peternakan 1
Tingginya permintaan daging dari tahun ke tahun memperlihatkan bahwa adanya
perubahan pola konsumsi warga . Perubahan ini kemungkinan dipicu adaya
perubahan tingkat pendapata, pendidikan dan struktur warga . Meningkatnya
permintaan daging ini ini tidak diiringi dengan peningkatan populasi ternak sebagai
sumber daging. Untuk memenuhi prningkatan populasi ternak maka diupaya
peningkatan pengelolaan peternakan.
berdasar UU no 41 Tahun 2014 maka defenisi peternakan adalah segala urusan yang
berkaitan dengan sumber daya fisik, Benih, Bibit, Bakalan, Ternak Ruminansia Indukan,
Pakan, Alat dan Mesin Peternakan, budi daya Ternak, panen, pascapanen, pengolahan,
pemasaran, pengusahaan, pembiayaan, serta sarana dan prasarana. Dari defenisi diatas terlihat
bahwa tidak semua hewan tergolong ternak dan tidak semua hewan dapat diusahakan sebagai
ternak. UU No 41 Tahun 2014 juga menyatakan bahwa defenisi ternak adalah Hewan
peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa,
dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.
Beda hewan dengan hwan peliharaan adalah hewan merupakan binatang atau satwa yang
seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang
dipelihara maupun yang di habitatnya. Sedangkan hewan peliharaan adalah Hewan yang
kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud
tertentu. Selanjutnya istilah Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air,
dan/atau udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia.
Ruang lingkup peternakan berdasar defenisi diatas adalah benih, bibit, bakalan, ternak
ruminansia indukan, pakan, alat dan mesin, budi daya ternak, panen, pasca panen,
pengolahan, pemasaran, pengusahaan, pembiayaan dan sarana dan prasarana.
Ternak Ruminansia Betina Produktif adalah Ternak ruminansia betina yang organ
reproduksinya masih berfungsi secara normal dan dapat beranak. Ternak Ruminansia Indukan
adalah Ternak betina bukan bibit yang memiliki organ reproduksi normal dan sehat dipakai
untuk pengembangbiakan. Bakalan Ternak Ruminansia Pedaging yang selanjutnya disebut
Bakalan adalah ternak ruminansia pedaging dewasa yang dipelihara selama kurun waktu
tertentu hanya untuk digemukkan sampai mencapai bobot badan maksimal pada umur optimal
untuk dipotong.
Ruang lingkup pengembangan peternakan adalah :
1. Ternak. Ternak adalah Hewan piara yang kehidupannya yakni mengenai tempat,
perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan
dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi
kepentingan hidup manusia.
2. Peternak. Peternak adalah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan
yang mata pencaharian nya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada
peternakan.
3. Perusahaan peternakan. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang
dilakukan pada tempat tertentu serta perkembang biakannya dan manfaatnya diatur
dan diawasi oleh peternak-peternak.
4. Kelas Ternak. Kelas Ternak adalah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa
ternak yang dibentuk dan dikembangkan mula-mula disuatu daerah tertentu.
5. Bangsa Ternak (Breed). Bangsa Ternak (Breed) adalah Suatu kelompok dari
ternak yang memiliki persamaan dalam bentuk morphologis, sifat-sifat fisiologis
ddan bentuk anatomis yang karakteristik untuk tiap-tiap bangsa dan sifat-sifat
persamaan ini dapat diturunkan pada generasi selanjutnya.
Istilah Animal Husbandry dan Animal Breeding. Dalam Bahasa Indonesia keduanya
memiliki arti yang sama yaitu “ BETERNAK”, namun sebenarnya ada perbedaan makna
diantara keduanya :
1. Animal Husbandry adalah beternak dalam arti luas meliputi komponen
memelihara, merawat, mengatur kehidupan, mengatur perkawinan, mengatur
kelahiran, penjagaan kesehatan serta mengambil manfaatnya.
2. Animal Breeding adalah beternak dalam arti sempit yang hanya menitikberatkan
pada usaha mengatur perkembangbiakan seperti mengatur perkawinan, pemilihan
bibit, menjaga kemandulan dan kebuntingan serta kelahiran.
3. Cross Breeding adalah perkawinan antara hewan/ternak yang berbeda bangsanya
(Breed) dimana masing-masing adalah bangsa murni.
4. Grading Up adalah suatu sistem breeding dimana pejantan murni (biasanya
didatangkan dari tempat lain) dikawinkan dengan betina lokal. Sesudah itu
keturunannya yang betina dikawinkan pula dengan pejantan murni itu. Hasil-hasil
anakan yang jantan terus disingkirkan sampai pada titik tingkat genetik tertentu,
sehingga hasil akhir akan diperoleh betina dan pejantan Unggul. Nama yang umum
diwarga kalau masih dalam taraf grading up adalah Peranakan.
5. Close Breeding / Inbreeding adalah sistem perkawinan antar individu yang masih
erat hubungan kekeluargaannya.
6. Line Breeding adalah In Breeding yang diarahkan pada suatu sifat Individu yang
disukai.
7. Line-crossing adalah persilangan antara lines baik dalam bangsa yang sama
ataupun antar bangsa yang berbeda.
Fungsi Ternak
Manfaat atau kegunaan dari usaha ternak yaitu :
1. Sebagai Sumber Gizi. Produksi ternak seperti telur, daging dan susu merupakan
bahan makanan yang bergizi tinggi karena banyak mengandung protein, mudah
dicerna dan lezat. Bahkan air susu merupakan komponen penyempurna dari
pemenuhan 4 sehat 5 sempurna.
2. Sebagai Sumber Tenaga. Keberadaan ternak besar dan kecil dimanfaatkan untuk
sumber tenaga menarik alat-alat pertanian dan alat transportasi. Keberadaan sumber
tenaga ternak sebagai pembajak sawah masih dipertahankan karena topografi tanah
pertanian yang berbukit-bukit sehingga sangat sulit penerapan mekanisasi pertanian
modern.
3. Sebagai Sumber Pupuk. Hasil samping kotoran ternak dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk kandang bagi tanaman
4. Sebagai Sumber Penghasilan. Dengan memelihara ternak maka dapat merupakan
sumber untuk memperoleh uang.
5. Sebagai Sumber Bahan Industri. Hasil utama dan samping dari ternak dapat
dipakai untuk bahan baku industri. Telur, daging dan susu dapat dipakai
dalam berbagai industri makanan. Kulit, Bulu, tulang dan lainnya dapat dipakai
untuk industri kerajinan.
6. Sebagai Sumber Lapangan Kerja. Dengan semakin berkembangnya usaha
peternakan maka akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Industri
peternakan adalah industri biologis sehingga campur tangan manusia mutlak
diperlukan.
7. Sebagai Sumber Penelitian Ilmu. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, maka
ternak merupakan sarana penelitian yang efektif bagi pemenuhan kebutuhan
manusia.
8. Sebagai Sumber Pariwisata. Dari segi sosial, maka ternak merupakan daya tarik
wisata tersendiri, khususnya terkait dengan hobi atau kesenangan (Funcy).
9. Sebagai Sumber Status Sosial. Kepemilikan Ternak dapat meningkatkan status
sosial bagi seseorang atau sekelompok orang khususnya kepemilikan ternak-ternak
pilihan.
10. Sebagai Sumber Sosial Budaya. Di Indonesia masih sangat banyak dibutuhkan
ternak-ternak sebagai kelengkapan dalam sesaji, kepercayaan yang berkaitan
dengan tatacara atau adat daerah.
Karakteristik Peternakan
1. Karakteristik Ternak adalah Usaha / Industri yang dikendalikan oleh manusia
dimana mencakup 4 komponen yaitu : Manusia sebagai subyek, Ternak sebagai
obyek, lahan/tanah sebagai basis ekologi dan teknologi sebagai alat untuk
mencapai tujuan.
2. Karakteristik Usaha Dinamis, dimana usaha peternakan harus dikaji dengan
analisa dinamis dengan referensi waktu dan penuh dengan ketidakpastian.
3. Karakteristik Produk Peternakan adalah karakteristik hasil utama maupun
sampingan usaha peternakan. Yaitu Fragile (mudah pecah secara fisik), Perishable
(mudah rusak secara kimiawi dan biologi), Quality variation ( Tingkat Variasi yang
tinggi dalam kualitas produk) serta Bulky ( Nilai ekonomis hasil samping
berlawanan dengan hasil utama).
