ternak kambing 3
Penelitian ini dilakukan di 3 kecamatan di kabupaten Bone Bolango (Bonepantai,
Botupingge, dan Kabila) terhadap Kambing Lokal Bone Bolango. Total sampel untuk
pengamatan sifat kualitatif adalah 95 ekor dan sifat kuantitatif adalah 85 ekor. Kambing
lokal yang diamati adalah jenis kelamin betina umur dewasa antara 2.5 sampai 4.0
tahun. Hasil Analisa deskriptif rerata bobot badan kambing lokal Bone Bolango adalah
27.11±4.92 dengan koefisien keragaman 18.48%. Analisa regresi linear berganda
metode stepwise antara bobot badan dan beberapa ukuran tubuh pengamatan diperoleh
lingkar dada, tinggi kepala, dan lebar dada memiliki korelasi tertinggi terhadap bobot
badan sehingga dapat dijadikan sebagai penduga bobot badan kambing lokal Bone
Bolango. Hasil Analisa deskriptif sifat kualitatif warna bulu diperoleh 4 warna yaitu
warna hitam, putih, coklat, dan abu-abu. Penyebaran pola warna bulu ditemukan 11
macam yaitu total hitam, total putih, total coklat, total abu-abu, hitam dan putih, coklat
dan putih, coklat dan hitam, coklat muda, putih totol hitam, putih totol coklat, dan
coklat hitam dan putih. Secara keseluruhan 3 pola warna bulu dominan ditemukan di
lokasi pengamatan pada bagian depan tubuh yaitu hitam (37.4%) coklat (25.3%), dan
coklat muda (7.1); bagian tengah tubuh yaitu hitam (21.2%), Coklat (17.2%), hitam dan
putih (13.11%); bagian tubuh belakang yaitu hitam (29.3%), coklat 26.3%, dan putih
9.1%. Hasil Analisa chi square antar ketiga lokasi pengamatan diperoleh terdapat
perbedaan pola warna bagian tubuh depan dan tengah tubuh namun bagian tubuh
belakang tidak ada perbedaan. Sifat kualitatif lainnya yang dominan ditemukan antara
lain garis muka datar (97%), bertanduk (92.7%), bentuk telinga setengah menjuntai
(95%), bentuk punggung lurus (100%). Sistem pemeliharaan yang diterapkan responden
peternak dominan dilakukan dengan cara dilepas diluar kandang pada siang hari untuk
mencari makanan sendiri dan malam hari didalam kandang atau disekitar rumah
didalam pagar.
Ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak yang cukup digemari
masyarakat, namun skala usahanya masih bersifat usaha kecil-kecilan dimana sistem
pemeliharaan dan perkembangbiakannya masih secara tradisional. Kambing lokal
kabupaten Bone Bolango telah berkembang puluhan generasi dan telah beradaptasi
tinggi terhadap lingkungan setempat sehingga membentuk karakteristik khas yang
hanya dimiliki oleh ternak tersebut.
Beberapa keunggulan kambing lokal antara lain dapat bertahan hidup dengan
pakan berkualitas rendah, mampu bertahan pada tekanan iklim setempat, daya tahan
yang tinggi terhadap penyakit dan parasit lokal, merupakan sumber gen yang khas untuk
digunakan dalam perbaikan bangsa-bangsa melalui persilangan, lebih produktif dengan
biaya yang sangat rendah, mendukung keragaman pangan pertanian dan budaya, dan
lebih efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan lokal. Hal ini dapat menjadikan
kambing lokal sebagai sumberdaya genetik (plasma nutfah) yang dapat dikembangkan
untuk pengembangan dan perbaikan mutu genetik bangsa kambing secara nasional
dengan tetap menjaga kemurnian dan kelestariannya.
Pengembangan kambing lokal sebagai ternak komersial khususnya di Provinsi
Gorontalo sendiri masih memiliki beberapa kendala diantaranya informasi asal-usul dan
aliran gen, karakteristik sifat fenotip dan genotip, serta dinamika populasinya masih
sangat kurang. Informasi ini sangat penting dalam rangka menjadikan kambing lokal
sebagai sumberdaya genetik (plasma nutfah) yang dapat dikembangkan untuk
mendukung program swasembada daging secara nasional dengan tetap menjaga
kemurnian dan kelestariannya.
Kabupaten Bone Bolango secara geografis memiliki luas 1984,31 km² dengan
batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Bolaang Mongondow
(Sulawesi Utara), sebelah barat dengan Kota Gorontalo dan Kecamatan Telaga
(Kabupaten Gorontalo), sebelah utara Kecamatan Atinggola (Kabupaten Gorontalo) dan
Kabupaten Bolang Mongondow (Sulawesi Utara), dan di sebelah selatan berbatasan
dengan Teluk Tomini (Lampiran 3). Posisi geografis kabupaten Bone Bolango yang
berbatasan langsung dengan Sulawesi Utara dan juga negara Filipina memberikan
peluang yang baik dalam pemasaran ternak terutama ternak kambing. Jumlah penduduk
tahun 2009 sebanyak 131.797 orang yang secara total populasi ini merupakan populasi
terbesar ketiga diantara seluruh wilayah provinsi Gorontalo. Suhu udara rerata tahunan
26,8oC dan kelembaban udara relatif sebesar 81 % (BPS 2010). Kondisi daerah Bone
Bolango yang sebagian besar merupakan pegunungan sehingga sangat cocok untuk
perkembangbiakan ternak kambing terutama kambing local.
Kambing lokal merupakan ternak yang telah lama mendiami suatu lokasi
tertentu dan sistem pemeliharaanya dapat disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi
masyarakat setempat. Secara genetik kambing lokal memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan jenis kambing lain. Beberapa keunggulan tersebut antara lain
mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi pakan yang berkualitas rendah, memiliki
ketahanan yang cukup tinggi pada tekanan iklim setempat, merupakan sumber daya
genetik yang khas dalam melakukan perbaikan bangsa melalui persilangan. Kambing
lokal juga dapat mendukung keragaman pangan pertanian dan budaya dan lebih efektif
dalam mencapai tujuan keamanan pangan lokal.
Kambing lokal yang terdapat di kabupaten Bone Bolango secara fenotipik
sekilas terlihat memiliki ciri yang sebagian besar dimiliki oleh kambing kacang. Jenis
ternak ini telah dipelihara masyarakat setempat secara turun-temurun, sehingga tidak
saja menghasilkan puluhan generasi namun telah beradaptasi tinggi terhadap lingkungan
setempat dan membentuk karakteristik khas yang hanya dimiliki oleh ternak tersebut.
