Rabu, 10 Mei 2023
ogis bagian
yang diperlakuan. Objek perlakuan mutagen kimia pada umumnya berupa biji
atau benih dengan merendam ke dalam larutan mutagen kimia lalu mengocok,
mencuci dan menanamnya. Bagian tanaman yang lain seperti tunas, stek,
tanaman dan bagian tanaman lain dapat ditumbuhkan, sukar diperlakukan
dengan mutagen kimia dan hasilnya sering kurang memuaskan. Oleh karena
itu, pemakaian mutagen kimia pada tanaman yang membiak vegetatif kurang
dianjurkan.
APLIKASI TEKNOLOGI MUTASI PADA PEMULIAAN
TANAMAN GANDUM
Pemuliaan mutasi dimulai sejak ditemukannya sinar X, gamma dan neutron
100an tahun yang lalu dan menjadi alternatif teknologi dalam perbaikan sifat
utama tanaman (Ahloowalia 2001). Semula, pemulia tanaman menganggap
bahwa mutasi induksi merupakan teknik pemuliaan yang kurang meyakinkan.
Namun, seiring dengan berkembangnya bioteknologi, keberhasilan regenerasi
sel berdasarkan teori totipotensi sel, dan terbentuknya variasi somaklonal, mutasi
induksi merupakan alternatif teknik pemuliaan tanaman yang menjanjikan.
Penerapan mutasi induksi di negara kita dimulai pada tahun 1967 setelah
berdirinya instalasi sinar Co 60 di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Program
pemuliaan mutasi secara intensif dimulai pada tahun 1972 dengan bantuan
teknik dari International Atomic Energy Agency (IAEA) yang berpusat di Wina
(Hendratno dan Mugiono 1996). Prioritas kegiatan diarahkan pada perbaikan
varietas padi, yakni umur genjah, tahan patogen, toleran kekeringan, dan kualitas
beras yang disenangi konsumen.
Pemuliaan mutasi pada gandum di laboratorium Brookhaven National,
Upton New York, Amerika Serikat, menggunakan biji gandum kadar air 11% dan
sinar X dengan dosis 150-250 Gy sinar-X atau 8,38 x 1012 Nth/cm2 Nth. Turunan
M2
dianalisis secara kimia dan fisika, dan menghasilkan beberapa mutan yang
berbeda sifat khlorofilnya (Mugnozza et al. 1993). Perbaikan sifat gandum
menggunakan iradiasi sinar gamma telah berhasil di beberapa negara,
diantaranya Argentina (1 mutan), Chili (1 mutan), Cina (124 mutan), Bulgaria (2
mutan), Finlandia (1 mutan), Jepang (2 mutan), Jerman (2 mutan), Rusia (36
mutan), India (4 mutan), Hongaria (1 mutan), Irak (60 mutan), Italia (2 mutan),
Swiss (1 mutan), Mongolia (3 mutan), Amerikan (3 mutan) dan Pakistan (6
mutan). Mutan gandum yang pertama tahun 1966 terhadap biji dengan iradiasi
sinar X, J, â, laser, neutron cepat, EI, MNH dan sinar gamma meningkatkan
produksi, umur genjah, toleran suhu dingin, tahan patogen, tahan rebah, lebih
kerdil dan kualitas biji lebih baik (Cheng et al.1990, Vrinten et al. 1999).
Mekanisme Pewarisan Gen Mutasi
Perlakuan dengan mutagen fisik (pengion) maupun mutagen kimia dapat
memicu mutasi karena secara langsung bereaksi dengan DNA. DNA
merupakan polimer dari nukleotida yang terkait antara satu dengan yang lain
melewati kelompok fosfat. Dalam struktur model DNA terdapat ikatan fosfatgula (-P-S-P-S-) sebagai tulang punggung dan ikatan adenin – timin (A-T) dan
guanin-sitosin (G-S) sebagai rantai nukleotida. Akibat mutagen dapat terjadi
kesalahan penerjemahan pada rantai nukleotida sehingga terjadinya mutasi.
Akibat kesalahan penerjemahan pada rantai nukleotida, atau terjadinya
pemutusan kromosom memicu peningkatan keragaman genetik pada
individu turunan. Berdasarkan penelitian Manjaya dan Nandanwar (2007),
dengan dosis penyinaran sinar gamma 250 Gy berhasil menginduksi terjadinya
mutasi dan memicu terjadinya keragaman genetik pada kedelai cv JS 80-
21. Dosis iradiasi optimal berbeda untuk tiap kultivar kedelai yang ada.
Generasi keturunan tanaman mutan yang diperlakukan dengan mutagen
disimbolkan dengan M1
, M2
, M3
, dan seterusnya untuk membedakan dengan
generasi hibridisasi yang disimbolkan dengan F1
, F2
, F3
dan seterusnya. Hanya
mutan gen dominan yang terekspresikan pada generasi M1
. Mutasi pada sel
somatik akan membentuk jaringan kimera, yaitu keturunan sel-sel mutan dan
sel-sel normal akan membentuk jaringan genotipe dengan susunan berbeda.
Tanaman M1 biasanya bersifat kimerik, melalui pertumbuhan tanaman M1
,
kesempatan kompetisi antara mutan dan nonmutan terjadi (Nasir 2002
Aplikasi Teknologi Iradiasi Sinar Gamma pada Pemuliaan Mutasi
Gandum Tropis
usaha perbaikan sifat dan peningkatan keragaman genetik tanaman gandum
di negara kita selama ini hanya bertumpu pada introduksi galur-galur homosigot
atau yang telah dilepas sebagai varietas di negara tertentu. Gandum pada
dasarnya merupakan tanaman subtropik yang diusaha kan untuk
dikembangkan di daerah tropik, khususnya di negara kita . Hal ini menjadi alasan
rendahnya keragaman genetik tanaman gandum di negara kita . Peningkatan
keragaman genetik tanaman gandum yang telah diintroduksi dapat dilakukan
melalui hibridisasi dan mutasi. Pada umumnya mutagen fisik dapat
memicu mutasi pada tahap kromosom, sedangkan mutagen kimia
umumnya memicu mutasi pada tahapan gen atau basa nitrogen (Aisyah
2006).
Perbaikan genetik gandum tropis melalui program pemuliaan telah berjalan
dan memperlihatkan hasil yang cukup baik, berasal dari pemuliaan melalui
persilangan dan pemuliaan mutasi (mutasi biji dan variasi somaklonal) (Nur et
al. 2013a).
Pemuliaan gandum tropis dengan teknik mutasi berpeluang meningkatkan
keragaman genetik dan diharapkan mampu meningkatkan potensi genetik
gandum. Faktor yang mendukung keberhasilan perakitan gandum tropis toleran
suhu tinggi dan berdaya hasil tinggi adalah: (1) adanya keragaman genetik yang
luas; (2) respon dan mekanisme toleransi gandum terhadap lingkungan
berelevasi rendah diketahui dengan jelas; (3) metode rekombinasi genetik yang
tepat; (4) populasi bersegregasi; (5) metode seleksi yang tepat dalam
mengidentifikasi genotipe yang diharapkan.
Pemuliaan mutasi gandum tropis menggunakan mutagen iradiasi sinar
gamma telah diaplikasikan di negara kita sejak tahun 1983 oleh Badan Tenaga
Atom Nasional (BATAN- PATIR). Dr. Knut Mikaelsen, pakar pemuliaan mutasi
dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), memperkenalkan benih dua
varietas gandum tropis asal CIMMYT Meksiko, yaitu Sonalika dan SA-75 yang
telah diiradiasi. Namun saat ini terbatas untuk mendapatkan galur-galur mutan
dengan daya hasil tinggi pada ketinggian > 1.000 m dpl. Dengan perlakuan
mutagen iradiasi sinar gamma menghasilkan beberapa galur mutan dan satu
varietas yang dilepas pada tahun 2013 dari galur mutan CBD-17 dengan nama
varietas Ganesha. Penelitian mutasi gandum tropis sejak tahun 2009 diarahkan
untuk mendapatkan galur-galur mutan potensial yang beradaptasi pada dataran
yang lebih rendah dan toleran suhu tinggi. Penelitian pemuliaan mutasi dengan
mutagen iradiasi sinar gamma diawali dengan mempelajari respons atau
sensitivitas tanaman gandum terhadap iradiasi gamma untuk tujuan pemuliaan
mutasi tanaman lebih lanjut (Gambar 2). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
dosis optimal iradiasi gamma dalam pemuliaan gandum berkisar antara 200-
350 Gy (Soeranto 1997, Soeranto et al. 2002). Dosis optimal adalah dosis iradiasi
gamma yang dapat menimbulkan keragaman genetik tertinggi pada generasi
kedua setelah perlakuan iradiasi (M2). Tahapan pemuliaan mutasi pada biji
1.
Dari penelitian yang sama diketahui dosis iradiasi sinar gamma 0–700 gy
memperlihatkan daya kecambah yang lebih baik pada dosis100 gy, 200 gy dan
300 gy dibanding kontrol (tidak diiradiasi sinar gamma) (Gambar 2). Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi dengan dosis rendah
dapat memperbaiki perkecambahan benih dan menstimulasi perkecambahan
gandum dan barley (Sheppard 1986a, Sheppard 1987b). Penelitian lainnya
menggunakan dosis dengan kisaran 1-4 krad juga memberikan hasil yang sama,
yaitu menstimulasi perkecambahan gandum dan barley, dimana daya
berkecambah menurun dengan meningkatnya dosis radiasi. Kecenderungan
yang sama juga ditunjukkan oleh karakter tinggi bibit (Khanna 1986). Dosis 400
dan 500 gy memperlihatkan pertumbuhan kecambah gandum mulai menurun
dan pada umur 30 HST tidak memperlihatkan perkembangan yang lebih baik
Aplikasi Pemuliaan Mutasi Gandum Tropis Melalui Variasi Somaklonal.
Proses mutasi alami (spontan) biasanya sangat jarang dengan frequensi 10-6-
10-7 sehingga perlu mutagen untuk menginduksi frekuensi dan kecepatan
mutasi tanaman. Salah satu mutagen yang paling potensial, efektif, dan banyak
digunakan pada berbagai jenis organisme mulai dari virus sampai mamalia
adalah mutagen kimia EMS (Ethylene methane sulphonat) (Chopra 2005,
Medina et al. 2005, Sega 1984). EMS sering digunakan dalam penelitian karena
mudah diperoleh, murah, dan tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis
(Natarajan 2005). EMS pada umumnya memicu mutasi titik yaitu
terjadinya delesi pasangan basa tertentu dalam kromosom. Senyawa EMS
merupakan senyawa alkali yang efektif sebagai mutagen untuk tanaman tingkat
tinggi (Greene et al. 2003) dan dapat mengubah lokus tertentu tanpa
menginduksi sejumlah besar mutasi yang terpaut dengan lokus ini .
Tahapan pemuliaan mutasi gandum dengan variasi somaklonal dengan mutagen
kimia EMS (Ethylene methane sulphonat) disajikan pada Gambar 3.
Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik yang dihasilkan melalui
kultur jaringan (Scowcroft 1985). Menurut Wattimena (1992), keragaman
somaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan terjadi dalam kultur
jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan oleh adanya sel-sel bermutasi
maupun polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi dalam
kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan kromosom (fusi endomitosis),
perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma
(Evans and Sharp 1986, Ahlowalia 1986).
Keragaman somaklonal merupakan mutasi in vitro yang dapat ditingkatkan
frekuensi mutan somaklon melalui pemberian mutagen fisik (Ahloowalia and
Maluszynski 2001). pemakaian mutagen fisik seperti iradiasi sinar gamma pada
kultur in vitro telah dilaporkan pemakaian nya dalam usaha mendapatkan
keragaman somaklon dengan berbagai karakter unggul yang diinginkan
(Ahloowalia 1990). Iradiasi sinar gamma dilakukan pada sel-sel yang masih aktif
membelah seperti kalus karena sensitif terhadap iradiasi sinar gamma.
Pemberian iradiasi sinar gamma dengan dosis 10-100 Gy pada kalus dapat
meningkatkan keragaman somaklonal (Harten 1998).
Perbaikan Genetik Gandum dengan Metode Shuttle Breeding
Pemuliaan dengan teknik mutasi dapat digabungkan dengan metode shuttle
breeding, yang merupakan salah satu metode dalam program pemuliaan
tanaman yang betujuan untuk merakit varietas tanaman pada lingkungan
dengan cekaman biotik maupun abiotik pada wilayah yang luas. Metode ini
pada awalnya dikembangkan antarinstansi. Penelitian sejumlah materi genetik
yang mempunyai potensi mengatasi masalah dikirim ke suatu wilayah, kemudian
dievaluasi secara sistematik dengan melibatkan berbagai pihak. Materi genetik
yang mampu bertahan dalam lingkungan seleksi selanjutnya dikembangkan,
sedangkan materi genetik lainnya dikembalikan ke institusi penyelenggara
pemuliaan untuk keperluan perbaikan genetik. Materi genetik yang telah
diperbaiki dikirimkan kembali ke wilayah bermasalah untuk mengetahui respons
seleksi tahap lanjut. Proses ini dapat terjadi berulang-ulang hingga
diperoleh satu atau dua materi genetik yang mantap untuk mengatasi suatu
masalah. Tahapan seleksi pemuliaan mutasi menggunakan biji dan variasi
somaklonal dengan mutagen iradiasi sinar gamma melalui metode shuttle
breeding disajikan pada Gambar 4 dan 5.
Kelebihan metode shuttle breeding dalam merakit varietas untuk lingkungan
dengan cekaman tertentu menghasilkan materi genetik yang dapat digunakan
dan dipertahankan jika salah satu lingkungan (cekaman sangat tinggi)
memicu materi genetik mati dan lingkungan optimal digunakan sebagai
backup materi genetik. Seleksi langsung pada lingkungan dengan cekaman
tertentu berpotensi memaksimalkan ekspresi gen-gen yang dapat
mengendalikan daya hasil maupun daya adaptasi tanaman terhadap cekaman
lingkungan (Ceccareli et al. 2007).
