Rabu, 12 Februari 2025

ternak kambing 8


 



Penelitian histomorfometri ovarium kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilakukan.  Sebanyak 

64 ovarium kiri dan kanan dari kambing PE umur dewasa (12-36 bulan) dan muda (5-12 bulan) diambil 

dari Rumah Potong Hewan Kampung Jawa di Denpasar. Selanjutnya dibuat preparat histologi dan 

diwarnai dengan metode Harris - Hematoksilin Eosin. Hasil penelitian menunjukan struktur histologi 

ovarium terdiri dari lapisan korteks dan medulla. Pada lapisan korteks ditemukan perkembangan folikel 

dan pada lapisan medulla ada  pembuluh darah, jaringan ikat longgar dan saraf. Tidak ada perbedaan 

jumlah folikel pada kambing dewasa dan muda. Tidak ada perbedaan (P>0,05) korteks maupun medulla 

ovarium kanan dan kiri.  Korteks dan medulla ovarium kambing PE dewasa lebih tebal (P<0,05) 

dibandingkan muda. 


Kambing merupakan salah satu hewan 

ternak yang dipelihara di pedesaan dan 

perkotaan, baik di dataran rendah maupun 

dataran tinggi di Indonesia. Populasi 

kambing semakin banyak, ditinjau dari segi 

jenisnya: salah satunya adalah kambing 

peranakan etawah sebagai tipe pedaging 

dan produksi susu ,

Kambing dipelihara dengan kepemilikan 

dua sampai lima ekor Pertumbuhan populasi 

menunjukan angka yang terus meningkat 

sebesar (3,3%)  

Peternakan kambing di Indonesia 

memiliki potensi yang cukup besar untuk 

dikembangkan. Dengan adanya potensi 

ini , memicu peternak untuk beternak 

kambing dengan melakukan peningkatan 

dari segi manajemen pemeliharaan 

terutama pada manajemen reproduksi.  

Peternakan kambing di Bali kebanyakan 

memakai  sistem perkawinan alami 

untuk meningkatkan produksi, sehingga 

peternakan diharuskan memiliki bibit 

unggul baik dari pejantan maupun dari 

betina. 

Pengetahuan tentang reproduksi pada 

kambing khususnya peranakan etawah di 

Bali masih terbatas dan penting diketahui 

oleh peternak karena erat kaitannya dengan 

pengembangan suatu ternak.  Tanpa 

pengetahuan tentang reproduksi maka, 

usaha -usaha  budidaya dan pengembangan 

suatu ternak dipastikan tidak akan berhasil 

Pertimbangan penilaian sistem 

reproduksi adalah menetapkan status 

reproduksi dan mengevaluasi siklus birahi 

hewan.  Penyimpangan atau kelainan 

reproduksi dipredisposisi oleh umur.  

Semakin tua umur hewan, maka kelainan 

reproduksi semakin sering terjadi 

Organ reproduksi kambing jantan dan 

betina berperan penting untuk keberhasilan 

mempertahankan suatu keturunan dan 

keanekaragaman agar tidak punah.  

Kualitas organ reproduksi ditentukan oleh 

struktur dan morfologi yang akan berkaitan 

dengan status fisiologis.  Sifat-sifat 

reproduksinya sangat penting terkait 

dengan dewasa kelamin, tingkah laku 

kawin terutama karakteristik organ 

reproduksi betina.  Informasi ini  

merupakan dasar yang seharusnya 

diketahui dalam usaha  untuk 

mengembangkan dan menghindari 

kepunahan kambing ,

Organ reproduksi kambing betina 

terdiri dari ovarium, tuba fallopi, oviduct, 

uterus, vagina, serviks, vulva, klitoris.  

Salah satu organ reproduksi kambing 

peranakan etawah betina yang sangat 

penting adalah ovarium.  Ovarium 

merupakan organ primer dan sangat 

penting pada betina.  Ovarium sebagai 

kalenjar eksokrin dan endokrin yang 

menghasilkan ovum (sel telur) dan 

mensekresi hormon progesteron dan 

estrogen, dimana hormon ini sangat penting 

dan bertanggung jawab untuk proses 

reproduksi ,

Sejauh ini belum ada kajian 

histomorfometri organ reproduksi 

khususnya ovarium kambing peranakan 

etawah. Sehingga perlu dilakukan 

penelitian yang dapat memberikan 

informasi tentang struktur histologi beserta 

ukurannya. 

 Sampel ovarium yang dipakai  

dalam penelitian ini diambil dari kambing 

peranakan etawah di pemotongan hewan 

Kampung Jawa Denpasar.  Sampel yang 

dipakai  dibedakan atas umur dewasa 

(12-36 bulan), muda (5- 12 bulan)  dan ovarium kanan 

dan kiri. Sehingga seluruh sampel yang 

diambil berjumlah 64. Sampel dimasukan 

ke dalam botol yang berisi larutan formalin 

10% yang telah diberikan label. 

Jenis penelitian yang dilakukan adalah 

jenis penelitian dengan metode deskriptif. 

Rancangan penelitian memakai  

rancangan acak lengkap pola faktorial 

memakai  dua faktor umur (dewasa dan 

muda) dan posisi (kanan dan kiri). 

Penentuan jumlah sampel memakai  

rumus Federer (1977) (n-1)(t-1)>15 

sehingga diperoleh hasil n=16. Hasil 

diperoleh dari pengamatan struktur 

histologi dan pengukuran ketebalan lapisan 

korteks dan medulla ovarium kambing PE. 