Populasi ternak kambing di Kabupaten Bolango pada tahun 2009 secara
keseluruhan adalah 5.872 ekor ( BPS, 2010) dan dibandingkan dengan tahun 2007 yang
populasinya mencapai 29.983 ekor ( BPS, 2008) terjadi penurunan drastis sehingga hal
ini sangat penting untuk dilakukan pengkajian penyebab penurunan tersebut. Jenis
kambing yang ditemukan di lapangan sebagian besar merupakan kambing lokal dan
sebagian kecil merupakan kambing Peranakan Etawah (PE) yang merupakan bantuan
dari pemerintah setempat. Diperkirakan sekitar 90 % kambing yang terdapat di Bone
Bolango merupakan kambing lokal dan sisanya merupakan kambing PE dan turunannya. Kebijakan untuk terus
mempertahankan keberadaan kambing lokal sangat diperlukan agar populasinya
semakin hari tidak semakin terpinggirkan akibat masuknya populasi kambing dari luar.
Dalam rangka pelestarian plasma nutfah kambing lokal Bone Bolango langkah
awal yang dapat dilakukan adalah mendapatkan data dasar berupa karakteristik
fenotipik dan genetik serta keragamannya dalam populasi. Informasi asal-usul (aliran
gen), karakteristik ternak (karakteristik produksi dan reproduksi), dan karakteristik
populasinya (keragaman, status populasi) belum diketahui pasti sehingga informasi-
informasi tersebut cukup penting dalam kebijakan pemuliaan dan pengembangan
sumberdaya genetik ternak lokal untuk menunjang pengembangan kambing lokal secara
nasional. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar tentang
karakteristik fenotipik yang nantinya dapat digunakan untuk kebijakan konservasi,
pengembangan dan perbaikan mutu genetik kambing lokal di Kabupaten Bone Bolango
khususnya dan Provinsi Gorontalo secara umum.
berdasar sifat kuantitatif ukuran-ukuran tubuh
dan sifat kualitatif, berdasar sistem pemeliharaan
Sifat Kuantitatif Ukuran Tubuh Dan Sifat Kualitatif, Keragaman
fenotipik, Sistem Pemeliharaan Yang Diterapkan,
Pada mulanya penjinakan kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat
sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal dari
3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat atau kambing liar
Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy), dan makhor goat
atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar
kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar
Rumpun ternak kambing lokal yang dominan di negara kita ada 2 yaitu kambing
kacang dan kambing etawah. Kambing klacang merupakan kambing asli negara kita ,
bentuk badannya kecil sedangkan kambing etawah tubuhnya lebih besar dari kambing
kacang , Kambing etawah sebenarnya adalah kambing jamnapari
dari India, dan mulai didatangkan dari India pada tahun 1908, dan digunakan untuk
meningkatkan mutu genetik dengan jalan upgrading terhadap kambing kacang. Cara
yang dilakukan adalah dengan cara menggaduhkan atau menjual pejantan kambing
etawah serta keturunannya kepada petani peternak , Ternak
hasil persilangan ini mempunyai besar tubuh serta tipe telinga sangat beragam dan
terdapat diantara kambing kacang dan kambing etawah sehingga dikenal juga sebagai
peranakan etawah.
Selain kambing kacang dan kambing peranakan etawah, sampai saat ini telah
berhasil dilakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap beberapa plasma nutfah kambing
lokal yang ada di negara kita . ada 8 kambing lokal
yang telah berhasil di karakterisasi antara lain kambing marica (Sulawesi Selatan),
kambing samosir (Pulau Samosir), kambing muara (Tapanuli Utara), kambing kosta
(Banten), kambing gembrong (Bali), kambing peranakan etawah (negara kita ), kambing
kacang (negara kita , Malaysia, Filipina), kambing benggala (Nusa Tenggara Timur).
Dari delapan bangsa ternak kambing lokal negara kita yang telah dikarakterisasi yang
termasuk kategori besar adalah kambing peranakan etawah (PE) dan kambing muara,
kambing kategori sedang adalah kambing kosta, gembrong dan benggala, sedangkan
yang termasuk kategori kecil adalah kambing kacang, kambing samosir dan kambing
marica.
Karakteristik Fenotipik
Ukuran Tubuh menyatakan bahwa ukuran tubuh dengan komponen komponen
tubuh lain merupakan keseimbangan biologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk
menduga gambaran bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternaktertentu.
Penampilan seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang
berkesinambungan selama hewan hidup. Setiap bagian tubuh tersebut mempunyai
kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. untuk mengetahui dan menentukan domba yang mempunyai produktivitas
tinggi, ukuran tubuh berperanan penting.
menyatakan bahwa untuk menggetahui pendugaan jarak genetik dapat dilakukan
pengukuran-pengukuran pada tulang ternak.
menyatakan bahwa korelasi yang erat ditemukan antara bobot
badan dan setiap ukuran tubuh yang merupakan perwujudan dari proses pertumbuhan
yang terjadi pada hewan tersebut, untuk menjaga keseimbangan biologis. Setiap
pertumbuhan komponen-komponen tubuh akan diikuti dengan peningkatan ukuran
ukuran tubuh. Panjang badan merupakan parameter yang digunakan
untuk menduga bobot badan ternak. menyatakan bahwa panjang badan,
tinggi pundak dan lingkar dada adalah ukuran tubuh yang paling berkorelasi erat dengan
bobot badan ternak. Hal tersebut berarti ternak yang mempunyai tubuh besar akan
mempunyai tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada yang lebih besar; sehingga
dapat dinyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh dan berat badan merupakan ukuran
penting dalam menilai sifat kuantitatif ternak yang akan digunakan pada program
seleksi.
Karakteristik Fenotip Kambing Lokal
Rumpun ternak kambing lokal yang dominan di negara kita ada dua yaitu
kambing Kacang dan kambing Etawah. Namun dalam perkembangannya di duga karena
perkembangan jaman dan dalam kurun waktu yang lama serta pengaruh kondisi
lingkungan serta iklim yang berbeda mengakibatkan penampilan ternak kambing secara
perlahan-lahan menimbulkan perbedaan akibat penyesuaian dengan lingkungan
setempat. Selain itu juga diduga akibat persilangan dengan kambing dari luar (eksotik)
menimbulkan fenotip yang bermacam-macam terhadap jenis/bangsa kambingnya.
Salah satu yang sering menjadi standar perbedaan genetik secara fenotipik pada
beberapa ternak adalah ukuran-ukuran tubuh. Pada Tabel 1 dapat dilihat sebagian besar
ukuran tubuh tertinggi diperoleh pada kambing PE dan terendah pada kambing kacang
dan marica.
Ket:. TP:Tinggi Pundak, PB:Panjang Badan, Li.D: Lingkar Dada, Le.D: Lebar Dada,
DD:Dalam Dada, LT:Lebar Telinga, PT:Panjang Teling, PE:Panjang Ekor.