Kegiatan shuttle breeding menggunakan materi generasi awal dari program
pemuliaan. Seleksi tahap pertama dilakukan oleh pemulia untuk memilih individu
tanaman atau sekelompok tanaman yang memiliki karakter unggul berdasarkan
penilaian tertentu. Seleksi selanjutnya dilaksanakan berdasarkan cekaman pada
lingkungan target. Seleksi generasi selanjutnya dilakukan dengan
mengembalikan individu pada lingkungan optimal yang bertujuan untuk
perbanyakan benih untuk seleksi yang lebih luas. Hal ini dilakukan berulangulang hingga didapatkan materi genetik yang betul-betul toleran terhadap
lingkungan bercekaman.
Gandum (Triticum aestivum L) berperan sebagai sumber pangan di beberapa
belahan dunia. Pada tahun 2010, produksi gandum dunia 651 juta ton, sehingga
merupakan tanaman sereal ketiga setelah jagung (844 juta ton) dan beras (672
juta ton) (Farmers Weekly 2010).
Gandum adalah sumber protein nabati, kadar proteinnya lebih tinggi dari
jagung dan beras. Di negara kita , gandum telah diuji adaptasi di beberapa provinsi,
antara lain Sulawesi Selatan (Malino), Jawa Timur (Tosari), Jawa Tengah
(Salatiga), dan Sumatera Barat (Sukarami). Gandum dapat tumbuh pada
lingkungan suhu udara 4-310
C dengan suhu optimum rata-rata 200
C (Fischer
1980). Suhu tinggi pada pembungaan pada umumnya berpengaruh buruk
terhadap proses pengisian biji. Secara umum gandum membutuhkan air dan
kelembaban lebih rendah dibandingkan tanaman pangan tropis. Curah hujan ideal
berkisar antara 640-890 mm per tahun dengan dua bulan kering (100-150 mm)
sejak sebulan sebelum tanaman siap dipanen.
Dalam sistem produksi tanaman, benih merupakan input yang paling penting
untuk mendapatkan hasil optimal yang memerlukan perhatian dan investasi
khusus, yang tidak dapat dipenuhi hanya dari sektor publik. Meskipun biaya
untuk benih hanya 5-10% dari total biaya produksi, peningkatan hasil panen 20-
30% dapat diperoleh dengan pemakaian benih bermutu (Gupta 2013).
Pengelolaan tanaman untuk produksi biji relatif sama dengan produksi
benih, kecuali beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam produksi
benih gandum, antara lain takaran benih lebih rendah untuk meningkatkan
multiplikasi, menyisakan lahan/ruang di lapangan untuk proses roguing
(membuang tanaman menyimpang) dan inspeksi lapangan, menghindari
pemberian hara nitrogen secara berlebihan untuk menghindari tanaman rebah
di lapangan, dan pencegahan hama dan penyakit tanaman terbawa benih (seed
borne disease). Produksi benih berbeda dengan produksi biji gandum dalam
beberapa hal, seperti persyaratan lahan untuk lokasi produksi benih, isolasi,
roguing, kontaminasi, mengikuti persyaratan standar administrasi dan teknis di
masing-masing wilayah produksi benih.
Beberapa penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
produktivitas gandum melalui perbaikan genetik dan pengelolaan agronomis.
Untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik,
beberapa tahapan dalam pengelolaan tanaman menjadi pertimbangan utama.
Pengelolaan benih gandum mencakup keseluruhan aspek produksi secara
teknis di lapangan dan mutu di laboratorium dan secara administratif untuk
memperoleh standar mutu.
Makalah ini membahas teknik produksi, faktor yang mempengaruhi mutu
fisiologi benih, pengembangan dan distribusi benih gandum.
TEKNIK PRODUKSI BENIH GANDUM
Dalam sistem produksi benih gandum, dua aspek yang menjadi persyaratan
utama adalah standar lapangan dan laboratorium. Standar lapangan: isolasi
jarak 5 m untuk benih penjenis, 5 m untuk benih dasar, dan 4 m untuk benih
pokok dan benih sebar, tipe simpang maksimal 0,05% untuk benih dasar dan
0,10% untuk benih pokok dan benih sebar. Penyakit yang ada maksimal 0,05%
untuk benih dasar dan 0,10% untuk benih pokok dan benih sebar. Standar
laboratorium: benih murni minimum 98%, materi lain maksimum 2%, jumlah
benih tanaman lain maksimum 10/kg benih, jumlah benih varietas lain
maksimum 20/kg benih, benih berpenyakit maksimum 0,04%, daya
berkecambah minimum 85%, kadar air maksimum untuk wadah yang tidak
kedap udara 12% dan wadah kedap udara 8% (Balitsereal 2014).
Gandum diklasifikasikan sebagai tanaman yang menyerbuk sendiri (selfpollinated crop). Jumlah tanaman yang menyerbuk silang bervariasi, umumnya
berkisar antara 1-4% melalui bantuan angin (Doerfler 1976). Oleh karena itu,
standar lapangan diperlukan dalam produksi benih gandum untuk menjamin
kemurnian benih dari kontaminasi fisik di lapangan. Selain diperlukan untuk
menjamin kemurnian fisik dan genetik benih, standar laboratorium juga
diperlukan untuk menjamin mutu fisiologis benih sehingga memiliki daya
tumbuh yang tinggi, lebih vigor, dan tahan terhadap organisme pengganggu
tanaman.
Dalam produksi benih gandum, ada tiga hal yang menjadi perhatian: (1)
kualitas benih harus lebih baik dibandingkan kualitas biji. Oleh karena itu, perhatian
dan input diberikan dalam sistem produksi benih lebih besar dibandingkan
dengan sistem produksi biji; (2) kesuburan lahan lebih seragam untuk
memudahkan seleksi dan rouging terhadap tipe tanaman yang menyimpang
(off type); dan (3) fasilitas pendukung tersedia pada saat dibutuhkan, seperti
tenaga kerja roguing, pemeliharaan tanaman, panen, prosesing dan
penyimpanan hasil.
Pemilihan Lokasi
Tanaman untuk produksi benih harus memberikan hasil yang tinggi agar kualitas
benihnya prima. Tempat produksi benih memiliki temperatur malam 150
C dan
pada siang hari 26-280
-
C, tanah remah dan subur, pada waktu tanam masih ada
curah hujan atau dapat diairi, pada waktu menjelang panen tidak ada hujan.
Keadaan yang demikian dapat ditemukan pada dataran tinggi yang biasa
ditanami sayur-sayuran. Bekas tanaman sayuran memiliki tanah yang subur
karena memanfaatkan sisa pupuk organik yang diberikan sebelumnya.
Satu lokasi disarankan hanya satu varietas, untuk menghindari campuran
dari varietas lain yang terjadi pada waktu panen, pengangkutan, prosessing
benih. Apabila satu lokasi untuk dua atau lebih varietas maka jarak antara blok
minimal 3 m, karena walaupun gandum termasuk tanaman silang diri tetapi
masih ada penyerbukan silang yang pada umumnya kurang dari 2%. Tanaman
terdahulu sebaiknya bukan bekas pertanaman gandum dari varietas yang
berbeda, untuk menjaga sisa-sisa biji yang dapat berkecambah kembali, lahan
sebaiknya dibajak dan digaru ulang.
Pengolahan Tanah
Tanah diolah sampai gembur, diratakan dan dibuat bedengan dengan lebar 2-
3 m, dan antar bedengan dibuat saluran. Pembuatan bedengan bertujuan untuk
memudahkan penyiangan, pengairan dan roguing, dan pemeliharaan lainnya.
Apabila di areal tanaman banyak tumbuh gulma maka perlu disemprot terlebih
dahulu dengan herbisida seperti paraquat diklorida, glifosat, dan herbisida
lainnya. Setelah itu tanah baru diolah. Kesuburan tanah dalam satu bedeng
hendaknya seragam untuk memudahkan menentukan tanaman tipe simpang.
Apabila tanah tidak seragam kesuburannya maka ada kemungkinan perbedaan
tinggi tanaman, yang dapat menimbulkan kesalahan pada pencabutan tipe
tanaman simpang.
Penanaman
Untuk mencapai hasil yang tinggi penanaman harus tepat waktu sehingga
pembijian jatuh pada saat curah hujan sudah berkurang. Hujan yang terlalu
banyak waktu pembijian memicu biji banyak yang hampa dan mudah
terinfeksi cendawan (Murray et al. 1998, Hamdani 2004).
Penyiapan Benih
Benih yang digunakan untuk produksi benih sebaiknya bermutu (genetik, fisik,
fisiologis). Benih sumber yang digunakan untuk perbanyakan benih kelas di
bawahnya biasanya disimpan dalam gudang penyimpanan untuk jangka waktu
tertentu, sehingga dalam kondisi tertentu dapat memicu menurunnya
vigor benih. Demikian juga kondisi lapangan yang tidak optimum, dapat
memicu rendahnya persentase tanaman tumbuh.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan pengaruh positif perlakuan priming/
invigorasi benih terhadap peningkatan viabilitas dan vigor awal benih di lapangan
(Heydecker and Coolbear 1977). Priming ialah proses yang mengontrol hidrasi/
dehidrasi benih untuk proses-proses metabolik yang berlangsung sebelum
terjadinya perkecambahan. Khan et al. (1992) menyatakan priming dapat
meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh kecambah, memperbaiki
vigor tanaman dan hasil biji. Selanjutnya Soon et al. (2000) menyatakan bahwa
priming dengan menggunakan air (hydropriming) meningkatkan daya
berkecambah benih di lapangan. Hasil penelitian Arief et al. (2012) pada gandum
varietas Nias dan Dewata, menunjukkan adanya pengaruh positif perlakuan
priming dengan menggunakan air, larutan KCl, CaCl2
terhadap peningkatan
daya berkecambah, kecepatan tumbuh, bobot kering per kecambah dan
panjang akar primer (Tabel 1).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Farooq et al. (2006) yang menyatakan
pemakaian CaCl2
dan KCl dalam priming benih memicu terjadinya
perubahan fisiologi pada benih dan meningkatkan hidrolisis pati dan gula yang
digunakan untuk menambah cadangan makanan embrio, sehingga
pertumbuhan kecambah lebih vigor, mempecepat pertumbuhan tanaman, dan
memperbaiki mutu dan hasil benih. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa
lebih tingginya efisiensi osmotik pada CaCl2
dan KCl berkaitan dengan unsur
Ca2+ dan K+ yang mampu memerbaiki status air sel. Kedua unsur ini sekaligus
berfungsi sebagai kofaktor dalam berbagai aktivitas sejumlah enzim yang aktif
pada proses metabolisme cadangan makanan dan keluarnya radikal-radikal.
Meningkatnya aktivitas amilase, protease, dan lipase yang berperan aktif dalam
penguraian molekul-molekul besar untuk pertumbuhan dan perkembangan
embrio berakibat pada makin cepatnya pertumbuhan kecambah (Farooq et al.
2006).
Jumlah/Takaran Benih
Takaran benih yang optimum bervariasi, bergantung pada varietas, lokasi dan
cara penanaman. Nelson (1986) mengemukakan bahwa untuk produksi benih,
sebaiknya menggunakan benih dengan takaran rendah untuk meningkatkan
multiplikasi, namun menurunkan hasil benih per unit luas lahan (Tabel 2).
Tingginya multiplikasi meningkatkan “hasil benih” (dalam arti lebih banyak benih
yang dipanen untuk setiap kg benih yang ditanam) dan petani akan memperoleh
lebih banyak keuntungan. Takaran benih yang rendah tidak hanya meningkatkan
multiplikasi, namun juga memperbaiki mutu benih, jumlah tanaman yang lebih
sedikit per unit lahan memberi peluang bagi tanaman untuk memperoleh hara
lebih baik, sehingga tanaman dapat menghasilkan benih bermutu.
Meskipun multiplikasi semakin meningkat dengan rendahnya takaran benih,
secara praktis takaran benih rendah tidak dapat digunakan untuk produksi
benih secara luas, karena akan meningkatkan risiko kehilangan hasil, terutama
akibat cekaman lingkungan.
Kebutuhan benih untuk setiap hektar lahan adalah 100 kg dengan daya
kecambah 100%, bebas dari hama penyakit, dan kemurniannya terjamin. Apabila
daya tumbuh kurang maka jumlah benih harus ditambah. Pada daya tumbuh
benih 80% dan 90%, jumlah benih yang digunakan masing-masing menjadi 125
dan 110 kg/ha. Jarak antara barisan 25 cm, biji disebar dalam barisan, dan takaran
2,5 g per m baris. Apabila bobot 1000 biji sekitar 40 g maka dalam 1 m baris ada
sekitar 60 biji. Barisan tanaman dibuat dengan cara larikan sedalam ± 5 cm dan
benih disebar merata dalam larikan dan ditutup dengan tanah. Hasil penelitian
Hamdani (2004) menunjukkan jarak antara varietas minimum 3 m, untuk
menghindari persilangan antar varietas dan tercampurnya satu varietas dengan
varietas yang lain pada saat panen. Herbisida pratumbuh dapat digunakan untuk
mencegah tumbuhnya gulma sehingga gandum dapat tumbuh baik.
Ukuran benih
Ukuran benih gandum berkorelasi positif dengan vigor benihnya. Benih gandum
berukuran besar menghasilkan kecambah yang lebih vigor dibanding benih
berukuran kecil (Ries dan Everson 1973). Arief dan Pabendon (2011)
mengemukakan gandum ukuran biji besar mempunyai daya berkecambah,
kecepatan tumbuh, bobot kering kecambah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan biji gandum ukuran kecil pada varietas yang sama. Selanjutnya Singh
dan Kailasanathan (1976) mengemukakan hasil benih gandum ukuran biji besar
lebih tinggi dibanding ukuran biji kecil. Khah et al. (1989) menyatakan benih
gandum bervigor rendah menghasilkan persentase tumbuh dan hasil benih
yang lebih rendah. Hasil penelitian Arief dan Pabendon (2010) menunjukkan
benih gandum varietas Dewata berukuran kecil memberikan hasil yang lebih
tinggi dari benih berukuran besar.