4. Karakteristik Produksi Peternakan adalah faktor-faktor produksi usaha
peternakan yang jumlahnya relatif banyak serta dominansi pengaruh lingkungan
yang besar.
5. Karakateristik sistim Usaha Peternakan terdiri dari Sistem Intensif (Modal dan
teknologi tinggi/banyak dengan tenaga kerja rendah/sedikit) serta sistem Ektensif
(Modal dan teknologi rendah/sedikit dengan tenaga kerja tinggi/banyak). Jadi yang
Intensif respon supply rendah sedangkan ektensif respon suplly tinggi.
6. Karakteristik Tipe Ternak berdasar pemakaian pakan yaitu Ternak Non
Ruminansia (Berperut tunggal) dan Ternak Ruminansia (Berperut ganda).
Karakteristik Peternakan di Indonesia
Karakteristik Peternakan di Indonesia terdiri dari:
1. Peternakan Tradisional dengan ciri-ciri Jumlah ternak sedikit, Input teknologi
rendah, Tenaga kerja Keluarga dan profit rendah (sebagai tabungan).
2. Peternakan Backyard dengan ciri-ciri Jumlah ternak sedikit, Input teknologi
mulai tinggi, Tenaga kerja Keluarga dan profit sedang. Diwakili peternak ayam ras
dan sapi perah
3. Peternakan Modern dengan ciri-ciri Jumlah ternak banyak, Input teknologi tinggi,
Tenaga kerja spesifik bidang peternakan dan profit tinggi.
Ternak-ternak yang dibudidayakan oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok
yaitu:
1. Ternak Unggas (Class Aves biasanya Meat type dan Egg type) antara lain
Ayam (Gallus domesticus), Itik (Anas planthyrynchos), Entog (Cairina moschata),
Angsa (Anser anser) dan Kalkun (Melegris galopavo) dan Tiktok.
2. Ternak Potong (Class Mamalia biasanya Meat type) antara lain Ternak Potong
Besar : Sapi (Bos species), Kerbau (Buballus bubalis), Kuda (Equs caballus),
Keledai (Equs asinus), Zebra (Equs hipotigris) dan Unta (Camell dromedarius).
Ternak Potong Kecil : Kambing (Capra species), Domba (Ovis species), Babi (sus
species).
3. Ternak Perah (Class Mamalia biasanya Milk type) antara lain Sapi Perah,
Kerbau Perah, Kuda Perah, Kambing Perah dan Unta Perah.
4. Aneka Ternak adalah ternak-ternak yang tidak dalam satu class antara lain :
Kelinci (Lepus cuniculus), Lebah (Apis species), Puyuh (Coturnix coturnix),
Bekicot, Walet, Kodok dll.
PROSPEK PETERNAKAN INDONESIA MENUJU 2045
Indonesia merupakan Negara yang memiliki 3.530 spesies tumbuhan dan 2.827 jenis
ikan sebagai sumber penyediaan bahan pangan. Duapuluh lima persen keragaman hayati
dunia disumbangkan oleh Indonesia. Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia
yaitu sekitar 80%. berdasar intensitas kegiatan budidaya, pemakaian tanah di Indonesia
terdiri dari 63 %masih hutan, 4 % sawah, 2% non pertanian, 8% lahan kering, 9 %
perkebunan dan 14% lain-lain ( padang rumput dsb) (Hanani dan zakaria, 2012).
berdasar sumber daya alam ini maka Indonesia membutuhkan inovasi dan
kreatifitas, jaringan dan teknologi guna mengoptimalkan pemakaian sumber daya alam yang
ada. Peran Perguruan tinggi sangat dibutuhkan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas
SDM dan sebagai wahana perunbahan pola pikir warga menuju civil society yang
demokrafis.
Pembangunan Indonesia diarahkan kepada pembangunan ekonomi yang berkualitas
tinggi, pertumbuhan tinggi yang pro pertumbuhan, pro pemerataan, pro lapangan kerja, pro
warga miskin, pro lingkungan alam. Pembangunan ini diharapkan mampu menjaga
ketahanan penghidupan, ketahanan pangan, penghapusan kemiskinan dan pemerataan,
ketahanan energi, jasa lingkungan, basis bioindustri, penningktan kesehatan, iklim
pembangunan, daya tahan ekonomi dan pertumbuhan berkualitas. Perwujudan pembangunan
ini adalah pertanian yang bermartabat, mandiri, maju, adil dan makmur. Usaha yang perlu
dilakukan adalah transformasi sektoral, demografi, spasial, institusional, governance dan
pertanian.
Pembangunan pertanian dalam arti luas merupakan poros utama pembangunan
Indonesia. Hal ini dipicu oleh transformasi pertanian akan menghasilkan transformasi
intersektoral, spasial, demografi, institusional, dan tata kelola pembangunan.
2.1.Kondisi Peternakan Indonesia saat ini.
Peternakan adalah salah satu sektor yang banyak menyumbang terhadap ketersediaan
pangan. Kebutuhan protein hewani konsumen dipenuhi melalui sector peternakan. Produk
utama peternakan adalah susu, daging, telur dan bibit. Selain produk utama, peternakan
memiliki produk sampingan yang nilainya tidak jauh bersaing dari nilai produk utama.
Produk sampingan peternakan terdiri dari : bulu ayam, bulu domba, darah yang diolah
menjadi tepung darah, tulang yang diolah menjadi tepung tulang atau hiasan, tanduk sebagai
hiasan, kulit yang diolah menjadi jaket, sepatu, tas dan kotoran ternak yang diolah menjadi
pupuk padat, pupuk cair dan biogas. Potensi produk peternakan di Indonesia, saat ini belum
dioptimalkan pemakaian nya. Hal ini kemungkinan dipicu karena Peternakan di
Indonesia masih berskala kecil dan rata beternak merupakan pekerjaan sampingan.
Ternak ; Populasi ternak Indonesia saat ini dapat dilihat pada tabel 2.1.
Konsumsi/
Produksi
Karkas (juta ton) Pertumbuhan (%/th)
1999/
2001
2015 2030 2050 1999/2001-
2015
2015-2030 2030-2050
Konsumsi
Dunia 228 305 380 463 2,0 1,5 1,0
Negara
Berkembang
127 191 258 334 2,8 2,0 1,3
Negara Maju 101 113 123 130 0,8 0,5 0.3
Produksi
Dunia 230 306 382 465 1,9 1,5 1,0
Negara
Berkembang
125 190 255 332 2,8 2,0 1,3
Negara Maju 104 116 126 133 0,7 0,6 0,3
BAB III
PROSPEK PETERNAKAN GLOBAL MENUJU 2045
PENDAHULUAN
Landasan strategik melalui pemikiran dan perancanaan matang pemerintah dan para
ahli telah menetapkan tahun 2045 sebagai momentum kebangkitan bangsa dalam
memobilisasi sumberdaya nasional guna mewujudkan “Indonesia yang bermartabat, Mandiri,
Maju, Adil dan Makmur” setelah 100 tahun kemerdekaan. Ide tersebut dituangkan didalam
program Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2015-2045 dimana Pertanian –
Bioindustri berkelanjutan sebagai solusi pembangunan Indonesia masa depan yang diterbitkan
oleh Kementrian Pertanian pada tahun 2014. Lebih lanjut, SIPP menjadi paradigm
pembangunan untuk pertanian (Development of Agriculture) dengan menerapkan tahapan
pembangunan pertanian yang lebih rasional. Cakupan transformasi demografi, ekonomi,
intersektoral, spasial, institusional, dan tata kelola pembangunan diharapkan dapat bergerak
secara berimbang dan menyeluruh melaui transformasi sector pertanian sebagai motor
penggerak. Oleh karena itu, paradigma pembangunan untuk pertanian diperlukan agar
terciptanya akselerasi dari berbagai sector pendukung dalam pendekatan pembangunan
mengingat isu-isu pertanian memiliki skala kepentingan yang luas sebagai leading sector
dalam hal ketahanan pangan (Kementrian Pertanian, 2014).