Karakteristik reproduksi dibandingkan Kambing PE, Kambing kacang lebih
prolifik dengan jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1,40-1,76 dengan median 1,65
dalam. Pada kambing peranakan etawah jumlah anak sekelahiran berkisar antara 1,30-
1,70 dengan median 1,50. Dari segi bobot sapih umur 90 hari, kambing kacang dan
peranakan etawah pada kondisi stasiun percobaan adalah 6,9 dan 8,6 kg. Pada kondisi
pedesaan bobot sapih kambing peranakan etawah adalah 10,1 kg (Subandriyo 2005)
Sampling
Penentuan sampel untuk pengamatan fenotipik dilakukan secara purposive
sampling yaitu pada 3 kecamatan diantara 18 kecamatan yang terdapat di Kabupaten
Bone Bolango dengan pertimbangan memiliki populasi kambing terbanyak diantara
keseluruhan kecamatan di Kabupaten Bone Bolango dan juga memiliki ketinggian
tempat yang berbeda. Data perindividu setiap sampel pengamatan selanjutnya ditabulasi
dan dilakukan penyortiran data sehingga diperoleh jumlah sampel untuk pengamatan
sifat kualitatif adalah kecamatan Bonepantai 31 ekor, kecamatan Botupingge 33 ekor,
dan kecamatan Kabila 35 ekor dan untuk pengamatan sifat kuantitatif jumlah sampel
data yang dapat diAnalisa adalah kecamatan Bonepantai 30 ekor, Botupingge 24 ekor,
dan Kabila 31 ekor.
Tabel 2 Penentuan umur kambing berdasar umur pergantian gigi seri.
Umur (tahun) Gigi Seri Yang Berganti
< 1 Gigi seri belum ada yang berganti
1,0 – 1,5 Gigi seri dalam (I1) berganti
1,5 – 2,5 Gigi seri tengah dalam (I2) berganti
2,5 – 3,5 Gigi seri tengah luar (I3) berganti
3,5 – 4,0 Gigi seri luar (I4) berganti atau semua (8) gigi seri telah berganti
> 4 Gigi tetap aus dan mulai lepas
Umur kambing lokal Bone Bolango yang diamati adalah yang telah berumur
dewasa antara 2.5 sampai 4.0 tahun dengan jenis kelamin betina. Penentuan umur ternak
di lapangan dilakukan dengan cara utama melakukan pengecekan gigi seri yang sudah
tanggal (tabel 2) dan berganti baru sambil juga menanyakan ke peternaknya tentang
umur ternak kambing yang diamati
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati yang berkaitan dengan karakter fenotipik tubuh antara lain:
Sifat kualitatif :
- Pola warna bulu badan. Bagian tubuh yang diamati dibagi menjadi 3 bagian yaitu
bagian depan tubuh, bagian tengah, dan bagian belakang.
- Garis punggung dilihat dari samping pada posisi berdiri normal diklasifikasikan
kedalam kelompok cembung, lurus, dan cekung
- Bentuk telinga. Bentuk telinga dikategorikan atas berdiri, setengah menjuntai, dan
menjuntai kebawah.
- Tanduk. Tanduk diidentifikasi dengan kategori bertanduk, tidak bertanduk, dan
bejolan tanduk
- Garis muka. Garis muka dikelompokkan berdasar cembung dan datar
Sifat kuantitatif:
- Bobot badan (BB) diperoleh dengan cara penimbangan yang dilakukan sebelum
domba diberi makan atau digembalakan dengan menggunakan timbangan (kg).
Kepala :
- Panjang kepala : jarak antara titik kepala sampai titik posterior tengkorak diukur
dengan mistar ukur (cm)
- Lebar kepala : jarak antara titik penonjolan tengkorak paling luar kiri dan kanan
diukur dengan kaliper (cm)
- Tinggi tengkorak : jarak antara titik dorsal tengkorak sampai titik lateral rahang
terendah diukur dengan kaliper (cm)
- Panjang telinga : diukur dengan menggunakan mistar ukur dari pangkal sampai
ujung telinga (cm)
- Lebar telinga : diukur dengan menggunakan mistar ukur pada bagian luar telinga
dari sisi kiri dan kanan (cm)
Badan :
- Panjang badan : jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang scapula sampai
dengan benjolan tulang tapis (os ischium), diukur dengan tongkat ukur (cm).
- Lebar dada : jarak bagian tengah tulang dada kiri dan kanan diukur dengan kaliper
(cm)
- Tinggi pundak : jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur dengan tongkat ukur
(cm)
- Lingkar dada (pundak): diukur melingkar rongga dada dibelakang sendi tulang bahu
(os scapula) diukur dengan pita ukur (cm)
- Lingkar cannon : diukur melingkar ditengah-tengah tulang pipa kaki depan dan
belakang sebelah kiri diukur dengan pita ukur (cm)
- Dalam dada : jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada bawah, diukur
dengan tongkat ukur (cm)
Keadaan Umum dan Demografis Peternak
Informasi keadaan umum lokasi sampel yang diamati meliputi informasi kondisi
geografis masing-masing lokasi pengamatan, keadaan penduduk, potensi-potensi bidang
pertanian dalam medukung pengembangan kambing lokal. Informasi mengenai sistem
pengelolaan dan pemeliharaan kambing yg diterapkan dan mengenai keadaan
demografis peternak (pengalaman beternak, umur peternak, pemilikan ternak, tingkat
pendidikan, dll) diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang diisi masing-masing
peternak.
3.4 Analisa Data
Sifat kuantitatif ukuran tubuh
Data tentang karakter fenotip sifat kuantitatif yang telah diperoleh dilakukan
penghitungan nilai rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing bagian tubuh yang
diukur. Pengaruh beberapa ukuran linear tubuh terhadap bobot badan pada kambing
lokal Bone Bolango digunakan model terbaik dari Analisa regresi berganda dengan
metode stepwise (Iriawan dan Astuti, 2006). Penggunaan metode regresi berganda
stepwise untuk memperoleh persamaan regresi dilakukan untuk menghindari adanya
beberapa variabel yang saling berkorelasi (multikolinearitas). Model linear regresi
berganda yang digunakan adalah:
Y=β0 + β1X1i+ β2X2i +…….+ βpXpi + εi
Keterangan : Y = Bobot Badan
β0 – βp = Koefisien Regresi
X1i - Xpi = Ukuran-Ukuran Tubuh
ε = Galat
Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif yang diamati meliputi bentuk tanduk, pola warna bulu, bentuk
telinga, garis punggung, dan garis muka. Analisa statistik menggunakan frekuensi
relatif dengan formula sebagai berikut:
Frekuensi relatif = Σ Sifat A x 100%
n
Keterangan : A = salah satu sifat kualitatif pada domba yang diamati
n = total sampel kambing lokal yang diamati
Pengaruh lokasi terhadap beberapa sifat kualitatif yang diamati diAnalisa
dengan menggunakan Uji Chi-Square (Iriawan dan Astuti, 2006). Statistik uji Chi-
Square adalah:
Keterangan: X2 = Chi-Kuadrat
n = Nilai Pengamatan
E = Nilai Harapan
Σ = Total dari nilai-nilai
Proses Analisa data terhadap keseluruhan variabel yang diamati menggunakan
alat bantu statistik Minitab versi 14 (Iriawan & Astuti, 2006) dan SPSS versi 16.
