on Primary Health Care
di Kazakhstan pada September 1978. WSMI menjalin kerjasama dan
mendapat sokongan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), World
Medical Association (WMA), International Phramaceutical Federation
(FIP), dan International Council of Nurses (ICN).
Otoritas kesehatan dunia menjadikan WSMI sebagai organisasi yang
bertanggungjawab dalam pengadaan obat-obatan untuk swa-pengobatan. WSMI pula yang mengatur, memantau peredaran, memberi
legalitas dan izin atas produk obat-obatan tanpa resep yang dibuat
oleh industri farmasi dunia. Terutama pengaturan kualitas bahan baku
(ingredients).
Peran WSMI dalam perang antitembakau adalah dengan memberikan
kewenangan digunakannya nicotine replacement therapy (NRT) tanpa
resep dokter. NRT direkomendasikan untuk dijual bebas agar setiap
orang yang hendak berhenti merokok mudah mengakses tanpa perlu
mendapat tindakan medis.
IFPMA yang beranggotakan industri farmasi di seluruh dunia berdiri
pada 1968 di Jenewa, Swiss. Federasi bergerak di bidang penelitian
obat-obatan industri farmasi, bioteknologi dan vaksin.
Selain itu juga aktif melakukan kampanye kesehatan dan
merangkul pemerintah, NGO, dan organisasi masyarakat sipil yang
bergerak di bidang kesehatan. Misi yang dilancarkan adalah
mengadvokasi kebijakan yang mendorong penemuan obat-obatan yang
bisa meningkatkan kesehatan penduduk dunia.
Setiap kebijakan kesehatan dunia akan selalu diintegrasikan dengan
perusahaan-perusahaan farmasi di bawah naungan IFPMA,
termasuk pula distribusi nicotine replacement therapy (NRT).
Sesuai dengan rekomendasi WHO, produk-produk NRT harus
didistribusikan ke semua negara di dunia untuk
menurunkan jumlah perokok.
Dalam salah satu klausul laporan tahunan WHO (WHO Report on the
Global Tobacco Epidemic) di masing-masing negara, ada satu
pertanyaan tentang penjualan NRT. Isi pertanyaan tersebut ialah
“Does the national/federal health insurance or the national
health service cover the cost of this product?”
Dalam rancangan rezim kesehatan dunia distribusi nicotine
replacement therapy (NRT) akan dibebankan pada negara untuk
membantu memusnahkan tembakau.
Framework Convention Alliance (FCA) merupakan lembaga yang
menaungi 350 NGO di lebih dari 100 negara untuk saling bertukar
infomasi terkait aktivitas antitembakau internasional. Lembaga ini
didukung ahli-ahli di bidang kesehatan dan perdagangan yang
memperkuat argumentasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
untuk segera mengesahkan peraturan internasional
pengendalian tembakau.
Keterlibatan FCA tidak berhenti sampai disahkannya Framework
Convention on Tobacco Control (FCTC). FCA pula yang getol
mengkampanyekan supaya negara-negara di dunia meratifikasi/
mengaksesi FCTC sebagai standar minimal pengaturan tembakau.
Di setiap negera terdapat kepanjangan tangan FCA yang bertugas
mempengaruhi berbagai kalangan serta mendorong adopsi FCTC
dalam undang-undang nasionalnya masing-masing.
Bloomberg Initiative adalah program filantropis yang dilakukan oleh
pengusaha media dan layanan data keuangan berbasis di Amerika
Serikat, Michael Bloomberg. Ia mendonasikan uangnya sebesar 125
juta dolar AS (2006) dan 250 juta dolar (2008) untuk mendanai perang
antitembakau. Kegiatannya fokus pada kebijakan pengendalian
tembakau terutama di negara berkembang dan miskin.
Negara yang menjadi sasaran utama Bloomberg Initiative adalah
Indonesia, China, Bangladesh, India, dan Rusia. Negara berkembang
yang juga menjadi sasaran ialah seperti Mesir, Thailand, Filipina, dan
Brazil. Sejak tahun 2007, gerakan filiantropis ini sudah memberi
bantuan untuk 500 program dalam Bloomberg Initiative to Reduce
Tobacco Use Grants.