Salah satu bagian yang tak terpisahkan adalah sector peternakan yang harus terus
mengimbangi kemajuan teknologi pertanian agar kebutuhan pangan manusia terpenuhi secara
berimbang. Hasil produk peternakan terus mencapai peningkatan, walaupun susu dan telur
masih belum mencapai target yang diharapkan. Setidaknya terdapat delapan komoditas
peternakan telah menunjukkan peningkatan produksi terutama daging kambing berada pada
peningkatan tertinggi sebesar 0,39 persen per tahun, diikuti oleh daging kerbau sebesar 0,26
persen per tahun. Sedangkan untuk daging sapi, daging domba, daging ayam dan daging babi
masing-masing dengan rata-rata peningkatan produksi sebesar 0,09 persen, 0,06 persen, 0,05
dan 0,01 persen per tahun (Kementrian Pertanian, 2014). Perlu menjadi perhatian saat ini
adalah telur yang merupakan salah satu sumber protein yang banyak diandalkan warga
di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang negatif walaupun laju penurunannya masih
sangat kecil.
Kotak Informasi:
Visi jangka panjang pembangunan pertanian Indonesia
“mewujudkan Pertanian Indonesia yang Bermartabat, Mandiri,
Maju, Adil dan Makmur”.
Kutipan dalam Sambutan Menteri Pertanian RI
“’pembangunan berbasis pertanian (agricultural led development)’
sudah tidak relevan lagi dan perlu direorientasikan dengan paradigma
baru. Paradigma baru yang pertama adalah Pertanian untuk
Pembangunan (Agriculture for Development) bahwa rencana
pembangunan perekonomian nasional disusun dan dilaksanakan
berdasar tahapan pembangunan pertanian secara rasional. Sektor
pertanian dijadikan sebagai motor penggerak transformasi
pembangunan yang berimbang dan menyeluruh. Paradigma baru yang
kedua adalah Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan sebagai
transformasi dari orientasi pembangunan berbasis bahan baku fosil
menjadi berbasis sumberdaya terbarukan (sumberdaya hayati).
Paradigma ini menuntut peran pertanian tidak hanya penghasil utama
bahan pangan, tetapi menjadi penghasil biomassa bahan baku
biorefinery untuk menghasilkan bahan pangan, pakan, pupuk, serat,
energi, produk farmasi, kimiawi dan bioproduk lainnya.”
Suswono. Menteri Pertanian RI,
Jakarta, Mei 2014
Prospek peternakan global menuju 2045 merupakan integrasi dari prospek
pembangunan pertanian global 2045 dimana segala aspek pertanian yang mendukung
diprogramkan secara mendasar didalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Biro Perencanaan
Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian dengan judul “Konsep Strategi Induk Pembangunan
Pertanian 2015-2045 PERTANIAN-BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN Solusi
Pembangunan Indonesia Masa Depan” pada tahun 2014. Sehingga buku tersebut menjadi
acuan didalam pembahasan pada bab ini.
III.1
Perubahan iklim dan lingkungan hidup serta ancaman krisis
pangan
Fenomena pemanasan global menjadi topik utama dalam pengaruhnya terhadap
perubahan iklim, bahkan telah mencapai pada kondisi mengkuatirkan. Selama tahun 2001-
2010 telah menunjukkan peningkatan suhu bumi antara 0,520C sampai 0,620C. Dampak
pembakaran minyak bumi berkontribusi tinggi sebesar 80 persen terhadap peningkatan suhu
bumi dan sisanya 20 persen pada penebangan hutan. Disamping itu, industri berbahan fosil
untuk sumber energy dan bahan baku industri juga menjadi penyebab utama meningkatnya
suhu bumi.
Dampak langsung perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global adalah
terjadinya degradasi sumber daya pertanian dan infrastruktur, seperti, degradasi dan penciutan
sumberdaya lahan, menurunya potensi sumberdaya air, kerusakan sumberdaya genetik,
kapasitas irigasi serta epidemic hama, dan penyakit tanaman dan hewan. Kendati demikian,
kondisi variabilitas dengan curah hujan yang ekstrem dan pengelolaan yang kurang tepat
dapat memicu banjir, dan longsor. Hal ini juga akan mengganggu sistem produksi
pertanian dan peternakan seperti penurunan dan ketidakpastian produktivitas, luas panen
lahan pertanian, ancaman penyakit ternak karena iklim yang tidak stabil yang pada akhirnya
berdampak pada ancaman rawan pangan dan kemiskinan.
Dengan demikian, kebutuhan bahan pangan global diperkirakan akan mengalami
kelangkaan yang berakibat pada kenaikan harga bahan pangan tersebut. Selama periode 2005-
2050 harga biji-bijian diperkirakan akan meningkat sekitar 30-50 persen, sedangkan harga
daging juga akan mengalami kenaikan sekitar 20-30 persen melebihi harga pada tahun 2007-
2008. Sehingga fenomena ini bisa berakibat pada krisis pangan global. Kekhawatiran tersebut
telah mendorong negara-negara yang memiliki sumberdaya modal memadai untuk terus
memperluas kapasitas produksi pangan, tidak hanya didalam negeri tetapi juga di beberapa
negara lain.
III.2
Globalisasi, dinamika kerjasama investasi dan
perdagangan
Adanya perpaduan kesepakatan perdagangan dengan multilateral, regional dan
bilateral semuanya mendorong kepada liberalisasi, standardisasi dan transparansi di satu sisi
serta revolusi teknologi informasi dan transportasi memungkinkan pergerakan warga ,
barang dan informasi bergerak semakin cepat disisi lainnya. Sehingga informasi tentang
berbagai inovasi pertanian dan peternakan semakin mudah diperoleh, membuka peluang
transaksi pasar produk hasil peternakan akan semakin mudah.
Libralisasi sector perdagangan bisa berdampak kepada struktur perdagangan dan
terbentuknya blok perdagangan secara regional dan bilateral. Namu, hal ini perlu diantisipasi
dengan baik, karena Indonesia harus sudah dalam kondisi siap ketika blok perdagangan ini
disepakati sehingga dapat memanfaatkannya untuk kepentingan Indonesia. Contohnya pada
kesepakatan ASEAN dan China dalam perdagangan yang berpengaruh kepada produk
pertanian Indonesia, dimana Indonesia terkesan belum siap, sehingga pasar dalam negeri
dibanjiri berbagai produk pertanian China. Membangun kapasitas juga harus diperhatikan
sehingga keleluasaan dan independensi pengambilan kebijakan (policy space) dapat
ditingkatkan. Upaya pengembangan hasil produksi yang efisien harus terus dikembangkan
guna mengantisipasi serbuan produk dari negara lain karena dalam kondisi semacam ini akan
sulit bagi negara untuk memproteksi warga nya.
III.3
Urbanisasi dan tatakelola investasi global
berdasar distribusi penduduk desa-kota, maka terlihat kecendrungan makin
banyaknya penduduk yang tinggal di perkotaan. Prediksi laju urbanisasi yang tinggi dimana
lebih dari 69 persen penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan. Sementara itu, dengan
prediksi laju urbanisasi rendah sekitar 61 persen penduduk akan tinggal di perkotaan.
Keadaan seperti ini perlu dilakukan perencanaan yang baik dalam upaya memacu
pembangunan perdesaan yang berbasis pertanian, perlu adanya upaya dominan dalam menata
perpindahan penduduk desa ke perkotaan dengan memberi perhatian besar pada upaya
pengembangan agroindustri.
Tabel 3.1 Proyeksi jumlah penduduk perkotaan dan pedesaan menurut 3 skenario
Sumber: Kementrian Pertanian (2014) dalam SIPP 2015-2045.
Potensi ketersediaan lahan di Indonesia masih cukup besar dan belum dimanfaatkan
secara optimal. Indonesia memiliki total luas daratan sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta
ha (64,4 persen) kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan
lindung. Total luas kawasan budidaya di daratan yang berpotensi dipakai sebagai areal
pertanian seluas 101 juta ha, yang meliputi lahan basah 25,6 juta ha, lahan kering tanaman
semusim 25,3 juta ha, dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha. Hingga saat ini, sebesar
47 juta ha sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian dan masih tersisa 54 juta ha yang
berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Secara biofisik, dapat dilihat untuk pengembangan
lahan masih berpotensi cukup luas sekitar 30 juta ha, dimana 10 juta ha merupakan kawasan
Areal pemakaian Lain (APL) dan 20 juta ha kawasan kehutanan (Badan Litbang Pertanian,
2007).