Pemilihan penggunaan alat bantu statistik Minitab 14 dan SPSS 16 mengingat lebih
mudah dan lebih praktis dalam penggunaanya dibandingkan alat bantu lainya.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 kabupaten
yang terdapat di Provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki luas wilayah 1984,31
km². berdasar data BPS setempat hingga tahun 2011 jumlah kecamatan yang
terdapat di kabupaten Bone Bolango adalah 18 kecamatan (Tabel 3). berdasar
Tabel 3 dapat dilihat sebaran populasi kambing terbanyak adalah Bonepantai, Bulawa,
Kabila, Botupingge, dan Bone Raya. Lokasi pengamatan untuk keragaman fenotip
kambing lokal Bone Bolango adalah Kecamatan Bonepantai, Kabila, dan Botupingge
dengan mempertimbangkan populasi ternak kambing yang dimiliki ketiga lokasi lebih
dominan dari keseluruhan lokasi kecamatan di Bone Bolango. Ketiga lokasi masing-
masing juga telah dapat merepresentasikan ketinggian tempat dari permukan laut yaitu
tinggi (Botupingge), sedang (Kabila), dan rendah (Bonepantai).
Tabel 3 Jumlah Kecamatan di Bone Bolango dan Populasi Ternak Masing-Masing
Kecamatan tahun 2010
No Kecamatan Populasi Kambing (ekor) Luas (%)
1 Bonepantai 1417 8.15
2 Bulawa 631 5.59
3 Kabila 697 9.75
4 Botupingge 530 2.37
5 Boneraya 523 3.23
6 Suwawa Timur 385 24.65
7 Tapa 358 3.25
8 Kabila Bone 345 7.23
9 Suwawa 281 1.69
10 Bulango Utara 277 8.87
11 Suwawa Selatan 153 9.28
12 Bulango Selatan 149 0.50
13 Tilongkabila 126 4.02
14 Bone 0 3.66
15 Bulango Timur 0 0.55
16 Bulango Ulu 0 3.95
17 Suwawa Tengah 0 3.26
Total 100%
Kecamatan Bonepantai merupakan kecamatan yang wilayahnya terletak di
kawasan Bone pesisir sepanjang teluk Tomini dengan jarak ibukota kecamatan dan
ibukota kabupaten adalah 40 km. Luas wilayah kecamatan Bone Pantai sebesar 161.82
km2 atau 8.15% dari total luas kabupaten Bone Bolango dengan jumlah penduduk 9.776
orang dan kepadatan 60.41 orang/km2. Bentuk marfologi permukaan bumi sebagian
besar merupakan daerah pegunungan dan dataran rendah yang berbatasan langsung
dengan pesisir pantai teluk Tomini. Jumlah sungai yang melewati kecamatan Bone
Pantai adalah 4 buah yaitu sungai Tamboo, Bilungala, Tongo, dan Uabanga. Potensi
jenis tanaman di bidang pertanian yang dimiliki antara lain tanaman palawija (jagung,
ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah), tanaman sayur-sayuran (bawang merah, tomat,
cabe) dan tanaman perkebunan rakyat (kelapa dan cengkeh). Bidang peternakan selain
ternak kambing jenis ternak yang banyak dipelihara masyarakat setempat antara lain
sapi, kuda, dan ayam kampung.
Kecamatan Botupingge adalah kecamatan dengan luas wilayah 47.11 km2 atau
2.37% dari total luas kabupaten Bone Bolango. Jarak ibu kota kecamatan dengan
ibukota propinsi adalah 16.2 km dengan sarana transportasi cukup lancar dan jalan
aspal. Secara marfologi permukaan bumi kecamatan Botupingge dominan merupakan
pegunungan dan perbukitan sehingga hampir keseluruhan wilayahnya berada pada
dataran tinggi. Populasi penduduk hingga tahun 2010 sebanyak 5.598 orang dengan
kepadatan penduduk mencapai 118.8 km2. Mata pencaharian sebagian besar adalah
bidang pertanian, dan sebagian kecil bekerja dibidang pertambangan pergalian,
konstruksi, listrik dan air, perdagangan, angkutan, dan pegawai negeri. Potensi pada
bidang pertanian yang dimiliki adalah tanaman palawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah), buah-buahan (pisang, mangga, pepaya, nangka), tanaman sayuran
(tomat, cabe) dan tanaman perkebunan (kelapa, kakao, kapuk, kemiri, jambu mete).
Bidang peternakan selain ternak kambing jenis ternak lainnya yang ditemukan antara
lain sapi, kerbau, kuda, ayam ras, ayam buras, angsa/itik.
Kecamatan Kabila adalah kecamatan dengan marfologi permukaan bumi
berbentuk dataran rendah dan pegunungan rendah. Wilayah ini terletak disebelah timur
kota Gorontalo dengan luas wilayah 193.45 km2 atau sebesar 13.94% dari total luas
wilayah kabupaten Bone Bolango. Secara keseluruhan lokasi kecamatan Kabila dapat
ditempuh dengan menggunakaan transportasi darat seperti sepeda motor dan mobil
sebab prasarana jalan telah mengalami pengaspalan. Daerah ini dilewati salah satu
sungai terbesar di Provinsi Gorontalo yaitu sungai Bone sehingga desa-desa yang
berada di pinggiran sungai relatif subur. Jumlah penduduk yang dimiliki pada tahun
2010 adalah 21.004 jiwa dengan kepadatan penduduk 109 jiwa/km2. Mata pencaharian
sebagian besar yang ditekuni lebih bervariasi dibandingkan kecamatan Bonepantai dan
Botupingge yaitu bidang pertanian, konstruksi, perdagangan, angkutan dan pegawai.