Sampel yang telah diambil selanjutnya 

difiksasi ke dalam formalin 10% kemudian 

diproses di Laboratorium Patologi Balai 

Besar Veteriner Denpasar. Metode yang 

dipakai  dalam pembuatan sediaan 

histologi, mengikuti metode yang 

dilakukan Metode 

ini  dilakukan dengan cara: 

memasukan sampel ke dalam aquades I dan 

II kemudian didehidrasi dan diclearing 

dengan satu sesi larutan formalin 10% I, 

formalin 10 % II, formalin 10% III, alkohol 

70%, alkohol 96 %, alkohol absolute I, 

alkohol absolute II, alcohol absolut III, 

xylol I, xylol II, xylol III, toluene I, toluene 

II, toluene III, paraffin cair selama ±23 jam, 

selanjutnya dibloking memakai  alat 

embedding set yang sudah dituangi paraffin 

dan didinginkan selama ± 30 menit di 

dalam lemari es. Lalu diseksioning dengan 

mikrotom setebal ± 3-4 mikron dan 

diletakkan pada objek gelas, sehingga 

jaringan menempel dengan sempurna, 

kemudian dilakukan pewarnaan 

hematoksilin eosin. 

Metode Harris-Hematoksilin Eosin 

melalui cara direndam dalam xylol I, II, III 

masing - masing selama 5 menit, kemudian 

direndam dalam alkohol absolut I dan II 

masing - masing selama 5 menit. Setelah itu 

direndam dalam aquadest selama 1 menit 

lalu direndam dalam Harris-Hematoksilin 

selama 15 menit, kemudian direndam 

dalam aquadest selama 1 menit dan 15 

menit. Setelah itu direndam dalam eosin 

selama 2 menit yang dilanjutkan dengan 

direndam dalam alkohol 96% I selama 3 

menit, alkohol 96% II selama 3 menit, dan 

alkohol absolut III dan IV masing- masing 

selama 3 menit kemudian preparat dibilas 

dengan xylol I dan II masing-masing 

selama 5 menit. Tahapan terakhir yaitu 

memakai  kanada balsam berisi 

entellan sebagai perekat (mounting) dan 

didiamkan hingga kering. 

 

Hasil diperoleh dari pengamatan 

struktur histologi dan pengukuran 

ketebalan lapisan korteks dan medulla. 

Pengamatan struktur histologi 

memakai  zeiss teaching mikroskop, 

pembesaran lensa objektif 10x, 40x, dan 

100x.  Pengukuran histomorfometri 

dilakukan dengan pembesaran 10x dan 

dilakukan pada 5 lapang pandang dan 

dirata-ratakan. 

Data dari struktur histologi dianalisis 

dengan deskriptif kualitatif. Data 

histomorfometri dari tebal lapisan korteks 

dan medulla dianalisis dengan 

memakai  Uji T. 


Hasil pengamatan struktur histologi 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Gambar 1. Struktur histologi 

ovarium kambing peranakan etawah terdiri 

dari 2 lapisan yaitu lapisan korteks dan 

medulla.

Lapisan korteks berada pada bagian 

lateral banyak ditemukannya berbagai 

tahapan perkembangan folikel, folikel yang 

atresi, folikel yang tumbuh sehat, dan 

corpus albicans. Lapisan medulla yang 

berada pada bagian medial, terdiri dari 

jaringan ikat longgar dan banyak 

ditemukan pembuluh darah dan saraf. 

Ovarium kambing peranakan etawah 

sacara mikroskopik memiliki karakteristik 

histologi dan jumlah folikel dari berbagai 

tahapan perkembangan folikel yang sangat 

dinamis dengan jumlah yang bervariasi. 

Hasil Perhitungan jumlah folikel dari 

berbagai tahapan perkembangan folikel 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Table 1. 

Tidak ada perbedaaan jumlah folikel 

ovarium kanan dan kiri (P>0.05). Pada 

ovarium dewasa kanan dengan ovarium 

muda kanan tidak menunjukan perbedaan 

yang signifikan (P>0.05), tidak ada 

perbedaan jumlah folikel ovarium dewasa 

kiri dengan ovarium muda kiri (P>0.05).

 

Struktur histologi folikel primer 

(Gambar 2) terdiri dari oosit dikelilingi oleh 

satu atau dua lapis sel granulosa yang 

berbentuk kuboid. Folikel sekunder 

tersusun dari oosit yang dikelilingi dua 

sampai lima lapis atau lebih sel granulosa 

berbentuk kuboid, dengan zona pelusida 

tipis hingga sedikit menebal, dan 

ditemukan sel-sel teka (Gambar 3). 

Struktur histologi folikel tertier terdiri 

dari oosit dilapisi lebih dari lima lapis sel 

granulosa berbentuk kuboid, terbentuknya 

antrum folikuli sampai semakin membesar, 

zona pelusida menebal, oosit mulai 

bergerak ke bagian tepi hingga di tepi 

(Gambar 4).  

Struktur histologi corpus luteum 

memiliki ciri sel-sel granulosa mengalami 

pembesaran dengan bentuk yang tidak 

beraturan, sel teka mengalami sedikit 

pembesaran dan warna lebih gelap dari sel 

granulosa lutein (Gambar 5). 

Struktur histologi atresi folikel di tandai 

dengan adanya sel-sel granulosa yang 

mengalami piknotis dan luruhnya sel-sel 

granulosa ke bagian antrum (Gambar 6). 

Regresi corpus luteum, menyisakan 

jaringan parut yang disebut corpus albicans 

yang tersusun atas jaringan ikat kolagen 

dengan beberapa jaringan fibroblast 

(Gambar 7). 


 

Gambar 2. Struktur histologi folikel primer kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel Granulosa, B. Oosit. 

 

Gambar 3. Struktur histologi folikel sekunder kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), 

dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Sel granulosa C. Oosit 


Gambar 4. Struktur histologi folikel tertier kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A.Sel teka B. Sel granulosa C. Antrum folikuli D. 

Corona radiata E. Zona pelusida F. Oosit. 

 

Gambar 5. Struktur histologi corpus luteum kambing PE (HE, 40x). Dewasa kanan (1) dan 

dewasa kiri (2). Ket: A. Membran basal B. Sel granulosa lutein. 


 

Gambar 6. Struktur histologi atresi folikel kambing PE (HE, 100x). Dewasa kanan (1), dewasa 

kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Sel teka B. Membran basal C. Sel granulosa D. 

Antrum folikel. 