Namun dana filantropis Bloomberg Initiative tidak murni sumbangan.
Michael Bloomberg nyatanya memiliki hubungan khusus dengan
industri farmasi melalui karib sekaligus penasihatnya, William R.
Brody, salah satu direktur di Novartis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah organisasi pemegang otoritas tertinggi kesehatan dunia. Namun lantaran sokongan dana yang
diberikan industri farmasi menjadikan organisasi ini tidak sematamata bertindak demi meningkatkan taraf kesehatan penduduk dunia.
Kerjasama antara WHO dan perusahaan farmasi melahirkan kebijakan
liberalisasi kesehatan modern.
Organisasi Kesehatan Dunia ini telah menjadi kepanjangan tangan
perusahaan-perusahaan farmasi multinasional. Inilah suatu era baru
dalam industri kesehatan dimana kebijakan kesehatan telah beralih
tangan dari dokter atau ilmuwan kesehatan ke perusahaan obat.
Dalam menyikapi perkara tembakau organisasi ini telah menjalankan
serangkaian aktivitas yang menempatkan WHO sebagai pembela sekaligus ujung tombak indutri farmasi dalam perang antitembakau.
Sampai sekarang WHO getol menyerukan tembakau menjadi penyebab
berbagai penyakit degeratif serta mendorong pemberlakuan kebijakan kontrol tembakau di berbagai negara. Meskipun tindakan tersebut
justru menyangkal penelitan yang dinamai Monica Study, penelitian
terlama dan terbesar di 21 negara dan selama 10 tahun yang didanai
WHO. Hasil studi yang diumumkan dalam The European Congress of
Cardiology in Vienna pada Agustus 1998 mengungkapkan kegagalan
penilitian mengungkap kaitan antara serangan jantung dengan faktor
risiko klasik seperti merokok dan tingkat kolestrol yang tinggi.
Pola aliran dana dari perusahaan multinasional farmasi untuk
kampanye antitembakau dilakukan dengan sistematis. Alur pembagian
dana dari perusahaan farmasi ditampung dan dikelola oleh WHO dan
yayasan atau lembaga antitembakau internasional. Selanjutnya mereka
merangkul lembaga riset, pemerintah, universitas, NGO, dan kelompok
masyarakat sipil di tingkat negara sebagai kepanjangan tangan misi
pemberantasan produk tembakau.
Dalam perang perebutan industri nikotin rezim kesehatan dunia menjadikan perusahaan rokok sebagai kambing hitam. Penelitian dibiayai
industri farmasi dalam rangka meletakkan citra buruk terhadap produk
tembakau. Penelitian Surgeon General menyatakan konsumsi rokok
yang awalnya sebagai kebiasaan (habituating) kemudian diubah menjadi ketagihan (addiction). Frasa ini berhasil membuat banyak pihak
memberikan dukungan terhadap perang antitembakau. Penelitianpenelitian lanjutan pun dilakukan dengan argumentasi yang terkesan
ilmiah bahwa tembakau memperburuk kesehatan diri dan orang lain,
menghabiskan anggaran belanja sehari-hari, menambah beban biaya
kesehatan sampai penyebab kematian utama di dunia.
Langkah-langkah ini secara telak mengukuhkan kemenangan industri
farmasi atas perang antitembakau. Keberhasilan ini sejalan dengan
makin tingginya angka penjualan nicotine replacement therapy (NRT).
Produk NRT telah menghasilkan untung dengan penualan di Eropa,
Belgia (28,5 juta USD), Spanyol (9,7 juta USD), Prancis (9,1 juta USD),
Italia (5 juta USD), dan Irlandia (2,2 juta USD).
Komponen kenaikan pajak bagi produk tembakau adalah salah satu
agenda global yang meski diberlakukan. Dengan kenaikan produk
harga tembakau di pasaran memberi tempat bagi industri farmasi lebih
kompetitif bagi produk-produk NRT untuk bersaing merebut pasar
nikotin.
