ternak kambing 8
Penelitian histomorfometri ovarium kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilakukan. Sebanyak
64 ovarium kiri dan kanan dari kambing PE umur dewasa (12-36 bulan) dan muda (5-12 bulan) diambil
dari Rumah Potong Hewan Kampung Jawa di Denpasar. Selanjutnya dibuat preparat histologi dan
diwarnai dengan metode Harris - Hematoksilin Eosin. Hasil penelitian menunjukan struktur histologi
ovarium terdiri dari lapisan korteks dan medulla. Pada lapisan korteks ditemukan perkembangan folikel
dan pada lapisan medulla ada pembuluh darah, jaringan ikat longgar dan saraf. Tidak ada perbedaan
jumlah folikel pada kambing dewasa dan muda. Tidak ada perbedaan (P>0,05) korteks maupun medulla
ovarium kanan dan kiri. Korteks dan medulla ovarium kambing PE dewasa lebih tebal (P<0,05)
dibandingkan muda.
Kambing merupakan salah satu hewan
ternak yang dipelihara di pedesaan dan
perkotaan, baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi di Indonesia. Populasi
kambing semakin banyak, ditinjau dari segi
jenisnya: salah satunya adalah kambing
peranakan etawah sebagai tipe pedaging
dan produksi susu ,
Kambing dipelihara dengan kepemilikan
dua sampai lima ekor Pertumbuhan populasi
menunjukan angka yang terus meningkat
sebesar (3,3%)
Peternakan kambing di Indonesia
memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan. Dengan adanya potensi
ini , memicu peternak untuk beternak
kambing dengan melakukan peningkatan
dari segi manajemen pemeliharaan
terutama pada manajemen reproduksi.
Peternakan kambing di Bali kebanyakan
memakai sistem perkawinan alami
untuk meningkatkan produksi, sehingga
peternakan diharuskan memiliki bibit
unggul baik dari pejantan maupun dari
betina.
Pengetahuan tentang reproduksi pada
kambing khususnya peranakan etawah di
Bali masih terbatas dan penting diketahui
oleh peternak karena erat kaitannya dengan
pengembangan suatu ternak. Tanpa
pengetahuan tentang reproduksi maka,
usaha -usaha budidaya dan pengembangan
suatu ternak dipastikan tidak akan berhasil
Pertimbangan penilaian sistem
reproduksi adalah menetapkan status
reproduksi dan mengevaluasi siklus birahi
hewan. Penyimpangan atau kelainan
reproduksi dipredisposisi oleh umur.
Semakin tua umur hewan, maka kelainan
reproduksi semakin sering terjadi
Organ reproduksi kambing jantan dan
betina berperan penting untuk keberhasilan
mempertahankan suatu keturunan dan
keanekaragaman agar tidak punah.
Kualitas organ reproduksi ditentukan oleh
struktur dan morfologi yang akan berkaitan
dengan status fisiologis. Sifat-sifat
reproduksinya sangat penting terkait
dengan dewasa kelamin, tingkah laku
kawin terutama karakteristik organ
reproduksi betina. Informasi ini
merupakan dasar yang seharusnya
diketahui dalam usaha untuk
mengembangkan dan menghindari
kepunahan kambing ,
Organ reproduksi kambing betina
terdiri dari ovarium, tuba fallopi, oviduct,
uterus, vagina, serviks, vulva, klitoris.
Salah satu organ reproduksi kambing
peranakan etawah betina yang sangat
penting adalah ovarium. Ovarium
merupakan organ primer dan sangat
penting pada betina. Ovarium sebagai
kalenjar eksokrin dan endokrin yang
menghasilkan ovum (sel telur) dan
mensekresi hormon progesteron dan
estrogen, dimana hormon ini sangat penting
dan bertanggung jawab untuk proses
reproduksi ,
Sejauh ini belum ada kajian
histomorfometri organ reproduksi
khususnya ovarium kambing peranakan
etawah. Sehingga perlu dilakukan
penelitian yang dapat memberikan
informasi tentang struktur histologi beserta
ukurannya.
Sampel ovarium yang dipakai
dalam penelitian ini diambil dari kambing
peranakan etawah di pemotongan hewan
Kampung Jawa Denpasar. Sampel yang
dipakai dibedakan atas umur dewasa
(12-36 bulan), muda (5- 12 bulan) dan ovarium kanan
dan kiri. Sehingga seluruh sampel yang
diambil berjumlah 64. Sampel dimasukan
ke dalam botol yang berisi larutan formalin
10% yang telah diberikan label.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
jenis penelitian dengan metode deskriptif.
Rancangan penelitian memakai
rancangan acak lengkap pola faktorial
memakai dua faktor umur (dewasa dan
muda) dan posisi (kanan dan kiri).
Penentuan jumlah sampel memakai
rumus Federer (1977) (n-1)(t-1)>15
sehingga diperoleh hasil n=16. Hasil
diperoleh dari pengamatan struktur
histologi dan pengukuran ketebalan lapisan
korteks dan medulla ovarium kambing PE.