 

Gambar 7 Struktur histologi corpus albicans kambing PE (HE, 400x). Dewasa kanan (1), 

dewasa kiri (2), muda kanan (3), muda kiri (4). Ket: A. Jaringan ikat kolagen B. Fibroblas 


 

Tabel 2. Rataan hasil pengukuran ketebalan korteks dan medulla ovarium kambing peranakan 

etawah  

Lapisan Posisi Dewasa Muda 

Korteks Kanan 3804.94±378.08aa 1239.42±387.77ab 

kiri 3328.81±278.81aa 1073.52±201.16ab 

 

Medulla 

kanan 876.42±51.81xx 685.56±70.48xy 

kiri 694.70±66.65xx 657.61±55.50xy 

Ket: Huruf pertama yang berbeda pada satu kolom menunjukan berbeda nyata (P<0.05), huruf 

pertama yang sama pada satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). Huruf kedua 

yang berbeda pada satu baris menunjukan berbeda nyata (P<0.05), sedang  huruf kedua yang 

sama pada satu baris menunjukan tidak berbeda nyata (P>0.05). 

Histomorfometri ovarium kambing 

peranakan etawah 

Hasil pengukuran histomorfometri 

ovarium kambing peranakan etawah 

disajikan pada Tabel 2. Tidak ada 

perbedaan ketebalan korteks dan medulla 

ovarium kanan dan kiri (P>0.05). 

sedang  ovarium kambing PE dewasa 

bagian korteks dan medulla lebih tebal 

dibandingkan yang muda(P<0.05). 

Struktur histologi ovarium peranakan 

etawah relatif sama dengan hewan 

ruminansia lainnya seperti sapi dan domba 

 Ovarium kambing 

peranakan etawah terdiri dari dua lapisan 

yaitu korteks dan medulla. Pada lapisan 

korteks banyak ditemukan folikel, 

sedang  lapisan medulla ditemukan 

pembuluh darah dan jaringan ikat longgar. 

Ovarium kambing PE kiri dan kanan 

mempunyai ketebalan yang sama. 

Ketebalan ovarium kiri tidak berbeda 

dengan yang kanan tetapi, pada yang 

dewasa lebih tebal dibandingkan dengan 

yang muda (P<0,05)   Hal ini 

dikarenakan inervasi saraf dan pembuluh 

darah ke ovarium kanan dan kiri sama. 

Hasil penelitian berbeda ditemukan pada 

sapi aceh dimana ovarium kanan lebih 

besar dibandingkan yang kiri,, hal ini disebabkan karena aktivitas 

ovarium kanan dan kiri berbeda. Ketebalan 

korteks dan medulla pada kambing PE 

dewasa dengan yang muda ditemukan 

perbedaan yang nyata (P<0.05). Hal ini 

disebabkan besarnya ukuran ovarium 

berkolerasi dengan umur dan ukuran tubuh 

ternak. Perbedaan ukuran ovarium dapat 

juga disebabkan umur dewasa dan sudah 

pernah melahirkan,

Semakin besar ukuran ovarium maka 

semakin besar aktivitasnya, hal ini 

disebabkan sekresi hormon estrogen dan 

progesterone yang mempunyai peranan 

besar pada siklus estrus. Bertambahnya 

umur dan jumlah anak yang dilahirkan, 

tahapan siklus reproduksi, spesies akan 

berpengaruh terhadap ukuran dan berat 

ovarium.  

Jumlah folikel yang tumbuh pada 

ovarium kambing PE umur dewasa dan 

muda tidak menunjukan perbedaan 

(P>0.05). Hal ini disebabkan kambing 

muda umur 5-12 bulan sudah memasuki 

dewasa kelamin ,Struktur histologi ovarium kambing 

PE yang diamati melalui perkembangan 

folikel ditunjukan adanya folikel primordial 

yang terdiri dari oosit dilapisi satu sel 

granulosa dari berbentuk transisi antara 

pipih dan kuboid hingga berbentuk pipih 

. Folikel primordial 

berkembang ditandai dengan adanya 

perubahan dari satu lapis sel granulosa 

berbentuk pipih menjadi oosit dikelilingi 

satu sampai dua lapis sel granulosa 

berbentuk kuboid pada tahap ini disebut 

folikel primer (Gambar 2) 

Folikel primer berkembang menjadi 

folikel sekunder yang ditandai dengan 

adanya dua sampai lima lapis sel granulosa, 

bertambahnya diameter folikel, dan adanya 

zona pelusida, dimana zona pelusida 

merupakan suatu glikoprotein yang 

disekresikan oleh oosit dan sel granulosa 

(Gambar 3) ,Folikel 

sekunder (folikel preantral) berkembang 

menjadi folikel tertier yang ditandai dengan 

adanya lima sampai lebih sel granulosa 

berbentuk kuboid, zona pelusida semakin 

menebal, memiliki antrum folikuli dan sel 

theca (Gambar 4) z

Pada tahapan selanjutnya antrum folikuli 

semakin membesar sehingga oosit terdesak 

ke pinggir dan dinding folikel semakin 

menipis kemudian menjadi stigma yang 

akan robek saat ovulasi ,Pada ovarium dewasa ditemukan 

corpus luteum sedang  pada ovarium 

muda tidak, hal ini disebabkan karena 

perbedaan fase antara fase luteal dengan 

folikuler, yang disebabkan semakin dewasa 

umur ternak maka semakin optimal fungsi 

organ reproduksi ,

Pada ovarium kambing PE juga 

ditemukan atresi folikel yang ditandai 

adanya sel-sel granulosa yang mengalami 

piknotis dan luruhnya sel granulosa ke 

antrum folikuli (Gambar 6). Atresi folikel 

terjadi akibat kelebihan proses metabolik 

pada folikel, dimana hasil metabolik yang 

berlebihan akan bersifat racun pada sel-sel 

folikel yang menyebabkan kematian sel-sel 

folikel dan tidak dapat berkembang 

Tidak ada perbedaan jumlah folikel 

kanan dan kiri (P>0,05), tetapi jumlahnya 

sangat bervariasi. Hal ini disebabkan 

aktivitas ovarium kanan dan kiri sama 

 Distribusi 

perkembangan setiap folikel pada ovarium 

tidak sama, folikel primer banyak 

ditemukan pada bagian korteks ovarium, 

sedang  untuk folikel sekunder 

berkembang kearah medulla. sedang  

folikel tertier kembali mengarah ke korteks, 

karena ada  oosit yang hampir matang 

yang nantinya akan siap di ovulasi. 