Sebagian kecil penduduk masih memiliki mata pencaharian dalam bidang
pertambangan, listrik, keuangan dan jasa lainnya. Dalam bidang pertanian produksi
yang banyak dihasilkan adalah padi sawah, jagung, pisang, mangga, pepaya, jeruk,
langsat, nangka, cabe, kelapa dan kakao. Bidang peternakan jenis ternak yang banyak
dipelihara masyarakat kecamatan Kabila antara lain sapi, kuda, kambing, ayam
kampung, ayam ras, dan itik.
Sifat Kuantitatif
Bobot badan adalah bobot ternak kambing yang diperoleh dengan cara
melakukan penimbangan pada ternak sebelum digembalakan. Metode penimbangan ini
yang dilakukan pada ternak kambing lokal sebab pada pagi hari ternak kambing belum
begitu banyak mengkonsumsi hijauan dan pakan sehingga bobot badan yang diperoleh
tidak dipengaruhi akibat adanya pakan yang terdapat di dalam perut.
berdasar hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3 lokasi sampel kecamatan
di kabupaten Bone Bolango diperoleh hasil bobot badan kambing lokal Bone Bolango
tertinggi ditemukan di kecamatan Kabila yaitu 28.65±5.40 kg, kecamatan Botupingge
sebesar 26.88±3.71 kg dan kecamatan Bonepantai 25.69±4.95 kg. Secara keseluruhan
rerata total bobot badan dari ketiga lokasi pengamatan adalah 27.11± 4.92 kg (Tabel 4).
Hasil pengamatan bobot badan kambing lokal Bone Bolango ini lebih rendah dengan
beberapa kambing lokal negara kita umur dewasa hasil penelitian Pamungkas FA, dkk.
(2009) yaitu kambing PE (40.2 kg), Muara (49.4 kg), dan Benggala (37.9 kg) serta sama
atau lebih tinggi dari kambing Gembrong (27.6 kg), Kosta (24.4 kg), Samosir (26.2 kg),
Kacang (22 kg), dan Marica (20.26 kg) (Tabel 1). berdasar pengelompokan maka
bobot badan kambing lokal Bone Bolango dapat dikelompokkan ke dalam kategori
ukuran kategori sedang diantara beberapa kambing lokal hasil penelitian yang ada di
negara kita .
berdasar tabel 4 diantara ketiga lokasi kecamatan, koefisien keragaman
bobot badan di Kecamatan Botupingge lebih rendah (13.80%) dibandingkan dengan
koefisien keragaman di Kecamatan Bone Pantai (19.27%) dan Kecamatan Kabila
(18.5%). Menurut Noor (1995) keragaman fenotip (Vp) yang timbul dapat disebabkan
oleh adanya keragaman genetik (Vg) dan keragaman lingkungan (Ve). Nilai koefisien
keragaman yang tinggi di Kecamatan Kabila secara genetik dapat dipengaruhi oleh
adanya program introduksi kambing PE oleh pemerintah setempat sejak lama untuk
meningkatkan produktivitas melalui persilangan dengan kambing lokal namun tidak
berjalan maksimal. Hal ini menjadikan sebagian besar ternak kambing lokal setempat
memiliki keturunan kambing PE dan sebagian lagi masih merupakan keturunan murni
yang tanpa persilangan sehingga perbedaan ini menghasilkan keragaman bobot badan
yang cukup besar. Keragaman bobot badan yang diakibatkan dari faktor lingkungan
dapat diakibatkan perbedaan jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi masing-masing
ternak. berdasar hasil survai sistem pemeliharaan yang diterapkan peternak adalah
siang dilepas untuk mencari pakan sendiri dan malam baru dikandangkan atau diikat
disekitar rumah di dalam pagar. Kambing yang berada pada sumber pakan berlimpah
tentunya akan mengkonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga bobot badan yang
dimiliki akan lebih tinggi dibandingkan dengan kambing lokal yang jauh dari sumber
pakan. berdasar hasil pengamatan terhadap keadaan umum lokasi, jumlah lahan
untuk tempat kambing lokal mencari pakan di kecamatan Kabila semakin sedikit
diakibatkan semakin banyaknya ditempati oleh pemukiman penduduk. Kondisi ini
menyebabkan pada beberapa peternak sering memberikan pakan konsentrat berupa
dedak maupun ampas tahu meskipun dalam jumlah sedikit untuk menutupi kekurangan
hijauan pakan dan pada peternak yang lain tidak pernah memberikan pakan konsentrat
sama sekali dan hanya mengandalkan rumput liar yang tumbuh. Perbedaan pola
pemberian pakan ini menjadikan bobot badan kambing lokal di Kabila menjadi sangat
beragam sebab bobot badan sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama ketersediaan
pakan.
Pada kecamatan Bone Pantai keragaman bobot badan kambing lokal cukup
tinggi seperti di kecamatan Kabila. Keragaman ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (Ve) sebab bentuk marfologi permukaan bumi yang dimiliki sebagian
gunung dan sebagian dataran rendah pada pinggiran pantai. Kondisi lingkungan ini
yang berbeda menyebabkan sebagian ternak kambing lokal setempat mencari makanan
pada kawasan pegunungan dan sebagian lagi mencari pada pinggiran pantai. Perbedaan
lokasi mencari pakan menyebabkan variasi bobot badan kambing lokal di daerah ini
lebih tinggi dibandingkan kecamatan Botupingge. Hasil wawancara dengan beberapa
peternak kambing lokal juga diperoleh bahwa pemberian pakan konsentrat tidak pernah
dilakukan dan lebih banyak mengandalkan rumput liar atau daun-daunan yang tumbuh
sebagai sumber pakan yang utama sehingga bobot badan yang diperoleh juga lebih
rendah dari kecamatan Kabila dan Botupingge.
Keragaman bobot badan di kecamatan Botupingge lebih rendah dibandingkan
dengan bobot badan di kecamatan Kabila dan Bone Pantai. Hal ini dapat disebabkan
lingkungan tempat kambing lokal mencari pakan lebih seragam sebab sebagian besar
marfologi permukaan bumi kecamatan Botupingge merupakan pegunungan dan
perbukitan. Hasil wawancara dan pengamatan terhadap peternak dan penyuluh setempat
bahwa wilayah Botupingge pada dulunya juga merupakan daerah penyebaran kambing
PE dan sampai saat ini beberapa keturunannya masih memiliki penampilan yang
dimiliki oleh PE tetuanya. Introduksi ini sedikit banyak telah mengubah komposisi
genetik kambing lokal setempat maupun keturunan-keturunannya sehingga
menimbulkan keragaman genetik.
Analisa Regresi Bobot Badan dan Ukuran Tubuh
Analisa yang digunakan untuk mengetahui korelasi dan persamaan regresi
antara berbagai macam ukuran tubuh dengan bobot badan adalah Analisa regresi
berganda stepwise. Penggunaan Analisa regresi stepwise sebab Analisa regresi berganda
mensyaratkan antara variabel prediktor tidak saling berkorelasi. Analisa regresi
stepwise merupakan salah satu solusi menyelesaikan masalah regresi yang variabel
prediktornya saling berkorelasi (Iriawan dan Astuti, 2006).