Pemupukan, Penyiangan, dan Pengairan
Takaran pupuk yang digunakan adalah 120-135 kg N, 50-72 kg P2
O5
dan 50 kg
K2
O, bergantung pada tingkat kesuburan lahan produksi benih. Pupuk P dan K
diberikan seluruhnya pada waktu tanam atau paling lambat 10 hari setelah
tanam (HST). Pupuk N dapat diberikan dua kali, yaitu pada waktu tanam dan
umur 30 HST, masing-masing 1/3 dan 2/3 bagian. Pemberian pupuk dua kali
atau lebih dianjurkan apabila gandum ditanam pada musim kemarau sehingga
kehilangan pupuk lebih sedikit. Pupuk diberikan secara larikan, ± 10 cm di
samping tanaman, dan ditutup dengan tanah.
Tanaman harus bersih dari gulma, gangguan gulma pada tahap vegetatif dapat
menurunkan hasil sampai 50%. Apabila tidak menggunakan herbisida
pratumbuh maka tanaman disiangi pada umur 15 dan 30 HST. Apabila masih
banyak rumput, tanaman disiangi lagi menjelang berbunga.
Apabila tidak ada hujan maka pengairan dilakukan melalui antara bedengan
sehingga tanah menjadi cukup lembab, dengan cara ini pengairan dilakukan
tiap 3-4 minggu sekali. Tanaman dapat pula diairi dengan springkle, dan jumlah
pengairan bergatung pada besarnya air. Pengairan menambah biaya sehingga
gandum perlu ditanam pada waktu masih ada hujan, yaitu pada bulan MaretApril.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama utama tanaman gandum dilakukan dengan penanaman
varietas tahan atau menggunakan pestisida carbamyl, carbofuran, dan
deltametrin. Untuk mengurangi tingkat penularan penyakit dapat digunakan
fungisida ditiokarbamat.
Isolasi
Isolasi dalam produksi benih gandum bertujuan agar tanaman terbebas dari
kontaminasi (genetik, fisik, dan patologik). Kontaminasi dapat dikurangi atau
dicegah dengan tidak menanam tanaman pada lahan yang telah ditanami
gandum dari varietas berbeda. Jarak minimum isolasi yang disyaratkan dalam
produksi benih gandum bergantung pada aturan sertifikasi benih dari tiap negara
dan kelas benihnya.
Gandum merupakan tanaman menyerbuk sendiri, penyerbukan silang
hanya terjadi 1-4% (Doerfler 1976). Meskipun demikian, risiko genetik akibat
penyerbukan silang sangat kecil. Isolasi hanya diperlukan untuk meminimalkan
kontaminasi fisik. Sebagai gambaran, jarak minimum isolasi yang disyaratkan di
beberapa negara disajikan pada Tabel 3.
Dalam produksi benih gandum, isolasi jarak lebih penting digunakan pada
tanaman peka terhadap penyakit tertentu, misalnya karat. Di India, Agrawal
(1993) melaporkan bahwa produksi gandum kelas benih dasar dan bersertifikat
diisolasi sejauh 150 m dari tanaman yang terinfeksi penyakit karat 0,1-0,5%. Di
Maroko, jarak isolasi minimal 150 m dari tanaman yang terinfeksi karat untuk
kelas benih penjenis infeksi 0,1%, benih dasar 0,2%, benih bersertifikat grade 1,
terinfeksi 0,3%, dan benih bersertifikat grade 2, terinfeksi 0,5% (WANA secretariat
1995). Agar lebih aman dari kontaminasi, sebaiknya produksi benih untuk satu
varietas terpisah dari varietas lainnya.
Roguing
Roguing ialah kegiatan mengeluarkan tipe tanaman yang tidak sesuai dari lahan
produksi benih. Roguing bertujuan untuk mempertahankan kemurnian benih
dari aspek genetik, fisik, fisiologis varietas dan spesies tanaman agar benih
terbebas dari penyakit terbawa benih (seed borne disease).
Tanaman yang tidak sesuai ialah: (i) tanaman tipe simpang (off-types) dari
satu varietas yang sama; (ii) varietas lain dari spesies yang sama; (iii) spesies
tanaman lain yang memiliki sifat benih dan tipe pertumbuhan tanaman
serupa; (iv) gulma; dan (v) tanaman yang terinfeksi dengan penyakit terbawa
benih. Tipe simpang dapat dilihat dari jumlah anakan, umur berbunga, tinggi
tanaman, tanaman terserang hama dan penyakit. Umur berbunga juga
dipengaruhi oleh kelembaban dan jika kelembaban tanah tinggi maka umur
berbunga meningkat.
Waktu roguing terbaik dilaksanakan pada saat keluar malai (heading) dan
tahap pemasakan (maturity), karena pada saat ini tanaman tipe simpang dan
tanaman yang terinfeki penyakit lebih mudah diidentifikasi. Pelaksanaan roguing
di lapangan sebaiknya dilakukan secara seksama dan hati-hati. Jika tanaman
tipe simpang tetap dibiarkan di lapangan dan terbawa hingga panen sulit
memisahkannya pada saat prosesing (Agrawal and Gupta 1989).
Panen dan Perontokan
Waktu Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman telah menunjukkan tanda-tanda siap di
panen, yaitu biji telah cukup masak, sudah keras dan bila digigit tidak keluar
cairan. Batang dan daun kelihatan kuning dan berwarna putih keabu-abuan,
demikian juga kelopak buah. Panen sebaiknya jangan ditunda. Kelambatan
panen 5-10 hari dapat memicu kehilangan hasil 2-5% tiap hektar, terutama
pada gandum yang mudah rontok. Gandum dipanen pada kadar air biji 20-22%
(Gupta et al. 1999). Untuk benih, biji dikeringkan sampai mencapai kadar air 9-
10%.
Perontokan dan Pengeringan
Tanaman yang sudah dipanen dikeringkan hingga mencapai kadar air 15-18%.
Pada kadar air biji di bawah 15% terjadi kerusakan benih akibat retak. Sebaliknya,
jika kadar air biji masih di atas 18% berpeluang terjadinya kerusakan mekanis.
Kerusakan mekanis berpengaruh terhadap daya berkecambah dan vigor benih
dan memudahkan terjadinya infeksi jamur. Setelah panen, gandum langsung
dikeringkan dan dilepaskan bijinya menggunakan thresher. Pada kondisi
tertentu, seperti panen pada musim hujan, gandum ditumpuk dan
pengeringannya tidak sempurna sehingga terjadi penurunan mutu fisik dan
fisiologis benih.
Penyimpanan
Benih gandum yang disimpan di dalam gudang tidak diletakkan langsung di
atas lantai, tetapi di atas rak kayu yang sudah tertata rapi. Penyimpanan benih
dalam kemasan/wadah/plastik kedap udara dalam gudang berdinding tembok
dan tidak bersentuhan langsung dengan lantai gudang mempertahankan daya
berkecambah benih varietas Nias dan Dewata di atas 90% setelah disimpan 18
bulan (Arief et al. 2013). Penyimpanan benih terbaik ialah dalam wadah kedap
udara dan terdapat kontrol kelembaban dan suhu ruang simpan. Hasil penelitian
penyimpanan benih gandum disajikan pada Gambar 1.
Klas Benih Gandum
Benih penjenis adalah benih pemulia yang diproduksi di bawah pengawasan
pemulia tanaman, dan merupakan benih sumber untuk perbanyakan benih
dasar dengan warna label kuning. Benih dasar merupakan keturunan pertama
dari benih penjenis yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan
pengawasan yang ketat dari pemulia atau pengawas benih, sehingga kemurnian
varietas dapat terpelihara dengan warna label putih. Benih pokok merupakan
keturunan dari benih dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa,
sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu
yang ditetapkan dan disertifikasi sebagai benih pokok dengan warna label ungu.
Benih sebar merupakan keturunan dari benih pokok yang diproduksi dan
dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurniannya dapat
dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan disertifikasi sebagai
benih sebar dengan warna label biru.
Pembagian kelas benih dalam produksi benih gandum di beberapa negara
disajikan pada Tabel 4.
Benih Penjenis
• Benih inti ditanam untuk menghasilkan benih penjenis.
• Plot terisolasi minimal 5 m dari plot tanaman gandum lainnya.
• Benih ditanam dalam larikan dengan takaran 50-100 kg/ha
• Saat tanaman berumur 2-4 minggu dilakukan seleksi vigor tanaman dengan
mencabut tanaman yang kerdil, lemah, pucat, bentuk menyimpang,
tumbuh di luar barisan, dan tertular penyakit. Saat itu juga dilakukan
penjarangan tanaman yang tumbuh lebih dari satu tiap rumpun atau terlalu
rapat
• Sebelum berbunga tanaman simpang telah dicabut.
• Selama pembungaan, tanaman diamati setiap hari untuk mengidentifikasi
dan mengeluarkan tanaman tipe simpang.
• Roguing terakhir dilaksanakan pada tanaman sebelum panen untuk
memastikan tidak ada lagi tanaman tipe simpang di lapangan.
• Tipe simpang maksimal tidak lebih dari 0,01%.
• Pada waktu panen dipilih malai terbaik, dikeringkan, diproses terpisah. Benih
yang berasal dari malai ini merupakan benih inti untuk memproduksi
benih penjenis berikutnya. Sisa dari benih terpilih merupakan benih penjenis
yang digunakan untuk memproduksi benih dasar.
Benih Dasar
• Benih dasar ditanam dari benih penjenis pada lahan yang terisolasi minimal
5 m dari pertanaman gandum lainnya.
• Sebelum pembungaan lakukan roguing untuk memilah tanaman tipe
simpang.
• Sebelum panen dilakukan roguing terakhir untuk memastikan tidak ada
lagi tanaman tipe simpang.
• Tanaman tipe simpang maksimal tidak lebih dari 0,05% (Gupta et al. 1999).
Berlainan dengan benih inti dan benih penjenis, produksi benih dasar, benih
pokok dan benih sebar sebaiknya memerhatikan beberapa hal sebelum
produksi untuk memperoleh label benih sebagai berikut:
- Mengajukan ijin penangkaran ke Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
- Setelah peninjauan lokasi oleh BPSB dan mendapat persetujuan baru
dilakukan penanaman.
- Sebelum peninjauan pertanaman oleh BPSB sebaiknya dilakukan roguing
untuk mengeluarkan tipe tanaman simpang.
- Menjelang panen, BPSB segera diberitahukan tentang mutasi calon benih,
kemudian disusul dengan surat permohonan pengambilan contoh benih
dan permintaan label.
Penanganan benih gandum dilakukan mulai dari saat penanaman hingga proses
panen dan prosesing. Setelah biji mencapai masak fisiologis, penurunan vigor
benih atau proses deteriorasi benih mulai berlangsung. Deteriorasi benih
mencakup hilangnya integritas membran sel, respirasi lebih lambat, tingginya
daya hantar listrik dari bocoran membran sel dan penurunan aktivitas enzim
yang dicerminkan oleh rendahnya persentase perkecambahan (Delouche and
Baskin 1973).
Beberapa faktor berpengaruh terhadap vigor benih antara lain genetik,
nutrisi tanaman induk, kondisi lingkungan tumbuh dan cuaca, waktu dan cara
panen, pengeringan dan prosesing, perlakuan terhadap benih, dan
penyimpanan (Harman and Stasz 1986, Adetunji 1991). Kondisi prapanen dan
penyimpanan yang tidak sesuai mempercepat proses deteriorasi benih yang
berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan tanaman di lapang.
Tekrony dan Egli (1991) menyatakan pertumbuhan kecambah yang lambat dan
pertumbuhan tanaman yang beragam merupakan indikasi rendahnya mutu
benih.
Mutu benih yang tinggi merupakan faktor penting dalam memeroleh
pertumbuhan tanaman yang baik. Benih dengan mutu fisiologis tinggi
menunjang perkecambahan dan pertumbuhan kecambah yang cepat
(Hampton and Coolbear 1990, Baalbaki and Copeland 1987) .
Panen pada musim kering memberi pengaruh yang baik terhadap mutu
benih, sebaliknya panen pada kondisi lembab dan basah menurunkan mutu
benih gandum dengan cepat. Hasil penelitian Arief et al. (2012) menunjukkan
gandum yang dipanen pada kondisi tidak hujan mempunyai daya berkecambah
di atas 90% setelah disimpan selama 18 bulan pada gudang penyimpanan dingin
(suhu 18-22oC). Selanjutnya hasil penelitian Arief et al. (2013) menunjukkan
pula bahwa gandum yang dipanen pada musim hujan, meskipun daya
berkecambah awalnya di atas 90%, namun daya hantar listrik air rendaman
benih sangat tinggi, lebih dari 40 uS/cm/g, yang menunjukkan telah terjadi
kebocoran membran sel. Setelah benih ini disimpan selama 10 bulan di gudang
penyimpanan dingin (suhu 18-22o
C), daya berkecambahnya menurun menjadi
sekitar 60%. Pengeringan benih sebaiknya dilakukan hingga mencapai kadar air
10-12%. Pada saat prosesing, semua kotoran benih dan benih yang tidak
seragam, dipilah untuk mencegah terjadinya kontaminasi fisik.
Penyimpanan benih ortodoks seperti gandum terletak pada pengaturan
kadar air dan suhu ruang simpan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Harrington (1972) dan Delouche (1990). Namun, suhu hanya berperan nyata
pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)
yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. Proses
metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dan dipercepat
dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme benih
memicu kemunduran benih lebih cepat (Justice and Bass 1979). Kaidah
umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al. (1969)
adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air, daya simpan dua kali lebih lama.
Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air 5-14%, dan suhu ruang simpan tidak
lebih dari 40o
C.
Benih gandum yang dipanen pada musim hujan, lalu ditumpuk selama
beberapa waktu, meskipun diproses dan diturunkan kadar airnya hingga 10-
12%, tetap mempunyai mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan benih
yang dipanen pada musim kering berdasarkan nilai daya hantar listrik air
rendaman benih yang lebih tinggi, yang mengindikasikan telah terjadi
peningkatan bocoran membran sel (Arief et al. 2013). Daya hantar listrik air
rendaman merupakan salah satu indikator tingkat kebocoran membran sel
benih, berkorelasi negatif dengan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh
kecambah. Nilai daya hantar listrik meningkat dengan makin lamanya
penyimpanan, sedangkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh
kecambah semakin menurun seiring dengan semakin lamanya penyimpanan
benih.