Kecendrungan birokrasi di Indonesia yang dipandang masih sebagai unsur pelaksana
yang tidak efisien, lambat, tidak fleksibel dalam memenuhi kebutuhan warga serta
memiliki tingkat inovasi yang rendah. berdasar Global Competitiveness Index (GCI) yang
dipublikasikan secara berkala oleh World Economic Forum, pada 2020-2011 ranking
Indonesia jika dibandingkan dengan peringkat negara-negara se-kawasan ASEAN seperti
Singapura, Malaysia, dan Thailand masih tertinggal. Indikator lainnya adalah peringkat Doing
Business yang diterbitkan secara berkala oleh International Finance Corporation (IFC) dan
Bank Dunia, dimana terlihat pola yang sama dengan data GCI terkait dengan posisi Indonesia
dalam percaturan bisnis diantara negara-negara ASEAN.
Jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan
Vietnam untuk peringkat kemudahan melakukan bisnis di Indonesia masih lebih rendah.
Meskipun peringkat Indonesia menunjukkan tendensi peningkatan, dari peringkat 135 pada
2006 menjadi peringkat 122 pada 2010. Negara-negara yang berperingkat di bawah
Indonesia, seperti Filipina dan Kamboja dalam periode yang sama, terus melakukan perbaikan
dan menunjukkan tendensi peningkatan peringkat yang lebih baik.
Adapun kebijakan reformasi birokrasi secara nasional telah tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005-2025 yang menyebutkan “pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi
birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan
pembangunan di bidang-bidang lainnya”. Isu dan agenda yang tengah berkembang melalui
reformasi birokrasi adalah:
1. modernisasi manajemen kepegawaian,
2. restrukturisasi, downsizing dan rightsizing, perubahan manajemen dan organisasi,
3. rekayasa proses administrasi pemerintahan,
4. anggaran berbasis kinerja dan proses perencanaan yang partisipatif,
5. hubungan baru antara pemerintah dan warga dalam pembangunan dan pemerintahan.
Tentunya dengan adanya kebijakan reformasi birokrasi ini diharapkan akan
menciptakan “birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif,
berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, mampu
melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan
kode etik aparatur negara”. Idealnya, sasaran yang ingin dicapai adalah “terwujudnya
pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, meningkatnya kualitas
pelayanan publik kepada warga serta meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi”.
III.4
Dinamika permintaan dan penawaran komoditas pangan
dan pertanian
Peningkatan produksi pangan dunia secara umum hingga tahun 2050 masih belum
sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi warga . Khususnya untuk beras,
semakin sulitnya areal persawahan di Indonesia juga terjadi di negara lain. Sehingga
teknologi yang berguna akan menjadi tumpuan untuk meningkatkan produktivitas terutama
produksi beras.
Tabel 3.2 Proyeksi Produksi, Konsumsi dan Stok Komoditi Pangan Utama Dunia
Tahun 2000-2050
Sumber: Kementrian Pertanian (2014) dalam SIPP 2015-2045; Kruse (2010) dalam
Bab II Makalah Acuan.
Jika menilik permintaan daging dunia, pertumbuhannya cendrung melambat dari 3,3
persen per tahun pada periode 1980 dan 1990 menjadi 2,0 persen di periode tahun 1999/2001
– 2015 serta lebih rendah lagi pada periode berikutnya. Namun, ada peningkatan permintaan
daging yang pesat di negara-negara berkembang sebesar 5 persen pada periode 1980 – 1989
dan 3,1 persen pada periode 1990 – 1999. Dominasi permintaan terjadi di negara China dan
Brazil yang menunjukkan laju permintaan yang pesat. Kendati demikian, apabila tingkat
konsumsi daging per kapita di negara tersebut telah cukup tinggi, tentuk pertumbuhan
permintaan tersebut akan kembali menurun. Pada periode 1999/2001 - 2015 permintaan
daging di negara berkembang menurun menjadi 2,8 persen per tahun. Demikian juga hasil
proyeksi OECD/FAO menunjukkan tingkat pertumbuhan yang hampir sama yaitu 2,6 persen
per tahun dalam periode 2006/2008 - 2018. Konsumsi daging per kapita hanya meningkat dari
29 kg per kapita tahun 2006/2008 menjadi 33 kg per kapita tahun 2018.
Tabel 3.3 Proyeksi konsumsi dan produksi daging, 1999/2001-2050
Sumber: Kementrian Pertanian (2014) dalam SIPP 2015-2045; FAO, 2012 dalam Bab
II Makalah Acuan.
Produksi biji-bijian dunia diperkirakan mencapai 2.287 juta ton tahun 2015 dan
meningkat menjadi 3.012 juta ton tahun 2050 jika tanpa perhitungan pengembangan
bioenergi. Namun diperkirakan akan lebih tinggi sebesar 3.150 juta ton bila memperhitungkan
kebutuhan bioenergi.
Tabel 3.4 Proyeksi konsumsi dan produksi biji-bijian, 1999/2001-2050
Sumber: Kementrian Pertanian (2014) dalam SIPP 2015-2045; FAO, 2006 dalam Bab
II Makalah Acuan.
Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.4 diatas, pertumbuhan permintaan komoditas
biji-bijian diperkirakan mengalami perlambatan secara agregat dari 1,4 persen per tahun
periode 1999/2001 – 2015 menjadi 1,1 persen per tahun periode 2030 – 2050. Pertumbuhan
permintaan biji-bijian di negara berkembang jauh lebih tinggi kendati mengalami pelambatan
dari 1,8 persen per tahun pada periode 1999/2001 – 2015 menjadi 0,8 persen per tahun untuk
periode 2030 – 2050.
III.5
Dinamika struktur, perilaku dan kinerja pasar
produk pertanian
Semakin terbukanya akses pasar, peningkatan pendapatan, pertumbuhan jumlah
penduduk, transportasi akan mendukung perdagangan komoditas produk pertanian. Hasil
produk olahan telah mendominasi peningkatan perdagangan sector pertanian dari USD 212
milyar pada tahun 1995 menjadi USD 492 milyar tahun 2008 atau meningkat 6,5 persen per
tahun. Perdagangan produk olahan umumnya terkonsentrasi pada kelompok negara yang
terbatas namun menguasai pangsa pasar yang cukup besar. Negara-negara dengan keunggulan
kompetitif yang di ukur menggunakan indicator RCA (Revealed Comparative Advantage)
dalam produksi barang-barang olahan tidak hanya mengekspor dalam jumlah yang besar ke
negara tujuan yang lebih banyak, tetapi juga menawarkan produk olahan yang beragam
dengan kualitas tinggi, sehingga memperoleh premium harga yang tinggi.
Perusahaan-perusahaan besar saat ini sudah terkoordinasi secara vertikal guna
mempertahankan eksistensi bisnis dan meningkatkan pangsa pasar. Misalnya pada perusahaan
peternakan yang tidak hanya beroperasi pada sub-sistem budidaya, tetapi juga juga mencakup
sub-sistem industri hulu terutama pembibitan, sub-sistem hilir utamanya pengolahan. Jika
dilihat dari aspek persaingan usahanya, hal ini cendrung mengurangi kesempatan calon
pengusaha baru atau lainnya yang memiliki keunggulan pada sub-sistem tertentu.
Berkaitan dengan struktur pasar, produk olahan makanan dunia dikuasai oleh enam
perusahaan besar, yaitu Danone, Kraft, Mars, Nestle, PepsiCo, dan Unilever. Diantara
perusahaan tersebut, Nestle memproduksi 20 kategori produk, Kraft memproduksi 19 kategori
dan Unilever memproduksi 17 kategori. Sedangkan tiga perusahaan lainnya dapat dikatakan
sebagai produsen produk makanan spesialis yang memproduksi jumlah kategori produk lebih
terbatas, yaitu PepsiCo (9), Danone (9), dan Mars (10).
Kotak Informasi:
RCA (Revealed Comparative Advantage)
RCA merupakan salah satu metode yang dipakai untuk
mengukur keunggulan komparatif disuatu wilayah (kawasan
negara, propinsi).
Konsep Dasar
Perdagangan antar wilayah menunjukkan keunggulan
komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah.
Konsep Pengukuran
Kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dgn
menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total
ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk
tersebut dalam perdagangan dunia.