Sampel yang telah diambil selanjutnya
difiksasi ke dalam formalin 10% kemudian
diproses di Laboratorium Patologi Balai
Besar Veteriner Denpasar. Metode yang
dipakai dalam pembuatan sediaan
histologi, mengikuti metode yang
dilakukan Metode
ini dilakukan dengan cara:
memasukan sampel ke dalam aquades I dan
II kemudian didehidrasi dan diclearing
dengan satu sesi larutan formalin 10% I,
formalin 10 % II, formalin 10% III, alkohol
70%, alkohol 96 %, alkohol absolute I,
alkohol absolute II, alcohol absolut III,
xylol I, xylol II, xylol III, toluene I, toluene
II, toluene III, paraffin cair selama ±23 jam,
selanjutnya dibloking memakai alat
embedding set yang sudah dituangi paraffin
dan didinginkan selama ± 30 menit di
dalam lemari es. Lalu diseksioning dengan
mikrotom setebal ± 3-4 mikron dan
diletakkan pada objek gelas, sehingga
jaringan menempel dengan sempurna,
kemudian dilakukan pewarnaan
hematoksilin eosin.
Metode Harris-Hematoksilin Eosin
melalui cara direndam dalam xylol I, II, III
masing - masing selama 5 menit, kemudian
direndam dalam alkohol absolut I dan II
masing - masing selama 5 menit. Setelah itu
direndam dalam aquadest selama 1 menit
lalu direndam dalam Harris-Hematoksilin
selama 15 menit, kemudian direndam
dalam aquadest selama 1 menit dan 15
menit. Setelah itu direndam dalam eosin
selama 2 menit yang dilanjutkan dengan
direndam dalam alkohol 96% I selama 3
menit, alkohol 96% II selama 3 menit, dan
alkohol absolut III dan IV masing- masing
selama 3 menit kemudian preparat dibilas
dengan xylol I dan II masing-masing
selama 5 menit. Tahapan terakhir yaitu
memakai kanada balsam berisi
entellan sebagai perekat (mounting) dan
didiamkan hingga kering.
Hasil diperoleh dari pengamatan
struktur histologi dan pengukuran
ketebalan lapisan korteks dan medulla.
Pengamatan struktur histologi
memakai zeiss teaching mikroskop,
pembesaran lensa objektif 10x, 40x, dan
100x. Pengukuran histomorfometri
dilakukan dengan pembesaran 10x dan
dilakukan pada 5 lapang pandang dan
dirata-ratakan.
Data dari struktur histologi dianalisis
dengan deskriptif kualitatif. Data
histomorfometri dari tebal lapisan korteks
dan medulla dianalisis dengan
memakai Uji T.
Hasil pengamatan struktur histologi
ovarium kambing peranakan etawah
disajikan pada Gambar 1. Struktur histologi
ovarium kambing peranakan etawah terdiri
dari 2 lapisan yaitu lapisan korteks dan
medulla.
Lapisan korteks berada pada bagian
lateral banyak ditemukannya berbagai
tahapan perkembangan folikel, folikel yang
atresi, folikel yang tumbuh sehat, dan
corpus albicans. Lapisan medulla yang
berada pada bagian medial, terdiri dari
jaringan ikat longgar dan banyak
ditemukan pembuluh darah dan saraf.
Ovarium kambing peranakan etawah
sacara mikroskopik memiliki karakteristik
histologi dan jumlah folikel dari berbagai
tahapan perkembangan folikel yang sangat
dinamis dengan jumlah yang bervariasi.
Hasil Perhitungan jumlah folikel dari
berbagai tahapan perkembangan folikel
ovarium kambing peranakan etawah
disajikan pada Table 1.
Tidak ada perbedaaan jumlah folikel
ovarium kanan dan kiri (P>0.05). Pada
ovarium dewasa kanan dengan ovarium
muda kanan tidak menunjukan perbedaan
yang signifikan (P>0.05), tidak ada
perbedaan jumlah folikel ovarium dewasa
kiri dengan ovarium muda kiri (P>0.05).
Struktur histologi folikel primer
(Gambar 2) terdiri dari oosit dikelilingi oleh
satu atau dua lapis sel granulosa yang
berbentuk kuboid. Folikel sekunder
tersusun dari oosit yang dikelilingi dua
sampai lima lapis atau lebih sel granulosa
berbentuk kuboid, dengan zona pelusida
tipis hingga sedikit menebal, dan
ditemukan sel-sel teka (Gambar 3).
Struktur histologi folikel tertier terdiri
dari oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel
granulosa berbentuk kuboid, terbentuknya
antrum folikuli sampai semakin membesar,
zona pelusida menebal, oosit mulai
bergerak ke bagian tepi hingga di tepi
(Gambar 4).
Struktur histologi corpus luteum
memiliki ciri sel-sel granulosa mengalami
pembesaran dengan bentuk yang tidak
beraturan, sel teka mengalami sedikit
pembesaran dan warna lebih gelap dari sel
granulosa lutein (Gambar 5).
Struktur histologi atresi folikel di tandai
dengan adanya sel-sel granulosa yang
mengalami piknotis dan luruhnya sel-sel
granulosa ke bagian antrum (Gambar 6).
Regresi corpus luteum, menyisakan
jaringan parut yang disebut corpus albicans
yang tersusun atas jaringan ikat kolagen
dengan beberapa jaringan fibroblast
(Gambar 7).
Gambar 2. Struktur histologi folikel primer kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), dewasa
kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel Granulosa, B. Oosit.
Gambar 3. Struktur histologi folikel sekunder kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1),
dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Sel granulosa C. Oosit
Gambar 4. Struktur histologi folikel tertier kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa
kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A.Sel teka B. Sel granulosa C. Antrum folikuli D.
Corona radiata E. Zona pelusida F. Oosit.
Gambar 5. Struktur histologi corpus luteum kambing PE (HE, 40x). Dewasa kanan (1) dan
dewasa kiri (2). Ket: A. Membran basal B. Sel granulosa lutein.
Gambar 6. Struktur histologi atresi folikel kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa
kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Membran basal C. Sel granulosa D.