Pelarangan merokok secara umum berfungsi untuk memberi tekanan
secara psikologis terhadap konsumen tembakau.
Kampanye yang menitiktekankan dengan menyebar informasi bahwa
rokok adalah pembunuh paling utama bagi individu dan orang-orang di
sekitarnya (perokok pasif). Kampanye ini berhasil memposisikan para
perokok layaknya kriminal yang mengunakan barang terlarang
sehingga harus dikenakan sanksi sosial dan ruang geraknya dibatasi.
Di titik akhir perang antitembakau adalah
memfokuskan tindakan
merokok tidak hanya sebagai masalah kesehatan
individu tapi juga menyangkut kesehatan publik.
Pemprakarsa perubahan paradigma kesehatan didorong oleh sindikasi “The Drug Trusts” yang terdiri
dari 18 perusahaan farmasi multinasional.
Setelahnya penggalangan dukungan disebarkan ke
seluruh penjuru dunia dengan program Global Health
(Kesehatan Global). Pewacanaan Kesehatan Global
secara khusus menguntungkan industri farmasi,
peraturan internasional didorong untuk menggurangi
konsumsi tembakau sekaligus memasukkan produk
terapi pengganti nikotin sebagai langkah solutif
pemberhentian kecanduan nikotin.
Kekuatan gerakan antitembakau internasional semakin bertumbuh
sejak adanya hubungan kemitraan antara WHO dan perusahaan
farmasi multinasional. Momentum itu terjadi saat acara World Economic Forum di Davos, Swiss pada tanggal 30 Januari 1999. Direktur
Jenderal WHO, Gro Harlem Brundtland, mengumumkan proyek kemitraan antara WHO dan perusahaan farmasi multinasional Pharmacia &
Upjohn, Novartis, dan Glaxo Wellcome untuk pengembangan nicotine
replacement therapy (NRT).
Brundtland secara terang-terangan mendeklarasikan kampanye
antitembakau telah menemukan solusi penyelesaiannya.
Dia mengklaim dengan terapi dari obat-obatan NRT yang dibuat
perusahaan farmasi, para perokok di dunia akan semakin berkurang
secara drastis.
Konsekuensi kemitraan ini berbuntut panjang karena perusahaan
farmasi diberi wewenang menjual produk obat-obatan NRT secara bebas tanpa resep dokter. Selain itu, perusahaan farmasi juga dilindungi
sepenuhnya oleh WHO untuk mempromosikan produk NRT ke seluruh
penjuru dunia. Langkah ini memantapkan langkah industri farmasi
dalam upaya pengendalian tembakau di dunia.
Dengan sukacita saya umumkan lahirnya kemitraan baru hari ini.
Kita baru saja membentuk Proyek Kemitraan untuk kawasan Eropa
kita, dengan tujuan mengurangi kematian dan penyakit yang
disebabkan tembakau di kalangan para perokok… Tiga perusahaan
farmasi besar telah bergabung dalam kemitraan ini: Glaxo Wellcome,
Novartis serta Pharmacia dan Upjohn. Mereka semua menghasilkan
produk-produk untuk menangani ketergantungan terhadap tembakau.”
Gro Harlem Brundtland, Direktur Jenderal WHO, pidato pada World Economic
Forum, Davos, Swiss, 30 Januari 1999.
“Dukungan yang diberikan Pharmacia dan perusahaan-perusahaan
(farmasi) lain yang berkomitmen sangatlah berharga dalam membantu
kita mencapai tujuan. Gabungan sumberdaya mereka memungkinkan
kita memperkuat dan memperluas kepemimpinan global kita guna
meningkatkan jumlah organisasi maupun perorangan yang terlibat
dalam perang melawan tembakau. Bersama-sama, kita dapat
mendorong perubahan social, politik dan ekonomi yang diperlukan
untuk mengurangi penggunaan maupun persinggungan dengan
tembakau di seluruh dunia.”