Rumusan RCA
RCA =
Keterangan
Xij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j
Xj = Total nilai ekspor negara j
Xiw = Nilai ekspor komoditi i dari dunia
Xw = Total nilai ekspor dunia
Sumber: Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, 2008.
III.6
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Peternakan
Keragaman hayati dunia seperti variasi tumbuhan, hewan, mikroorganisme dan
ekosistem sangat penting untuk diperhatikan terutama keragaman hayati sektor pertanian dan
peternakan yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Kajian lebih luas telah
mencakup pada keragaman agro-ekosistem yang kapasitasnya ditingkatkan guna
mempertahankan produktivitasnya, beradaptasi terhadap perubahan keadaan, dan sangat vital
dalam menjaga keamanan pangan dunia. Hingga saat ini, lebih dari 40 spesies ternak telah
berkontribusi terhadap produksi pangan yang dibentuk melalui sejarah panjang domenstikasi
ternak dan perkembangannya.
Proses seleksi terus menerus untuk memperoleh daya tahan ternak terhadap tekanan
dari faktor stress lingkungan, dan perkembangbiakan terkontrol oleh manusia telah
menghasilkan kombinasi variasi genetik yang nyata (breed; hasil perkawinan). Sehingga
proses yang telah terjadi selama ribuan tahun ini menghasilkan bermacam-macam populasi
genetik ternak dengan berbagai pilihan untuk menghadapi tantangan masa depan terkait
adaptasi terhadap perubahan lingkungan, ancaman penyakit, pengetahuan terbarukan akan
kebutuhana gizi manusia, dan keadaan pasar yang turun-naik terhadap kebutuhan warga .
Keragaman sumber daya genetik yang dihasilkan inilah yang akhirnya terus diteliti dan
menjadi dasar perkembangan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sektor
peternakan yang bersaing ketat antara kebutuhan produksi ternak dan keubutuhan protein
hewani manusia.
Secara singkat, perkembangan teknologi peternakan dimulai dari domestikasi ternak
dan seleksi berkelanjutan dengan memilih dan mengawinkan ternak hasil seleksi yang telah
terjadi selama ribuan tahun sehingga diperoleh keragaman genetik. Kemudian, keragaman
genetik ini menjadi dasar percobaan sistem breeding antar spesies yang pada akhirnya
menciptakan “Aliran gen” (pergerakan dan pergantian breed hewan atau plasma nutfah) dan
pergerakannya dipengaruhi oleh banyak factor. Terdapat 5 kelompok besar ternak yang
mengalami aliran gen tersebut yaitu ternak Sapi, Domba, Kambing, Babi, dan Ayam.
1. Pengaruh aliran gen terhadap keragaman
Aliran gen dapat berpengaruh dalam meningkatkan atau juga menurunkan keragaman
genetik. Sedangkan pengaruh aliran gen tergantung beberapa factor, namun yang utama
adalah impor ternak dari negara lain terkait dengan tujuan pemeliharannya.
a. Keragaman meningkatkan aliran gen
Pengembangan keragaman ternak sangat dipengaruhi oleh aliran gen, dimana nantinya
menghasilkan ternak yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Aliran gen akan
meningkatkan keragaman dalam situasi sebagai berikut:
Hewan atau breed yang diimpor beradaptasi dengan lingkungan, dan varietas local
yang diimpor turut berkembang. Contohnya, breed Spanyol dan Portugis yang
diekspor ke Amerika Selatan pada akhirnya menghasilkan ternak yang mampu
bertahan terhadap kondisi lingkungan alam yang keras seperti breed Crilo.
Hewan atau breed yang diimpor dikawin silangkan dengan ternak local, dan
dikembangkan breed sintetik yang mempunyai karakteristik dari kedua orangtuanya.
Contohnya hasil kawin silang antara babi China dan Asia Tenggara dengan ternak
babi dari Eropa menghasilkan ternak babi yang bertumbuh cepat, breed babi yang
menjadi idola pada tahun 1880. Industri sapi potong di Amerika Selatan berkembang
setelah breed seperti Ongole dan Gir diimpor dan dikawin silangkan dengan breed
lokan sapi Criollo. Program kawin silang yang terstruktur dapat berfungsi untuk
mencegah hilangnya keragaman jika dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan
populasi breed murni dari breed local yang mungkin akan kurang populasinya.
pemakaian “darah segar” secara selektif dalam pengorganisasian breed. Infusi
(penyerapan) terpilih dari “darah segar” dengan membedakan pemakaian penjantan
(sire) dari breed yang berbeda sering dipakai dalam ilmu pemuliaan untuk
mempertahankan vitalitas gen. contohnya pada introduksi berkala dari kuda jantan
thoroughbred sires Inggris atau Arab ke breed local kuda Jerman.
b. Transfer gen yang ditargetkan untuk karakteristik yang spesifik. Hal ini memungkinkan
dengan pemakaian statistic dan kemajuan bioteknologi. Contohnya pada pengenalan gen
boorola yang mengkoding litter size (ukuran atau besarnya gen yang diturunkan dari
induk) pada domba Awassi yang telah dikembangkan di Israel untuk menciptakan Afec
Awassi. Gen tersebut dapat dilacak melalui flok atau kelompok dari domba Indian Bengal
yang diimpor ke Australia akhir abad ke-18. Selanjutnya pada tahun 1993, penemuan
penanda genetika yang memungkinkan untuk mengidentifikasi gen pembawanya.
Perkawinan silang membabi buta antara breed local dengan breed impor merupakan
penyebab terjadinya penurunan dan disintegrasi breed local.
c. Keragaman menetralkan aliran gen. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk
mengembangkan breed seekor ternak ke negara baru namun sering gagal. Contohnya
pada kasus impor breed asal Eropa ke negara tropis lembab yang banyak menghabiskan
dana untuk pengiriman ternak ke seluruh dunia, tetapi pada umumnya gagal berkembang
ditempat baru.
2. Perkembangan Bioteknologi Reproduksi dan Molekuler
Bioteknologi reproduksi merupakan bentuk kemajuan penelitian peternakan di bidang
pemuliaan dengan melakukan manipulasi sistem reproduksi ternak dan bahkan telah mencapai
taraf rekayasa genetik dan molekuler. Program Inseminasi Buatan (IB), superovulasi dan
Transfer Embrio (TE) adalah produk bioteknologi yang berdampak besar didalam perbaikan
mutu ternak di negara maju. Metode-metode tersebut terus berkembang seperti adanya teknik
sinkronisasi birahi, superovulasi, semen sexing, dan fetilisasi in vitro untuk menghasilkan
embrio diluar tubuh ternak betina. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan pelayanan IB
secara antusias menjadi tujuan dalam laporan berbagai negara. Beberapa negara
memperkenalkan pelayanan IB plasma nutfha eksotik untuk tujuan perkawinan silang dengan
breed local. Teknologi IB dipakai dengan cara memadukan gen ternak asli dan eksotik
seperti kambing Jermasia di Malaysia. Selain itu, IB juga dipakai untuk meng-upgrade
ternak antara breed asli dengan ternak impor melalui backcross guna meningkatkan daya
adaptasi. Penelitian berkelanjutan dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal, baik dari
segi efisiensi produksi dan juga efektifitas pemakaian nya.
Kotak Informasi:
Pengertian Breed menurut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1967, tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan
Breed (Bangsa Ternak) adalah Suatu
kelompok dari ternak yang memiliki
persamaan dalam bentuk morphologis,
sifat-sifat fisiologis ddan bentuk
anatomis yang karakteristik untuk tiap-
tiap bangsa dan sifat-sifat persamaan ini
dapat diturunkan pada generasi
selanjutnya.
Marka Molekular (Moleculer Marker) merupakan alat ekplorasi dalam keragaman
genetik. pemakaian marka DNA (deoxyribonucleic acid) untuk penelitian dasar seperti
analisa filogenik dan mencari gen-gen yang bermanfaat serta sebagai penelitian terapan
dalam membantu seleksi, uji paternitas dan juga food traceability. Variasi rantai DNA dan
lingkungan mempengaruhi keragaman antara organisme yang bersifat mendasar, dimana
setiap individu suatu spesies kecuali monozigotik kembar, memiliki rangkaian unik DNA.