Keadaan ini sama ditemukan pada kancil 


Struktur histologi ovarium kambing 

peranakan etawah terdiri atas dua lapisan 

yaitu korteks dan medulla, dengan tahapan 

perkembangan, folikel primer, folikel 

sekunder, foliker tertier, corpus luteum, 

atresi folikel dan corpus albicans. Medulla 

terdiri dari jaringan ikat longgar dan banyak 

ditemukan pembuluh darah dan saraf. 

Tidak ada perbedaan (P>0.05)Pketebalan 

korteks dan medulla ovarium kanan dan 

kiri. Ketebalan korteks dan medulla 

kambing Peranakan Etawah dewasa lebih 

tebal ,(P<0.05) dibandingkan dengan yang 

muda 


Penelitian mengenai produktivitas induk kambing Peranakan Etawah (PE) telah dilakukan dengan 

tujuan untuk mengetahui dan mengkaji produktivitas induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing. 

Metode penelitian memakai  metode survey. Pengumpulan data primer dan data sekunder 

dilakukan melalui laporan tahunan, studi literatur serta wawancara kepada koordinator dan pegawai 

Taman Ternak Kaligesing. Pemilihan sampel ternak dilakukan dengan metode purposive sampling 

yaitu memilih indukan yang sudah beranak minimal dua kali. Parameter yang diamati diantaranya litter 

size, bobot sapih, umur pertama dikawinkan, service per conception (S/C), selang beranak dan masa 

kosong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa litter size 1,17 ekor, bobot sapih 10,4 kg, umur pertama 

dikawinkan 13,5 bulan, S/C 1 kali, selang beranak 9,7 bulan dan masa kosong 4 bulan. Dengan 

demikian secara umum produktivitas induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing sudah baik 

berdasarkakan parameter bobot sapih, S/C, umur pertama dikawinkan dan selang beranak, namun pada 

litter size dan masa kosong masih perlu perbaikan manajemen. 

Kebutuhan warga  akan protein hewani 

senantiasa mengalami peningkatan dengan 

bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke 

tahun. Ternak kambing menduduki peranan 

penting dalam sistem usaha pertanian di 

Indonesia, hal ini didukung dari data populasi 

kambing di Indonesia yang terus meningkat 

disetiap tahunnya. Populasi kambing di Jawa 

Tengah pada tahun 2019 sebesar 4.084.301 ekor 

atau mengalami peningkatan sebesar 147.288 

ekor dibanding tahun 2018 (BPS, 2021). Bangsa 

kambing yang populer dikalangan petani- 

peternak di Jawa Tengah adalah kambing 

Peranakan Etawah (PE). Populasi terbesar 

kambing PE di Jawa Tengah salah satunya adalah 

di Kabupaten Purworejo yang terpusat di 

Kecamatan Kaligesing. Data populasi kambing 

PE di Kecamatan Kaligesing yang dirilis oleh 

BPS Kabupaten Purworejo, klaster pertanian 

pada tahun 2018 berjumlah 36.356 ekor. 

Kecamatan Kaligesing merupakan salah satu 

wilayah yang memiliki jumlah populasi kambing 

PE terbanyak di Provinsi Jawa Tengah. 

Kambing PE merupakan hasil persilangan 

antara kambing Etawah dari India dengan 

kambing Kacang dengan 50% lebih tinggi 

kambing Etawah. Kambing PE cukup potensial 

dikembangkan sebagai penyedia daging dan susu 

 Kambing PE yang 

disilangkan dengan kambing lokal mempunyai 

produktivitas dan beberapa sifat unggul yaitu 

mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis. 

Produktivitas merupakan kemampuan ternak 

kambing untuk menghasilkan produksi dari tiap 

periode yang ditentukan, meliputi litter size, 

bobot sapih, service per conception, umur 

pertama dikawinkan, kidding interval, periode 

kosong 

Perkembangan ternak kambing PE di 

Indonesia sebagian besar berskala kecil dan 

berada di peternakan rakyat. Adapun perusahaan 

berskala besar masih sangat terbatas. Unit 

Pelaksana Teknis (UPT) Taman Ternak 

Kaligesing Balai Budidaya dan Pembibitan 

Ternak Terpadu (BBPTT) Dinas Peternakan dan 

Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah 

merupakan usaha  pengembangan dan 

pembibitan kambing PE. Pentingnya data 

 

produktivitas induk kambing PE yang lengkap 

dapat membantu petugas UPT bahkan 

warga  untuk mengetahui kemampuan 

produksi dan reproduksi induk kambing PE serta 

berdasar  dari data tersebut nantinya dapat 

dijadikan dasar untuk proses seleksi induk 

kambing PE . berdasar  hal 

tersebut, perlu dikaji lebih dalam dan mencari 

solusi terkait produktivitas induk kambing PE di 

Taman Ternak Kaligesing. 

 

Materi dan Metode 

Ternak yang dipakai  adalah induk 

kambing PE berjumlah 133 ekor, berlokasi di 

Taman Ternak Kaligesing, Balai Budidaya dan 

Pembibitan Ternak Terpadu, Dinas Peternakan 

dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. 