Antrum folikel.
Gambar 7 Struktur histologi corpus albicans kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1),
dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Jaringan ikat kolagen B. Fibroblas
Tabel 2. Rataan hasil pengukuran ketebalan korteks dan medulla ovarium kambing peranakan
etawah
Lapisan Posisi Dewasa Muda
Korteks Kanan 3804.94±378.08aa 1239.42±387.77ab
kiri 3328.81±278.81aa 1073.52±201.16ab
Medulla
kanan 876.42±51.81xx 685.56±70.48xy
kiri 694.70±66.65xx 657.61±55.50xy
Ket: Huruf pertama yang berbeda pada satu kolom menunjukan berbeda nyata (P<0.05), huruf
pertama yang sama pada satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). Huruf kedua
yang berbeda pada satu baris menunjukan berbeda nyata (P<0.05), sedang huruf kedua yang
sama pada satu baris menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Histomorfometri ovarium kambing
peranakan etawah
Hasil pengukuran histomorfometri
ovarium kambing peranakan etawah
disajikan pada Tabel 2. Tidak ada
perbedaan ketebalan korteks dan medulla
ovarium kanan dan kiri (P>0.05).
sedang ovarium kambing PE dewasa
bagian korteks dan medulla lebih tebal
dibandingkan yang muda(P<0.05).
Struktur histologi ovarium peranakan
etawah relatif sama dengan hewan
ruminansia lainnya seperti sapi dan domba
Ovarium kambing
peranakan etawah terdiri dari dua lapisan
yaitu korteks dan medulla. Pada lapisan
korteks banyak ditemukan folikel,
sedang lapisan medulla ditemukan
pembuluh darah dan jaringan ikat longgar.
Ovarium kambing PE kiri dan kanan
mempunyai ketebalan yang sama.
Ketebalan ovarium kiri tidak berbeda
dengan yang kanan tetapi, pada yang
dewasa lebih tebal dibandingkan dengan
yang muda (P<0,05) Hal ini
dikarenakan inervasi saraf dan pembuluh
darah ke ovarium kanan dan kiri sama.
Hasil penelitian berbeda ditemukan pada
sapi aceh dimana ovarium kanan lebih
besar dibandingkan yang kiri,, hal ini disebabkan karena aktivitas
ovarium kanan dan kiri berbeda. Ketebalan
korteks dan medulla pada kambing PE
dewasa dengan yang muda ditemukan
perbedaan yang nyata (P<0.05). Hal ini
disebabkan besarnya ukuran ovarium
berkolerasi dengan umur dan ukuran tubuh
ternak. Perbedaan ukuran ovarium dapat
juga disebabkan umur dewasa dan sudah
pernah melahirkan,
Semakin besar ukuran ovarium maka
semakin besar aktivitasnya, hal ini
disebabkan sekresi hormon estrogen dan
progesterone yang mempunyai peranan
besar pada siklus estrus. Bertambahnya
umur dan jumlah anak yang dilahirkan,
tahapan siklus reproduksi, spesies akan
berpengaruh terhadap ukuran dan berat
ovarium.
Jumlah folikel yang tumbuh pada
ovarium kambing PE umur dewasa dan
muda tidak menunjukan perbedaan
(P>0.05). Hal ini disebabkan kambing
muda umur 5-12 bulan sudah memasuki
dewasa kelamin ,Struktur histologi ovarium kambing
PE yang diamati melalui perkembangan
folikel ditunjukan adanya folikel primordial
yang terdiri dari oosit dilapisi satu sel
granulosa dari berbentuk transisi antara
pipih dan kuboid hingga berbentuk pipih
. Folikel primordial
berkembang ditandai dengan adanya
perubahan dari satu lapis sel granulosa
berbentuk pipih menjadi oosit dikelilingi
satu sampai dua lapis sel granulosa
berbentuk kuboid pada tahap ini disebut
folikel primer (Gambar 2)
Folikel primer berkembang menjadi
folikel sekunder yang ditandai dengan
adanya dua sampai lima lapis sel granulosa,
bertambahnya diameter folikel, dan adanya
zona pelusida, dimana zona pelusida
merupakan suatu glikoprotein yang
disekresikan oleh oosit dan sel granulosa
(Gambar 3) ,Folikel
sekunder (folikel preantral) berkembang
menjadi folikel tertier yang ditandai dengan
adanya lima sampai lebih sel granulosa
berbentuk kuboid, zona pelusida semakin
menebal, memiliki antrum folikuli dan sel
theca (Gambar 4) z
Pada tahapan selanjutnya antrum folikuli
semakin membesar sehingga oosit terdesak
ke pinggir dan dinding folikel semakin
menipis kemudian menjadi stigma yang
akan robek saat ovulasi ,Pada ovarium dewasa ditemukan
corpus luteum sedang pada ovarium
muda tidak, hal ini disebabkan karena
perbedaan fase antara fase luteal dengan
folikuler, yang disebabkan semakin dewasa
umur ternak maka semakin optimal fungsi
organ reproduksi ,
Pada ovarium kambing PE juga
ditemukan atresi folikel yang ditandai
adanya sel-sel granulosa yang mengalami
piknotis dan luruhnya sel granulosa ke
antrum folikuli (Gambar 6). Atresi folikel
terjadi akibat kelebihan proses metabolik
pada folikel, dimana hasil metabolik yang
berlebihan akan bersifat racun pada sel-sel
folikel yang menyebabkan kematian sel-sel
folikel dan tidak dapat berkembang
Tidak ada perbedaan jumlah folikel
kanan dan kiri (P>0,05), tetapi jumlahnya
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
aktivitas ovarium kanan dan kiri sama
Distribusi
perkembangan setiap folikel pada ovarium
tidak sama, folikel primer banyak
ditemukan pada bagian korteks ovarium,
sedang untuk folikel sekunder
berkembang kearah medulla. sedang
folikel tertier kembali mengarah ke korteks,
karena ada oosit yang hampir matang
yang nantinya akan siap di ovulasi.