Pada DNA, variasi yang terjadi merupakan mutasi hasil substitusi nukleotida tunggal (single
nucleotide polymorphisms, SNPs), insersi maupun dilesi dari berbagi potongan panjang DNA
dari satu hingga ribuan nukleotida yang bisa juga hasil duplikasi atau inversi dari potongan-
potongan DNA.
Pemahaman terhadap fenomena biologis, pemeriksaan DNA, RNA dan protein pada
skala besar telah membuka perspektif baru dalam interpretasi dan pemodelan kompleksitas
hidup suatu organisme. Sehingga saat ini telah melahirkan disiplin ilmu-ilmu baru yang
dikenal dengan kode nama belakang “-omics” seperti, genomic, proteomics, transcriptomics,
metabolomics dan interactomics yang masing-masing masih pada suatu taraf kompleksitas
tinggi sistem biologi (Hood et al., 2004). Pemeriksaan kompleksitas biologi adalah tren
terbarukan yang memerlukan teknologi molekuler tinggi, kecepatan komputasi dengan
memori tinggi, metode pendekatan analisa data, dan integrase keahlian yang interdisiplin.
Kotak Informasi:
“Omics” sebagai disiplin ilmu baru
Genomik memetakan gen-gen dan variasi genetik antara
individu atau grup. Genomik melibatkan wawasan translasi
informasi genetik kepada fungsi metabolik dan sifat-sifat
fenotipik. Genomik membuka selubung proses biologis dan
interaksi-interaksinya dengan faktor lingkungan. Genomik
melibatkan kombinasi seperangkat teknologi tinggi, seperti
proteomik dan metabolomik, denga teknik-teknik bioinformatik
yang memungkinkan pengolahan, analisa dan integrasi data
dalam jumlah besar.
DNA (deoxyribonucleic acid)
DNA adalah DNA: informasi genetik dalam suatu genom
dikodekan dalam deoxyribonucleic acid (DNA), yang disimpan
dalam inti sel. DNA memiliki dua benang disusun dalam helix
ganda, yang dibuat dari suatu gula (deoxiribose), phosphate, dan
empat basa kimia - nukleotid: adenine (A), guanine (G),
cytosine (C) dan thymine (T). Satu A dalam satu benang selalu
berpasangan dengan satu T pada benang lainnya melalui dua
ikatan hidrogen, ketika satu C selalu berpasangan dengan G
melalui tiga ikatan hidrogen. Dua benang, oleh karenanya,
melengkapi satu sama lain.
RNA (ribonucleic acid)
RNA: asam ribonuklide (ribonucleic acid) adalah benang tungal
asam nukleid yang terdiri dari tiga dari empat basa yang pada
DNA (A, C dan G). T adalah, bagaimanapun, digantikan oleh
uracil (U).
3. Peran Bioteknologi, molekuler dan teknologi informasi
Periode abad ke-21 menunjukkan kemajuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) pertanian setidaknya harus dapat menjawab dua hal:
1. Bagaimana suatu teknologi dapat menjawab berbagai hal terkait dengan dampak
perubahan iklim,
2. Bagaimana teknologi tersebut dapat menjawab berbagai keterbatasan pada sumberdaya
yang ada di tengah perkembangan kebutuhan manusia yang tanpa batas.
Ada tiga revolusi di bidang sains yang diperlukan untuk menjawab dua hal diatas dan
saat ini sedang terus dikembangkan di dunia, yaitu revolusi dibidang bioteknologi,
nanoteknologi, dan teknologi informasi.
Pada bidang bioteknologi, sebuah proyek penelitian yang disebut Human Genome
Project US telah mengidentifikasi sebanyak 30,000 gen dalam DNA manusia dan
menguraikan 3 milyar nukleotida yang membentuk DNA. Lebih lanjut, perusahaan swasta
Celera Genomics telah berhasil mengurai dan memetakan genom manusia. Tentunya
penemuan ini menjadi cetak biru informasi genetik manusia. Keberhasilan ini membuka
cakrawala baru di bidang kedokteran untuk penyembuhan penyakit turunan di level yang
paling mendasar (gene therapy). Sehingga informasi mengenai genom manusia bermanfaat
bagi industri farmasi obat-obatan untuk berbagai penyakit pada masa akan datang yang dapat
diracik sesuai dengan DNA masing-masing individu, dimana cari ini dapat meniadakan efek
samping dari suatu obat. Hal serupa saat ini terus dikembangkan pada penelitian peternakan
yang prinsipnya sama dengan proyek genom manusia untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat bagi perkembangan industri sector petanian-peternakan.
Penemuan di bidang nanoteknologi yang didefinisikan sebagai teknologi berbasis
skala nanometer (1 nanometer = 10-9 m). Skala ini jauh lebih kecil dibanding mikroteknologi
yang berada pada skala micrometer (1 mikrometer = 10-6 m). Saat ini, penemuan di bidang
nanoteknologi masih didominasi oleh terobosan di bidang material science. Sementara itu,
teknologi informasi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam abad ini. Istilah Biologi
Informasi yang memanfaatkan teknologi komputasi atau dikenal dengan istilah
Bioinformatika merupakan salah satu contoh kemajuan teknologi informasi melalui
kombinasi teknologi informasi dengan bioteknologi dan biomolekuler.
4. Peran analisa Bioinformatika sebagai Teknologi Informasi terhadap perkembangan Ilmu
Peternakan
Istilah 'bioinformatika' dikemukan oleh Hesper dan Howegeg di awal 1970-an.
Berawal dari keinginan mereka untuk menggunakan istilah bioinformatika dalam penelitian
mereka dengan mendefinisikan sebagai 'studi tentang proses informatika dalam sistem biotik'
(Howegeg, 2011). Namun, istilah bioinformatika dikenal publik melalui artikel yang
diterbitkan pada tahun 1978 (Howegeg dan Hesper, 1978). Tapi Howegeg mengatakan bahwa
mereka telah menggunakannya pada 1970-an yang menggunakan kata 'bioinformatika'
(Hesper dan Howegeg, 1970) dalam judul artikel mereka yang diterbitkan di Belanda tapi
tidak begitu diakses oleh publik.
Kehidupan alam dan sifatnya dikelolah dengan informasi dalam berbagai bentuk,
seperti informasi akumulasi selama evolusi, transmisi informasi dari DNA ke intra dan inter
seluler. Proses dan interpretasi informasi tersebut dalam tingkat yang berbeda dari pemikiran
yang menciptakan proses informasi yang bisa berfungsi sebagai metafora sehingga berguna
untuk memahami sistem hidup. Jadi, bioinformatika dapat berguna sebagai bidang penelitian
atau mereka menyebutnya 'konsep kerja' (Howegeg, 2011).
Pemanfaatan komputer untuk membantu sistematis, menganalisa dan menyimpan
kumpulan urutan dan struktur data adalah kunci untuk menangani informasi yang berkembang
saat ini. Gagasan bahwa informasi molekuler dapat dikumpulkan kedalam repositori
elektronik dan distribusinya tidak hanya sangat baru tapi juga menimbulkan tantangan yang
signifikan (Attwood et al., 2011). Sebuah aspek penting dari mengelola volume data yang
besar terletak pada pengembangan metode untuk menilai dengan kesamaan antara biomolekul
yang berbeda. Klasifikasi ini memfasilitasi perbandingan antara genom dan produk-
produknya, yang memungkinkan identifikasi tema umum di antara temuan yang terkait
dengan beberapa fitur unik (Luscombe et al., 2001).
Kotak Informasi
Contoh databes untuk Bioinformatika
Sumber: Luscombe et al., 2001
Protein sequence (primary)
SWISS-PROT www.expasy.ch/sprot/sprot-top.html
PIR-International
www.mips.biochem.mpg.de/proj/protseqdb
PRINTS
www.bioinf.man.ac.uk/dbbrowser/PRINTS/PRINTS.html
Protein Data Bank (PDB) www.rcsb.org/pdb
Nucleic Acids Database (NDB) ndbserver.rutgers.edu/
GenBank
www.ncbi.nlm.nih.gov/Genbank
EMBL www.ebi.ac.uk/embl
DDBJ www.ddbj.nig.ac.jp
Genome sequences
Entrez genomes
www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=Genome
COGs www.ncbi.nlm.nih.gov/COG
Konsep dasar untuk sebagian besar metode penelitian dalam bioinformatika adalah
sejauh data dapat dikelompokkan bersama berdasar signifikansi biologis (Luscombe et al.,
2001). Sebagai contoh, sering urutan segmen diulang pada posisi yang berbeda dari genom
DNA (Pedersendagger et al., 2000). berdasar fungsi tertentu seperti tindakan enzimatik
atau gen dapat dikelompokkan menurut asal mereka dari jalur metabolik (Kahenisa dan Goto,
2000), meskipun dalam kasus ini, beberapa fungsi benar-benar dapat memiliki sebuah gen
tunggal. Pengetahuan biologi adalah ilmu dasar yang kompleks dan tidak mudah untuk
diintegrasikan ke dalam databes yang memiliki molekul sebagai urutan (sequence) data.