Thomas Houston, M.D. Direktur, Science and Publik Health Advovacy, American
Medical Association Koordinator Program SmokeLess States dari Robert Wood
Johnson Foundation; Komite Eksekutif, Konferensi Dunia tentang tembakau ATAU
Kesehatan, 6-10 Agustus 2000. Dikutip dalam siaran pers Pharmacia,
7 Agustus 2000.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day) diluncurkan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hampir bersamaan dengan
momentum laporan penelitian Surgeon General tentang zat nikotin
yang bisa membuat kecanduan (addiction) pada 1988. Hari Tanpa
Tembakau Sedunia mengusung tema yang berbeda setiap tahunnya
serta diselenggarakan oleh berbagai pekerja kesehatan di masingmasing negara. Di hari ini para pekerja dan penyokong kesehatan
publik di seluruh dunia memberikan kesempatan kepada perokok
bertobat, setelah sebelumnya label penjahat dilekatkan
kepada para perokok.
Proyek Prakarsa Bebas Tembakau (Tobacco Free Initiative) yang diluncurkan WHO pada bulan Juli 1998 merupakan panduan kongkrit
perubahaan kebiakan WHO di bawah kendali Gro Harlem Brundtland
dengan meletakkan tembakau bukan dalam kerangka sosial, ekonomi
namun sebagai masalah hubungan individual yang menimbulkan
masalah bagi kesehatan manusia. Perkara ini bertemu momentumnya
ketika ditemukan istilah perokok pasif (second-hand smokers) sebagai legitimasi kampanye antitembakau supaya perkara antitembakau
masuk ke dalam ranah kesehatan publik.
Tobacco Free Initiative disokong pendanaan sebesar 75 persen dari
dana perusahaan farmasi multinasional yaitu: Pharmacia Upjohn yang
menjual permen karet nikotin, koyo transdermal, semprot hidung, obat
hirup; Novartis yang menjual koyo habitrol; dan Glaxowelcome
yang menjual zyban.
Setidaknya ada tiga keuntungan yang diperoleh pihak antitembakau
seperti yang diungkapkan Gabriel Mahal, S.H, advokat & Pengamat
Prakarsa Bebas Tembakau yakni: pertama, melalui proyek prakarsa
ini industri tembakau dapat dibunuh, paling tidak dapat dihambat
perkembangannya; kedua, ada saat yang bersamaan industri farmasi
dapat leluasa mempromosikan produk abat-obatan NRT, ketiga mendapatkan dukungan dari oraganisasi kesehatan duna melalui kebijakan
dan regulasi yang mematikan industri tembakau dan menghidupkan
industri farmasi yang menghasilkan produk obat-obatan NRT. Dengan
dukungan WHO ini kehendak industri farmasi dapat dilakukan secara
global dan menerobos batas-batas kedaulatan suatu negara.
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah suatu bentuk
hukum internasional dalam pengendalian tembakau, yang mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum (internationally legally
binding instrument). Pakta ini dikembangkan untuk merespon
persoalan tembakau. Konsolidasi berbagai NGO di berbagai negara
yang berada di bawah Framework Convention Alliance (FCA) berhasil
mendorong FCTC sebagai pakta pertama yang dikerjakan di bawah
WHO, serta salah satu pakta perjanjian yang paling cepat disahkan
dalam sejarah Perserikatan Bangsa-bangsa.
Dalam peraturan hukum FCTC memuat istilah seperti pengendalian,
pengontrolan, dan pengamanan produk tembakau. Sasarannya FCTC
adalah membentuk agenda global bagi regulasi tembakau, dengan
tujuan mengurangi penggunaan tembakau dan mendorong penghentian
konsumsi, dan kemudian menfasilitasi akses dan jangkauan
pengobatan ketergantungan tembakau dengan menggunakan
produk farmasi.