Keadaan ini sama ditemukan pada kancil
Struktur histologi ovarium kambing
peranakan etawah terdiri atas dua lapisan
yaitu korteks dan medulla, dengan tahapan
perkembangan, folikel primer, folikel
sekunder, foliker tertier, corpus luteum,
atresi folikel dan corpus albicans. Medulla
terdiri dari jaringan ikat longgar dan banyak
ditemukan pembuluh darah dan saraf.
Tidak ada perbedaan (P>0.05)Pketebalan
korteks dan medulla ovarium kanan dan
kiri. Ketebalan korteks dan medulla
kambing Peranakan Etawah dewasa lebih
tebal ,(P<0.05) dibandingkan dengan yang
muda
Penelitian mengenai produktivitas induk kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui dan mengkaji produktivitas induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing.
Metode penelitian memakai metode survey. Pengumpulan data primer dan data sekunder
dilakukan melalui laporan tahunan, studi literatur serta wawancara kepada koordinator dan pegawai
Taman Ternak Kaligesing. Pemilihan sampel ternak dilakukan dengan metode purposive sampling
yaitu memilih indukan yang sudah beranak minimal dua kali. Parameter yang diamati diantaranya litter
size, bobot sapih, umur pertama dikawinkan, service per conception (S/C), selang beranak dan masa
kosong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa litter size 1,17 ekor, bobot sapih 10,4 kg, umur pertama
dikawinkan 13,5 bulan, S/C 1 kali, selang beranak 9,7 bulan dan masa kosong 4 bulan. Dengan
demikian secara umum produktivitas induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing sudah baik
berdasarkakan parameter bobot sapih, S/C, umur pertama dikawinkan dan selang beranak, namun pada
litter size dan masa kosong masih perlu perbaikan manajemen.
Kebutuhan warga akan protein hewani
senantiasa mengalami peningkatan dengan
bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke
tahun. Ternak kambing menduduki peranan
penting dalam sistem usaha pertanian di
Indonesia, hal ini didukung dari data populasi
kambing di Indonesia yang terus meningkat
disetiap tahunnya. Populasi kambing di Jawa
Tengah pada tahun 2019 sebesar 4.084.301 ekor
atau mengalami peningkatan sebesar 147.288
ekor dibanding tahun 2018 (BPS, 2021). Bangsa
kambing yang populer dikalangan petani-
peternak di Jawa Tengah adalah kambing
Peranakan Etawah (PE). Populasi terbesar
kambing PE di Jawa Tengah salah satunya adalah
di Kabupaten Purworejo yang terpusat di
Kecamatan Kaligesing. Data populasi kambing
PE di Kecamatan Kaligesing yang dirilis oleh
BPS Kabupaten Purworejo, klaster pertanian
pada tahun 2018 berjumlah 36.356 ekor.
Kecamatan Kaligesing merupakan salah satu
wilayah yang memiliki jumlah populasi kambing
PE terbanyak di Provinsi Jawa Tengah.
Kambing PE merupakan hasil persilangan
antara kambing Etawah dari India dengan
kambing Kacang dengan 50% lebih tinggi
kambing Etawah. Kambing PE cukup potensial
dikembangkan sebagai penyedia daging dan susu
Kambing PE yang
disilangkan dengan kambing lokal mempunyai
produktivitas dan beberapa sifat unggul yaitu
mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis.
Produktivitas merupakan kemampuan ternak
kambing untuk menghasilkan produksi dari tiap
periode yang ditentukan, meliputi litter size,
bobot sapih, service per conception, umur
pertama dikawinkan, kidding interval, periode
kosong
Perkembangan ternak kambing PE di
Indonesia sebagian besar berskala kecil dan
berada di peternakan rakyat. Adapun perusahaan
berskala besar masih sangat terbatas. Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Taman Ternak
Kaligesing Balai Budidaya dan Pembibitan
Ternak Terpadu (BBPTT) Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah
merupakan usaha pengembangan dan
pembibitan kambing PE. Pentingnya data
produktivitas induk kambing PE yang lengkap
dapat membantu petugas UPT bahkan
warga untuk mengetahui kemampuan
produksi dan reproduksi induk kambing PE serta
berdasar dari data tersebut nantinya dapat
dijadikan dasar untuk proses seleksi induk
kambing PE . berdasar hal
tersebut, perlu dikaji lebih dalam dan mencari
solusi terkait produktivitas induk kambing PE di
Taman Ternak Kaligesing.
Materi dan Metode
Ternak yang dipakai adalah induk
kambing PE berjumlah 133 ekor, berlokasi di
Taman Ternak Kaligesing, Balai Budidaya dan
Pembibitan Ternak Terpadu, Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah.
Penelitiain dimulai pada tanggal 5 Oktober
sampai 5 Desember 2020. pertimbangan
pemilihan lokasi penelitian adalah Taman Ternak
Kaligesing merupakan pusat pembibitan
kambing PE di Provinsi Jawa Tengah. Metode
penelitian memakai metode survey. Data
primer dan data sekunder yang dikumpulkan
berasal dari buku laporan tahunan, studi literatur
serta wawancara kepada kordinator dan seluruh
pegawai Taman Ternak Kaligesing. Pemilihan
sampel ternak dilakukan dengan metode
purposive sampling yaitu memilih indukan
kambing PE dengan kriteria minimal sudah
beranak sebanyak dua kali. Parameter yang
diamati meliputi litter size, bobot sapih, service
per conception, selang beranak dan masa kosong.