III.7
Kecendrungan baru penghargaan atas jasa
lingkungan
Pemanfaatan lahan pertanian bukan hanya sebagai penghasil bahan makanan dan serat,
tetapi juga bersifat multifungsi yang menghasilkan jasa lingkungan dan jasa amenity.
Contohnya lahan pertanian sebagai sumber air tanah dan oksigen, pengendali banjir, pencegah
erosi dan sedimental, memberi keindahan dan kenyamanan, pelestari keanekaragaman hayati,
pelestari budaya perdesaan, sarana integrasi dengan komoditi ternak tertentu, dan banyak
lainnya. Manfaat jasa lingkungan dan amenity lahan pertanian dapat dilihat dari
berkembangnya beragam ekoturisme atau wisata alam wilayah pertanian dengan harga jual
yang kompetitif dan menjadi prospek investasi masa depan.
Jasa-jasa pariwisata kawasan sentra pertanian menampilkan sarana keindahan area
pertanian untuk pengunjung, serta berkesempatan merasakan kehidupan petani yang semakin
berkembang sebagai resort wisata mancanegara. Negara maju seperti Australia dan beberapa
negara Eropa, mengembangkan paket wisata baik secara pribadi maupun berkelompok,
sehingga mereka dapat langsung meraih manfaat dari keberadaan lahan pertaniannya. Hal
yang sama juga diterapkan di Korea dan Jepang, para petani baik secara individu dan
kelompok mengembangkan beragam kegiatan guna menarik pengunjung dari dalam maupun
luar negeri untuk merasakan kehidupan budaya mereka. Kegiatan tersebut mampu memberi
nilai tambah bagi para petani dimana lahan pertanian mereka tidak hanya sebagai penghasil
bahan makanan dan serat tetapi juga dapat dimanfaatkan keindahannya dengan menarik
perhatian para pengunjung atau turis.
Prospek masa depan sector pertanian melalui kecendrungan urbanisasi akan kebutuhan
amenity atau kenyamanan lingkungan yang ditawarkan dari keindahan wilayah pedesan
dengan lahan pertaniannya akan semakin meningkatkan nilai tambahan dalam kegiatan
pertanian dan diperkirakan akan semakin kompetitif. Ditambah lagi dengan dukungan sistem
kelembagaan yang semakin berkembang, maka jasa-jasa amenity di masa akan dating dapat
diperdagangkan dan diinternalisasikan dengan sebaik-baiknya dalam mekanisme pasar.
Kotak Informasi:
Amenity
Amenity berasal dari Bahasa Inggris yang artinya sikap
ramah-tamah. Seperti mengatakan terimakasih adalah
sikap ramah-tamah. Arti lain yaitu kesenangan, nikmat,
fasilitas-fasilitas.
Sumber: kamus Bahasa inggris. 2009.
www.kamusbahasainggris.com
III.8
Dinamika demografi
Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010 – 20145 menunjukkan peran optimis bahwa
jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 252,3 juta pada tahun 2015 dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,13 persen, sehingga diperkirakan pada tahun 2045 akan
mencapai 315,3 juta jiwa dengan pertumbuhan sebesar 0,47 persen. Jika melihat hasil sensus
2010, maka pada tahun 2010 – 2040 akan terjadi ledakan penduduk berusia muda di
Indonesia atau disebut sebagai bonus demografi. Periode bonus demografi ini berpeluang
besar (window of opportunity) untuk memanfaatkan penduduk usia muda. Hal ini adalah
peluang emas yang tidak akan terjadi di masa mendatang dengan melihat Indonesia berada
pada titik terendah rasio ketergantungan (depency ratio) atau penduduk usia produktif harus
menanggung penduduk usia tidak produktif.
Tabel 3.5 Hasil proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045 menurut 3 skenario: metode
BPS dan LD-FEUI (dalam ribuan)
Sumber: Kementrian Pertanian (2014) dalam SIPP 2015-2045
Sedangkan didalam dokumen RIRN (Rencana Induk Riset Nasional) 2015 – 2045
yang disusun oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2016) mengatakan
bahwa Indonesia telah memasuki awal bonus demografi pada tahun 2015 karena komposisi
penduduk usia produktif mendominasi komposisi penduduk sebesar 64 juta jiwa, balita 24
juta jiwa, dan lansia tidak lebih dari 20 juta jiwa. Perkiraan bonus demografi ini akan bertahan
hingga setelah tahun 2030. Bonus demografi ini diperkirakan mencapai puncak pada kurun
tahun 2028 – 2035, dimana komposisi perbandingan penduduk tak produktif dengan
penduduk produktif adalah sebesar 46,9 persen yang artinya setiap 100 orang usia produktif
menanggung 46,9 orang usia produktif dibawah umur 14 tahun atau di atas 65 tahun. Melihat
beban tanggungan angkatan kerja yang rendah tersebut akan berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai momen lompatan pertumbuhan ekonomi untuk bertransformasi menjadi negara maju,
dengan sarat segala upaya antisipatif dipersiapkan secara optimal dari sekarang.
Lebih lanjut, bonus demografi juga menjadi tantangan besar guna terciptanya kondisi
ketahanan pangan dan jaminan social yang kondusif, mengingat Indonesia masih memiliki
ketergantungan terhadap bahan pangan pokok impor yang cukup besar. Kebijakan yang kuat
tentu diperlukan untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan di masa akan datang
dengan memperhatikan aspek pemenuhan dan juga aspek keseimbangan gizi. Pergeseran
komposisi penduduk pada kelas menengah keatas akan memicu perubahan pola
konsumsi warga yang juga pada akhirnya mempengaruhi peta kebutuhan pangan di masa
mendatang. Salah satu upaya menjawab seluruh persoalan tersebut adalah dengan dukungan
teknologi pertanian dan pengolahan pangan secara efektif.
SOAL
1. Jelaskanlah prospek pertanian pada sector peternakan di Indonesia menuju 2045?
2. Carilah informasi hasil penelitian terbarukan yang terkait dengan kemajuan IPTEK di
bidang peternakan?
REFERENSI
Attwood TK, Gisel A, Eriksson NE, Bongcam-Rudloff E. Concepts, Historical Milestones
and the Central Place of Bioinformatics in Modern Biology: A European Perspective,
Bioinformatics - Trends and Methodologies. In: Mahdavi MA, (Ed)., Bioinformatics -
Trends and Methodologies. ISBN: 978-953-307-282-1, InTech, 2011. 1-38.
Bamualim, A, dkk., 2009. Status Terkini Dunia Sumberdaya Genetik Ternak untuk Pangan
dan Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. ISBN 978-602-
8475-17-4
FAO. 2006. World Agriculture, towards 2030/2050. FAO, Rome. Dapat diunduh secara
online pada: http://www.fao.org/es/ESD/AT2050web.pdf.
FAO. 2012. World agriculture towards 2030/2050: the 2012 revision. ESA Working paper
No. 12-03. Rome, FAO. Dapat diunduh secara online pada:
www.fao.org/economic/esa/ap106e.pdf.
Hesper B, Hogeweg P. Bioinformatica: een werkconcept. Kameleon (In Dutch.) Leiden:
Leidse Biologen Club, 1970, 1(6): 28–29.
Hogeweg P, Hesper B. Interactive instruction on population interactions. Comput Biol Med,
1978, 8: 319–327.
Hogeweg P. The roots of bioinformatics in theoretical biology. PLoS Comput Biol, 2011, 7
(3): e1002021.
Kanehisa M, Goto S. KEGG: kyoto encyclopedia of genes and genomes. Nucleic Acids Res,
2000, 28(1): 27-30.