Hasil Analisa regresi stepwise diperoleh bahwa variabel ukuran tubuh pada
kambing lokal Bone Bolango yang memiliki pengaruh paling besar terhadap bobot
badan serta tidak berkorelasi dengan ukuran tubuh lainnya adalah lingkar dada, tinggi
kepala, dan lebar dada (Tabel 5). Nilai korelasi yang diperoleh antara bobot badan
dengan ketiga variabel tersebut adalah masing-masing 0.83 (lingkar dada), 0.58 (tinggi
kepala), dan 0.30 (lebar dada). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitan yang dilakukan
oleh Mulliadi (1996) bahwa lingkar dada berkorelasi positif dengan bobot badan domba
Garut betina sebesar 0,80 dan Doho (1994) bahwa lingkar dada memiliki korelasi positif
dengan bobot badan domba Ekor Gemuk sebesar 0,78. berdasar Analisa regresi
stepwise maka diperoleh persamaan regresi berganda antara bobot badan dengan lingkar
dada, tinggi kepala, dan lebar dada adalah: Bobot Badan : -36.3 + 0.867 Lingkar Dada +
0.734 Tinggi Kepala – 0.380 Lebar Dada. Persamaan ini sekaligus dapat dijadian
sebagai penduga bobot badan kambing lokal Kabupaten Bone Bolango.
Sifat Kualitatif
berdasar hasil pengamatan terhadap sifat kualitatif warna bulu diperoleh
hasil 5 macam warna bulu kambing lokal Bone Bolango yaitu warna hitam, putih,
coklat, dan abu-abu (Tabel 6). Secara keseluruhan pada ketiga lokasi pengamatan warna
bulu yang banyak ditemukan adalah warna hitam, coklat, putih, dan abu-abu.
berdasar Gambar 2 dapat dilihat penyebaran pola warna bulu yang ditemukan
adalah 11 macam pola warna. berdasar tabel 6 diketahui pula bahwa pola warna
bulu untuk bagian tubuh depan dari keseluruhan sampel yang diamati didominasi oleh
warna hitam (37.4%) baik untuk kecamatan Bone Pantai, Botupingge, dan Kabila, dan
selanjutnya adalah warna coklat (25.3%), dan terakhir adalah coklat muda (7.1).
Demikian pula warna bagian tengah tubuh secara keseluruhan didominasi warna hitam
(21.2%), Coklat (17.2%), serta hitam dan putih (13.11%). Pada bagian tubuh belakang
warna bulu yang dominan adalah hitam (29.3%), coklat 26.3%, dan putih 9.1%. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoda
(2008) bahwa warna bulu dominan yang terdapat pada kambing kacang di Maluku
Utara secara berturut-turut adalah warna hitam, coklat, dan putih. Selain ketiga warna
dominan yang diperoleh, ditemukan pula pola warna lain namun frekuensi
pemunculannya pada masing-masing ternak baik dibagian depan tubuh maupun bagian
tengah dan belakang tubuh hanya dalam jumlah yang sedikit. Pola warna-warna yang
lain tersebut antara lain abu-abu, hitam dan putih, coklat dan putih, coklat dan hitam,
coklat muda, putih totol hitam, putih totol coklat, dan coklat hitam dan putih.
Keseluruhan warna-warna dan pola warna tersebut tersebut dapat ditemukan pada 3
sampel kecamatan yang diamati yaitu Bonepantai, Botupingge, dan Kabila. Khusus
warna putih polos hanya ditemukan pada 2 lokasi sampel kecamatan yaitu Botupingge
dan Kabila namun di kecamatan Bonepantai tidak ditemukan warna tersebut. Warna
putih yang ditemukan di kecamatan Bonepantai umumnya terlihat namun berkombinasi
dengan warna lain seperti warna hitam dan warna coklat.
berdasar Analisa chi square dengan menggunakan perangkat statistk SPSS
16 diperoleh hasil pola warna tubuh pada bagian depan tubuh berbeda antar ketiga
lokasi pengamatan (sign. 0.034 ≤ α. 0.05). Pada bagian tengah tubuh hasil Analisa chi
square diperoleh hasil terdapat perbedaan pola warna bulu yang signifikan antara ketiga
lokasi pengamatan (sign. 0.05 ≤ α. 0.05) (Tabel 7). Namun pada bagian belakang tubuh
pola warna yang ditemukan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antar ketiga
lokasi pengamatan (sign. 0.176 > α. 0.05). Pernyataan ini juga berarti bahwa lokasi
kecamatan telah mempengaruhi timbulnya berbagai macam pola warna tubuh pada
kambing lokal Bone Bolango baik bagian depan maupun pada bagian tengah tubuh.
Pada bagian belakang tubuh lokasi kecamatan tidak menyebabkan timbulnya berbagai
macam variasi pola warna bulu pada kambing lokal Bone Bolango.
Perbedaan pola warna yang secara dominan terdapat pada tubuh kambing lokal
Bone Bolango (depan dan tengah) ini dapat timbul disebabkan adanya perbedaan secara
genetik antara kambing lokal Bone Bolango yang terdapat di ketiga lokasi kecamatan.
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Martojo (1993) bahwa sifat kualitatif (warna bulu)
lebih banyak diatur atau ditentukan oleh genotipe individu sehingga faktor lingkungan
pada umumnya tidak atau kecil sekali peranannya. berdasar hasil wawancara
terhadap penyuluh bahwa ketiga lokasi kecamatan (Kabila, Botupingge, dan
Bonepantai) sebelumnya telah memperoleh program peningkatan produksi ternak
kambing lokal melalui introduksi kambing PE secara besar-besaran dan beberapa jenis
kambing tersebut mampu bertahan hidup sampai sekarang namun sebagian mengalami
kematian sebab tidak didukung oleh lingkungan yang sesuai khususnya ketersediaan
pakan. berdasar hasil pengamatan di ketiga lokasi pengamatan kambing PE
introduksi dan turunannya yang masih tetap bertahan sampai saat ini adalah yang
terdapat di kecamatan Botupingge dan Kabila sementara yang di kecamatan Bonepantai
sudah tidak ditemukan lagi kambing yang secara fenotip memiliki ciri seperti kambing
PE. Temuan ini juga mengindikasikan bahwa secara genetik populasi ternak kambing
yang terdapat di kecamatan Kabila dan Botupinge memiliki tingkat keragaman genetik
(Vg) yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak kambing yang terdapat di
kecamatan Bonepantai. Selain itu lokasi kecamatan Bonepantai yang cukup jauh dari
kecamatan Botupingge dan Kecamatan Kabila menyebabkan kambing lokal yang ada di
wilayah ini cenderung memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi sebab peluang
kontaminasi dari turunan PE cukup kecil. Menurut Martojo (1993) dalam bidang
pemuliaan keragaman yang tinggi akan lebih memudahkan dalam melakukan proses
seleksi sebab akan lebih mudah membedakan kambing yang ukuran tubuh maupun
warna bulunya dominan maupun yang ukuran tubuhnya lebih kecil atau warna tubuhnya
mencolok. Keragaman yang tinggi akan lebih memudahkan dalam melakukan
pemurnian kambing lokal kembali sebagai bagian dari manajemen pemuliaan ternak
kambing.