Penelitiain dimulai pada tanggal 5 Oktober 

sampai 5 Desember 2020. pertimbangan 

pemilihan lokasi penelitian adalah Taman Ternak 

Kaligesing merupakan pusat pembibitan 

kambing PE di Provinsi Jawa Tengah. Metode 

penelitian memakai  metode survey. Data 

primer dan data sekunder yang dikumpulkan 

berasal dari buku laporan tahunan, studi literatur 

serta wawancara kepada kordinator dan seluruh 

pegawai Taman Ternak Kaligesing. Pemilihan 

sampel ternak dilakukan dengan metode 

purposive sampling yaitu memilih indukan 

kambing PE dengan kriteria minimal sudah 

beranak sebanyak dua kali. Parameter yang 

diamati meliputi litter size, bobot sapih, service 

per conception, selang beranak dan masa kosong. 

Data yang terkumpul selanjutnya dihitung 

memakai  softwere microsoft excel 2010 dan 

dianalisis secara deskriptif. 

 

Hasil dan Pembahasan 

Produktivitas Induk Kambing PE di Taman 

Ternak Kaligesing 

Produktivitas induk dapat dilihat dari 

kemampuan induk dalam menghasilkan 

anak/cempe dengan berat badan tertentu. Jumlah 

induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing 

adalah 133 ekor (data pada bulan November 

2020). Produktivitas induk kambing PE di 

Taman Ternak Kaligesing selengkapnya tersaji 

pada Tabel 1. 



 

Litter size atau jumlah anak sekelahiran 

yang dihasilkan oleh induk kambing PE dalam 

penelitian ini adalah 1,17 ekor, dengan rerata 

induk beranak tunggal. Produktivitas kambing 

kelahiran tunggal lebih tinggi dibanding lahir 

kembar. Kelahiran kembar dipengaruhi oleh 

faktor genetik ternak yang diwariskan oleh tetua 

kepada keturunnya. Litter size berkorelasi positif 

dengan produktivitas induk. Semakin tinggi litter 

size, semakin tinggi produktivitas induk. Litter 

size yang tinggi diikuti dengan tingginya 

kematian cempe yang baru lahir dan rendahnya 

bobot lahir cempe. Litter size dalam penelitian ini 

umumnya termasuk kategori rendah, terutama 

jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain 

yaitu kambing PE di Kecamatan Cimalaka dan 

Paseh  masing-masing  2,13±0,5  dan  1,75±0,6 

Penelitian serupa juga 

melaporkan kambing PE yang dipelihara oleh 

peternak penerima bantuan program rehabilitasi 

sumber penghidupan di Kabupaten Bantul, 

Daerah Istimewa Yogyakarta dan Klaten, Jawa 

tengah menunjukkan litter size 1,7 ekor 

Kambing PE di CV. 

Agriranch Desa Giripurno, Kecamatan Karang 

Ploso Kabupaten Malang yang mempunyai suhu 

lingkungan 26-27℃ dan dikawinkan secara 

alami menunjukkan litter size 1,80±0,64 ekor 

Litter size kambing PE 

pada varietas pertama dan kedua di Kota Metro 

masing-masing 1,41±0,50 dan 1,56±0,50 ekor 

. Tinggi rendahnya liter size 

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, 

umur induk, pengaruh jantan, bobot induk, 

lingkungan, tingkat konsumsi pakan dan 

pemberian pakan dengan tingkat nutrisi yang 

lebih tinggi pada saat menjelang ovulasi akan 

meningkatkan jumlah ovum yang di ovulasikan 

Jumlah anak sekelahiran yang tinggi sangat 

diharapkan dan termasuk sebagai salah satu 

sasaran dari rencana pemuliaan yang mengarah 

pada produksi secara keseluruhan untuk 

menghasilkan produk (susu dan daging). Jumlah 

anak per kelahiran dapat diusaha kan dengan cara 

persilangan yang tepat memakai  jenis 

kambing yang unggul. Induk dan cempe kambing 

PE yang dihasilkan Taman Ternak Kaligesing 

tersaji pada Gambar 1. 

 

 

Bobot sapih yang dihasilkan oleh induk 

kambing PE dalam penelitian ini adalah 10,4 kg. 

Cempe di Taman Ternak Kaligesing disapih pada 

umur 120 hari. Semakin tinggi berat sapih, 

semakin tinggi produktivitas induk. Bobot sapih 

dalam penelitian ini umumnya termasuk kategori 

tinggi, terutama jika dibandingkan dengan hasil 

penelitian lain yaitu bobot sapih kambing PE 

jantan 9,14, dan betina 8,97 kg zBobot sapih anak kambing PE dari dua 

sistem perkawinan yaitu jantan dan betina 

masing-masing 11,7±1,83 dan 11.5 ±2.18 kg 

dengan rerata 11,06±2,00 kg ,Berat sapih berhubungan dengan litter 

size (jumlah anak sekelahiran). Peningkatan litter 

size berkorelasi dengan penurunan berat lahir 

yang pada akhirnya akan menghasilkan berat 

sapih yang rendah ,Faktor 

lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap 

performa ternak salah satunya faktor pakan. 

Semakin tinggi kandungan pakan yang diberikan 

maka ternak akan mencapai bobot yang 

maksimal ketika disapih. Berat sapih menjadi 

indikator kemampuan induk untuk menghasilkan 

susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan 

susu dan tumbuh. 

Umur pertama kawin adalah umur dimana 

induk pertama kali dikawinkan dan dinyatakan 

dalam satuan bulan atau hari. Rerata umur 

pertama dikawinkan kambing PE di Taman 

Ternak Kaligesing adalah 13,5 bulan atau 405 

hari. Umur pertama kawin dalam penelitian ini 

umumnya termasuk kategori normal, terutama 

jika dibandingkan dengan umur pertama kawin 

kambing PE di Kecamatan Paseh yaitu 

13,26±3,39 bulan ,

Kambing PE di kelompok ternak Pangestu Desa 

Kemirikebo Kecamatan Turi Kabupaten Sleman 

Yogyakarta sebanyak 74,73% dikawinkan pada 

umur 12 bulan , Umur 

pertama kawin kambing PE adalah 403,22 hari 

,Tujuan 

mengatuhui umur pertama kawin adalah untuk 

menjaga produktivitas ternak, sehingga pada saat 

dikawinkan ternak sudah mendekati masa 

dewasa tubuh. Kambing betina mencapai dewasa 

kelamin umur 8 sampai 9 bulan, namun baru 

dapat dikawinkan pada umur 12 bulan ,Umur yang ideal untuk pertama kali 

dikawinkan adalah 12 bulan. Hal ini dikarenakan 

pada umur 12 bulan alat reproduksi pada 

kambing PE sudah sempurna, dan hasil survey 

dilapangan cempe yang dilahirkan juga memiliki 

perkembangan lebih bagus daripada induk 

kambing PE yang dikawinkan pada umur yang 

masih muda. 