Data yang terkumpul selanjutnya dihitung
memakai softwere microsoft excel 2010 dan
dianalisis secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan
Produktivitas Induk Kambing PE di Taman
Ternak Kaligesing
Produktivitas induk dapat dilihat dari
kemampuan induk dalam menghasilkan
anak/cempe dengan berat badan tertentu. Jumlah
induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing
adalah 133 ekor (data pada bulan November
2020). Produktivitas induk kambing PE di
Taman Ternak Kaligesing selengkapnya tersaji
pada Tabel 1.
Litter size atau jumlah anak sekelahiran
yang dihasilkan oleh induk kambing PE dalam
penelitian ini adalah 1,17 ekor, dengan rerata
induk beranak tunggal. Produktivitas kambing
kelahiran tunggal lebih tinggi dibanding lahir
kembar. Kelahiran kembar dipengaruhi oleh
faktor genetik ternak yang diwariskan oleh tetua
kepada keturunnya. Litter size berkorelasi positif
dengan produktivitas induk. Semakin tinggi litter
size, semakin tinggi produktivitas induk. Litter
size yang tinggi diikuti dengan tingginya
kematian cempe yang baru lahir dan rendahnya
bobot lahir cempe. Litter size dalam penelitian ini
umumnya termasuk kategori rendah, terutama
jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain
yaitu kambing PE di Kecamatan Cimalaka dan
Paseh masing-masing 2,13±0,5 dan 1,75±0,6
Penelitian serupa juga
melaporkan kambing PE yang dipelihara oleh
peternak penerima bantuan program rehabilitasi
sumber penghidupan di Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Klaten, Jawa
tengah menunjukkan litter size 1,7 ekor
Kambing PE di CV.
Agriranch Desa Giripurno, Kecamatan Karang
Ploso Kabupaten Malang yang mempunyai suhu
lingkungan 26-27℃ dan dikawinkan secara
alami menunjukkan litter size 1,80±0,64 ekor
Litter size kambing PE
pada varietas pertama dan kedua di Kota Metro
masing-masing 1,41±0,50 dan 1,56±0,50 ekor
. Tinggi rendahnya liter size
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik,
umur induk, pengaruh jantan, bobot induk,
lingkungan, tingkat konsumsi pakan dan
pemberian pakan dengan tingkat nutrisi yang
lebih tinggi pada saat menjelang ovulasi akan
meningkatkan jumlah ovum yang di ovulasikan
Jumlah anak sekelahiran yang tinggi sangat
diharapkan dan termasuk sebagai salah satu
sasaran dari rencana pemuliaan yang mengarah
pada produksi secara keseluruhan untuk
menghasilkan produk (susu dan daging). Jumlah
anak per kelahiran dapat diusaha kan dengan cara
persilangan yang tepat memakai jenis
kambing yang unggul. Induk dan cempe kambing
PE yang dihasilkan Taman Ternak Kaligesing
tersaji pada Gambar 1.
Bobot sapih yang dihasilkan oleh induk
kambing PE dalam penelitian ini adalah 10,4 kg.
Cempe di Taman Ternak Kaligesing disapih pada
umur 120 hari. Semakin tinggi berat sapih,
semakin tinggi produktivitas induk. Bobot sapih
dalam penelitian ini umumnya termasuk kategori
tinggi, terutama jika dibandingkan dengan hasil
penelitian lain yaitu bobot sapih kambing PE
jantan 9,14, dan betina 8,97 kg zBobot sapih anak kambing PE dari dua
sistem perkawinan yaitu jantan dan betina
masing-masing 11,7±1,83 dan 11.5 ±2.18 kg
dengan rerata 11,06±2,00 kg ,Berat sapih berhubungan dengan litter
size (jumlah anak sekelahiran). Peningkatan litter
size berkorelasi dengan penurunan berat lahir
yang pada akhirnya akan menghasilkan berat
sapih yang rendah ,Faktor
lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap
performa ternak salah satunya faktor pakan.
Semakin tinggi kandungan pakan yang diberikan
maka ternak akan mencapai bobot yang
maksimal ketika disapih. Berat sapih menjadi
indikator kemampuan induk untuk menghasilkan
susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan
susu dan tumbuh.
Umur pertama kawin adalah umur dimana
induk pertama kali dikawinkan dan dinyatakan
dalam satuan bulan atau hari. Rerata umur
pertama dikawinkan kambing PE di Taman
Ternak Kaligesing adalah 13,5 bulan atau 405
hari. Umur pertama kawin dalam penelitian ini
umumnya termasuk kategori normal, terutama
jika dibandingkan dengan umur pertama kawin
kambing PE di Kecamatan Paseh yaitu
13,26±3,39 bulan ,
Kambing PE di kelompok ternak Pangestu Desa
Kemirikebo Kecamatan Turi Kabupaten Sleman
Yogyakarta sebanyak 74,73% dikawinkan pada
umur 12 bulan , Umur
pertama kawin kambing PE adalah 403,22 hari
,Tujuan
mengatuhui umur pertama kawin adalah untuk
menjaga produktivitas ternak, sehingga pada saat
dikawinkan ternak sudah mendekati masa
dewasa tubuh. Kambing betina mencapai dewasa
kelamin umur 8 sampai 9 bulan, namun baru
dapat dikawinkan pada umur 12 bulan ,Umur yang ideal untuk pertama kali
dikawinkan adalah 12 bulan. Hal ini dikarenakan
pada umur 12 bulan alat reproduksi pada
kambing PE sudah sempurna, dan hasil survey
dilapangan cempe yang dilahirkan juga memiliki
perkembangan lebih bagus daripada induk
kambing PE yang dikawinkan pada umur yang
masih muda.