12 Mei 1995
25 Mei 1996
25 Mei 1999
25-29 Oktober 1999
27-29 Maret 2000
20 Mei 2000
12-13 Oktober 2000
16-21 Oktober 2000
21 Mei 2003
16-22 Juni 2003
30 Juni 2003
21-24 Juni 2004
29 Juni 2004
29 November 2004
31 Januari – 4 Februarai 2005
27 Februari 2005
Keterangan
World Health Assembly (WHA) meminta Direktur Jenderal WHO
untuk mempertimbangkan kelayakan instrumen pengembangan
internasional tentang pengendalian tembakau
WHA meminta Direktur Jenderal WHO untuk memulai pengembangan kerangka konvensi pengendalian tembakau
WHA memutuskan untuk membentuk sebuah badan negosiasi antar pemerintah untuk merancang dan menegosiasikan
kerangka konvensi pengendalian tembakau, dan kelompok kerja
dari negara-negara anggota WHO untuk melakukan persiapan
pekerjaan untuk badan negosiasi antarpemerintah
Pertemuan pertama kelompok kerja FCTC
Pertemuan Kedua kelompok kerja FCTC
Kelompok kerja FCTC melaporkan ke WHA tentang rancangan
elemen untuk kerangka konvensi. WHA mennyetujui laporan itu
sebagai dasar untuk memulai negosiasi oleh badan negosiasi
antarpemerintah, dan meminta Direktur Jenderal WHO untuk
mengadakan sesi negosiasi pertama
WHO melakukan dengar pendapat umum mengenai kerangka
konvensi pengendalian tembakau
Digelar pertemuan-pertemuan negosiasi antar badan negara
sebanyak enam kali.
WHA dengan suara bulat mengadopsi FCTC dan memutuskan
untuk mendirikan sebuah kelompok kerja antarpemerintah.
FCTC dibuka untuk ditandatangani di kantor pusat WHO – Jenewa
FCTC dibuka untuk ditandatangani di markas besar
PBB – New York Pertemuan pertama kelompok kerja antarpemerintah dibuka.
FCTC ditutup untuk ditandatangani di markas besar PBB – New
York.
Persyaratan untuk berlakunya FCTC terpenuhi dengan melengkapi empat puluh instrumen ratifikasi, penerimaan, konfirmasi
resmi atau aksesi. Armenia dan Ghana melengkapi instrumen
mereka di markas besar PBB di New York pada hari ini.
Pertemuan kedua kelompok kerja antarpemerintah.
FCTC mulai berlaku, 90 hari setelah melengkapi empat puluh
instrumen ratifikasi, penerimaan atau aksesi.
Sampai sekarang Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)
telah ditandatangani oleh sekitar 177 negara, namun baru diratifikasi
oleh 168 negara. Saat ini ada 9 negara yang menandatangani tapi
belum mengesahkan FCTC ini. Negara tersebut di antaranya Argentina,
Kuba, El Salvador, Ethiopia, Haiti, Maroko, Mozambique, Swiss dan
Amerika Serikat.
Patut digarisbawahi terdapat negara maju yang umumnya mendukung
pengesahaan FCTC tetapi tidak meratifikasi FCTC. Amerika Serikat adalah contoh nyata dari sikap mendua semacam ini. Sebagai pihak yang
mendatangani FCTC, Amerika Serikat sampai sekarang belum meratifikasi dalam peraturan nasionalnya.
Belanda meskipun meratifikasi FCTC, bahkan memutuskan untuk
mengabaikan 8 kewajiban dari 14 poin kewajiban FCTC. Pada tahun
2010 misalnya, pemerintah Belanda melonggarkan kontrol tembakau.
Pemerintah negeri tulip itu dengan tegas menganggap kalau merokok
itu pilihan personal. Hal yang sama juga terjadi di Swiss. Banyak warga
Swiss yang menolak larangan total merokok di tempat umum.
Pasal 1 – 2 Berisi definisi istilah yang digunakan dalam perjanjian serta hubungan antara
konvensi tersebut dengan perjanjian internasional lainnya.
Tujuan, prinsip, dan kewajiban umum
Pasal 3 – 5 Berisi tujuan perjanjian serta kewajiban umum peserta perjanjian.
Kebijakan kontrol tembakau melalui sisi permintaan
Pasal 6-7 Berisi kebijakan pajak dan harga, serta non-harga untukmengurangi
permintaan tembakau.