Service per conception (S/C) atau jumlah 

perkawinan per kebuntingan merupakan faktor 

yang mempengaruhi efisiensi reproduksi dan 

nilai yang terbaik adalah satu. berdasar  hasil 

penelitian, rerata S/C di Taman Ternak 

Kaligesing adalah satu kali. Semakin rendah nilai 

S/C, semakin tinggi kesuburan ternak induk. 

Service per conception dalam penelitian ini 

umumnya termasuk kategori normal, terutama 

jika dibandingkan dengan kambing PE di 

kelompok ternak Pangestu Desa Kemirikebo 

Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta 

yaitu 1,14 ± 0,46 kali 

Service per conception kambing PE adalah 1,95 

kali ,Service per 

conception kambing PE di Lembang Gononiti 

Farm dari umur 1,5 sampai 5 tahun adalah 1 

sampai 1,41 kali ,Semakin kecil 

angka kawin per kebuntingan menunjukkan 

koefisien sistem perkawinwn yang dilakukan 

oleh peternak semakin baik. Nilai S/C yang 

rendah dalam penelitian ini disebabkan sebagian 

besar sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan 

adalah sistem koloni, sehingga ketika induk 

minta kawin maka segera terdeteksi oleh jantan 

dalm kandang yang sama yang mengakibatkan 

S/C yang dihasilkan juga rendah. Hasil ini sesuai 

seperti yang dilaporkan bahwa kambing yang 

dikandangkan dengan sistem koloni 

menghasilkan S/C yang lebih baik yaitu satu kali 

, Calon induk jantan dan 

betina dari hasil seleksi yang baik juga 

meningatkan persentase kebuntingan. 

Selang beranak adalah selang waktu 

yang dihitung mulai dari beranak sampai dengan 

beranak kembali. Semakin pendek waktu selang 

beranak maka akan semakin tinggi produktivitas 

induk. Rerata selang beranak di Taman Ternak 

Kaligesing adalah 9,7 bulan. Rerata tersebut 

sudah sukup baik karena dalam waktu 2 tahun 

mendapat 2 kali beranak, meskipun produktivitas 

terbaik adalah 3 kali beranak pada waktu 2 tahun. 

Selang beranak dalam penelitian ini umumnya 

termasuk kategori tinggi, terutama jika 

dibandingkan dengan selang beranak kambing 

PE 8,6 bulan ,Penelitian lain 

juga menunjukkan kambing PE memiliki selang 

beranak 7,16 bulan , Lama 

periode perkawinan tergantung dari seberapa 

cepat induk bunting kembali setelah beranak, 

yang pada gilirannya tergantung pada timbulnya 


kembali siklus estrus. Kondisi yang demikian 

dipengaruhi oleh bangsa dan beberapa faktor 

lingkungan. 

Masa kosong merupakan waktu yang 

dihitung mulai beranak sampai dengan bunting 

kembali. Semakin singkat masa kosong, semakin 

tinggi produktivitas induk. Rerata masa kosong 

induk kambing PE di Taman Ternak Kaligesing 

adalah 4 bulan atau 120 hari, artinya waktu empat 

bulan setelah beranak akan bunting kembali. 

Masa kosong dalam penelitian ini umumnya 

termasuk kategori normal, terutama jika 

dibandingkan dengan hasil penelitian lain yaitu 

kambing PE menunjukkan masa kosong selama 

110,09 hari , Kambing PE 

di kelompok ternak Pangestu Desa Kemirikebo 

Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta 

menunjukkan masa kosong 128,62 ±46,9 hari 

 Masa kosong kambing PE 

yang optimal adalah 90 sampai 120 hari. Bila 

masa kosong melebihi 120 hari pada kambing PE 

betina menunjukkan telah terjadi kelainan 

reproduksi 

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 

secara umum produktivitas induk kambing PE di 

Taman Ternak Kaligesing sudah baik 

berdasarkakan parameter bobot sapih, S/C, umur 

pertama dikawinkan dan selang beranak, namun 

pada litter size dan masa kosong masih perlu 

perbaikan manajemen.  



Produktivitas kambing sangat 

dipengaruhi oleh daya reproduksi yang 

dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi. 

Salah satu faktor yang mempengaruhi 

efesiensi reproduksi adalah lamanya 

siklus reproduksi, yang meliputi tahap  

birahi, fertilisasi, kebuntingan, dan 

diakhiri dengan kelahiran. tahap  birahi 

merupakan tahap  yang harus 

diperhatikan, karena ini menjadi proses 

awal dari siklus reproduksi. bila  tahap  

birahi mengalami gangguan, maka akan 

terjadi keterlambatan dalam keseluruhan 

siklus reproduksi. tahap  birahi yang baik 

akan menunjukkan gejala yang jelas 

dengan siklus yang normal dan teratur 

Satu siklus birahi terbagi menjadi 

empat tahap , yaitu: proestrus, estrus, 

metestrus, dan diestrus , siklus 

birahi dibedakan menjadi dua tahap  yaitu 

tahap  folikular, yaitu masa perkembangan 

folikel mulai dari folikel primer, 

sekunder, tersier sampai folikel de Graaf 

(tahap  ini meliputi proestrus dan estrus). 

tahap  luteal yaitu tahap  setelah terjadinya 

ovulasi hingga terbentuk dan 

berfungsinya korpus luteum (tahap  ini 

meliputi metestrus dan diestrus). 