PENGEMBANGAN DAN DISTRIBUSI BENIH GANDUM
Di beberapa negara, model pengembangan industri benih menurut Douglas
(1980) melalui empat tahap evolusi yang dicirikan oleh perbaikan teknologi dan
kompleksitas manajemen, sebagai berikut:
1. Pertama, petani menyimpan benih dengan memilah benih yang terbaik
secara visual dari pertanaman terdahulu untuk digunakan sebagai benih
pada musim tanam berikutnya atau saling bertukar benih dengan petani
lainnya.
2. Ke dua, pemerintah mengadakan penelitian perakitan dan pengembangan
varietas di lahan petani dan melibatkan petani dalam proses perbanyakan
dan distribusi benih.
3. Ke tiga, perusahaan benih swasta terlibat dalam industri benih dan
berinvestasi dengan mengadakan penelitian perakitan dan pengembangan
varietas, produksi, prosesing dan pemasaran benih.
4. Ke empat, perakitan varietas tanaman, produksi benih dan pemasaran telah
tertata dengan menggunakan teknologi terbarukan. Pemerintah dan swasta
bersinergi dalam proses produksi benih, pemasaran dan perdagangan
benih.
Pengembangan gandum di negara kita belum meluas karena kondisi
lingkungan tumbuh yang tidak mendukung, sehingga penyediaan benihnya
masih dikelola oleh pemerintah. Peranan swasta dalam penyediaan benih belum
terlihat secara nyata, mengingat kebutuhan gandum terbesar oleh produsen
terigu diperoleh melalui impor. Perakitan varietas gandum oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Serealia masih
berlangsung, dan perbanyakan benih gandum yang dikelola oleh Unit Pengelola
Benih Sumber, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ditempatkan di
lahan petani di Malino, Kab. Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Benih yang
diperoleh dijadikan sebagai penyangga benih gandum nasional dan melayani
kebutuhan pengguna dari berbagai lapisan untuk penelitian, perbanyakan
benih, dan lain-lain. Pada tahun 2013 Balai Penelitian Tanaman Serealia telah
mendistribusikan benih gandum 2.584,5 kg yang terdiri dari 1.170,5 kg varietas
Nias, 1.239,5 kg varietas Selayar, dan 174,5 kg varietas Dewata kepada pengguna
yang tersebar di beberapa propinsi di negara kita .
KESIMPULAN
Pengelolaan benih gandum mencakup keseluruhan aspek, mulai dari proses
produksi, panen, dan penyimpanan hingga distribusi merupakan satu kesatuan
yang saling berpengaruh satu dengan lainnya. Produksi benih gandum seperti
halnya tanaman serealia lainnya mengutamakan aspek mutu yang tercermin
dalam setiap tahapan produksi mulai dari pemilihan benih sumber yang akan
digunakan, pemilihan lokasi penanaman, waktu produksi, teknik produksi yang
efektif dan efisien dan persyaratan laboratoium untuk menjamin mutu benih.
Mutu benih gandum yang telah disimpan akan mengalami penurunan yang
dipengaruhi oleh viabilitas dan vigor awal benihnya, kadar air awal sebelum
simpan, cara panen dan prosesing benih. Penyediaan benih sumber gandum
oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia terus dilakukan hingga saat ini dan
benihnya telah didistribusikan ke beberapa wilayah di negara kita .
Dibandingkan dengan jagung dan padi, respon tanaman gandum terhadap
pupuk lebih rendah, tercermin dari rata-rata produktivitas gandum dunia pada
tahun 2013 yang hanya 3,2 t/ha. Produktivitas <4 t/ha lebih dominan yang
mencapai 78% dari luas pertanaman gandum dunia, 172 juta hektar. Produktivitas
gandum yang tinggi mencapai 7-9 t/ha di Perancis, Denmark, Inggris, Jerman,
Belanda, Irlandia, dan Selandia Baru. Di China, produktivitas gandum termasuk
sedang, 5 t/ha ( FAOSTAT 2015).
Laju pertumbuhan produksi gandum dunia pada awal revolusi hijau tahun
1965 hingga 1990 meningkat 3,3% per tahun, tetapi pada periode 1991-2012
rata-rata pertumbuhan produksi gandum hanya sekitar 1,0 persen pertahun.
Peningkatan produksi ini terutama disebabkan oleh peningkatan
produktivitas. Pada periode 1961-1990 produktivitas gandum dunia meningkat
dari 1,2 t/ha menjadi 2,5 t/ha atau meningkat 2 kali lipat, sedangkan perluasan
areal tanam dari 207 juta ha menjadi 222 juta ha atau meningkat 6,7% (Gambar
1). Pada periode 1991-2013 produktivitas gandum meningkat dari 2,5 menjadi
3,2 t/ha, sedangkan luas tanam melandai. Peningkatan produktivitas yang tinggi
pada periode 1961-1990, karena kontribusi relatif varietas unggul baru tipe batang
pendek yang mempunyai potensi hasil lebih tinggi dibanding varietas
sebelumnya. Di samping itu, pemakaian pupuk juga meningkat sama
mendukung pengembangan varietas tipe batang pendek ini . pemakaian
pupuk untuk tanaman serealia (gandum, padi, sorgum, jagung, dan serealai
lainnya) pada awal revolusi hijau tahun 1961-1965 rata-rata 36,5 juta ton/tahun,
meningkat menjadi 133 juta ton/tahun pada periode 1986-1990 dengan ratarata peningkatan 8,8%/tahun. Kemudian pada periode 1991-1995 sampai 2006–
2010 pemakaian pupuk meningkat menjadi 153,9 juta ton/tahun yang berarti
meningkat rata-rata 0,8% setiap tahun (Philips and Norton 2012).
Gandum menjadi pangan pokok sumber kalori utama bagi warga dunia,
ditinjau dari jumlah konsumennya yang lebih banyak dibandingkan dengan
beras atau jagung. Negara-negara di Eropa, Amerika Utara, Asia Selatan dan
Asia Timur, Australia dan New Zealand, penduduknya menggunakan gandum
sebagai makanan pokok dan negara-negara pengomsumsi beras pun sebagian
penduduknya menjadi konsumen bahan pangan gandum, seperti halnya
negara kita , Filipina, dan Malaysia.
negara kita yang semula tidak mengenal pangan yang bersumber dari
gandum, kini lebih dari 90% penduduk telah menjadi konsumen gandum secara
rutin dalam bentuk mie, roti, kue kering dan cake. Kebutuhan gandum negara kita
meningkat rata-rata 10% setiap tahun, karena pertambahan penduduk dan pola
kunsumsi yang meningkat. Kebutuhan gandum seluruhnya dipenuhi dari impor,
dan negara kita merupakan negara pengimpor gandum terbesar kedua setelah
Mesir. Dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) impor gandum mencapai >7 juta/
tahun dan setiap tahun impor gandum diperkirakan meningkat 5% (BPS 2015).
Tanaman gandum pada dasarnya tergolong tanaman subtropis. Namun
pengembangannya di daerah tropika seperti di negara kita memungkinkan pada
wilayah dengan ketinggian >800 m dpl dengan temperatur <25oC. Oleh karena
tanaman gandum berasal dari daerah subtropis, maka faktor pembatas utama
pengembangannya di negara kita adalah temperatur yang tinggi. Selain temperatur,
kecukupan hara dari dalam tanah juga mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, hasil dan kualitas gandum. Umumnya tanah-tanah di daerah
tropika basah defisiensi hara, terutama N, P, dan K. Karena itu, untuk mencukupi
kebutuhan hara di dalam tanah diperlukan pemupukan. Pemberian pupuk yang
tepat bersifat spesifk lokasi bergantung pada ketersediaan hara, bahan organik
dalam tanah, dan target hasil yang ingin dicapai.
Pemberian pupuk yang dititikberatkan untuk mencapai hasil maksimal,
berakibat negatif berupa efisiensi pemakaian pupuk yang rendah,
ketidakseimbangan hara tanah, dan sebagian lahan kahat unsur mikro.
Pemupukan harus mempertimbangkan ketersediaan hara dalam tanah dan
produktivitas optimal yang bersifat spesifik lokasi. Pemupukan spesifik lokasi
dengan dosis yang tepat akan diperoleh hasil yang optimal, meningkatkan
efisiensi pemberian pupuk, dan menekan dampak negatif pemupukan.
Pemupukan yang tepat menggabungkan rekomendasi dosis pemupukan
anorganik dan anjuran pemakaian suplementasi bahan organik.
Tanaman gandum mempunyai pola serapan hara hampir sama dengan
tanaman serealia lainnya. Sebanyak 17 hara esensial yang dibutuhkan tanaman
gandum untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal dapat diperoleh
dari dalam tanah, air, dan udara. Hara karbon, hydrogen, dan oksigen diperolah
dari udara atau air. Hara lainnya umumnya diperoleh dari dalam tanah. Nitrogen
(N), fosfor (P), dan kalium (K) diklasifikasikan sebagai hara makro primer karena
dibutuhkan dalam jumlah banyak dan ketersediaannya sering kekurangan dalam
tanah. Sulfur (S), magnesium (Mg), dan kalsium (Ca) diklasifikasikan sebagai
hara makro sekunder, karena dibutuhkan dalam jumlah agak banyak, namun
ketersediaannya dalam tanah sering mencukupi dibanding hara primer. Hara
besi (Fe), zinc (Zn), khlor (Cl), mangan (Mn), tembaga (Cu), boron (B),
molybdenum (Mo), dan nikel (Ni) digolongkan sebagai hara mikro karena
dibutuhkan dalam jumah sedikit. Ketersediaan hara dan serapan hara oleh
tanaman dipengaruhi oleh kondisi tanah, tanaman dan lingkungan, termasuk
kelembaban tanah, suhu, pH, dan sifat kimia dan fisik tanah. Kecukupan dan
keseimbangan hara dalam tanah sejak perkecambahan hingga tahap pengisian
biji sangat menetukan produktivitas tanaman gandum.
Untuk menghasilkan setiap satu ton biji, tanaman gandum menyerap hara
N, P, dan Mg lebih banyak untuk pembentukan biji dibandingkan untuk jerami.
Sebaliknya, hara K, S, dan Ca lebih banyak diserap untuk pembentukan jerami
dibanding biji. Hara mikro Zn, B, dan Fe diserap hampir sama banyaknya untuk
jerami maupun biji (Tabel 1).
Laju serapan hara N, P dan K sangat cepat, mulai pada saat pembentukan
anakan sampai pembentukan malai. Hara N yang diperlukan tanaman telah
terserap semuanya pada tahap pembungaan, sedangkan P dan K terserap
semuanya pada saat pembentukan malai (Tabel 2)
Pemupukan merupakan bagian integral dari teknologi peningkatan produksi
tanaman. Pemupukan dalam takaran/jumlah, jenis hara, cara dan waktu
pemberian yang tepat merupakan faktor kunci dalam peningkatan efisiensi
pemupukan dan hasil. Umumnya tanah-tanah untuk pengembangan gandum
di negara kita kekurangan N, P, K atau S, sedangkan unsur mikro belum menjadi
masalah.
Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu hara yang sangat menentukan dalam
memperoleh hasil gandum yang tinggi. Nitrogen merupakan bagian dari klorofil,
yang memungkinkan tanaman mengkonversi energi sinar matahari menjadi
karbohidrat. Nitrogen berperan dalam pembentuk protein dan merupakan
komponen DNA dan RNA pada setiap sel tanaman. Nitrogen paling banyak
dibutuhkan tanaman dan sering menjadi defisien dibanding hara lainnya.
Tanaman gandum seperti halnya serealia lainnya sangat sensintif terhadap
ketidakcukupan hara N dan sangat respon terhadap pemupukan N.
Nitrogen bersifat mobil dalam tanaman, pada kondisi suplai hara dari dalam
tanah rendah, maka N pada daun tua ditransfer ke daun muda, sehingga gejala
kekurangan hara akan tampak pada daun tua. Gejala tanaman gandum yang
kekurangan N adalah tumbuh lambat, batang kecil, tipis dan mudah rebah,
daun menyempit dan pendek, jumlah anakan berkurang dan hasil biji rendah.
Apabila terjadi kahat N pada tahap awal pertumbuhan maka seluruh permukaan
daun berwarna hijau pucat atau hjiau kekuningan yang disebabkan rendahnya
klorofil daun. Jika kahat N pada tahap pembentukan anakan, maka daun yang
terletak pada bagian bawah menguning, dimulai dari pinggir ke tulang daun,
kemudian berubah menjadi pucat kecokelatan dan akhirnya daun layu dan
anakan mati. Tanaman gandum menunjukkan gejala kekurangan hara N jika
kadar N di daun <3,4% (Snowbal and Robson 1991). Kekurangan N sering
dijumpai pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah, bertekstur
pasir, curah hujan tinggi, intensitas pertanaman tinggi, dan tanaman tergenang
(Sharma and Kumar 2011).
Pemberian N yang berlebih dapat memicu tanaman gandum mudah
rebah, mudah terserang hama dan penyakit dan hasil panen rendah. Di samping
itu, pemupukan N yang berlebih akan menigkatkan emisi gas N2
O dan NH3
yang
berdampak buruk terhadap lingkungan (Wang et al. 2014). Pemupukan N yang
optimal pada tanaman gandum meningkatkan jumlah anakan, jumlah malai,
panjang malai, jumlah biji/malai, bobot biji, hasil, indeks panen, dan kadar protein
biji (Rahman et al. 2011; Woyema 2012, Shahzad et al. 2013, Yousaf et al. 2014).
Dosis pemupukan N perlu mempertimbangkan ketersedian N dalam tanah,
kandungan bahan organik, dan potensi hasil yang ingin dicapai. Tanah dengan
kandungan bahan organik tinggi membutuhkan pupuk N lebih sedikit dibanding
tanah dengan kandungan bahan organik rendah. Pada tanah dengan
kandungan bahan organik >4% tanaman gandum membutuhkan 55-80 kg N/
ha, pada tanah dengan bahan organik 2-4% membutuhkan 80-105 kg N, dan
bila kandungan bahan organik tanah <2% tanaman gandum membutuhkan
105-130 kg N/ha (Shelley 2014). Secara umum takaran pupuk N untuk tanaman
gandum untuk memperoleh hasil 4 t/ha adalah 80-125 kg N/ha (Leikam et al.