Kementrian Pertanian. 2014. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-2045
PERTANIAN-BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN Solusi Pembangunan Indonesia
Masa Depan. Jakarta: Biro Perencanaan Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian. ISBN
: 978-979-15689-1-3
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2008. RCA (Revealed Comparative
Advantage). http://www.kemendag.go.id/addon/rca/ . Diakses tanggal 23 November
2016.
Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. 2016. Rencana Induk Riset Nasional
2015-2045. http://rirn.ristekdikti.go.id (Kompilasi 28 Juli 2016 – Versi 3.5.2). Hal. 42-
45.
Kruse J. 2010. Estimating Demand for Agricultural Commodities to 2050. Global Harvest
Innitiative.
Luscombe NM, Greenbaum D, Gerstein M. What is bioinformatics? An introduction and
overview. (Review). Yearbook of Medical Informatics, 2001, 83-100.
Pedersendagger AG, Jensendagger LJ, Brunak S, Staerfeldt HH, Ussery DW. A DNA
structural atlas for Escherichia coli. J Mol Biol, 2000, 299(4):907-930.
BAB VI
KOMODITAS TERNAK RUMINANSIA KECIL
6.1. Taksonomi, Morfologi, Sebaran Populasi, Kebiasaan Hidup, Kebutuhan Pakan dan
nutrisi, Reproduksi, Tujuan Produksi, Tata Laksana Pemeliharaan Ternak
Kambing Domba
Ruminansia kecil merupakan salah satu jenis ternak yang sering dipelihara oleh
peternak dalam skala kecil di Indonesia. Ternak ruminansia kecil yang sering di budidayakan
di Indonesia adalah Kambing dan Domba untuk diambil daging, susu, kulit, bulu (pada
domba) serta fesesnya.
Taksonomi Kambing
Sistematika kambing menurut Devendra and Mcleroy, (1982):
Kingdom : Animals
Phylum : Chordata
Group : Cranita (Vertebrata)
Class : Mammalia
Order : Artiodactyla
Sub-order : Ruminantia
Famili : Bovidae
Sub Famili : Caprinae
Genus : Capra atau Hemitragus
Spesies : Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasica, Capra pyrenaica,
Capra falconeri
Morfologi Kambing
Menurut Herre dan Rohrs (1973) secara umum ternak kambing berasal dari kambing
liar (Capra aeragrus) yaitu benzoar (C.a. aegagrus), ibeks (C.a. ibeks) dan markhor (C.a.
falconeri). Secara umum menurut Dinas Peternakan ciri-ciri kambing adalah sebagi berikut:
1. kambing memiliki sepasang tanduk, tetapi beberapa jenis juga tidak bertanduk
2. ukuran tanduk pada ternak jantan seringkali lebih besar daripada tanduk pada
ternak betina
3. memiliki janggut
4. dahi cembung
5. ekor agak ke atas
6. berambut lurus dan kasar.
Taksonomi Domba
Klasifikasi domba menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata(hewan bertulang belakang)
Class : Mammalia(hewan menyusui)
Ordo : Artiodactyla(hewan berkuku genap)
Family : Bovidae(memamah biak)
Genus : Ovis
Species : Ovis aries
Morfologi Domba
Domba adalah jenis ruminasia berkaki empat dari jenis mamalia.
Ciri-ciri umum pada domba Menurut Dinas Peternakan yaitu, sebagai berikut:
1. Bertanduk terutama pada jantan, pada betina tidak bertanduk
2. Seluruh tubuhnya tertutup rambut
3. Terdapat kelenjar mammae (glandula mammae) pada betina
4. Mempunyai cuping telinga
5. Berkaki empat
6. Memiliki kuku yang berjumlah genap pada masing-masing kaki
Sebaran dan Populasi Kambing/Domba
Sebaran dan populasi kambing dan domba dipengaruhi oleh Lingkungan dan
kemampuan ternak beradaptasi (Welty, 1982), serta keberadaan sumberdaya serta daya
dukung lingkungan (carrying capacity) (Leksono, 2007). Faktor budaya diketahui dapat
mempengaruhi populasi ternak seperti halnya di Toraja (Sadidan et al., 2015) serta perbedaan
sosial, budaya dan agama seperti yang terjadi di India (Alavijeh, 2014). Sebaran dan populasi
kambing dan domba dapat tercantum pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Jumlah Kambing dan domba di Dunia berdasar Food and Agricultural
Organization Statistic (FAOSTAT, 2008)
Wilayah
Jumlah (juta ekor) Persentase (%) total di Dunia (%)
Kambing Domba Kambing Domba Kambing Domba
Asia 514,4 452,3 1 0,9 59,7 42
Afrika 291,1 287,6 1 1 33,8 26,7
Amerika Utara 3 6,9 1 2,3 0,4 0,6
Amerika
Tengah 9 8,1 1 0,9 1 0,8
Karibia 3,9 3,1 1 0,8 0,5 0,3
Amerika
Selatan 21,4 73,1 1 3,4 2,5 6,8
Eropa 18 133,9 1 7,4 2,1 12,4
Oceania? 0,9 113,1 1 119,2 0,1 10,5
Dunia 861,9 1078,2 1 1,25
Tabel 6.2. Sebaran dan Populasi Ternak Kambing di Indonesia (BPS, 2015)
Provinsi
Populasi Domba menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 566.837 581.676 655.650 581.597 610.677
Sumatera Utara 762.180 781.774 849.487 866.763 883.862
Sumatera Barat 248.082 257.361 256.704 266.715 274.717
Riau 196.115 208.429 175.832 184.899 199.479
Jambi 371.326 430.014 410.866 422.715 459.541
Sumatera Selatan 331.589 343.065 330.401 370.593 388.863
Bengkulu 217.478 243.487 263.063 273.816 340.874
Lampung 1.090.647 1.159.543 1.253.153 1.250.823 1.252.402
Kep. Bangka
Belitung 7.184 8.389 3.225 2.652 2.917
Kep. Riau 22.158 22.459 21.558 20.941 21.495
Dki Jakarta 7.055 6.248 6.626 5.506 5.781
Jawa Barat 2.016.867 2.303.256 2.559.699 2.599.380 2.395.881
Jawa Tengah 3.724.452 3.889.878 3.922.159 3.957.917 3.997.917
Di Yogyakarta 343.647 352.223 369.730 385.477 411.209
Jawa Timur 2.830.915 2.879.369 2.937.980 3.090.159 3.136.513
Banten 774.629 767.757 813.944 776.304 709.870
Bali 75.046 70.188 65.127 68.457 69.137
Nusa Tenggara
Barat 579.250 627.282 584.149 576.125 623.654
Nusa Tenggara
Timur 559.755 578.829 592.365 609.367 627.707
Kalimantan Barat 167.591 171.222 167.471 148.153 155.535
Kalimantan
Tengah 44.739 46.674 43.463 39.595 42.572
Kalimantan
Selatan 111.161 105.500 66.118 67.098 67.069
Kalimantan Timur 61.691 62.288 61.301 55.259 56.620
Kalimantan Utara - - - 12.794 14.073
Sulawesi Utara 44.763 47.448 48.181 46.199 49.132
Sulawesi Tengah 477.445 530.627 565.053 586.948 658.553
Sulawesi Selatan 513.858 572.587 599.216 650.108 681.960
Sulawesi Tenggara 124.113 139.974 145.806 132.837 144.383
Gorontalo 83.570 92.168 83.512 82.205 85.505
Sulawesi Barat 208.279 217.925 219.755 219.878 220.766
Maluku 246.320 265.163 266.939 102.655 99.266
Maluku Utara 87.987 90.053 104.243 112.092 114.452
Papua Barat 16.810 20.470 22.294 24.258 27.365
Papua 32.648 32.536 35.251 49.247 49.849
Indonesia 16.946.187 17.905.862 18.500.321 18.639.532 18.879.596
Tabel 6.3. Sebaran dan Populasi Ternak domba di Indonesia (BPS, 2015)
Provinsi
Populasi Domba menurut Provinsi (Ekor)
2011 2012 2013 2014 2015
Aceh 141.976 163.542 157.111 111.030 116.582
Sumatera Utara 325.722 374.286 595.517 610.103 620.919
Sumatera Barat 4.656 6.001 5.537 5.703 5.874
Riau 3.985 4.583 4.739 8.242 9.432
Jambi 65.648 72.927 7