Service per conception (S/C) atau jumlah
perkawinan per kebuntingan merupakan faktor
yang mempengaruhi efisiensi reproduksi dan
nilai yang terbaik adalah satu. berdasar hasil
penelitian, rerata S/C di Taman Ternak
Kaligesing adalah satu kali. Semakin rendah nilai
S/C, semakin tinggi kesuburan ternak induk.
Service per conception dalam penelitian ini
umumnya termasuk kategori normal, terutama
jika dibandingkan dengan kambing PE di
kelompok ternak Pangestu Desa Kemirikebo
Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta
yaitu 1,14 ± 0,46 kali
Service per conception kambing PE adalah 1,95
kali ,Service per
conception kambing PE di Lembang Gononiti
Farm dari umur 1,5 sampai 5 tahun adalah 1
sampai 1,41 kali ,Semakin kecil
angka kawin per kebuntingan menunjukkan
koefisien sistem perkawinwn yang dilakukan
oleh peternak semakin baik. Nilai S/C yang
rendah dalam penelitian ini disebabkan sebagian
besar sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan
adalah sistem koloni, sehingga ketika induk
minta kawin maka segera terdeteksi oleh jantan
dalm kandang yang sama yang mengakibatkan
S/C yang dihasilkan juga rendah. Hasil ini sesuai
seperti yang dilaporkan bahwa kambing yang
dikandangkan dengan sistem koloni
menghasilkan S/C yang lebih baik yaitu satu kali
, Calon induk jantan dan
betina dari hasil seleksi yang baik juga
meningatkan persentase kebuntingan.
Selang beranak adalah selang waktu
yang dihitung mulai dari beranak sampai dengan
beranak kembali. Semakin pendek waktu selang
beranak maka akan semakin tinggi produktivitas
induk. Rerata selang beranak di Taman Ternak
Kaligesing adalah 9,7 bulan. Rerata tersebut
sudah sukup baik karena dalam waktu 2 tahun
mendapat 2 kali beranak, meskipun produktivitas
terbaik adalah 3 kali beranak pada waktu 2 tahun.
Selang beranak dalam penelitian ini umumnya
termasuk kategori tinggi, terutama jika
dibandingkan dengan selang beranak kambing
PE 8,6 bulan ,Penelitian lain
juga menunjukkan kambing PE memiliki selang
beranak 7,16 bulan , Lama
periode perkawinan tergantung dari seberapa
cepat induk bunting kembali setelah beranak,
yang pada gilirannya tergantung pada timbulnya
kembali siklus estrus. Kondisi yang demikian
dipengaruhi oleh bangsa dan beberapa faktor
lingkungan.
Masa kosong merupakan waktu yang
dihitung mulai beranak sampai dengan bunting
kembali. Semakin singkat masa kosong, semakin
tinggi produktivitas induk. Rerata masa kosong
induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing
adalah 4 bulan atau 120 hari, artinya waktu empat
bulan setelah beranak akan bunting kembali.
Masa kosong dalam penelitian ini umumnya
termasuk kategori normal, terutama jika
dibandingkan dengan hasil penelitian lain yaitu
kambing PE menunjukkan masa kosong selama
110,09 hari , Kambing PE
di kelompok ternak Pangestu Desa Kemirikebo
Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta
menunjukkan masa kosong 128,62 ±46,9 hari
Masa kosong kambing PE
yang optimal adalah 90 sampai 120 hari. Bila
masa kosong melebihi 120 hari pada kambing PE
betina menunjukkan telah terjadi kelainan
reproduksi
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
secara umum produktivitas induk kambing PE di
Taman Ternak Kaligesing sudah baik
berdasarkakan parameter bobot sapih, S/C, umur
pertama dikawinkan dan selang beranak, namun
pada litter size dan masa kosong masih perlu
perbaikan manajemen.
Produktivitas kambing sangat
dipengaruhi oleh daya reproduksi yang
dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
efesiensi reproduksi adalah lamanya
siklus reproduksi, yang meliputi tahap
birahi, fertilisasi, kebuntingan, dan
diakhiri dengan kelahiran. tahap birahi
merupakan tahap yang harus
diperhatikan, karena ini menjadi proses
awal dari siklus reproduksi. bila tahap
birahi mengalami gangguan, maka akan
terjadi keterlambatan dalam keseluruhan
siklus reproduksi. tahap birahi yang baik
akan menunjukkan gejala yang jelas
dengan siklus yang normal dan teratur
Satu siklus birahi terbagi menjadi
empat tahap , yaitu: proestrus, estrus,
metestrus, dan diestrus , siklus
birahi dibedakan menjadi dua tahap yaitu
tahap folikular, yaitu masa perkembangan
folikel mulai dari folikel primer,
sekunder, tersier sampai folikel de Graaf
(tahap ini meliputi proestrus dan estrus).
tahap luteal yaitu tahap setelah terjadinya
ovulasi hingga terbentuk dan
berfungsinya korpus luteum (tahap ini
meliputi metestrus dan diestrus).