2003). Untuk menghasilkan biji gandum dengan kandungan protein tinggi
memerlukan hara N relatif lebih banyak dibanding untuk produksi biji secara
optimal (Whitney 1997).
Hasil penelitian pemupukan N pada tanah lempung liat berpasir dengan
kandungan bahan organik rendah (1,1%) dan kandungan N sangat rendah
(0,07 %) menunjukkan pemupukan N yang optimal untuk tanaman gandum
adalah 100-120 kg/ha (Tabel 3). Takaran 100-120 kg N/ha menghasilkan jumlah
malai/m2
dan hasil biji yang nyata lebih tinggi dibanding pemberian 80 kg/ha
(Rahman et al. 2011). Pada tanah lempung berliat dengan pH 8, bahan organik
rendah 0,6% total N sangat rendah 0,03%, tanaman gandum membutuhkan
pupuk N 120 kg N/ha. Pada takaran 120 kg N/ha, pertumbuhan tanaman jumlah
biji/malai, bobot biji, hasil biji, dan indeks panen nyata lebih tinggi dibanding
tanaman yang dipupuk dengan 100 kg N/ha. Apabila takaran pupuk dinaikkan
menjadi 180 kg N/ha, hasil biji gandum sama dengan pemberian 120 kg N/ha
(Tabel 4). Pada tanah liat pH 7,1 dengan bahan organik tergolong tinggi 4,5%,
dan total N tergolong sedang 0,24%, tanaman gandum yang dipupuk 69 kg N/ha
menghasilkan 4,33 t/ha (Tabel 5).
Pemupukan N pada tanah alkali atau bersifat basa memerlukan dosis 25%
lebih tinggi dibanding tanah nonalkali (Gupta and Abrol 1990, Mehdi et al. 2007).
Umumnya pemupukan N pada tanah alkali di Asia Selatan 150 kg N/ha yang
diaplikasikan secara bertahap (Swarup and Yaduvanshi 2012).
Selain takaran pupuk N yang tepat, sinkronisassi waktu pemberian N dengan
kebutuhan tanaman juga sangat berperan dalam meningkatkan hasil, kualitas
hasil, dan menekan kehilangan pupuk N. Umumnya tanaman menyerap N sangat
cepat pada tahap pertumbuhan vegetatif maksimum; karena itu pupuk N perlu
diberikan pada tahap pertumbuhan ini (Scharf and Lory 2002). Tanaman
gandum akan tumbuh dengan cepat sejak tahap 5 awal pemanjangan batang
(Alley et al. 2009, Wise et al. 2014), sehingga pemberian pupuk N dalam jumlah
yang sesuai pada awal tahap 5 diperlukan untuk menunjang kebutuhan hara
bagi tanaman.
Untuk mengurangi kehilangan pupuk dan meningkatkan efisiensi
pemupukan N, sebaiknya aplikasi pupuk N dilakukan secara bertahap.
Pemberian N secara bertahap meningkatkan jumlah anakan produktif, jumlah
biji per malai, bobot biji, dan hasil, lebih tinggi dibanding pupuk diberikan
semuanya pada awal tanam (Tabel 6 dan 7). Pemberian N secara bertahap juga
mengurangi peluang tanaman rebah (Murdock et al. 2009), meningkatkan
efisiensi pemakaian hara N dan kandungan protein biji (Velasco et al. 2012).
Pemupukan N secara bertahap diberikan sepertiga takaran N pada saat tanam
(<10 HST) dan dua pertiga takaran N pada antara tahap pembentukan anakan
dan awal pemanjangan batang (25-35 HST). Pada tanah yang kadar N rendah,
pemberian N sebelum tahap 2 sangat diperlukan untuk meningkatkan jumlah
anakan (Wise et al. 2014). Apabila kadar N dalam tanah tinggi, pemupukan N
cukup satu kali, yaitu semua takaran N diberikan pada awal tahap pemanjangan
batang 30 HST. Jika pupuk diberikan pada awal tanam maka tanaman mudah
rebah dan banyak anakan tidak produkif. Kekurangan N pada tahap awal
pemanjangan batang memicu banyak anakan mati sehingga populasi
tanaman berkurang dan hasil menurun (Alley et al. 2009). Pemberian N pada
tahap pengisian biji tidak meningkatkan hasil, tetapi dapat meningkatkan
kandungan protein (Alley et al. 2009, Heyland and Werner 2014).
Pemberian pupuk N secara bertahap dapat dilakukan dengan memantau
warna daun (kehijauan daun) menggunakan Bagan Warna Duan (BWD) pada
tahap tertentu. Tingkat kehijauan daun menunjukkan status kecukupan hara N
pada tanaman. pemakaian BWD untuk menentukan tambahan pupuk N setelah
pemberian N pada awal tanam (pemberian basal) meningkatkan efisiensi
pemupukan N pada tanaman padi (Witt et al. 2005) dan jagung (Syafruddin et
al. 2008 dan Effendi et al. 2012). Pemberian N pada tanaman gandum
berdasarkan BWD menghemat pemakaian pupuk N sebesar 29 kg N/ha (Singh
et al. 2014). Pemberian 20 kg N/ha berdasarkan skala BWD setelah anakan
maksimum meningkatkan hasil 0,8 t/ha (Alam et al. 2006). Batas kritis BWD
untuk pemupukan N tambahan adalah pada skala 4-5 (Singh et al. 2012).
pemakaian BWD untuk menentukan tambahan pupuk N pada tanaman
gandum tidak efisien jika dilakukan pada tahap awal pertumbuhan (< 1 bulan
setelah tanam) karena daun masih kecil, dan akan efektif jika tambahan N setelah
pembentukan anakan maksimum (± 55 HST). Pemupukan N berdasarkan BWD
dilakukan dengan cara pemberian 25 kg N/ha pada saat tanam sebagai pupuk
dasar, 45 kg pada umur 14-2 HST, dan kemudian berdasarkan BWD pada tahap
pembentukan anakan maksimum. Jika nilai BWD <4, tanaman dipupuk dengan
45 kg N/ha dan jika nilia BWD >4 dipupuk 30 kg N/ha (Singh et al. 2012).
Sumber pupuk N yang umum tersedia di tingkat petani adalah urea (45-46%
N), amonium sulfat/ZA (21% N dan 24% S), phonska (15% N, 15% P2
O5
, 15% K2
O),
dan NPK (20%N, 10% K2
O, dan 10% P2
O5
). Pemupukan N menggunakan urea
pada tanah dengan pH 5,9 tidak berbeda pengaruhnya terhadap pertumbuhan
vegetatif maupun hasil gandum dibanding ZA (Tabel 8). Namun pada tanah
alkali dengan pH.7,5 pemakaian pupuk yang berasal dari ZA lebih baik.
Fosfor
Fosfor sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, antara lain untuk
pembentukan energy (ATP) dan fotosintesis, dan kompoen utama dari materi
gentik DNA. P berpengaruh terhadap perkembangan akar, pembentukan
anakan, pengisian biji, dan pemasakan biji.
Tanaman gandum yang kekurangan P berwarna hijau gelap, batang
memendek, sistem perakaran tidak berkembang dengan baik (pendek dan
kurang menyebar) dan dapat menunda pemasakan, ukuran biji dan malai kecil
sehingga hasil menurun. P dalam tanaman bersifat mobil, jika pasokan hara P
dalam tanah rendah, maka P akan dimobilisasi dari daun tua ke daun muda.
Gejala kahat P pada daun akan menunjukkan warna ungu-kemerahan, dimulai
dari ujung sampai pangkal daun. Tanaman gandum defisien P apabila pada
daun mempunyai kadar P <0,2% (Snowbal and Robson 1991). Pada tanah yang
kahat P, bahan organiknya rendah, bereaksi masam dengan pH <4,5, tanah
alkalin atau kalkarik pH>7,5, dan top soilnya telah hilang karena erosi (Sharma
and Kumar 2011).
Takaran pupuk P yang dibutuhkan tanaman gandum untuk memperoleh
hasil 4 t/ha adalah 17 -67 kg P2O5/ha (Leikam et al. 2003). Pemberian P yang
optimal meningkatkan indeks luas daun, jumlah anakan, dan bahan kering
(Jiang et al. 2006, Khalid et al. 2004) bobot 1.000 biji, hasil dan biomas tanaman
(Chaturvedi 2006). Pemberian P yang tepat meningkatkan serapan P dan N
(Jiang et al.2006).
Hasil penelitian pada tanah kalkareus dengan sifat lempung berpasir, pH
8,2, kandungan P (olsen) 8,0 ppm, kadar bahan organik 1,13% menunjukkan
pemupukan P meningkatkan jumlah anakan, jumah biji/malai, bobot biji, hasil
dan indeks panen gandum. Takaran pupuk yang optimal pada tanah ini adalah
81 kg P2O5 (Tabel 9). Pemupukan P pada tanah kalkareous dengan tekstur
lempung berpasir, pH tanah 8,08, kadar P 5,25 ppm, dan kandungan bahan
organik 0,69% meningkatkan tinggi tanaman, jumlah biji/malai bobot biji, indeks
luas daun, hasil dan indeks panen serta mempercepat masak fisiologi tanaman
gandum (Tabel 10). Pemupukan optimal pada tanah ini adalah 120 kg P2O5/ha
(Hussain et al. 2008
Pemupukan P pada tanah lempung berpasir dengan pH netral (6,8) dan
kandungan bahan organik 0,48% meningkatkan tinggi tanaman, jumlah malai,
bobot 1.000 biji, dan hasil (Tabel 11). Takaran P optimal untuk tanaman gandum
pada tanah ini adalah 22-44 kg P2
O5
/ha (Mojid et al. 2012).
P di dalam tanah tidak bersifat mobil, karena itu pemupukan P pada tanaman
gandum jika memungkinkan dekat dengan benih dan pada awal tanam secara
alur, terutama jika kadar P dalam tanah sangat rendah. Pemberian P pada awal
tanam dimaksudkan untuk mempercepat perkembangan akar agar dapat
menyererap hara lainnya dengan baik. Pemberian P dilakukan bersamaan
dengan pemberian N tahap pertama. Hasil penelitian Rahim et al. 2010
menunjukkan pemberian P secara alur dekat benih meningkatkan hasil biji,
kadar P dalam biji dan jerami, efisiensi pemakaian P total serapan P dan protein
biji dibanding pemberian P secara sebar (Tabel 12). Pemberian P sekaligus pada
awal tanam lebih baik dibanding secara bertahap (Tabel 13).
Sumber pupuk P yang umum tersedia di tingkat petani adalah pupuk tunggal
SP36 (36% P2
O5
) dan TSP (45% P2
O5
), dan pupuk majemuk NPK. Hasil penelitian
Maqbool et al. (2012) menunjukkan sumber pupuk P dalam bentuk TSP tidak
Kalium
Kalium berperan dalam aktivitas fungsi biokimia tanaman, misalnya
mengaktifkan berbagai enzim dan co-enzim, pembentukan protein, karbohidrat
dan kadar lemak, mengatur dalam membuka dan menutup stomata, sehingga
tanaman dapat terhindar dari pengaruh kekeringan, meningkatkan ketahanan
terhadap hama dan penyakit, dan tanaman tidak mudah rebah.
Gejala kahat K pada tanaman gandum adalah daun berwarna kuning,
dimulai pada ujung daun kemudian menjalar ke sepanjang pinggir daun dan
lambat laun daun berwarna cokelat tetapi tulang daun tetap hijau. Pada tanaman
yang sangat kahat K, anakan muda banyak yang mati sebelum membentuk
malai, bila terbentuk, malai pendek sehingga sedikit biji yang dihasilkan, bobot
biji ringan, tanaman mudah rebah, dan mudah terinfeksi fungi yang ada di
tanah. Tanaman gandum kekurangan K apabila kandungan K dalam jaringan
daun <1,3% (Snowbal and Robson 1991). Kahat K umumnya dijumpai pada
tanah bertekstur ringan karena terjadinya pencucian akibat curah hujan tinggi,
bahan organik tanah rendah, pH yang ekstrim (basa atau masam), rasio Na:K,
Mg:K, atau Ca:K tinggi (Sharma and Kumar 2011).
Takaran K pada tanaman gandum untuk mencapai hasil 4 t/ha adalah 17-72
kg K2
O/ha (Leikam et al. 2003). Hasil penelitian Tahir et al. (2008) dan Abbas et
al. (2013) menunjukkan pemupukan K pada tanaman gandum meningkatkan
jumlah anakan produktf, tinggi tanaman, jumlah biji per malai, bobot biji, dan
hasil biji (Tabel 15 ). Pada tanah dengan pH 8,1 dan ketersedian K 139 ppm,
tanaman gandum membutuhkan 90 kg K2
O/ha (Tabel 16).
Tanaman gandum di wilayah tropis sering tidak bermalai (unfertile).
Penyemprotan KNO3
dengan dosis 10 kg/ha yang diaplikasikan sebelum
tanaman berbunga akan membantu singkronisasi pembungaan dan mengatasi
tanaman unfertile.
Pemberian K lebih awal diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan
hasil maksimum. Pada tanah berpasir dengan potensi pencucian hara K tinggi,
pemberian K sebaiknya secara betahap (dua kali aplikasi), setengah dosis
diberikan pada awal tanam dan setengah dosis lainnya, pada tahap pembentukan
anakan. Pemberian K setelah tahap pembentukan anakan kurang bermanfaat
(Crozier et al. 2015).
Sumber pupuk K yang umumnya tersedia di petani adalah pupuk tunggal
KCl (60-66% K2
O), kalium sulfat/ZK (50% K2
O dan 17% S ), dan KNO3
(13% N dan
44% K2
O), atau K dalam pupuk majemuk NPK.
Sulfur
Sulfur berperan sebagai pembentuk asam amino dan klorofil. Tanaman gandum
yang kekurangan S akan memendek, kurus dan tipis, ukuran malai kecil dan
jumlah biji per malai rendah (jumlah malai sangat berkontribusi terhadap hasil),
pemasakan biji lambat. Gejala kahat S mirip dengan gejala kahat N, karena S
dalam tanaman bersifat tidak mobil sehingga gejala klorosis terlihat pada daun
muda dan daun yang terletak dekat pucuk. Pangkal daun muda berwarna hijau
pucat hingga kuning. Kekurangan S dalam tanaman tidak hanya sebagai faktor
pembatas bagi pertumbuhan tanaman dan hasil biji, tetapi juga menurunkan
kualitas biji dan tepung, karena S merupakan penyusun dari beberapa senyawa
penting, seperti sistein, metionin, koenzim, thioredoxine, dan sulfolipids
(Marschner 1997).