Karakter sifat fenotip lainnya yang diamati pada ketiga lokasi kecamatan adalah
garis muka, keadaan tanduk, bentuk telinga, dan bentuk punggung. Garis muka kambing
lokal Bone Bolango yang ditemukan pada ketiga lokasi pengamatan secara total lebih
didominasi garis muka yang datar yaitu 97% dan garis muka cembung hanya 3%.
Diantara ketiga lokasi pengamatan garis muka datar ditemukan pada terbanyak di
kecamatan Kabila 2 ekor dan selanjutnya pada kecamatan Botupingge 1 ekor sementara
di kecamatan Bonepantai tidak ditemukan adanya garis muka cembung. Hal ini
diakibatkan ternak kambing yang teridentifikasi di kedua lokasi kecamatan tersebut
telah memiliki percampuran genetik dengan kambing PE sehingga sebagian marfologi
tubuhnya sebagian berasal dari kambing PE dan sebagian berasal dari kambing lokal
setempat sebab salah satu ciri khas kambing PE adalah garis muka yang lebih cembung.
Keadaan tanduk kambing lokal Bone Bolango hasil penelitian secara total
ditemukan frekuensi kambing yang bertanduk adalah 89 ekor (92.7%) sementara yang
tidak bertanduk sebanyak 7 ekor (7.3%). Bila dilihat dari masing-masing kecamatan
maka kecamatan Bonepantai tidak ditemukan kambing yang tidak bertanduk sementara
pada kecamatan Botupingge frekuensi kambing lokal yang bertanduk adalah 32 ekor
dan yang tidak bertanduk 1 ekor dan di kecamatan Kabila yang bertanduk sebanyak 26
ekor dan yang tidak bertanduk sebanyak 6 ekor. Hal ini sesuai dengan pendapat
Katsumata, et al (1981) bahwa frekuensi kambing yang bertanduk pada lokasi lain di
Indonesi (Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali, dan Madura) berkisar
antara 80% - 100%.
Sifat kualitatif lainnya yang diamati adalah bentuk telinga yang terdiri atas
bentuk telinga berdiri, setengah menjuntai, dan menjuntai kebawah. berdasar hasil
pengamatan dari total 100 ekor kambing lokal Bone Bolango yang diamati pada 3 lokasi
kecamatan 95 ekor (95%) memiliki telinga yang setengah menjuntai dan 5 ekor (5%)
memiliki telinga yang menjuntai kebawah. berdasar masing-masing kecamatan
maka kecamatan Kabila merupakan lokasi yang paling banyak ditemukan bentuk telinga
yang menjuntai kebawah (3 ekor) sementara kecamatan Kabila dan Bonepantai masing-
masing ditemukan 1 ekor. Frekuensi telinga yang menjuntai kebawah yang lebih banyak
ditemukan di kecamatan Kabila sebab lokasi ini banyak ditemukan kambing PE dan
telah terjadi perkawinan dengan kambing lokal setempat sehingga turunan kambing
lokal tersebut saat ini telah memiliki ciri yang sebagian dimiliki kambing PE yaitu
telinga yang cukup panjang berlipat-lipat dan menjuntai kebawah.
Bentuk punggung merupakan sifat kualitatif lainnya yang juga diamati dalam
penelitian ini. berdasar hasil penelitian ditemukan bentuk punggung kambing lokal
Bone Bolango secara keseluruhan dari ketiga lokasi sampel pengamatan adalah bentuk
lurus sementara bentuk punggung yang cembung maupun cekung tidak ditemukan baik
di kecamatan Bonepantai, Botupingge, maupun Kabila. Hasil ini cukup berlainan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hoda (2008) bahwa pada kambing
kacang baik jantan maupun betina memiliki garis punggung cekung (87.5% dan 86%),
garis punggung lurus (8% dan 11%), dan garis punggung cembung (4.5% dan 3%).
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Pamungkas FA, dkk (2009) pada kambing PE
bentuk punggungnya mengombak kebelakang, sementara pada kambing kacang
punggung yang dimiliki melengkung.
Karakteristik Peternak
Salah satu faktor utama yang sangat penting dipertimbangkan dalam upaya
pelestarian ternak lokal adalah mengetahui karakteristik peternaknya. Hal ini penting
sebab antara ternak lokal dan peternak merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan sehingga berhasil tidaknya program pemuliaan yang dilakukan pada
kambing lokal bergantung kesiapan peternak menerima program tersebut.
berdasar Tabel 9 secara total dapat dilihat status pekerjaan utama yang
ditekuni para peternak kambing lokal di Bone Bolango didominasi tani ternak (51,7%)
dan sebagian kecil berdagang (13.8%) dan pegawai negeri (3.4%). berdasar hasil
survai pula pada beberapa peternak selain pekerjaan utama tani ternak juga bekerja
sebagai buruh bangunan (17.2%), tani ternak dan berdagang (6.9%), tani ternak dan
nelayan (3.4%), serta tani ternak dan pegawai negeri (3.4%). Adanya beberapa peternak
yang memiliki pekerjaan sampingan selain bertani dan beternak dapat mempengaruhi
perhatian peternak terhadap kambing yang dipelihara. Beberapa hal yang menjadi faktor
penyebab gagalnya suatu usaha peternakan adalah ketidakmampuan seseorang dalam
membagi waktu terhadap pekerjaan utamanya sehingga produktivitas ternak tidak dapat
menunjukkan secara optimal. Penentuan status pekerjaan utama yang ditekuni berkaitan
erat dengan motivasi yang melatarbelakangi kegiatan tersebut. berdasar hasil survai
(Tabel 9) umumnya menyatakan bahwa beternak kambing merupakan pekerjaan
sampingan semata (75.9) dan juga sebagai hobby (3.4%) sementara yang menyatakan
sebagai pekerjaan utama hanya 3.4%.