Kambing betina yang sedang birahi
akan memperlihatkan gejala diantaranya
selalu gelisah, mengembik terus,
mengibas-kibaskan ekornya, vulva
membengkak, dan keluar lendir dari
vagina, dan terkadang muncul perilaku
menaiki temannya ,
Namun tanda-tanda ini tidak
selalu muncul dengan jelas pada saat
kambing birahi. Terkadang kambing
mengalami kondisi anestrus, yaitu tidak
tampaknya tanda-tanda birahi. Kondisi
silent estrus, subestrus, hipoestrus semua
menunjukkan tingkat kelemahan tanda-
tanda estrus, yang mengakibatkan
perpanjangan jarak antar dua kelahiran
anak. Hal ini yang menjadi salah satu
sebab rendahnya efisiensi reproduksi
Kondisi birahi yang baik yang
ditandai dengan munculnya gejala yang
jelas dengan siklus yang normal, sangat
dipengaruhi oleh keseimbangan
hormon-hormon reproduksi dan secara
tidak langsung juga dipegaruhi oleh
kadar hemoglobin kambing ini .
Sesuai dengan pendapat McDowell
(1972) bahwa pada seekor sapi betina
kadar hemoglobin dibawah 9,8 g/100
ml darah menyebabkan tidak timbulnya
gejala birahi dan perkawinan berulang.
Sapi betina dengan kadar hemoglobin
10,6 gm/100 ml darah akan
menunjukkan penampilan reproduksi
yang normal, tetapi sapi betina dengan
kadar hemoglobin kurang 9,0 g/100 ml
darah tidak menunjukkan tanda-tanda
birahi ,
Hemoglobin adalah molekul yang
sangat komplek, yang terbentuk dari
empat molekul heme yang
berkombinasi dengan satu molekul
globin ,Hemoglobin merupakan protein
heme yang mengandung besi serta
mempunyai peranan penting dalam
fisiologi vertebrata hemoglobin adalah senyawa
protein komplek yang terdiri dari zat
besi (C3032 H4816 O872 N780 S8 Fe4) yang
mempunyai ikatan kuat dengan oksigen
dan membentuk oksihemglobin.
() menyatakan bahwa hemoglobin
adalah protein yang kaya akan zat besi
dan memiliki afinitas (daya gabung)
dengan oksigen untuk membentuk
oksihemoglobin didalam sel darah
merah, dimana melalui fungsi ini maka
oksigen dibawa dari paru-paru ke
jaringan jaringan.
Hemoglobin pada vertebrata melalukan
2 fungsi pengangkutan penting (1)
pengangkutan oksigen, dan (2)
pengangkutan karbondioksida dan
berbagai proton dari jaringan ke organ
respirasi, selanjutnya diekresi keluar
ternak
didaerah tropis sering mengalami kadar
hemoglobin yang rendah, kemungkinan
disebabkan karena kekurangan mineral,
adanya parasit, dan juga karena stres
yang disebabkan oleh panas. Padahal
hemoglobin yang rendah bisa menjadi
faktor yang menentukan tingkat
reproduksi ternak didaerah tropis.
Berdasarkan hal ini perlu
kiranya dilakukan identifikasi terhadap
kadar hemoglobin darah kambing betina
yang normal pada saat birahi, sehingga
bisa memperlihatkan gejala birahi yang
jelas dengan siklus yang normal dan
teratur.
Bahan dan Metode
Materi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 10 ekor kambing PE
(Peranakan Etawa) betina, dengan berat
badan 40,05 ± 2,67 kg. Pakan yang
diberikan berupa hijauan (rumput
Gajah) sebanyak 5 kg/ekor/ hari atau
setara dengan 0,72 kg BK. Total pakan
yang diberikan adalah 1,77 kg BK, yaitu
sekitar 4 dari bobot badan kambing.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain PGF2α (merek Glandin
N buatan Lohlann Animal Health) yang
mengandung 5 mg dinprost/1 ml,
alkohol, kapas, es batu, label, HCl 0,1
N, aquadestilata, air. Alat-alat yang
digunakan antara lain: Spuit, vacutainer
yang sudah diberi 0,5 g anti koagulan
EDTA (ethylene diamin tetra acetic acid),
Hemoglobinometer (yang terdiri dari
tabung sahli, pipet sahli, standart warna
sahli), gelas ukur, pipet tetes, tali.
Penelitian dilaksanakan dengan metode
studi kasus, yaitu cara pemecahan
masalah yang dilakukan secara intensif,
terperinci, mendalam terhadap suatu
objek atau gejala tertentu . Pengambilan sampel dilakukan
dengan purposive sampling, dimana
pemilihan sampel didasarkan pada
kriteria-kriteria, antara lain: pernah
beranak, bobot badan antara 35-45 kg,
tidak dalam kondisi birahi atau bunting,
dipelihara secara intensif (terisolasi dari
pejantan). Dalam penelitian ini untuk
materi kontrol digunakan pendekatan
literatur. Agar terjadi berahi secara
bersamaan maka dilakukan sinkronisasi
birahi dengan penyuntikan PGF2α
secara intra muscular (im), yang diberikan
2 kali dengan selang 11 hari atau hari
ke-12 setelah penyuntikan pertama, hal
ini sesuai dengan laporan Tambing et
al.(2001). Untuk analisis kadar
hemoglobin darah memakai
metoda Sahli. Parameter penelitian
meliputi: (1). Kadar hemoglobin darah,
(2) Gejala birahi dan (3) Siklus birahi.