Kahat S pada tanaman gandum sering dijumpai pada tanah yang
kandungan bahan organiknya rendah, tekstur berpasir, kadang juga pada tanah
lempung berpasir dengan kandungan bahan organik sedang, atau pada tanah
kalkarik (Sharma and Kumar 2011, Camberato and Casteel 2010). Kadar S pada
daun gandum <0,15% menunjukkan tanaman kekurangan S (Leikam et al.
2003). Kadar S dan rasio N:S dalam jaringan tanaman digunakan untuk
mengidentifikasi status S. Semakin rendah konsentrasi S dan semakin tinggi
rasio N:S semakin besar kemungkinan tanaman kekurangan S. Kadar S dalam
jaringan tanaman gandum <0,12% dan rasio N:S dalam jaringan tanaman >20:1
menunjukkan defisisien S. Hara sulfur kemungkinan besar cukup jika kadar S
dalam jaringan tanaman >0,20% dan rasio kadar N:S dalam jaringan tanaman
<12:1. Apabila rasio kadar N:S lebih besar dari 15:1 dapat dilakukan pemupukan
S sebanyak 24–48 kg S/ha (Camberato and Casteel 2010). Pemupukan S yang
rasional pada tanaman gandum meningkatkan kapasitas fotosintesis dan protein
daun pada setiap tahap tumbuh, daun bendera, jumlah malai, jumlah biji per
malai, bobot biji dan hasil (Chun-ying et al. 2005).
Pemupukan S pada tanah alkalin meningkatkan jumlah anakan, tinggi
tanaman, panjang malai, jumlah biji/malai, bobot biji, bobot jerami, serapan S
dalam biji dan hasil (Ali et al. 2012)
Penelitian pada tanah alkalin lempung berliat dengan pH 8,2, kandungan
bahan organik 1,3%, dan kadar S(SO4) 7,66 ppm menunjukkan pemupukan
optimal adalah 50 kg S/ha dengan hasil 4,04 t/ha (Tabel 17).
Selain berpengaruh pada hasil biji, hara S bengaruh positif terhadap kualitas
gabah dan tepung. Pemupukan S meningkatkan kandungan asam amino dalam
protein. Pemberian S meningkatkan kandungan rata-rata sistein 24,5%, metionin
35,3%, treonin 14,4% dan lisin 7,7% lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan S
(Jarvan et al. 2008).
Sumber pupuk S yang dapat digunakan adalah gipsum (CaSO4), kalium
sulfat/ZK, dan amonium sulfat. Pemupukan menggunakan gipsum memberikan
hasil yang sama dengan pemberian kalium sulfat (Ceh et al. 2008) dan amoium
sulfat (Islam et al. 2013).
KESEIMBANGAN HARA
Pemupukan dengan takaran yang tepat dan seimbang antar berbagai hara
meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk dan meningkatkan hasil biji secara
berkesinambungan. Defisiensi salah satu hara yang dibutuhkan tanaman
menurunkan efisiensi setiap hara, sehingga produktivitas tanaman menurun.
Pemupukan pada tanaman serealia (jagung, padi, gandum dan sorgum) di
tingkat petani umumnya mengutamakan pemakaian N dan cenderung dengan
dosis berlebih dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas. Pemberian
pupuk N tanpa P dan K dan hara lainnya yang masih kekurangan memicu
keseimbangan hara terganggu. Pengaruh negatif ketidakseimbangan hara dapat
berupa tanaman mudah rebah, persaingan dengan gulma, mudah terserang
hama dan penyakit, serta penurunan produktivitas. Hasil penelitian Wang et al.
(2008) pada tanah berkapur dengan terkstur lempung menunjukkan jika
tanaman dipupuk lengkap dengan 375 N, 150 P2
O5
, 200 kg K2
O dan 15 Zn kg/ha
memberikan hasil biji 7,79 t/ha tetapi jika salah satu hara yang dibutuhkan tidak
diberikan, maka hasil menurun. Tanpa N, K, P dan Zn akan menurunkan hasil
berturut-turut 53, 18, 4, dan 7%, dan jika tanpa pupuk terjadi penurun hasil 56%
(Tabel 18).
pemakaian pupuk anorganik pada awalnya meningkatkan poduktivitas, tetapi
dalam jangka panjang, terutama jika pemupukan tidak seimbang dan dengan
intensitas pertanaman yang tinggi, memicu degradasi kesuburan lahan,
sehingga lambat laun produktivitas menurun. Karena itu, untuk menjamin
keberlanjutan produksi diperlukan tambahan pupuk organik. Penelitian
pemupukan jangka panjang (1988-2002) dalam pola tanam sorgum-gandum
pada tanah Vertisol, typic Haplustert, menunjukkan pemberian pupuk setiap
musim tanam menggunakan NPK+bahan organik atau NPK secara berimbang
meningkatkan hasil setiap tahun pada tanaman sorgum masing-masing 0,044
dan 0,052 t/ha dan pada tanaman gandum 0,052, dan 0.103 t/ha (Manna et al.
2005). Jika hanya dipupuk dengan NP atau NK atau tanpa pemupukan terjadi
penurunan hasil setiap tahun pada tanaman sorgum masing-masing 0,103;
0,119; dan 0,113 t/ha dan gandum 0,014; 0,046; dan 0,023 t/ha. Di samping
meningkatkan hasil, indeks keberlajutan hasil tanaman sorgum maupun
gandum pada pemupukan NPK + bahan organik lebih tingggi dibanding
pemberian pupuk NPK, NP, NK, dan tanpa pupuk (Tabel 19).
Pemberiaan bahan organik selain meningkatkan produktivitas, juga
berdampak terhadap peningkatan efisiensi pemakaian pupuk anorganik dan
dalam jangka panjang memperbaiki kesuburan biologi dan sifat fisik tanah.
Hasil penelitian pemupukan jangka panjang pada tanah Inceptisol dengan pola
tanam gandum-jagung menunjukkan pemberian pupuk organik atau separuh
pupuk organik+NPK mempunyai kandungan C dan N yang lebih tinggi serta
jumlah mikrobia aktif (jamur dan bakteri) lebih banyak dibanding pemupukan
NPK, NP, NK dan tanpa pupuk (Mandal et al. 2007, Gong et al. 2009).
Keseimbangan pemberian pupuk anorganik dengan organik meningkatkan
karbon tanah dan produtivitas tanaman tetap tinggi dalam jangka panjang (Liu
et al. 2013, Brar et al. 2015).
Budi daya gandum di negara kita umumnya setelah pertanaman sayuran di
dataran tinggi. Pada pertanaman sayuran, petani menggunakan pupuk organik
(kompos atau pupuk kandang), sehingga pupuk organik di areal ini cukup
tersedia untuk tanaman gandum. Pemanfaatan jerami gandum untuk bahan
baku pupuk organik juga perlu dilkukan sehingga terjadi siklus hara.
Pemanfaatan bahan organik perlu memperhitungkan kandungan haranya
untuk menentukan takaran pupuk anorganik. Hasil penelitian Shah et al. (2010)
menunjukkan bahwa pemakaian 25% N yang berasal dari kotoran sapi, kotoran
ayam, atau sampah kota yang dikombinasi dengan 75% N dari urea untuk
tanaman gandum memberikan pengaruh yang sama dengan pemberian 100%
N urea (Tabel 20). Pemberian pupuk kandang 100% dari takaran N yang
dibutuhkan tanaman tidak dapat mengganti seluruh kebutuhan hara N dalam
meningkatkan produktivitas tanaman gandum, karena itu tetap diperlukan
tambahan N yang berasal dari pupuk anorganik (urea). Hasil penelitian Shah
dan Ahmad (2006) menunjukkan rasio yang baik pupuk kandang dengan urea
adalah 25:75% atau 50:50% (Tabel 21).
Setiap sumber bahan organik mempunyai kandungan hara yang berbeda,
karena itu diperlukan analisis kandungan hara dari bahan organik yang akan
digunakan. Secara umum kadungan hara masing-masing bahan organik
tercantum pada Tabel 22.
Selain temperatur yang relatif tinggi, ketersediaan hara yang rendah menjadi
faktor pembatas utama dalam pengembangan gandum di negara kita yang
berklim tropis basah. Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman agar diperoleh
hasil gandum yang optimal pada tanah dengan suhu alami, diperlukan tambahan
hara melalui pemupukan.
Pemupukan menggunakan prinsip 4T (tepat takaran/dosis, tepat jenis hara,
tepat waktu, tepat metode). Perbedaan kesuburan tanah dan pengelolaan
tanaman akan memicu perbedaan pemupukan, karena itu pemupukan
bersifat spesifik lokasi. Seperti halnya tanaman padi dan jagung, pemupukan
NPK pada tanaman gandum merupakan keharusan, apabila menginginkan hasil
yang tinggi.
Hasil gandum dengan pemupukan optimal lebih rendah dibandingkan
dengan hasil jagung atau padi. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh sifat
tanaman gandum yang kemampuannya membentuk biomas lebih rendah, dan
tingkat partisioning fotosintat ke dalam “sink” juga rendah. Di wilayah tropis,
dengan suhu malam hari tinggi, mengubah gula sebagai bahan biji menjadi
CO2
Gandum merupakan salah satu komoditas serealia yang menyediakan pangan
harian dalam jumlah besar bagi penduduk dunia. Komoditas ini merupakan
sumber protein terpenting dan sumber kalori kedua terpenting setelah padi
bagi masyarkat dunia. Permintaan akan gandum diperkirakan meningkat 60%
pada tahun 2050, sebagian besar dari permintaan ini berasal dari Asia. Padahal
peningkatan hasil panen sebagian besar produsen gandum dunia hanya 1%
per tahun, kecuali Tiongkok yang meningkat lebih dari 3% per tahun. Dengan
perhitungan peningkatan hasil 1% per tahun, produksi gandum hanya
meningkat 15% pada tahun 2025 (Braun 2013).
Sebagaimana halnya komoditas pangan utama lainnya, usaha peningkatan
produksi gandum juga dihadapkan kepada berbagai tantangan, baik dari aspek
teknis maupun sosial eknomis. Secara global, penyakit tanaman merupakan
salah satu tantangan utama dalam produksi gandum, selain rendahnya takaran
pupuk yang digunakan petani, patogen tanah, dan tanam terlambat (Rajaram
2013). Timbulnya epidemi penyakit tanaman disebabkan oleh kombinasi
inokulum, lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangan penyakit (iklim,
tanah, dan sistem tanam), dan kerentanan tanaman. Perubahan sistem tanam,
misalnya, telah menimbulkan implikasi serius di Asia Tengah dengan munculnya
nekrotropik patogen (Duveiller 2013). Perubahan iklim juga akan menimbulkan
tantangan tersendiri yang terkait dengan perubahan suhu dan pola tanam.
Di antara berbagai jenis penyakit yang merusak tanaman gandum, penyakit
karat adalah yang paling merugikan dan paling luas penyebarannya, meliputi
wilayah tropis dan subtropis. Penyakit karat batang (Puccinia graminis f. sp.
tritici) telah lama menjadi penyakit penting pertanaman gandum di Afrika Selatan
(Pretorius et al. 2007). Potensi kehilangan hasil akibat penyakit karat bergantung
pada tingkat ketahanan varietas, kondisi cuaca, dan umur tanaman pada saat
tertular. Kehilangan hasil terbesar akibat penyakit karat terjadi apabila
penularannya muncul sebelum tahap pembentukan malai.
Hawar daun Helminthosporium juga merupakan penyakit yang serius pada
tanaman gandum, terutama di daerah panas di Asia Selatan (Sharma and
Duveiller 2003). Kehilangan hasil akibat penyakit ini bervariasi, bisa mencapai
20% di tingkat petani (Duveiller and Gilchrist 1994). Penelitian awal yang dilakukan
oleh Rusae et al. (2014) di Kabupaten Timor Tengah Utara yang belum pernah
ditanami gandum menunjukkan penyakit hawar daun Helminthosporium dan
busuk batang Rhizoctonia menginfeksi tanaman gandum. Insidensi penyakit
hawar daun Helminthosporium berkisar antara 80-90% sedangkan busuk batang
10-20%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keparahan kedua penyakit ini lebih
rendah pada varietas Dewata dibandingkan dengan varietas Selayar dan Nias.
Beberapa jenis penyakit utama gandum lainnya yang telah dilaporkan
adalah penyakit Karnal bunt, scab, dan beberapa penyakit yang disebabkan
oleh bakteri dan virus
Menghadapi masalah penyakit ini perlu dilakukan pengendalian
secara terpadu (PHT), baik melalui pemakaian varietas tahan dan cara
bercocok tanam, fisik, mekanik, biologi, maupun cara kimia.
PENYAKIT UTAMA
Prescott et al. (2012) melaporkan bahwa penyakit-penyakit utama gandum yang
disebabkan oleh cendawan terdiri atas 25 spesies, yang disebabkan oleh bakteri
tiga spesies, dan yang disebabkan oleh virus satu jenis. Tulisan ini mengemukakan
beberapa jenis penyakit yang berpotensi merusak tanaman gandum di
negara kita .
Penyakit yang Disebabkan oleh Cendawan
Penyakit Karat
Penyakit karat paling merugikan secara ekonomi pada tanaman serealia di
seluruh dunia. Potensi kehilangan hasil akibat penyakit ini bergantung pada
tingkat kerentanan inang, kondisi cuaca, dan umur tanaman pada saat tertular.
Menurut Prescott et al. (2012), penyakit karat pada gandum disebabkan
oleh tiga jenis patogen dengan gejala penularan yang berbeda-beda. Ketiga
penyakit karat ini adalah karat daun yang disebabkan oleh Puccinia
recondita, karat batang yang disebabkan oleh P. graminis f.sp. tritici), dan karat
bergaris yang disebabkan oleh P. striiformis.