Kambing betina yang sedang birahi 

akan memperlihatkan gejala diantaranya 

selalu gelisah, mengembik terus, 

mengibas-kibaskan ekornya, vulva 

membengkak, dan keluar lendir dari 

vagina, dan terkadang muncul perilaku 

menaiki temannya ,

Namun tanda-tanda ini  tidak 

selalu muncul dengan jelas pada saat 

kambing birahi. Terkadang kambing 

mengalami kondisi anestrus, yaitu tidak 

tampaknya tanda-tanda birahi. Kondisi 

silent estrus, subestrus, hipoestrus semua 

menunjukkan tingkat kelemahan tanda-

tanda estrus, yang mengakibatkan 

perpanjangan jarak antar dua kelahiran 

anak. Hal ini yang menjadi salah satu 

sebab rendahnya efisiensi reproduksi 

Kondisi birahi yang baik yang 

ditandai dengan munculnya gejala yang 

jelas dengan siklus yang normal, sangat 

dipengaruhi oleh keseimbangan 

hormon-hormon reproduksi dan secara 

tidak langsung juga dipegaruhi oleh 

kadar hemoglobin kambing ini . 

Sesuai dengan pendapat McDowell 

(1972) bahwa pada seekor sapi betina 

kadar hemoglobin dibawah 9,8 g/100 

ml darah menyebabkan tidak timbulnya 

gejala birahi dan perkawinan berulang. 

Sapi betina dengan kadar hemoglobin 

10,6 gm/100 ml darah akan 

menunjukkan penampilan reproduksi 

yang normal, tetapi sapi betina dengan 

kadar hemoglobin kurang 9,0 g/100 ml 

darah tidak menunjukkan tanda-tanda 

birahi ,

Hemoglobin adalah molekul yang 

sangat komplek, yang terbentuk dari 

empat molekul heme yang 

berkombinasi dengan satu molekul 

globin ,Hemoglobin merupakan protein 

heme yang mengandung besi serta 

mempunyai peranan penting dalam 

fisiologi vertebrata hemoglobin adalah senyawa 

protein komplek yang terdiri dari zat 

besi (C3032 H4816 O872 N780 S8 Fe4) yang 

mempunyai ikatan kuat dengan oksigen 

dan membentuk oksihemglobin.  

() menyatakan bahwa hemoglobin 

adalah protein yang kaya akan zat besi 

dan memiliki afinitas (daya gabung) 

dengan oksigen untuk membentuk 

oksihemoglobin didalam sel darah 

merah, dimana melalui fungsi ini maka 

oksigen dibawa dari paru-paru ke 

jaringan jaringan. 

Hemoglobin pada vertebrata melalukan 

2 fungsi pengangkutan penting (1) 

pengangkutan oksigen, dan (2) 

pengangkutan karbondioksida dan 

berbagai proton dari jaringan ke organ 

respirasi, selanjutnya diekresi keluar 

ternak 

didaerah tropis sering mengalami kadar 

hemoglobin yang rendah, kemungkinan 

disebabkan karena kekurangan mineral, 

adanya parasit, dan juga karena stres 

yang disebabkan oleh panas. Padahal 

hemoglobin yang rendah bisa menjadi 

faktor yang menentukan tingkat 

reproduksi ternak didaerah tropis. 

Berdasarkan hal ini  perlu 

kiranya dilakukan identifikasi terhadap 

kadar hemoglobin darah kambing betina 

yang normal pada saat birahi, sehingga 

bisa memperlihatkan gejala birahi yang 

jelas dengan siklus yang normal dan 

teratur. 

Bahan dan Metode  

Materi yang digunakan dalam penelitian 

ini adalah 10 ekor kambing PE 

(Peranakan Etawa) betina, dengan berat 

badan 40,05 ± 2,67 kg. Pakan yang 

diberikan berupa hijauan (rumput 

Gajah) sebanyak 5 kg/ekor/ hari atau 

setara dengan 0,72 kg BK. Total pakan 

yang diberikan adalah 1,77 kg BK, yaitu 

sekitar 4  dari bobot badan kambing. 

Bahan yang digunakan dalam penelitian 

ini antara lain PGF2α (merek Glandin 

N buatan Lohlann Animal Health) yang 

mengandung 5 mg dinprost/1 ml, 

alkohol, kapas, es batu, label, HCl 0,1 

N, aquadestilata, air. Alat-alat yang 

digunakan antara lain: Spuit, vacutainer 

yang sudah diberi 0,5 g anti koagulan 

EDTA (ethylene diamin tetra acetic acid), 

Hemoglobinometer (yang terdiri dari 

tabung sahli, pipet sahli, standart warna 

sahli), gelas ukur, pipet tetes, tali. 

Penelitian dilaksanakan dengan metode 

studi kasus, yaitu cara pemecahan 

masalah yang dilakukan secara intensif, 

terperinci, mendalam terhadap suatu 

objek atau gejala tertentu . Pengambilan sampel dilakukan 

dengan purposive sampling, dimana 

pemilihan sampel didasarkan pada 

kriteria-kriteria, antara lain: pernah 

beranak, bobot badan antara 35-45 kg, 

tidak dalam kondisi birahi atau bunting, 

dipelihara secara intensif (terisolasi dari 

pejantan). Dalam penelitian ini untuk 

materi kontrol digunakan pendekatan 

literatur. Agar terjadi berahi secara 

bersamaan maka dilakukan sinkronisasi 

birahi dengan penyuntikan PGF2α 

secara intra muscular (im), yang diberikan 

2 kali dengan selang 11 hari atau hari 

ke-12 setelah penyuntikan pertama, hal 

ini sesuai dengan laporan Tambing et 

al.(2001). Untuk analisis kadar 

hemoglobin darah memakai  

metoda Sahli. Parameter penelitian 

meliputi: (1). Kadar hemoglobin darah, 

(2) Gejala birahi dan (3) Siklus birahi. 

Data yang diperoleh berupa kadar 

hemoglobin darah dihitung rata-rata dan 

standart deviasi, dan kemudian dianalisis 

secara deskriptif. 