Data yang diperoleh berupa kadar
hemoglobin darah dihitung rata-rata dan
standart deviasi, dan kemudian dianalisis
secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan
Kadar hemoglobin darah
Dari hasil analisis kadar hemoglobin
dalam darah kambing betina adalah
antara 11,30 – 12,20 g/100 ml. Kadar
hemoglobin ini termasuk dalam kategori
normal. Sesuai dengan pendapat
Siegmund (1979) bahwa kadar
hemoglobin dalam darah kambing yang
normal adalah 8-14 g/100 ml darah.
Kadar hemoglogin dalam darah sangat
dipengaruhi oleh pakan dan juga
lingkungan. Kadar hemoglobin yang
rendah, kemungkinan disebabkan
karena kekurangan mineral, adanya
parasit, dan juga karena stress yang
disebabkan oleh panas . Kekurangan zat besi, vitamin E,
dan vitamin B6 dalam pakan dapat
menyebabkan penurunan produksi
hemoglobin Kadar
hemoglobin dalam darah antara 11,30 –
12,20 g/100 ml (normal), dapat
diartikan bahwa kambing ini
dalam kondisi yang sehat. Hal ini
dipengaruhi oleh pakan yang diberikan
secara rasional, yaitu sudah memenuhi
kebutuhan nutrisi kambing baik secara
kualitas maupun secara kuantitas,
terutama sudah memenuhi kebutuhan
protein dan mineral (besi) yang sangat
dibutuhkan dalam pembentukan sel
darah merah dan hemoglobin dalam
sumsum tulang. Selain itu lingkungan
yang serasi dan tidak adanya ganggunan
parasit (seperti cacing dan caplak), serta
ketinggian tempat juga mempengaruhi
kadar hemoglobin. Semakin tinggi
tempat maka kandungan oksigen
semakin sedikit, sehingga dibutuhkan
produksi hemoglobin oleh sumsun
tulang yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan oksigen jaringan
Pada penelitian ini kambing yang
digunakan sebagai sampel berada pada
ketinggian ± 500 m dpl. Hasil
pengamatan tanda-tanda birahi setelah
perlakuan sinkronisasi birahi dengan
penyuntikan PGF-2α tertuang dalam
Tabel 1, sedangkan hasil analisis kadar
hemoglobin darah kambing PE betina
dalam kondisi birahi disajikan dalam
Tabel 2.
Gejala birahi
Kambing PE betina dengan kadar
hemoglobin 11,30 –12,20 g/100 ml
darah pada saat birahi, ternyata mampu
menunjukkan gejala birahi yang jelas.
Gejala yang muncul antara lain gelisah,
mengembik terus, mengibas-kibaskan
ekornya, vulva membengkak, dan keluar
lendir dari vagina. Gejala birahi pada
kambing sangat dipengaruhi oleh
keseimbangan hormon-hormon
reproduksi, khususnya kandungan
estrogen dalam darah yang dihasilkan
oleh folikel yang berkembang didalam
ovarium. Hormon estrogen paling
banyak diproduksi oleh kelenjar
ovarium, sehingga kadar estrogen dalam
darah dipengaruhi oleh aktifitas
fisiologis dalam ovarium. bila
aktifitas fisiologis ovarium terganggu
maka akan mempengaruhi produksi
hormon estrogen, yang berdampak pada
rendahnya kadar estrogen dalam darah.
Hal ini yang dapat mengakibatkan tidak
munculnya tanda-tanda dan tingkah
laku birahi.
Aktifitas fisiologis ovarium ini sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen
dalam jaringan ovarium, dimana oksigen
adalah suatu unsur yang selalu
dibutuhkan oleh sel dalam metabolisme
dalam sel , Sehingga
oksigen harus selalu tersedia untuk
seluruh jaringan tubuh. bila kadar
hemoglobin dalam darah normal, maka
oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
(termasuk ovarium) akan terpenuhi,
sehingga aktifitas fisiologis akan berjalan
dengan baik, termasuk dalam
memproduksi estrogen. Ketersediaan
oksigen dalam jaringan (ovarium) ini
dipengaruhi oleh kadar hemoglobin
darah dimana fungsi dari hemoglobin
adalah mengangkut oksigen dari paru-
paru keseluruhan jaringan
Siklus birahi
Dalam penelitian ini siklus birahi dari
kambing PE betina dengan kadar
hemoglobin darah 11,30 – 12,20 g/100
ml adalah 20 hari dan ini termasuk
dalam kategori normal, sesuai dengan
pendapat bahwa kambing
akan mengalami birahi setiap selang
waktu 18-22 hari. Panjang siklus birahi
dipengaruhi oleh lama waktu dari tiap
tahap birahi yang meliputi proestrus,
estrus, metestrus dan diestrus.
Dari hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kadar hemoglobin
dalam darah kambing PE betina pada
saat birahi adalah 11,30-12,20 g/100 ml
darah, dimana kambing dengan kadar
hemoglobin ini mampu
menunjukkan gejala birahi yang jelas
dengan jarak antar birahi (siklus birahi)
yang normal yaitu 20 hari. Untuk
mengetahui status kesehatan ternak
kambing dan juga untuk memperkirakan
penampilan reproduksiya khususnya
pada tahap birahi, dapat dilakukan
dengan mengetahui kadar hemoglobin
dalam darah kambing ini . bila
terjadi kadar hemoglobin di bawah
normal, maka dianjurkan untuk
diberikan pakan yang lebih rasional,
pengendalian terhadap parasit yang
kemungkinan menjadi penyebab
rendahnya kadar hemoglobin dan
menciptakan lingkungan yang serasi
pada kambing.