1. Penyakit Karat Daun (Puccinia recondita)
Gejala/penularan. Penyakit ini ditandai oleh munculnya pustul yang agak bulat
berukuran kecil hingga besar, berwarna cokelat kekuningan. Pustul menyebar
pada permukaan dan pelepah daun. Pada kultivar rentan, terbentuk pustulpustul berkukuran kecil di sekeliling pustul terdahulu. Pada kultivar tahan, pustul
berukuran kecil, bahkan hanya nampak sebagai bintik-bintik nekrotik. Bila suhu
meningkat, beberapa pustul berubah warna menjadi hitam dan membentuk
teliospora. Telia kemudian tertutup oleh epidermis inang dan berwarna cokelat
kehitaman
Perkembangan. Infeksi primer biasanya sedikit dan berkembang dari
urediospora yang terbawa angin dari jarak yang jauh. Penyakit ini dapat
berkembang cepat jika kelembaban cuaca memungkinkan dan suhu udara
mendekati 200
C. Pembentukan urediospora selanjutnya dapat terjadi setiap 10-
14 hari jika kondisi cuaca cocok. Sejalan dengan perkembangan tanaman jika
kondisi cuaca tidak cocok, terjadi pembentukan teliospora yang berwarna hitam
Menurut CABI (2004), penyakit karat daun menjadi
epidemik di daerah dimana inang alternatif tersedia, telia yang berasal dari
gandum menghasilkan basiodiospora dan menginfeksi daun muda tanaman
Thalicum. Pycnia dan hifa reseptif dibentuk pada permukaan atas daun
Thalicum dalam 7-10 hari. Jika sumber inokulum bukan aeciospora yang berasal
dari inang alternatif, tetapi urediniospora yang dihasilkan dari daun gandum
yang terinfeksi, maka sumber inokulum bias berasal dari daerah setempat.
Urediniospora dilepas ke udara dari uredinia pada daun gandum, dan bisa
terbang melalui angin hingga ratusan kilometer. Pada suhu sekitar 200
C dan
daun dalam keadaan lembab selama 4 jam, sangat cocok terinfeksi oleh
urediniospora. Uredinia dapat berubah menjadi telia pada suhu sekitar 350
C.
Teliospora terbentuk pada tanaman gandum tahap pematangan dan tidak dapat
lagi memicu infeksi.
Tanaman inang dan daerah sebaran. Penyakit karat daun dapat merusak
tanaman gandum, triticale, dan sejumlah jenis rumput-rumputan. Penyakit ini
ditemukan di daerah dingin dimana tanaman serealia ditanam. Inang alternatif
penyakit ini adalah Thalictrum, Isopryum, Anemonella, dan Anchusa spp.
Arti ekonomi. Penyakit karat jarang mematikan tanaman gandum, namun
dapat menurunkan hasil hingga 50% Kehilangan hasil berkaitan
dengan berkurangnya jumlah biji per malai, bobot, dan kualitas biji ,mengemukakan bahwa kehilangan hasil
bergantung pada ketahanan kultivar, virulensi patogen, dan kondisi lingkungan.
Tanaman yang tertular umumnya menghasilkan malai yang lebih sedikit, jumlah
biji per malai berkurang, dan ukuran malai lebih kecil.
Pengendalian. Berbagai cara pengendalian telah dilakukan terhadap
penyakit karat daun, antara lain menggunakan varietas tahan dan fungisida
kimia. Fungisida sistemik dengan bahan aktif fenbuconazole dan triadimefon
dapat menekan penularan penyakit karat daun pada tanaman gandum (CABI
2004). Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) telah melepas gandum varietas
Ganesha yang tahan terhadap penyakit karat daun.
2. Penyakit karat batang (Puccinia graminis f.sp. tritici)
Gejala penularan. Pustul yang mengandung massa urediospora berwarna
gelap cokelat kemerahan dan ditemukan pada kedua sisi permukaan daun,
batang, dan malai Pada batang, uredinia berbentuk
memanjang dan berwarna cokelat kemerahan. Terkupasnya jaringan epidermis
sangat jelas, nampak pada sisi-sisi uredinia, sehingga permukaan batang terasa
kasar. Pada penularan berat, uredinia menyatu sehingga menutupi jaringan
tanaman. tahap telia terjadi pada jaringan yang sama pada tahap uredinia dan
teliospora lebih kokoh dibandingkan urediospora. Pada tahap telia, tidak ada spora
yang dilepas.
Perkembangan. P. graminis bersifat macrocyclic dengan lima tahap spora
yang berbeda, yaitu tahap uredinia, telia, basidiospora, spermatia, dan aecia. Infeksi
awal biasanya ringan dan berkembang dari urediospora yang terbawa angin.
Penyakit ini dapat berkembang dengan cepat jika suhu dan kelembaban
mendukung. Jika suhu rata-rata 200
C atau lebih, maka urediospora generasi
pertama akan dihasilkan dalam 10-15 hari Seiring dengan
bertambahnya umur tanaman, teliospora juga bisa terbentuk. Menurut CABI
(2004), hanya pada cuaca ekstrim (sangat panas dan kering, atau tropis lembab)
penularan P. graminis tidak terjadi.
Tanaman inang dan daerah sebaran. Menurut CABI (2004) dan Prescott et
al. (2012), sekitar 410 spesies tanaman graminea dari 79 genus diketahui sebagai
inang P. graminis. Penyakit karat batang dapat merusak tanaman gandum, barley,
triticale, jenis rumput-rumputan, dan inang alternatifnya yaitu Berberis vulgaris
dan Mahonia spp. Penyakit ini ditemukan dimana tanaman serealia tumbuh.
Arti ekonomi. Secara historis, penyakit karat batang memicu
kerusakan yang besar pada areal pertanaman gandum di dunia
Tanaman biji-bijian kecil selain padi, tidak luput dari penyakit karat batang jika
tidak dikendalikan dengan baik. , jika infeksi
penyakit ini terjadi pada awal tahap pertanaman akan mengurangi jumlah anakan
serta menurunkan kualitas dan bobot biji. Bahkan pada kondisi yang cocok,
penyakit karat batang dapat menghancurkan tanaman secara keseluruhan.
Pengendalian. CABI (2004) mengemukakan terdapat tiga cara pengendalian
penyakit karat batang, yaitu pemakaian varietas tahan, secara kimiawi, dan
secara budi daya. pemakaian varietas tahan adalah cara pengendalian yang
paling efektif dan ramah lingkungan. Jika telah ditemukan varietas tahan karat
batang, maka cara pengendalian lainnya relatif tidak diperlukan lagi. Sejumlah
fungisida dilaporkan efektif mengendalikan penyakit karat pada tanaman
serealia. Namun fungisida tidak digunakan secara luas karena harganya mahal,
epidemi karat sulit diprediksi, dapat merusak lingkungan, dan kemungkinan
patogen membangun ketahanan terhadap fungisida. Pengendalian dengan cara
budi daya dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas epidemik. Menanam
seawal mungkin dan menanam varietas umur genjah membantu menekan
patogen untuk menginfeksi. Pengendalian lainnya dengan cara budi daya adalah
eradikasi tanaman pembawa sumber inokulum dan eradikasi inang alternatif
(berberis).
3. Penyakit Karat Bergaris (Puccinia striiformis)
Gejala/penularan. Gejala penularan penyakit karat bergaris pada tanaman
gandum sama pada barley. Pustul berwarna kuning dapat terjadi pada semua
permukaan tanaman, namun yang paling sering nampak pada daun Uredia berbentuk melingkar dengan diameter 0,5-1 mm. Pustul-pustul
ini seringkali membentuk garis-garis sempit pada daun. Pada kecambah,
pustul lebih sering nampak secara individu dibandingkan membentuk garis. Pustul
juga dapat ditemukan pada pelepah, leher, dan malai.
Perkembangan. Infeksi awal disebabkan oleh urediospora yang
diterbangkan angin dari jarak yang jauh. Penyakit ini dapat berkembang cepat
jika kelembaban mendukung dan suhu berkisar antara 10-200
C. Suhu di atas
250
C, produksi urediospora akan berkurang dan cenderung terbentuk
teliospora yang berwarna hitam
Tanaman inang dan daerah sebaran. Menurut , P. striiformis
hanya merusak famili Poaceae. Inang utamanya adalah tanaman gandum, barley,
dan rye. Sejauh ini, tidak ditemukan pada tanaman oat, jagung, dan padi.
Terdapat 320 spesies rumput-rumputan dari 50 genus yang secara alami atau
buatan dapat terinfeksi oleh P. striiformis. Spesies yang paling peka adalah dari
genus Aegilops, Agropyron, Bromus, Elymus, Hordeum, Secale, dan Triticum.
Penyakit ini ditemukan di dataran tinggi dimana tenaman serealia bisa tumbuh
Arti ekonomi. Intensitas penularan yang tinggi dapat memicu
kehilangan hasil, khususnya dengan cara mengurangi jumlah biji per malai,
bobot dan kualitas biji
Pengendalian. Cara pengendalian yang paling efektif, ekonomis dan praktis
adalah pemakaian varietas tahan. Intensitas penularan penyakit ini di negaranegara Eropa Barat, Amerika Utara, China, dan India telah berkurang setelah
diperkenalkannya varietas tahan pada awal tahun 1970an. Pada varietas yang
agak peka, aplikasi fungisida harus dilakukan jika kondisi lingkungan cocok
bagi perkembangan patogen. Banyak jenis fungisida berspektrum luas yang
efektif mengendalikan penyakit ini, antara lain carbendazim, fenpropidin,
propiconazole, triadimenol, dan tridemorph . Fungisida triazole
efektif jika diaplikasikan sebelum penyakit menginfeksi daun bagian atas
Penyakit Hawar Daun Helminthosporium (Helminthosporium
sativum syn. Bipolaris sorokiniana, Drechslera sorokiniana)
Gejala/penularan. Gejala pertama yang muncul adalah biasanya berupa bercak
kecil, berwarna cokelat muda, dan berkembang menjadi berbentuk oval, lesion
nekrotik yang dibatasi oleh halo berwarna kuning. Seiring dengan bertambahnya
umur lesion, bagian tengah lesion berwarna cokelat muda hingga sawo matang,
dikelilingi oleh warna cokelat tua yang tidak beraturan. Lesio-lesio ini
kemudian menyatu dan menutupi seluruh bagian daun dan bahkan malai.
Perkembangan, infeksi awal dari penyakit ini
cenderung pada daun bagian bawah, dimulai dengan munculnya flek atau
bercak klorotik, kemudian meluas ke bagian tanaman, warna bercak berubah
menjadi cokelat tua, dan seringkali menyatu. Pada penularan yang berat, daun
atau pelepah daun mati secara prematur.
Tanaman inang dan daerah sebaran. melaporkan bahwa
tanaman inang patogen ini adalah Agropyron cristatum, Allium sp., Alopecurus
pratensis, Aneurolepidium chinense, Avena sativa, Bromus inermis, B.
marginatus, B. willdenowii, Calluna vulgaris, Chloris gayana, Cicer arietinum,
Clinelymus dahuricus, C. sibiricus, Cynodon dactylon, C. transvaalensis, Dactylis
glomerata,Echinochloa crus-galli, Elymus junceus, Festuca sp., Guzmania sp.,
Hordeum brevisubulatum, H. distichon, H. sativum var. hexastichon, H. vulgare,
H. vulgare var. hexastichon, Lablab purpureus, Linum usitatissimum, Lolium
multiflorum, Pennisetum typhoides, Roegneria semicostata, Saccharum sp.,
Secale cereale, Setaria italica, Sorghum sp., Taraxacum kok-saghyz, Trisetum
aestivum, Triticum aestivum, T. secale, T. turgidum subsp. durum, T. vulgare,
dan Zea mays. Penyakit ini dilaporkan tersebar pada pertanaman gandum di
Afrika, Australia, Amerika, Eropa, dan Asia
Arti ekonomi. Kehilangan hasil akibat penyakit hawar daun
Helminthosporium pada tanaman gandum bervariasi tetapi sangat nyata.
Kerugian hasil akibat penyakit ini berkisar antara 20-30% Jika infeksi terjadi pada awal pertumbuhan
tanaman dan kondisi cuaca mendukung bagi perkembangan penyakit ini, maka
bisa terjadi puso
Pengendalian. Cara terbaik pengendalian penyait hawar daun
Helminthosporium adalah melalui pendekatan secara terpadu (Dubin and
Duveiller 2000), termasuk pemakaian varietas tahan, pemakaian benih bebas
penyakit, pergiliran tanaman, pemupukan yang tepat, dan perlakuan benih
dengan fungisida. Varietas gandum yang menunjukkan ketahanan tinggi
terhadap penyakit hawar daun Helminthosporium adalah Guri-1, Guri-3, Guri-
4, Guri-5, dan Guri-6 UNAND. Kelompok fungisida triazole seperti tebuconazole
dan propoiconazole terbukti mampu menekan perkembangan penyakit ini di
lapangan. melaporkan defisiensi hara N memicu
penyakit bercak daun meningkat, sedangkan defisiensi hara P menurunkan
penularan penyakit bercak daun. Pergiliran tanaman gandum dengan tanaman
bukan serealia dalam siklus satu tahun tidak mengurangi penularan penyakit
bercak daun. Penanaman gandum dua tahun berturut-turut kemudian digilir
dengan tanaman bukan serealia selama dua tahun berturut-turut, dapat
mengurangi penyakit bercak pada gandum.
5. Penyakit Scab (Fusarium spp.)
Gejala/penularan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium spp.
Gejala pertama penyakit ini terjadi sesaat setelah
pembungaan. Malai yang terinfeksi tampak prematur dan memutih seiring
dengan berkembangnya patogen dan menyebar di antara biji. Seiring dengan
berjalannya waktu, gejala ini bisa terlihat pada seluruh malai . Malai yang terinfeksi berwarna sedikit hitam dan berminyak.
Biji yang terinfeksi tertutupi oleh miselia cendawan pada bagian permukaannya,
sehingga malai berwarna putih
Perkembangan. Beberapa spesies Fusarium dapat menginfeksi malai
tanaman serealia, ovary terinfeksi pada bagian anthesis. Infeksi terjadi pada
kondisi cuaca hangat dan lembab selama pembentukan malai hingga
pematangan malai. Suhu yang paling cocok untuk infeksi penyakit berkisar
antara 10-280
C. Penyakit ini berkembang biak pada biji dan sisa-sisa tanaman
gandum, jagung, dan rumput-rumputan.