Dalam bidang pendidikan jenjang pendidikan yang telah ditempuh para
responden terendah adalah tidak tamat SD (3.4%) dan tertinggi adalah perguruan tinggi
(3.4%). Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh para petani/peternak terbanyak
merupakan lulusan SD (51.7%), diikuti SMP (20.7%), dan SMA (20.7%). Tingkat
pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan petani dalam
mengadopsi berbagai inovasi baru. Pendidikan formal yang ditempuh merupakan modal
yang amat penting karena dengan pendidikan seseorang mempunyai kemampuan dan
dapat dengan mudah mengembangkan diri dalam bidang kerjanya. Pendidikan formal
yang lebih tinggi cenderung memiliki motivasi yang tinggi dan wawasan yang luas
dalam mengAnalisa suatu kejadian. Rendahnya pendidikan formal yang dimiliki
beberapa peternak kambing lokal di Bone Bolango dapat menjadi kendala dalam
menganalisa suatu permasalahnnya ternaknya sehingga program penyuluhan merupakan
alternatif untuk meningkatkan tingkat pengetahuan yang dimiliki. berdasar hasil
survai juga diperoleh sebagian besar pengetahuan beternak yang diperoleh berasal dari
belajar sendiri (65.9%), orang tua (6.9 %), dan penyuluhan (6.9%) serta lainnya (Tabel
9).
Salah satu hal positif yang berkaitan pelestarian dan pengembangan kambing
lokal Bone Bolango adalah pengalaman beternak. Secara keseluruhan sebagian besar
responden menyatakan telah memiliki pengalaman beternak lebih dari 4 tahun (82.8%)
dan sebagian kecil 4 tahun, 3 tahun dan 2 tahun. Pengalaman dalam beternak dapt
menjadi indikator tingkat kematangan dalam usaha budidaya ternak. Lamanya beternak
kambing lokal juga menjadi indikasi bahwa kambing lokal yang tersebar di Kabupaten
Bone Bolango sebagian besar telah lama menjadi pilihan utama untuk tetap dipelihara
sebab relatif mudah dalam pemeliharaan dan dapat beradaptasi dengan lingkungan
setempat.
Karakteristik Manajemen Pemeliharaan
berdasar hasil pengamatan dilapangan (Tabel 10), sistem pemeliharaan yang
diterapkan peternak kambing lokal Bone Bolango sebagian besar adalah semi intensif
yaitu siang dilepas diluar kandang dan malam baru dikandangkan (82.8%), dan sebagian
kecil dengan cara dilepas terus diluar kandang (10.3%) dan dipelihara terus didalam
kandang (6.9%).
Model kandang dan sistem perkandangan yang dimiliki peternak umumnya
masih sangat sederhana bahkan beberapa responden tidak memiliki kandang sebagai
tempat melindungi ternak. Sebagian besar responden yang memiliki kandang dilokasi
pengamatan menempatkan kambing lokal yang dimiliki di halaman rumah yang telah
dikelilingi pagar sebagai pembatas agar kambing tidak keluar sementara kandang yang
dimiliki ditempatkan disamping atau dibelakang rumah yang berfungsi sebagai tempat
melindungi ternak dari hujan dan panas. Hal ini tergambar dari hasil survai pada tabel
10 dimana sebagian besar kandang yang dimiliki tidak memiliki dinding atau tanpa
dinding (41.4%) dan lantai kandang terbuat dari tanah (55.2%) dengan atap yang terbuat
dari rumbia (37.9%). Sebagian kecil peternak responden telah menggunakan dinding
kandang yang terbuat dari kayu, bambu, bebatuan yang disusun, kawat atau seng, atap
kandang yang terbuat dari genteng dan seng dan serta lantai kandang yang terbuat dari
bambu dan campuran semen dan kerikil. Bagi responden yang tidak memiliki kandang
hanya menempatkan kambing yang dimiliki didepan rumah sehingga sangat rawan
terhadap berbagai macam pencurian ternak.
Jenis pakan yang diberikan pada kambing lokal di Bone Bolango pada ketiga
lokasi pengamatan sebagian besar adalah rumput dan daun-daunan (44.8%) namun
sistem pemberian pakan yang dilakukan tidak ditentukan (96.4%) baik waktu dan
jumlahnya. Sumber pakan yang diberikan dominan hanya mengandalkan rumput liar
(82.8%) yang banyak tumbuh di pekarangan atau pegunungan dan pebukitan dan
sebagian kecil dengan cara sesekali membeli dari luar (ampas tahu). Beberapa peternak
juga memberikan makanan lainnya dari sisa dapur seperti kulit pisang dan sayur
sayuran yang tidak digunakan lagi.
Program sanitasi yang diterapkan sebagian besar reponden masih sangat
sederhana dan lebih banyak diarahkan terhadap kandang namun terhadap ternak sangat
jarang dilakukan bahkan pada peternak yang tidak memiliki kandang tidak pernah
dilakukan. berdasar tabel 10 dapat dilihat jenis sanitasi yang dilakukan terhadap
kandang (78.6%) sebagian besar dengan cara membersihkan kotoran dari lantai kandang
(95.8%) namun dilakukan hanya ketika diperlukan saja (42.9%) yaitu ketika kotoran
kandang sudah cukup banyak dan terlihat menumpuk di dalam kandang. Kotoran ternak
yang dihasilkan ternak oleh beberapa responden tidak diolah dan tidak dijual (89.7%)
dan hanya sebagian kecil yang dijadikan pupuk untuk tanaman (6.9%) dan dijual
(3.4%).
berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal,
yaitu:
1. Sifat kuantitatif bobot badan kambing betina lokal Bone Bolango pada umur
dewasa 27.11 kg lebih tinggi dari beberapa kambing lokal yang ada di pulau
Sulawesi yaitu kambing kacang dan kambing marica
2. Ukuran tubuh yang memiliki korelasi tertinggi terhadap bobot badan dan dapat
dijadikan penduga bobot badan adalah lingkar dada, tinggi kepala, dan lebar dada
3. Terdapat perbedaan warna bulu yang signifikan pada bagian depan dan tengah
tubuh antar ketiga lokasi pengamatan (Bonepantai, Botupingge, Kabila) namun
pada bagian belakang tubuh tidak ada perbedaan yang signifikan
4. Keragaman genetik kambing lokal Bone Bolango akibat cemaran genetik dari
kambing PE di kecamatan Kabila dan Botupingge lebih tinggi dibandingkan
dengan kambing lokal yang terdapat di kecamatan Bonepantai
5. Sistem pemeliharaan yang diterapkan beberapa responden peternak kambing lokal
Bone Bolango dominan masih sangat sederhana dengan cara dilepas diluar kandang
pada siang hari untuk mencari makanan sendiri dan malam hari di dalam kandang
atau disekitar rumah di dalam pagar.