Pasal 8 Berisi perlindungan bagi perokok pasif dari asap rokok.
Pasal 9 – 10 Berisi peraturan tentang kandungan/komposisi produk tembakau kepada
negara dan publik.
Pasal 11 Berisi peraturan tentang kemasan dan label produk tembakau.
Pasal 12 Berisi peraturan tentang upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan
dampak rokok melalui pendidikan, pelatihan, dan komunikasi.
Pasal 13 Berisi pengaturan tentang iklan, promosi, dan sponsorship.
Pasal 14 Berisi kebijakan dan panduan bagi perokok untuk berhenti merokok
(smoking cessation).
Kebijakan kontrol tembakau melalui sisi penawaran
Pasal 15 Berisi provisi yang mengatur tentang perdagangan produk tembakau ilegal.
Pasal 16 Berisi peraturan tentang penjualan produk tembakau kepada anak di bawah
umur.
Pasal 17 Berisi peraturan tentang pengendalian sisi suplai tembakau melalui kegiatan
ekonomi alternatif.
Perlindungan lingkungan
Pasal 18 Berisi peraturan tentang perlindungan lingkungan yang bebas rokok untuk
menunjang kesehatan masyarakat.
Kewajiban
Pasal 19 Berisi tentang kewajiban dan kompensasi.
Kerjasama ilmiah dan teknis serta komunikasi dan informasi
Pasal 20 – 22 Berisi peraturan tentang kerjasama ilmiah dan publikasi hasil riset serta pem
bagian informasi.
Institusi dan sumber keuangan
Pasal 23 – 25 Berisi penetapan secretariat dan Conference of the Parties (COP) serta
hubungannya dengan organisasi inter-pemerintah lainnya.
Pasal 26 Berisi sumber-sumber keuangan untuk mendukung kebijakan kontrol
tembakau secara global.
Penyelesaian konflik
Pasal 27 Berisi tatacara penyelesaian konflik yang mungkin muncul dalam implementasi
kebijakan kontrol tembakau.
Pembentukan konvensi.
Pasal 28 – 29 Berisi peraturan tentang amandemen serta adopsi konvensi.
Aturan lainnya
Pasal 30 – 38 Berisi penjelasan dan tatacara tentang reservasi, penarikan diri,hak suara,
protokol, penandatanganan, ratifikasi, teks asli, depository, serta efektivitas
perjanjia
Penolakan terhadap FCTC dilakukan juga oleh intelektual di berbagai negara, salah satunya
Temba A Nolutshungu, Ahli Kebijakan Publik Afrika Selatan. Konsekuensi dari penerimaan FCTC
akan berbuntut panjang, utamanya akan merenggut kebebasan seseorang untuk
mendefinisikan sendiri makna “sehat”.
“Jika kita tidak keberatan dengan FCTC, kita akan menghadapi
konsekuensinya, dan sekali lagi kita akan menjalani hidup yang didikte,
menjalani hidup berdasarkan apa yang diperintahkan, dan makan
makanan yang diizinkan untuk dimakan,” kata Temba.
Pembacaan mengenai Framework Convention on Tobacco Control
(FCTC) akan merugikan kepentingan bangsa, telah ditengarai sejak
awal, ketika sikap Indonesia menjadi negara yang menolak FCTC
bersama Andorra, Dominika, Eritrea, Liechtenstein, Malawi, Monako,
Somalia, Sudan Selatan dan Zimbabwe. Konvensi Wina pada tahun
1980 yang mengatur kewenangan untuk menerima atau menolak sebuah perjanjian internasional melekat pada kedaulatan negara. Dalam
sistem hukum internasional tidak ada kewajiban bagi suatu negara
untuk mengadopsi suatu perjanjian.
Keberadaan organisasi-organisasi antitembakau di Indonesia
terintegrasi dengan rezim kesehatan internasional untuk memasukkan
agenda tersembunyi dalam merebut pasar nikotin dari produk
tembakau. Organisasi-organisasi ini menyebar dari lembaga
kesehatan, NGO, lembaga keagamaan, dan lembaga-lembaga penelitian.
Gera