Tanaman inang dan daerah sebaran. Semua tanaman serealia kecil bisa
tertular Fusarium spp. seperti gandum (Triticum aestivum), Durum Wheat
(Triticum durum), Barley (Hordeum vulgare), Oat (Avena sativa), jagung (Zea
mays), dan jenis rumput-rumputan. Fusarium spp. menyerang akar, batang,
daun, dan jaringan reproduktif.
Arti ekonomi. Hawar malai Fusarium adalah penyakit yang paling merusak
di seluruh dunia. Penularan berat dapat menurunkan hasil hingga 50% dan
nyata menurunkan kualitas biji. Hasil panen yang memiliki lebih dari 5% biji sakit
mengandung toksin yang berbahaya bagi manusia dan hewan (Prescott et al.
2012). Sejak tahun 1990, petani gandum dan barley di Amerika Serikat mengalami
kerugian lebih dari $3 milliar akibat penyakit ini (Schmale III and Bergstrom
2010).
Pengendalian. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menggunakan
varietas tahan, pergiliran tanaman, pengolahan tanah secara sempurna,
memusnahkan sisa-sisa tanaman sebelumnya, dan pemakaian fungisida
sesuai anjuran.
6. Penyakit busuk akar Rhizoctonia (Rhizoctonia solani)
Gejala/penularan. Gejala awal nampak lesio pada pelepah daun bagian bawah
dan seringkali ditemukan miselia di tengah lesio. Akar yang terinfeksi berwarna
cokelat dan jumlah akar berkurang (Prescott et al. 2012, Burrows et al. 2014).
Menurut Burrows et al. (2014), gejala R. solani pada pertanaman gandum yang
tertular ditandai oleh bentuk melingkar secara lokal dan pertumbuhan tanaman
menjadi kerdil atau bahkan mati. Tanaman yang tertular bisa rebah, khususnya
antara buku kedua dan ketiga dari atas permukaan tanah. Miselia cendawan
yang berwarna putih terbentuk dalam jumlah yang banyak pada batang yang
sudah tua dan sklerotia yang berwarna hitam terbentuk di sela-sela antara
batang dan pelepah daun.
Perkembangan. Infeksi penyakit sangat bergantung pada kondisi
lingkungan. Penyakit ini berkembang dengan baik pada kondisi kering, tanah
berpasir, suhu dingin, dan kelembaban tinggi. Cendawan R. solani berada di
dalam dan sisa-sisa tanaman dan menginfeksi akar dan jaringan mahkota
Menurut Burrows et al. (2014), inokulum awal berasal dari
sklerotia atau miselia yang terdapat pada sisa-sisa tanaman, tanaman voluntir,
atau gulma. Penularan berat memicu tanaman matang prematur dan
rebah. Populasi patogen meningkat setelah aplikasi glifosat pada gulma.
Tanaman inang dan daerah sebaran. Cendawan R. solani memiliki banyak
tanaman inang, merusak hampir semua tanaman yang dibudidayakan.
Tanaman gandum dan family Poacea lainnya sangat disukai oleh penyakit ini.
Tanaman oats kurang rentan terhadap patogen ini dibandingkan dengan
tanaman gandum, barley, dan rye. R. solani berada di permukaan tanah atau
dalam tanah dalam jangka waktu yang panjang dan daerah penyebarannya
luas
Arti ekonomi. Busuk akar Rhizoctonia dapat memicu kehilangan hasil
gandum dalam jumlah yang besar, terutama pada lahan yang ditanami serealia
secara terus menerus. Namun belum ada laporan tentang epideminya.
Pengendalian. mengemukakan cara pengendalian
penyakit busuk akar Rhizoctonia pada gandum sebagai berikut:
• Memperhatikan dengan cermat tanaman serealia voluntir dan rumputrumputan.
• Penanaman 2-3 minggu setelah pengolahan tanah atau aplikasi herbisida
(khususnya glifosat)
• R. solani aktif pada kedalaman tanah 10-15 cm, sehingga pengolahan tanah
dapat mencegah perkembangan miselia patogen.
• Menghindari penanaman gandum pada lahan yang basah.
• Penggiliran tanaman gandum dengan tanaman leguminosa.
• pemakaian pupuk berimbang, hasil penelitian menunjukkan hara zinc
membantu mengurangi penularan penyakit busuk akar Rhizoctonia pada
tanaman gandum.
• Belum ada varietas gandum yang tahan terhadap penyakit ini.
• Fungisida komersial belum ada yang efektif mengendalikan penyakit ini.
7. Penyakit karnal bunt (Tilletia indica syn. Neovossia indica)
Gejala/penularan. Penyakit karnal bunt sulit diidentifikasi di lapangan. Biji
gandum tertular secara acak dan biasanya hanya sebagian yang kena cendawan
ini, sehingga penyakit ini disebut juga partial bunt. Davis dan Jackson (2009)
mengemukakan bahwa gejala penyakit karnal bunt pertama kali terlihat pada
tahap masak susu yang ditandai dengan warna hitam di sekitar dasar biji; namun
tidak selalu bisa dikenali hingga biji dirontok dan biji nampak kehitam-hitaman.
Pada biji yang terinfeksi, embrio dan bagian endosperma tertutupi oleh massa
spora yang berwarna hitam dan mengeluarkan bau amis akibat senyawa
trimethylamine.
Perkembangan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Tilletia indica (syn.
Neovossia indica). Penyakit tersebar melalui spora dari biji yang terinfeksi dan
dalam tanah yang telah terkontaminasi dari pertanaman sebelumnya (Davis
and Jackson 2009, Prescott et al. 2012). Selanjutnya dikemukakan bahwa lapisan
luar halus yang mengelilingi setiap kantung teliospora mudah rusak selama
panen, memicu spora menyebar ke tanah. Teliospora berkecambah bila
kelembaban cocok dan menghasilkan banyak sporidia di permukaan tanah.
Spora ini secara paksa dikeluarkan dari sporidia dan tersebar baik melalui angin,
percikan air, ataupun serangga (Davis and Jackson 2009). Tingkat serangan dan
perkembangan penyakit ini bergantung pada kondisi lingkungan sejak
terbentuknya malai hingga pengisian biji
Tanaman inang dan daerah sebaran. Penyakit ini dapat merusak tanaman
gandum, triticale, rye, tapi tidak merusak tanaman barley dan oats (Davis and
Jackson 2009, Prescott et al. 2012). Penyakit karnal bunt endemik di negaranegara Asia dan Meksiko. Pertama kali dilaporkan di India pada tahun 1931,
kemudian menyebar ke Pakistan, Meksiko, Amerika Serikat, Iran, Nepal, Brazil,
dan Afrika Selatan.
Arti ekonomi. Pengaruh penyakit karnal bunt terhadap penurunan hasil
hanya sedikit, namun banyak negara yang menerapkan zero tolerance terhadap
spora penyakit pada biji, sehingga penyakit ini masuk dalam daftar karantina di
sejumlah negara. Hasil survei di India menunjukkan kehilangan hasil akibat
serangan penyakit ini hanya sekitar 0,5%, namun di beberapa lokasi bisa
mencapai 89%. Penyakit ini tidak menimbulkan risiko kesehatan pada manusia,
namun mengurangi kualitas tepung. Umumnya, gandum yang mengandung
lebih dari 3% biji yang tertular tidak layak dikonsumsi manusia. Bau dan
palatabilitas seluruh makanan dan produk jadi terpengaruh oleh bahan kimia
trimetilamina yang dihasilkan jamur. Pasta produk yang dibuat dari tepung yang
terkontaminasi dengan spora karnal bunt memiliki warna yang tidak dapat
diterima.
Pengendalian. pemakaian benih bebas
penyakit sangat penting. Sejumlah varietas tahan telah dikembangkan, namun
belum ada yang imun terhadap penyakit ini. Dianjurkan penggiliran tanaman
dengan selain gandum selama 5 tahun. pemakaian plastik penutup tanah
dapat meningkatkan suhu tanah dan mengurangi kecambah teliospora.
Beberapa fungisida efektif mengendalikan karnal bunt. Perlakuan benih dengan
fungisida telah digunakan untuk mengurangi penyebaran inokulum melalui
benih. Fungisida yang dilaporakan efektif menghambat perkembangan penyakit
ini adalah PCNB dan carboxin+thiram. Masalah yang dihadapi dengan fungisida
saat ini adalah spora karnal bunt akan berkecambah setelah spora tercuci bahan
kimia.
8. Penyakit embun tepung (Erysiphe graminis f.sp. tritici)
Gejala/penularan. Penyakit ini ditandai dengan adanya kumpulan miselium dan
konidia berwarna putih di permukaan tanaman, dapat dilihat pada semua
bagian tanaman, termasuk batang dan malai, namun yang paling jelas adalah
pada daun bagian bawah Koloni
berwarna putih ini kemudian berubah menjadi abu-abu kecokelatan atau abuabu kekuningan. Pada penularan berat, tanaman tumbuh kerdil
Perkembangan. Penyakit ini berkembang dengan baik pada kondisi cuaca
yang dingin dengan suhu 15-220
C, berawan, dan lembab (RH 75-100%) (Prescott
et al. 2012). Pada kondisi kelembaban yang tinggi dan suhu udara berada pada
kisaran sedang hingga panas, periode laten (masa mulai infeksi hingga sporulasi)
penyakit ini adalah 7-10 hari. Penyakit ini juga berkembang pada tanaman yang
kelebihan pupuk N, kanopi rapat, dan varietas peka (Wegulo 2010).
Tanaman inang dan daerah sebaran. Cendawan ini memiliki inang spesifik
yang banyak, diantaranya gandum, barley, oats, dan rye. Penyakit ini dapat
ditemukan pada daerah dingin, lembab, semi kering.
Arti ekonomi. Menurut HGCA (2014), walaupun gejala penularan sangat
jelas, namun penurunan hasil akibat penyakit ini lebih rendah dibanding penyakit
daun lainnya. Kehilangan hasil yang besar dapat terjadi bila infeksi terjadi pada
awal pertumbuhan tanaman dan cuaca mendukung perkembangan penyakit
Pengendalian. penggunakan varietas tahan, tidak menggunakan pupuk N
berlebihan, pemakaian pupuk berimbang, aplikasi fungisida yang tepat, seperti
propiconazole dan pyraclostrobin (
9. Penyakit septoria
Gejala/penularan. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Septoria tritici, S.
nodorum, dan Leptosphaeria avenaria f.sp. triticea. Gejala awalnya berupa bintikbintik klorosis kecil yang tidak beraturan pada daun yang muncul segera setelah
bibit tumbuh pada musim gugur atau musim semi. Seiring dengan
membesarnya lesion, warnanya menjadi sawo matang dan membentuk badan
buah yang gelap. Lesio pada daun tua panjang, sempit, pada tepi lesio berwarna
kuning dan bagian tengah pucat
Seluruh bagian tanaman di atas tanah dapat tertular. Infeksi yang ringan
menghasilkan lesio yang terpencar-pencar, tetapi pada penularan yang berat
dapat mematikan daun, malai, atau bahkan seluruh tanaman.
Perkembangan. Infeksi awal cenderung terjadi pada daun bagian bawah,
kemudian bergerak ke daun bagian atas dan malai jika kondisi lingkungan
mendukung. Suhu dingin (10-150
C) dan periode basah yang panjang, dan
keadaan berawan sangat cocok bagi perkembangan penyakit ini
Tanaman inang dan daerah sebaran.
penyakit ini adalah penyakit utama pada gandum, tetapi pada tanaman serealia
lainnya agak peka. Penyebaran penyakit ini terutama pada daerah-daerah dingin
dan lembab.
Arti ekonomi. Penyakit daun ini paling merusak tanaman gandum di Inggris,
yang memicu kehilangan hasil yang nyata setiap tahun ,
, kehilangan hasil yang besar dapat terjadi karena biji
mengerut dan bobotnya ringan, terutama jika penularan berat terjadi sebelum
panen.
Pengendalian. Penyakit ini bisa dikendalikan dengan menggunakan varietas
tahan, menghindari menanam lebih awal bagi varietas peka, pergiliran tanaman,
dan menggunakan fungisida golongan azole.
10. Penyakit Hawar Daun Alternaria (Alternaria triticina)
Gejala/penularan. Tanaman muda tahan terhadap penyakit hawar daun
Alternaria. Tanaman mulai kehilangan ketahanannya pada umur 4 minggu dan
gejala penularan tidak berkembang hingga tanaman berumur 7-8 minggu. Gejala
awal ditandai dengan lesion kecil berbentuk oval dan menyebar secara tidak
beraturan pada permukaan daun. Seiring dengan perkembangannya, lesio
berbentuk tidak bearaturan dan berwarna cokelat tua. lesio sulit dibedakan dengan gejala hawar daun Helminthosporium.
Infeksi penyakit ini diawali pada daun bagian bawah, namun gejala ini bisa
ditemukan pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada pelepah dan dan
malai.
Perkembangan. Cendawan A. triticina bertahan dalam bentuk konidia pada
biji atau dalam bentuk miselia di antara biji. Sporulasi yang terjadi pada daun
bagian bawah memicu inokulum dapat menyebar melalui angin. Selain
itu, inokulum penyakit juga tersebar lewat biji yang berasal dari tanaman
terinfeksi sebelumnya. Penyakit ini berkembang pada kelembaban tinggi atau
pada lahan beririgasi dengan suhu udara berkisar 20-250
C
Tanaman inang dan daerah sebaran. Tanaman inang A. triticina meliputi
Triticum spp., triticale, dan kemungkinan barley yang dapat tertular pada kondisi
tertentu. Penyakit ini dilaporkan menginfeksi tanaman gandum pada negaranegara yang membudidayakan gandum seperti sejumlah negara di Asia, Eropa,
Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Oceania.
Arti ekonomi. Penularan berat penyakit hawar daun Alternaria dapat terjadi
jika kondisi lingkungan sangat cocok bagi perkembangannya. Kehilangan hasil
yang banyak dapat terjadi jika menggunakan varietas peka.
Pengendalian. Meng