Hasil dan Pembahasan 

Kadar hemoglobin darah 

Dari hasil analisis kadar hemoglobin 

dalam darah kambing betina adalah 

antara 11,30 – 12,20 g/100 ml. Kadar 

hemoglobin ini termasuk dalam kategori 

normal. Sesuai dengan pendapat 

Siegmund (1979) bahwa kadar 

hemoglobin dalam darah kambing yang 

normal adalah 8-14 g/100 ml darah. 

Kadar hemoglogin dalam darah sangat 

dipengaruhi oleh pakan dan juga 

lingkungan. Kadar hemoglobin yang 

rendah, kemungkinan disebabkan 

karena kekurangan mineral, adanya 

parasit, dan juga karena stress yang 

disebabkan oleh panas . Kekurangan zat besi, vitamin E, 

dan vitamin B6 dalam pakan dapat 

menyebabkan penurunan produksi 

hemoglobin  Kadar 

hemoglobin dalam darah antara 11,30 – 

12,20 g/100 ml (normal), dapat 

diartikan bahwa kambing ini  

dalam kondisi yang sehat. Hal ini 

dipengaruhi oleh pakan yang diberikan 

secara rasional, yaitu sudah memenuhi 

kebutuhan nutrisi kambing baik secara 

kualitas maupun secara kuantitas, 

terutama sudah memenuhi kebutuhan 

protein dan mineral (besi) yang sangat 

dibutuhkan dalam pembentukan sel 

darah merah dan hemoglobin dalam 

sumsum tulang. Selain itu lingkungan 

yang serasi dan tidak adanya ganggunan 

parasit (seperti cacing dan caplak), serta 

ketinggian tempat juga mempengaruhi 

kadar hemoglobin. Semakin tinggi 

tempat maka kandungan oksigen 

semakin sedikit, sehingga dibutuhkan 

produksi hemoglobin oleh sumsun 

tulang yang lebih banyak untuk 

memenuhi kebutuhan oksigen jaringan 

Pada penelitian ini kambing yang 

digunakan sebagai sampel berada pada 

ketinggian ± 500 m dpl. Hasil 

pengamatan tanda-tanda birahi setelah 

perlakuan sinkronisasi birahi dengan 

penyuntikan PGF-2α tertuang dalam 

Tabel 1, sedangkan hasil analisis kadar 

hemoglobin darah kambing PE betina 

dalam kondisi birahi disajikan dalam 

Tabel 2. 

Gejala birahi 

Kambing PE betina dengan kadar 

hemoglobin 11,30 –12,20 g/100 ml 

darah pada saat birahi, ternyata mampu 

menunjukkan gejala birahi yang jelas. 

Gejala yang muncul antara lain gelisah, 

mengembik terus, mengibas-kibaskan 

ekornya, vulva membengkak, dan keluar 

lendir dari vagina. Gejala birahi pada 

kambing sangat dipengaruhi oleh 

keseimbangan hormon-hormon 

reproduksi, khususnya kandungan 

estrogen dalam darah yang dihasilkan 

oleh folikel yang berkembang didalam 

ovarium. Hormon estrogen paling 

banyak diproduksi oleh kelenjar 

ovarium, sehingga kadar estrogen dalam 

darah dipengaruhi oleh aktifitas 

fisiologis dalam ovarium. bila  

aktifitas fisiologis ovarium terganggu 

maka akan mempengaruhi produksi 

hormon estrogen, yang berdampak pada 

rendahnya kadar estrogen dalam darah. 

Hal ini yang dapat mengakibatkan tidak 

munculnya tanda-tanda dan tingkah 

laku birahi.  

 


Aktifitas fisiologis ovarium ini sangat 

dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen 

dalam jaringan ovarium, dimana oksigen 

adalah suatu unsur yang selalu 

dibutuhkan oleh sel dalam metabolisme 

dalam sel , Sehingga 

oksigen harus selalu tersedia untuk 

seluruh jaringan tubuh. bila  kadar 

hemoglobin dalam darah normal, maka 

oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan 

(termasuk ovarium) akan terpenuhi, 

sehingga aktifitas fisiologis akan berjalan 

dengan baik, termasuk dalam 

memproduksi estrogen. Ketersediaan 

oksigen dalam jaringan (ovarium) ini 

dipengaruhi oleh kadar hemoglobin 

darah dimana fungsi dari hemoglobin 

adalah mengangkut oksigen dari paru-

paru keseluruhan jaringan 

 

Siklus birahi 

Dalam penelitian ini siklus birahi dari 

kambing PE betina dengan kadar 

hemoglobin darah 11,30 – 12,20 g/100 

ml adalah 20 hari dan ini termasuk 

dalam kategori normal, sesuai dengan 

pendapat bahwa kambing 

akan mengalami birahi setiap selang 

waktu 18-22 hari. Panjang siklus birahi 

dipengaruhi oleh lama waktu dari tiap 

tahap  birahi yang meliputi proestrus, 

estrus, metestrus dan diestrus. 

  

Dari hasil penelitian ini dapat 

disimpulkan bahwa kadar hemoglobin 

dalam darah kambing PE betina pada 

saat birahi adalah 11,30-12,20 g/100 ml 

darah, dimana kambing dengan kadar 

hemoglobin ini  mampu 

menunjukkan gejala birahi yang jelas 

dengan jarak antar birahi (siklus birahi) 

yang normal yaitu 20 hari. Untuk 

mengetahui status kesehatan ternak 

kambing dan juga untuk memperkirakan 

penampilan reproduksiya khususnya 

pada tahap  birahi, dapat dilakukan 

dengan mengetahui kadar hemoglobin 

dalam darah kambing ini . bila  

terjadi kadar hemoglobin di bawah 

normal, maka dianjurkan untuk 

diberikan pakan yang lebih rasional, 

pengendalian terhadap parasit yang 

kemungkinan menjadi penyebab 

rendahnya kadar hemoglobin dan 

menciptakan lingkungan yang serasi 

pada kambing.